BAB I PENDAHULUAN Tuberculosis ( TBC ) merupakan penyakit yang sudah sangat lama dikenal oleh manusia. Pada peninggalan Mesir kuno, ditemukan relief yang menggambarkan orang dengan gibbus. Sudah lebih dari 100 tahun yang lalu kuman penyebab TBC, Mycobacterium tuberculosis pertama kali ditemukan oleh Rober Koch, 1882. Tata laksana TB yang ada pada program nasional saat ini baru untuk orang dewasa saja, sedangkan angka TB dengan sputum BTA positif pada anak-anak diperkirakan masih tinggi di masyarakat. Angka perawatan TB berat (TB milier, meningitis TB, TB paru berat dll) di berbagai rumah sakit juga masih tinggi. Angka kejadian dan prevalensi TB anak di Indonesia belum ada. Hal ini karena sulitnya diagnosis TB anak. Dengan penelitian indeks tuberkulin dapat diperkirakan angka kejadian dan prevalensi TB anak. 1 Masalah yang dihadapi dalam tata laksana TB anak adalah karena diagnosis sulit, Pengobatan lama dan belum ada vaksin yang betul-betul baik. Berbeda dengan TB dewasa, gejala TB pada anak seringkali tidak khas. Diagnosis pasti ditegakkan dengan menemukan kuman TB. Pada anak, sulit didapatkan spesimen diagnostik yang dapat dipercaya. Sekalipun spesimen dapat diperoleh, pada pemeriksaan mikrobiologik, mikrooganisme penyebab jarang ditemukan pada sediaan langsung dan kultur. Di negara berkembang, dengan fasilitas tes Mantoux dan foto roentgen paru yang masih kurang, diagnosis TB anak menjadi lebih sulit. 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
Tuberculosis ( TBC ) merupakan penyakit yang sudah sangat lama dikenal oleh
manusia. Pada peninggalan Mesir kuno, ditemukan relief yang menggambarkan orang dengan
gibbus. Sudah lebih dari 100 tahun yang lalu kuman penyebab TBC, Mycobacterium
tuberculosis pertama kali ditemukan oleh Rober Koch, 1882. Tata laksana TB yang ada pada
program nasional saat ini baru untuk orang dewasa saja, sedangkan angka TB dengan sputum
BTA positif pada anak-anak diperkirakan masih tinggi di masyarakat. Angka perawatan TB
berat (TB milier, meningitis TB, TB paru berat dll) di berbagai rumah sakit juga masih tinggi.
Angka kejadian dan prevalensi TB anak di Indonesia belum ada. Hal ini karena sulitnya
diagnosis TB anak. Dengan penelitian indeks tuberkulin dapat diperkirakan angka kejadian
dan prevalensi TB anak.1
Masalah yang dihadapi dalam tata laksana TB anak adalah karena diagnosis sulit,
Pengobatan lama dan belum ada vaksin yang betul-betul baik. Berbeda dengan TB dewasa,
gejala TB pada anak seringkali tidak khas. Diagnosis pasti ditegakkan dengan menemukan
kuman TB. Pada anak, sulit didapatkan spesimen diagnostik yang dapat dipercaya. Sekalipun
spesimen dapat diperoleh, pada pemeriksaan mikrobiologik, mikrooganisme penyebab jarang
ditemukan pada sediaan langsung dan kultur. Di negara berkembang, dengan fasilitas tes
Mantoux dan foto roentgen paru yang masih kurang, diagnosis TB anak menjadi lebih sulit.1
Karena sulitnya mendiagnosis TB pada anak, sering terjadi overdiagnosis yang diikuti
overtreatment. Dilain pihak, ditemukan juga underdiagnosis dan undertreatment. Hal tersebut
terjadi karena sumber penyebaran TB umumnya adalah orang dewasa dengan sputum basil
tahan asam positif, sehingga penanggulangan TB ditekankan pada pengobatan TB dewasa.
Akibatnya, penanganan TB anak kurang diperhatikan.1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Tuberkulosis (TBC) adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri
berbentuk basil (basilus) yang terutama menyerang paru-paru, dan dapat juga menyerang
organ dan jaringan lain yang disebabkan oleh mikobakterium, biasanya Mycobacterium
tuberculosis pada manusia. Penularan penyakit ini melalui perantaraan ludah atau dahak
penderita yang mengandung basil tuberkulosis yang terhirup dan masuk kedalam paru-paru
orang sehat yang kemudian menyebabkan penyakit tuberkulosis paru. 6
2.2 Epidemiologi
Sejak akhir tahun 1990-an, dilakukan deteksi terhadap beberapa penyakit yang
kembali muncul dan menjadi masalah, terutama di Negara maju, salah satunya adalah TB.
WHO memperkirakan bahwa sepertiga penduduk dunia (2 miliar orang), telah terinfeksi oleh
M. tuberkulosis, dengan angka tertinggi di Afrika, Asia, dan Amerika latin.1
Tuberkulosis masih merupakan penyebab utama kematian di Negara berkembang .
Total estimasi insidens (kasus Baru) TB di Indonesia yang dilaporkan oleh WHO dalam
Global report 2011 adalah 450.000 pertahun sedangkan prevalensinya sekitar 690.000
pertahun. Sejak tahun 2010 WHO tidak lagi menyebutkan ranking negara, tetapi Indonesia
memang masih termasuk 10 besar negara TB dengan beban permasalahan TB terbesar (22
negara). Data memperlihatkan bahwa penyakit ini paling terkonsentrasi di pusat-pusat kota
metropolitan, disini presentase bermakna penduduk yang tinggal di lingkungan miskin yang
memudahkan penularan penyakit ini.4
2.2.1 Morbiditas dan Mortalitas.2
Laporan mengenai TB anak jarang didapatkan. Diperkirakan jumlah kasus TB
anak per tahun adalah 5 % sampai 6 % dari total kasus TB. Di negara berkembang,
tuberkulosis pada anak berusia <15 tahun adalah 15 % dari seluruh kasus TB, sedangkan
di negara maju, angkanya lebih kecil yaitu 5-7 %.
