BAB III KONDISI FISIK DAERAH PENELITIAN 3.1. Letak, Luas, dan Batas Daerah Penelitian Berdasarkan konsepsi geomorfologi, daerah penelitian merupakan bagian graben yang berbatasan langsung dengan bidang patahan (horst) dari Perbukitan Baturagung berada di sisi timur di daerah penelitian. Kecamatan Imogiri termasuk salah satu dari 17 kecamatan yang ada di wilayah administrasi Kabupaten Bantul. Menurut Santosa dan Adji (2006); Kabupaten Bantul merupakan Dataran Fluvio- Volkan (Fluvio-Volcanic Plain) Gunungapi Merapi Muda, yang secara morfostruktur merupakan sebuah graben. Sebuah graben yang di bagian atasnya merupakan deposisi bahan-bahan aluvium pengendapan material piroklastik hasil erupsi gunungapi. Graben tersebut di kanan dan kirinya dibatasi oleh sebuah dinding patahan (horst), yaitu dinding patahan Perbukitan Baturagung di bagian Timur, dan dinding patahan Perbukitan Menoreh di bagian Barat. Secara astronomis wilayah administrasi Kecamatan Imogiri berdasarkan Peta Rupa Bumi Digital, skala 1:25.000, Tahun 1999, lembar 1408-221 wilayah Bantul dan 1408-222 wilayah Imogiri terletak antara 428950 mT dan 436750 mT serta 9118720 mU dan 9127200 mU. Georefensi peta administrasi daerah penelitian tersebut yaitu UTM (Universal Transverse Mercator) dengan Datum Horizontal WGS 84. Wilayah Kecamatan Imogiri meliputi 8 administrasi desa, yaitu Desa Wukirsari, Imogiri, Karang Talun, Girirejo, Kebon Agung, Karang Tengah, Sriharjo, dan Selopamioro. Menurut data PODES (2003), luas Kecamatan Imogiri adalah 5.092,77 Ha atau 50,93 km 2 . Hasil pembagian luasan daerah tiap satuan administrasi dalam satuan cakupan administrasi desa, yang meliputi pembagian luasan daerah penelitian disajikan dalam Tabel 3.1. 39
29
Embed
Bab III Studi Hidrogeokimia Airtanah pada Berbagai Kondisi Akuifer Bebas Kec Imogiri Kab Bantul Prov Yogyakarta
Deskripsi Wilayah Studi Hidrogeokimia Airtanah pada Berbagai Kondisi Akuifer Bebas Kec Imogiri Kab Bantul Prov Yogyakarta
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB III
KONDISI FISIK DAERAH PENELITIAN
3.1. Letak, Luas, dan Batas Daerah Penelitian
Berdasarkan konsepsi geomorfologi, daerah penelitian merupakan bagian
graben yang berbatasan langsung dengan bidang patahan (horst) dari Perbukitan
Baturagung berada di sisi timur di daerah penelitian. Kecamatan Imogiri termasuk
salah satu dari 17 kecamatan yang ada di wilayah administrasi Kabupaten Bantul.
Menurut Santosa dan Adji (2006); Kabupaten Bantul merupakan Dataran Fluvio-
Volkan (Fluvio-Volcanic Plain) Gunungapi Merapi Muda, yang secara
morfostruktur merupakan sebuah graben. Sebuah graben yang di bagian atasnya
merupakan deposisi bahan-bahan aluvium pengendapan material piroklastik hasil
erupsi gunungapi. Graben tersebut di kanan dan kirinya dibatasi oleh sebuah
dinding patahan (horst), yaitu dinding patahan Perbukitan Baturagung di bagian
Timur, dan dinding patahan Perbukitan Menoreh di bagian Barat.
Secara astronomis wilayah administrasi Kecamatan Imogiri berdasarkan
Peta Rupa Bumi Digital, skala 1:25.000, Tahun 1999, lembar 1408-221 wilayah
Bantul dan 1408-222 wilayah Imogiri terletak antara 428950 mT dan 436750 mT
serta 9118720 mU dan 9127200 mU. Georefensi peta administrasi daerah
penelitian tersebut yaitu UTM (Universal Transverse Mercator) dengan Datum
Horizontal WGS 84. Wilayah Kecamatan Imogiri meliputi 8 administrasi desa,
yaitu Desa Wukirsari, Imogiri, Karang Talun, Girirejo, Kebon Agung, Karang
Tengah, Sriharjo, dan Selopamioro.
Menurut data PODES (2003), luas Kecamatan Imogiri adalah 5.092,77 Ha
atau 50,93 km2. Hasil pembagian luasan daerah tiap satuan administrasi dalam
satuan cakupan administrasi desa, yang meliputi pembagian luasan daerah
penelitian disajikan dalam Tabel 3.1.
39
40
Tabel 3.1. Luas Wilayah Administrasi Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul
NO DESA KECAMATAN KABUPATEN PROVINSI Luas (Ha)
Luas (km2)
1 Kebon Agung IMOGIRI BANTUL D.I. Yogyakarta 190,78 1,91
2 Karang Tengah IMOGIRI BANTUL D.I. Yogyakarta 302,36 3,02
Total Luas 5.092,77 50,93 Sumber: Potensi Desa (PODES), 2003
Daerah penelitian menggunakan batas wilayah administrasi kecamatan.
Hasil interpretasi berdasarkan peta administrasi daerah penelitian, maka batas
administrasi daerah penelitian yang termasuk daerah administrasi Kabupaten
Bantul, Provinsi D. I. Yogyakarta ini secara geografis, yaitu:
Utara : Desa Segoroyoso, Bawuran, dan Wonolelo Kecamatan Pleret dan
Desa Trimulyo Kecamatan Jetis.
Selatan : Desa Giri Tirto Kecamatan Purwosari, Desa Giriharjo dan Girisuko
Kecamatan Panggang Kabupaten Gunungkidul.
Barat : Desa Sumber Agung, Canden Kecamatan Jetis, Desa Seloharjo dan
Srihardono Kecamatan Pundong.
Timur : Desa Muntuk, Mangunan Kecamatan Dlingo dan Desa Banyusoco
Kecamatan Playen Kabupaten Gunungkidul.
Berdasarkan letak, luas dan batas daerah penelitian secara spasial disajikan
dalam peta administrasi daerah penelitian pada Gambar 3.1.
