BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sapi perah sebagai penghasil susu merupakan salah satu penghasil protein hewani yang sangat penting. Disamping itu sapi perah berperan sangat penting sebagai pengumpul bahan-bahan yang tidak bermanfaat sama sekali bagi manusia seperti rumput, limbah, dan hasil ikutan lainnya dari produk pertanian. Air susu sebagai sumber protein hewani sangat besar manfaatnya pada manusia, baik bagi bayi untuk masa pertumbuhan maupun bagi orang dewasa dan lanjut usia. Air susu memiliki kandungan protein yang tinggi sehingga sangat menunjang pertumbuhan, kecerdasan, dan daya tahan tubuh. Menjaga kualitas susu sebelum sampai ke konsumen merupakan hal yang penting. Banyak faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kualitas susu yang mungkin berbahaya bagi manusia atau ternak perah. Melindungi konsumen dari penyakit yang berasal dari susu, mencegah penyebaran penyakit diantara ternak, dan memeriksa keadaan susu merupakan bagian dari aktivitas kesehatan masyarakat dan ternak. Memperoleh air susu dari hasil pemerahan sapi yang sehat, dan proses pengangkutan serta 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sapi perah sebagai penghasil susu merupakan salah satu penghasil protein
hewani yang sangat penting. Disamping itu sapi perah berperan sangat penting
sebagai pengumpul bahan-bahan yang tidak bermanfaat sama sekali bagi
manusia seperti rumput, limbah, dan hasil ikutan lainnya dari produk
pertanian. Air susu sebagai sumber protein hewani sangat besar manfaatnya
pada manusia, baik bagi bayi untuk masa pertumbuhan maupun bagi orang
dewasa dan lanjut usia. Air susu memiliki kandungan protein yang tinggi
sehingga sangat menunjang pertumbuhan, kecerdasan, dan daya tahan tubuh.
Menjaga kualitas susu sebelum sampai ke konsumen merupakan hal
yang penting. Banyak faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kualitas susu
yang mungkin berbahaya bagi manusia atau ternak perah. Melindungi
konsumen dari penyakit yang berasal dari susu, mencegah penyebaran
penyakit diantara ternak, dan memeriksa keadaan susu merupakan bagian dari
aktivitas kesehatan masyarakat dan ternak.
Memperoleh air susu dari hasil pemerahan sapi yang sehat, dan proses
pengangkutan serta penyimpanan di lingkungan peternakan berperan
terhadap kesehatan susu yang dapat menentukan kualitas air susu.
Penyakit ternak mungkin timbul secara subklinis sehingga gejala klinis
tidak terlihat jelas, hal tersebut menyebabkan penyakit tidak dapat
terdeteksi sebelum atau setelah masa produksi. Kadang-kadang proses
teknologis yang dapat merusak mikroorganisme pathogen tidak dapat
diterapkan saat produksi susu. Pada kasus lain, perlakuan mungkin kurang
memuaskan untuk mencegah zat berbahaya sampai ke konsumen, dimana
bahan kimia berbahaya seperti pestisida dan antibiotika dapat mencapai
konsumen melalui air susu. Kontaminasi mungkin juga terjadi saat
penyimpanan dan pengolahan jika tidak memperhatikan faktor kesehatan.
1
2
Beberapa penyakit ternak yang dapat ditularkan melalui air susu
adalah tuberculosis dan bruselosis. Penyakit-penyakit tersebut dapat
dikontrol melalui pemeliharaan kesehatan ternak. Obat-obat ternak untuk
pencegahan dan pengobatan maupun bahan tambahan dalam pakan harus
digunakan dengan tepat agar konsumen terhindar dari bahaya adanya
bahan-bahan tersebut dalam air susu.
Efisiensi pengembangbiakan dan pengembangan usaha ternak perah hanya
dapat dicapai apabila peternak memiliki perhatian terhadap tata laksana
pemeliharaan dan manajemen pengelolaan yang baik. Adanya manajemen
dalam pengelolaan merupakan sesuatu hal yang wajib bagi seseorang
pengusaha ternak untuk dimengerti dan dipahami. Manajemen yang meliputi
berbagai hal, semisal manajemen perkawinan, manajemen pakan, manajemen
kandang, manajemen sapi induk dan khususnya pada menejemen kebersihan
serta kesehatan ternak, yang kesemuanya itu merupakan kunci dalam
mengusahakan ternak sapi perah. Tantangan dalam peningkatan produksi susu
tidak akan lepas dari masalah manajemen pemeliharaan dan manajemen
reproduksinya. Jika semuanya tersebut dapat dikuasai oleh peternak maka
akan menghasilkan hasil yang maksimal.