Peningkatan jumlah kasus TB di berbagai tempat pada saat ini diduga disebabkan
oleh beberapa hal, yaitu :
1. Diagnosis yang tidak tepat
2. Pengobatan yang tidak adekuat
3. Program penanggulangan tidak dilaksanakan dengan tepat
4. Infeksi endemik virus HIV
5. Migrasi penduduk
6. Pengobatan sendiri
7. Meningkatnya kemiskinan
8. Pelayanan kesehatan kurang memadai
Tuberkulosis anak merupakan faktor penting di negara-negara berkembang karena
jumlah anak berusia dibawah 15 tahun adalah 40-50 % dari jumlah populasi.
Menurut perkiraan WHO tahun 1999, jumlah kasus TB baru di Indonesia adalah
583.000 orang per tahun dan menyebabkan kematian sekitar 140.000 orang per tahun.
WHO memperkirakan bahwa TB merupakan penyakit infeksi yang paling banyak
menyebabkan kematian anak dan dewasa.
Karena sulitnya menegakkan diagnosis TB pada anak, data TB sangat terbatas
termasuk di Indonesia. Untuk mengatasinya WHO sedang membuat konsensus diagnosis
di berbagai negara. Dengan adanya konsensus ini diharapkan tidak terjadi lagi
”overdiagnosos” atau ”underdiagnosis”.
. 2.2.2 Prevalensi tuberkulin positif
Uji tuberkulin adalah uji yang di lakukan untuk mendeteksi infeksi M.
Tuberkulosis, dapat juga dipergunakan untuk mengukur prevalens infeksi. Dari prevalens
infeksi dapat di ketahui annual risk of tuberculosis infections (ARTI) dengan metode
konversi. ARTI merupakan salah satu parameter epidemiologi untuk menentukan beban
penyakit TB (burden of tuberculosis).2
2.2.3 Faktor resiko.2
Terbagi atas faktor resiko infeksi dan faktor resiko progresi infeksi menjadi
penyakit ( resiko penyakit ).
Resiko Infeksi TB
Faktor resiko terjadinya infeksi TB antara lain adalah : anak yang memiliki
kontak dengan orang dewasa dengan TB aktif, daerah endemis, penggunaan obat-obat
intravena, kemiskinan, serta lingkungan yang tidak sehat. Faktor resiko infeksi TB pada
anak yang terpenting adalah pajanan terhadap orang dewasa yang infeksius. Berarti, bayi
dari seorang ibu dengan BTA sputum positif memiliki resiko tinggi terinfeksi TB.
Semakin dekat bayi tersebut dengan ibunya, makin besar pula kemungkinan bayi tersebut
dari orang dewasa ke anak-anak akan lebih tinggi jika pasien dewasa tersebut mempunyai
BTA sputum yang positif, terdapat infiltrat luas pada lobus atas atau kavitas, produksi
sputum banyak dan encer, batuk produktif dan kuat, serta terdapat faktor lingkungan yang
kurang sehat, terutama sirkulasi udara yang tidak baik.
Resiko Penyakit TB
Orang yang telah terinfeksi kuman TB, tidak selalu akan mengalami sakit TB.
Berikut ini adalah faktor-faktor yang dapat menyebabkan progresi infeksi TB menjadi
sakit TB. Faktor Resiko pertama adalah usia. Anak ≤ 5 tahun mempunyai resiko lebih
besar untuk mengalami progresi infeksi menjadi sakit TB, mingkin karena imunitas
selulernya belum berkembang sempurna. Resiko sakit TB ini akan berkurang sesuai
dengan bertambahnya usia.
Tabel 1. Resiko sakit tuberculosis pada anak yang terinfeksi Tuberkulosis
Faktor resiko
Umur saat infeksi
Primer (tahun)
Tidak sakit TB paru TB diseminata
(milier,meningitis)
<1
1-2
2-5
5-1
>10
50%
75-80%
95%
98%
80-90%
30-40%
10-20%
5%
2%
10-20%
10-20%
2-5%
0,5%
<0,5
<0,5%
Faktor resiko yang lain adalah konversi tes tuberkulin dalam 1-2 tahun terakhir,
malnutrisi, keadaan imunokompromais, keganasan, transplantasi organ, pengobatan
immunosupresi, diabetes mellitus, gagal ginjal kronik, dan silikosis. Faktor yang tidak
kalah penting pada epidemiologi TB adalah status ekonomi yang rendah, penghasilan
yang kurang, kepadatan hunian, pengangguran, dan pendidikan yang rendah.
2.3 Etiologi
Agen tuberculosis, Mycobacterium tuberculosis, Mycobacterium bovis dan
Mycobacterium africanum. Basil tuberkel adalah batang lengkung, gram positif lemah,
pleomorfik, tidak bergerak, tidak membentuk spora, panjang sekitar 2-4 µm. Mereka dapat
tampak sendiri-sendiri atau dalam kelompok pada spesimen klinis yang diwarnai atau media
biakan. Mereka merupakan aerob obligat yang tumbuh pada media sintetis yang mengandung
gliserol sebagai sumber karbon dan garam amonium sebagai sumber nitrogen. Mikobakteria
ini tumbuh paling baik pada suhu 37-41°C, menghasilkan niasin dan tidak ada pigmentasi.
