41 BAB III PERKEMBANGAN INDUSTRI BATIK GIRILAYU KECAMATAN MATESIH KABUPATEN KARANGANYAR TAHUN 2009-2013 A. Sekilas Tentang Batik Batik (atau kata batik) berasal dari bahasa Jawa “amba” yang berarti menulis dan “titik”. Kata batik merujuk pada kain dengan corak yang dihasilkan oleh bahan “malam” (wax) yang diaplikasikan ke atas kain, sehingga menahan masuknya bahan pewarna (dye), atau dalam bahasa Inggrisnya “wax-resist dyeing”. Batik adalah kerajinan yang memiliki nilai seni tinggi dan telah menjadi bagian dari budaya Indonesia (khususnya Jawa) sejak lama. Perempuan- perempuan Jawa di masa lampau menjadikan ketrampilan mereka dalam membatik sebagai mata pencaharian, sehingga di masa lalu pekerjaan membatik adalah pekerjaan eksklusif perempuan sampai ditemukannya “Batik Cap” yang memungkinkan masuknya laki-laki ke dalam bidang ini 1 . Tradisi membatik pada mulanya merupakan tradisi yang turun temurun, sehingga kadang kala suatu motif dapat dikenali berasal dari batik keluarga tertentu. Beberapa motif batik dapat menunjukkan status seseorang. Bahkan sampai saat ini, beberapa motif batik tradisional hanya dipakai oleh keluarga keratin Yogyakarta dan Surakarta. Batik merupakan warisan nenek moyang Indonesia (Jawa) yang sampai saat ini masih ada. Batik juga pertama kali diperkenalkan kepada dunia oleh Presiden Soeharto, yang pada waktu itu 1 Dwi Prasetyo, Pembuatan Batik Tulis, (Surakarta: Deriko, 2008), hlm. 1.
41
Embed
BAB III PERKEMBANGAN INDUSTRI BATIK GIRILAYU … · 2019-08-01 · 41 BAB III PERKEMBANGAN INDUSTRI BATIK GIRILAYU KECAMATAN MATESIH KABUPATEN KARANGANYAR TAHUN 2009-2013 A. Sekilas
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
41
BAB III
PERKEMBANGAN
INDUSTRI BATIK GIRILAYU KECAMATAN MATESIH
KABUPATEN KARANGANYAR TAHUN 2009-2013
A. Sekilas Tentang Batik
Batik (atau kata batik) berasal dari bahasa Jawa “amba” yang berarti
menulis dan “titik”. Kata batik merujuk pada kain dengan corak yang dihasilkan
oleh bahan “malam” (wax) yang diaplikasikan ke atas kain, sehingga menahan
masuknya bahan pewarna (dye), atau dalam bahasa Inggrisnya “wax-resist
dyeing”. Batik adalah kerajinan yang memiliki nilai seni tinggi dan telah menjadi
bagian dari budaya Indonesia (khususnya Jawa) sejak lama. Perempuan-
perempuan Jawa di masa lampau menjadikan ketrampilan mereka dalam
membatik sebagai mata pencaharian, sehingga di masa lalu pekerjaan membatik
adalah pekerjaan eksklusif perempuan sampai ditemukannya “Batik Cap” yang
memungkinkan masuknya laki-laki ke dalam bidang ini1.
Tradisi membatik pada mulanya merupakan tradisi yang turun temurun,
sehingga kadang kala suatu motif dapat dikenali berasal dari batik keluarga
tertentu. Beberapa motif batik dapat menunjukkan status seseorang. Bahkan
sampai saat ini, beberapa motif batik tradisional hanya dipakai oleh keluarga
keratin Yogyakarta dan Surakarta. Batik merupakan warisan nenek moyang
Indonesia (Jawa) yang sampai saat ini masih ada. Batik juga pertama kali
diperkenalkan kepada dunia oleh Presiden Soeharto, yang pada waktu itu
1 Dwi Prasetyo, Pembuatan Batik Tulis, (Surakarta: Deriko, 2008), hlm.
1.
