56 BAB III PERJAMUAN KUDUS A. PENDAHULUAN C.J den Heyer mengatakan bahwa Perjamuan Kudus bertolak dari Firman Tuhan dan tradisi. Kata-kata yang Yesus ucapkan pada perjamuan terakhir bersama dengan para murid yang disertai dengan tindakan yang memadai hanya dapat dipahami bertolak dari tradisi Yahudi Kuno berdasarkan Perjanjian Lama tentang perayaan Paskah dan jamuan makan bersama. 1 Ucapan-ucapan Yesus yang singkat pada waktu Ia mengadakan perjamuan terakhir bersama para muridNya (Mrk 14:22-25, Mat 26:26-29, Luk 22-14-20) yang dikenal sebagai “Amanat Penetapan Perjamuan Malam,” juga surat Paulus di Korintus (1 Korintus 10;14-22 dan 11:17-34) tentang “Perjamuan Tuhan” merupakan dua petunjuk dan alasan yang kuat bagi gereja menetapkan dan memberi makna atas Perjamuan Kudus. Pemahaman Gereja yang berbeda-beda tentang Perjamuan Kudus, kadangkala menjadi salah satu alasan terjadinya konflik dalam Gereja yang berakhir dengan skisma. 2 Perbeda itu tidak hanya di antara Gereja Protestan dan Katolik, akan tetapi di antara gereja-gereja Protestan juga terjadi hal yang sama. Tanpa mempersoalkan pemahaman yang berbeda itu, di bagian ini penulis akan mengelaborasi latar belakang sosio-teologis dan makna Perjamuan Kudus dalam pengajaran Gereja. 1 C.D den Heyer, Perjamuan Tuhaan: Study Mengenai Paskah dan Perjamuan Kudus Bertolak dari Penafsiran dan Teologi Alkitabiah, (Jakarta: BPK-GM, 1997), xi 2 Ibid
48
Embed
BAB III PERJAMUAN KUDUS A. PENDAHULUAN...8Rasid Rahman , Hari Raya: Hari Raya Liturgi, (Jakarta: BPK-GM, 2015, 13 9 Samuel J. Schutz, The Old Testament Speaks, (San Fransisco: Haper
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
56
BAB III
PERJAMUAN KUDUS
A. PENDAHULUAN
C.J den Heyer mengatakan bahwa Perjamuan Kudus bertolak dari Firman
Tuhan dan tradisi. Kata-kata yang Yesus ucapkan pada perjamuan terakhir bersama
dengan para murid yang disertai dengan tindakan yang memadai hanya dapat dipahami
bertolak dari tradisi Yahudi Kuno berdasarkan Perjanjian Lama tentang perayaan Paskah
dan jamuan makan bersama.1
Ucapan-ucapan Yesus yang singkat pada waktu Ia mengadakan perjamuan
terakhir bersama para muridNya (Mrk 14:22-25, Mat 26:26-29, Luk 22-14-20) yang
dikenal sebagai “Amanat Penetapan Perjamuan Malam,” juga surat Paulus di Korintus (1
Korintus 10;14-22 dan 11:17-34) tentang “Perjamuan Tuhan” merupakan dua petunjuk
dan alasan yang kuat bagi gereja menetapkan dan memberi makna atas Perjamuan Kudus.
Pemahaman Gereja yang berbeda-beda tentang Perjamuan Kudus,
kadangkala menjadi salah satu alasan terjadinya konflik dalam Gereja yang berakhir
dengan skisma.2 Perbeda itu tidak hanya di antara Gereja Protestan dan Katolik, akan
tetapi di antara gereja-gereja Protestan juga terjadi hal yang sama.
Tanpa mempersoalkan pemahaman yang berbeda itu, di bagian ini penulis
akan mengelaborasi latar belakang sosio-teologis dan makna Perjamuan Kudus dalam
pengajaran Gereja.
1 C.D den Heyer, Perjamuan Tuhaan: Study Mengenai Paskah dan Perjamuan Kudus
Bertolak dari Penafsiran dan Teologi Alkitabiah, (Jakarta: BPK-GM, 1997), xi 2 Ibid
57
B. LANDASAN SOSIO-TEOLOGIS PERJAMUAN KUDUS
1. Perjamuan Kudus dalam Tradisi Perayaan Paskah Yahudi
Paskah (Pessakh) sesungguhnya berasal dari tadisi suku Keni di Mesir.
Tradisi ini adalah semacam pesta keluarga yang dilakukan oleh para peternak di musim
semi.3 Di musim semi biasanya domba dan kambing beranak, sehingga untuk menjaga
keselamatan dan menjamin kesuburan kawanan kambing dan domba diadakanlah ritual
penyembahan kepada dewa. Kepala keluarga memilih salah satu anak domba yang
terbaik, menyembelihnya dan memercik darahnya di tiang tenda, untuk menolak bala.4
Demikian juga saat musim menuai, suku Keni melakukan ritual pemujaan terhadap dewi
kesuburan dengan membawa hasil-hasil terbaik dari pertanian mereka. Kedua ritual ini
biasanya dilakukan di kuil atau juga di rumah.