Mikobakterium tumbuh lambat, waktu pembentukkannya adalah 12-24 jam. Isolasi
dari spesimen klinis pada media sintetik padat biasanya memerlukan waktu 3-6 minggu dan
ujikerentanan obat memerlukan 4 minggu tambahan. Namun pertumbuhan dapat dideteksi
dalam 1-3 minggu pada medium cairan selektif.
Gambar Mycobacterium tuberculosis dilihat dengan mikroskop electron
Gambar 1. Etiologi TB
2.4 Patogenesis.1,2
Paru merupakan port d’entree lebih dari 98 % kasus infeksi TB. Karena ukurannya
yang sangat kecil, kuman TB dalam percik renik ( droplet nuclei ) yang terhirup, dapat
mencapai alveolus. Masuknya kuman TB ini akan segera diatasi oleh mekanisme
immunologik nonspesifik. Makrofag alveolus akan memfagosit kuman TB dan biasanya
sanggup menghancurkan sebagian besar kuman TB. Akan tetapi, pada sebagian kecil kasus,
makrofag tidak mampu menghancurkan kuman TB dan kuman akan bereplikasi dalam
makrofag. Kuman TB dalam makrofag yang terus berkembang-biak, akhirnya akan
menyebabkan makrofag mengalami lisis, dan kuman TB membentuk koloni di tempat
tersebut. Lokasi pertama koloni kuman TB di jaringan paru disebut fokus primer Ghon.
Dari fokus primer, kuman TB menyebar melalui saluran limfe menuju ke kelenjar
limfe regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke lokasi fokus primer.
Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran limfe (limfangitis) dan di
kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena. Kompleks primer merupakan gabungan antara
fokus primer, kelenjar limfe regional yang membesar (limfadenitis) dan saluran limfe yang
meradang (limfangitis). Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga
terbentuknya kompleks primer secara lengkap disebut masa inkubasi. Hal ini berbeda
dengan pengertian masa inkubasi pada penyakit lain yaitu waktu yang diperlukan mulai dari
masuknya kuman hingga timbulnya gejala. Masa inkubasi TB biasanya berlangsung dalam
waktu 4-8 minggu dengan rentang waktu antara 2-12 minggu. Dalam masa inkubasi tersebut
kuman tumbuh hingga mencapai jumla 103-104, yaitu jumlah yang cukup untuk merangsang
respon imunitas seluler. Selama minggu-minggu awal infeksi, terjadi pertumbuhan logaritmik
kuman TB sehingga jaringan tubuh yang awalnya belum tersensitisasi terhadap tuberkulin,
mengalami perkembangan sensitivitas. Pada saat terbentuknya kompleks primer inilah,
infeksi TB dinyatakan telah terjadi. Hal tersebut ditandai ditandai dengan terbentuknya
hipersensitivitas terhadap tuberkuloprotein, yaitu timbulnya respon positif terhadap uji
tuberkulin. Selama masa inkubasi, uji tuberkulin masih negatif. Setelah kompleks primer
terbentuk, imunitas seluler tubuh terhadap TB telah terbentuk. Bila imunitas seluler telah
terbentuk, kuman TB baru yang masuk ke dalam alveoli akan segera dimusnahkan.
Setelah imunitas seluler terbentuk, fokus primer di jarinagn paru biasanya mengalami
resolusi secara sempurna membentuk fibrosis atau kalsifikasi setelah mengalami nekrosis
perkijuan dan encapsulasi. Kelenjar limfe regional juga akan mengalami fibrosis dan
enkapsulasi, tetapi penyembuhannya biasanya tidak sesempurna fokus primer di jaringan
paru. Kuman TB dapat tetap hidup dan menetap selama bertahun-tahun dalam kelenjar ini.
Selama masa inkubasi, sebelum terbentuknya imunitas seluler, dapat terjadi
penyebaran limfogen dan hematogen. Pada penyebaran limfogen, kuman menyebar ke
kelenjar limfe regional membentuk kompleks primer. Sedangkan pada penyebaran
hematogen, kuman TB masuk ke dalam sirkulasi darah dan meyebar ke seluruh tubuh.
Adanya penyebaran hematogen inilah yang menyebabkan TB disebut sebagai penyakit
sistemik. Penyebaran hematogen yang paling sering terjadi adlah dalam bentuk penyebaran
hematogenik tersamar (occult hematogenis spread). Melalui cara ini, kuman TB menyebar
secara sporadik dan sedikit demi sedikit sehingga tidak menimbulkan gejala klinis. Kuman
TB kemudian akan mencapai berbagai organ di seluruh tubuh. Organ yang biasanya dituju
adalah organ yang memiliki vaskularisasi baik, misalnya otak, tulang, ginjal, dan paru
sendiri. Di berbagai lokasi tersebut kuman TB akan bereplikasi dan membentuk kolini kuman
sebelum terbentuknya imunitas seluler yang akan membatasi pertumbuhannya. Setelah
dibatasi oleh imunitas seluler, kuman tetap hidup dalam bentuk dorman. Fokus ini tidak
langsung berlanjut menjadi penyakit tetapi berpotensi menjadi fokus reaktivasi. Fokus
potensial ini disebut sebagai fokus Simon.