430000 mT 435000 mT
430000 435000
9120
000
9120000 mU
9125
000
9125000 mU
#Y#S
#S
#S
#S
#S
#S
#S
#S
SELOPAMIORO
WUKIRSARI
SRIHARJO
GIRIREJO
KARANG TENGAH
KEBON AGUNG
IMOGIRI
KARANGTALUN
KABUPATEN GUNUNGKIDUL
KABUPATENBANTUL
KECAMATANIMOGIRI
Sungai O
yo
Sun g
ai O
pak
KECAMATANDLINGO
KECAMATANPLERET
KECAMATANJETIS
KECAMATANPUNDONG
KARANGTALUN
IMOGIRI
KEBON AGUNG
KARANG TENGAH
GIRIREJO
SRIHARJO
WUKIRSARI
SELOPAMIORO
CD
D
D
D
D
D
D
D
4199 58 m T 429957 mT 4399 56 m T
KABUPATE NGU NUNGKID UL
KABUPATENKULONPROGO
KABU PATENSLEMAN
KOTA MADYA D.I. YOGYAKARTA
KABUPATENBANTU L
SAMUDRA HINDI A
4199 58 429957 4399 56
9119
088
9119088 m
U
912
9087
9129087 mU
9139
086
9139086 m
U
Daera h Penelit ia n
I N S E T
L E G E N D A
Sungai
Kontur Topografi
Jalan LokalJalan Kolektor
Jalan Setapak
Transportasi
Pemukiman
Batas AdministrasiDesa
KabupatenKecamatan
#YC
Camat
#SD Desa
Sumber : 1. Peta RBI Digital skala 1 : 25.000, Lembar Bantul, Tahun 1999 2. Peta RBI Digital skala 1 : 25.000, Lembar Imogiri,Tahun 1999
Dibuat Oleh : Pandji Riesdiyanto 03/ 167954/ GE/ 05450
KECAMATAN IMOGIRI, KABUPATEN BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
P E T A A D M I N I S T R A S I
U Proyeksi : Transverse MercatorSistem Grid : Unit Transverse MercatorDatum Horizontal : WGS 84Zone : 49 M
0 1 2 3 KM
Gambar 3.1. Peta Administrasi Daerah Penelitian
41
3.2. Iklim
Iklim merupakan kondisi rata-rata cuaca dalam periode yang panjang,
menekankan pada keadaan atmosfer yang menyelubungi permukaan bumi
(Bayong, 1995). Unsur-unsur iklim adalah kecepatan angin, curah hujan, dan
temperatur. Penentuan tipe iklim ditentukan dengan klasifikasi menurut Mohr
(1933), berdasarkan data curah hujan dan temperatur, sedangkan untuk penentuan
tipe curah hujan digunakan klasifikasi tipe curah hujan menurut Schmidt &
Fergusson (1951), berdasarkan jumlah rerata bulan basah dan jumlah rerata bulan
kering. Curah hujan merupakan salah satu variabel iklim yang sangat menentukan
masukan (input) sistem airtanah dalam suatu siklus hidrologi.
Keadaan alam disuatu wilayah dengan wilayah yang lain berbeda, faktor
yang mempengaruhi besarnya curah hujan juga berbeda. Hal ini berarti dalam
konsep keruangan akan timbul agihan kawasan curah hujan yang dapat dihitung
dengan metode seperti metode Isohyet, Poligon Theissen, dan Aritmatik. Metode
isohyet digunakan dalam penentuan agihan kawasan curah hujan di daerah
penelitian. Metode ini digunakan karena daerah penelitian memiliki kondisi
topografi dataran hingga perbukitan.
Menurut Bayong (1995); Faktor iklim yang dapat digunakan sebagai
dasar untuk membedakan iklim di suatu tempat adalah radiasi matahari yang
disebut sebagai kendali iklim. Matahari sebagai kendali iklim sangat penting
dan sumber energi di bumi yang menimbulkan gerak udara dan arus laut.
Kendali iklim yang lain, misalnya distribusi radiasi matahari darat dan air,
tekanan tinggi dan tekanan rendah, massa udara, pegunungan, arus laut, dan
badai.
3.2.1. Curah Hujan
Stasiun klimatologi pada daerah penelitian meliputi stasiun klimatologi
Dogongan, Terong, dan Barongan. Data curah hujan yang digunakan untuk
penentuan tipe iklim antara tahun 1986-2006. Data curah hujan tersebut akan
digunakan untuk mengetahui tipe curah hujan di daerah penelitian dengan
42
43
sebelumnya dicari besar nilai curah hujan bulanan masing-masing tahun untuk
menentukan banyak bulan kering dan bulan basah.
Tabel 3.2. Curah Hujan Daerah Penelitian Tahun 1986 - 2006 Nama Stasiun Hujan
Terong Dogongan Barongan
200 mdpal 286 mdpal 60 mdpal No Waktu (Bulan)
49 M 0439557 9127700
49 M 0432062 9120536
49 M 0431017 9125323
1 Januari 343,9 291,0 409,2 2 Febrari 225,0 289,9 304,9 3 Maret 185,7 191,6 340,2 4 April 94,5 89,0 113,4 5 Mei 52,4 43,9 33,8 6 Juni 41,2 49,6 25,6 7 Juli 27,7 22,9 15,0 8 Agustus 13,5 14,8 4,3 9 September 3,4 14,3 3,5
10 Oktober 48,7 117,0 61,6 11 November 98,2 187,7 155,1 12 Desember 153,4 285,6 298,7 Curah Hujan Tahunan (mm/thn) 1287,5 1597,3 1765,2
Sumber: Hasil Perhitungan & Dinas Pengairan Umum Yogyakarta, 2008
Berdasarkan Tabel 3.2. dijelaskan bahwa daerah penelitian memiliki hujan
tahunan maksimum sebesar 1765,2 mm/tahun yang dijumpai pada Stasiun
Barongan dan memiliki curah hujan tahunan minimum sebesar 1287,5 mm/tahun
yang dijumpai pada Stasiun Terong, maka pembagian distribusi hujan wilayah di
daerah penelitian dijelaskan pada Gambar 3.2.
