Top Banner
BAB I PENDAHULUAN Tuberculosis ( TBC ) merupakan penyakit yang sudah sangat lama dikenal oleh manusia. Pada peninggalan Mesir kuno, ditemukan relief yang menggambarkan orang dengan gibbus. Sudah lebih dari 100 tahun yang lalu kuman penyebab TBC, Mycobacterium tuberculosis pertama kali ditemukan oleh Rober Koch, 1882. Tata laksana TB yang ada pada program nasional saat ini baru untuk orang dewasa saja, sedangkan angka TB dengan sputum BTA positif pada anak-anak diperkirakan masih tinggi di masyarakat. Angka perawatan TB berat (TB milier, meningitis TB, TB paru berat dll) di berbagai rumah sakit juga masih tinggi. Angka kejadian dan prevalensi TB anak di Indonesia belum ada. Hal ini karena sulitnya diagnosis TB anak. Dengan penelitian indeks tuberkulin dapat diperkirakan angka kejadian dan prevalensi TB anak. 1 Masalah yang dihadapi dalam tata laksana TB anak adalah karena diagnosis sulit, Pengobatan lama dan belum ada vaksin yang betul-betul baik. Berbeda dengan TB dewasa, gejala TB pada anak seringkali tidak khas. Diagnosis pasti ditegakkan dengan menemukan kuman TB. Pada anak, sulit didapatkan spesimen diagnostik yang dapat dipercaya. Sekalipun spesimen dapat diperoleh, pada pemeriksaan mikrobiologik, mikrooganisme penyebab jarang ditemukan pada sediaan langsung dan kultur. Di negara berkembang, dengan fasilitas tes Mantoux dan foto roentgen paru yang masih kurang, diagnosis TB anak menjadi lebih sulit. 1
49

BAB I_tb_yusti

Aug 07, 2015

Download

Documents

Yustiana Dewi
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: BAB I_tb_yusti

BAB I

PENDAHULUAN

Tuberculosis ( TBC ) merupakan penyakit yang sudah sangat lama dikenal oleh

manusia. Pada peninggalan Mesir kuno, ditemukan relief yang menggambarkan orang dengan

gibbus. Sudah lebih dari 100 tahun yang lalu kuman penyebab TBC, Mycobacterium

tuberculosis pertama kali ditemukan oleh Rober Koch, 1882. Tata laksana TB yang ada pada

program nasional saat ini baru untuk orang dewasa saja, sedangkan angka TB dengan sputum

BTA positif pada anak-anak diperkirakan masih tinggi di masyarakat. Angka perawatan TB

berat (TB milier, meningitis TB, TB paru berat dll) di berbagai rumah sakit juga masih tinggi.

Angka kejadian dan prevalensi TB anak di Indonesia belum ada. Hal ini karena sulitnya

diagnosis TB anak. Dengan penelitian indeks tuberkulin dapat diperkirakan angka kejadian

dan prevalensi TB anak.1

Masalah yang dihadapi dalam tata laksana TB anak adalah karena diagnosis sulit,

Pengobatan lama dan belum ada vaksin yang betul-betul baik. Berbeda dengan TB dewasa,

gejala TB pada anak seringkali tidak khas. Diagnosis pasti ditegakkan dengan menemukan

kuman TB. Pada anak, sulit didapatkan spesimen diagnostik yang dapat dipercaya. Sekalipun

spesimen dapat diperoleh, pada pemeriksaan mikrobiologik, mikrooganisme penyebab jarang

ditemukan pada sediaan langsung dan kultur. Di negara berkembang, dengan fasilitas tes

Mantoux dan foto roentgen paru yang masih kurang, diagnosis TB anak menjadi lebih sulit.1

Karena sulitnya mendiagnosis TB pada anak, sering terjadi overdiagnosis yang diikuti

overtreatment. Dilain pihak, ditemukan juga underdiagnosis dan undertreatment. Hal tersebut

terjadi karena sumber penyebaran TB umumnya adalah orang dewasa dengan sputum basil

tahan asam positif, sehingga penanggulangan TB ditekankan pada pengobatan TB dewasa.

Akibatnya, penanganan TB anak kurang diperhatikan.1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Page 2: BAB I_tb_yusti

Tuberkulosis (TBC) adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri

berbentuk basil (basilus) yang terutama menyerang paru-paru, dan dapat juga menyerang

organ dan jaringan lain yang disebabkan oleh mikobakterium, biasanya Mycobacterium

tuberculosis pada manusia. Penularan penyakit ini melalui perantaraan ludah atau dahak

penderita yang mengandung basil tuberkulosis yang terhirup dan masuk kedalam paru-paru

orang sehat yang kemudian menyebabkan penyakit tuberkulosis paru. 6

2.2 Epidemiologi

Sejak akhir tahun 1990-an, dilakukan deteksi terhadap beberapa penyakit yang

kembali muncul dan menjadi masalah, terutama di Negara maju, salah satunya adalah TB.

WHO memperkirakan bahwa sepertiga penduduk dunia (2 miliar orang), telah terinfeksi oleh

M. tuberkulosis, dengan angka tertinggi di Afrika, Asia, dan Amerika latin.1

Tuberkulosis masih merupakan penyebab utama kematian di Negara berkembang .

Total estimasi insidens (kasus Baru) TB di Indonesia yang dilaporkan oleh WHO dalam

Global report 2011 adalah 450.000 pertahun sedangkan prevalensinya sekitar 690.000

pertahun. Sejak tahun 2010 WHO tidak lagi menyebutkan ranking negara, tetapi Indonesia

memang masih termasuk 10 besar negara TB dengan beban permasalahan TB terbesar (22

negara). Data memperlihatkan bahwa penyakit ini paling terkonsentrasi di pusat-pusat kota

metropolitan, disini presentase bermakna penduduk yang tinggal di lingkungan miskin yang

memudahkan penularan penyakit ini.4

2.2.1 Morbiditas dan Mortalitas.2

Laporan mengenai TB anak jarang didapatkan. Diperkirakan jumlah kasus TB

anak per tahun adalah 5 % sampai 6 % dari total kasus TB. Di negara berkembang,

tuberkulosis pada anak berusia <15 tahun adalah 15 % dari seluruh kasus TB, sedangkan

di negara maju, angkanya lebih kecil yaitu 5-7 %.

Peningkatan jumlah kasus TB di berbagai tempat pada saat ini diduga disebabkan

oleh beberapa hal, yaitu :

1. Diagnosis yang tidak tepat

2. Pengobatan yang tidak adekuat

3. Program penanggulangan tidak dilaksanakan dengan tepat

4. Infeksi endemik virus HIV

5. Migrasi penduduk

Page 3: BAB I_tb_yusti

6. Pengobatan sendiri

7. Meningkatnya kemiskinan

8. Pelayanan kesehatan kurang memadai

Tuberkulosis anak merupakan faktor penting di negara-negara berkembang karena

jumlah anak berusia dibawah 15 tahun adalah 40-50 % dari jumlah populasi.

Menurut perkiraan WHO tahun 1999, jumlah kasus TB baru di Indonesia adalah

583.000 orang per tahun dan menyebabkan kematian sekitar 140.000 orang per tahun.

WHO memperkirakan bahwa TB merupakan penyakit infeksi yang paling banyak

menyebabkan kematian anak dan dewasa.

Karena sulitnya menegakkan diagnosis TB pada anak, data TB sangat terbatas

termasuk di Indonesia. Untuk mengatasinya WHO sedang membuat konsensus diagnosis

di berbagai negara. Dengan adanya konsensus ini diharapkan tidak terjadi lagi

”overdiagnosos” atau ”underdiagnosis”.

. 2.2.2 Prevalensi tuberkulin positif

Uji tuberkulin adalah uji yang di lakukan untuk mendeteksi infeksi M.

Tuberkulosis, dapat juga dipergunakan untuk mengukur prevalens infeksi. Dari prevalens

infeksi dapat di ketahui annual risk of tuberculosis infections (ARTI) dengan metode

konversi. ARTI merupakan salah satu parameter epidemiologi untuk menentukan beban

penyakit TB (burden of tuberculosis).2

2.2.3 Faktor resiko.2

Terbagi atas faktor resiko infeksi dan faktor resiko progresi infeksi menjadi

penyakit ( resiko penyakit ).

