22 BAB III LANDASAN TEORI DAN PEMBAHASAN 3.1. Landasan Teori 3.1.1. Pengertian Kinerja Keuangan Daerah Kinerja perusahaan dapat dikatakan sebagai suatu usaha formal yang dilaksanakan perusahaan untuk mengevaluasi efisien dan efektivitas dari aktivitas perusahaan yang telah dilaksanakan pada periode waktu tertentu. Menurut Sucipto (2003:6) pengertian kinerja keuangan adalah “penentuan ukuran-ukuran tertentu yang dapat mengukur keberhasilan suatu organisasi atau perusahaan dalam menghasilkan laba”. Pengukuran kinerja didefinisikan sebagai “performing measurement“, yaitu kualifikasi dan efisiensi serta efektifitas perusahaan dalam pengoperasian bisnis selama periode akuntansi. Dengan demikian pengertian kinerja adalah suatu usaha formal yang dilaksanakan perusahaan untuk mengevaluasi efisien dan efektivitas dari aktivitas perusahaan yang telah dilaksanakan pada periode waktu tertentu (Hanafi, 2007:69). Penilaian kinerja menurut Srimindarti (2006:34) adalah “penentuan efektivitas operasional, organisasi, dan karyawan berdasarkan sasaran, standar dan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya secara periodik”. Ada dua macam kinerja, yakni kinerja opeasional dan kinerja keuangan. Kinerja operasional lebih ditekankan pada kepentingan internal perusahaan seperti kinerja cabang/divisi yang diukur dengan kecepatan dan kedisiplinan. Sedangkan kinerja keuangan lebih kepada evaluasi laporan keuangan perusahaan pada waktu dan jangka tertentu.
37
Embed
BAB III LANDASAN TEORI DAN PEMBAHASANeprints.undip.ac.id/58799/3/BAB_III.pdf4. Analisis Sumber dan Penggunaan Modal Kerja, merupakan teknik Analisis Sumber dan Penggunaan Modal Kerja,
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
22
BAB III
LANDASAN TEORI DAN PEMBAHASAN
3.1. Landasan Teori
3.1.1. Pengertian Kinerja Keuangan Daerah
Kinerja perusahaan dapat dikatakan sebagai suatu usaha formal yang
dilaksanakan perusahaan untuk mengevaluasi efisien dan efektivitas dari
aktivitas perusahaan yang telah dilaksanakan pada periode waktu tertentu.
Menurut Sucipto (2003:6) pengertian kinerja keuangan adalah “penentuan
ukuran-ukuran tertentu yang dapat mengukur keberhasilan suatu organisasi
atau perusahaan dalam menghasilkan laba”.
Pengukuran kinerja didefinisikan sebagai “performing measurement“,
yaitu kualifikasi dan efisiensi serta efektifitas perusahaan dalam
pengoperasian bisnis selama periode akuntansi. Dengan demikian
pengertian kinerja adalah suatu usaha formal yang dilaksanakan perusahaan
untuk mengevaluasi efisien dan efektivitas dari aktivitas perusahaan yang
telah dilaksanakan pada periode waktu tertentu (Hanafi, 2007:69).
Penilaian kinerja menurut Srimindarti (2006:34) adalah “penentuan
efektivitas operasional, organisasi, dan karyawan berdasarkan sasaran,
standar dan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya secara periodik”.
Ada dua macam kinerja, yakni kinerja opeasional dan kinerja keuangan.
Kinerja operasional lebih ditekankan pada kepentingan internal perusahaan
seperti kinerja cabang/divisi yang diukur dengan kecepatan dan
kedisiplinan. Sedangkan kinerja keuangan lebih kepada evaluasi laporan
keuangan perusahaan pada waktu dan jangka tertentu.
23
Untuk mengetahui kinerja keuangan perusahaan maka secara umum
perlu dilakukan analisis terhadap laporan keuangan, yang menurut
Brigham dan Houston (2007:78) mencakup (1) pembandingan kinerja
perusahaan dengan perusahaan lain dalam industri yang sama dan (2)
evaluasi kecenderungan posisi keuangan perusahaan sepanjang waktu.
