71 BAB III PERANAN KEIRETSU, KETERLIBATAN PEMERINTAH JEPANG, DAN DAMPAK NASIONAL 3.1 Peran Keiretsu Network Terhadap Bisnis Otomotif di Indonesia Pada bab ini akan menfokuskan terkait peran keiretsu di Indonesia yang distimulus oleh kebijakan pemerintah Jepang sebagai aktor negara (state) dalam menjembatani hubungan formal antara kelompok bisnis otomotif Jepang (TNC) seperti Toyota yang berdampak terhadap pertumbuhan ekonomi domestik Jepang maupun Indonesia. Hadirnya sistem rantai pasok (Supply Chain Management) dalam sektor industri otomotif di kawasan Asia Tenggara telah membantu perekonomian negara yang tergabung dalam afiliasi perusahaan otomotif. Jepang dan Indonesia sama-sama mendapatkan keuntungan dalam hal teknis maupun finansial. Dalam hal teknis, Jepang dapat mempekerjakan para teknisi di Indonesia, di mana hal tersebut telah mempermudah para pengusaha otomotif Jepang dalam hal produksi dan distribusi barang. Biaya produksi rendah dengan tingkat upah pekerja yang relatif lebih rendah daripada di negara-negara maju (pelopor rezim teknologi-industri) yang didukung dengan kekayaan alam menjadikan alasan mengapa Asia Tenggara menjadi penting bagi bisnis-industri otomotif Jepang. Hadirnya keiretsu dalam bidang otomotif telah menyokong (support) pendapatan nasional negara Jepang melalui ekspansi perdagangan internasional.
34
Embed
BAB III PERANAN KEIRETSU, KETERLIBATAN PEMERINTAH …eprints.umm.ac.id/40586/4/BAB III.pdf · terbukanya ekonomi kawasan baru (A new open regionalism) 2 ASEAN. Terbukanya ekonomi
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
71
BAB III
PERANAN KEIRETSU, KETERLIBATAN PEMERINTAH JEPANG,
DAN DAMPAK NASIONAL
3.1 Peran Keiretsu Network Terhadap Bisnis Otomotif di Indonesia
Pada bab ini akan menfokuskan terkait peran keiretsu di Indonesia yang
distimulus oleh kebijakan pemerintah Jepang sebagai aktor negara (state) dalam
menjembatani hubungan formal antara kelompok bisnis otomotif Jepang (TNC)
seperti Toyota yang berdampak terhadap pertumbuhan ekonomi domestik Jepang
maupun Indonesia. Hadirnya sistem rantai pasok (Supply Chain Management)
dalam sektor industri otomotif di kawasan Asia Tenggara telah membantu
perekonomian negara yang tergabung dalam afiliasi perusahaan otomotif.
Jepang dan Indonesia sama-sama mendapatkan keuntungan dalam hal
teknis maupun finansial. Dalam hal teknis, Jepang dapat mempekerjakan para
teknisi di Indonesia, di mana hal tersebut telah mempermudah para pengusaha
otomotif Jepang dalam hal produksi dan distribusi barang. Biaya produksi rendah
dengan tingkat upah pekerja yang relatif lebih rendah daripada di negara-negara
maju (pelopor rezim teknologi-industri) yang didukung dengan kekayaan alam
menjadikan alasan mengapa Asia Tenggara menjadi penting bagi bisnis-industri
otomotif Jepang.
Hadirnya keiretsu dalam bidang otomotif telah menyokong (support)
pendapatan nasional negara Jepang melalui ekspansi perdagangan internasional.
72
Mekanisme jaringan keiretsu tetap menjadi pilihan bagi para pengusaha otomotif
Jepang untuk mendominasi bahkan memonopoli pasar otomotif Indonesia dengan
berdirinya pabrik-pabrik baru (termasuk industri suku cadang Toyota). Mengingat
ketersediaan Sumber Daya Alam (SDA) di Asia Tenggara yang melimpah, Toyota
Jepang seolah mencari rumah baru untuk memutar roda bisnis-industri otomotifnya
di wilayah tersebut.
Menjadi penting untuk mengetahui bagaimana hubungan integrasi atau
keterkaitan antara Jepang (state) dengan kelompok bisnis otomotif Jepang (TNC)
berjalan melalui bingkai B to G (Business to Government) 1 yang membawa
perusahaan-perusahaan otomotif Jepang begitu kuat peran serta kontribusinya
dalam perekonomian ASEAN dewasa ini.