Bentuk penyebaran hematogen lain adalah penyebarab hematogenik generalisata akut
( acute generalized hematogenic spread ). Pada bentuk ini, sejumlah besar kuman TB
masuk dan beredar dalam darah menuju ke seluruh tubuh. Hal ini dapat menyebabkan
timbulnya manifestasi klinis penyakit TB secara akut, yang disebut TB diseminata yang
timbul 2-6 bulan setelah terjadi infeksi. Bentuk penyebaran hematogen yang jarang terjadi
adalah protracted hematogenic spread. Bentuk penyebaran ini terjadi bila suatu fokus
perkijuan menyebar ke saluran vaskuler di dekatnya sehingga sejumlah kuman TB akan
masuk dan beredar dalam darah
Gambar 2. Patogenesis pada TB
Catatan:
1. Penyebaran hematogen umumnya terjadi secara sporadik (occult hematogenic
spread). Kuman TB kemudian membuat focus koloni di berbagai organ dengan
vaskularisasi yang baik. Fokus ini berpotensi mengalami reaktivasi di kemudian
hari.
2. Kompleks primer terdiri dari fokus primer (1), lirntangitis (2), dan limladenitis
regional (3).
3. TB primer adalah proses masuknya kuman TB, terjadinya penyebaran hematogen,
terbentuknya kompleks primer dan imunitas selular spesifik, hingga pasien
mengalami infeksi TB dan dapat menjadi sakit TB primer.
4. Sakit TB pada keadaan ini disebut TB pascaprimer karena mekanismenya bisa
melalui proses
5. reaktivasi fokus lama TB (endogen) atau reinfeksi (infeksi sekunder dan seterusnya)
oleh kuman TB dari luar (eksogen).
Gambar 3. Penyebaran hematogen
2.5 Diagnosis.2
Diagnosis paling tepat adalah ditemukannya basil TB dari bahan yang diambil dari
pasien misalnya sputum, bilasan lambung, biopsy, cairan serebrospinal, cairan pleura, tetapi
pada anak hal ini sulit dan jarang didapat, sehingga sebagian besar diagnosis TB anak
didasarkan atas gambaran klinis, gambaran radiologis dan uji tuberkulin, pemeriksaan
laboratorium dan pada foto rontgen dada. Pada anak, kesulitan menegakkan diagnosa pasti
disebabkan oleh 2 hal, yaitu;
Sedikitnya jumlah kuman(paucibacillary)
Jumlah kuman TB di secret bronkus pasien anak lebih sedikit daripada dewasa karena
lokasi kerusakan jaringan TB paru primer terletak di kelenjar limfe hilus dan parenkim
paru bagian perifer, juga tingkat kerusakkan parenkim paru tidak seberat pada dewasa.
Kuman BTA baru dapat dilihat dengan mikroskop bila jumlahnya paling sedikit 5.000
kuman dalam 1 ml dahak
Sulitnya pengambilan sputum
Pada anak walaupun batuknya berdahak, biasanya dahak akan ditelan sehingga
diperlukan bilasan lambung yang diambil melalui nasogastrik tube (NGT) dan harus
dilakukan oleh petugas yang berpengalaman. Dahak yang representatif untuk dilakukan
pemeriksaan mikroskopik adalah dahak yang kental dan purulen, berwarna hijau
kekuningan dengan volume 3-5 ml.
Untuk itu penting memikirkan adanya TB pada anak kalau terdapat keadaan atau
tanda-tanda yang mencurigakan.
Pada seorang anak harus dicurigai adanya TB kalau:
a. Kontak erat(serumah) dengan penderita TB dengan sputum BTA (+)
b. Terdapat reaksi kemerahan setelah penyuntikkan BCG dalam 3-7 hari
c. Terdapat gejala umum TB
2.5.1 Manifestasi klinik.3,5
Faktor yang berperan adalah kuman TB, penamu, serta interaksi antara
keduanya. Faktor kuman bergantung pada jumlah kuman dan virulensi, sedangkan
factor penjamu bergantung pada usia dan kompetensi imun serta kerentanan
penjamupada awal terjadinya infeksi. Anak kecil sering kali tidak menimbulkan
gejala walaupun sudah tampak pembesaran kelenjar hilus pada foto thoraks.
Manifestasi klinis terbagi dua, yaitu manifestasi sistemik dan manifestasi spesifik
organ/local.
Manifestasi klinis TB dapat muncul secara berurut sehimgga dari studi
wallgreen dan peniliti lain, dapat disusun suatu timetable terjadinya TB di berbagai
organ. Proses infeksi TB tidak langsung memberikan gejala. Uji tuberculin biasanya
positif dalam 4-8 minggu setelah kontak awal dengan kuman TB. Pada awal
terjadinya infeksi TB, dapat dijumpai demam yang tidak tinggi dan eritema nodosum,
tetapi kelainan kulit ini jarang di jumpai pada anak. Sakit TB dapat terjadi kapan saja
dalam tahap ini.TB millier dapat terjadi setiap saat, tetapi biasanya berlangsung dalam
3-6 bulan pertama setelah infeksi TB, begitu juga meningitis TB. TB pleura terjadi
dalam 3-6 bulan pertama setelah infeksi TB. TB tulang dan sendi terjadi dalam tahun
pertama walaupun dapat terjadi dalam tahun kedua dan ketiga. Tb ginjal biasanya
terjadi lebih lama, yaitu 5-25 tahun kemudian. Sebagian besar manifestasi klinis sakit
TB terjadi dalam 5 tahun petama, terutama pada 1 tahun pertama, dan 90% kematian
karena TB terjadi dalam tahun pertama setelah diagnosis TB.
Gambar 4. Timetable munurut wallgreen
- Manifestasi sistemik.
Adalah gejala yang bersifat umum dan tidak spesifik karena dapat di sebabkan
berbagai penyakit atau keadaan lain. Sebagaian besar anak yang terkena TB tidak
menunjukan gejala dan tanda selama beberapa waktu. Sesuai dengan kuman TB yang
lambat membelah, manifestasi klinis TB umumnya berlangsung lambat dan perlahan.
Salah satu gejala yang sering teerjadi adalah demam.