Laporan keuangan perusahaan melaporkan baik posisi perusahaan pada
suatu waktu tertentu maupu operasinya selama beberapa periode yang lalu.
Dalam hubungannya dengan Kinerja Keuangan di daerah, menurut
penelitian yang dilakukan oleh Oesi Agustina (2013:3) dalam jurnalnya,
Kinerja Keuangan Daerah adalah tingkat pencapaian dari suatu hasil kerja
di bidang keuangan daerah yang meliputi penerimaan dan belanja daerah
dengan menggunakan indikator keuangan yang ditetapkan melalui suatu
kebijakan atau ketentuan perundangundangan selama satu periode
anggaran. Bentuk kinerja tersebut berupa rasio keuangan yang terbentuk
dari unsur Laporan Pertanggungjawaban Kepala Daerah berupa
perhitungan APBD.
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa Kinerja Keuangan
Daerah adalah tingkat capaian dari suatu hasil kerja di bidang keuangan
daerah dengan menggunakan indikator keuangan yang telah ditetapkan
sebelumnya dengan tujuan untuk mengetahui kemampuan suatu daerah
dalam mengelola keuangannya.
3.1.2. Pengukuran Kinerja Keuangan
Pengukuran kinerja digunakan perusahaan untuk melakukan perbaikan
diatas kegiatan operasionalnya agar dapat bersaing dengan perusahaan
lain. Analisis kinerja keuangan merupakan proses pengkajian secara kritis
terhadap review data, menghitung, mengukur, menginterprestasi, dan
memberi solusi terhadap keuangan perusahaan pada suatu periode tertentu.
Kinerja keuangan dapat dinilai dengan beberapa alat analisis. Berdasarkan
24
tekniknya, analisis keuangan dapat dibedakan menjadi 8 (delapan) macam,
menurut Jumingan (2006:242) yaitu:
1. Analisis Perbandingan Laporan Keuangan, merupakan teknik analisis
dengan cara membandingkan laporan keuangan dua periode atau
lebih dengan menunjukkan perubahan, baik dalam jumlah (absolut)
maupun dalam persentase (relatif).
2. Analisis Tren (tendensi posisi), merupakan teknik analisis untuk
mengetahui tendensi keadaan keuangan apakah menunjukkan
kenaikan atau penurunan.
3. Analisis Persentase per-Komponen (common size), merupakan
teknik analisis untuk mengetahui persentase investasi pada masing-
masing aktiva terhadap keseluruhan atau total aktiva maupun utang.
4. Analisis Sumber dan Penggunaan Modal Kerja, merupakan teknik
analisis untuk mengetahui besarnya sumber dan penggunaan modal
kerja melalui dua periode waktu yang dibandingkan.
5. Analisis Sumber dan Penggunaan Kas, merupakan teknik analisis
untuk mengetahui kondisi kas disertai sebab terjadinya perubahan
kas pada suatu periode waktu tertentu.
6. Analisis Rasio Keuangan, merupakan teknik analisis keuangan untuk
mengetahui hubungan di antara pos tertentu dalam neraca maupun
laporan laba rugi baik secara individu maupun secara simultan.
7. Analisis Perubahan Laba Kotor, merupakan teknik analisis untuk
mengetahui posisi laba dan sebab-sebab terjadinya perubahan laba.
8. Analisis Break Even, merupakan teknik analisis untuk mengetahui
tingkat penjualan yang harus dicapai agar perusahaan tidak
mengalami kerugian.
25
3.1.3. Tujuan Pengukuran Kinerja Keuangan Daerah
Tujuan pengukuran Kinerja Pengelolaan Keuangan Pemerintah
Daerah menurut Mardiasmo (2002:121) adalah untuk memenuhi tiga
maksud, yaitu:
1. Untuk memperbaiki kinerja pemerintah, ukuran kinerja
dimaksudkan untuk membantu pemerintah berfokus pada tujuan
dan sasaran program unit kerja, sehingga pada akhirnya akan
meningkatkan efektivitas dalam memberi pelayanan publik.