Dalam ranah ini, keterlibatan atau intervensi kebijakan perdagangan (trade
policy) melalui rangkaian kerjasama ekonomi kawasan oleh pemerintah Jepang
menjadi kata kunci utamanya. Hal tersebut telah membuka celah bagi para
perusahaan otomotif asal Jepang dalam mendapatkan legitimasinya secara hukum
dan perundang-undangan yang berlaku di negara-negara mitra ASEAN dengan
terbukanya ekonomi kawasan baru (A new open regionalism)2 ASEAN.
Terbukanya ekonomi kawasan baru di ASEAN tersebut khususnya
berlaku bagi negara-negara Indochina yang menerapkan sistem sosialis, seperti
Vietnam, Kamboja, Laos dan Myanmar untuk menghapus hambatan tarif dan non-
1 Hubungan transaksional ‘B to G’ terjadi saat komponen pihaknya terdiri dari perusahaan dan
pemerintah. 2 Sekelompok negara baru yang setuju untuk mengurangi hambatan perdagangan secara MFN
(Most-Favored Nation : Komitmen kebijakan perdagangan non-diskriminatif yang ditawarkan oleh
satu negara ke negara lain secara timbal balik).
73
tarif (kuota) bagi masuknya bisnis-industri otomotif dari Jepang. Sebagai contoh,
negara sosialis Indochina Vietnam menyetujui Perjanjian Kemitraan Trans-Pasifik
(TPP) yang juga mengatur tentang pembebasan hambatan tarif dan non-tarif (kuota)
terhadap masuknya otomotif dari Jepang.
Vietnam yang notabenenya menerapkan Sistem Ekonomi Sosialis
menyetujui agenda pembebasan hambatan tarif masuk tersebut hingga 0% dalam
agenda program pasca diberlakukannya TPP kedepan. 3 Bagan 3.1 berikut
menunjukan agenda pembebasan hambatan tarif masuk bagi otomotif Jepang di
Vietnam.
Grafik 3.1
Agenda Penurunan Hambatan Tarif Masuk Untuk Kendaraan di Vietnam 4
3 Martin Schröder, Viet Nam’s Automotive Supplier Industry: Development Prospects under
Conditions of Free Trade and Global Production Networks, Department of Automotive Science,
ERIA Discussion Paper Series, May 2017, Kyushu University, hal. 15. 4 Ibid.
70% 70% 70%
63%
56%
49%
42%
35%
28%
21%
14%
7%
0%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
0 2 4 6 8 10 12 14
Tin
gkat
Tar
if (
%)
Tahun Setelah TPP diberlakukan
Sumber : Trans-Pacific Partnership (TPP)
74
Hubungan antara kelompok bisnis dunia (dalam hal ini otomotif
multinasional Jepang; Toyota) dan pemerintahan Jepang penting untuk diketahui
sebelum menjawab bagaimana peran Keiretsu Network terhadap bisnis otomotif
Jepang di kawasan Asia Tenggara. Bagan 3.2 berikut menggambarkan hubungan
antara pemerintah dan kelompok bisnis Jepang yang saling terkait satu sama lain
untuk saling men-support pertumbuhan ekonomi domestik Jepang melalui konteks
perdagangan bebas.
Bagan 3.1
Segitiga Hubungan Tradisional Kelompok Bisnis dan
Pemerintahan di Jepang 5
Pada bagan di atas, aktor state dan kelompok bisnis dunia (MNC & TNC)
otomotif Jepang saling terintegrasi satu sama lain. Artinya, keduanya saling
menguatkan stabilitas keamanan negara Jepang melalui perekonomian bisnis global.
Birokrat berperan dalam pembuatan Undang-Undang dan kebijakan, sebagaimana
5 Whitney Long, The Traditional Government-Business Relationship in Japan dalam Presentation
on theme: "The Free Trade Movement", diakses dari http://slideplayer.com/slide/6387898/, hal.
47, (19/05/2017, 20.43).
POLITIKUS (i.g : Shinzo Abe, dll).
BISNIS DUNIA (i.g : Toyota, Honda,
Nissan, dll).