42
memakai batik pada Konferensi PBB. Batik Tulis adalah karya seni batik kain
yang dihias dengan teksture dan corak batik menggunakan tangan dengan alat
canting dengan cara dituliskan atau digambarkan dengan malam atau lilin diatas
kain. Membatik tulis merupakan suatu pekerjaan yang sangat tinggi nilainya.
Karena dalam proses pembuatannya membutuhkan suatu konsentrasi yang tinggi
dan waktu serta proses yang panjang. Batik tulis biasanya ditulis di atas kain putih
(mori) dengan menggunakan canting untuk menggambarkan motif atau corak
batik dengan malam, sehingga lilin (malam) meresap kedalam serat kain. kain
yang telah dilukis dicelup pada larutan warna sesuai dengan keinginan.2
Seni batik lahir dari konsepsi estetika Jawa adiluhung yang berarti indah
dan tinggi. Seni kerajinan batik di Indonesia berkaitan erat dengan tradisi sosial
yang berlaku di dalam suatu lingkungan masyarakat. Hal tersebut terlihat dari
penyajian bentuk coraknya dan oleh karena itulah perkembangan batik senantiasa
sejalan dengan pendukungnya. Rancangan dan motif yang diciptakan oleh
seniman batik didapat dari ilham yang tidak lepas dari kehidupan keagamaan,
kebudayaan bangsa pada umumnya, serta dari keadaan alam Indonesia. Sehingga
sampai dewasa inipun batik dirasakan sebagai kebanggan tradisi mempunyai
unsur-unsur dalam bentuk proporsi, warna serta garis yang diekspresikan dalam
bentuk motif, pola dan ornamen yang penuh dengan makna simbolis, magis, dan
perlambangan.3
Setiap penciptaan motif batik klasik pada mulanya selalu diciptakan
2ibid, hlm. 2.
3Yayasan Harapan Kita, Indonesia Indah Batik 8, (Jakarta: BP 3
TMII.1998), hlm. 7.
43
dengan makna simbolisme dalam falsafah Jawa. Maksud dari usaha penciptaan
pada jaman itu agar memberi kesejahteraan, ketenteraman, kewibawaan dan
kemuliaan serta memberi tanda status sosial bagi si pemakai dalam masyarakat.
Motif batik tidak dibuat secara sembarangan, tetapi mengikuti aturan-aturan
yang ketat. Hal ini dapat dipahami karena pembuatan batik yang sering
dihubungkan dengan mitologi, harapan-harapan, penanda gender, status sosial,
anggota klan, bahkan dipercaya mempunyai kekuatan gaib. Motif batik Jawa
mempunyai hubungan dengan status sosial, kepercayaan, dan harapan bagi si
pemakai.4
Tradisi membatik yang ada di Girilayu terjadi secara turun temurun dari
keluarga. Sejak Kecil anak-anak di Girilayu sudah dikenalkan dengan aktivitas
membatik baik mulai dari tahap hanya melihat sampai ikut terlibat dalam proses
pembuatan. Mayoritas perempuan-perempuan di Girilayu melakukan aktivitas
membatik sebagai penghasilan tambahan guna mencukupi kebutuhan sehari-hari.
Wilayah Girilayu terkenal dengan batik tulis dengan kualitas yang halus,
walaupun Girilayu belum memiliki ciri motif sendiri. Batik-batik yang dihasilkan
di Girilayu dilihat dari motifnya adalah motif-motif pakem, namun
perkembangannya sudah mulai menggarap batik dengan motif diluar pakem yang
ada.5
4 Djoko Dwiyanto & DS Nugrahani. 2000. Perubahan Konsep Gender
Dalam Seni Batik Tradisional Pedalaman dan Pesisiran. (Yogyakarta: Pusat
Studi Wanita UGM, 2001), Hlm, 3 5 Wawancara dengan Harni pada tanggal 17 Februari 2015.
44
B. Perkembangan Industri Batik Girilayu Tahun 2009 – 2013
1. Perkembangan Industri Batik Girilayu Tahun 2009
Desa Girilayu sebagai salah satu desa yang menghasilkan produk batik
tulis yang secara kualitas tergolong bagus. Batik yang dihasilkan di wilayah Desa
Girilayu adalah batik halus yang memiliki kualitas tinggi karena melalui
penchanthingan oleh pengrajin yang telkah turun temurun mengerjakan batik.