Resiko Infeksi TB

Faktor resiko terjadinya infeksi TB antara lain adalah : anak yang memiliki

kontak dengan orang dewasa dengan TB aktif, daerah endemis, penggunaan obat-obat

intravena, kemiskinan, serta lingkungan yang tidak sehat. Faktor resiko infeksi TB pada

anak yang terpenting adalah pajanan terhadap orang dewasa yang infeksius. Berarti, bayi

dari seorang ibu dengan BTA sputum positif memiliki resiko tinggi terinfeksi TB.

Semakin dekat bayi tersebut dengan ibunya, makin besar pula kemungkinan bayi tersebut

terpajan percik renik ( droplet nuclei ) yang infeksius. Resiko timbulnya transmisi kuman

Page 4: BAB I_tb_yusti

dari orang dewasa ke anak-anak akan lebih tinggi jika pasien dewasa tersebut mempunyai

BTA sputum yang positif, terdapat infiltrat luas pada lobus atas atau kavitas, produksi

sputum banyak dan encer, batuk produktif dan kuat, serta terdapat faktor lingkungan yang

kurang sehat, terutama sirkulasi udara yang tidak baik.

Resiko Penyakit TB

Orang yang telah terinfeksi kuman TB, tidak selalu akan mengalami sakit TB.

Berikut ini adalah faktor-faktor yang dapat menyebabkan progresi infeksi TB menjadi

sakit TB. Faktor Resiko pertama adalah usia. Anak ≤ 5 tahun mempunyai resiko lebih

besar untuk mengalami progresi infeksi menjadi sakit TB, mingkin karena imunitas

selulernya belum berkembang sempurna. Resiko sakit TB ini akan berkurang sesuai

dengan bertambahnya usia.

Tabel 1. Resiko sakit tuberculosis pada anak yang terinfeksi Tuberkulosis

Faktor resiko

Umur saat infeksi

Primer (tahun)

Tidak sakit TB paru TB diseminata

(milier,meningitis)

<1

1-2

2-5

5-1

>10

50%

75-80%

95%

98%

80-90%

30-40%

10-20%

5%

2%

10-20%

10-20%

2-5%

0,5%

<0,5

<0,5%

Faktor resiko yang lain adalah konversi tes tuberkulin dalam 1-2 tahun terakhir,

malnutrisi, keadaan imunokompromais, keganasan, transplantasi organ, pengobatan

immunosupresi, diabetes mellitus, gagal ginjal kronik, dan silikosis. Faktor yang tidak

kalah penting pada epidemiologi TB adalah status ekonomi yang rendah, penghasilan

yang kurang, kepadatan hunian, pengangguran, dan pendidikan yang rendah.

2.3 Etiologi

Agen tuberculosis, Mycobacterium tuberculosis, Mycobacterium bovis dan

Mycobacterium africanum. Basil tuberkel adalah batang lengkung, gram positif lemah,

Page 5: BAB I_tb_yusti

pleomorfik, tidak bergerak, tidak membentuk spora, panjang sekitar 2-4 µm. Mereka dapat

tampak sendiri-sendiri atau dalam kelompok pada spesimen klinis yang diwarnai atau media

biakan. Mereka merupakan aerob obligat yang tumbuh pada media sintetis yang mengandung

gliserol sebagai sumber karbon dan garam amonium sebagai sumber nitrogen. Mikobakteria

ini tumbuh paling baik pada suhu 37-41°C, menghasilkan niasin dan tidak ada pigmentasi.

Mikobakterium tumbuh lambat, waktu pembentukkannya adalah 12-24 jam. Isolasi

dari spesimen klinis pada media sintetik padat biasanya memerlukan waktu 3-6 minggu dan

ujikerentanan obat memerlukan 4 minggu tambahan. Namun pertumbuhan dapat dideteksi

dalam 1-3 minggu pada medium cairan selektif.

Gambar Mycobacterium tuberculosis dilihat dengan mikroskop electron

Page 6: BAB I_tb_yusti

Gambar 1. Etiologi TB

2.4 Patogenesis.1,2

Paru merupakan port d’entree lebih dari 98 % kasus infeksi TB. Karena ukurannya

yang sangat kecil, kuman TB dalam percik renik ( droplet nuclei ) yang terhirup, dapat

mencapai alveolus. Masuknya kuman TB ini akan segera diatasi oleh mekanisme

immunologik nonspesifik. Makrofag alveolus akan memfagosit kuman TB dan biasanya

sanggup menghancurkan sebagian besar kuman TB. Akan tetapi, pada sebagian kecil kasus,

makrofag tidak mampu menghancurkan kuman TB dan kuman akan bereplikasi dalam

makrofag. Kuman TB dalam makrofag yang terus berkembang-biak, akhirnya akan

menyebabkan makrofag mengalami lisis, dan kuman TB membentuk koloni di tempat

tersebut. Lokasi pertama koloni kuman TB di jaringan paru disebut fokus primer Ghon.

Dari fokus primer, kuman TB menyebar melalui saluran limfe menuju ke kelenjar

limfe regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke lokasi fokus primer.

Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran limfe (limfangitis) dan di

kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena. Kompleks primer merupakan gabungan antara

fokus primer, kelenjar limfe regional yang membesar (limfadenitis) dan saluran limfe yang

meradang (limfangitis). Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga

Page 7: BAB I_tb_yusti

terbentuknya kompleks primer secara lengkap disebut masa inkubasi. Hal ini berbeda

dengan pengertian masa inkubasi pada penyakit lain yaitu waktu yang diperlukan mulai dari

masuknya kuman hingga timbulnya gejala. Masa inkubasi TB biasanya berlangsung dalam

waktu 4-8 minggu dengan rentang waktu antara 2-12 minggu. Dalam masa inkubasi tersebut

kuman tumbuh hingga mencapai jumla 103-104, yaitu jumlah yang cukup untuk merangsang

respon imunitas seluler. Selama minggu-minggu awal infeksi, terjadi pertumbuhan logaritmik

kuman TB sehingga jaringan tubuh yang awalnya belum tersensitisasi terhadap tuberkulin,

mengalami perkembangan sensitivitas. Pada saat terbentuknya kompleks primer inilah,

infeksi TB dinyatakan telah terjadi. Hal tersebut ditandai ditandai dengan terbentuknya

hipersensitivitas terhadap tuberkuloprotein, yaitu timbulnya respon positif terhadap uji

tuberkulin. Selama masa inkubasi, uji tuberkulin masih negatif. Setelah kompleks primer

terbentuk, imunitas seluler tubuh terhadap TB telah terbentuk. Bila imunitas seluler telah

terbentuk, kuman TB baru yang masuk ke dalam alveoli akan segera dimusnahkan.

Setelah imunitas seluler terbentuk, fokus primer di jarinagn paru biasanya mengalami

resolusi secara sempurna membentuk fibrosis atau kalsifikasi setelah mengalami nekrosis

perkijuan dan encapsulasi. Kelenjar limfe regional juga akan mengalami fibrosis dan

enkapsulasi, tetapi penyembuhannya biasanya tidak sesempurna fokus primer di jaringan

paru. Kuman TB dapat tetap hidup dan menetap selama bertahun-tahun dalam kelenjar ini.

Selama masa inkubasi, sebelum terbentuknya imunitas seluler, dapat terjadi

penyebaran limfogen dan hematogen. Pada penyebaran limfogen, kuman menyebar ke

kelenjar limfe regional membentuk kompleks primer. Sedangkan pada penyebaran

hematogen, kuman TB masuk ke dalam sirkulasi darah dan meyebar ke seluruh tubuh.

Adanya penyebaran hematogen inilah yang menyebabkan TB disebut sebagai penyakit

sistemik. Penyebaran hematogen yang paling sering terjadi adlah dalam bentuk penyebaran

hematogenik tersamar (occult hematogenis spread). Melalui cara ini, kuman TB menyebar

secara sporadik dan sedikit demi sedikit sehingga tidak menimbulkan gejala klinis. Kuman

TB kemudian akan mencapai berbagai organ di seluruh tubuh. Organ yang biasanya dituju

adalah organ yang memiliki vaskularisasi baik, misalnya otak, tulang, ginjal, dan paru

sendiri. Di berbagai lokasi tersebut kuman TB akan bereplikasi dan membentuk kolini kuman

sebelum terbentuknya imunitas seluler yang akan membatasi pertumbuhannya. Setelah

dibatasi oleh imunitas seluler, kuman tetap hidup dalam bentuk dorman. Fokus ini tidak

langsung berlanjut menjadi penyakit tetapi berpotensi menjadi fokus reaktivasi. Fokus

potensial ini disebut sebagai fokus Simon.