430000 mT 435000 mT
430000 435000
9120
000
9120000 mU
9125
000
9125000 mU
#Y#S
#S
#S
#S
#S
#S
#S
#S
SELOPAMIORO
WUKIRSARI
SRIHARJO
GIRIREJO
KARANG TENGAH
KEBON AGUNG
IMOGIRI
KARANGTALUN
KECAMATANPUNDONG
KECAMATANJETIS
KECAMATANPLERET
KECAMATANDLINGO
Sun g
ai O
pak
Sungai O
yo
KABUPATENBANTUL
KABUPATEN GUNUNGKIDUL
1650
1700
1550
1600
1500
1450
1750
1400
1600
1550
1600
CD
D
D
D
D
D
D
D
4199 58 m T 429957 mT 4399 56 m T
KABUPATE NGU NUNGKID UL
KABUPA TENKULONPROGO
KABUPATENSLEMAN
KOTA MADYA D.I. YOGYAKARTA
KABU PATENBANTU L
SAMUDRA HINDI A
4199 58 429957 4399 56
9119
088
9119088 m
U
912
9087
9129087 mU
9139
086
9139086 m
U
Daera h Penelit ia n
I N S E T
0 1 2 3 KM
U Proyeksi : Transverse MercatorSistem Grid : Unit Transverse MercatorDatum Horizontal : WGS 84Zone : 49 M
P E T A I S O H Y E TKECAMATAN IMOGIRI, KABUPATEN BANTUL
DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
Sumber : 1. Peta RBI Digital skala 1 : 25.000, Lembar Bantul, Tahun 1999 2. Peta RBI Digital skala 1 : 25.000, Lembar Imogiri,Tahun 1999 3. Data Curah Hujan Dinas Pengairan Umum, Tahun 1986 - 2006Dibuat Oleh : Pandji Riesdiyanto 03/ 167954/ GE/ 05450
Batas AdministrasiDesa
KabupatenKecamatan
Jalan LokalJalan Kolektor
Jalan Setapak
Transportasi
Kontur Topografi
Sungai
L E G E N D A
Isohyet
#YC
Camat
#SD Desa
Gambar 3.2. Peta Isohyet Daerah Penelitian
44
3.2.2. Temperatur
Kondisi temperatur di daerah penelitian berdasarkan data Stasiun
Klimatologi Terong, Dogongan dan Barongan. Data tersebut merupakan data
sekunder dari Dinas Pengairan Umum Yogyakarta antara tahun 1986-2006.
Masing-masing stasiun tersebut memiliki elevasi yang berbeda, dimana Stasiun
Klimatologi terong memiliki elavasi 200 mdpal, Stasiun Klimatologi Dogongan
memiliki elevasi 286 mdpal, dan Stasiun klimatologi Barongan memiliki elevasi
60 mdpal.
Menurut Mock (1973) dalam Bayong (1995), menyatakan bahwa
perbedaan elevasi akan mempengaruhi suhu di suatu wilayah, dimana setiap
kenaikan elevasi sebesar 100 mdpal akan menurunkan temperatur sebesar 0,6 0C.
Asumsi tersebut mendukung untuk mengetahui perhitungan suhu udara di suatu
wilayah yang tidak memiliki data suhu udara. Metode Mock (1973) dalam
Bayong (1995), sebagai berikut:
)(006,0 21 ZZT −=Δ …(Mock, 1973 dalam Bayong 1995)
keterangan,
ΔT merupakan perbedaan temperatur udara antara elevasi Z1 dengan Z2 dari setiap
stasiun klimatologi, Z1 merupakan elevasi stasiun klimatologi di atas muka air
laut yang diketahui data suhunya, dan Z2 merupakan elevasi stasiun klimatologi di
atas muka air laut yang akan ditentukan.
Tabel 3.3. Suhu Daerah Penelitian Tahun 1986-2006 Nama Stasiun Hujan
Terong Dogongan Barongan
200 mdpal 286 mdpal 60 mdpal No Waktu (Bulan)
49 M 0439557 9127700
49 M 0432062 9120536
49 M 0431017 9125323
1 Januari 26,15 25,63 26,99 2 Febrari 26,19 25,67 27,03 3 Maret 26,74 26,23 27,58
Sumber: Hasil Perhitungan & Dinas Pengairan Umum Yogyakarta, 2008
45
46
Lanjutan Tabel 3.3. Nama Stasiun Hujan
Terong Dogongan Barongan
200 mdpal 286 mdpal 60 mdpal No Waktu (Bulan)
49 M 0439557 9127700
49 M 0432062 9120536
49 M 0431017 9125323
4 April 27,29 26,78 28,13 5 Mei 26,37 25,85 27,21 6 Juni 26,15 25,63 26,99 7 Juli 25,63 25,12 26,47 8 Agustus 26,06 25,54 26,90 9 September 26,21 25,69 27,05 10 Oktober 26,47 25,95 27,31 11 November 26,13 25,62 26,97 12 Desember 26,27 25,76 27,11 Suhu Rerata Tahunan (mm/thn) 26,30 25,79 27,14
Sumber: Hasil Perhitungan & Dinas Pengairan Umum Yogyakarta, 2008
Hasil perhitungan, besarnya temperatur pada masing-masing lokasi stasiun
disajikan pada Tabel 3.3. Berdasarkan tabel diatas, dijelaskan bahwa suhu rerata
tahunan minimum sebesar 25,79 oC di Stasiun Dogongan, sedangkan suhu
tertinggi sebesar 27,14 oC di Stasiun Klimatologi Barongan, maka garis yang
menghubungkan suhu di daerah yang sama (isoterm) di daerah penelitian
dijelaskan pada Gambar 3.3.
430000 mT 435000 mT
Isoterm
L E G E N D A
Sungai
Kontur Topografi
Jalan LokalJalan Kolektor
Jalan Setapak
Transportasi
Batas AdministrasiDesa
KabupatenKecamatan Sumber :
1. Peta RBI Digital skala 1 : 25.000, Lembar Bantul, Tahun 1999 2. Peta RBI Digital skala 1 : 25.000, Lembar Imogiri,Tahun 1999 3. Data Suhu Dinas Pengairan Umum, Tahun 1986 - 2006Dibuat Oleh : Pandji Riesdiyanto 03/ 167954/ GE/ 05450
KECAMATAN IMOGIRI, KABUPATEN BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
P E T A I S O T E R M
U Proyeksi : Transverse MercatorSistem Grid : Unit Transverse MercatorDatum Horizontal : WGS 84Zone : 49 M
0 1 2 3 KM
430000 435000
9120
000
9120000 mU
9125
000
9125000 mU
#Y#S
#S
#S
#S
#S
#S
#S
#S
KARANG TENGAH
KECAMATANPUNDONG
KECAMATANJETIS
KECAMATANPLERET
KECAMATANDLINGO
Sun g
ai O
pak
Sungai
Oyo
KECAMATANIMOGIRIKABUPATEN
BANTUL
KABUPATEN GUNUNGKIDUL
KARANGTALUN
IMOGIRI
KEBON AGUNG
KARANG TENGAH
GIRIREJO
SRIHARJO
WUKIRSARI
SELOPAMIORO
26.20
26. 60
26.40
26.00
26.80
27.00
26.40
CD
D
D
D
D
D
D
D
4199 58 m T 429957 mT 4399 56 m T
KABUPATE NGUNUNGKID UL
KABUPATENKULONPROGO
KABU PATENSLEMAN
KOTA MADYA D.I. YOGYAKARTA
KABU PA TENBANTU L
SAMUDRA HINDI A
4199 58 429957 4399 56
9119
088
9119088 m
U
912
9087
9129087 mU
9139
086
9139086 m
U
Daera h Penelit ia n
I N S E T
#YC
Camat
#SD Desa
Gambar 3.3. Peta Isoterm Daerah Penelitian
47
3.2.3. Tipe Iklim
Tipe iklim di daerah penelitian ditentukan berdasarkan pada klasifikasi
iklim menurut Schmidt & Fergusson (1951). Penentuan tipe iklim dilakukan
dengan menghitung besarnya nilai Q, nilai tersebut merupakan perbandingan
antara jumlah rerata bulan kering dengan jumlah rerata bulan basah. Bulan basah
merupakan bulan yang memiliki jumlah hujan bulanan lebih besar dari 100 mm,
sedangkan bulan kering merupakan bulan yang memiliki jumlah hujan lebih kecil
dari 60 mm.
