BAB III PEMAKNAAN MAHAR NON MATERIAL DAN RELEVANSI SOSIAL A. Pemaknaan Hadis non material 1. Teks Hadis dan Terjemah Mahar Langkah awal yang penulis lakukan dalam meneliti hadis tentang pemberian mahar non materi salah satunya ayat al-Quran sebagai mahar dalam pernikahan adalah dengan menggunakan metode takhrij yang telah banyak digunakan oleh para ulama. penulis melakukan penelusuran melalui kamus al- Mu‟jam al-Mufahras li Alfaz al-Hadis, yaitu kamus besar yang digunakan untuk mencari hadis berdasarkan petunjuk lafal matan hadits. Berbagai bentuk lafal disajikan didalamnya, tidak terbatas pada lafal-lafal yang berada diawal matan saja, tetapi juga berbagai lafal yang berada di tengah dan bagian-bagian lain dari matan hadis. 1 Melalui kata kunci ﺣﺪﻳﺪdan lafal ﺧﺎﺗﻢmaka diperoleh 24 (dua puluh empat) buah hadits tentang kewajiban membayar mahar dalam kitab an-Nikah yang terbagi ke dalam beberapa bab. No Kitab Bab Jumlah 1. Sahih Bukhari An-Nikah 12 2. Sahih Muslim An-Nikah 1 3. Sunan At-Tirmidzi An-Nikah 1 4. Sunan an-Nasa‟i An-Nikah 4 5. Sunan Abu Dawud An-Nikah 1 6. Sunan Ibnu Majah An-Nikah 1 1 Syuhudi Ismail, Cara Praktis Mencari Hadits Nabi (Jakarta: Bulan Bintang, 1991), hlm.50.
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB III
PEMAKNAAN MAHAR NON MATERIAL DAN RELEVANSI SOSIAL
A. Pemaknaan Hadis non material
1. Teks Hadis dan Terjemah Mahar
Langkah awal yang penulis lakukan dalam meneliti hadis tentang
pemberian mahar non materi salah satunya ayat al-Quran sebagai mahar dalam
pernikahan adalah dengan menggunakan metode takhrij yang telah banyak
digunakan oleh para ulama. penulis melakukan penelusuran melalui kamus al-
Mu‟jam al-Mufahras li Alfaz al-Hadis, yaitu kamus besar yang digunakan untuk
mencari hadis berdasarkan petunjuk lafal matan hadits. Berbagai bentuk lafal
disajikan didalamnya, tidak terbatas pada lafal-lafal yang berada diawal matan
saja, tetapi juga berbagai lafal yang berada di tengah dan bagian-bagian lain dari
matan hadis.1
Melalui kata kunci حديد dan lafal خاتم maka diperoleh 24 (dua puluh
empat) buah hadits tentang kewajiban membayar mahar dalam kitab an-Nikah
yang terbagi ke dalam beberapa bab.
No Kitab Bab Jumlah
1. Sahih Bukhari An-Nikah 12
2. Sahih Muslim An-Nikah 1
3. Sunan At-Tirmidzi An-Nikah 1
4. Sunan an-Nasa‟i An-Nikah 4
5. Sunan Abu Dawud An-Nikah 1
6. Sunan Ibnu Majah An-Nikah 1
1 Syuhudi Ismail, Cara Praktis Mencari Hadits Nabi (Jakarta: Bulan Bintang, 1991),
hlm.50.
7. Musnad Ahmad bin
Hambal
An-Nikah 2
8. Malik An-Nikah 1
9. Sunan ad-Darimi An-Nikah 1
Untuk mengetahui dengan jelas susunan sanad dan matanya hadis, berikut
ini ditulis redaksi hadis mahar non materi sebagai mahar dalam pernikahan
berdasarkan kitab hadis yang meriwayatkanya:
ث نا ي عقوب بن عبد ث نا ق ت يبة بن سعيد حد أن امرأة الرحن عن أب حازم عن سهل بن سعد حدها جاءت رسول اللو صلى اللو عليو وسلم ف قالت يا رسول اللو جئت لىب لك ن فسي ف نظر إلي
ا رأت المرأة أنو ل رسول اللو صلى اللو عليو وسل ها وصوبو ث طأطأ رأسو ف لم م فصعد النظر إلي ي قض فيها شيئا جلست ف قام رجل من أصحابو ف قال يا رسول اللو إن ل يكن لك با حاجة
ال ىل عندك من شيء ف قال ل واللو يا رسول اللو قال اذىب إل أىلك فانظر ىل ف زوجنيها ف ق د شيئا فذىب ث رجع ف قال ل واللو يا رسول اللو ما وجدت شيئا قال انظر ولو خات ا من ت
سهل يد فذىب ث رجع ف قال ل واللو يا رسول اللو ول خاتا من حديد ولكن ىذا إزاري قال حد بستو ل يكن ما لو رداء ف لها نصفو ف قال رسول اللو صلى اللو عليو وسلم ما تصنع بإزارك إن ل
ها منو شيء وإن لبستو ل يكن عليك شيء فجلس الرجل حت طال ملسو ث قام ف رآه رسول علي ا جاء ق ال ماذا معك من القرآن قال معي اللو صلى اللو عليو وسلم موليا فأمر بو فدعي ف لم
ىا قال أت قرؤىن عن ظهر ق لبك قال ن عم قال اذىب ف قد سورة كذا وسورة كذا وسورة كذا عد ملكتكها با معك من القرآن
Telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa'id telah menceritakan kepada
kami Ya'qub bin Abdurrahman dari Abu Hazim dari Sahl bin Sa'd bahwasanya,
ada seorang wanita mendatangi Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan
berkata, "Wahai Rasulullah, aku datang untuk menyerahkan diriku padamu."
Lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pun memandangi wanita dari atas
hingga ke bawah lalu beliau menunduk. dan ketika wanita itu melihat, bahwa
beliau belum memberikan keputusan dirinya, beliau pun duduk. Tiba-tiba
seorang laki-laki dari sahabat beliau berdiri dan berkata, "Wahai Rasulullah,
jika Anda tidak berhasrat dengannya, maka nikahkanlah aku dengannya." Lalu
beliau pun bertanya: "Apakah kamu punya sesuatu (untuk dijadikan sebagai
mahar)?" Laki-laki itu menjawab, "Tidak, demi Allah wahai Rasulullah."