Dari uraian diatas maka kami melakukan PKL untuk mengetahui
manajemen kesehatan dan pengendalian penyakit pada ternak sapi perah masa
laktasi di lokasi peternakan “ Karunia “ Jong Biru Kabupaten Kediri.
B. Rumusan Masalah
Masalah dalam praktek kerja lapang ini adalah bagaimana manajemen
kesehatan dan pengendalian penyakit pada ternak sapi perah masa laktasi di
lokasi peternakan “ Karunia “ Jong Biru Kabupaten Kediri.
C. Tujuan
Praktek kerja lapang ini bertujuan untuk mengetahui manajemen kesehatan
dan pengendalian penyakit pada ternak sapi perah masa laktasi di lokasi
peternakan “ Karunia “ Jong Biru Kabupaten Kediri.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Sejarah Sapi Perah Di Indonesia
Di Indonesia sapi perah mulai dipelihara dan dikembangkan sejak abad ke
17. Pada umumnya sapi perah yang dipelihara di Indonesia ialah FH (Fries
Holland) dan PFH (Peranakan Fries Holland). Sapi tersebut berasal dari
dataran Eropa yang memiliki lingkungan hidup dengan temperatur bersuhu
26-38°C. Sehingga tidaklah mengherankan apabila usaha ternak sapi perah di
Indonesia ini hanya terbatas di daerah-daerah tertentu yang berhawa dingin
(AAK, 2010).
B. Jenis Sapi Perah
Sapi perah asli tropika menurut Murti (2007), terdiri dari sapi Damaskus,
sapi Gir, sapi Ongole, dan sapi Sahiwal. Sapi perah asal subtropika terdiri dari
sapi Friesian Holstein, sapi Jersey, Guernsey, Ayrshire, dan sapi Brown Swiss.
Sapi perah hasil persilangan yaitu sapi Australian Friesian Sahiwal (AFS),
sapi Australian Milking Zebu (AMZ), sapi Jamaica Hope (JH), dan Karan
Swiss.
Taksonomi sapi perah
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Mammalia
Ordo : Artiodactylia
Sub Ordo : Ruminansia
Famili : Boviadae
Genus : Bos
Spesies : Bos taurus (sebagian besar sapi)
Bos indicus (sapi berpunuk)
C. Sapi Perah PFH
Sapi Peranakan Friesien Holland mempunyai warna yang cukup terkenal,
belang putih dan ini merupakan warna yang dominan. Warna belang hitam-
3
4
putih tersebut mempunyai perbatasan yang tegas sehingga tidak ada warna
bayangan, dan perbandingan antara warna hitam dan putih tidak tentu atau
tidak tetap. Bulu kipas ekor, bagian perut dan kaki dari tracak sampai lutut
(knee) atau hock berwarna putih. Bangsa Friesien Holstein murni dianggap
cacat warna apabila ditemui sapi tersebut berwarna hitam atau putih mulus,
ada warna hitam pada bagian perut atau bulu kipas ekor, warna hitam pada
kaki dari kuku atau teracak sampai lutut, dan pada batas warna hitam dengan
putih terapat warna bayangan atau gabungan antara warna hitam dengan putih
(Prihadi dan Adiarto, 2008).
Kemampuan sapi perah PFH dalam berproduksi susu dapat menghasilkan
air susu mencapai lebih dari 6000kg/laktasi dengan kadar lemak susu rata-rata
3-5% (Siregar, 1994). Sapi PFH adalah sapi perah yang produksi susunya
tertinggi dibandingkan dengan sapi perah lainnya, disamping itu kadar lemak
susunya rendah. Sebagai gambaran produksi susu sapi FH di Amerika Serikat
rata-rata 7245 kg/laktasi dengan kadar lemak 3,65 %. Sementara itu produksi
susu rata-rata di Indonesia 3135 kg/laktasi pada masa laktasi 9,5 bulan
(Syukur, 2006).