Penggolongan tipe curah hujan menurut Schmidt dan Fergusson (1951),
didasarkan pada nilai Q yang dihitung berdasarkan perbandingan antara jumlah
rerata bulan kering dengan jumlah rerata bulan basah dalam setahun dikalikan
100%.
%100ker xbasahnreratabulajumlah
ingnreratabulajumlahQ = …(Schmidt dan Fergusson, 1951 dalam Bayong 1995)
Tabel 3.4. Kriteria Penentuan Tipe Iklim Bedasarkan Klasifikasi Schmidt & Fergusson Tipe Iklim Nilai Q (%) Kondisi Iklim
A Q ≤ 14,3 Sangat Basah B 14,3 ≤ Q < 33,3 Basah C 33,3 ≤ Q < 60 Agak Basah D 60 ≤ Q < 100 Sedang E 100 ≤ Q < 167 Agak Kering F 167 ≤ Q < 300 Kering G 300 ≤ Q < 700 Sangat Kering H Q ≥ 700 Luar Biasa Kering
Sumber:Schmidt dan Fergusson, 1951 dalam Bayong
Distribusi curah hujan selain dipandang dari aspek keruangannya dapat
juga dipandang dari aspek tipe hujannya. Klasifikasi tipe hujan atas dasar jumlah
rerata bulan kering dan bulan basah. Kriteria untuk menentukan bulan basah,
bulan lembab, dan bulan kering dihitung berdasarkan klasifikasi Mohr (1933)
dalam Bayong (1995), sebagai berikut:
1. Bulan basah adalah suatu bulan yang hujannya lebih besar dari 100 mm,
dimana curah hujan lebih besar dari penguapan.
48
2. Bulan lembab adalah suatu bulan yang curah hujannya lebih besar 60 mm
tetapi lebih kecil 100 mm, dimana curah hujan sama dengan penguapan.
3. Bulan kering adalah suatu bulan yang curah hujannya lebih kecil 60 mm,
dan curah hujan lebih kecil dari pengupan.
Tabel 3.5. Jumlah Rerata Bulan Kering dan Bulan Basah Daerah Penelitian Tahun 1986-2006
Koordinat UTM
Jumlah Bulan Kering
Jumlah Bulan Basah
Nilai Q (%)
Tipe Iklim
Kondisi Iklim No Stasiun
Hujan Elevasi (mdpal)
X Y 1 2 3 = 1/2 4 5 1 Terong 200 439557 9127700 150 87 172 F Kering 2 Dogongan 286 432062 9120536 109 117 93 D Sedang 3 Barongan 60 431017 9125323 122 114 107 E Agak Kering
Sumber: Hasil Perhitungan & Dinas Pengairan Umum Yogyakarta, 2008
Berdasarkan hasil perhitungan nilai Q, masing-masing stasiun hujan
memiliki tipe iklim yang berbeda-beda. Stasiun Klimatologi Barongan memiliki
tipe iklim E, maka kondisi iklim agak kering, Stasiun Hujan Dogongan dengan
tipe iklim D yang berarti memiliki kondisi iklim sedang, dan begitupula Stasiun
Hujan Terong yang memiliki tipe iklim F, hal ini berarti daerah tersebut memiliki
iklim kering. Perbedaan tersebut terjadi karena adanya hubungan antara kendali
iklim dengan unsur iklim di daerah penelitian yang dijelaskan pada Gambar 3.4.
dan pembagian distribusi spasial berupa Peta Tipe Iklim berdasarkan klasifikasi
Schmidt-Fergusson disajikan pada Gambar 3.5.
UNSUR IKLIM 1. Suhu 2. Endapan 3. Kelembaban Udara 4. Tekanan Udara
Jenis Cuaca dan Iklim
5. Angin
KENDALI IKLIM 1. Distribusi radiasi matahari
darat dan air 2. Sel tekanan tingi dan
rendah 3. Massa Udara 4. Pegunungan 5. Arus laut; dan 6. Badai
Gambar 3.4. Hubungan antara Kendali Iklim dengan Unsur Iklim (Bayong, 1995)
49
3 Tipe Iklim E / Agak Kering
L E G E N D A
Sungai
Kontur Topografi
Jalan LokalJalan Kolektor
Jalan Setapak
Transportasi
Batas AdministrasiDesa
KabupatenKecamatan
#YC
Camat
#SD Desa
KECAMATAN IMOGIRI, KABUPATEN BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
P E T A T I P E I K L I M
U Proyeksi : Transverse MercatorSistem Grid : Unit Transverse MercatorDatum Horizontal : WGS 84Zone : 49 M
0 1 2 3 KM
KABUPATENGUNUNGKI DUL
KABUPATENKULONPROGO
KABUPATENSLEMAN
KOT AMADYA D.I. YOGYAKARTA
KABUPATENBANTUL
SAMU DRA HI NDIA
419958 mT
419958
429957 m T
429957
4 39956 mT
4 39956
9119
088
9119088 m
U
912
9087
9129087 mU
9139
086
9139086 m
U
Da er ah Penelit ian
I N S E T
Klasifikasi Tipe Iklim Schmidt - Fergusson
Tipe Iklim D / Sedang
430000 mT 435000 mT
2
Tipe Iklim F / Kering1
430000 435000
9120
000
9120000 mU
9125
000
9125000 mU
#Y#S
#S
#S
#S
#S
#S
#S
#S
3
2
1
3
1
1
3
33
3
3
3
2
2
2
KECAMATANPUNDONG
KECAMATANJETIS
KECAMATANPLERET
KECAMATANDLINGO
Sun g
ai O
pak
Sungai O
yo
KECAMATANIMOGIRI
KABUPATENBANTUL
KABUPATEN GUNUNGKIDUL
KARANGTALUN
IMOGIRI
KEBON AGUNG
KARANG TENGAH
GIRIREJO
SRIHARJO
WUKIRSARI
SELOPAMIORO
CD
D
D
D
D
D
D
D
Sumber : 1. Peta RBI Digital skala 1 : 25.000, Lembar Bantul, Tahun 1999 2. Peta RBI Digital skala 1 : 25.000, Lembar Imogiri,Tahun 1999 3. Data JumlahRerata Bulan Kering & Basah Dinas Pengairan Umum, Tahun 1986 - 2006 4. Klasifikasi Schmidt - Fergusson, Tahun 1951Dibuat Oleh : Pandji Riesdiyanto 03/ 167954/ GE/ 05450
Gambar 3.5. Peta Tipe Iklim Daerah Penelitian
50
51
3.3. Geologi dan Geomorfologi
3.3.1. Geologi
Kondisi geologi daerah penelitian dipengaruhi oleh keberadaan aktivitas
vulkanik dan perbukitan. Aktivitas vulkanik terbentuk dari letusan Gunungapi
Merapi pada wilayah utara dan sebelah timur aktivitas Perbukitan Baturagung.