Kemudian Nabi bersabda: "Kembalilah kepada keluargamu dan lihatlah apakah
ada sesuatu?" Laki-laki itu pun pergi dan kembali lagi seraya bersabda: "Tidak,
demi Allah wahai Rasulullah, aku tidak mendapatkan apa-apa?" beliau
bersabda: "Lihatlah kembali, meskipun yang ada hanyalah cincin besi." Laki-laki
itu pergi lagi, kemudian kembali dan berkata, "Tidak, demi Allah wahai
Rasulullah, meskipun cincin emas aku tak punya, tetapi yang ada hanyalah
kainku ini." Sahl berkata, "Tidaklah kain yang ia punyai itu kecuali hanya
setengahnya." Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pun bertanya: "Apa
yang dapat kamu lakukan dengan kainmu itu? Bila kamu mengenakannya, maka
ia tidak akan memperoleh apa-apa dan bila ia memakainya, maka kamu juga tak
memperoleh apa-apa." Lalu Laki-laki itu pun duduk agak lama dan kemudian
beranjak. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melihatnya dan Nabi pun
langsung menyuruh seseorang untuk memanggilkannya. Beliau pun dipanggil,
dan ketika datang, beliau bertanya, "Apakah kamu punya hafalan Al Qur`an?"
laki-laki itu menjawab, "Ya, aku hafal surat ini dan ini." sambil menghitungnya.
bertanya lagi, "Apakah kami benar-benar menghafalnya?" ia menjawab, "Ya."
Akhirnya beliau bersabda: "Kalau begitu, perigilah. Sesungguhnya kau telah
kunikahkan dengannya dengan mahar yang telah kamu hafal dari Al Qur`an.”2
2. Kualitas Hadis
Hadis-hadis tentang mahar nonmateri tentang ayat al-Quran sebagai mahar
dalam pernikahan dimuat dalam kitab sahih al-Bukhari dan sahih Muslim yang
telah dijamin kesahihannya, al-Mu‟jam al-Mufahras li alFadz al-Hadis al-
Nabawy menunjukkan bahwa hadis tersebut adalah hadis sahih dengan jalur
periwayat Abu Hazim dengan adanya persambungan sanad, tidak ada illat dan
syuzuz dalam hadis tersebut. Namun dalam hadis lainnya dalam kitab sahih al-
Bukhari dengan jalur periwayatan Abu Hazim yang lain bahwa Sufyan bin
Uyainah adalah periwayat yang siqqah, terpercaya, tetapi ia sering melakukan
penipuan.
Sedangkan dalam Sahih Muslim terdapat satu hadis tentang ayat al-Quran
sebagai mahar dalam pernikahan, yaitu pada kitab an-Nikah dari jalur
periwayatan Qutaibah. Hal senada juga terdapat dalam periwayatan Malik bin
Anas dalam Sunan al-Tirmidzi dengan bab yang sama. Periwayat yang ada dalam
Sunan at-Tirmidzi semuanya dinilai siqqah akan tetapi Abdullah bin Nafi‟
disamping dinilai siqqah dia juga dianggap lemah hafalannya.
2 Muhammad Ismail al-Bukhari, Shakhih Bukhari, juz 5, kitab nikah, bab tazwid al
mu‟astar (Dimasyqi : Dar ibnu Katsir, tt), hlm. 1956-1957
Dalam Sunan an-Nasa‟i terdapat empat buah hadits, dimana salah satu
keempat hadits tersebut terdapat satu perawi yang sebelumnya sudah dinilai tadlis
(penipuan) yaitu Sufyan bin Uyainah. Keempat hadits tersebut terdapat dalam
kitab an-Nikah.
Dalam Sunan Abu Daud, hadis-hadis tentang mahar non materi ayat al-
Quran sebagai mahar dalam pernikahan hanya terdapat dalam satu jalur
periwayatan yaitu riwayat Malik bin Anas. Seluruh periwayat yang ada dalam
hadits Sunan Abu Daud ini dinilai siqqah semua, terpercaya, adil dan teliti.
Dalam Sunan Ibnu Majah juga hanya terdapat satu jalur periwayatan yaitu
riwayat Sufyan bin Sa‟id. Setelah penulis melakukan penelusuran tentang
kepercayaan Sufyan bin Sa‟id ternyata ditemukan adanya tanda-tanda bahwa
beliau ini adalah orang yang sering melakukan penipuan. Sedangkan oleh an-
Nasa‟i, Sufyan dinilai sebagai orang yang siqqah, pendapat senada juga
dilontarkan oleh Ali bin al-Ja‟ad dan Malik bin Anas. Dari segi matan haditsnya,
Ibnu Majah dalam karyanya di atas terlihat lebih singkat dan lebih simple, akan
tetapi hal ini tidak merubah maksud yang terkandung di dalamnya dengan hadits-
hadits yang lain.
Dalam Musnad Ahmad bin Hambal yaitu Musnad al-Ansar didapati dua
buah hadits tentang ayat al-Quran sebagai mahar dalam pernikahan. Dari salah
satu hadits tersebut diceritakan percakapan antara sahabat yang meminta pendapat
Nabi SAW tentang wanita yang menyerahkan urusan dirinya kepada beliau, akan
tetapi Nabi SAW tidak memberikan respon sama sekali, sehingga sahabat tersebut
mengulangi pertanyaannya hingga tiga kali, setelah itu baru Nabi SAW
memberikan jawabannya.
Malik bin Anas dalam bukunya al-Muwatta‟ hanya mengeluarkan satu
jalur periwayatan saja berkaitan dengan masalah mahar dengan ayat al-Quran
sebagai mahar dalam pernikahan. Sedangkan para perawi yang ada di dalamnya
semuanya dinilai siqqah.
