BAB III PROSES PRODUKSI Pabrik gula Meritjan, Kediri menghasilkan produk utama gula kristal putih I (GKP I/SHS) dan hasil samping yaitu ampas, tetes dan blotong. Proses pemurniannya menggunakan belerang dan kapur untuk pemisahan dari nira jernihnya. Faktor utama yang menentukan mutu hasil produksi adalah pada bahan baku yaitu kualitas tebu. Dalam hal ini tergantung pada bahan baku dan bahan-bahan pembantu yang digunakan dalam proses produksi. Proses produksi gula terbagi dalam beberapa tahapan proses, yaitu : tahap penggilingan, tahap pemurnian, tahap penguapan, tahap pemasakan/pengkristalan, tahap putaran, pengeringan, pengemasan, dan penyimpanan. Pada PG. Meritjan proses tersebut terbagi dalam beberapa unit/stasiun yaitu : stasiun penimbangan, stasiun gilingan, stasiun pemurnian, stasiun penguapan, stasiun masakan/kristalisasi, stasiun putaran, dan stasiun penyelesaian serta terdapat stasiun boiler sebagai sumber energi. 3.1 Pengadaan Bahan Baku Bahan baku PG. Meritjan yang digunakan adalah tebu yang berasal dari petani tebu daerah sekitar. Untuk memenuhi kebutuhan
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB III
PROSES PRODUKSI
Pabrik gula Meritjan, Kediri menghasilkan produk utama gula kristal putih I (GKP
I/SHS) dan hasil samping yaitu ampas, tetes dan blotong. Proses pemurniannya menggunakan
belerang dan kapur untuk pemisahan dari nira jernihnya. Faktor utama yang menentukan mutu
hasil produksi adalah pada bahan baku yaitu kualitas tebu. Dalam hal ini tergantung pada bahan
baku dan bahan-bahan pembantu yang digunakan dalam proses produksi.
Proses produksi gula terbagi dalam beberapa tahapan proses, yaitu : tahap penggilingan,
tahap pemurnian, tahap penguapan, tahap pemasakan/pengkristalan, tahap putaran, pengeringan,
pengemasan, dan penyimpanan. Pada PG. Meritjan proses tersebut terbagi dalam beberapa
unit/stasiun yaitu : stasiun penimbangan, stasiun gilingan, stasiun pemurnian, stasiun penguapan,
stasiun masakan/kristalisasi, stasiun putaran, dan stasiun penyelesaian serta terdapat stasiun
boiler sebagai sumber energi.
3.1 Pengadaan Bahan Baku
Bahan baku PG. Meritjan yang digunakan adalah tebu yang berasal dari petani tebu
daerah sekitar. Untuk memenuhi kebutuhan pabrik, tebu didatangkan dari 3 sumber, yaitu tebu
pabrik (tebu sendiri), tebu rakyat (daerah pabrik) dan tebu dari luar. Untuk menjaga kuantitas
produksi maka selalu diadakan penyuluhan terhadap petani tebu baik di daerah sekitar maupun
luar daerah pabrik. Penyuluhan ini dilakukan agar pabrik dapat merencanakan waktu
penggilingan yang tepat sehingga tidak membebani biaya produksi dan pemeliharaan alat.
Sedangkan untuk menjaga kualitas dari tebu, pihak pabrik melakukan survei langsung ke
lapangan dengan melihat kondisi tanaman dan lama umur dari tebu tersebut. Hal ini dilakukan
agar tebu yang akan digiling memiliki kualitas yang cukup sehingga gula GKP yang dihasilkan
sesuai dengan standar kualitas gula yang dikonsumsi.