Menurut Sudarmadji (1991), litologi daerah ini dipengaruhi oleh aktivitas
Gunungapi tersebut. Erupsi Gunungapi Merapi bersifat efusif yang menghasilkan
aliran lava dan bahan-bahan piroklastis, sedang yang bersifat eksplosif
menghasilkan eflata (bahan lepas) dan awan panas. Adanya erupsi yang bersifat
efusif dan eflata yang terjadi secara berulang-ulang dan terputus-putus
(interrupted) mengakibatkan gunungapi ini mempunyai struktur berlapis (strato
vulcano).
Menurut Bemmelen (1980), daerah penelitian merupakan Zone Selatan
Jawa Tengah yang mengalami penenggelaman di bawah permukaan laut yang
disebabkan adanya proses tektonik yang cukup kuat pada masa Pratersier dan
tergenang oleh perairan laut dangkal. Penenggelaman yang semula merupakan
plateau tersebut diawali dari Pantai Parangtritis hingga Pantai Cilacap, tetapi tidak
terjadi pada Pegunungan Karangbolong dan Bukit Selok. Pegunungan
Karangbolong dan Bukit Selok merupakan sisa-sisa pegunungan selatan Jawa
Tengah dan sebagai tanda bahwa pantai Selatan Jawa Tengah merupakan bagian
dari rangkaian pegunungan selatan Jawa. Akibat pengangkatan tersebut, maka
terbentuk sebuah graben yang merupakan semula plateau yang terangkat, hal ini
ditandai adanya suatu bidang patahan (horst).
Berdasarkan Peta Geologi Lembar D. I. Yogyakarta, skala 1:100.000,
Tahun 1995 dan laporan penelitian penyelidikan potensi airtanah, Kabupaten
Bantul, Tahun 2006. Daerah penelitian Memiliki variasi dari berbagai formasi
geologi dengan material penyusun yang berbeda-beda. Kondisi stratigrafi dan
formasi geologi yang terdapat pada daerah penelitian antara lain:
52
Keterangan Formasi Batuan di Daerah Penelitian: 1. Nama Formasi : Qa (Aluvium) Material penyusun : Kerakal, pasir, lanau, dan lempung sepanjang sungai yang besar Umur Relatif : Kuarter 2. Nama Formasi : Qmi (Endapan Gunungapi Merapi Muda) Material penyusun : Tuff, abu, breksi, aglomerat, dan leleran lava tak terpisahkan Umur Relatif : Kuarter 3. Nama Formasi : Tms (Formasi Sambipitu) Material penyusun : Tuff, serpih, batulanau, batupasir, dan konglomerat Umur Relatif : Miosen tengah 4. Nama Formasi : Tmse (Formasi Semilir)
Material penyusun : Perselingan antara breksi-tuff, breksi, batuapung, tuff dasit, tuff andesit, serta batulempung tufan
Umur Relatif : Miosen akhir-Oligosen awal 5. Nama Formasi : Tmwl (Formasi Wonosari) Material penyusun : Batugamping terumbu, kalkarenit, dan kalkarenit tufan Umur Relatif : Miosen atas-Pliosen Awal 6. Nama Formasi : Tmn (Formasi Nglanggeran) Material penyusun : Breksi gunungapi, breksi aliran, aglomerat, lava, dan tuff Umur Relatif : Miosen tengah
Gambar 3.6. Kondisi Struktur Geologi dan Stratigrafi Daerah Penelitian (Sumber: Peta Geologi Lembar Yogyakarta, Tahun 1995, Skala 1:100.000)
1. Endapan Aluvium (Qa)
Endapan aluvium merupakan endapan permukaan bagian atas berdasarkan
Peta Geologi lembar Yogyakarta, Tahun 1995. Satuan endapan aluvium ini
tersusun atas material kerakal, pasir, lanau, dan lempung sepanjang sungai yang
besar. Endapan aluvium ini terjadi pada zaman kuarter. Kondisi dan komposisi
material penyusunnya membentuk akuifer yang baik, sehingga pada lembah-
lembah endapan aluvium di sekitar aliran sungai memungkinkan untuk
terdapatnya airtanah dengan cadangan yang cukup potensial.
2. Endapan Gunungapi Merapi Muda (Qmi)
Endapan Gunungapi Merapi Muda merupakan batuan hasil dari aktivitas
gunungapi, dalam hal ini aktivitas Gunungapi Merapi Muda yang berada pada
bagian utara Provinsi Yogyakarta. Keterdapatan formasi ini berada pada Barat
daerah penelitian dan pembentukannya diperkirakan terjadi pada zaman kuarter.
Material penyusun terdiri atas material tuff, abu, breksi, aglomerat, dan leleran
lava tak terpisahkan. Komposisi mineral dari batuan yang berasal dari Gunungapi
Merapi. Material dan mineral yang berasal dari Gunungapi Merapi tersebut
banyak mengandung mineral augit, hipersten dan hornblende akibat adanya erupsi
Gunungapi Merapi (Bemmelen, 1980).
3. Formasi Sambipitu (Tms)
Formasi Sambipitu terbentuk pada zaman Miosen Tengah yang terbentuk
6 juta tahun dan berlangsung selama setengah juta tahun yang lalu (Bemmelen,
1980). Formasi ini memiliki ketebalan mencapai 150 meter. Material penyusun
formasi tersusun oleh tuff, serpih, batulanau, batupasir, dan konglomerat. Formasi
ini terdapat di sebelah Tenggara daerah penelitian. Kondisi dan komposisi
material penyusun yang demikian dapat membentuk akuifer yang dapat
menyimpan cadangan airtanah cukup potensial. Hal ini jika batuan dasar berupa
lapisan kedap akan airtanah, maka dapat terbentuk lapisan akuifer bebas.
53
4. Formasi Semilir (Tmse)
Formasi Semilir merupakan batuan endapan permukaan pada bagian atas,
karena pada daerah penelittian ini terjadi pengangkatan akibat tenaga subduksi di
bagian selatan Pulau Jawa. Aktivitas tektonik bergerak dari arah selatan menuju
utara dengan menimbulkan geoantiklinal (Bemmelen, 1980). Terbentuk pada
zaman Miosen Akhir-Oligosen Awal. Material penyusun satuan ini tersusun atas
perselingan antara breksi tuff, breksi batuapung, tuff dasit, tuff andesit serta
batulempung tuffan. Keterdapatan satuan ini dominan pada bagian Utara daerah
penelitian.