Seperti halnya hadits yang ada dalam kitab al-Muwatta‟, dalam Sunan ad-
Darimi juga hanya ditemukan satu jalur periwayatan dan semua perawi juga
dinilai siqqah serta kuat ingatannya. Dalam segi matannya dalam Sunan ad-
Darimi berbeda dengan hadits-hadits yang lainnya. Dalam hadisnya disebutkan
bahwa jenis mahar yang pertama kali diajukan oleh Nabi adalah berupa pakaian.3
Perbedaan yang terjadi dalam setiap matan hadis tidak serta merta
menjadikan hadis tersebut tidak banyak untuk dikaji. Hal ini berdasarkan pendapat
ulama yang menilai hadits tersebut yaitu Abu Muhammad Husain al-Baghawi,
beliau menjelaskan bahwa hadits riwayat Ibnu Hazim dan Sufyan bin Uyainah ini
dinyatakan sahih, karena disahkan dengan syarat kesahihan oleh al-Bukhari dan
Muslim (muttafaq „alaih).4
Meskipun hadis-hadis mahar non maeri tentang ayat al-Quran sebagai
mahar dalam pernikahan di atas dikeluarkan oleh al-Bukhari dan Muslim, akan
tetapi salah satu perawinya dinilai pernah melakukan tadlis. Disamping itu
terdapat perawi lain yaitu Abdullah bin Nafi‟ yang dianggap lemah dalam
hafalannya dalam riwayat Sunan at-Tirmidzi. Ke-dabitan disini artinya, bahwa
perawi tersebut memiliki hafalan yang kuat, cermat, dan mengetahui adanya
perubahan periwayatan atau tidaknya, serta perawi tersebut bukan seorang yang
pelupa.5
Dengan demikian, hadis-hadis mahar non materi tentang ayat al-Quran
sebagai mahar dalam pernikahan sebagaimana penilaian para ulama dan
penelusuran penulis melalui kitab al-Hadits al-Syarif, maka hadits di atas adalah
3 26 Salah satu alternatif yang diberikan Rasulullah SAW saat dimintai persetujuan untuk
menikahi wanita yang menyerahkan dirinya untuk dinikahi oleh Nabi SAW. Sebelum akhirnya
Nabi SAW menetapkan beberapa ayat dari al-Quran sebagai mahar dalam pernikahan mereka.
4 Muhammad al-Husain bin Mas‟ud al-Bagawi, Syarah as-Sunnah V (Beirut: Dar Kutub
al-Ilmiyyah, 1992), hlm.90-91
5 M. Zuhri, Hadits Nabi: Telaah Historis dan Metodologi (Yogyakarta: PT. Tiara
Wacana, 2003), hlm.89
berstatus Hasan Shahih.6 Selanjutnya hadis-hadis tersebut dapat dikatakan sah
untuk dijadikan hujjah yang kemudian akan dilihat kembali makna matannya
dengan menggunakan metode ma‟anil hadis.
Bahwa hadis ini masuk dalam kategori hadis garib/fard (garib muthlaq/fard
muthlaq memimjam istilah Mahmud Thahhan) yaitu hadis yang pada periwayatan
tingkat sahabat dan tabi‟in hanya diriwayatkan oleh seorang periwayat saja.
masing-masing yaitu Sahl bin Sa‟d pada tingkat sahabat dan Abu Hazim pada
tabaqat al-tabi‟in. Kehujjaan hadis garib/fard dalam pandangan ulama tetap
diperpegangi selama periwayat-periwayatnya tersebut adalah orang-orang yang
tsiqah seperti pada kasus hadis tentang amalan tergantung pada niatnya.
3. Pemaknaan Hadis
a. Analisis bahasa
Untuk mendapatkan pemahaman yang jelas, terlebih dahulu diuraikan
beberapa mufradat yang penting untuk dijelaskan, yaitu :
a. Kata تصدقها adalah kata yang berbentuk fi‟il mudhari yang terambil dari
yang akar maknanya berarti kebenaran. Makna kebenaran اصدق صدق
ini didasarkan pada proses penetapan mahar itu didahului oleh adanya
janji, maka pemberian itu merupakan bukti kebenaran janji.7 Kata
.semuanya dapat berarti mahar الصدق, الصدق, الصداق, الصد, 8
6 Al-Turmudzi dalam kitab haditsnya memberi predikat banyak hadits dengan ungkapan
“Hasan Shahih” yang berarti bila hadits tersebut dilihat dari sebuah jalur periwayatan, ia
berpredikat shahih, tetapi dilihat dari jalur lain, ia berpredikat hasan. Tetapi bila hadits yang
berpredikat “Hasan Shahih” itu hanya satu jalur, maka dimaksudkan adalah, bila dinilai dengan
ukuran ulama tertentu ia berpredikat shahih, tetapi dilihat dengan ukuran ulama lain, ia berpredikat
hasan.
7 Tahir ibn Asyur yang dikutip oleh Quraish Shihab menambahkan bahwa mas kawin
bukan saja lambang yang membuktikan kebenaran dan ketulusan hati suami untuk menikah dan
menanggung kebutuhan hidup isterinya tetapi lebih dari itu tidak membuka rahasia berdua. Lihat,
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur‟an, Juz II (Cet. I;
Jakarta: Lentera Hati, 2000 M), hlm.329. 8 Muhammad ibn Mandzur, Lisan al-Arab, Juz XII (Bairut: Dar al-Jil,1988 M), h. 63.
b. Kata دصع dan صوب kedua kata mengandung makna mubalagah yang
berarti memandang dari atas ke bawah atau sebaliknya. Penggunaan
tasydiq pada kedua kata ini menunjukkan makna berulangnya kegiatan
tersebut.
c. Kata إذىب adalah berbentuk fi‟il amr yang terambil dari akar kata dari
.yang berarti perintah untuk pergiذىب يذىب
d. Kata إزار berakar dari kata يزير, أزار yang berarti mengelilingi. Dari makna
kata ini kemudian berkembang sehingga dimaknai sesuatu yang
menutupi badan (pakaian). Kata إزار yang kemudian diadopsi ke dalam
bahasa Indonesia dan berarti sarung itu tidak boleh dipersepsikan sama dengan
. إزار
Kata خامت berasal dari ختم yang berarti cap atau stempel. Dari makna kata ini
kemudian berkembang menjadi cincin, karena pada masa klasik (termasuk
pada masa Nabi) cincin itu menjadi cap atau stempel. 9
b. Analisis sosio historis
Setelah memahami hadits tentang ayat al-Quran sebagai mahar dalam
pernikahan melalui tinjauan matan dari sudut kebahasaan, keterkaitan
dengan hadits-hadits lain yang keterkaitan dengan ayat-ayat al-Quran, maka
selanjutnya dilakukan pemahaman hadits melalui tinjauan historis. Yang
dimaksud tinjauan historis disini adalah memahami hadits dengan
memperhatikan, mengeksplorasi dan mengkaji situasi atau peristiwa sejarah
yang terkait dengan latar belakang munculnya hadits tersebut.10
Dengan
kata lain, makna atau arti suatu pernyataan hadits dapat dipahami dengan
9 Ahmad Warson al-Munawwir, Kamus al-Munawwir Arab-Indonesia, Edisi II, h. 322.
10 Nizar Ali, Memahami Hadits Nabi Metode dan Pendekatan (Yogyakarta: CESaD YPI
al-Rahman, 2001), hlm.70
melakukan kajian atas realitas, situasi historis dimana hadits tersebut
muncul.