2. Untuk mengalokasikan sumber daya dan pembuatan keputusan.
3. Untuk mewujudkan pertanggungjawaban publik dan memperbaiki
komunikasi kelembagaan
3.1.4. Komponen Keuangan Pemerintahan
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 71 tentang Standar
Akuntansi Pemerintahan (SAP), komponen-komponen yang terdapat
dalam satu set laporan keuangan berbasis akrual adalah sebagai berikut:
1. Laporan Realisasi Anggaran
Laporan Realisasi Anggaran (LRA) menyediakan informasi
mengenai anggaran dan realisasi pendapatan-LRA, belanja,
transfer, surplus/defisit-LRA, dan pembiayaan dari suatu entitas
pelaporan. Informasi tersebut berguna bagi para pengguna laporan
dalam mengevaluasi keputusan mengenai alokasi sumber-sumber
daya ekonomi, akuntabilitas dan ketaatan entitas pelaporan
terhadap anggaran karena menyediakan informasi-informasi
sebagai berikut:
26
a. Informasi mengenai sumber, alokasi, dan penggunaan sumber
daya ekonomi;
b. Informasi mengenai realisasi anggaran secara menyeluruh
yang berguna dalam mengevaluasi kinerja pemerintah dalam
hal efisiensi dan efektivitas penggunaan anggaran.
LRA menyediakan informasi yang berguna dalam
memprediksi sumber daya ekonomi yang akan diterima untuk
mendanai kegiatan pemerintah pusat dan daerah dalam periode
mendatang dengan cara menyajikan laporan secara komparatif.
Selain itu, LRA juga dapat menyediakan informasi kepada para
pengguna laporan keuangan pemerintah tentang indikasi perolehan
dan penggunaan sumber daya ekonomi dalam penyelenggaraan
fungsi pemerintahan, sehingga dapat menilai apakah suatu
kegiatan/program telah dilaksanakan secara efisien, efektif, dan
hemat, sesuai dengan anggarannya (APBN/APBD), dan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
2. Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih
Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih (LP-SAL)
menyajikan pos-pos berikut, yaitu: saldo anggaran lebih awal
(saldo tahun sebelumnya), penggunaan saldo anggaran lebih, Sisa
Lebih/Kurang Pembiayaan Anggaran (SILPA/SIKPA) tahun
berjalan, koreksi kesalahan pembukuan tahun sebelumnya, lain-lain
dan Saldo anggaran lebih akhir untuk periode berjalan. Pos-pos
tersebut disajikan secara komparatif dengan periode sebelumnya.
LP-SAL dimaksudkan untuk memberikan ringkasan atas
pemanfaatan saldo anggaran dan pembiayaan pemerintah, sehingga
27
suatu entitas pelaporan harus menyajikan rincian lebih lanjut dari
unsur-unsur yang terdapat dalam LP-SAL dalam Catatan atas
Laporan Keuangan. Struktur LP-SAL baik pada Pemerintah Pusat,
Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota tidak
memiliki perbedaan.
3. Laporan Operasional
Laporan Operasional (LO) menyediakan informasi mengenai
seluruh kegiatan operasional keuangan entitas pelaporan yang
tercerminkan dalam pendapatan-LO, beban, dan surplus/defisit
operasional dari suatu entitas pelaporan yang penyajiannya
disandingkan dengan periode sebelumnya.
Pengguna laporan membutuhkan Laporan Operasional dalam
mengevaluasi pendapatan-LO dan beban untuk menjalankan suatu
unit atau seluruh entitas pemerintahan. Berkaitan dengan kebutuhan
pengguna tersebut, Laporan Operasional menyediakan informasi
sebagai berikut:
a. Mengenai besarnya beban yang harus ditanggung oleh
pemerintah untuk menjalankan pelayanan;
b. Mengenai operasi keuangan secara menyeluruh yang berguna
dalam mengevaluasi kinerja pemerintah dalam hal efisiensi,
efektivitas, dan kehematan perolehan dan penggunaan sumber
daya ekonomi;
c. Yang berguna dalam memprediksi pendapatan-LO yang akan
diterima untuk mendanai kegiatan pemerintah pusat dan daerah
dalam periode mendatang dengan cara menyajikan laporan
secara komparatif;
28
d. Mengenai penurunan ekuitas (bila defisit operasional), dan
peningkatan ekuitas (bila surplus operasional).