5. Formasi Wonosari (Tmwl)
Formasi Wonosari terbentuk pada zaman Miosen Atas sampai Pliosen
Awal yang terjadi 2 juta tahun yang lalu. Keterdapatannya berada pada bagian
Selatan di daerah penelitian. Formasi ini tersusun atas batugamping terumbu,
kalkarenit, dan kalkarenit tuffan. Kalkarenit merupakan batuan sedimen yang
terbagi dua, yaitu batupasir kalkarenit dan batulempung kalkarenit, pembagian ini
berdasarkan pembagian unsur-unsur lempung, silika dan gamping (Doddy, 1987).
Kondisi dan komposisi material penyusun yang demikian membentuk akuifer
sekunder, karena aliran airtanah bergerak secara vertikal dengan porositas
sekunder yang dimiliki oleh material penyusun berupa batugamping.
Gambar 3.7. Batupasir Kalkarenit (Kiri) dan Singkapan Batugamping Terumbu
Desa Girirejo Pasca Gempa Bumi (Kanan)
(Sumber: Foto Lapangan, 2008)
54
6. Formasi Ngglanggeran (Tmn)
Formasi Ngglanggeran terbentuk pada zaman Miosen Tengah yang
terdapat pada lereng atas Perbukitan Baturagung dan tersusun atas breksi
gunungapi, breksi aliran, aglomerat, lava, dan tuff. Formasi Nglanggeran
diendapkan selaras di bawah Formasi Sambipitu dan di atas Formasi Semilir pada
zaman Miosen. Berdasarkan material penyusun, maka formasi ini dipengaruhi
oleh aktifitas gunungapi selama pengendapannya. Pada formasi ini gerakan massa
banyak dijumpai dengan ukuran yang bervariasi dari kecil hingga besar, dengan
jenis gerakan massa yang beraneka, yaitu: tipe longsoran, aliran, dan jatuhan.
Tingkat pelapukan batuan sedang, dan di beberapa tempat banyak dijumpai batuan
yang masih segar membentuk igir perbukitan yang kokoh.
Gambar 3.8. Kejadian Longsor di Desa Sriharjo (Kiri Atas), Singkapan Batuan
Formasi Ngglanggeran di Desa Selopamioro (Kanan Atas), Sawah Irigasi di
Dataran Aluvial di Desa Sriharjo (Kiri Bawah), dan Batuan Tuff Formasi
Semilir Desa Wukirsari (Kanan Bawah) (Sumber: Foto Lapangan, 2008)
55
430000 mT
430000
435000 mT
435000
9120
000
9120000 mU
9125
000
9125000 mU
#Y#S
#S
#S
#S
#S
#S
#S
#S
SELOPAMIORO
WUKIRSARI
SRIHARJO
GIRIREJO
KARANG TENGAH
KEBON AGUNG
IMOGIRI
KARANGTALUN
Tmn
Qmi
Qa
TmwlTms
Tmwl
Tmse
Tmse
Tmse
Tmse
Tmse
Tmn
Tmn
Tmn
Tmn
Tmn
Tmwl
Tmn
Tmn
Tmn
Tmn
Tmwl
Tmwl
Tms
Tms
Tmn
Tmn
Tmn
Tmn
Tmn
Tmn
Tmn
Tmn
Tmn
Tmwl
Qa
Qa
QaQmi
Qmi
Qmi
Qmi
Qmi
Qmi
Qmi
Qa
Qa
Qa
Qa
UD
D U
TmseTmse
Tmse
TmnQmi Tmse
D U
UD
KECAMATANPUNDONG
KECAMATANDLINGO
KABUPATENBANTUL
KABUPATEN GUNUNGKIDUL
Sun g
ai O
pak
Sungai O
yo
CD
D
D
D
D
D
D
D
KECAMATANJETIS
KECAMATANPLERET
KABUPA TENGUNUN GKI DUL
SAMU DRA HI NDIA
KABU PATENKULONPROGO
KA BUPATENSLEMAN
KOT AMADY A D.I. YOGYAKAR TA
KABU PATENBANTUL
419958 mT
419958
429957 m T
429957
4 39956 mT
4 39956
9119
088
9119088 m
U
912
9087
9129087 mU
9139086 m
U
Da er ah Penelit ian
I N S E T
Qa Aluvium : Kerakal, pasir, lanau dan lempung sepanjang sungai yang besar.
Qmi Endapan Gunungapi Merapi Muda : Tuff, abu, breksi, aglomerat dan leleran lava tak terpisahkan.
Tms Formasi Sambipitu : Tuff, serpih, bataulanau, batupasir dan konglomerat.
Tmse Formasi Semilir : Perselingan antara breksi - tuff, breksi batuapung, tuff dasit, tuff andesit serta batulempung tuffan.
Tmwl Formasi Wonosari : Batugamping terumbu, kalkarenit dan kalkarenit tuffan.
Gambar 3.11. Peta Tentatif Satuan Bentuklahan Daerah Penelitian
59
3.4. Hidrologi
Menurut Chow (1994) dalam Harto (1993); Definisi yang dianggap paling
lengkap adalah yang disajikan oleh Federal Council Science and Technology USA
(1991), yang menjelaskan tentang pengertian hidrologi. Pengertian hidrologi
merupakan ilmu yang mempelajari seluk beluk air, kejadian dan distribusinya,
sifat alami dan sifat kimianya, serta reaksinya terhadap kebutuhan manusia.
Perkembangan ilmu hidrologi yang mencakup semua air di alam, maka terbagilah
menjadi berbagai ilmu keairan yang bersifat lebih khusus.
Kebutuhan data dan informasi hidrologi sangat penting dalam suatu proses
hidrologi. Proses hidrologi merupakan suatu rangkaian skema dalam suatu sistem
yang mengalir atau sering disebut siklus hidrologi. Kondisi hidrologi
menggambarkan tentang karakteristik dan penelitian secara umum. Pembagian
kondisi hidrologi di daerah penelitian dibagi menjadi tiga, yaitu:distribusi hujan
wilayah, kondisi airtanah, dan kondisi air permukaan.
3.4.1. Distribusi Hujan Wilayah
Awan pembentuk hujan disebut cumullus nimbus. Kejadian hujan timbul
akibat penguapan air sebagian kecil di daratan dan sebagian besar di lautan.
Penguapan air di darat dan di laut yang telah mengalami pendinginan di atmosfir
dan bergerak oleh tenaga angin, maka timbul kejadian hujan di suatu wilayah
tertentu baik di lautan maupun di darat. Menurut Subarkah (1980); Faktor-faktor
yang mempengaruhi besarnya curah hujan rata-rata tahuan di suatu tempat ada 6,
yaitu: latitude, posisi dan luas daerah jarak dari pantai atau sumber lembab
lainnya, suhu laut dan air laut ke arah pantai, efek geografis, dan ketinggian.