Israel memberi makna baru terhadap perayaan Paskah. Paskah dipahami
sebagai peristiwa perbuatan Allah yang telah membebaskaan bangsa Israel dari
perbudakan di Mesir. Paskah (Ibr: Pesakh) dan (Yunani: Paskha) berarti melewatkan,
yakni kisah Allah membunuh (Pesakh) anak-anak sulung Mesir.5 Menjelang Israel keluar
dari Mesir, Allah memberi perintah kepada Musa supaya tiap-tiap keluarga menyembelih
anak domba jantan dan memercikan darahnya di setiap pintu, agar ketika Allah melalui
rumah-rumah Israel, mereka terhindar dari kematian anak sulung.
Peristiwa keluaran memberi inspirasi dan lambang pengharapan bagi banga
Israel. Untuk mengenang peristiwa ini, setiap tahunnya bangsa Israel melaksanakan pesta
Paskah. Allah telah membebaskan Israel dari Mesir dan mengaruniakan kepada mereka
“suatu negeri yang baik dan luas, negeri yang berlimpah susu dan madunya.”6 Setiap
3C. Groenen, Pengantar Ke dalam Perjanjian Baru, (Yogyakarta: Kanisius, 1980), 61
4 H.H Rowley, Ibadat Israel Kuna, (Jakarta: BPK-GM, 1983), 36
5Ibid., 11
6E. Martasudjito,Ekaristi: Tinjauan Teologis, Liturgi dan Pastoral, (Yogyakarta: Kanisius,
2005), 28
58
tahun Exodus dari Mesir tetap terkenang; suatu kenangan yang membangkitkan kembali
keberanian dan kekuatan yang membawa pengharapan dan kerinduan akan pembebasan
yang datang dari Allah sendiri. Itulah makna pesta Paskah yang tetap hidup bagi orang
Yahudi di antara masa lampau dan masa depan.7 Paskah dirayakan dengan motivasi
membarui sikap dan pengucapan syukur dengan sukacita. Pembaruan sikap yang
dimaksud adalah perubahan dari hidup lama sebagai bangsa tanpa identitas menjadi umat
Allah.8
Perayaan pesta Paskah Yahudi (Hag ha-pesakh) biasanya jatuh pada musim
semi bulan Maret- April, masa ketika bunga bermekaran, yakni pada tanggal 14 Nisan di
saat bulan purnama atau berselang 1-2 hari sesudah bulan purnama. Biasanya setelah
perayaan Paskah disusul dengan perayaan Roti tidak beragi. Tradisi Paskah ditandai
dengan masing-masing kepala keluarga membunuh seekor domba jantan yang berumur
setahun pada hari ke sepuluh bulan Abib dan disembelih pada hari ke empatbelas.9 Darah
domba dipercik di pintu sebagai tanda pembebasan dan penebusan. Bulan Abib dikenal
kemudian dengan nama bulan Nisan artinya “awal bulan” atau “permulaan dari tahun
keagamaan.” Kitab Keluaran mencatat bahwa “Paskah bagi Tuhan” adalah sebuah
seremonial yang sangat penting dilaksanakan dan biasanya diikuti dengan perayaan “roti
tidak beragi” (matsot).10
7 Martasudjita, Ekaristi,…, 50
8Rasid Rahman, Hari Raya: Hari Raya Liturgi, (Jakarta: BPK-GM, 2015, 13
9 Samuel J. Schutz, The Old Testament Speaks, (San Fransisco: Haper and Row Publisher,
1990), 65 10
Paskah dilakukan di rumah masing-masing (berupa perjamuan keluarga) yang dimulai
setelah senja. Domba disembelih (pesakh) di Bait Allah dan darahnya dipercik di atas altar, dagingnya
dipanggang lengkap dengan kepala sampai beserta perut menjadi hidangan utama di atas meja. Sehabis
perjamuan, sisa daging yang tinggal sampai pagi, dibakar habis dengan api. Tata cara perayaan (seder) itu
adalah sebagai berikut: Setelah matahari terbenam tanda dimulainya hari Paskah Pertama, anggota keluarga
(sepuluh sampai limabelas orang) berkumpul di ruang keluarga. Sebelum memulai anak-anak mencari sisa
ragi dan membuangnya (bedicat chametz), kemudian nyonya rumah menyalakan lilin-lilin paskah
(handlakat he-nerot). Pemberkatan lilin dan cawan anggur pertama (kaddesh,) dan mencuci tangan
(urchatz). Makanan yang disiapkan dalam jamuan ini adalah domba paskah, sayur pahit, roti dan cawan
59
Pada Perjamuan Paskah, domba Paskah adalah sesuatu yang sagat penting.
Bahkan perjamuan Paskah tanpa domba Paskah benar-benar tidak lengkap. Mengapa?
Karena menurut kisah Exodus, domba Paskah memegang peranan penting dalam lingkup
kesepuluh tulah yang dijatuhkan Allah kepada Mesir. Kematian seluruh anak sulung laki-
laki Mesir menyebabkan bangsa Israel harus menyembelih anak domba dan menyekakan
darahnya di ambang pintu rumah mereka. Darah domba itulah yang telah menyelamatkan
(Passover) bangsa Israel dan anak-anak sulung mereka dari wabah kematian. Peristiwa
itu sekaligus menjadi “kunci kendaraan” bagi Israel pada saat meninggalkan Mesir.