3.2 Unit Stasiun Penimbangan
Stasiun penimbangan berfungsi untuk mengetahui banyaknya tebu yang akan diproses
atau digiling sebagai input di unit ekstraksi pada Stasiun Gilingan. Tebu dari kebun diangkut
menggunakan truk dan lori. Truk dan lori tebu yang masuk PG. Meritjan harus ditempatkan dulu
di penampungan truk dan lori tebu sementara sebelum masuk ke stasiun gilingan yang disebut
emplacement. Emplacement merupakan suatu tempat penimbunan atau pengaturan tebu yang
akan ditimbang dan digiling. Adanya emplacement diharapkan dapat meningkatkan kelancaran
proses penimbangan dan penggilingan tebu sehingga proses penimbangan berjalan teratur.
Tebu yang masuk melalui proses seleksi mutu di emplacement untuk menunggu giliran
penimbangan sebelum digiling. Sebelum dimasukkan ke stasiun penimbangan dilakukan analisa
untuk mengetahui briks dan pH tebu yang biasa dilakukan di lapangan ketika tebu mulai
dipanen. Nilai briks tebu yang diinginkan minimal 15 dengan pH 5. Pada PG. Meritjan rata-rata
briks dari tebu yang digiling berkisar 14-16. Nilai briks ini menunjukkan banyaknya zat terlarut
dalam batang tebu, artinya apabila briks tebu berkisar 14-16 dapat dinyatakan bahwa kandungan
zat terlarutnya hanya berkisar 14-16%. Sehingga dimungkinkan kandungan sukrosanya sangat
sedikit yang terkandung dalam zat terlarut sebesar persentase briks.
Tebu yang diangkut dengan truk/lori ditimbang pada Crane. Crane digunakan untuk
mengangkat dan menimbang tebu dari truk/lori kemudian ke meja tebu (Cane Table). Hasil
timbangan yang diperoleh adalah netto. Yaitu berat bersih dari tebu yang sudah siap untuk proses
penggilingan. Alat timbang yang digunakan di PG. Meritjan adalah Digital Crane Scale dan
timbangan Berkel (konvensional). Alat ini digunakan untuk menimbang tebu yang ada dalam
truk/lori tanpa menimbang truknya, berada dalam ruangan dan letaknya berdekatan dengan
stasiun gilingan dan meja tebu. Sedangkan timbangan Berkel merupakan timbangan sederhana
yang menimbang tebu yang nantinya dipndah ke lori, sehingga didapatkan netto (berat bersih
tebu) dan berat lori yang tertulis di masing-masing lori. Alat ini dipergunakan apabila timbangan
digital mengalami kerusakan baik pada Crane atau timbangannya. Setelah tebu ditimbang, tebu
dikirim ke stasiun gilingan untuk diproses lebih lanjut.
Pengangkutan tebu ke emplacement pabrik dilakukan oleh :
1. Lori
Lori digunakan apabila daerah penghasil tebu mempunyai rel yang dapat dilalui lori yaitu
daerah yang letak kebunnya dekat dengan industri PG. Meritjan. Pada tiap-tiap lori terdapat
nomor lori dan berat lori yang sebelumnya sudah ditimbang, sehingga pada saat proses
penimbangan berat lori tidak perlu ditimbang lagi.
2. Truk
Truk digunakan untuk daerah penghasil tebu yang tidak dilalui oleh lori atau dapat
dikatakan daerah ini termasuk daerah luar dari PG. Meritjan bahkan di luar daerah Kediri. Truk
akan mengantri untuk proses penimbangan di emplacement pabrik.
Sistem penggilingan yang dilakukan di PG. Meritjan adalah sistem FIFO (First In First
Out), artinya tebu yang masuk lebih dulu akan digiling lebih dulu pula (). Hal ini untuk
menghindari penimbangan tebu yang terlalu lama, karena dapat menyebabkan penurunan kadar
selulosa dan kerusakan tebu akibat sinar matahari maupun mikroorganisme atau bakteri yang
biasa disebut dekstran. Tebu setiap lori/truk yang digiling langsung dianalisis pada lab NPP,
yang hasil niranya berasal dari nira setiap lori/truk sehingga dapat diketahui kadar briks dan pol
tebu setiap truk/lori yang telah digiling.