D. Sapi Perah Laktasi
Sapi perah laktasi merupakan sapi perah yang berada pada kondisi
menghasilkan susu setelah melahirkan (Darmono, 1992). Trimargono (2005)
menjelaskan bahwa masa awal laktasi biasanya adalah pada 100 hari pertama
laktasi, pada masa awal laktasi sapi akan mengalami puncak produksi susu
(pada bulan kedua laktasi pada sapi Holstein). Konsumsi pakan menurun,
akibatnya sapi akan mengalami penurunan berat badan. Dan pada akhir masa
laktasi ini sapi akan mengalami puncak konsumsi dry matter yang akan
menyebabkan penurunan berat badan (berat badan turun sehingga menjadi
paling rendah pada masa laktasi).
Masa laktasi adalah masa sapi sedang berproduksi. Sapi mulai berproduksi
setelah melahirkan anak. Kira-kira setengah jam setelah melahirkan, produksi
susu sudah keluar. Saat itulah disebut masa laktasi dimulai. Masa laktasi
5
dimulai sejak sapi berproduksi sampai masa kering tiba. Oleh karena itu masa
laktasi berlangsung selama 10 bulan atau sekitar 305 hari (Santoso, 2002).
E. Manajemen Pemeliharaan Sapi Perah Masa Laktasi
a. Kandang
Bambang (1992) menyatakan bahwa secara umum konstruksi
kandang harus kuat, mudah dibersihkan dan sirkulasi udara di dalam
kandang baik. Kapasitas kandang bagi ternak cukup baik, ternak masih
dapat bergerak bebas. Ditambahkan pula oleh pendapat Murtidjo (1993)
bahwa ukuran kandang sangat menentukan produktivitas sapi. Ternak
akan merasa nyaman jika ukuran kandangnya cocok untuk melakukan
aktivitas. Panjang dan lebar kandang menyesuaikan dengan jumlah sapi
yang dipelihara.
b. Pakan
Menurut Frandson (1992), salah satu faktor yang utama adalah
makanan, di samping faktor genetis dan manajemen pemberian pakan
yang cukup. Pemberian pakan berupa konsentrat sangat dibutuhkan oleh
ternak karena dapat memberikan nutrisi tambahan untuk ternak. Hal ini
sesuai dengan pendapat Akoso (1996) yang menyatakan bahwa jenis
pakan penguat atau konsentrat adalah pakan yang mengandung nutrisi
tinggi dengan kadar serat kasar yang rendah. Peranan pakan konsentrat
adalah untuk meningkatkan nilai nutrisi yang rendah agar memenuhi
kebutuhan normal hewan untuk tumbuh dan berkembang cepat. Dedak
halus, ampas tahu dan ampas ketela merupakan sumber karbohidrat yang
baik untuk ternak.
Air mutlak dibutuhkan dalam usaha peternakan sapi perah. Hal ini
disebabkan susu yang dihasilkan 87% berupa air dan sisanya berupa bahan
kering. Untuk mendapatkan 1 liter air susu, seekor sapi perah
membutuhkan 3,5 – 4 liter air minum. Dalam peternakan, air digunakan
untuk minum sapi, memandikan sapi dan membersihkan kandang. Khusus
6
untuk minum, sebaiknya sapi diberi minum secara ad libitum atau ada
setiap saat (AAK, 2005).
c. Manajemen Pemerahan
Pada umumnya pemerahan dilakukan dua kali sehari, yakni pada
pagi dan sore hari. Namun, jika produksi susu yang dihasilkan lebih dari
25 liter/hari, pemerahan sebaiknya dilakukan tiga kali sehari (Sudono,
2003)
Pemerahan yang baik dilakukan dengan cara yang benar dan alat
yang bersih. Tahapan-tahapan pemerahan harus dilakukan dengan benar
agar sapi tetap sehat dan terhindar dari penyakit yang dapat menurunkan
produksinya. Tahapan pemerahan dengan cara manual atau dengan tangan
yaitu membersihkan kandang dari segala kotoran, mencuci daerah lipatan
paha sapi yang akan diperah, memberi konsentrat kepada sapi yang akan
diperah, sehingga ketika dilakukan pemerahan, sapi sedang makan dalam
keadaan tenang, membersihkan alat-alat pemerahan susu (ember dan alat
takar susu) dan milk can susu, membersihkan tangan pemerah, mencuci
ambing dengan air bersih, kemudian melapnya dengan lap yang bersih,
melakukan uji mastitis klinis setiap sebelum dilakukan pemerahan
(Sudono et al., 2003)
Yashinta (2010) menjelaskan bahwa mengenai perlengkapan
pemerahan yaitu sebelum melakukan pemerahan petugas harus
mempersiapkan perlengkapan dan peralatan yang diperlukan terlebih
dahulu. Perlengkapan dan peralatan tersebut antara lain: ember tempat
pemerahan, tali pengikat kaki, tali pengikat ekor (jika hal ini diperlukan),
milk-can untuk menampung air susu, dan kain bersih untuk menyaring
susu terhadap kotoran dan bulu sapi pada saat susu dituangkan ke dalam
milk-can. Semua alat yang digunakan sebelum dan sesudah dipakai harus
selalu dalam keadaan bersih atau steril. Agar semua peralatan yang
dipakai menjadi steril, alat-alat tersebut harus dicuci dengan cara
7
merendam dalam larutan disinfektan, lalu dicuci dengan air panas dan
dijemur.