Laporan Operasional disusun untuk melengkapi pelaporan dari
siklus akuntansi berbasis akrual (full accrual accounting cycle)
sehingga penyusunan Laporan Operasional, Laporan Perubahan
Ekuitas, dan Neraca mempunyai keterkaitan yang dapat
dipertanggungjawabkan.
4. Laporan Perubahan Ekuitas
Laporan Perubahan Ekuitas menyajikan sekurang-kurangnya
pos-pos Ekuitas awal atau ekuitas tahun sebelumnya,
Surplus/defisit-LO pada periode bersangkutan dan koreksi-koreksi
yang langsung menambah/mengurangi ekuitas, yang antara lain
berasal dari dampak kumulatif yang disebabkan oleh perubahan
kebijakan akuntansi dan koreksi kesalahan mendasar, misalnya:
a. Koreksi kesalahan mendasar dari persediaan yang terjadi pada
periode-periode sebelumnya;
b. Perubahan nilai aset tetap karena revaluasi aset tetap.
Di samping itu, suatu entitas pelaporan juga perlu menyajikan
rincian lebih lanjut dari unsur-unsur yang terdapat dalam Laporan
Perubahan Ekuitas yang dijelaskan pada Catatan atas Laporan
Keuangan.
5. Neraca
Neraca menggambarkan posisi keuangan suatu entitas
pelaporan mengenai aset, kewajiban, dan ekuitas pada tanggal
tertentu. Dalam neraca, setiap entitas mengklasifikasikan asetnya
dalam aset lancar dan nonlancar serta mengklasifikasikan
29
kewajibannya menjadi kewajiban jangka pendek dan jangka
panjang.
Apabila suatu entitas memiliki aset/barang yang akan
digunakan dalam menjalankan kegiatan pemerintahan, dengan
adanya klasifikasi terpisah antara aset lancar dan nonlancar dalam
neraca maka akan memberikan informasi mengenai aset/barang
yang akan digunakan dalam periode akuntansi berikutnya (aset
lancar) dan yang akan digunakan untuk keperluan jangka panjang
(aset nonlancar).
Konsekuensi dari penggunaan sistem berbasis akrual pada
penyusunan neraca menyebabkan setiap entitas pelaporan harus
mengungkapkan setiap pos aset dan kewajiban yang mencakup
jumlah-jumlah yang diharapkan akan diterima atau dibayar dalam
waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan dan jumlah-
jumlah yang diharapkan akan diterima atau dibayar dalam waktu
lebih dari 12 (dua belas) bulan.
Informasi tentang tanggal jatuh tempo aset dan kewajiban
keuangan bermanfaat untuk menilai likuiditas dan solvabilitas
suatu entitas pelaporan. Sedangkan informasi tentang tanggal
penyelesaian aset nonkeuangan dan kewajiban seperti persediaan
dan cadangan juga bermanfaat untuk mengetahui apakah aset
diklasifikasikan sebagai aset lancar dan nonlancar dan kewajiban
diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka pendek dan jangka
panjang.
Neraca setidaknya menyajikan pos-pos berikut: (1) kas dan
setara kas; (2) investasi jangka pendek; (3) piutang pajak dan bukan
pajak; (4) persediaan; (5) investasi jangka panjang; (6) aset tetap;
30
(7) kewajiban jangka pendek; (8) kewajiban jangka panjang; dan
(9) ekuitas.
6. Laporan Arus Kas
Tujuan pelaporan arus kas adalah memberikan informasi
mengenai sumber, penggunaan, perubahan kas dan setara kas
selama suatu periode akuntansi serta saldo kas dan setara kas pada
tanggal pelaporan. Kas adalah uang baik yang dipegang secara
tunai oleh bendahara maupun yang disimpan pada bank dalam
bentuk tabungan/giro. Sedangkan setara kas pemerintah ditujukan
untuk memenuhi kebutuhan kas jangka pendek atau untuk tujuan
lainnya. Untuk memenuhi persyaratan setara kas, investasi jangka
pendek harus segera dapat diubah menjadi kas dalam jumlah yang
dapat diketahui tanpa ada risiko perubahan nilai yang signifikan.