Motif batik yang berada di sentra pembatikan Girilayu banyak sekali. Motif-motif
yang dihasilkan oleh pembatik Girilayu sebagian besar mendapat pengaruh
langsung dari motif batik Surakarta. Tahun 2009 pengrajin batik mengerjakan
batik sebagian besar adalah pesanan dari wilayah lain, terbesar adalah pesanan
dari masyarakat wilayah Surakarta.
Kualitas yang bagus dari para pengrajin batik di Desa Girilayu
menghasilkan daya tarik kuat bagi masyarakat diluar wilayah Desa Girilayu untuk
menchanthingkan batiknya kepada pengrajin batik di Desa Girilayu. Beberapa
perusahaan-perusahaan batik besar di Surakarta bekerjasama dengan para
pengrajin batik di Desa Girilayu untuk menchanthingkan batiknya untuk dijual
kembali. Harga yang di pathok oleh pengrajin batik di Desa Girilayu adalah
berdasarkan tingkat kerumitan desain dan teknik pembatikan. Pekerjaan membatik
merupakan pekerjaan sampingan bagi masyarakat Desa Girilayu, sehingga proses
pembatikan memerlukan waktu agak lama, sekitar dua minggu sampai dengan
satu bulan.6
6 Wawancara dengan Sularsih pada tanggal 17 Februari 2015
45
a. Tenaga Kerja
Pengrajin batik di Girilayu mayoritas adalah ibu-ibu rumah tangga yang
mencari tambahan penghasilan untuk mencukupi kebutuhan hidupnya dengan
membatik. Kebutuhan sehari-hari untuk kebutuhan konsumsi makanan harian
diperoleh dengan membuat batik–batik pesanan dari pengusaha batik diluar
Girilayu. Selain ibu-ibu rumah tangga juga warga yang masih bersekolah baik
masih SMP maupun SMA juga ikut mengerjakan batik untuk pemasukan
tambahan diluar dari pemberian orang tuanya. Dapat dikatakan bahwa tenaga
membatik di Girilayu mayoritas adalah perempuan.7
Pekerjaan sebagai pembatik di Girilayu sebagian besar belum menjadi
pekerjaan yang utama bagi masyarakat di Girilayu. Membatik hanya sebagai
usaha sambilan, sedangkan pekerjaan pokok mereka adalah bertani. Perempuan
sebagai ibu rumah tangga mencari pemasukan tambahan dari membatik
sedangkan pria sebagai kepala rumah tangga bekerja diluar kegiatan membatik.
Mayoritas bapak-bapak di Girilayu tidak terlibat dalam aktivitas membatik secara
langsung, mayoritas mereka berusaha sebagai petani, baik petani pemilik maupun
penggarap sawah. Ketika hasil pertanian mereka kurang maksimal, kebutuhan
mereka sudah terpenuhi dari upah tambahan dari membatik. Sedangkan ketika
panenan mereka mengalami panen raya, uang hasil dari pertanian dapat ditabung
tanpa dikurangi untuk keperluan sehari-hari mereka, sehingga membatik
merupakan kegiatan yang mendorong kesejahteraan di Girilayu.8
7 Wawancara dengan Waliyah pada tanggal 17 Februari 2015
8 Wawancara dengan Harni pada tanggal 17 Februari 2015
46
Pada dasarnya industri rumah tangga yang tradisional adalah serupa
dengan pertanian tradisional yaitu sangat padat karya, naik turun kegiatannya
menurut musim-musim tertentu, pada dasarnya lemah dan tidak dinamis
organisasinya serta tingkat operasinya yang sangat kecil. Industri seperti ini
biasanya dipandang sebagai kerja sambilan disamping bercocok tanam. Industri
rumah tangga dipandang sebagai kegiatan selingan yang menghasilkan uang agar
memberikan pendapatan yang lebih baik sepanjang tahun.9
Berdasarkan usia pembatik di Girilayu sangat bervariatif, hal ini
disebabkan tidak ada aturan tentang usia sebagai pertimbangan boleh tidaknya
melakukan aktivitas membatik. Namun kebanyakan tenaga kerja pembatik utama