Page 8: BAB I_tb_yusti

Bentuk penyebaran hematogen lain adalah penyebarab hematogenik generalisata akut

( acute generalized hematogenic spread ). Pada bentuk ini, sejumlah besar kuman TB

masuk dan beredar dalam darah menuju ke seluruh tubuh. Hal ini dapat menyebabkan

timbulnya manifestasi klinis penyakit TB secara akut, yang disebut TB diseminata yang

timbul 2-6 bulan setelah terjadi infeksi. Bentuk penyebaran hematogen yang jarang terjadi

adalah protracted hematogenic spread. Bentuk penyebaran ini terjadi bila suatu fokus

perkijuan menyebar ke saluran vaskuler di dekatnya sehingga sejumlah kuman TB akan

masuk dan beredar dalam darah

Gambar 2. Patogenesis pada TB

Page 9: BAB I_tb_yusti

Catatan:

1. Penyebaran hematogen umumnya terjadi secara sporadik (occult hematogenic

spread). Kuman TB kemudian membuat focus koloni di berbagai organ dengan

vaskularisasi yang baik. Fokus ini berpotensi mengalami reaktivasi di kemudian

hari.

2. Kompleks primer terdiri dari fokus primer (1), lirntangitis (2), dan limladenitis

regional (3).

3. TB primer adalah proses masuknya kuman TB, terjadinya penyebaran hematogen,

terbentuknya kompleks primer dan imunitas selular spesifik, hingga pasien

mengalami infeksi TB dan dapat menjadi sakit TB primer.

4. Sakit TB pada keadaan ini disebut TB pascaprimer karena mekanismenya bisa

melalui proses

5. reaktivasi fokus lama TB (endogen) atau reinfeksi (infeksi sekunder dan seterusnya)

oleh kuman TB dari luar (eksogen).

Gambar 3. Penyebaran hematogen

2.5 Diagnosis.2

Diagnosis paling tepat adalah ditemukannya basil TB dari bahan yang diambil dari

pasien misalnya sputum, bilasan lambung, biopsy, cairan serebrospinal, cairan pleura, tetapi

pada anak hal ini sulit dan jarang didapat, sehingga sebagian besar diagnosis TB anak

didasarkan atas gambaran klinis, gambaran radiologis dan uji tuberkulin, pemeriksaan

Page 10: BAB I_tb_yusti

laboratorium dan pada foto rontgen dada. Pada anak, kesulitan menegakkan diagnosa pasti

disebabkan oleh 2 hal, yaitu;

Sedikitnya jumlah kuman(paucibacillary)

Jumlah kuman TB di secret bronkus pasien anak lebih sedikit daripada dewasa karena

lokasi kerusakan jaringan TB paru primer terletak di kelenjar limfe hilus dan parenkim

paru bagian perifer, juga tingkat kerusakkan parenkim paru tidak seberat pada dewasa.

Kuman BTA baru dapat dilihat dengan mikroskop bila jumlahnya paling sedikit 5.000

kuman dalam 1 ml dahak

Sulitnya pengambilan sputum

Pada anak walaupun batuknya berdahak, biasanya dahak akan ditelan sehingga

diperlukan bilasan lambung yang diambil melalui nasogastrik tube (NGT) dan harus

dilakukan oleh petugas yang berpengalaman. Dahak yang representatif untuk dilakukan

pemeriksaan mikroskopik adalah dahak yang kental dan purulen, berwarna hijau

kekuningan dengan volume 3-5 ml.

Untuk itu penting memikirkan adanya TB pada anak kalau terdapat keadaan atau

tanda-tanda yang mencurigakan.

Pada seorang anak harus dicurigai adanya TB kalau:

a. Kontak erat(serumah) dengan penderita TB dengan sputum BTA (+)

b. Terdapat reaksi kemerahan setelah penyuntikkan BCG dalam 3-7 hari

c. Terdapat gejala umum TB

2.5.1 Manifestasi klinik.3,5

Faktor yang berperan adalah kuman TB, penamu, serta interaksi antara

keduanya. Faktor kuman bergantung pada jumlah kuman dan virulensi, sedangkan

factor penjamu bergantung pada usia dan kompetensi imun serta kerentanan

penjamupada awal terjadinya infeksi. Anak kecil sering kali tidak menimbulkan

gejala walaupun sudah tampak pembesaran kelenjar hilus pada foto thoraks.

Manifestasi klinis terbagi dua, yaitu manifestasi sistemik dan manifestasi spesifik

organ/local.

Manifestasi klinis TB dapat muncul secara berurut sehimgga dari studi

wallgreen dan peniliti lain, dapat disusun suatu timetable terjadinya TB di berbagai

Page 11: BAB I_tb_yusti

organ. Proses infeksi TB tidak langsung memberikan gejala. Uji tuberculin biasanya

positif dalam 4-8 minggu setelah kontak awal dengan kuman TB. Pada awal

terjadinya infeksi TB, dapat dijumpai demam yang tidak tinggi dan eritema nodosum,

tetapi kelainan kulit ini jarang di jumpai pada anak. Sakit TB dapat terjadi kapan saja

dalam tahap ini.TB millier dapat terjadi setiap saat, tetapi biasanya berlangsung dalam

3-6 bulan pertama setelah infeksi TB, begitu juga meningitis TB. TB pleura terjadi

dalam 3-6 bulan pertama setelah infeksi TB. TB tulang dan sendi terjadi dalam tahun

pertama walaupun dapat terjadi dalam tahun kedua dan ketiga. Tb ginjal biasanya

terjadi lebih lama, yaitu 5-25 tahun kemudian. Sebagian besar manifestasi klinis sakit

TB terjadi dalam 5 tahun petama, terutama pada 1 tahun pertama, dan 90% kematian

karena TB terjadi dalam tahun pertama setelah diagnosis TB.

Gambar 4. Timetable munurut wallgreen

- Manifestasi sistemik.

Page 12: BAB I_tb_yusti

Adalah gejala yang bersifat umum dan tidak spesifik karena dapat di sebabkan

berbagai penyakit atau keadaan lain. Sebagaian besar anak yang terkena TB tidak

menunjukan gejala dan tanda selama beberapa waktu. Sesuai dengan kuman TB yang

lambat membelah, manifestasi klinis TB umumnya berlangsung lambat dan perlahan.

Salah satu gejala yang sering teerjadi adalah demam.

- Manifestasi spesifik organ/local

Manifestasi klinis spesifik bergantung pada organ yang terkena , misalnya

kelenjar limfe, susnan saraf pusat, tulang dan kulit.

TB tulang dan sendi

- Tulang punggung (spondilitis): gibbus

- Tulang panggul (koksitis):pincang

- Tulang lutut:pincang

- Tulang kaki dan tangan dengan gejala pembengkakan sendi, gibbus,

pincang, sulit membungkuk.

TB otak dan susunan saraf pusat :

- Menigitis.Dengan gejala iritabel, kaku kuduk, muntah-muntah dan

kesadaran menurun.

TB paru

- Tidak khas

- Tidak selalu ada batuk dan produksi sputum seperti pada orang dewasa

- Tanda cairan di dada

- Dada sakit

TB abdomen/usus

- Diare persisten tidak sembuh dengan pengobatan diare

- Benjolan-benjolan dalam abdomen

- Tanda cairan di abdomen

TB Mata

- Konjungtivitis fliktenularis

- Tuberkel koroid(hanya terlihat dengan funduskopi)

TB kulit / skrofuloderma

TB Diseminasi

Mengenai banyak organ tubuh dengan gejala demam lama, mual, muntah,

diare, biru, sesak napas dll.