BIROKRAT (Pembuat UU,
Pembuat Kebijakan
i.g : LDP)
75
kontribusi kebijakan dari Partai Demokratik Liberal atau Liberal Democratic Party
(LDP). Posisi elit birokrat adalah penting dan independen daripada elit politikus
yang identik dengan citra kepentingan internal pribadi yang memungkinkan
terjadinya skandal dalam wewenangnya.6
Birokrat membawahi politikus yang berperan sebagai pengambil
keputusan dan kebijakan yang telah dirancang melalui UU lembaga birokrasi
Jepang, sedangkan kelompok bisnis beroriantasi terhadap ekspor barang dan
jasanya ke luar negeri. Namun demikian, ketiganya memiliki hak untuk melakukan
check and balance sesuai kebutuhan kondisi internal. 7 Regulasi ekspor-impor
kelompok bisnis-industri otomotif Jepang kemudian diatur dalam Kebijakan
Perdagangan Bebas negara Jepang.
Kebijakan Perdagangan Bebas (Free Trade Policy) Jepang yang mengatur
regulasi ekspor dan impor otomotif terhadap negara-negara mitra dagang ASEAN
cenderung lebih lunak daripada penetapan hambatan tarif dan non-tarif yang
dikenakan terhadap negara-negara mitra non-ASEAN (contohnya terhadap AS
yang merupakan sekutu terdekatnya sendiri). Jepang telah mengadakan
perundingan berkelanjutan untuk perjanjian perdagangan bebas Kemitraan
Ekonomi Komprehensif Regional sejak 2012 dengan beberapa negara, termasuk
negara anggota ASEAN melalui kerangka EPA (Economic Partnership Agreements)
yang digagas METI (Ministry of Economy, Trade and Industry).8
6 Ronald E. Dolan dan Robert L. Worden, Bureaucrats, Washington: GPO for the Library of
Congress, diakses dari http://countrystudies.us/japan/123.htm, (19/05/2017, 20.46). 7 Ibid. 8 Laman Resmi Export.Gov, Japan - Trade Agreements, diakses dari
asia/, (20/05/2017, 19.28 WIB). 26 Kenichi Miyashita dan David Russell, 1994, Keiretsu: Inside The Hidden Japanese
Conglomerates, United States of America: MCGrawHill, hal. 49.
83
perusahaan dalam kelompoknya untuk memperhitungkan keuntungan yang akan
diperoleh dan juga pengembangan sumber daya maupun intelektual melalui
program R&D, terakhir ialah sebagai dokter perusahaan (company doctor) yang
akan membantu setiap kelompok aliansi perusahaan yang mengalami kegagalan
bahkan kejatuhan dan biasanya dialami oleh perusahaan-perusahaan minor
(kecil).27
Pemaparan tersebut menjelaskan betapa pentingnya peranserta dari
keiretsu horizontal sebagai kendali keuangan dari sebuah perusahaan (firm) yang
menjalankan bisnisnya. Sistem market serupa juga dimainkan dalam pentas
kerjasama industri manufaktur otomotif di Indonesia. Lebih menarik terkait dengan
kompleksitas strategi ekonomi politik internasional Jepang yang bersifat intangible
power28 dalam konteks strategi bisnis-ekonomi dan perdagangan internasional yang
terintegrasi.
Terdapat banyak sekali supplier kecil yang bahkan sulit untuk disebutkan.
Bahkan wilayah analisa terhadap mekanisme dari keiretsu sendiri juga bersifat
samar dan kompleks, artinya tidak ada definisi tunggal yang membatasi definisi
maupun pergerakannya secara khusus dalam ekonomi-politik dan bisnis
internasional.29
Hubungan kemitraan perusahaan di Jepang seperti Toyota sebagai
perusahaan utama (pusat) dalam keiretsu dengan beberapa gabungan anak
perusahaan di Asia Tenggara (seperti PT Astra International Tbk), mampu
27 Ibid, Kenichi Miyashita dan David Russell, hal. 49. 28 Kekuatan tidak terlihat (berupa Strategi Ekonomi Politik Internasional Jepang melalui Keiretsu
Otomotif). 29 Kenichi Miyashita dan David Russell, Op.Cit., hal. 7.