- Manifestasi spesifik organ/local
Manifestasi klinis spesifik bergantung pada organ yang terkena , misalnya
kelenjar limfe, susnan saraf pusat, tulang dan kulit.
TB tulang dan sendi
- Tulang punggung (spondilitis): gibbus
- Tulang panggul (koksitis):pincang
- Tulang lutut:pincang
- Tulang kaki dan tangan dengan gejala pembengkakan sendi, gibbus,
pincang, sulit membungkuk.
TB otak dan susunan saraf pusat :
- Menigitis.Dengan gejala iritabel, kaku kuduk, muntah-muntah dan
kesadaran menurun.
TB paru
- Tidak khas
- Tidak selalu ada batuk dan produksi sputum seperti pada orang dewasa
- Tanda cairan di dada
- Dada sakit
TB abdomen/usus
- Diare persisten tidak sembuh dengan pengobatan diare
- Benjolan-benjolan dalam abdomen
- Tanda cairan di abdomen
TB Mata
- Konjungtivitis fliktenularis
- Tuberkel koroid(hanya terlihat dengan funduskopi)
TB kulit / skrofuloderma
TB Diseminasi
Mengenai banyak organ tubuh dengan gejala demam lama, mual, muntah,
diare, biru, sesak napas dll.
2.5.2 Diagnosis Banding
Diagnosis Banding Batuk Kronik ( WHO 2009 )
Diagnosis Gejala
Asma - Riwayat wheezing berulang, kadang tidak berhubungan dengan batuk dan pilek- Hiperinflasi dinding dada- Ekspirasi memanjang- Respons baik terhadap bronkodilator
Benda asing - Riwayat tiba-tiba tersedak- Stridor atau distres pernapasan tiba-tiba- Wheeze atau suara pernapasan menurun yang bersifat fokal
Pertusis - Batuk paroksismal yang diikuti dengan whoop, muntah, sianosis atau apnu- Bisa tanpa demam- Belum imunisasi DPT atau imunisasi DPT tidak lengkap- Klinis baik di antara episode batuk- Perdarahan subkonjungtiva
HIV - Diketahui atau diduga infeksi HIV pada ibu- Riwayat tranfusi darah- Gagal tumbuh- Oral thrush- Parotitis kronis- Infeksi kulit akibat herpes zoster (riwayat atau sedang menderita)- Limfadenopati generalisata- Demam lama- Diare persisten
Bronkiektasis - Riwayat tuberkulosis atau aspirasi benda asing- Tidak ada kenaikan berat badan- Sputum purulen, napas bau- Jari tabuh
Abses paru - Suara pernapasan menurun di daerah abses- Tidak ada kenaikan berat badan/ anak tampak sakit kronis- Pada foto dada tampak kista atau lesi berongga
Apabila kita menemukan seorang anak dengan TB, maka harus dicari sumber
penularan yang menyebabkan anak tersebut tertular TB.Sumber penularan adalah
orang dewasa yang menderita TB aktif dan melakukan kontak erat dengan anak
tersebut. Pelacakkan dilakukan dengan cara pemeriksaan radiologis dan BTA sputum.
Selain itu perlu dicari pula anak lain disekitarnya yang mungkin tertular dengan cara
uji tuberculin.
Sebaliknya jika ditemukan pasien TB dewasa aktif maka anak di sekitarnya
atau yang kontak erat harus ditelusuri ada atau tidaknya infeksi tuberkulosis.
Pelacakkan tersebut dilakukan dengan cara anamnestik, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang yaitu uji tuberculin.
Aspek Sosial Ekonomi
Keterkaitan TB dengan masalah sosial ekonomi sangatlah erat. Pengobatan TB
secara adekuat memerlukan biaya yang cukup besar. Selain itu diperlukan
penanganan gizi yang baik.
Edukasi ditujukan kepada pasien dan keluarganya agar mengetahui tentang
tuberkulosis. Pasien TB anak tidak perlu diisolasi karena sebagian besar TB pada
anak tidak ditularkan pada anak yang lain.
Pencegahan2
1. BCG
Imunisasi BCG diberikan pada usia sebelum 2 bulan.Dosis untuk bayi sebesar
0.05 ml dan untuk anak 0,10 ml diberikan intrakutan di daerah insersi otot deltoid
kanan .Bila BCG diberikan pada usia lebih dari 3 bulan, sebaiknya dilakukan uji
tuberculin lebih dulu.Insidens TB anak yang mendapat BCG berhubungan dengan
kualitas vaksin yang digunakan, pemberian vaksin, jarak pemberian vaksin dan
intensitas pemaparan infeksi.BCG efektif untuk mencegah milier, meningitis dan
spondilitis TB pada anak.BCG memberikan perlindugan terhadap milier TB,
meningitis TB, TB tulang dan sendi dan kavitas sedikitnya 75%.BCG ulangan tidak
dianjurkan mengingat efektivitas perlindungannya hanya 40%.BCG relative aman,
jarang ada efek samping serius, yang sering ditemukan ulserasi local dan
limfadenitis. Kontraindikasi pemberian imunisasi BCG adalah kondisi
imunokompromais, misalnya defisiensi imun, infeksi berat, gizi buruk, dan gagal
tumbuh. Pada bayi premature BCG ditunda hingga bayi mencapai BB optimal.
2. Kemoprofilaksis
Kemoprofilaksis primer bertujuan untuk mencegah terjadinya infeksi TB pada
anak, sedangkan kemoprofilaksis sekunder mencegah aktifnya infeksi sehingga anak
tidak sakit.Pada kemoprofilaksis primer diberikan INH dengan dosis 5-10
mg/kg/bb/hari, dosis tunggal, pada anak yang kontak dengan TB menular, terutama
dengan BTA sputum positif, tetapi belum terinfeksi(uji tuberkulin negative).Obat
dihentikan bila sumber kontak sudah tidak menular lagi dan anak ternyata tetap tidak
infeksi(setelah uji tuberkulin ulangan).