Hujan merupakan komponen masukan (input) paling penting yang
selanjutnya akan menjadi airtanah dan air permukaan. Pencatatan hujan dari
Stasiun Klimatologi Barongan, Terong, dan Dogongan tercatat data hujan bulanan
pada masing-masing stasiun. Menurut Gambar 3.12. Stasiun Hujan Terong
memiliki kejadian hujan bulanan tinggi pada bulan Januari hingga terus menurun,
dan kejadian ekstrim pada bulan September. Hal ini dapat diketahui bahwa pada
60
bulan Mei-September jarang hingga hampir tidak ada kejadian hujan pada daerah
luasan tangkapan hujan di daerah tersebut.
Kejadian-kejadian hujan seperti ini juga dialami pada Stasiun Klimatologi
Barongan dan Stasiun hujan Dogongan pada Gambar 3.13. dan Gambar 3.14.
Kejadian hujan tersebut mulai pada Oktober yang terjadi puncak kejadian hujan
maksimum pada bulan Desember hingga Januari dan minimum pada bulan Mei
hingga September.
Jumlah Curah Hujan Bulanan (mm/bln) St. Terong
0
500
1000
1500
2000
2500
3000
3500
Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November DesemberW aktu (Bulan)
Cur
ah H
Uja
n (m
m)
0
500
1000
1500
2000
2500
3000
3500
Rerata Maksimum Minimum
Gambar 3.12. Hasil Perhitungan Jumlah Curah Hujan Bulanan (mm/bln) Stasiun Terong, 2008
Jumlah Curah Hujan Bulanan (mm) St. Dogongan
0
150
300
450
600
750
Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember
W aktu (bulan)
Cur
ah H
ujan
(mm
)
0
150
300
450
600
750
Rerata Maksimum Minimum
Gambar 3.13. Hasil Perhitungan Jumlah Curah Hujan Bulanan (mm/bln) Stasiun Dogongan, 2008
61
Jumlah Curah Hujan Bulanan (mm) St. Barongan
0
200
400
600
800
1000
Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember
Waktu (bulan)
Cur
ah H
ujan
(mm
)
0
200
400
600
800
1000
Rerata Maksimum Minimum
Gambar 3.14. Hasil Perhitungan Jumlah Curah Hujan Bulanan (mm/bln) Stasiun
Klimatologi Barongan, 2008
Metode yang digunakan dalam penentuan distribusi hujan wilayah
menggunakan isohyet, karena topografi di daerah penelitian memiliki topografi
datar hingga berbukit. Isohyet merupakan garis yang menghubungkan tempat-
tempat yang mempunyai kedalaman hujan sama pada saat yang bersamaan (Harto,
1993), hal ini seperti dijelaskan pada Gambar 3.2.
3.4.2. Kondisi Airtanah
Airtanah merupakan komponen dari suatu siklus hidrologi yang
melibatkan banyak aspek bio-geo-fisik, bahkan aspek politik dan sosial budaya
yang sangat menentukan keterdapatan airtanah di suatu daerah (Seyhan, 1990).
Sumber airtanah utama berasal dari air hujan sebagai input airtanah. Faktor lain
pengisi airtanah juga berasal dari air permukaan, seperti sungai, danau, dan lain-
lain yang meresap kedalam suatu lapisan di bawah tanah dan tersimpan di suatu
wadah atau sering disebut akuifer.
Aliran airtanah yang meresap ke dalam tanah atau akuifer di daerah
discharge membutuhkan waktu yang lama. Waktu tersebut bisa puluhan sampai
ribuan tahun tergantung dari jarak dan jenis batuan yang dilaluinya. Pada dasarnya
airtanah termasuk sumber daya alam yang dapat diperbaharui, akan tetapi jika
62
dibandingkan dengan waktu umur manusia airtanah bisa digolongkan kepada
sumber daya alam yang tidak terbaharukan. Airtanah adalah air yang terdapat di
bawah permukaan tanah yang jenuh air (saturation zone), dengan tekanan
hidrostatik sama atau lebih besar dari tekanan atmosfer (Todd, 1980).
Gambar 3.15. Proses Infiltrasi dan Perkolasi Airtanah (www. walhi.com, 2005)
Telah diketahui bahwa sumber airtanah berasal dari air hujan yang
meresap masuk kedalam lapisan tanah melalui proses infiltrasi dan proses
perkolasi. Air hujan yang masuk ke akuifer menjadi airtanah tergantung pada
suatu kondisi yang menyebabkan air hujan mempunyai kesempatan untuk tertahan
lama pada permukaan tanah, sehingga air hujan tersebut dapat meresap dengan
baik. Selain itu, material penyusun yang terdapat pada daerah tertentu juga sangat
berpengaruh terhadap proses infiltrasi dan perkolasi tersebut.
Material utama pembentuk perlapisan akuifer di daerah penelitian di
dominasi oleh pasir volkanik dari Endapan Merapi Muda, proses perlapukan pada
Perbukitan Baturagung, dan proses fluvial dari aktivitas sungai di daerah
penelitian. Pori-pori makro yang terdapat pada material pasir menyebabkan
63
lapisan tanah yang tersusun oleh material ini dapat menyimpan air dalam jumlah
yang besar dan mampu meloloskan air dalam jumlah yang sama pula. Berbeda
halnya dengan material yang berasal dari Perbukitan Baturagung lebih didominasi
oleh material yang agak sulit meloloskan air. Daerah penelitian dikontrol oleh dua
sistem akuifer, yaitu Sistem Akuifer Merapi dan Sistem Akuifer Perbukitan
Baturagung. Sistem Akuifer Merapi mempunyai arah aliran menuju ke selatan,
sehingga arah aliran airtanah tersebut mengikuti kontur topografi di daerah
penelitian.
3.4.3. Kondisi Air Permukaan
Sistem sungai utama pada daerah penelitian memiliki aliran yang mengalir
sepanjang tahun (perenial). Sungai-sungai tersebut antara lain Sungai Opak dan
Sungai Oyo yang dan bertemu di Desa Sriharjo dan bermuara pada Samudra
Hindia di sebelah selatan Pulau Jawa. Menurut Santosa dan Adji (2006); DAS
Opak mempunyai debit rerata muara + 50 m3/detik yang menjadi satu dengan sub
DAS Oyo yang berasal dari Perbukitan Baturagung. Kondisi aliran yang mengalir
sepanjang tahun ini menyebabkan keterdapatan air permukaan sebagai kebutuhan
pertanian sangat mencukupi di daerah penelitian.