Page 13: BAB I_tb_yusti

2.5.2 Diagnosis Banding

Diagnosis Banding Batuk Kronik ( WHO 2009 )

Diagnosis Gejala

Asma - Riwayat wheezing berulang, kadang tidak berhubungan dengan batuk dan pilek- Hiperinflasi dinding dada- Ekspirasi memanjang- Respons baik terhadap bronkodilator

Benda asing - Riwayat tiba-tiba tersedak- Stridor atau distres pernapasan tiba-tiba- Wheeze atau suara pernapasan menurun yang bersifat fokal

Pertusis - Batuk paroksismal yang diikuti dengan whoop, muntah, sianosis atau apnu- Bisa tanpa demam- Belum imunisasi DPT atau imunisasi DPT tidak lengkap- Klinis baik di antara episode batuk- Perdarahan subkonjungtiva

HIV - Diketahui atau diduga infeksi HIV pada ibu- Riwayat tranfusi darah- Gagal tumbuh- Oral thrush- Parotitis kronis- Infeksi kulit akibat herpes zoster (riwayat atau sedang menderita)- Limfadenopati generalisata- Demam lama- Diare persisten

Bronkiektasis - Riwayat tuberkulosis atau aspirasi benda asing- Tidak ada kenaikan berat badan- Sputum purulen, napas bau- Jari tabuh

Abses paru - Suara pernapasan menurun di daerah abses- Tidak ada kenaikan berat badan/ anak tampak sakit kronis- Pada foto dada tampak kista atau lesi berongga

Diagnosis Banding Pembesaran Kelenjar Limfe Superfisialis (Buku Ajar

Respirologi Anak, IDAI 2010)

Page 14: BAB I_tb_yusti

Infeksi Infeksi respiratorik berulang

Demam tifoid

Tuberkulosis

AIDS

Mononukleosis

CMV

Rubella

Varisela

Rubeola

Histoplasmosis

Toksoplasmosis, dan lain-lain

Gangguan penyimpanan lemak Penyakit Gaucher

Penyakit Niemann-Pick

Keganasan Primer

Penyakit Hodgkin

Limfoma non-Hodgkin

Kelainan histiositik

Penyakit autoimun Rematoid arthritis

Lupus Eritematosus

Dermatomiositis

Reaksi obat

Lain-lain Sarkoidosis

Serum sickness

2.5.3 Pemeriksaan penunjang.3,4

Uji tuberkulin

Nilai diagnostik tinggi, sensitivitas dan spesifisitas >90%

- Cara mantoux, IK 0,1 ml PPD RT-23 2 TU atau PPD S 5TU di volar lengan bawah.

- Pembacaan 48-72 jam setelah pnyuntikkan

- Diukur Indurasi yang timbul, bukan hiperemi

- Dilaporkan dalam millimeter. Bila tidak timbul indurasi sama sekali, hasilnya

dilaporkan 0 mm, jangan negative

- Interpretasi :

Page 15: BAB I_tb_yusti

Diameter 0-4 mm→uji tuberkulin negative

Diameter 5-9 mm→positif meragukan (k/M.atipik dan BCG, atau

memang

infeksi TBC)

Diameter ≥ 10 mm→positif

Gambar 5. Uji tuberkulin (Mantoux tes)

Pada balita yang telah mendapat BCG, diameter indurasi 10-15 mm masih mungkin

karena BCG-nya selain karena infeksi TB alamiah. Bila ukuran ≥15 mm, lebih

mungkin karena infeksi TB alamiah.

Uji tuberkulin positif pada:

1.Infeksi alamiah TB

infeksi TB tanpa sakit

Infeksi TB dan sakit TB

Pasca terapi TB

2.Imunisasi BCG

3.Infeksi M.atipik/M.leprae

Uji tuberkulin negatif pada:

Page 16: BAB I_tb_yusti

1.Tidak ada infeksi TB

2.Masa inkubasi infeksi TB

3.Anergi/penekanan sistem imun

Tabel 2. Klasifikasi indivindu berdasarkan status tuberkulosis

kelas Pajanan

(kontak dengan

Pasien tb aktif)

Infeksi

(uji tuberculin

positif)

Sakit

(uji tuberculin,

klinis dan

penunjang positif)

0

1

2

3

-

+

+

+

-

-

+

+

-

-

-

+

Tabel 3. Sebab-sebab hasil positif palsu dan negatif palsu pada uji tuberkulin mantoux

Positif palsu

Penyuntikan salah

Interpretasi tidak betul

Reaksi silang dengan Mycobacterium atipik

Negatif palsu

Masa inkubasi

Penyimpanan tidak baik dan penyuntikan salah

Interpretasi tidak beul

Menderita tuberkulosis luas dan berat

Disertai infeksi virus ( campak, rubella, cacar air, influenza, HIV)

Demam

Malnutrisi

Sarkoidosis

Psoriasis

uremia

kekurangan komplemen

Radiologis

Page 17: BAB I_tb_yusti

-Gambaran rontgen paru pada TB tidak khas

-Rontgen paru normal (tidak terdeteksi)tidak menyingkirkan diagnosis TB jika klinis

dan pemeriksaan penunjang lain mendukung

-Pemeriksaan rontgen paru saja tidak dapat digunakan untuk mendianosis tubekulosis

Secara umum gambaran rontgen sugestif TB:(sebaiknya PA dan lateral)

Pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal dengan atau tanpa infiltrate

Konsolidasi segmental/lobar

milier

kalsifikasi,atelektasis,kavitas

Efusi pleura

Bila ditemukan gambaran klinis ringan, namun gambaran radiologis berat, harus

dicurigai TB.

Serologis

Pada anak, terutama anak kecil, sulit mendapatkan specimen untuk untuk

pemeriksaan basil TB. Karena sulitnya maka dicari alternatif yang mudah

pelaksanaanya yaitu pemeriksaan serologis (pemeriksaan imunitas humoral). Selain

itu pada awalnya dengan pemeriksaan serologis diharapkan dapat membedakan antara

infeksi dan sakit TB. Namun sampai saat ini belum ada satupun pemeriksaan

serologis yang dapat memenuhi harapan itu. Beberapa pemeriksaan serologis yang

ada diantaranya PAP TB, mycobat, ICT dan lain-lain. Semua pemeriksaan ini masih

dalam taraf penelitian untuk pemakaian klinis praktis.

Patologi anatomik

1. Gambaran granuloma; perkijuan atau area nekrosis kaseosa ditengah granuloma.

2. Sel datia langhans

3. Spesimen: limfadenopati kolli, dengan biopsy aspirasi jarum halus/FNAB.Namun

sulit dibedakan dengan infeksi M.atipik dan limfadenitis BCG (nelson edisi 15)

Bakteriologis

Diagnosis kerja TB biasanya dibuat berdasarkan gambaran klinis, uji

tuberculin dan gambaran radiologis paru. Diagnosis pasti kalau ditemukan kuman

Page 18: BAB I_tb_yusti

tuberculosis pada pemeriksaan mikrobiologis. Pemeriksaan mikrobiologis yang

dilakukan terdiri dari 2 macam yaitu pemeriksaan mikroskopis hapusan langsung

untuk menemukan basil tahan asam (BTA) dan pemeriksaan biakan kuman

M.tuberkulosis.

2.6 Penegakan diagnosis.2

Pada uraian diatas terlihat bahwa tidak ada satupun data klinis maupun

penunjang selain pemeriksaan bakteriologis yang dapat memastikan diagnosis TB

perlu analisis kritis terhadap sebanyak mungkin fakta. Diagnosis TB tidak dapat

ditegakkan hanya dari anamnesis, pemeriksaan fisis atau pemeriksaan penunjang

tunggal misalnya hanya dari pemeriksaan radiologis. Karena sulitnya menegakkan

diagnosis TB pada anak, banyak usaha membuat pedoman diagnosis TB dengan

sistem skoring dan alur diagnostik.Misalnya pedoman yang dibuat oleh WHO,Stegen

and jones, dan UKK Pulmonologi PP IDAI.

Jika dijumpai pasien dengan gambaran milier, kavitas atau efusi pleura pada

foto rontgen, terdapat tanda-tanda bahaya, seperti kejang, kaku kuduk dan penurunan

kesadaran, serta tanda kegawatan lain, misalnya sesak napas; pasien harus dirawat

inap di rumah sakit. Sedangkan bila dijumpai gibbus dan koksitis, pasien harus

dikonsultasikan ke bedah ortopedi dan neurologi anak. Tatalaksana yang lebih

lengkap pada keadaan-keadaan khusus diatas, dapat dilihat pada Bab Tuberkulosis

dengan keadaan khusus.