Kemoprofilaksis sekunder diberikan pada anak yang telah terinfeksi, tetapi
belum sakit, ditandai dengan uji tuberculin positif, klinis, dan radiologis
normal.Anak yang mendapat kemoprofilaksis sekunder adalah usia balita, menderita
morbili, varisela dan pertusis mendapat obat imunosupresif yang lama(sitostatik dan
kortikosteroid), usia remaja dan infeksi TB paru, konversi uji tuberculin dalam waktu
kurang dari 12 bulan.
2.8 Tata laksana dengan keadaan khusus.1,2
Pada bagian ini akan di bahas beberapa keadaan khusus serta penatalaksanan pada TB
anak seperti TB pulmonal, TB pada perinatal, dan TB dengan HIV.
2.8.1. Tuberculosis milier
Tyberkulosis milier termasuk salah satu bentuk TB yang berat dan merupakan
3-7% dari seluruh kasus TB dengan angka kematian yang tinggi ( dapat mencapai 255
pada bayi). Terjadinya TB miier dipengangurhi oleh 3 faktor, yaitu kuman M TB
(jumlah dan virulensi), status imunologis penderta(nonspesifik dan spesifik) dan
faktor lingkungan (kurangnya paparan sinar matahari, perumahan yang padat, polusi
udara, merokok dan penggunaan alcohol, obat bius serta sosio ekonomi).
TB milier diawali dengan serangan akut berupa demam tinggi yang hilang
timbul, pasien tampak sakit berta dalam beberapa hari, tetapi tanda dan gejala dari
saluran pernafasan belum ada. Demam kemudian bertambah tinggi dan berlangsung
terus menerus tanpa di serati gangguan saluran pernafasa. Beberapa minggu kemudian
pada hamper di semua organ akan terbentuk tuberkel difus multiple, terutama di paru,
limpa harti dan sumsum tulang.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan TB milier adalah pemberian 4-5 macam OAT selama 2 bulan
pertama, dilanjutkan dengan isoniazid dan rifampisisn selam 2 bulan pertama,
dilnjutkan dengan iosniazid selama 4-6 bulan sesuai dengan perkembangan kloinis.
Kortikosteroid (prednisone) diberikan pada TB milier , meningitis TB,
perikarditis TB, efusi pleura dan peritonitis TB. Prednisone diberikan dengan dosis
1-2 mg/kg BB/ hari selama 4-8 minggu kemudian diturunkan perlahan-lahan hingga
2-6 minggu kemudian.
2.8.2. Tuberculosis ekstarapulmonal
1. Tuberculosis kelenjar
Infeksi tuberculosis pada kelenjar limfe superfisialis yang di sebut dengan
scrofula, merupakan bentuk TB ekstrapulmonal yang sering terjadi .Gejala dan
tanda sistemik yang muncul biasanya hanya demam yang tidak terlalu tinggi. Tes
tuberculin kulit biasanya menunjukan hasil yang positif.
Penatalaksanaan
Pengobatan limfadenitis TB adalah dengan obat antituberkulosis 3 macam
(rifampisisn, INH, pirazinamid). INH, rifampisisn dan pirazinamid di berikan
selam 2 bulan pertama, sedangkan rifamposisn dan INH dilanjutkan sampai 6
bulan pertama. Selainn itu penanganan supoerif seperti perbaikan gizi perlu
diperhatikan.
2. Tuberculosis pleura
Efusi pleura adalah penumpikan abnormal cairan dalam rongga pleura. Salah
satu etiologi yang perlu di pikirkan bila menjumpai kasus efusi pleura adalah
tuberculosis. Bermanifestasi sebagai demam akut diserati batuk nonproduktif
(94%) dan nyeri dada (78%) tanpa peningkatan lekosit darah tepi. Penurunan berat
badan dan malaise dapat dijumpai demikian juga dengan menggigil.
Penatalaksanaan
Terapi pleuritis TB sama dengan terapi TB paru, bila respon terhadap terapi
baik, suhu turun dalam 2 minggu terapi, serta cairan pleura diserap dalam 6
minggu. Steroid dapat memperpendek fase demam dan mempercepat penyerapan
cairan serta mencegah perlekatan, walaupun rasio manfaat dan resiko
penggunaannya belum diketahui pasti.
3. Tuberculosis tulang/sendi
Tuberculosis tulang atau sendi merupakan suatu bentuk infeksi tuberculosis
ekstrapulmonal yang mengenai tulang atau sendi. Manifestasi klinis yang tarjadi
tidak khas dan biasanya lambat sehingga lambat untuk didiagnosis sudah dalam
keadaan lanjut. Selain dijumpai gejala umum TB pada anak, dapat dijumpai gejala
spesifik berupa bengkak, kaku, kemerahan dan nyeri pada pergerakan. Tidak
jarang hanya gejala pembengkakan saja yang dikeluhkan..
Penatalaksanaan
Tatalaksana TB tulang dan sendi adalah dengan obat antituberkulosis
rifampisisn, INH, PZA, dan etambutol. Rifampisisn dan INH diberikan selama 12
bulan, sedangkan PZA dan etambutol diberiakn selam 2 bulan pertama. Selain
medikamentosa terapi suportif juga dapat diberikan.