Analisis historis sangat penting mengingat apa yang kita sebut sebagai
teks keagamaan, hadits adalah bagian dari realitas tradisi kesilaman yang
dibangun oleh Nabi Muhammad saw dan para sahabatnya dalam lingkup
situasi sosialnya. Bila kita memahami hadits hanya secara tekstual yang
dipisahkan dari asumsi-asumsi sosialnya, maka sangat mungkin akan terjadi
penyimpangan informasi atau bahkan salah faham.11
Langkah ini meniscayakan adanya kajian mengenai situasi mikro, atau
sering kita kenal dengan istilah asbab al-wurud dan kajian mengenai situasi
makro, yakni situasi kehidupan secara menyeluruh dari Arabiyah pada saat
kehadiran Nabi Muhammad saw termasuk dalam hal ini adalah kapasitas
dan fungsi Nabi saw ketika memunculkan hadits yang bersangkutan.
Sebelum datangnya Islam perempuan identik dengan barang, bila terjadi
akad hutang piutang dan ternyata si penghutang tidak bisa membayar
hutangnya, maka perempuan bisa dijadikan ganti penebus hutang.
Perempuan itu bisa istri, anak perempuan ibu si piutang. Setelah
memberikan kepada si pemilik piutang, maka dia mempunyai hak penuh
atas perempuan tadi, ia bisa bebas menjualnya, menjadikannya pemuas
nafsu dan sebagainya. Jika si penghutang bisa melunasi hutangnya baru
kemudian perempuan tersebut boleh diambil kembali, setelah dia
manfaatkan semuanya.12
Mayoritas intelektual dan sejarawan terutama dikalangan Islam
berpendapat bahwa “posisi perempuan pada masa pra Islam sangat
memprihatinkan, keberadaannya seperti tidak ada, tidak memiliki
independensi, serta tidak memiliki hak untuk dirinya sendiri.13
11
Kamaruddin Hidayat, Memahami Bahasa Agama; sebuah kajian Hermeneutik (Jakarta:
Paramadina), hlm. 23 12
Al-Sarqani, Muhammad sang Pembela (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998), hlm.11 13
Syafiq Hasim, Hal-hal yang tak terfikirkan: tentang isu-isu keperempuan dalam Islam
(Bandung: Mizan,2001), hlm.19
Hal ini tidak jauh berbeda dengan perempuan pada zaman Yunani,
bangsa Athena kuno sangat memandang rendah terhadap kaum perempuan.
Kaum hawa hanya mereka anggap sebagai barang perhiasan yang dapat
dijualbelikan dipasar-pasar, mereka menganggap bahwa perempuan adalah
jelmaan setan jahat, najis dan menjijikkan.
Para ahli sosiologi mengatakan bahwa pada zaman pra sejarah, manusia
hidup secara buas, hidup dalam kelompok suku-suku. Dengan alasan yang
tidak jelas, tidak jarang perkawinan dengan orang yang sederhana
dipandang tabu. Orang muda dari suatu kelompok suku, apabila hendak
menikahi seorang wanita, maka harus memiliki pasangan dari suku lain.
Untuk memenuhi tujuannya, seorang pemuda harus mengadakan pendekatan
kepada suku lain tersebut supaya dapat memilih calon istri yang dia
inginkan. Pada masa itu, kaum pria tidak menyadari peranan yang
dimainkannya dalam hubungan dengan kelahiran anak.
Bentrokan yang sering terjadi antara suku-suku mendorong orang untuk
melakukan pemilihan istri dengan jalan kekerasan yaitu dengan melarikan
atau menculiknya. Ketika perdamaian berangsur-angsur menggantikan
permusuhan, maka adat kebiasaan melarikan calon istri tidak diperlukan
lagi. Untuk mendapatkannya seorang pemuda harus mengabdikan dirinya
kepada ayah si gadis. Sebagai ganti atas pelayanan yang telah dilakukan
oleh para pemudah kepada si ayah gadis, maka si ayah memberikan imbalan
dengan merelakan anak-anak gadisnya untuk dinikahi. Kemudian, ketika
situasi ekonomi bertambah maju maka bekerja selama bertahun-tahun pada
calon mertua digantikan dengan memberikan suatu hadiah yang berharga
kepadanya pada saat perkawinan, dengan demikianlah mereka memperoleh
gadis pilihan mereka. Dari sinilah konsep maskawin atau mahar itu
muncul.14
Secara kronologis, hadits-hadits tentang ayat al-Quran sebagai mahar
dalam pernikahan di atas muncul dilatarbelakangi atas ketidakmampuan
14
Murtadha Muthahari, Hak-hak Wanita dalam Islam, Terj. M. Hashem (Jakarta: Lentera,
1997), hlm. 122
sahabat dalam memberikan maskawin terhadap wanita yang dinikahinya.
Sahabat itu tidak memiliki harta sedikitpun untuk dijadikan mahar dalam
pernikahannya. Hal ini berawal ketika seorang wanita datang kepada Nabi
SAW dan menyerahkan urusan dirinya kepada beliau, yang dimaksud
urusan dirinya ini adalah menikahi perempuan tersebut. Disini diceritakan
bahwa perempuan tersebut berdiri diantara para sahabat yang ada pada saat
itu cukup lama, maka berdirilah salah satu sahabat yang hadir pada saat itu
dan dia memberanikan diri mengungkapkan keinginannya kepada
Rasulullah SAW dan berkata: “Jika Nabi SAW tidak berhajat kepadanya,
maka nikahkanlah dia denganku.”
Untuk beberapa waktu Nabi SAW tidak memberi komentar apapun,
selang beberapa menit kemudian Nabi SAW bertanya kepada sahabat
tersebut, “Apa yang engkau miliki untuk dijadikan mahar kepada wanita
tersebut?”. Setelah diketahui dia tidak punya sesuatu kecuali pakaian yang
sedang dia pakai saat itu, selanjutnya Nabi SAW menyuruh sahabat tersebut
mencari sesuatu meskipun itu berupa cincin dari besi sekalipun. Sahabat
yang disuruh tersebut tidak juga mendapatkan sesuatu walaupun sebentuk
cincin dari besi. Sahabat itu kembali dengan tangan kosong, selanjutnya dia
menawarkan baju yang dipakainya untuk dijadikan maskawin pada wanita
tersebut, akan tetapi Nabi SAW tidak menyetujuinya karena dianggap tidak
cukup jika harus dibagi dua dan alternatif terakhir yang diberikan oleh Nabi
SAW kepada sahabat tersebut adalah dengan beberapa ayat al-Quran yang
dia hafal. Alternatif terakhir inilah yang dijadikan sahabat tersebut untuk
menikahi perempuan yang datang pada Nabi SAW tersebut.15
Dalam kitab hadits dan asbab al-wurud al-hadits secara eksplisit tidak
ditemukan secara pasti dimana kejadian itu berlangsung dan tidak pula
disebutkan secara jelas siapa perempuan yang mendatangi Nabi SAW
tersebut. Namun dalam Syarh al-Bukhari ditemukan data yang menyebutkan
bahwa peristiwa tersebut berlangsung di dalam sebuah masjid. Wanita yang
15
Ibrahim bin Muhammad bin Kamal al-Din, Al-Bayan wa al-Ta‟rif fi asbab al-Wurud
al-Hadits al-Syarif (Beirut : Dar al-Saqafah al-Islamiyah), hlm. 344
dengan berani menyerahkan dirinya kepada Nabi SAW tersebut disinyalir
bernama Khaulah binti Hakim yang dijuluki dengan Ummi Syarik. Nama ini
dinukil dari nama orang yang memasrahkan dirinya kepada Rasulullah
SAW dalam surat al-Ahzab ayat 50 disebutkan: “Dan seorang wanita
mukminah bila ia memasrahkan urusan dirinya kepada Nabi SAW.”