Selain unsur di atas, ada empat cawan yang tersedia di atas meja, yaitu:11
cawan pertama merupakan cawan pembuka disertai beberapa ucapan untuk memberkati
hari raya tersebut. Cawan kedua diberikan setelah penjelasan mengapa hari raya itu
dirayakan, cawan ketiga diberikan setelah menyantap domba paskah, roti tidak beragi dan
sayur pahit, sementara cawan keempat diberi terakhir bersamaan mazmur pujian. Meja
perjamuan Paskah yang penuh dengan berbagai macam hidangan dan piala membuktikan
anggur. Sebagai pembuka ialah pemecahan roti tak beragi dan memakannya (yachhatz) serta mencari
afikomen. Hidangan pembuka adalah salad yang dicelupkan cuka dan air garam (karpas) dan diselingi
dengan minum dari cawan anggur. Kemudian para tamu makan sayur pahit, dan haroset yaitu percampuran
kenari, buah dan anggur. Banyak makanan yang dimakan pada perjamuan ini yang tidak dimakan pada
perjamuan lainnya. Oleh karena itu biasanya anak-anak akan bertanya kepada orangtuanya (bapak atau
kakeknya). Untuk menjawab pertanyaan itu orang tua harus menjelaskan dengan Haggadah. Artinya
menceritakan hal-hal penting bagi generasi penerus berupa kisah perbudakan di Mesir dan pembebasan yang
dilakukan oleh Allah. Biasanya orangtua akan memulai dengan “ dulu bapaku seorang Aram, pengembara.
Ia pergi ke Mesir dengan sedikit orang saja dan tinggal di sana…”( dst seperti tertulis dalam ulangan 26:5-
6). Setelah cerita selesai hadirin minum anggur yang ke dua (maggid) dan mencuci tangan kedua (rachtzah).
Kemudian pemberkatan dan memaka roti tidak beragi (motzi atau matsah), makan sayur pahit (maror) dan
makanan penutupnya (korech). Tahap berikut adalah perjamuan festival (schulchan orech) dan memakan
afikomen (tzafun). Setelah makan, hadirin minum anggur ketiga dan undangan bagi Nabi Elia (barech), di
antarasetiap minuman dan hidangan selalu dibarengi dengan nyanyian Mazmur (hallel), yakni pasal 113,
114 pada bagian pertama dan pasal 115-118 pada bagian penutup sebagai Mazmur Paskah. Hidangan
terakhir adalah domba Paskah yang berumur sekitar setahun sehingga hanya cukup untuk sepuluh sampai
limabelas orang saja. Terakhir adalah nyanyian mazmur-mazmur dan minuman anggur keempat (nirtzah).
Lihat Rasid Rahman, Hari Raya,…, 12-14
11
Eko Riyadi, Lukas: Sungguh orang Ini adalah Orang Benar, (Yogyakarta: Kanisius,
2011), 247
60
bahwa pesta itu dirayakan dalam pengharapan bahwa pembebasan akan segera datang.
Anggur yang menandakan sukacita dan gembira, benar-benar menjiwai citra Mesianik.12
Berhubung Paskah adalah puncak peringatan pembebasan, kesadaran
nasionalisme Yahudi dibangkitkan dan harapan akan kedatangan Mesias yang
menyelamatkan Yahudi diperteguh kembali. Maka pada saat itu ribuan peziarah kembali
ke Yerusalem dan tersebar di seluruh kota merayakan pesta. Dimana-mana orang
merayakan pesta dengan makan dan minum sepuasnya. Perayaan ini dimulai sejak senja
dan berakhir hingga larut malam. Pesta ini penuh dengan sukacita dan kehangatan. Kota
Yerusalem menjadi milik bersama, setiap peziarah berhak masuk ke dalam rumah
siapapun untuk merayakan paskah dan biasanya setiap keluarga menyediakan beberapa
ruangan khusus yang diberi dengan cuma-cuma bagi setiap tamu yang datang.13
Dari penjelasan di atas, ada tiga hal yang dapat disimpulkan. Pertama, Pesta
Paskah merupakan simbol kemerdekaan dan keselamatan yang dikerjakan Allah bagi
umat Israel. Pesta ini selalu ditandai dengan ritual berdarah, penyembelihan binatang
kurban (domba paskah) dan pemercikan darah untuk mengenang peristiwa penyelamatan
(pass over) Israel dari kematian di Mesir. Kedua, Peristiwa ini menjadi simbol yang
memberi identitas baru bagi Israel. Bangsa yang merdeka dan umat pilihan Allah.
Identitas ini memberikan suatu kondisi yang baru bagi Israel (Yahudi) untuk memulai
babak baru dalam sejarah keselamatan mereka. Dan ketiga, merupakan simbol yang
memperkuat ikatan kekerabatan dan nasionalisme di antara orang-orang Yahudi.
12
C.D den Heyer, Perjamuan Tuhan,…, 40 13
JT Nielson, Kitab Injil Matius, (Jakarta: BPK-G, 2012), 93
61
2. Legitimasi Penetapan Perjamuan Kudus
2.1. Injil Sinoptik
Perjamuan Malam Paskah yang dilakukan oleh Yesus bersama dengan para
murid dalam catatan Matius dan Markus memiliki makna pada kematian Yesus yang
dapat diraba dan didengar dalam penjelasan yang diberikanNya kepada murid-muridNya
pada malam itu (Matius 26:6-29, Mark 14:22-25). Menurut Matius dan Markus kematian
Yesus adalah kuban tebusan bagi dosa manusia. Yesus mempersembahkan diriNya
melalui kematian di kayu salib agar manusia mendapatkan keselamatan.14
. Melalui kata-
kataNya kepada para murid malam itu, Yesus memahami bahwa diriNya adalah Ebed
Yahwe dalam Deutro Yesaya yang akan mengalami penderitan dengan menuangkan
darahNya dan menyerahan nyawaNya ke dalam maut (Yesaya 53:12). KematianNya
menjadi Perjanjian Baru yang telah dinubuatkan Yeremia (Yer 31:33-34).