84
menguasai pasar domestik suatu negara dengan penjualan otomotif mobil dan
sepeda motor sebagai produk unggulan Jepang di negara-negara Asia Tenggara,
terutama Indonesia, Thailand dan Vietnam.30
Selain itu, pemerintah Jepang banyak berkontribusi sebagai penghubung
antara vendor yang ada di negaranya dengan vendor-vendor yang berada di luar
negeri, dalam hal ini Asia Tenggara. Secara langsung maupun tidak, sejalan dengan
rezim teknologi-industri yang mereka miliki membuat negara-negara mitra di Asia
Tenggara bergantung terhadap investasi langsung (FDI) dari Jepang, salah satunya
melalui hagemoni industri manufaktur otomotif.
FDI (investasi yang dilakukan oleh perusahaan atau individu di satu
negara dalam kepentingan bisnis di negara lain) 31 Jepang telah berkontribusi
terhadap FDI dunia secara signifikan sejauh perusahaan otomotif transnasional
Jepang telah berhasil membentuk posisi investasi yang kuat di AS, Eropa dan Asia.
Tahun 1994 telah memberikan dorongan bagi investasi langsung Jepang di
Indonesia melalui perusahaan otomotif multinasionalnya seperti Honda, Toyota,
Nissan, Mitsubishi dan Subaru. Asia Tenggara telah berhasil menarik minat FDI
Jepang dengan cepat, sekaligus menawarkan konsumen dan pasar industri yang
besar dan telah merelokasi industri manufaktur otomotif Jepang ke banyak negara-
negara di Asia dari tahun 1980-an.32
30 Tony Pugliese, Japanese automakers strengthen grip on SE Asia - ANALYSIS, diakes dari
3.3 Sokongan Japan International Cooperation Agency (JICA) dan Offical
Development Assistance (ODA)
Jepang telah berkembang dari sebuah negara yang mendapatkan bantuan
dalam rekonstruksi pasca PD II untuk menjadi donor atas negara-negara
berkembang pada 1990-an (termasuk Asia Tenggara). Sebagai pendonor, misi
utama Jepang melalui bantuannnya ke negara-negara berkembang (selain dari
kepentingannya sendiri) adalah menawarkan dorongan finansial untuk
pembangunan (infrastruktur) yang memungkinkan negara-negara berkembang
tersebut bergerak meningkatkan perekonomiannya.47 Hal tersebut berupa bantuan
luar negeri, dan investasi asing langsung (FDI).48
Ketergantungan negara-negara di kawasan Asia Tenggara terhadap
investasi asing langsung (FDI) dari Jepang bukannya tanpa alasan. Meskipun dalam
konsepnya kedua belah pihak saling membutuhkan dalam hal pertukaran barang
dan jasa (seperti dalam kegiatan perdagangan otomotif), namun hal ini
membuktikan bahwa negara-negara di kawasan Asia Tenggara tidak memiliki
alternatif lain selain menggandeng Jepang sebagai mitra utama mereka dalam rantai
nilai pasok industri otomotif/transportansinya. Atau paling tidak Jepang lebih kuat
peran dan pengaruhnya dalam sektor industri otomotif hingga saat ini dari pada para
pesaing negara maju lainnya yang berasal dari Asia, Amerika, bahkan Eropa.
47 Timur Dadabaev, Japan's ODA assistance scheme and Central Asian engagement:
Determinants, trends, expectations, Hanyang University, diakes dari
http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S187936651500024X, (31/05/2017, 16.51 WIB). 48 Official Development Assistance (ODA): 9. Japan's Approaches to Foreign Aid , MOFA
(Ministry of Foreign Affairs of Japan), diakes dari
Hal tersebut didukung dengan sejarah panjang yang melatarbelakangi
legitimasi Jepang dalam bidang bisnis-industri dan perdagangan internasional di
kawasan Asia Tenggara. Sejalan dengan itu semua terdapat peran penting dari
Japan International Cooperation Agency (JICA). JICA merupakan suatu badan
kerjasama internasional milik pemerintah Jepang yang mengkoordinasikan bantuan
pembangunan seperti melalui Offical Development Assistance (ODA).49
Melalui ODA inilah kemudian Jepang mengalirkan bantuan sosial-
ekonominya kepada negara-negara di kawasan Asia Tenggara. Dengan demikian
telah membuka celah bagi Jepang (selaku aktor negara/state) dalam keterlibatannya
pada segala aktifitas ekonomi-politik dan sosial di kawasan Asia Tengara, sebagai
contoh liberalisasi perdagangan Jepang-ASEAN dalam wujud investasi,
pengembangan SDM, dll.