F. Manajemen Kesehatan Sapi Perah Dan Pengendalian penyakit
Kesehatan sapi perah yang terjaga menjadi salah satu poin keberhasilan
berternak. Dalam kondisi sehat seekor sapi perah dapat menghasilkan susu
secara optimal dan berkualitas. Untuk menjaga kesehatan sapi perah dapat
dilakukan dengan program vaksinasi dan pemberian obat – obatan pencegah
penyakit seperti obat cacing yang dilakukan sesui dengan jadwal.
1. Kebersihan Ternak
Sapi yang bersih tidak akan mudah terserang penyakit. Jika sapi
terserang penyakit maka produksi susu akan menurun, contohnya sapi
yang terserang abses hati yang menggangu sistem metabolisme tubuh yang
erat hubungannya dengan produktivitas susu. Contoh lainnya adalah
mastitis yang disebabkan oleh kuman yang terdapat pada ambing maupun
puting yang kotor karena jarang dibersihkan sehingga susu yang
dihasilkan tidak layak dikonsumsi (Akoso, 1996).
2. Penyakit Pada Ternak Sapi Perah
2.1 Mastitis
Menurut Akoso (1996), mastitis adalah suatu peradangan pada
ambing yang bersifat akut, subakut atau menahun dan terjadi pada semua
jenis mamalia. Pada sapi, penyakit ini sering dijumpai pada sapi perah dan
disebabkan oleh berbagai jenis kuman atau mikoplasma. Radang kelenjar
susu ditandai dengan adanya peradangan pada saluran-saluran kelenjar
susu, perubahan fisik dan kimiawi dari air susu.
8
2.2 Tuberkulosis (TBC)
Tuberkulosis sapi merupakan penyakit infeksius menular dan
menahun (kronik), disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis var. bovis
(selanjutnya disebut M. bovis), dapat menginfeksi hewan ternak lainnya,
hewan liar dan manusia (zoonosis). Tuberkulosis sapi diketahui sejak lebih
dari satu abad yang lampau, tersebar luas di berbagai belahan dunia,
hingga kini masih dianggap penting pada populasi sapi baik secara
nasional maupun oleh sebagian besar negara di dunia. Penularannya
pada manusia dapat menimbulkan masalah kesehatan masyarakat (OIE,
2004).
Semua bangsa (breed) sapi rentan terhadap infeksi M. bovis, umumnya
anak sapi lebih rentan terhadap infeksi dibandingkan dengan sapi
dewasa. Perbedaan khusus antara yang terjadi pada manusia dan hewan
tidak diketahui. Tuberkulosis sapi yang muncul umumnya lebih komplek
dan melibatkan berbagai interaksi antara induk semang dan organisme
penyebabnya.
2.3 Brucellosis
Brucellosis adalah penyakit reproduksi menular ruminansia yang
disebabkan oleh kuman Brucella sp (Anonimus 1, 2004). Penyakit ini
merupakan penyakit penting di Indonesia yang dapat menular ke manusia
(zoonotik) (Anonimus 1, 2004). Brucellosis dilaporkan menyebar ke
berbagai wilayah Indonesia sehingga menimbulkan kerugian ekonomis
yang cukup besar bagi pengembangan peternakan akibat kematian dan
kelemahan pedet, abortus, infertilitas, sterilitas, penurunan produksi susu
dan tenaga kerja ternak, serta biaya pengobatan dan pemberantasan yang
mahal (Anonimus 1, 2004).
Brucella menyebabkan keguguran atau keluron pada umur
kebuntingan tertentu (Soejodono, 1999). Di Indonesia penyakit ini disebut
juga penyakit keluron menular atau Bang (Soejodono, 1999). Bakteri
penyebabnya sampai saat ini telah diidentifikasikan sebagai 6 (enam)
9
spesies yaiu Brucella melitensis, Brucella abortus, Brucella suis, Brucella
neotomae, Brucella ovis, dan Brucella canis (Soejodono, 1999). .