3.3 Unit Stasiun Gilingan
Unit operasi/stasiun gilingan bertujuan memisahkan ampas dan nira untuk mendapatkan
nira yang sebanyak-banyaknya dan untuk mengekstraksi kandungan sukrosa (pol) dalam tebu
yang tertimbang semaksimal mungkin dengan cara pemerahan atau ekstraksi. Faktor-faktor yang
mempengaruhi hasil pemerahan nira di stasiun penggilingan antara lain sebagai berikut : kualitas
tebu, persiapan tebu sebelum masuk gilingan, pencacahan batang tebu, air imbibisi, derajat
kompresi terhadap ampas, dan jumlah roll gilingan. Hasil penggilingan tebu adalah nira mentah
dan ampas tebu. Nira mentah yang dihasilkan selanjutnya diproses ke stasiun pemurnian. Ampas
tebu yang dihasilkan dimanfaatkan sebagai bahan bakar untuk keperluan energi di stasiun boiler
(ketel).
Stasiun gilingan memiliki empat unit gilingan yaitu gilingan I, gilingan II, gilingan III,
dan gilingan IV. Proses penggilingan PG. Meritjan, dimulai dari penimbangan tebu melalui meja
tebu, kemudian dialirkan ke cane carrier dan akan masuk pada cane cutter I dan cane cutter II
(pencacah tebu). Tebu yang telah tercacah akan masuk ke unigrator sebagai gilingan awal
sebelum masuk ke gilingan I. Pada setiap proses gilingan, tebu yang tercacah akan mengalami
pemerahan. Sehingga serat tebu tersebut akan terperah menghasilkan sisa serat (ampas) dan nira
mentah. Setiap gilingan tersebut terdiri atas tiga rol, yaitu: rol depan, rol atas dan rol belakang.
Diantara rol depan dan rol belakang terdapat ampas plate yang berfungsi sebagai alat penampung
ampas tebu agar tidak jatuh ke tangki penampungan bersama nira mentah. Nira mentah yang
ditampung hanya hasil pemerahan gilingan I dan II saja, sedangkan hasil gilingan III dan IV
yang banyak menghasilkan ampas, akan diproses lagi sebagai input gilingan sebelumnya. Proses
ini terjadi setelah penambahan air imbibisi berupa air panas yang ditambahkan pada proses
gilingan II dan III.
Nira yang dihasilkan dari gilingan I disebut nira perahan pertama (NPP), sedangkan
ampas dari gilingan I kemudian masuk ke gilingan II untuk diekstraksi kembali. Nira dari
gilingan II disebut nira perahan lanjuran (NPL). NPP dan NPL tersebut selanjutnya digabungkan
menjadi nira mentah (NM). Setelah gilingan II ditambahkan air imbibisi agar kerja gilingan IV
tidak terlalu berat sehingga diharapkan banyak pol yang diserap dari ampas. Setelah ampas
gilingan III terperah gilingan II ditambahkan juga air imbibisi berupa air panas dan ampas
terperah gilingan III menjadi bahan dasar gilingan IV. Hasil perahan gilingan IV adalah nira
mentah yang menjadi air imbibisi untuk penyiraman ampas gilingan III dan ampas tebu terperah
akan dijadikan sebagai bahan bakar di Stasiun Boiler. nira mentah yang menjadi air imbibisi
gilingan III ditambahkan susu kapur dan H3PO4 sebagai bahan pembantu sebelum nira ditimbang
dan dilanjutkan pada proses pemurnian. Penambahan susu kapur (preliming) berfungsi untuk
menaikkan pH nira agar tidak asam, karena jika pH nira asam maka sukrosa akan terinversi.
Sedangkan penambahan fosfat berfungsi untuk memudahkan proses pengendapan kotoran.
Untuk ampas Setelah dari stasiun ketel, sisa ampas yang ada disaring pada bagassilo carrier
untuk mendapatkan ampas halus (baggasilo). Ampas ini digunakan di stasiun pemurnian untuk
membantu penyaringan nira kotor (unit penapisan) pada rotary vacuum filter.