Tepat pada waktu orang banyak sibuk mempersiapkan anak-anak domba
yang dijadikan pada domba Paskah pada tanggal 14 Nisan (sehari menjelang Perayaan
Paskah), Yesus mempersiapkan dan mempersembahkan diriNya sebagai kurban Paskah
yang sesungguhnya. Ia adalah domba Paskah yang akan “disembelih” di puncak
perayaan Paskah malam itu. Darah domba Paskah yang biasa ditumpahkan oleh satu
keluarga untuk keluarganya sendiri, kini darah Yesus yang berharga itu dicurahkan untuk
menyelamatkan semua orang. Perjamuan Paskah Yesus itu menjadi anamnesis akan
penderitaan dan kematian Yesus yang membawa perdamaian.15
Tindakan Yesus memecah roti melambangkan penyerahanNya dan
pengorbanan diriNya. Yesus menyerahkan tubuh dan darahNya sendiri kepada para
muridNya secara simbolis melalui roti dan anggur. Sukacita Paskah yang dirayakan oleh
14
Eko Riyadi, Matius: Sungguh Ia ini adalah Anak Allah, (Yogyakarta: Kanisius, 2011),
208 15
JT Nielson, Kitab Injil Matius,…, 100
62
Yesus bersama murid-muridNya adalah masa dukacita yang tidak bisa dihindari oleh
Yesus. Yesus menjadi anak domba yang darahNya menggantikan darah domba biasa,
untuk keselamatan semua orang.16
Darah Yesus yang ditumpahkan menjadi tanda
Perjanjian Baru, antara manusia dan Allah.17
Pemahaman Lukas tidak jauh berbeda dengan Matius dan Markus. Ia
mencatat roti yang diberi Yesus kepada para murid adalah tubuh Yesus yang diserahkan
sebagai kurban keselamatan murid-muridNya. Yesus memberi arti baru bagi roti yang
dibagikanNya itu kepada murid-muridNya sebagai simbol dari Paskah itu sendiri.18
Satu
catatan Lukas yang berbeda dari Matius dan Markus adalah perbincangan Yesus kepada
para murid “sejenak seusai mereka makan.” Perbincangan ini menjadi penting bagi
Lukas untuk memberi salah satu makna dalam Perjamuan Kudus. Tindakan Yesus yang
menjadi “pelayan meja” bagi para murid adalah sebuah keteladanan di antara para murid
yang berlomba ingin menjadi yang terbesar di antara yang lainnya. Yesus membawa
sebuah revolusi dengan menanggalkan dominasi dan membaktikan dirinya untuk
melayani. Inilah signifikansi yang dinyatakan oleh Lukas tentang perjamuan Malam
Yesus. Ajaran ini harus dimengerti oleh orang Kristen ketika mereka berkumpul dan
memecahkan roti.19
2.2. Injil Yohanes
Membaca sepintas Injil Yohanes hampir tidak ditemukan teks yang secara
langsung menyinggung “penetapan” Perjamuan Kudus. Namun dalam catatan yang
berkembang mengatakan, “sesungguhnya Yohanes dan Pauluslah yang menjadi landasan
16
Jacob Van Bruger, Markus: Injil Menurut Petrus, (Jakarta:BPK-GM, 2011), 520 17
David Imam Santoso, Teologi Matius, (Malang: SAAT, 2009), 210 18
Eko Riyadi, Lukas,…,248 19
Josep A Grasi, Broken Bread and Broken Bodies, (New York: Orbis Books, 1985), 66
63
kuat bagi gereja untuk menetapkan Perjamuan Kudus sebagai sakramen penting dalam
Gereja.”20
Ada beberapa pokok pikiran Yohanes yang kemudian dipakai oleh Gereja
untuk memaknai Perjamuan Kudus. Pertama, Pidato Yesus tentang “Roti
Hidup”(Yohanes 6). Yohanes menyebut Yesus adalah Roti kehidupan (Yoh 6:35). Dia
adalah Roti kebenaran yang diberikan Bapa yang turun dari surga dan memberi
kehidupan kepada dunia. Kedua, Yohanes mencatat bahwa kematian Yesus tepat pada
“Hari Persiapan Paskah” (Yoh 19:14,31). Kematian Yesus yang terjadi tepat pada waktu
Perayaan Paskah Yahudi ditempatkan oleh Yohanes sebagai kematian Anak Domba
Paskah yang sesungguhnya. Yesuslah Anak Domba yang akan menghapus dosa manusia
(Yoh 1:29) yang dimaksud oleh Yohanes di awal pemberitaannya.
Yohanes menghubungkan kematian Yesus di kayu salib dengan
penyembelihan anak domba Paskah di Bait Suci Yerusalem. Dengan menemukan
identifkasi ini, sesungguhnya Yohanes lebih maju jauh dari tradisi Kristen mula-mula,
sehingga amanat Yesus pada saat memecah-mecahkan roti dan memberikan anggur
kepada para murid sesungguhya menyatakan kesengsaraan dan kematian Yesus sendiri.