Sedangkan penjelasan tentang nama wanita tersebut serta hal-hal yang
berkaitan dengan beberapa nama wanita yang memasrahkan urusan dirinya
kepada Rasulullah SAW, telah disebutkan dalam penafsiran surat al-
Ahzab.16
Di akhir cerita disebutkan bahwa sahabat tersebut menikahi wanita
itu dengan maskawin (mahar) beberapa ayat al-Quran yang telah dihafalnya
serta mengajarkannya.
c. Mahar menurut Ulama
Berdasarkan dalam Syarah Muslim Imam al-Nawawi menyebutkan
bahwa khusus kepada Nabi SAW dibolehkan seorang perempuan
menghibahkan dirinya untuk dinikahi tanpa mahar. Hal ini sesuai dengan
firman Allah SWT QS. Al-Ahzab ayat 50
ؤمنن ة مؤمنة إن وىبت ن فسها للنب إن أراد النب أن يست نكحها خالصة لك من دون الم وامرأ
Dan perempuan mukmin yang menyerahkan dirinya kepada Nabi kalau Nabi
mau mengawininya, sebagai pengkhususan bagimu, bukan untuk semua
orang mukmin.17
Mahar boleh memandang seorang perempuan yang ingin dipinangnya
sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan, kemudian mahar
yang diwajibkan dalam suatu pernikahan adalah sesuatu yang berharga, baik
sedikit maupun banyak sesuai dengan kesepakatan pihak keduanya.
Mahar sekalipun sedikit, tidak ada keterangan dari nabi SAW bahwa
beliau meninggalkan mahar pada suatu pernikahan. Andaikata mahar tidak
wajib tentu Nabi SAW pernah meninggalkannya walaupun satu sekali dalam
16
Kementrian Agama RI, al-Qur‟an dan Terjemahnya (Semarang: Toha Putra, 1989) 17
Kementrian Agama RI, al-Qur‟an dan Terjemahnya (Semarang: Toha Putra, 1989),
hlm, 667
hidupnya yang menunjukan tidak wajib. Akan tetapi, Nabi SAW tidak pernah
meninggalkannya.18
Islam dalam mahar dipandang sebagai hak yang wajib diberikan kepada
istri, hanya suami tidak harus segera menyerahkan mahar kepada istrinya
pada saat suksesnya akad pernikahan. Akan tetapi boleh menurut sepakatan,
apakah tunai seluruhnya atau diutangkan seluruhnya atau dibayar sebagian
dan sebagian utang (kredit). Baik penangguhan itu pada tanggal tertentu atau
waktu terdekat dari dua masa, yaitu meninggal atau talak atau dikredit
bulanan atau tahunan, semuanya bergantung pada kesepakatan antara kedua
pihak.19
Bahwa yang dikatakan dengan mahar itu ialah sesuatu yang jelas barang,
jenis, sifat dan sesuatu yang halal, berharga lagi bermanfaat.20
Namun,
mengenai besarnya mahar, para fuqoha telah sepakat bahwa mahar itu tidak
ada batas tertinggi. Dalam kitab al-Muwatha‟, Imam Malik menuliskan
beberapa hadis yang berhubungan dengan mahar, diantaranya adalah tentang
seorang laki-laki yang menikahi seorang perempuan dan telah menyentuhnya,
meskipun perempuan tersebut menghidap penyakit, maka pembayaran mahar
harus dilakukan kepada perempuan tersebut. Selain itu, Imam Malik
berpendapat bahwa kalau terjadi perceraian sebelum suami menyentuh
istrinya dan istrinya tersebut masih berstatus gadis, maka ia berhak mendapat
setengah dari mahar yang diperjanjikan. Pandangan ini, menurut Imam Malik,
sejalan dengan ketentuan dalam QS. Al-Baqarah ayat 237 ditambah dengan
sejumlah riwayat yang secara prinsip menegaskan bahwa kalau suami sudah
menyentuh istrinya menjadikan wajib membayar mahar. 21
Namun yang menjadi permasalahan dalam Islam adalah batas minimal
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan dan Kesan dan Keserasian al-Qur‟an
(Jakarta: lentera hati, 2002), volume 2, hlm. 416
baju besinya „Ali Karramallah wajhah, karena „Ali tidak memiliki selainnya,
lalu ia menjualnya, kemudian diberikan kepada Fathimah sebagai mahar. Ada
juga di antara perempuan sahabiyah yang maharnya berupa cinci besi, ada
juga maharnya berupa ayat-ayat al-Qur‟an yang kemudian diajarkan oleh
suaminya.28
Ahmad Musthafa al-Maraghi berpendapat, bahwa firman Allah wa atu
al-Nisa‟ shaduqatihinna nihlah pembicaraan ini ditujukan kepada para suami
yakni berikanlah kepada perempuan-perempuan mahar yang telah kamu ikat
dengan mahar sebagai pemberian yang berupa hibah, mahar itu sebagai
lambang cinta kasih sayang, yang sepantasnya mawaddah itu berada pada
suami istri, dan mahar itu adalah tanda kecintaan dan sebagai bukti eratnya
hubungan dan ikatan disamping jalinan yang seharusnya meliputi rumah
tangga yang layak dibangun.29
فإن طب لكم عن شيء منو ن فسا فكلوه ىنيئا مريئا
Kemudian jika menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu
dengan senang hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai
makanan) yang sedap lagi baik akibatnya.