Untuk mendiagnosis TB di sarana yang memadai, sistem skoring digunakan

sebagai uji tapis. Setelah itu dilengkapi dengan pemeriksaan penunjang lainnya,

seperti bilasan lambung (BTA dan kultur M.tuberkulosis), patologik anatomi, pungsi

pleura, pungsi lumbal,CT-scan, funduskopi, serta foto Rontgen tulang dan sendi.

Petunjuk WHO untuk diagnosis TBC pada anak:

1. Dicurigai TBC ( suspected TBC)

Anak sakit dengan riwayat kontak penderita TBC dengan BTA positif ;

keadaan klinis tidak membaik setelah menderita campak atau batuk rejan

berat badan menurun tanpa sebab yang jelas, batuk dan mengi yang tidak

membaik dengan pengobatan antibiotika untuk penyakit pernafasan

pembesaran kelenjar superfisial yang tidak sakit

Page 19: BAB I_tb_yusti

2. Mungkin TBC ( probable TBC )

Uji tuberculin positif ( 10 mm atau lebih )

Foto roentgen paru sugestif TBC

Pemeriksaan histopatologis biopsy sugestif TBC

Respon yang baik pada pengobatan dengan OAT

3. Pasti TBC ( confirmed TBC )

Ditemukan basil TBC pada pemeriksaan langsung atau biakan.

Tabel 4. Sistem nilai diagnosis TB anak (Stegen dkk)

Sistemnilai diagnosis TB anakPenemuan Nilai

BTA (+) / biakan M.tb (+) +3

Granuloma TB (PA) +3

Uji tuberkulin 10 mm atau lebih +3

Gambaran rontgen sugestif TB +2

Pemeriksaan fisis sugestif TB +2

Uji tuberkulin 5-9 mm +2

Konvensi uji tuberkulin dari (-) ke (+) +2

Gambaran rontgen tidak spesifik +1

Pemeriksaan fisis sesuai TB +1

Granuloma non spesifik +1

Umur < 2 tahun +1

BCG dalam 2 tahun terakhir -1

Jumlah nilai : 1 – 2 sangat tidak mungkin TB3 – 4 mungkin TB perlu pemeriksaan lebih lanjut5 – 6 sangat mungkin TB

> 7 praktis pasti TB

Sistem skoring :

Penurunan BB merupakan gejala umum yg sering ditemui, yg disebut

penurunan BB adalah apabila terjadi penurunan 2 bulan berturut-turut. Demam lama:

>/= 2 minggu, tanpa sebab yang jelas.

Page 20: BAB I_tb_yusti

Tabel: Sistem skoring (scoring system) gejala dan pemeriksaan penunjang TB (Buku Ajar Respirologi Anak, IDAI 2010).

Catatan :

• Diagnosis dengan sistem skoring ditegakkan oleh dokter.

• Batuk dimasukkan dalam skor setelah disingkirkan penyebab batuk kronik lainnya seperti

Asma, Sinusitis, dan lain-lain.

• Jika dijumpai skrofuloderma (TB pada kelenjar dan kulit), pasien dapat langsung

didiagnosis tuberkulosis.

• Berat badan dinilai saat pasien datang (moment opname).–> lampirkan tabel badan badan.

• Foto toraks toraks bukan alat diagnostik utama pada TB anak

• Semua anak dengan reaksi cepat BCG (reaksi lokal timbul < 7 hari setelah penyuntikan)

harus dievaluasi dengan sistem skoring TB anak.

• Anak didiagnosis TB jika jumlah skor > 6, (skor maksimal 14)

• Pasien usia balita yang mendapat skor 5, dirujuk ke RS untuk evaluasi lebih lanjut.

Page 21: BAB I_tb_yusti

2.7 Tata laksana.1,2,3,5

Tatalaksana TB pada anak merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat di pisahkan

antara pemberian medikamentosa, penataan gizi, dan linkungan sekitarnya. Pemberian

medikamentosa tidak terlepas dari penyuluhan kesehatan kepada masyarakat atau kepada

orang tua penderita tentang pentingnya minum obat secara teratur dalam jangka waktu yang

cukup lama, serta pengawasan terhadap jadwal pemberian obat, keykinan bahwa obat di

minum, dsb.

2.7.1. Medikamentosa

Obat TB yang digunakan

Obat TB utama ( first line) saat ini adalah rifampisisn, INH, pirazinamid,

etambutol, dan streptomisin. Obat TB lain (second line) adalah PAS, viomisisn,

sikloserin, etionamid, kanamisin, dan kpriomisisn, yang digunakan jika terjdi

multridrug resistance (MDR). Rifampisisn dan INH merupakan obat pilihan

utama dan di tambah dengan pirazinamid. Etambutol dan streptomisin.

Isoniozid (INH)

- Bakterisid dan bakterostatik

- Efektif pada intrasel dan ekstrael kuman

- Dapat melalui LCS, cairan pleura, asites, ASI

- Dosis 5-15 mg/kg/hari, maks 300 mg/hari, 1x pemberian bila diberikan

bersama rifampisin dosis maks 10 mg/kg/hari

- Efek toksik:hepatotoksik dan neuritis perifer.INH tidak dilanjutkan bila

kadar SGOT/SGPT > 3x normal atau manifestasi klinis hepatitis(kuning,

mual, muntah, sakit perut)

- INH di metabolisme malalui asetilasi di hati.

Pirazunamid

- Bakterisid intrasel pada suasana asam

- Dapat melalui LCS, cairan dan jaringan tubuh

- efek samping; hepatotoksik, anoreksia, iritasi saluran cerna

- Dosis 15-30 mg/kg/hari, maks 2 gram/hari

Etambutol

- Jarang diberikan pada anak, karena toksik pada mata

Page 22: BAB I_tb_yusti

- EMB tidak diberikan pada anak yang belum dapat dilakukan pemeriksaan

penglihatan

- EMB dapat diberikan pada anak dengan TB berat dan resisten obat lain

- dosis 15-20 mg/kg/hari, maks 1,25 gram/hari, dosis tunggal

Streptomisin

- Bakterisid dan bakterostatik kuman ekstrasel pada keadaan basa atau netral

- Jarang digunakan, namun penting pada resisten obat

- Dosis 15-40 mg/kg/hari, maks 1 gram/hari,IM

- Sangat baik melewati selaput otak yang meradang, namun tidak dapat

melewati selaput otak yang tidak meradang

- Efek toksik:gangguan tinitus dan pusing.KI pada wanita hamil

Tabel 5. Obat antituberkulosis (OAT) yang biasa dipakai dan dosisnya

Nama obat Dosis harian(mg)kg)hr)

Dosis maksimal(mg)kg)hr)

Efek samping

Isoniazid

Rifampisin

Pirazinamid

Etambutol

steptomicin

5-15

10-20

15-30

15-20

15-40

300

600

2000

1250

1000

Hepatitis,neuritis perifer,hipersensitifitas.

Gastrointestinal, reaksi kulit, hepatitis, trombositopeni, peningkatan enzim hati, cairan tubuh berwarna merah oranye kemerahan.

Toksisitas hepar, atralgia, gastrointestinal.

Neuritis optic, ketajaman mata berkurang, buta warna merah hijau, hipersensitivitas, gastrointestinal.

Ototoksik, nfrotoksik.

* Bila INH dikombinasi dengan rifampisin, dosisnya tidak boleh melebihi 10mg/kgBB/hari.

Page 23: BAB I_tb_yusti

** rifampisisn tidak boleh diracik dalam satu puyer dengan OAT lain karena dapat

mengganggu bioavaibilitas rifampisin

Panduan obat TB

- Prinsip dasar pengobatan TB : minimal 2 macam obat, 6-12 bulan

- Pengobatan dibagi dalam 2 fase :

- Fase intensif (2 bulan pertama); RHZ

- Fase lanjutan;RH

- Pada TB berat (pulmonal/ekstrapulmonal);TB milier, Meningitis TB, TB

tulang dan lain-lain:

• Fase intensif minimal 4 macam obat; (RHZE/S)

• Fase lanjutan; RH selama 10 bulan

- Diberikan kortikosteroid (prednison) 1-2 mg/kg/hari, dibagi 3 dosis selama 2-4

minggu dosis penuh, dilanjutkan tappering off 2-4 mgg.