Jadi bukan roti tidak beragi dan anggur yang menandakan sukacita, melainkan darah
domba Paskah yang berabad-abad dikenang yang pernah melindungi umat Israel dari
kematian yang keji di Mesir. Sama seperti domba Paskah di masa lalu (saat keluar dari
Mesir) yang telah menyelamatkan Israel dari kematian, demikian darah Yesus (Anak
domba Paskah yang baru) dicurahkan pada kehidupan setiap orang yang percaya
kepadaNya.
20
Martasudjita, Ekaristi,…, 235
64
2.3. Surat Paulus
Teks Paulus mengenai Ekaristi terdapat dalam suratnya yang pertama di
Korintus. Surat ini bertujuan untuk menanggapi berbagai persoalan dan ketegangan yang
terjadi di dalam jemaat Korintus. Salah satu persoalan itu adalah ketimpangan yang
sangat “memalukan dan menghinakan” jemaat Allah pada saat orang-orang kaya
melakukan perjamuan makan.21
Jemaat cenderung mengelompokan orang lain
berdasarkan status sosialnya. Orang kaya seringkali menghina dan mempermalukan orang
miskin yang tidak punya apa-apa.
Permasalahan ini sangat serius dan berpotensi menjadi alasan terjadinya
perpecahan di dalam jemaat.22
Oleh karena itu Paulus menentang kecenderungan gaya
hidup komunitas yang demikian. Bagi Paulus, kesatuan di dalam sebuah jemaat adalah
menjadi dasar utama perayaan dan pelaksanaan perjamuan. Komunitas yang menyatu,
komunitas tanpa pembedaan status sosial adalah dasar yang dibutuhkan untuk Ekaristi.
Komunitas yang terpecah belah menyelewengkan realitas ekaristi yang sesungguhnya.23
Perintah Yesus yang disampaikan oleh Paulus di Korintus terkait Perjamuan
Tuhan, dijelaskan oleh Yosep Fitzmyer dengan mengatakan:
Bagi Paulus, Ekaristi adalah Perjamuan Tuhan, perjamuan makan dimana
umat Allah yang baru menyantap “makanan rohani” dan meneguk
21
Martasudjita, Ekaristi,..., 236 22
Dalam penelitian arkaelog yang dilakukan oleh Murphy-O‟Cornor sebagaiman dikutip
oleh KenanB. Osborne mengatakan bahwa umumnya ruang makan orang kaya di Korintus diseting
sedemikian rupa, sehingga tamu-tamu yang datang dan ikut dalam perjamuan makan akan terlihat jelas
berdasarkan tempat duduknya dan makanan apa yang ia peroleh dalam perjamuan tersebut. Tuan rumah dan
tamu istimewa mendapat tempat duduk di bagian dalam ruang makan di dalam rumah dan biasanya hanya
menampung 6-9 orang saja. Sedangkan tamu yang lain hanya bisa duduk di serambi rumah (ruangan
terbuka). Dengan keadaan seperti itu dapat dibayangkan bahwa hanya tuan rumah dan tamu-tamunya yang
kaya saja yang mendapat makanan dan minuman yang lebih banyak, sedangkan yang bukan tamu istimewa
yang berada di luar hanya mendapat sedikit makanan bahkan seringkali tidak mendapat apa-apa. Mereka
yang menyediakan makanan banyak tidak bersedia membagikan kepada yang berkekurangan. Jelas bahwa
di Jemaat Korintus tidak ada persaudaraan, tetapi yang sangat diutamakan adalah kepentingan diri sendiri
dan kelompok. “tiap-tiap orang makan makanannya sendiri, sehingga yang seorang lapar dan yang lainnya
mabuk” (1 Kor 11:21). Lihat. Kenan O Osborne, Komunitas, Ekaristi dan Spiritualitas, (Yogyakarta:
Kanisius, 2008), 27-30 23
Ibid., 39
65
“minuman rohani-nya”. Dengan tindakan ini, umat Allah yang baru
menyatakan dirinya sebagai komunitas “perjanjian baru,” karena mereka
berbagi pada “meja perjamuanTuhan.” Persekutuan jemaat tidak hanya
menunjukan kesatuannya dengan Kristus dan jemaat yang lain, tetapi juga
sebuah penyataan tentang peristiwa Kristus dan sifat eskatologisnya.24
Oleh karena itu dalam suratnya Paulus mengingatkan dua hal. Pertama,
Perjamuan Kudus adalah tidak hanya sebatas mengingat kembali makna dari kesengsaraan
dan kematian Yesusdalam menebus manusia dari hukuman dosa, akan tetapi juga
memberitakan kematianNya hingga Ia datang kembali.25
Untuk mengenang dan
memperingati itu, setiap orang seharusnya mengucap syukur dengan penuh sukacita
karena bebas dari hutang dan dosa. Sukacita itu terpenuhi di dalam kebersamaan dan
kesatuan di antara sesama komunitas (jemaaat). Karena kebersamaan-kesatuan itu
melambangkan kebersamaan-kesatuan dengan Kristus.
Kedua, Perjamuan Tuhan adalah perjamuan Eskatologis. Itulah sebabnya
Paulus berkata,“sebab setiap kali kamu makan roti ini dan minum anggur dari piala ini
kamu memberitakan kematian Tuhan sampai ia datang” (1 Kor 11:26). Melalui
Perjamuan Tuhan, kesatuan jemaat dengan Kristus dan sesama sudah terbentuk, namun di
pihak lain kesatuan tersebut belum berakhir. Dalam Perjamuan Tuhan ada tanda harapan
dan gambar yang mendahului pemenuhan di akhir zaman, yakni ketika Yesus datang
untuk kedua kalinya. Oleh karena itu perayaan Perjamuan Kudus merupakan kesatuan-
kebersamaan dengan Tuhan dan sesama yang menantikan kepenuhannya secara final dan
kekal pada saat kedatangan Yesus yang kedua kalinya.