2.4 Penyakit Mulut dan Kuku
Menurut Ressang (1986), tanda tanda bagi sapi yang terkena
penyakit mulut dan kuku (PMK) adalah gejala sakit seperti umumnya dan
selama beberapa hari menderita demam diatas 40oC, nafsu makan turun,
rahang bergerak seolah – seolah mengunyah atau rahang bawah gemetar
kemudian terlihat pengeluaran air liur berlebih, hidung berkoreng dan
sering berdecap serta produksinya menurun. Virus PMK sangat mudah
sekali menular melalui udara. Menurut Subronto (1989), virus ini memiliki
sifat stabil dalam lingkungan terbuka untuk jangka waktu yang cukup
lama, yang kemudian disebarkan secara aerosol. Terutama bila
kelembaban udara melebihi 70oC dan suhu udara dingin. Untuk melakukan
pengendalian maka dilakukan pemotongan paksa, memperkuat arus lalu
lintas ternak, dilakukan penutupan daerah dan vaksinasi masal dengan
vaksin sub tipe virus yang sama dengan penyebab wabah.
2.5 Milk Fever (Demam susu)
Milk Fever pada sapi perah mempunyai beberapa sinonim yaitu
Hipokalsemia, paresis puerpuralis dan parturient paresis (Goff 2006).
Milk fever adalah penyakit gangguan metabolisme yang terjadi pada sapi
betina menjelang/saat/sesudah melahirkan yang menyebabkan sapi
menjadi lumpuh. Milk Fever ditandai dengan menurunnya kadar kalsium
(Ca) dalam darah (Horst et al. 1997). Ca berperan penting dalam fungsi
system syaraf. Jika kadar Ca dalam darah berkurang drastis, maka
pengaturan sistem syaraf akan terganggu, sehingga fungsi otak pun
terganggu dan sapi akan mengalami kelumpuhan. Kasus milk fever terjadi
pada 48 – 72 jam setelah sapi melahirkan, sapi yang mengalami gangguan
ini biasanya sapi yang telah beranak lebih dari tiga kali. Sapi berumur 4
tahun dan produksi tinggi (lebih dari 10 liter) lebih rentan mengalami milk
10
fever. Selain itu, angka kejadian milk fever 3-4 kali lebih tinggi pada sapi
yang dilahirkan dari induk yang pernah mengalami milk fever.
2.6 Kembung (Bloat)
Bloat/ kembung perut merupakan bentuk penyakit/ kelainan alat
pencernaan yang bersifat akut, yang disertai penimbunan gas di dalam
lambung ternak ruminansia. Penyakit kembung perut pada sapi lebih
banyak terjadi pada sapi perah dibandingkan dengan sapi pedaging atau
sapi pekerja. (Yunani I dan Berenergy, 2010).
2.7 Anthrax
Penyakit Anthrak atau radang limpa adalah penyakit yang bersifat
menular akut atau perakut. Penyakit ini dapat menyerang semua jenis
hewan berdarah panas bahkan manusia. Penyakit ini dapat menyebabkan
angka kematian tinggi (Akoso, 1996).
Penyakit anthrak (radang limpa) adalah penyakit yang disebabkan
oleh kuman Bacillus anthracis. Kuman ini akan membentuk spora bila
berhubungan dengan udara, dan spora dapat tahan hidup bertahun-tahun.
Penyakit anthrak bersifat zoonosis dan dapat menyerang hampir semua
jenis ternak, kecuali binatang berdarah dingin (Putra, 2004).
2.8 Abses
Abses merupakan salah satu masalah yang cukup sering terjadi
pada sapi perah. Kondisi abses banyak terjadi pada peternakan sapi perah
yang memiliki tingkat sanitasi kandang yang rendah. Abses merupakan
kumpulan nanah (netrofil yang mati) yang berada dalam kavitas jaringan
tubuh yang biasanya pada daerah kulit dan menimbulkan luka yang cukup
serius karena infeksi dari bakteri pembusuk. Abses itu sendiri merupakan
reaksi ketahanan dari jaringan untuk menghindari menyebar nya benda
asing di tubuh. Pada abses terdapat nanah yang terlokalisasi dan dikelilingi
oleh jaringan yang meradang. Gejala khas abses adalah peradangan,