4. Tuberkulosa sistem saraf pusat
Tuberculosis pada system saraf pusat ditemukan dalam 3 bentuk; meningitis,
tuberkuloma, araknoiditis spinalis, gejala dan tanda meningitis TB dapat dibagi
menjadi 3 fase. Fase prodormal berlangsung 2-3 minggu, ditandai dengan malaise,
sefalgia, demam tidak tinggi, dan dapat dijumpai perubahan kepribadian. Fase
meningitik sebagai fase berikutnya dengan tanda neurologis yang lebih nyata
seperti meningismus, sefalgia hebat, muntah, kebingungan, dan nyata kelainan
saraf kranialis dalam berbagai derajat, fase paralitik merupakan fase percepatan
penyakit, gejala kebingungan berlanjut ke stupor dan koma, kejang, dan
hemiparesis.
Penatalaksaan
Terapi segera di berikan tanpa ditunda lagi bila ada kecurigaan klinis ke arah
meningitis TB. Terapi sesuai dengan konsep baku yaitu 2 bulan fase intensif
dengan 4 obat, INH, dan rifampisisn dan PZA, serta etambutol. Dilanjutkan
dengan 2 obat, INH dan rifampisisn hinngga 12 bulan. Bukti klinis mendukung
penggunaan stroid pada meningitis TB sebagai terapi ajuntivitus. Steroid yang
dipakao prednoson dengan dosis 1-2 mg/kg BB/hari, 4 minggu dosis penuh dan 4
minggu penurunan dosis bertahap (tapering off).
5. Tuberculosis kulit
Tuberculosis kulit dapat melalui dua mekanisme, pertama infeksi primer atau
inokulasi langsung kuman TB di kulit, dan yang kedua TB pasca primer salah
satunya adalash limfadaenitis TB yang pecah ke kulit. Di antar TB kulit, secara
klinis skrofuloderma merupakan yang paling khas dan merupakan manifestasi TB
dui kulit yang paling sering di jumpai pada anak. Skrofuloderma terjadi akibat
penjalaran perkontinuitum dari kelenjar getah bening yang terkena TB
Penatalaksanaan
Tatalaksana skrofuloderma sama dengan sama dengan tatalaksana TB paru
pada anak yaitu dengan pemberian OAT berupa rifampisisn, INH, dan
pirazinamid. Lama pemberian OAT pada skrofuloderma berbeda dengan TB paru
yaitu pemberian rifampisisn dan INH selama 6 bulan sedangkan pirazinamid tetap
2 bulan. Untuk tatalkasana local/topical tidak ada yang khusus, cukup dengan
kompres atau hygiene yang baik
6. Tuberkulosa mata
Pada mata umunya mengenai konjungtiva dan kornea shingga sering disebut
konjungtifitis fliktenularis (KF) adalah penyakit pada konjungtifitis dan kornea
yang ditandai terbentuknya satu atau lebih nodul infalmasi yang disebut flikten
pada daerah limbus.
Manifestasi klinisKF dapat berupa iritasi, nyeri, lakrimasi, dan fotofobia serta
dapat mengeluarkan sekret mata. Gambaran khas KF adalah berupa nodus kecil
berwarna putih/merah muda pada konjungtiva disertai hiperemis di sekitarnya.
Penatalaksaan
Tatalaksana KF tidak terlepas dari tatalaksana TB pada anak secara
keseluruhananya yaitu pemberian obat anti tuberculosis yaitu rifampisin, INH,
dan pirazinamid. Dosis dan lama pemberian obat sama dengan pengobatan TB
paru, pemberian kortikosteroid topical mempinyai efek yang baik tindakan
keratoplasti dilakukan apabila telah terjadi komplikasi parut pada kornea.
2.8.3. Tuberculosis perinatal
infeksi TB pada neonatus dapat terjadi secara congenital (prenatal) selama
proses kelahiran (natal) maupun transmisi pascanatal ooleh ibu pengidap TB aktif.
Manifestasi klinis TB congenital dapat timbul segera setelah lahir atau pada minggu
ke-2-3 kehidupan. Gejala TB congenital sulit dibedakan dengan sepsis neonatal
sehingga sering terjadi keterlambatan dalam mendiagnosis.. gejala yang sering timbul
adalah distress pernafasan, hepatosplenomegali, dan demam. Gejala lain yang dapat
ditemukan antara lain prematuritas, berat lahir rendah, sulit minum, letargi, dan
kejang. Bias didapatkan abortus/kematian bayi.
penatalaksanaan
Tatalaksana TB pada neonatus mempunyai cirri tersendiri yaitu melibatkan
beberapa aspek seperti aspek ibu, bayi, dan lingkungan. Ibu harus ditatalaksana
dengan baik untuk menghindari penularan selanjutnya. Selain itu harus dicari sumber
lain dalam lingkunganya serta memperbaiki kondisi lingkungan. Tatalaksana pada
bayi adalah dengan memberikan obat OAT berupa rifampisisn dan INH selama 9-12
bulan,sedangkan pirazinamid selam 2 bulan. ASI tetap diberikan dan tidak perlu
kuatir akan kelebihan dosis OAT karena kandungan OAT dalam ASI sanagat kecil.
2.8.4. Tuberculosis dengan HIV
Meningkatnya prevalensi HIV membawa dampak peningkatan insidens TB
serta masalah TB lainya, misalnya TB diseminata (milier) TB ekstrapulmonal, serta-
multi drugs resistance
HIV menyebabkan imunokompromais pada anak sehingga diagnosis dan tata laksana
TB pada anak menjadi lebih sulit karena faktor-faktor berikut:
beberapa penyakit yang erta kaitanya dengan HIV, termasuk TB
banyak mempunyai kemiripan gejala.
Intrepertasi uji tuberculin kurang dapat di percaya.anak yang menderita
imunikopromais mungkin menunjukan hasil yang negative meskipun
sebernanya telah terinfeksi TB.