Oleh karena itu, suatu investasi disebut setara kas kalau investasi
dimaksud mempunyai masa jatuh tempo 3 (tiga) bulan atau kurang
dari tanggal perolehannya.
Informasi arus kas berguna sebagai indikator jumlah arus kas
di masa yang akan datang, serta berguna untuk menilai kecermatan
atas taksiran arus kas yang telah dibuat sebelumnya. Laporan arus
kas juga menjadi alat pertanggungjawaban arus kas masuk dan arus
kas keluar selama periode pelaporan. Apabila dikaitkan dengan
laporan keuangan lainnya, laporan arus kas memberikan informasi
yang bermanfaat bagi para pengguna laporan dalam mengevaluasi
perubahan kekayaan bersih/ekuitas suatu entitas pelaporan dan
struktur keuangan pemerintah (termasuk likuiditas dan solvabilitas)
7. Catatan atas Laporan Keuangan.
Catatan atas Laporan Keuangan meliputi penjelasan atau daftar
terinci dan analisis atas nilai suatu pos yang disajikan dalam
31
Laporan Realisasi Anggaran, Laporan Perubahan Saldo Anggaran
Lebih, Neraca, Laporan Operasional, Laporan Arus Kas, dan
Laporan Perubahan Ekuitas. Termasuk pula dalam CaLK adalah
penyajian informasi yang diharuskan dan dianjurkan oleh Standar
Akuntansi Pemerintahan serta pengungkapan-pengungkapan
lainnya yang diperlukan untuk penyajian yang wajar atas laporan
keuangan, seperti kewajiban kontinjensi dan komitmen-komitmen
lainnya.
Secara umum, susunan CaLK sebagaimana dalam Standar
Akuntansi Pemerintahan disajikan sebagai berikut:
a. Informasi Umum tentang Entitas Pelaporan dan Entitas
Akuntansi;
b. Kebijakan fiskal/keuangan dan ekonomi makro;
c. Penjelasan pos-pos Laporan Keuangan:
d. Informasi tambahan lainnya yang diperlukan
3.1.5. Analisis Kinerja Keuangan Daerah
Menurut Helfert (1982) dalam Mohamad Mahsun (2012:135),
Analisis Laporan Keuangan merupakan alat yang digunakan dalam
memahami masalah dan peluang yang terdapat dalam laporan
keuangan.
Penggunaan analisis rasio pada sektor publik khususnya
terhadap APBD belum banyak dilakukan, sehingga secara teori belum
ada kesepakatan secara bulat mengenai nama dan kiadah
pengukurannya. Meskipun demikian, dalam rangka pengelolaan
keuangan daerah yang transparan, jujur, demokratis, efektif,
efisien, dan akuntabel, analisis rasio terhadap APBD perlu
32
dilaksanakan meskipun kaidah pengakuntansian dalam APBD
berbeda dengan laporan keuangan yang dimiliki perusahaan swasta
(Abdul Halim 2007:L-4).
Analisis rasio keuangan APBD dilakukan dengan
membandingkan hasil yang dicapai dari satu periode dibandingkan
dengan periode sebelumnya sehingga dapat diketahui bagaimana
kecenderungan yang terjadi. Selain itu dapat pula dilakukan dengan
cara membandingkan dengan rasio keuangan yang dimiliki suatu
pemerintah daerah tertentu dengan rasio keuangan daerah lain yang
terdekat ataupun yang potensi daerahnya relatif sama untuk dilihat
bagaimana posisi rasio keuangan pemerintah daerah tersebut terhadap
pemerintah daerah lainnya. Adapun pihak-pihak yang berkepentingan
dengan rasio keuangan pada APBD ini adalah sebagai berikut:
DPRD, pihak eksekutif, pemerintah pusat/provinsi, serta masyarkat
dan kreditor (Abdul Halim 2007:L-4).
Ada beberapa cara untuk mengukur Kinerja Keuangan Daerah
salah satunya yaitu dengan menggunakan Rasio Kinerja Keuangan
Daerah. Beberapa rasio yang bisa digunakan adalah : Rasio