Air imbibisi yang ditambahkan pada ampas hasil gilingan II dan III bertujuan untuk
menyempurnakan ekstraksi nira dari cacahan tebu dan juga untuk menekan kehilangan sukrosa
(pol) di dalam ampas. Air imbibisi yang digunakan berasal dari air kondensat yang dihasilkan
evaporator dengan suhu 70 –80 oC (merupakan suhu optimum air imbibisi). Bila suhunya terlalu
tinggi, maka akan dapat merusak alat dan dapat melarutkan getah lilin yang terkandung dalam
tebu, sehingga terbentuk zat lilin yang akan bercampur pada nira mentah (menjadi licin). Namun,
dengan suhu tinggi dapat melarutkan nira yang ada. Sedangkan pada suhu rendah nira yang
terkandung dalam ampas tidak larut sehingga kehilangan sukrosa pada ampas semakin banyak.
Gilingan yang dipakai PG. Meritjan menggunakan penggerak turbin uap untuk gilingan I dan II,
motor listrik untuk penggerak gilingan III sedangkan penggerak gilingan IV menggunakan mesin
uap peninggalan Belanda yang sumber energinya adalah uap yang berasal dari Stasiun Boiler
(ketel). Kinerja gilingan sangat dipengaruhi oleh rate tebu yang masuk, kecepatan putar dan
tekanan hidrolik gigi khususnya penggerak gilingan yang berupa turbin uap.
Hasil perahan tiap gilingan berbeda-beda, semakin ke gilingan IV semakin kecil nira
yang dihasilkan, karena nira yang terperah sebagian besar sisa sukrosa (pol) yang masih berada
pada ampas hasil dari proses gilingan sebelumnya. Nira mentah dari gilingan I dan II ditampung
dan akan diproses lanjut di stasiun pemurnian. Proses pengolahan di stasiun gilingan merupakan
titik awal keberhasilan untuk menuju rendemen tinggi pada proses pengolahan gula tebu. Proses
penggilingan yang efisien dan optimal akan berbanding lurus dengan kualitas maupun kuantitas
gula yang dihasilkan nantinya (rendemen tinggi). Jika nira mentah yang dihasilkan dari proses
penggilingan memiliki nilai briks dan kadar pol yang tinggi, maka dapat diperkirakan gula
SHS/GKP yang akan dihasilkan juga lebih tinggi. Oleh karena itu, pada proses penggilingan
diusahakan berjalan secara optimal.
Gambar III.1. Diagram Alir Proses pada Stasiun Gilingan.
3.4 Unit Stasiun Pemurnian
Unit operasi/stasiun pemurnian merupakan salah satu faktor yang penting terhadap
kualitas gula yang dihasilkan disamping kualitas tebu yang digiling. Proses pemurnian ialah
proses nira dimana ditambahkannya susu kapur dengan dipanaskan, kemudian didapatkan
kotoran dan nira jernih yang kemudian dipisahkan dengan cara pengendapan (koagulasi).
Tujuannya untuk memperoleh nira yang jernih yang benar-benar terpisah dari kotoran dan dapat
memisahkan kotoran yang terlarut dalam nira sebanyak-banyaknya secara singkat. Nira mentah
yang didapat dari proses penggilingan masih terdapat padatan tersuspensi dan koloid
didalamnya. Sehingga pada tahapan pemurnian merupakan tahapan penting yang dapat
menghilangkan padatan tersuspensi dan koloid, menghilangkan sejumlah besar komponen bukan
gula dalam nira, selain untuk menjernihkan nira.
Di PG. Meritjan proses pemurnian nira dilakukan dengan metode defekasi yaitu
menambahkan susu kapur dan sulfitasi yaitu penambahan bahan bantu susu kapur dan gas SO2
(yang diperoleh dari pembakaran belerang). Gas SO2 ini berfungsi untuk menetralkan kelebihan
kapur sehingga CaSO4 terbentuk akan membantu dalam proses penjernihan nira mentah.