Pola aliran dan debit yang relatif stabil dikontrol oleh morfologi sungai
yang berkelok-kelok (meander). Kontrol tersebut mempengaruhi pengaruh
kejadian banjir pada bagian luar sungai (outerband) dan bagian dalam sungai
(innerband). Relatif kejadian banjir yang sering merugikan terdapatnya
penggunaan lahan pemukiman dan lahan sawah irigasi, hal ini karena bagian luar
merupakan arah aliran sungai yang bersifat mengerosi, sedangkan bagian dalam
bersifat terjadinya endapan material/sedimen sungai yang terbawa oleh aliran air.
Pada musim penghujan kejadian sedimentasi lebih besar di Sungai Oyo
dibandingkan Sungai Opak. Material dasar pada Perbukitan Baturagung
merupakan batuan Napal tufan dan gamping, sehingga lebih mudah tererosi dan
longsor, hal ini terlihat pada aliran air sungai yang berwarna keruh di pertemuan
kedua sungai tersebut. Kejadian kekeringan hampir tidak pernah terjadi pada
kedua sungai tersebut, walaupun debit sungai menurun pada musim kemarau,
64
sehingga pemanfaatan aliran sungai dimanfaatkan penduduk untuk irigasi
terutama di Desa Selopamioro dan Desa Kebon Agung. Material pasir, kerikil dan
kerakal sering dimanfaatkan penduduk untuk bahan bangunan yang terbawa oleh
sungai-sungai di daerah penelitian.
Gambar 3.16. Kenampakan Sungai Opak (Kiri Atas), Sungai Oyo (Kanan Atas), dan
Pertemuan Sungai Opak-Oyo di Desa Sriharjo, Kecamatan Imogiri (Bawah Tengah) (Sumber:Foto Lapangan, 2008)
3.5. Penggunaan Lahan
Kondisi penggunaan lahan daerah penelitian terdiri atas daerah
perbukitan dan dataran, penggunaan lahannya + 45 % lebih digunakan untuk
sawah irigasi, pemukiman, tegalan, hutan rakyat, semak belukar, dan sawah
tadah hujan. Berikut luas penggunaan lahan daerah penelitian yang disajikan
dalam Tabel 3.6.
Tabel 3.6. Luas Penggunaan Lahan Daerah Penelitian No Jenis Penggunaan Lahan Luas (km2) Luas (Ha) Luas (%) 1 Hutan rakyat 1,58 158,48 8,2 2 Permukiman 6,51 651,75 33,6 3 Sawah irigasi 8,52 852,81 44,1 4 Sawah tadah hujan 0,33 33,44 1,7 5 Tegalan 1,95 195,70 10,1 6 Semak belukar 0,43 43,60 2,3
Jumlah 19,36 1935,79 100 Sumber: Interpretasi Peta Penggunaan Lahan, Tahun 1999
65
66
Permukiman banyak tersebar pada daerah yang datar-landai, namun ada
juga yang berada pada lereng-lereng kaki perbukitan. Pada umumnya
permukiman berasosiasi dengan sumber air, dan tersebar di sepanjang sumber
air. Permukiman yang ada kebanyakan mengelompok dan perkembangan
komunitas penduduk tidak terlepas dari sumber air sebagai kebutuhan pokok
penduduk. Di daerah yang landai umumnya digunakan untuk persawahan.
Penggunaan lahan persawahan di daerah penelitian kebanyakan merupakan
sawah irigasi, karena saluran irigasi dari air permukaan cukup memenuhi
kebutuhan penduduk untuk bertani. Masyarakat rata-rata memanen padi 2-3
kali dalam setahun.
Periode penanaman padi dan palawija tergantung ketersediaan air yang ada
di daerah tersebut. Biasanya 2 kali tanam padi dan 1 kali tanam palawija dalam
periode 1 tahun. Pemukiman penduduk kebanyakan berada dekat dengan jalan.
Selain sebagai tempat bermukim, di sekitarnya diusahakan juga sebagai tempat
berkebun, seperti mangga, rambutan, kelapa, pisang dan lain-lain. Penggunaan
lahan tegalan berada di lereng kaki yang daerahnya merupakan daerah yang
potensi airnya rendah. Tegalan ini didominasi oleh tanaman palawija seperti
jagung, kedelai, kacang tanah, dan ketela pohon.
Perbukitan yang memiliki lereng curam-terjal menjadi hutan rakyat,
sehingga sering dijumpai kebun campuran yang diolah oleh masyarakat
sekitar. Tanaman tersebar baik di kawasan ini, tanaman kayu putih dan akasia
masih sering dijumpai. Proses intervensi (campur tangan) manusia terhadap
lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya disebut penggunaan lahan.
Dominasi penggunaan lahan sawah menjadi unggulan di daerah penelitian,
selain kegiatan bertani masyarakat di daerah penelitian juga bekerja sebagai
buruh di kota.
0 1 2 3 KM
U Proyeksi : Transverse MercatorSistem Grid : Unit Transverse MercatorDatum Horizontal : WGS 84Zone : 49 M
PETA PENGGUNAAN LAHANKECAMATAN IMOGIRI, KABUPATEN BANTUL
DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
Sumber : 1. Peta RBI Digital skala 1 : 25.000, Lembar Bantul, Tahun 1999 2. Peta RBI Digital skala 1 : 25.000, Lembar Imogiri,Tahun 1999Dibuat Oleh : Pandji Riesdiyanto 03/ 167954/ GE/ 05450
Batas AdministrasiDesa
KabupatenKecamatan
Jalan LokalJalan Kolektor
Jalan Setapak
Transportasi
Kontur Topografi
#YC
Camat
#SD Desa
Sungai
L E G E N D A
430000 mT
430000
435000 mT
435000
9120
000
9120000 mU
9125
000
9125000 mU
KABUPATE NGUNUNGKIDUL
KABUPATENKULONPROGO
KABUPATENSLEMAN
KOTAMADYA D.I. YOGYAKARTA
KABUPATENBANTUL
SAMUDRA HINDI A
4199 58 m T
4199 58
429957 mT
429957
4399 56 m T
4399 56
9119
088
9119088 m
U
912
9087
9129087 mU
9139
086
9139086 m
U
Daera h Penelit ia n
I N S E T
#Y#S
#S
#S
#S
#S
#S
#S
#S
KARANG TENGAH
KECAMATANPUNDONG
KECAMATANJETIS
KECAMATANPLERET
KECAMATANDLINGO
Sun g
ai O
pak
Sungai O
yo
KECAMATANIMOGIRI
KABUPATENBANTUL
KABUPATEN GUNUNGKIDUL
KARANGTALUN
IMOGIRI
KEBON AGUNG
KARANG TENGAH
GIRIREJO
SRIHARJO
WUKIRSARI
SELOPAMIORO
CD
D
D
D
D
D
D
D
Hutan Rakyat
Kebun CampuranPemukimanSawah Irigasi
Sawah Tadah HujanSemakTegalan/ladang
67 Gambar 3.17. Peta Penggunaan Lahan Daerah Penelitian