Al-Maraghi menyatakan bahwa maksud potongan ayat ini, jika mereka
(istri-istri) itu sendiri rela memberikan kepada para suami sebahagian dari
mahar itu tanpa ada kesulitan, tipu daya, dan paksaan, maka suami boleh
makan dengan riang gembira, tidak dianggap berdosa dan tidak pula berdosa
jika para suami mengambilnya. Namun suami tidak boleh makan sedikitpun
dari harta (mahar) istrinya, kecuali apabila suami mengetahui bahwa istri itu
sendiri rela menyerahkan mahar itu kepada suami. Dan apabila suami itu
minta sebahagian kepada istrinya tetapi istri itu diliputi rasa takut dan cemas
28
Muhammad Albar, Wanita karir dan timbangan Islam Kodrat Kewanitaan Emansipasi
dan pelecehan seksual (Jakarta: Pustaka Azzam 1998), hlm. 40 29
Wahbah al-Zuhayli, al - Tafsir al - Munir (Beirut-Libanon: Dar al-Fikr al-Mu„ashir,
1991), Jilid 4, hlm. 240.
terhadap pemberian apa yang diminta suami, maka mahar itu tidak halal bagi
suami.30
Adapun hadis-hadis lain yang dapat dijadikan landasan (penguat) terhadap
kewajiban memberikan mahar. Mahar itu bermacam-macam yakni mahar
pemberian berbentuk material dan pemberian mahar non material. Akan tetapi
penulis akan meneliti hadis non material tentang ayat al-Quran sebagai mahar
dalam pernikahan. Di antara hadis-hadis penguat pemberian mahar tersebut yaitu:
a. Hadis Pemberian Mahar berbentuk material
Mahar material berupa mahar yang mempunyai nilai seperti uang atau emas.
ثن يزيد بن عبداهلل بن أسامو بن د حد ث نا إسحاق بن إبراىيم أخب رنا عبد العزيز بن مم حدد بن ث نا عبدالعزيز عن يزيد عن مم كى )والفظلو( حد
د بن أىب عمر امل ثن مم اهلادوحد
إبراىيم عن أىب سلمو بن عبدالرحن أنو قال سأ لت عائشة زوج النىب صلى اهلل عليو وسلم ا. كم كان ص داق رسول اهلل صلى اهلل عليو وسلم قال صداقو لزواجو ثنت عشرة أوقية ونش
قالت أتدرى مالنش قال ق لت ل . قلت نصف أوقية. فتلك خسمائة درىم. Dari Abu Salamah Ibn „Abdur Rahman ra sesungguhnya dia berkata: “
Saya bertanya kepada „Aisyah istri Nabi SAW: Berapa banyak maskawin
yang diberikan Rasulullah SAW? „Aisyah menjawab: maskawin yang beliau
berikan kepada istri-istrinya ialah dua belas setengah uqiyah”. Ketika
dianya oleh „Aisyah berapa itu kira-kira, aku menjawab lima ratus dirham.
Inilah maskawin yang diberikan oleh Rasulullah SAW kepada istri-
istrinya”.31
وري , قال : حدثنا على بن السن بن شقيق , قال : أخبنا د الد خب رنا العباس بن ممالزب ي ,عن أم حبيبو, ان رسول اهلل عبداهلل بن البارك, عن معمر, عن الزىري , عن عروة بن
, وامرىا ارب عة ا لف, عليو وسلم ت زوجها , وىئ بأرض البشة زوجها , زوجها النجاشىزىا من عنده , وب عث با مع شرحبيل بن حسن ها رسول اهلل عليو وسلم وجه ة, ول يبعث إلي
بشئ,وكان مهر نسائة درىم Dari „Urwah dari Ummu Habibah, sesungguhnya Rasulullah SAW telah
mengawininya sedang ia berada di Habasyah yang dinikahkan oleh Najasyi
30
Ahmad Musthafa al-Maraghi, Tafsir al - Maraghi, Jilid 4, hlm. 184. 31
Shahih Muslim, Abu Husain Muslim Ibnu Hajjaj al-Qusyairi, Al-Jami‟ al-Sahih
Muslim Kitab an Nikah (Beirut: Dar al- Fikr, 1993), cet ke 1, juz V, Hhlm.229.
(Raja Habasyah), dan ia memberi mahar empat ribu dirham serta memberi
perbekalan dari dirinya, ia mengirimnya bersama Syurahbil Ibn Hasanah
dan Rasulullah SAW tidak mengirim apaun kepadanya, sedang mahar untuk
istri-istrinya (yang lain) adalah empat ratus dirham.32
د عن يزيد بن عبد اللو عن م ث نا عبد العزيز ىو ابن مم د بن أخب رنا ن عيم بن حاد حد م
ن أب سلمة قال سألت عائشة كم كان صداق أزواج رسول اللو صلى اللو عليو إب راىيم ع
ا وقالت أتدري ما النش قال ق لت وسلم قالت كان صداقو لزواجو اث نت عشرة أوقية ونش
نصف أوقية ف هذا صداق رسول اللو صلى اللو عليو وسلم لزواجو ل قالت
Telah mengabarkan kepada kami Nu'aim bin Hammad telah menceritakan
kepada kami Abdul Aziz yaitu Ibnu Muhammad dari Yazid bin Abdullah
dari Muhammad bin Ibrahim dari Abu Salamah, ia berkata; Aku bertanya
kepada 'Aisyah; "Berapakah mahar para isteri Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam?, " 'Aisyah berkata; "Mahar para isteri beliau adalah dua
belas 'uqiyah dan nasy." Aisyah melanjutkan; "Tahukah kamu apakah nasy
itu?, " Aku menjawab; "Tidak." Aisyah berkata; "Setengah 'Uqiyah. Ini
adalah mahar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam untuk para
isterinya."33
ث نا حاد بن زيد عن ثابت عن أنس أن رسول اللو صلى اللو عليو ث نا ق ت يبة حد وسلم رأى حد
زوجت امرأة على وزن ن واة من على عبد الرحن بن عوف أث ر صفرة ف قال ما ىذا ف قال إن ت
زىي ذىب ف قال بارك اللو لك أول ولو بشاة قال وف الباب عن ابن مسعود وعائشة وجابر و
32
Abu Abdullah Ahmad Ibn Hanbal, Musnad Ibn Hanbal, Kitab an-Nikah (Beirut : Dar
al-Fikr, 1989), jilid VI, hlm. 46. 33
Abu Abdullah al-Rahman Ibn Syu‟aib al-Nasa‟I, Sunan an-Nasa‟I, kitab an-Nikah
(Beirut: Dar al-Fikr, 1995), jilid III, hlm. 592
ال أحد بن حنبل وزن بن عثمان قال أبو عيسى حديث أنس حديث حسن صحيح و ق
34ن واة من ذىب وزن ثلثة دراىم وث لث و قال إسحق ىو وزن خسة دراىم وث لث
Telah menceritakan kepada kami Qutaibah, telah menceritakan kepada
kami Hammad bin Zaid dari Tsabit dari Anas bahwa Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam melihat bekas warna kuning (bekas minyak za'faran) pada
Abdurrahman bin auf. Beliau bertanya: "Apakah itu?" Dia menjawab;
"Saya baru saja menikahi seorang wanita dengan mahar sekeping emas."