24
Kenan B Osborne, Komunitas,..., 34 25
Ebenhaizer I. Nuban Timo, Allah menahan Diri,..., 371
66
C. INTERPRETASI DOGMATIS TERHADAP MAKNA PERJAMUAN KUDUS
Dari penelusuran sosio-teologis di atas, ditemukan tiga fakta. Pertama,
pemahaman terhadap makna “Perjamuan Kudus” tidak terlepas dari makna sosial dan
religius perjamuan makan Paskah dan ritus kurban dalam masyarakat Yahudi. Kedua,
Istilah “Perjamuan Kudus” tidak terdapat di dalam Alkitab. Istilah ini merupakan
rekonstruksi kemudian yang dibuat oleh gereja. Ketiga, perkataan Yesus di Perjamuan
Paaskah malam itu yang dipertegas kembali oleh Paulus menjadi legitimasi bagi gereja
untuk menetapkan Perjamuan Kudus sebagai salah satu sakramen Gereja.
Secara umum Perjamuan Kudus menyimpan tiga makna. Pertama, makna
kesatuan (unity) antara manusia dengan Allah. Kedua, makna keselamatan melalui
pengurbanan Yesus (Jesus sacrifice). Ketiga, makna pengharapan akan kehidupan pada
kedatangan Yesus yang kedua kalinya.
1. Perjamuan Kudus adalah Jamuan Makan Bersama Yesus
Persitiwa jatuhnya manusia ke dalam dosa di Taman Eden disebabkan oleh
makan/makanan. Adam dan Hawa menjadi berdosa karena tiga hal,26
mereka makan
sendiri-sendiri, mereka makan sembunyi-sembunyi dan mereka makan membelakangi
Tuhan.27
Semua perbuatan ini adalah perbuatan yang telah dipengaruhi oleh Iblis.
Perjamuan makan yang dilakukan oleh Yesus dengan mengundang manusia
makan bersama menjadi tanda penyelesaian dosa tersebut. Perjamuan yang dilakukan
oleh Yesus adalah sebuah perjamuan yang menggambarkan Perjamuan Kerajaan Allah
yang di dalamnya manusia makan bersama-sama, manusia makan secara terbuka (setiap
orang mendapat jatah yang sama), dan makan di hadapan Allah. Tiga cara makan ini
berkaitan erat dengan tiga isi karya pendamaian, yakni berhubungan pembenaran,
26
Ibid., 359 27
Hal ini diperlihatkan dengan jelas oleh Yudas di malam Perjamuan Paskah yang dirayakan
oleh Yesus. Setelah Ia menerima roti, Ia pergi dan membelakangi Yesus ( Yoh 13:20-36)
67
pengudusan dan penugasan. Makan bersama-sama berhubungan dengan pembenaran
(justification), makan secara terbuka berhubungan dengan pengudusan (sanctification),
dan makan di hadapan Allah berhubungan dengan penugasan (vocation).28
Perjamuan makan di dalam Perjamuan Kudus adalah tanda dari karya
pendamaian antara manusia dengan Allah yang di dalamnya ketiga karya pendamaian
tersebut di atas ada. Pertama, pembenaran. Persekutuan orang-orang yang makan bersama
menerima roti dan anggur yang sama, mengelilingi satu meja yang sama adalah
representasi pembenaran yang dilakukan oleh Kristus melalui Roh Kudus bagi manusia.
Saat manusia masih terasing dari Allah, manusia makan sendiri-sendiri yang pada
akhirnya menimbulkan kecurigaan, saling mempermasalahkan, dan tidak ada kejujuran.
Kebenaran yang ada hanyalah kebenaran dari sudut pandang aku dan engkau.
Makan sendiri-sendiri, menimbulkan disharmonisasi dalam sebuah
komunitas. Akan tetapi makan bersama di meja Perjamuan Kudus, mengajarkan orang
untuk saling berbagi dan meninggalkan egoismenya. Park Jae Soon mengatakan bahwa,
”gerakan persekutuan di meja makan yang diprakarsai oleh Yesus adalah gerakan yang
membebaskan manusia dari egoisme kepada persekutuan sejati yang telah
diperdamaikan.”29
Makan bersama di meja Perjamuan Kudus menandakan bahwa tidak
ada kecurigaan dan sikap saling mempersalahkan. Karena setiap orang menerima roti dan
anggur dalam ukuran yang sama. Perjamuan itu adalah perjamuan transparan dimana
semua orang bisa melihat satu dengan yang lainnya. Kebenaran yang ada adalah
kebenaran bersama. Orang saling mengampuni, sehingga persekutuan semakin kuat dan
kokoh.