ODA dibagi secara luas menjadi bantuan bilateral, di mana bantuan
diberikan langsung ke negara-negara berkembang, dan bantuan multilateral, yang
diberikan melalui organisasi internasional. JICA memberikan bantuan bilateral
berupa kerjasama teknis, pinjaman ODA Jepang dan bantuan hibah.50 Peran ODA
Jepang sebagai bantuan sosial terhadap negara-negara berkembang seperti Asia
Tenggara menjadi tolak ukur bagi Jepang untuk menciptakan tatanan ekonomi-
politik dan keamanan yang stabil bagi negaranya terhadap kemungkinan adanya
hagemoni ekonomi global.
Secara struktural, hubungan antara JICA dan ODA adalah sebagai berikut.
49 Program Kemitraan JICA, JICA (Japan International Cooperation Agency), diakes dari
https://www.jica.go.jp/indonesia/indonesian/activities/activity03.html, (31/07/2017, 12.51 WIB). 50 Japan's ODA and JICA, diakes dari https://www.jica.go.jp/english/about/oda/index.html,
(01/08/2017, 17.05 WIB).
93
Bagan 3.4
ODA dan JICA Jepang 51
Penting diketahui bahwa bantuan yang diberikan oleh Jepang melalui
ODA di sini dapat berupa bantuan pinjaman hutang (Loan), bantuan hibah (Grant
Aid), dan kerja sama teknis (Technical Cooperation). Dalam hal pinjaman dana
hutang jumlahnya lebih besar dari pada bantuan hibah. Sehingga dalam konteks
intangible power telah menarik perhatian pihak mitra penerima bantuan yang pada
akhirnya membebani diri mereka sendiri dengan hutang dengan syarat perjanjian
yang telah diberlakukan. Bukan hanya negara-negara Asia Tenggara yang telah
menerima berbagai bentuk bantuan ODA Jepang akan tetapi China dan juga
beberapa negara Asia lain yang umumnya merupakan korban penjajahan Jepang di
masa lalu.
Pada kasus Asia, ODA bilateral Jepang kepada China dan Indonesia,
dalam bentuk pinjaman-pinjaman selama ini selalu lebih besar ketimbang bantuan
hibah dan kerjasama teknis. Akibat apresiasi yen yang drastis setelah tahun 1985,
pinjaman-pinjaman dari Jepang telah menjadi permasalahan-permasalahan utang
51 Ibid., Japan's ODA and JICA.
94
yang serius bagi negara-negara penerima ODA di Asia khususnya China dan
Indonesia.52 China dan Indonesia selama tahun 90-an hingga 2000-an awal telah
melakukan negosiasi dengan Jepang untuk mendapatkan bantuan dalam
meringankan beban pembayaran kembali yang menggelembung itu. Namun
demikian, pemerintah Jepang tidak mau merespons permintaan-permintaan yang
terus meningkat dari China dan Indonesia untuk pengurangan hutang.53
Melalui bantuan-bantuan (dana hibah, hutang, kerjasama teknis) inilah
kemudian Jepang mendapatkan legitimasinya dalam tatanan ekonomi dan sosial di
kawasan Asia Tenggara. Meskipun legitimasi politiknya tidak berperan secara
langsung, namun pada tataran nasional Jepang sudah cukup mendapatkan simpati
perhatian masyarakat internasional. Program bantuan pemerintah Jepang juga
meliputi pelatihan-pelatihan yang dicanangkan bagi negara-negara berkembang
seperti Asia Tenggara. Pelatihan tersebut meliputi pelatihan teknis dan
perindustrian untuk memfasilitasi pengembangan sumber daya manusia (SDM) di
negara-negara berkembang. 54 Begitupula dalam hal sektor industri manufaktur
otomotif berbagai pelatihan tenaga kerja berbasis R&D (Research & Development)
dilakukan.
Indonesia sendiri memiliki hubungan kedekatan dalam hal teknis hingga
finansial dengan Jepang. JICA juga telah menggandeng PT Bank Internasional
Indonesia Tbk (BII) dalam penyediaan fasilitas pinjaman dua tahap (two step loan).