di Girilayu adalah ibu-ibu rumah tangga. Remaja yang usianya belum menikah
atau masih sekolah, membatik hanya untuk mengisi kesibukan diluar aktivitas
sekolah. Tenaga kerja yang sudah ahli membatik biasanya menggarap motif-motif
batik yang pakem dengan tingkat kerumitan yang lebih. Sedangkan untuk motif-
motif batik dengan motif yang tidak begitu rumit di kerjakan oleh pembatik-
pembatik yang usianya masih remaja. Hal tersebut dikarenakan pembatik yang
sudah lama dirasa lebih sabar dan telaten menggarap motif yang rumit jika
dibandingkan pembatik yang masih usia remaja.10
Tenaga kerja membatik di Girilayu memperoleh ketrampilan membatik
sebagian besar adalah karena warisan ketrampilan yang sudah diajarkan
keluarganya secara turun temurun. Ketrampilan membatik sudah dimiliki oleh
9 Clifford Geertz Penjaja dan Raja, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,
1992), hlm. 70. 10
Wawancara dengan Umi Rahayu pada tanggal 17 Februari 2015
47
anak-anak di Desa Girilayu karena sejak kecil mereka sudah diajari cara
membatik. Orang tua mereka meyakini bahwa kemampuan membatik bagi warga
Girilayu khususnya kaum perempuan dapat menjadi bekal untuk memenuhi
kebutuhan hidup untuk membantu pemasukan dari suami. Namun dari tahun 2009
terjadi penurunan minat membatik remaja-remaja di Girilayu. Berbeda dengan
tahun-tahun sebelumnya, generasi muda di Girilayu khusunya kaum perempuan
sangat antusias menggeluti ketrampilan membatik. Hal tersebut terjadi seiring
dengan pergeseran pola pikir generasi-generasi muda di Girilayu yang lebih
berminat untuk pergi merantau.11
b. Alat
Dalam pembatikan dibutuhkan beberapa bahan dan alat untuk membatik,
diantaranya :
1. Malam (khusus untuk membatik)
Malam merupakan bahan untuk membuat pola pada kain batik. Malam
biasanya terbuat dari bahan wax resist (lilin). Kadang pula terdapat campuran
dari bahan BPM (Paraffin/Kendal), yang merupakan sisa/ampas dari
pembuatan minyak goring, Gondorukem (getah pohon pinus) dan Damar
(getah dari pohon meranti).
2. Soda ash
Soda ash merupakan bahan kimia yang berfungsi sebagai penguat warna pada
batik dan untuk menghindari kelunturan.
3. Pewarna kain
11
Wawancara dengan Eka pada tanggal 17 Februari 2015
48
Bahan pewarna yang digunakan dalam pembuatan batik biasanya memakai
Napthol, Indigosol, atau Remasol yang berupa serbuk. Cara pemakainannya
biasa dengan dulitan/kuas atau juga dengan celupan.
4. Kain
Kain yang digunakan untuk membatik biasanya adalah kain yang terbuat dari
bahan dasar kapas atau yang biasanya disebut sebagai kain mori. Dewasa ini
batik biasa juga dibuat dari atas kain sutra, polyester, rayon dan bahan sintetis
lain.
5. Canting
Canting merupakan sebuah alat untuk membatik, terbuat dari bambu/kayu,
berkepala tembaga serta bercerat atau bermulut. Canting ini berfungsi seperti
sebuah pulpen. Canting ini dipakai untuk menyendok lilin cair yang panas,
untuk membuat motif atau corak pada kain batik. Canting ada beberapa
ukuran seperti halnya ukuran pensil. Untuk canting ukurannya 1, 2, 3 atau
biasa disebut cecekan untuk isen-isen motif, klowongan untuk garis motif
(contour), dan tembokan untuk ngeblok.
6. Wajan (Khusus membatik)
Biasanya wajan untuk membatik ini terbuat dari bahan kuningan atau
tembaga yang mudah menyerap panas. Fungsi dari wajan ini adalah tempat
untuk memanaskan „malam‟ atau lilin yang digunakan untuk membatik.