Syarat-syarat nira mentah yang masuk ke dalam stasiun pemurnian, antara lain :
a. pH nira mentah 5 – 5,6
b. Kadar fosfat sebesar 250 ppm
c. Kadar susu kapur 1000 ppm
d. Harga kemurnian nira mentah 70 – 72 %
Sebelum masuk stasiun pemurnian nira mentah ditambah fosfat hingga kadar fosfat
mencapai 250 ppm (secara teori). Tujuan penambahan fosfat ini adalah untuk mempermudah
proses pengendapan (pembentukan floc) sehingga nira yang dihasilkan lebih jernih, menurunkan
kadar susu kapur nira mentah, dan menyerap koloid dan zat warna. Penambahan bahan bantu di
sini meliputi susu kapur (Ca(OH)2), belerang (S), asam fosfat (H3PO4), dan flokulan.
1. Susu Kapur
Susu kapur yang diberikan ke dalam nira maka akan terjadi reaksi penetralan nira: nira
yang semula memiliki pH sekitar 5,5-6 akan naik sampai pH=7 (menjadi netral). Dan akibatnya
akan terbentuk ikatan-ikatan zat yang dapat mengendap dan juga menarik partikel-partikel kecil
yang berada di dalam nira yang akhirnya akan mengendap juga.
2. Gas Sulfur Dioksida
Belerang murni berupa padatan berwarna kuning pucat. Belerang digunakan sebagai
bahan pembantu pembuatan gas SO2 dan berfungsi sebagai:
- Menetralkan kelebihan susu kapur dalam proses sulfitasi.
- Memutihkan gula pada stasiun pemurnian.
- Memucatkan nira pada proses sulfitasi.
3. Asam Fosfat (H3PO4)
Penambahan Asam Fosfat bertujuan untuk menyerap koloid dan zat warna, menurunkan
kadar susu kapur nira mentah, mempermudah proses pengendapan (pembentukan floc), sehingga
nira yang dihasilkan lebih jernih, dan melunakkan kerak evaporator.
4. Flokulan
Flokulan adalah bahan bantu yang digunakan untuk mempercepat proses penggumpalan
bahan-bahan yang larut dan kotoran halus, sehingga mempercepat proses pengedapan kotoran di
dalam Door Clarifier. Jenis flokulan yang digunakan di PG. Meritjan adalah Ceflok.
Proses pemurnian PG. Meritjan dilakukan ketika nira metah hasil Stasiun Gilingan telah
tertimbang di timbangan Bolougne. Nira mentah kemudian masuk ke pemanas pendahuluan I
(PP I) dengan temperatur 75-80◦C. Tujuan pemanasan ini untuk menghambat pertumbuhan
mikroba terutama mikroba penghasil dekstran serta untuk mempercepat reaksi pembentukan
endapan. Dari PP I, nira dialirkan ke Defekator I. Pada Defekator I dilakukan penetralan pH
dengan penambahan susu kapur (Ca(OH)2). Susu kapur yang diberikan ke dalam nira menaikkan
pH nira yang semula memiliki pH sekitar 5,5-6 akan naik pH nya sampai pH = 7 (menjadi
netral).
Dari defekator I nira dialirkan ke defekator II. Proses penambahan susu kapur kedua ini
dilakukan agar dapat menaikkan pH nira menjadi pH 8,6 dengan menaikkan pH nira agar tidak
terjadi inversi sukrosa dan membentuk endapan Ca3(PO4)2 yang merupakan inti endapan dari
endapan proses sulfitasi nantinya.