Beliau mendo'akan: "barakallahu laka (semoga Allah memberkatimu),
adakankah walimah walau hanya dengan (memotong) seekor kambing."
(Abu Isa At Tirmidzi) berkata; "Hadits semakna diriwayatkan dari Ibnu
Mas'ud, Aisyah, Jabir dan Zuhair bin 'Utsman." Abu Isa berkata; "Hadits
Anas merupakan hadits hasan sahih. Ahmad bin Hanbal berkata; 'waznu
nawat' adalah ukuran tiga sepertiga dirham. Ishaq berkata; itu adalah lima
sepertiga dirham."
b. Hadis pemberian mahar non material
Mahar non material berupa jasa yang bermanfaat untuk sang istri.
ث نا ي عقوب بن عبد الرحن عن أب حازم عن سهل بن سعد ث نا ق ت يبة بن سعيد حد أن حدجاءت رسول اللو صلى اللو عليو وسلم ف قالت يا رسول اللو جئت لىب لك ن فسي امرأة
ها وصوبو ث طأطأ ها رسول اللو صلى اللو عليو وسلم فصعد النظر إلي ا رأسو ف ل ف نظر إلي من ل رأت المرأة أنو ل ي قض فيها شيئا جلست ف قام رجل من أصحابو ف قال يا رسول اللو إ قال يكن لك با حاجة ف زوجنيها ف قال ىل عندك من شيء ف قال ل واللو يا رسول اللو
د شيئا فذىب ث رجع ف قال ل واللو يا رسول اللو ما وج دت اذىب إل أىلك فانظر ىل ت خاتا من شيئا قال انظر ولو خاتا من حديد فذىب ث رجع ف قال ل واللو يا رسول اللو ول
حديد ولكن ىذا إزاري قال سهل ما لو رداء ف لها نصفو ف قال رسول اللو صلى اللو عليو ها منو شيء وإن لبستو ل يك ن عليك شيء وسلم ما تصنع بإزارك إن لبستو ل يكن علي
أمر بو فجلس الرجل حت طال ملسو ث قام ف رآه رسول اللو صلى اللو عليو وسلم موليا ف ا جاء قال ماذا معك من القرآن قال معي سورة كذا وسورة ك ىا فدعي ف لم ذا وسورة كذا عد
قال أت قرؤىن عن ظهر ق لبك قال ن عم قال اذىب ف قد ملكتكها با معك من القرآن
34
Abu Abdullah Muhamad bin Ismail al-Bukhari, Sakhih al-Bukhari, juz 3 (Bairut Dar
al-Ma‟rifah), hlm. 253
Telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa'id Telah menceritakan
kepada kami Ya'qub bin Abdurrahman dari Abu Hazim dari Sahl bin Sa'd
bahwasanya, ada seorang wanita mendatangi Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam dan berkata, "Wahai Rasulullah, aku datang untuk menyerahkan
diriku padamu." Lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pun
memandangi wanita dari atas hingga ke bawah lalu beliau menunduk. Dan
ketika wanita itu melihat, bahwa beliau belum memberikan keputusan
dirinya, beliau pun duduk. Tiba-tiba seorang laki-laki dari sahabat beliau
berdiri dan berkata, "Wahai Rasulullah, jika Anda tidak berhasrat
dengannya, maka nikahkanlah aku dengannya." Lalu beliau pun bertanya:
"Apakah kamu punya sesuatu (untuk dijadikan sebagai mahar)?" Laki-laki
itu menjawab, "Tidak, demi Allah wahai Rasulullah." Kemudian beliau
bersabda: "Kembalilah kepada keluargamu dan lihatlah apakah ada
sesuatu?" Laki-laki itu pun pergi dan kembali lagi seraya bersabda: "Tidak,
demi Allah wahai Rasulullah, aku tidak mendapatkan apa-apa?" beliau
bersabda: "Lihatlah kembali, meskipun yang ada hanyalah cincin besi."
Laki-laki itu pergi lagi, kemudian kembali dan berkata, "Tidak, demi Allah
wahai Rasulullah, meskipun cincin emas aku tak punya, tetapi yang ada
hanyalah kainku ini." Sahl berkata, "Tidaklah kain yang ia punyai itu
kecuali hanya setengahnya." Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
pun bertanya: "Apa yang dapat kamu lakukan dengan kainmu itu? Bila
kamu mengenakannya, maka ia tidak akan memperoleh apa-apa dan bila ia
memakainya, maka kamu juga tak memperoleh apa-apa." Lalu laki-laki itu
pun duduk agak lama dan kemudian beranjak. Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam melihatnya dan beliau pun langsung menyuruh seseorang untuk
memanggilkannya. Beliau pun dipanggil, dan ketika datang, beliau
bertanya, "Apakah kamu punya hafalan Al Qur`an?" laki-laki itu menjawab,
"Ya, aku hafal surat ini dan ini." Beliau sambil menghitungnya. Beliau
bertanya lagi, "Apakah kami benar-benar menghafalnya?" ia menjawab,
"Ya." Akhirnya beliau bersabda: "Kalau begitu, perigilah. Sesungguhnya
kau telah kunikahkan dengannya dengan mahar yang telah kamu hafal dari
Al Qur`an.”35
د بن موسى عن عبد اللو بن ع ث نا مم بد اللو بن أب طلحة عن أنس أخب رنا ق ت يبة قال حدسلم أسلمت أم سليم ق بل أ ن هما ال ب قال ت زوج أبو طلحة أم سليم فكان صداق ما ب ي
ن هم طلحة فخطب ها ف قالت إن قد أسلمت فإن أسلمت نكحت ك فأسلم فكان صداق ما ب ي
Telah mengabarkan kepada kami Qutaibah, ia berkata; telah menceritakan
kepada kami Muhammad bin Musa dari Abdullah bin Abdullah bin Abi
Thalhah dari Anas, ia berkata; Abu Tholhah menikahi Umi Sulaim dan
mahar perkawinan keduanya adalah Islam, Umi Sulaim masuk Islam
sebelum Abu Thalhah, lalu Abu Thalhah melamarnya dan Umi Sulaim
35
Muhammad ismail al-bukhari, Sakhih Bukhari, juz 5, Kitab Nikah, bab Tazwid al
Mu‟astar ( Dimasyqi : Dar Ibnu Katsir, tt), hlm. 1956-1957.