Fixed Dose Combination (FDC)

Untuk megatasi masalah ketidakpatuhan pasien untuk meminum obat maka

dibuat suatu sediaan obat kombinasi dalam dosis yang telah ditentukan.

Keuntungan penggunaan FDC dalam pengobatan adalah sebagai berikut :

Meyederhanakan pengobatan dan mengurangi kesalahan penulisan resep

Meningkatkan penerimaan dan kepatuhan pasien

Memungkinkan petugas kesehatan memberikan pengobatan standar dengan

tepat

Mempermudah pengelolaan obat

Mengurangi kesalahan penggunaan obat TB

Mengurangi kemungkinan kegagalan pengobatan dan terjadinya kekambuhan

Pengawasan minum obat menjadi lebih mudah dan cepat

Mempermudah penentuan dosis berdasarkan berat badan.

Table: dosis OAT Kombipak pada anak ( WHO 2009 ).

Page 24: BAB I_tb_yusti

Tabel 6. Dosis kombinasi TB pada anak (WHO 2009)

Catatan

• Bila BB > 33 kg dosis disesuaikan dengan tabel 5 (perhatikan dosis maksimal)

• Bila BB < 5 kg sebaiknya di rujuk ke RS

• Obat harus diberikan secara utuh.

Evaluasi Hasil Pengobatan

- Dilakukan setelah 2 bulan

- Apabila respons baik; gejala klinis hilang, BB naik, obat diteruskan

- Apabila respons kurang baik; gejala masih ada, BB tetap, OAT terus sambil

merujuk ke sarana yang lebih tinggi atau konsulen paru anak

Evaluasi Efek samping pengobatan

- Efek samping jarang terjadi bila dosis INH tidak > 10 mg/kg/hari dan

rifampisin tidak > 15 mg/kg/hari

- Hepatotoksisitas; SGOT/SGPT ↑5X normal

- Bilirubin total > 1,5 mg/dl

- Peningkatan SGOT/SGPT berapapun, disertai anoreksia, ikterus, nausea,

muntah

- Bila peningkatan enzim transaminase >5x, OAT stop

• Cek ulang setelah 1 minggu penghentian

Berat badan (kg)

2 bulanRHZ (75/50/150 mg)

4 bulan RH (75/50 mg)

5-9

10-19

20-32

1 tablet

2 tablet 4 tablet

1 tablet

2 tablet 4 tablet

Page 25: BAB I_tb_yusti

• OAT → Nilai laboratorium normal

Multi-Drug Resistant (MDR-TB)

- MDR-TB:M.tbc yang resisten terhadap 2 atau lebih OAT biasanya INH dan

Rifampisin

- Penyebab:

• Pemakaian obat tunggal

• Pencampuran obat yang tidak dilakukan secara benar

• Kurangnya kepatuhan minum obat

1.7.2. Non-medikamentosa.1

Pendekatan DOTS

Hal yang paling penting pada tata laksana tuberculosis adalah keteraturan

minum obat.Pasien TB biasanya telah menunjukkan perbaikan beberapa minggu

setelah pengobatan sehingga merasa telah sembuh dan tidak melanjutkan

pengobatan.Lingkungan social dan pengertian yang kurang mengenai tuberculosis

dari pasien serta keluarganya tidak menunjang keteraturan pasien untuk minum obat.

Kepatuhan pasien dikatakan baik bila pasien minum obat sesuai dengan dosis

yang ditentukan dalam paduan pengobatan.Kepatuhan pasien ini menjamin

keberhasilan pengobatan dan mencegah resistensi.Salah satu upaya untuk

meningkatkan kepatuhan pasien adalah dengan melakukan pengawasan langsung.

Gambar 6. Strategi DOTS

DOTSDirectly Observed Treatment Shortcourse

5 komponen strategi DOTS menurut WHO:1. Komitmen politis pengambil keputusan, termasuk dana2. Diagnosis TB dg pemeriksaan dahak scr mikroskopis*3. Pengobatan dg OAT jangkapendej dg pengawasan langsung

PMO (pengawas minum obat)4. Kesinambungan penyediaan OAT dg mutu terjamin5. Pencatatan pelaporan baku utk mempermudah pemantauan

dan evaluasi program penanggulangan TB

* pada anak dg skoring (DOTS modifikasi)

Page 26: BAB I_tb_yusti

Sumber penularan dan case finding

Apabila kita menemukan seorang anak dengan TB, maka harus dicari sumber

penularan yang menyebabkan anak tersebut tertular TB.Sumber penularan adalah

orang dewasa yang menderita TB aktif dan melakukan kontak erat dengan anak

tersebut. Pelacakkan dilakukan dengan cara pemeriksaan radiologis dan BTA sputum.

Selain itu perlu dicari pula anak lain disekitarnya yang mungkin tertular dengan cara

uji tuberculin.

Sebaliknya jika ditemukan pasien TB dewasa aktif maka anak di sekitarnya

atau yang kontak erat harus ditelusuri ada atau tidaknya infeksi tuberkulosis.

Pelacakkan tersebut dilakukan dengan cara anamnestik, pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang yaitu uji tuberculin.

Aspek Sosial Ekonomi

Keterkaitan TB dengan masalah sosial ekonomi sangatlah erat. Pengobatan TB

secara adekuat memerlukan biaya yang cukup besar. Selain itu diperlukan

penanganan gizi yang baik.

Edukasi ditujukan kepada pasien dan keluarganya agar mengetahui tentang

tuberkulosis. Pasien TB anak tidak perlu diisolasi karena sebagian besar TB pada

anak tidak ditularkan pada anak yang lain.

Pencegahan2

1. BCG

Imunisasi BCG diberikan pada usia sebelum 2 bulan.Dosis untuk bayi sebesar

0.05 ml dan untuk anak 0,10 ml diberikan intrakutan di daerah insersi otot deltoid

kanan .Bila BCG diberikan pada usia lebih dari 3 bulan, sebaiknya dilakukan uji

tuberculin lebih dulu.Insidens TB anak yang mendapat BCG berhubungan dengan

kualitas vaksin yang digunakan, pemberian vaksin, jarak pemberian vaksin dan

intensitas pemaparan infeksi.BCG efektif untuk mencegah milier, meningitis dan

spondilitis TB pada anak.BCG memberikan perlindugan terhadap milier TB,

meningitis TB, TB tulang dan sendi dan kavitas sedikitnya 75%.BCG ulangan tidak

dianjurkan mengingat efektivitas perlindungannya hanya 40%.BCG relative aman,

Page 27: BAB I_tb_yusti

jarang ada efek samping serius, yang sering ditemukan ulserasi local dan

limfadenitis. Kontraindikasi pemberian imunisasi BCG adalah kondisi

imunokompromais, misalnya defisiensi imun, infeksi berat, gizi buruk, dan gagal

tumbuh. Pada bayi premature BCG ditunda hingga bayi mencapai BB optimal.

2. Kemoprofilaksis

Kemoprofilaksis primer bertujuan untuk mencegah terjadinya infeksi TB pada

anak, sedangkan kemoprofilaksis sekunder mencegah aktifnya infeksi sehingga anak

tidak sakit.Pada kemoprofilaksis primer diberikan INH dengan dosis 5-10

mg/kg/bb/hari, dosis tunggal, pada anak yang kontak dengan TB menular, terutama

dengan BTA sputum positif, tetapi belum terinfeksi(uji tuberkulin negative).Obat

dihentikan bila sumber kontak sudah tidak menular lagi dan anak ternyata tetap tidak

infeksi(setelah uji tuberkulin ulangan).

Kemoprofilaksis sekunder diberikan pada anak yang telah terinfeksi, tetapi

belum sakit, ditandai dengan uji tuberculin positif, klinis, dan radiologis

normal.Anak yang mendapat kemoprofilaksis sekunder adalah usia balita, menderita

morbili, varisela dan pertusis mendapat obat imunosupresif yang lama(sitostatik dan

kortikosteroid), usia remaja dan infeksi TB paru, konversi uji tuberculin dalam waktu

kurang dari 12 bulan.