Reaksi yang terjadi pada proses defekasi adalah:
CaO(s) + H2O(l) Ca(OH)2(aq)
Ca(OH)2(aq) Ca2+ (aq)+ 2OH-(aq)
P2O5(s)+ 3 H2O(l) 2 H3PO4(aq)
H3PO4(aq) 3 H+(aq)+ PO43-(aq)
Ca2+(aq) + PO43-(aq) Ca3(PO4)2(s)
Kalsium fosfat diubah menjadi hydroxyapatite (Ca3(PO4)2.Ca(OH)2) yang sukar larut
dalam air pada pH nira yang rendah. Pembentukan hydroxyapatite dipercepat oleh temperature
tinggi dan kondisi reaksi yang optimal pada pH 7,5 hingga 8. Inilah sebabnya proses defekasi
yang dilakukan di PG Meritjan dilakukan sebanyak 2 kali. Reaksi lain yang menyertai proses
defekasi adalah denaturasi protein, pembentukan pektin dari asam organik seperti asam uronat
dan dekomposisi gula reduksi akibat pengaruh panas dan suasana alkalis menjadi asam-asam
organik. Normalnya hanya sebesar 2-4 % gula reduksi yang mengalami dekomposisi.
Untuk mengetahui harga pH dapat dilihat dari indikator yang diteteskan dari nira yang
keluar tangki penampung susu kapur sehingga apabila pH nira yang dihasilkan tidak sesuai
standar yang diharapkan, maka secara otomatis susu kapur yang dimasukkan ke defekator akan
ditambah bila pH lebih kecil dari standar atau akan dikurangi bila pH lebih besar dari standar.
Pada defekator I digunakan indicator bromtimol biru sedangkan pada defekator II digunakan
indikator fenolftalein (PP). Proses di dalam defekator sangat dipengaruhi oleh temperatur dan
pH. Apabila temperatur proses lebih dari 80°C (temperatur tinggi) dan pH nira rendah (pH < 7)
maka sukrosa yang terkandung dalam nira akan terinversi menjadi fruktosa dan glukosa, dan
gulanya disebut gula reduksi. Semakin tinggi temperatur proses maka laju reaksi inversi semakin
tinggi, begitu pula pH. Semakin rendah kondisi pH nira maka laju reaksi inversi semakin besar.
Sehingga perlu dikontrol temperatur proses maksimum 80°C dan minimum pH=7.
Pengaruh yang dihasilkan pada proses defekasi adalah penurunan gula reduksi sebesar 2-
4%, peningkatan kadar CaO total sebesar 200-300 ppm, penurunan warna nira yang dapat
dianalisis dengan analisis warna ICUMSA, hilangnya protein yang ikut mengendap bersama
Kalsium fosfat, serta mengendapnya lipid seperti lilin yang bercampur dengan hemiselulosa,
pentosa, dan heksosa. Selanjutnya, nira dialirkan ke tangki sulfitasi. Tujuannya hanya absorpsi
gas SO2 ke nira sehingga pH-nya menjadi 7–7,2. Dari tangki sulfitasi, campuran nira dan gas SO2
dimasukkan ke Reaction tank untuk menyempurnakan reaksi nira dengan gas SO2. Bahan utama
dari proses sulfitasi adalah padatan belerang. Belerang dicairkan atau dilelehkan terlebih dahulu
kemudian dibakar pada suhu 70-80 oC sehingga menghasilkan gas SO2
Reaksi :
S(s) + O2(s) SO2(g)
Reaksi gas SO2 dengan air menghasilkan asam sulfit (H2SO3)
SO2(g) + H2O(l) H2SO3(aq)
Jika di dalam larutan tersebut terdapat sedikit gas SO3 maka akan terjadi pembentukan asam
sulfat.
SO3(g) + H2O(l) H2SO4(aq)
Asam sulfit dapat mengalami kesetimbangan sebanyak 2 kali. Jalannya reaksi kesetimbangan ini
dipengaruhi oleh pH larutan. Kesetimbangan tidak akan berjalan ke arah produk jika pH larutan
terlalu tinggi sehingga pH larutan dikontrol hingga 7,2 saat proses sulfitasi.
H2SO3(aq) H+ (aq) + HSO3-(aq)
HSO3-(aq) H+ (aq) + SO3
2-(aq)
Ion sulfit (SO32-) dapat berlaku sebagai reduktor pada reaksi reduksi ion besi (III). Ion besi (III)
pada nira dapat menyebabkan reaksi pencoklatan pada nira sehingga kualitas gula yang