28
Nuban Timo, Allah Menahan Diri,…, 359 29
Park Jae Soon, Jesus: Table Community Movement and The Church” dalam Asia Journal
of Theology Vol 7, Number 1, April 1973, 74
68
Dalam pandangan Yesus makanan adalah simbol sentral kerajaan, yaitu
suatu keadaan dimana semua diterima pada meja perjamuan dan semua memiliki
secukupnya.30
Makan dan minum bersama menghadirkan suasana dunia ilahi dan
persekutuan dengan Allah. Oleh karena itu itu beberapa pendeta agama lokal menjelaskan
bahwa makan bersama dalam ritual-ritual tradisional mengandung pesan kesediaan dari
peserta ritus untuk menjadikan darah dan daging mereka pesan dan nilai-nilai yang
terkandung di dalam pelaksanaan ritus, pasca penyelenggaraan ritual-ritual dimaksud.31
Perjamuan makan dalam Perjamuan Kudus berhubungan dengan karya
kedua, yakni, pengudusan. Perjamuan makan dalam Perjamuan Kudus adalah representasi
jamuan makan di dalam terang dan di tempat yang terbuka dan melaluinya manusia telah
dikuduskan oleh karya Kristus melalui Roh Kudus. Tentu hal ini merupakan tindakan
terbalik dari sikap makan sendiri-sendiri dan di tempat yang tersembunyi. Orang yang
makan di tempat terbuka biasanya akan mengambil secukupnya karena melihat orang lain
yang belum makan. Itulah nilai yang membedakan orang yang suka makan sendiri dan
sembunyi-sembunyi.
Sebagai jamuan makan yang diundang oleh Yesus, Perjamuan Kudus
mengajarkan sebuah kesempatan bagi setiap orang untuk bersedia membagikan hasil
keringat sendiri kepada orang lain, terutama dengan mereka yang lapar dan
berkekurangan. Makan bersama dengan mereka yang lapar adalah simbol sentral dari
kerajaan Allah. Takenaka mengatakan, “kalau setiap mulut dalam dunia yang didiami
orang penuh dengan makanan sehari-hari maka kita akan memiliki damai di bumi.
Kedamaian di bumi adalah gambaran kedamaian di surga. Berbagi makanan dan makan di
30
Fransiskus Borgias, Teologia Makan: Menyimak Kitab Suci Sebagai Kritik Kebudayaan,
Forum Biblika No. 18 (Jakarta: LAI, 2005), 31 31
Ebenhaizer Nuban Timo, Allah menahan Diri,…, 237
69
tempat terbuka secara terang-terangan berarti berbagi surga. Menumpuk makanan bagi
diri sendiri dan makan sendiri-sendiri berarti berada dalam perjalanan ke neraka.”32
Perjamuan makan berkaitan dengan ciri penyelamatan yang ketiga,
penugasan manusia. Makan di hadapan Allah berhubungan dengan tugas khusus (misi)
yang harus dikerjakan oleh manusia. Pada saat Allah memerintahkan Musa agar Israel
makan domba Paskah dalam keadaan pinggang terikat, menggunkan kasut kaki,
memegang tongkat dan makan tergesa-gesa, bukan supaya mereka menetap di Israel.
Akan tetapi mereka makan karena mereka akan segera melakukan perjalanan yang jauh,
makan untuk keluar dari Mesir, keluar dari rumah perbudakan. Ada satu tugas dan
tanggungjawab yang harus dikerjakan sesaat setelah orang berpartisipasi di jamuan
makan Perjamuan Kudus di hadapan Allah. Tugas tersebut adalah memberitakan kematian
Kristus sampai Ia datang kedua kalinya.
Makan dengan menyelesaikan tugas memiliki hubungan yang sangat erat.
Dan inilah yang menjadi sentral dari Perjamuan Kudus yang dilakukan oleh Gereja.
Upacara ini dilaksanakan sebagaimana dipesan oleh Yesus dengan tugas yang harus
dilaksanakan. Paulus juga menegaskan hal yang sama, “sebab setiap kali kamu makan
roti ini dan minum cawan ini, kamu harus memberitakan kematian Tuhan sampai ia
datang” (1 Kor 11:26). Demikian juga saat Perjamuan Kudus selesai, Imam berkata
kepada seluruh jemaat, ”pulanglah kamu ke dalam hidup, rumah tanggamu, dan tugasmu.
Ingatlah menjadi saksi Kristus dalam seluruh laku hidupmu.” Makan untuk pergi menjadi
saksi Kristus, menunjukkan pembenaran dan pengudusan yang telah dilakukan Yesus
Kristus kepada dunia, untuk menjadi terang yang bercahaya di depan orang, supaya
32
Ebenhaizer Nuban Timo, Makanan adalah Surga, (Jakarta:BPK-GM, 2015), 39-46
70
mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu di surga (Matius
15:16).
2. Perjamuan Kudus adalah Ibadah Pendamaian Manusia dengan Allah
Salah satu makna yang terpenting dalam perjamauan Kudus adalah
pengorbanan Yesus (Jesus Sacrifice). Dalam uraian sebelumnya penulis telah
menjelaskan bahwa sistem dan hukum ritual kurban di dalam PL menjadi kuci utama
dalam memahami pengorbanan Yesus yang senantiasa diingat, dikenang dan dihayati di
dalam Perjamuan Kudus. Dalam perasaan, kenangan dan penghayatan orang Kristen,
Yesus adalah kurban tebusan, kurban pendamaian, darahnya menjadi simbol perjanjian
yang baru antara manusia dengan Allah.