2.8 Tata laksana dengan keadaan khusus.1,2

Pada bagian ini akan di bahas beberapa keadaan khusus serta penatalaksanan pada TB

anak seperti TB pulmonal, TB pada perinatal, dan TB dengan HIV.

2.8.1. Tuberculosis milier

Tyberkulosis milier termasuk salah satu bentuk TB yang berat dan merupakan

3-7% dari seluruh kasus TB dengan angka kematian yang tinggi ( dapat mencapai 255

pada bayi). Terjadinya TB miier dipengangurhi oleh 3 faktor, yaitu kuman M TB

(jumlah dan virulensi), status imunologis penderta(nonspesifik dan spesifik) dan

faktor lingkungan (kurangnya paparan sinar matahari, perumahan yang padat, polusi

udara, merokok dan penggunaan alcohol, obat bius serta sosio ekonomi).

Page 28: BAB I_tb_yusti

TB milier diawali dengan serangan akut berupa demam tinggi yang hilang

timbul, pasien tampak sakit berta dalam beberapa hari, tetapi tanda dan gejala dari

saluran pernafasan belum ada. Demam kemudian bertambah tinggi dan berlangsung

terus menerus tanpa di serati gangguan saluran pernafasa. Beberapa minggu kemudian

pada hamper di semua organ akan terbentuk tuberkel difus multiple, terutama di paru,

limpa harti dan sumsum tulang.

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan TB milier adalah pemberian 4-5 macam OAT selama 2 bulan

pertama, dilanjutkan dengan isoniazid dan rifampisisn selam 2 bulan pertama,

dilnjutkan dengan iosniazid selama 4-6 bulan sesuai dengan perkembangan kloinis.

Kortikosteroid (prednisone) diberikan pada TB milier , meningitis TB,

perikarditis TB, efusi pleura dan peritonitis TB. Prednisone diberikan dengan dosis

1-2 mg/kg BB/ hari selama 4-8 minggu kemudian diturunkan perlahan-lahan hingga

2-6 minggu kemudian.

2.8.2. Tuberculosis ekstarapulmonal

1. Tuberculosis kelenjar

Infeksi tuberculosis pada kelenjar limfe superfisialis yang di sebut dengan

scrofula, merupakan bentuk TB ekstrapulmonal yang sering terjadi .Gejala dan

tanda sistemik yang muncul biasanya hanya demam yang tidak terlalu tinggi. Tes

tuberculin kulit biasanya menunjukan hasil yang positif.

Penatalaksanaan

Pengobatan limfadenitis TB adalah dengan obat antituberkulosis 3 macam

(rifampisisn, INH, pirazinamid). INH, rifampisisn dan pirazinamid di berikan

selam 2 bulan pertama, sedangkan rifamposisn dan INH dilanjutkan sampai 6

bulan pertama. Selainn itu penanganan supoerif seperti perbaikan gizi perlu

diperhatikan.

2. Tuberculosis pleura

Efusi pleura adalah penumpikan abnormal cairan dalam rongga pleura. Salah

satu etiologi yang perlu di pikirkan bila menjumpai kasus efusi pleura adalah

tuberculosis. Bermanifestasi sebagai demam akut diserati batuk nonproduktif

Page 29: BAB I_tb_yusti

(94%) dan nyeri dada (78%) tanpa peningkatan lekosit darah tepi. Penurunan berat

badan dan malaise dapat dijumpai demikian juga dengan menggigil.

Penatalaksanaan

Terapi pleuritis TB sama dengan terapi TB paru, bila respon terhadap terapi

baik, suhu turun dalam 2 minggu terapi, serta cairan pleura diserap dalam 6

minggu. Steroid dapat memperpendek fase demam dan mempercepat penyerapan

cairan serta mencegah perlekatan, walaupun rasio manfaat dan resiko

penggunaannya belum diketahui pasti.

3. Tuberculosis tulang/sendi

Tuberculosis tulang atau sendi merupakan suatu bentuk infeksi tuberculosis

ekstrapulmonal yang mengenai tulang atau sendi. Manifestasi klinis yang tarjadi

tidak khas dan biasanya lambat sehingga lambat untuk didiagnosis sudah dalam

keadaan lanjut. Selain dijumpai gejala umum TB pada anak, dapat dijumpai gejala

spesifik berupa bengkak, kaku, kemerahan dan nyeri pada pergerakan. Tidak

jarang hanya gejala pembengkakan saja yang dikeluhkan..

Penatalaksanaan

Tatalaksana TB tulang dan sendi adalah dengan obat antituberkulosis

rifampisisn, INH, PZA, dan etambutol. Rifampisisn dan INH diberikan selama 12

bulan, sedangkan PZA dan etambutol diberiakn selam 2 bulan pertama. Selain

medikamentosa terapi suportif juga dapat diberikan.

4. Tuberkulosa sistem saraf pusat

Tuberculosis pada system saraf pusat ditemukan dalam 3 bentuk; meningitis,

tuberkuloma, araknoiditis spinalis, gejala dan tanda meningitis TB dapat dibagi

menjadi 3 fase. Fase prodormal berlangsung 2-3 minggu, ditandai dengan malaise,

sefalgia, demam tidak tinggi, dan dapat dijumpai perubahan kepribadian. Fase

meningitik sebagai fase berikutnya dengan tanda neurologis yang lebih nyata

seperti meningismus, sefalgia hebat, muntah, kebingungan, dan nyata kelainan

saraf kranialis dalam berbagai derajat, fase paralitik merupakan fase percepatan

penyakit, gejala kebingungan berlanjut ke stupor dan koma, kejang, dan

hemiparesis.

Penatalaksaan

Page 30: BAB I_tb_yusti

Terapi segera di berikan tanpa ditunda lagi bila ada kecurigaan klinis ke arah

meningitis TB. Terapi sesuai dengan konsep baku yaitu 2 bulan fase intensif

dengan 4 obat, INH, dan rifampisisn dan PZA, serta etambutol. Dilanjutkan

dengan 2 obat, INH dan rifampisisn hinngga 12 bulan. Bukti klinis mendukung

penggunaan stroid pada meningitis TB sebagai terapi ajuntivitus. Steroid yang

dipakao prednoson dengan dosis 1-2 mg/kg BB/hari, 4 minggu dosis penuh dan 4

minggu penurunan dosis bertahap (tapering off).

5. Tuberculosis kulit

Tuberculosis kulit dapat melalui dua mekanisme, pertama infeksi primer atau

inokulasi langsung kuman TB di kulit, dan yang kedua TB pasca primer salah

satunya adalash limfadaenitis TB yang pecah ke kulit. Di antar TB kulit, secara

klinis skrofuloderma merupakan yang paling khas dan merupakan manifestasi TB

dui kulit yang paling sering di jumpai pada anak. Skrofuloderma terjadi akibat

penjalaran perkontinuitum dari kelenjar getah bening yang terkena TB

Penatalaksanaan

Tatalaksana skrofuloderma sama dengan sama dengan tatalaksana TB paru

pada anak yaitu dengan pemberian OAT berupa rifampisisn, INH, dan

pirazinamid. Lama pemberian OAT pada skrofuloderma berbeda dengan TB paru

yaitu pemberian rifampisisn dan INH selama 6 bulan sedangkan pirazinamid tetap

2 bulan. Untuk tatalkasana local/topical tidak ada yang khusus, cukup dengan

kompres atau hygiene yang baik

6. Tuberkulosa mata

Pada mata umunya mengenai konjungtiva dan kornea shingga sering disebut

konjungtifitis fliktenularis (KF) adalah penyakit pada konjungtifitis dan kornea

yang ditandai terbentuknya satu atau lebih nodul infalmasi yang disebut flikten

pada daerah limbus.

Manifestasi klinisKF dapat berupa iritasi, nyeri, lakrimasi, dan fotofobia serta

dapat mengeluarkan sekret mata. Gambaran khas KF adalah berupa nodus kecil

berwarna putih/merah muda pada konjungtiva disertai hiperemis di sekitarnya.

Penatalaksaan

Tatalaksana KF tidak terlepas dari tatalaksana TB pada anak secara

keseluruhananya yaitu pemberian obat anti tuberculosis yaitu rifampisin, INH,

dan pirazinamid. Dosis dan lama pemberian obat sama dengan pengobatan TB

Page 31: BAB I_tb_yusti

paru, pemberian kortikosteroid topical mempinyai efek yang baik tindakan

keratoplasti dilakukan apabila telah terjadi komplikasi parut pada kornea.