7. Kompor
49
Kompor ini digunakan untuk memanaskan wajan sebagai tempat pemanasan
lilin atau malam. 12
Bahan dan alat yang digunakan oleh pembatik-pembatik yang ada di
Girilayu tidak semuanya dipenuhi sendiri. Bahan seperti kain dan malam
kebanyakan sudah disetor dari pihak pemesan batik. Pemesan batik sudah
mengetahui kalau mereka akan menggarapkan pesanan batiknya ke pembatik di
Girilayu biasanya juga membawa malam dan kain batik sendiri. Hal tersebut
terjadi karena biasanya pihak pemesan sudah menjadi langganan tetap sehingga
mereka mau menyiapkan malam untuk kepentingan mereka juga. Canting dan
wajan merupakan alat baku untuk membatik. Pembatik di Desa Girilayu sudah
memilikinya sejak dulu, karena membatik adalah kegiatan yang terjadi secara
turun temurun, sehingga alat-alat pokok membatik sudah mereka miliki sejak
lama. Namun ketika aslat-alat tersebut sudah rusak atau tidak layak digunakan
lagi maka mereka membeli sendiri.13
Sejak tahun 2009 masyarakat pembatik di Desa Girilayu tidak banyak
yang memproses batikan sampai tahap pewarnaan, kebanyakan sampai tahap
menchanting saja. Bahan-bahan dalam proses pewarnaan dilakukan sendiri oleh
pihak pemesan, dan biasanya pemesan batik di Girilayu adalah perusahaan-
perusahaan batik. namun ada juga pembatik yang mereka membuat sampai tahap
pewarnaan, dan kebanyakan batik tersebut akan dijual oleh pembatik itu sendiri.
Kompor yang digunakan untuk membatik sejak tahun 2009 mayoritas
menggunakan kompor gas tabung 3 kg. Sebelumnya mereka menggunakan
12
ibid, hlm 4. 13
Wawancara dengan Hartati pada tanggal 18 Februari 2015
50
kompor minyak tanah, namun setelah harga minyak tanah mahal, mereka beralih
menggunakan kompor gas yang dikecilkan nyala apinya. Hal tersebut
dimaksudkan untuk mengurangi biaya pengeluaran dalam membatik.14
c. Motif
Pembatik di Desa Girilayu dalam membuat batik dimulai dengan
aktivitas membuat desain batik yang biasa disebut molani. Dalam penentuan
motif, biasanya tiap orang memiliki selera berbeda-beda. Ada yang lebih suka
untuk membuat motif sendiri, namun yang lain lebih memilih untuk mengikuti
motif-motif umum yang telah ada. Motif yang kerap dibuat di Desa Girilayu dapat
dibagi menjadi dua, yaitu : batik klasik, yang banyak bermain dengan symbol-
simbol, dan batik pesisiran dengan cirri khas natural seperti gambar bunga dan
kupu-kupu. Dalam membuat desain atau motif ini menggunakan pensil. Motif
batik yang dibuat di Desa Girilayu tidak bersifat pekem. Pemesan batik biasanya
sudah membawa contoh pola batik sendiri sesuai keinginan mereka sendiri.
Biasanya pemesan membawa gambar berupa foto atau mengambil contoh dari
buku-buku. Girilayu sendiri sampai tahun 2009 belum memiliki ciri khusus dalam
hal motif batik. 15
Motif batik yang dibuat di Desa Girilayu ada juga yang berwujud motif
pakem, seperti motif mega mendung, truntum, kawung, parang, wahyu tumurun,
sidomukti dan sebagainya. Ditinjau dari segi motifnya ada dua jenis batik, yaitu
batik tradisional dan batik modern. Batik tradisional adalah jenis batik yang motif
dan gayanya terikat pada suatu aturan dan isen-isen tertentu, seperti motif
14
Wawancara dengan Lasmini pada tanggal 18 Februari 2015. 15
Wawancara dengan Eka pada tanggal 17 Februari 2015.
51
sidomukti, sidoluhur, parang rusak, dan sebagainya. Batik modern adalah semua
jenis batik yang telah menyimpang dari ikatan yang sudah menjadi tradisi
tersebut.16
Untuk mengetahui motif-motif batik yang biasanya dibuat di Desa