Fasilitas tersebut merupakan yang pertama diberikan JICA melalui program Private
52 Lim Hua Sing, 2001, Peranan Jepang di Asia (Terj.), Edisi Ketiga, Jakarta: PT. Gramedia
Jepang hanya mengalokasikan 1% dari APBNnya untuk militer. Namun, Jepang
melihat sisi lain untuk tetap mempertahankan posisi negaranya sebagai salah satu
leading country di Asia, yakni dari sisi ekonomi. Jepang kemudian memperkuat
perekonomian negaranya dengan menciptakan inovasi teknologi dan memperkuat
bargaining position dalam hubungan perdagangan internasional.63
3.4 Hengkangnya Ford di Indonesia 2016: Pentingnya Industri Suku Cadang
Perbedaan antara strategi bisnis internasional otomotif Jepang dan non-
Jepang dalam hal ini Ford (AS) yang sudah eksis pada bidang bisnis otomotif di
Indonesia sejak tahun 1989 ialah terletak pada industri komponen. Bagi Jepang
industri komponen merupakan hal terpenting baginya dalam mengembangkan dan
mempertahankan pasar industrinya di dunia. 64 Keiretsu dalam bentuk anak
perusahaan otomotif di Indonesia telah memudahkan para konsumen dalam negeri
guna mencari kebutuhan komponen bagi produk otomotifnya. Hal inilah kemudian
yang menyudutkan posisi Ford, pabrikan otomotif asal Amerika Serikat yang
mengalami penurunan angka penjualan tiap tahunnya hingga terpaksa hengkang di
tahun 2016.
Indonesia dinilai prinsipal Ford Motor tidak memberikan keuntungan
bisnis yang diharapkan. Penjualan Ford di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir
semakin menciut. Kekalahan Ford dalam arus persaingan pasar otomotif di
63 Bianda Evania Tular, dkk, Kepentingan Jepang Melalui JICA Terhadap Pemberian Bantuan
Proyek DSDP di Indonesia, Universitas UDAYANA, diakses dari
https://ojs.unud.ac.id/index.php/hi/article/download/21902/14531, (04/08/2017, 11.03 WIB). 64 Dikky Setiawan dan Petrus Dabu, Menyibak Tabir Hengkangnya Ford dari Indonesia, diakses
dari http://fokus.kontan.co.id/news/menyibak-tabir-hengkangnya-ford-dari-indonesia,
(05/08/2017, 15.01 WIB).
101
Indonesia menyusul hengkangnya Chevrolet yang sama-sama pabrikan asal
Amerika Serikat dan diakibatkan kalah saing dengan perusahaan otomotif asal
Jepang. Dari sejarahnya, mobil Ford tidak ikut menanam saham di Indonesia
sebelumnya. Hal berbeda dilakukan oleh perusahaan asal Jepang yang dari awal
sudah membangun infrastruktur dan pabrik di Indonesia sebagai basis
investasinya.65
Pada tahun 2015, penjualan Ford hanya menyumbang 0,1% dari pasar
Jepang dan hanya 0,6% dari Indonesia. Dalam sebuah pernyataan juru bicara Ford,
Neal McCarthy menyatakan bahwa Jepang adalah ekonomi otomotif yang paling
tertutup dan terkuat di dunia, dengan semua merek impor menyumbang kurang dari
6% pasar mobil baru tahunan Jepang.66 Peranserta industri otomotif asal Jepang
sangat signifikan dalam membangun kiprahnya di Indonesia. Di Indonesia, Jepang
terus-menerus menanamkan brandnya ke otak masyarakat. Jepang tak kenal lelah
memperbaiki mutu, layanan purna jual dengan memperbanyak dealer dan service.
Jepang juga tetap mempertahankan harga agar tetap terjangkau sesuai dengan
pundi-pundi masyarakat Indonesia.67
Hal inilah secara perlahahan kemudian memunculkan mindset dalam
masyarakat Indonesia untuk lebih memilih produk otomotif asal Jepang.
Banyaknya anak perusahaan yang tersebar di hampir seluruh wilayah Indonesia
memudahkan para konsumen dalam hal teknis. Pemerintah juga tidak menyesalkan
65 Ibid, Dikky Setiawan dan Petrus Dabu. 66 Ford pulls out of Japan and Indonesia, diakses dari http://www.bbc.com/news/35406463,
(05/08/2017, 15.22 WIB). 67 Bye Bye Ford, dalam E-Jurnal: Harian Jurnal Asia Edisi Jumat, 29 Januari 2016, diakses dari