2.8.3. Tuberculosis perinatal

infeksi TB pada neonatus dapat terjadi secara congenital (prenatal) selama

proses kelahiran (natal) maupun transmisi pascanatal ooleh ibu pengidap TB aktif.

Manifestasi klinis TB congenital dapat timbul segera setelah lahir atau pada minggu

ke-2-3 kehidupan. Gejala TB congenital sulit dibedakan dengan sepsis neonatal

sehingga sering terjadi keterlambatan dalam mendiagnosis.. gejala yang sering timbul

adalah distress pernafasan, hepatosplenomegali, dan demam. Gejala lain yang dapat

ditemukan antara lain prematuritas, berat lahir rendah, sulit minum, letargi, dan

kejang. Bias didapatkan abortus/kematian bayi.

penatalaksanaan

Tatalaksana TB pada neonatus mempunyai cirri tersendiri yaitu melibatkan

beberapa aspek seperti aspek ibu, bayi, dan lingkungan. Ibu harus ditatalaksana

dengan baik untuk menghindari penularan selanjutnya. Selain itu harus dicari sumber

lain dalam lingkunganya serta memperbaiki kondisi lingkungan. Tatalaksana pada

bayi adalah dengan memberikan obat OAT berupa rifampisisn dan INH selama 9-12

bulan,sedangkan pirazinamid selam 2 bulan. ASI tetap diberikan dan tidak perlu

kuatir akan kelebihan dosis OAT karena kandungan OAT dalam ASI sanagat kecil.

2.8.4. Tuberculosis dengan HIV

Meningkatnya prevalensi HIV membawa dampak peningkatan insidens TB

serta masalah TB lainya, misalnya TB diseminata (milier) TB ekstrapulmonal, serta-

multi drugs resistance

HIV menyebabkan imunokompromais pada anak sehingga diagnosis dan tata laksana

TB pada anak menjadi lebih sulit karena faktor-faktor berikut:

beberapa penyakit yang erta kaitanya dengan HIV, termasuk TB

banyak mempunyai kemiripan gejala.

Intrepertasi uji tuberculin kurang dapat di percaya.anak yang menderita

imunikopromais mungkin menunjukan hasil yang negative meskipun

sebernanya telah terinfeksi TB.

Anak yang kontak dengan orang tua pengidap HIV dengan sputum

BTA positif mempunyai kemungkinan terinfeksi TB maupun HIV.

Page 32: BAB I_tb_yusti

Jika hal iini terjadi, dapat terjadi kesulitan dalam piñata laksanaan dan

mempertahankan kepatuhan pengobatan.

penatalaksanaan

Pengobatan TB pad anak HIV belum di tetapkan secara pasti sampai saat ini.

Kebanyakan ahli berpendapat untuk memberikan paling sediklit 3 macam obat,

misalnya rifampisisn, INH, dan pirazinamid pada bulan pertama, diikuti dengan

pemberian rifampisin dan INH. Totallama pemberian OAT adalah 9 bulan. Obat

keempat yaitu etambutol atau streptomisin diberikan pada TB diseminata atau jika

terdapat resistensi. Tatalaksana TB pada anak denagn HIV yang sedang atau yang

akan mrndapatkan pengobatan antiretroviral harus dilakukan lebih hati-hati dan

memperhatikan interaksi antara obat-obat yang diberikan. Interaksi antara obat TB

dan antiretroviral dapat menyebabkan pengobatan HIV ataupun TB menjadi tidak

efektif, serta bertambahnya resiko toksisitas.

2.9 Tata laksana tuberculosis pada sarana terbatas.2

Berdasarkan keterangan sebelumnya bahwa mendiagnosis TB anak sulit

dilakukan karena gejalanya tidak khas, dibuatlah suatu kesepakatan penanggulangan

TB anak oleh beberapa pakar. UKK pulmonologi PP IDAI telah membuat consensus

Nasional Diagnosis dan Tatalaksana TB pada aanak yang telah tersebar luas dan telah

diadopsi oleh Departemen Kesehatan menjadi prigram pemberrantasan TB secara

nasional.

Penurunan berat badan merupakan gejala umum yang sering dijumpai pada

TB anak. Umumnya penderita TB anak mempunyai berat badan dibawah garis merah

atau bahkan gizi buruk. Dengan alas an tesebut, kriteria penurunan berat

badanmenjadi lebih penting. Yang dimaksud penurunan berat badan dalam hal ini

adalah apabila terjadi penurunan dalam dua bulan berturut-turut.

Gambar 7. Alur diagnosis dan tatalaksana TB anakdi puskesmas

Page 33: BAB I_tb_yusti

Skor 6

Beri OAT2 bulan terapi

Respons (+) Respons (-)

Terapi TB diteruskan Terapi TB diteruskanRujuk ke RS untuk evaluasi

Gambar 2. Alur diagnosis dan tatalaksana TB anak di puskesmas

Paduan pengobatan

Prisip dasar pengobatan TB adalah minimal 2 macam obat dan diberikan

dalam waktu relatif lama (6-12 bulan). Tujuanya adalah untuk mencegah

resistensi. Pengobatan TB dibagi dalam 2 fase intensif (2 bulan pertama) dan

sisanya sebagai fase lanjutan. OAT pada anak diberikan setiap hari bukan 3 kali

dalam seminggu.

Susunan paduan OAT pada anak adalah 2RHZ/4RH yaitu fase intensif terdiri

dari rifampisisn, INH, dan pirazinamid yang diberikan setiap hari selama 2 bulan

(2RHZ), dan fase lanjutan terdiri dari rifampisin dan INH yang diberikan setiap

hari selam 4 bulan.

Unutk mempermudah pemberian OAT sehingga meningkatkan keteraturan

minum obat, paduan OAT di sediakan dalam bentuk paket kombipak. Satu paket

kombipak dibuat untuk satu pasien untuk satu masa pengobatan. Kombipak

untuk anak berisi obat fase intensuf, yaitu rifampisisn (R) 75 mg, INH (H) 50 mg

dan pirazinamid (Z) 150mg, serta obat fase lanjutan, yaitu R 75mg dan H 50 mg

daklam satu paket.

Di tempat dengan sarana kesehatan yang lebih memadai untuk meningkatkan

kepatuhan pasien dalam menjalani pengobatan yang relatif lama dengan jumlah

obat yang banyak, telah di buat suatu FDC (fixed dose combination

), yaitu kombinasi beberapa OAT di dalam satu tablet. FDC ini dubuat dengfan

beberapa kmposisi rifampisin, INH, dan pirazinamid, masing-masing

Page 34: BAB I_tb_yusti

75mg/50mg/150mg untuk 2 bulan pertama, sedangkan untuk fase 4 bulan

berikutnya terdiri dari rifampisin dan INH masing-masing 75mg dan 50mg.

DAFTAR PUSTAKA

1. Nastiti N Rahajoe, Darfioes Basir, Makmuri MS, Cissy B Kartasasmita: Pedoman

Nasional Tuberkulosis Anak 2005, Unit Kerja Koordinasi Pulmonologi IDAI.

2. Nastiti N Rahardjo, Bambang, Darmawan, Buku Ajar Respirologi Anak. Edisi ke-2.

Jakarta: Badan Penerbit IDAI 2010.

3. Behrman, Kliegman, Arvin : Ilmu Kesehatan Anak 2 edisi 15, Nelson, Penerbit Buku

Kedokteran, EGC.2000

4. Depkes RI. Pedoman nasional penanggulangan tuberculosis. Departemen Kesehatan

Republik Indonesia 2002. Diakses tanggal 25 des 2011. Di kutip dari :

www.slideshare.net/mbagiansah

5. WHO Indonesia. 2009. Pedoman Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit

Rujukan Tingkat Pertama di Kabupaten/Kota. Alih bahasa: Tim Adaptasi Indonesia.

Jakarta: Depkes RI.

6. State of Lung Disease in Diverse Communities. Tuberculosis in the United States. American Lung Association. 2010;1-800. Di kutip dari : www.slideshare.net/mbagiansah

Page 35: BAB I_tb_yusti