Yesus adalah tebusan (ransom)
Penebusan berasal dari kata menebus yang berarti membeli kembali sesuatu
yang dulunya menjadi milik anda. Menebus juga berarti mendapatkan sesuatu dengan
membayar uang tebusan. Tebusan atau penebusan dalam tradisi Alkitab dikenal dengan
sebutan “ransom”. Istilah rasom berkembang dalam pelaksanaan ritual kurban bakaran di
Israel dalam rangka pendamaian antara manusia (Israel) dengan Allah.33
Dalam teks PL,
ransom (tebusan) adalah sesuatu hal yang harus dibayar oleh seseorang untuk terluputkaan
dari penderitaan ataupun kematian. Tebusan (ransom) dapat berupa uang ataupun berupa
penderitaan orang lain, atau binatang pengganti untuk manusia (Bilangan 8:10-12).
Nampaknya hal ini juga kelihatan dalam Imamat 17:11 bahwa nyawa binatang ada di
dalam darahnya, darah itu diberikan kepada Allah di atas mezbah untuk mendamaikan
manusia dengan Allah. Allah dalam kemurahanNya mengizinkan manusia yang penuh
33
Gordon J Wenham, The Book Of Leviticus,(Michigan: Grand Rapids, 1979), 59
71
dosa untuk mempersembahkan sebuah tebusan (ransom) untuk dosa-dosanya, sehingga
manusia dilepaskan dari kematian.34
Ada beberapa kasus dalam Alkitab yang seringkali dikaitkan dengan istilah
ransom. Pertama, kasus kelaparan yang dialami oleh orang Israel akibat dari perbuatan
Saul yang telah membunuh orang-orang Gibeon (2 Sam 21:3-6). Untuk mendamaikan hal
tersebut, Daud harus membayar tebusan. Kematian beberapa anggota keluarga Saul adalah
menjadi sebuah tebusan (ransom) untuk melindungi kelurga Saul yang lain dan bangsa
Israel juga. Kedua kasus perzinahan yang dilakukan oleh seseorang yang sudah beristri,
untuk mendamaikan masalah tersebut maka suami harus membayar kompensasi yang
disebut dengan tebusan (ransom). Hal ini sebenarnya adalah semacam izin untuk
menggantikan hukuman maksimal di Timur Dekat Kuno pada umumnya, akan tetapi
sebuah pengecualian dalam mempertimbangkan kasus-kasus pembunuhan di dalam PL.
Dalam penggunaan secara modern, istilah ransom cenderung diartikan
sebagai sejumlah pembayaran yang diberikan kepada teroris untuk membebaskan para
sandera. Acapkali hal ini melibatkan pembayaran atas sebuah tindakan dan perilaku yang
illegal. Akan tetapi dalam PL pembayaran tebusan merupakan suatu tindakan yang sangat
manusiawi. Ini adalah sebuah penghargaan yang diberikan kepada seseorang yang
seharusnya menerima hukuman mati.35
Jika seseorang memiliki domba jantan yang
mengamuk dan mengakibatkan kematian bagi orang lain, maka pemiliknya harus
bertanggungjawab dalam arti ia harus dihukum mati. Akan tetapi pengadilan memutuskan
untuk menyelamatkannya jika dia mau membayar tebusan (ransom).
Teologia penebusan atau uang tebusan (ransom) berkembang di abad
pertengahan yang digagas oleh Anselmus. Menurut Anselmus, “ manusia berutang
34
Ibid., 61 35
Ibid., 60
72
sesuatu kepada Allah, dan utang ini haruslah dibayar, akan tetapi tidak ada seorangpun
yang bisa menyelesaikan utang ini kecuali Allah sendiri, tetapi tidak ada seorangpun yang
melakukannya kecuali manusia. Jika tidak, maka manusia tidak dapat menyelesaikannya.
Karena itu perlu satu pribadi yang adalah Allah-manusia untuk melakukannya. Pribadi
yang sama untuk melakukan penebusan itu harus Allah dan manusia yang sempurna, tidak
ada seorangpun yang dapat melakukannya, kecuali Dia. Oleh karena inilah Allah
menjelma di dalam Kristus dan menyerahkan diriNya demi kehormatan Allah.” 36
Penebusan bukanlah hal sepele mengenai “membuat orang menjadi saleh,” akan tetapi
penebusan adalah bagian dari karya Allah yang sama pentingnya dengan penciptaan.
Seluruh kehidupan manusia telah diracuni oleh kejahatan, akan tetapi Allah memberikan
penawarnya kepada manusia yakni penebusan oleh Yesus Kristus.
Manusia membutuhkan seorang penebus karena ia selalu terbelenggu oleh
dosa-dosanya. Jean Jacques Rousseau mengatakan bahwa manusia dilahirkan dalam
keadaan bebas, akan tetapi ia akan terbelenggu setelah ia lepas dari kodrat alaminya.37
Manusia yang bebas adalah manusia patuh terhadap hukum, akan tetapi manusia
cenderung tidak patuh dan ingin menguasai yang lainnya secara berlebihan dan
mengakibatkan dirinya menjadi anarkis. Inilah hal-hal yang membelenggu manusia,
keinginan-keinginan hatinya yang melampaui kekuatan dirinya yang dapat merusak
dirinya sendiri maupun orang lain.38
Itulah dosa yang dimaksud oleh Alkitab. Dosa terjadi
karena pengaruh kekuatan si Jahat Iblis. Ia menggoda dan menguasai hati manusia,
36
John Stott, The Incomparable Christ, (Surabaya: Momentum, 2001), 87 37
Jean Jacques Rousseau, The Social Contract, translated and introduced by Maurice