menjawab berkata 'aku telah masuk Islam, engkau masuk Islam maka aku
akan menerima nikahmu', lalu ia masuk Islam dan itulah mahar keduanya.36
ث نا وكيع عن سفيان عن ع ري قال حد ث نا أبو عمر الضرير وىناد بن الس اصم بن عب يد حدن فأجاز اللو عن عبد اللو بن عامر بن ربيعة عن أبيو أن رجل من بن ف زارة ت زوج على ن عل
37النب صلى اللو عليو وسلم نكاحو Telah menceritakan kepada kami Abu Umar Adl Dlarir dan Hannad bin As Sari
keduanya berkata; telah menceritakan kepada kami Waki' dari Sufyan dari Ashim
bin Ubaidullah dari Abdullah bin Amir bin Rabi'ah dari Bapaknya bahwa seorang
laki-laki dari bani Fazarah menikah dengan mahar dua sandal, lalu Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam membolehkan pernikahannya."
ث نا عب ده حد ث نا سعيد عن أيوب عن عكرمة عن حد ثنا إ سحاق بن إسعيل الطلقان حدا تزوج على رضي اهلل عنو فا طمة قال لو رسول اهلل رضي اهلل قل لو رسول بن عباس قال لم
ة قل ىى عندي قل اهلل عليو وسلم أعطيها شيئا قل ما عندي قل فأين درعك ال طيم 38أعطيها إياه
Dari Ibnu „Abbas, dia berkata: Ketika „Ali ra menikah dengan Fatimah ra putri
dari Rasulullah SAW, Beliau berkata kepada „Ali ra, “Berilah sesuatu (sebagai
mahar) kepadanya.” Dia menjawab, “saya tidaak punya apa-apa.” Beliau
bertanya. “ Mana baju besi hutamiyahmu? “ Dia menjawab, “Dia ada padaku.
Beliau bersabda, “Berikanlah dia padanya.
ان قال حاد بن سلمة قال أخبن أىب الطفيل بن سخبة ثن أىب ث نا عف ث نا عبداهلل حد حدد عن عائشة أن رسول اهلل صلى اهلل عليو وسل م قال إن أعظم النكاح عن القاسم بن مم
39ب ركة أيسر مؤنة Dari „Aisyah bahwa Nabi SAW bersabda: “ Ssesungguhnya perkawinan
yang paling besar berkahnya adalah paling ringan maharnya.
36
Abu Abdullah al-Rahman Ibn Syu‟aib al-Nasa‟i, Sunan an-Nasa‟I, kitab an-Nikah
(Beirut: Dar al-Fikr, 1995), cet. Ke-1, jilid III, hlm. 124. 37
Abu isa at tirmidzi, Sunan Tirmidzi, kitab nikah Bab maja‟a fii mughor an nisa (Riyad
maktabah al ma‟arif, tt) hlm. 263. 38
Abu Abdullah al-Rahman Ibn Syu‟aib al-Nasa‟I, Sunan an-Nasa‟I, kitab an-Nikah
(Beirut: Dar al-Fikr, 1995), jilid III, hlm.123. 39
Ahmad Ibn Hanbal, Abu Abdullah Ahmad Ibn Hanbal, Musnad Imam Ahmad Ibnu
Hanbal, Kitab an-Nikah (Beirut: Dar al-Fikr, 1989), cet, ke-1, jilid III, hlm.39
رائيل الب غدادي أخب رنا يزيد أخب رنا موسى بن مسلم بن رومان عن ث نا إسحق بن جب أب حدو أن النب صلى اللو عليو وسلم قال من أعطى ف صداق امرأة الزب ي عن جابر بن عبد الل
يو سويقا أو ترا ف قد استحل 40ملء كفTelah menceritakan kepada kami Ishaq bin Jibrail Al Baghdadi, telah
mengabarkan kepada kami Yazid, telah mengabarkan kepada kami Musa
bin Muslim bin Ruman, dari Abu Az Zubair dari Jabir bin Abdullah bahwa
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam berkata: "Barangsiapa yang memberi
mahar seorang wanita berupa gandum atau kurma sepenuh dua telapak
tangannya, maka (pemberiannya) itu ia telah menghalalkannya (menjadi
mahar bagi istrinya))."
ث نا حاد عن أب حازم عن سهل بن سعد قال أتت النب صلى ث نا عمرو بن عون حد اللو حدم ف قال ما ل عليو وسلم امرأة ف قالت إن ها قد وىبت ن فسها للو ولرسولو صلى اللو عليو وسل
أعطها ولو خاتا ف النساء من حاجة ف قال رجل زوجنيها قال أعطها ث وبا قال ل أجد قال 41من حديد
Telah menceritakan kepada kami Amru bin 'Aun Telah menceritakan kepada
kami Hammad dari Abu Hazim dari Sahl bin Sa'd ia berkata; Seorang wanita
mendatangi Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan berkata bahwasanya, ia
telah menyerahkan dirinya untuk Allah dan Rasul-Nya shallallahu 'alaihi
wasallam. Maka beliau bersabda: "Aku tidak berhasrat terhadap wanita itu."
Tiba-tiba seorang laki-laki berkata, "Nikahkanlah aku dengannya." Beliau
bersabda: "Berikanlah mahar (berupa) pakaian padanya." Laki-laki itu
berkata, "Aku tidak punya." Beliau pun bersabda kembali, "Berikanlah
meskipun hanya berupa cincin besi.
B. Relevansi Sosial Pemberian Mahar
a. Relevansi Mahar pada Masa Nabi SAW dengan Konteks Kekinian
Pemahaman hadis yang telah dilakukan pada bab sebelumnya yang
berkaitan dengan penumbuhan makna hadis pada realitas kehidupan
pada zaman sekarang. Tujuan moral sosial yang dapat diperoleh dari
proses suatu gagasan ke dalam realitas kehidupan kekinian sehingga
memiliki makna yang mudah untuk dipahami dan dapat diselesaikan
menurut hukum dan kemasyarakat kekinian. Berkaitan dengan hadis
41
Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Sakhih Bukhari, juz 5, kitab nikah, bab Al mahar