Anak yang kontak dengan orang tua pengidap HIV dengan sputum
BTA positif mempunyai kemungkinan terinfeksi TB maupun HIV.
Jika hal iini terjadi, dapat terjadi kesulitan dalam piñata laksanaan dan
mempertahankan kepatuhan pengobatan.
penatalaksanaan
Pengobatan TB pad anak HIV belum di tetapkan secara pasti sampai saat ini.
Kebanyakan ahli berpendapat untuk memberikan paling sediklit 3 macam obat,
misalnya rifampisisn, INH, dan pirazinamid pada bulan pertama, diikuti dengan
pemberian rifampisin dan INH. Totallama pemberian OAT adalah 9 bulan. Obat
keempat yaitu etambutol atau streptomisin diberikan pada TB diseminata atau jika
terdapat resistensi. Tatalaksana TB pada anak denagn HIV yang sedang atau yang
akan mrndapatkan pengobatan antiretroviral harus dilakukan lebih hati-hati dan
memperhatikan interaksi antara obat-obat yang diberikan. Interaksi antara obat TB
dan antiretroviral dapat menyebabkan pengobatan HIV ataupun TB menjadi tidak
efektif, serta bertambahnya resiko toksisitas.
2.9 Tata laksana tuberculosis pada sarana terbatas.2
Berdasarkan keterangan sebelumnya bahwa mendiagnosis TB anak sulit
dilakukan karena gejalanya tidak khas, dibuatlah suatu kesepakatan penanggulangan
TB anak oleh beberapa pakar. UKK pulmonologi PP IDAI telah membuat consensus
Nasional Diagnosis dan Tatalaksana TB pada aanak yang telah tersebar luas dan telah
diadopsi oleh Departemen Kesehatan menjadi prigram pemberrantasan TB secara
nasional.
Penurunan berat badan merupakan gejala umum yang sering dijumpai pada
TB anak. Umumnya penderita TB anak mempunyai berat badan dibawah garis merah
atau bahkan gizi buruk. Dengan alas an tesebut, kriteria penurunan berat
badanmenjadi lebih penting. Yang dimaksud penurunan berat badan dalam hal ini
adalah apabila terjadi penurunan dalam dua bulan berturut-turut.
Gambar 7. Alur diagnosis dan tatalaksana TB anakdi puskesmas
Skor 6
Beri OAT2 bulan terapi
Respons (+) Respons (-)
Terapi TB diteruskan Terapi TB diteruskanRujuk ke RS untuk evaluasi
Gambar 2. Alur diagnosis dan tatalaksana TB anak di puskesmas
Paduan pengobatan
Prisip dasar pengobatan TB adalah minimal 2 macam obat dan diberikan
dalam waktu relatif lama (6-12 bulan). Tujuanya adalah untuk mencegah
resistensi. Pengobatan TB dibagi dalam 2 fase intensif (2 bulan pertama) dan
sisanya sebagai fase lanjutan. OAT pada anak diberikan setiap hari bukan 3 kali
dalam seminggu.
Susunan paduan OAT pada anak adalah 2RHZ/4RH yaitu fase intensif terdiri
dari rifampisisn, INH, dan pirazinamid yang diberikan setiap hari selama 2 bulan
(2RHZ), dan fase lanjutan terdiri dari rifampisin dan INH yang diberikan setiap
hari selam 4 bulan.
Unutk mempermudah pemberian OAT sehingga meningkatkan keteraturan
minum obat, paduan OAT di sediakan dalam bentuk paket kombipak. Satu paket
kombipak dibuat untuk satu pasien untuk satu masa pengobatan. Kombipak
untuk anak berisi obat fase intensuf, yaitu rifampisisn (R) 75 mg, INH (H) 50 mg
dan pirazinamid (Z) 150mg, serta obat fase lanjutan, yaitu R 75mg dan H 50 mg
daklam satu paket.
Di tempat dengan sarana kesehatan yang lebih memadai untuk meningkatkan
kepatuhan pasien dalam menjalani pengobatan yang relatif lama dengan jumlah
obat yang banyak, telah di buat suatu FDC (fixed dose combination
), yaitu kombinasi beberapa OAT di dalam satu tablet. FDC ini dubuat dengfan
beberapa kmposisi rifampisin, INH, dan pirazinamid, masing-masing
75mg/50mg/150mg untuk 2 bulan pertama, sedangkan untuk fase 4 bulan
berikutnya terdiri dari rifampisin dan INH masing-masing 75mg dan 50mg.
DAFTAR PUSTAKA
1. Nastiti N Rahajoe, Darfioes Basir, Makmuri MS, Cissy B Kartasasmita: Pedoman
Nasional Tuberkulosis Anak 2005, Unit Kerja Koordinasi Pulmonologi IDAI.
2. Nastiti N Rahardjo, Bambang, Darmawan, Buku Ajar Respirologi Anak. Edisi ke-2.
Jakarta: Badan Penerbit IDAI 2010.
3. Behrman, Kliegman, Arvin : Ilmu Kesehatan Anak 2 edisi 15, Nelson, Penerbit Buku
Kedokteran, EGC.2000
4. Depkes RI. Pedoman nasional penanggulangan tuberculosis. Departemen Kesehatan
Republik Indonesia 2002. Diakses tanggal 25 des 2011. Di kutip dari :
www.slideshare.net/mbagiansah
5. WHO Indonesia. 2009. Pedoman Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit
Rujukan Tingkat Pertama di Kabupaten/Kota. Alih bahasa: Tim Adaptasi Indonesia.
Jakarta: Depkes RI.
6. State of Lung Disease in Diverse Communities. Tuberculosis in the United States. American Lung Association. 2010;1-800. Di kutip dari : www.slideshare.net/mbagiansah