BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Sistem Pendukung Keputusan 3.1.1 Definisi Sistem Pendukung Keputusan Dicky Nofriansyah (2014). Sistem Pendukung keputusan adalah sistem berbasis komputer yang membantu para pengambil keputusan mengatasi berbagai masalah melalui interaksi langsung dengan sejumlah database dan perangkat lunak analitik. Tujuan dari sistem adalah untuk menyimpan data dan mengubahnya ke informasi yang terorganisir yang dapat diakses dengan mudah, sehingga keputusan-keputusan yang diambil dapat dilakukan dengan cepat, akurat, dan murah. Sistem Pendukung Keputusan (SPK) biasanya dibangun untuk mendukung solusi atas suatu masalah atau untuk suatu peluang. Aplikasi Sistem Pendukung Keputusan (SPK) digunakan dalam pengambilan keputusan. Aplikasi Sistem Pendukung Keputusan (SPK) menggunakan CBIS (Computer Based Information Systems) yang fleksibel, interaktif, dan dapat diadaptasi, yang dikembangkan untuk mendukung solusi atas masalah manajemen spesifik yang tidak terstruktur. Menurut Bonczek, dkk., (1980) dalam buku Decision Support System And Intelligent Systems (Turban, 2005: 137) mendefinisikan sistem pendukung keputusan sebagai sistem berbasis komputer yang terdiri dari tiga komponen yang saling berinteraksi, yaitu: 1. Sistem bahasa (mekanisme untuk memberikan komunikasi antara pengguna dan komponen sistem pendukung lain). 2. Sistem pengetahuan (respositori pengetahuan domain masalah yang ada pada sistem pendukung keputusan atau sebagai data atau sebagai prosedur).
37
Embed
BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Sistem Pendukung Keputusan 3.1 ...
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB III
LANDASAN TEORI
3.1 Sistem Pendukung Keputusan
3.1.1 Definisi Sistem Pendukung Keputusan
Dicky Nofriansyah (2014). Sistem Pendukung keputusan adalah sistem berbasis
komputer yang membantu para pengambil keputusan mengatasi berbagai masalah
melalui interaksi langsung dengan sejumlah database dan perangkat lunak
analitik. Tujuan dari sistem adalah untuk menyimpan data dan mengubahnya ke
informasi yang terorganisir yang dapat diakses dengan mudah, sehingga
keputusan-keputusan yang diambil dapat dilakukan dengan cepat, akurat, dan
murah.
Sistem Pendukung Keputusan (SPK) biasanya dibangun untuk mendukung solusi
atas suatu masalah atau untuk suatu peluang. Aplikasi Sistem Pendukung
Keputusan (SPK) digunakan dalam pengambilan keputusan. Aplikasi Sistem
Pendukung Keputusan (SPK) menggunakan CBIS (Computer Based Information
Systems) yang fleksibel, interaktif, dan dapat diadaptasi, yang dikembangkan
untuk mendukung solusi atas masalah manajemen spesifik yang tidak terstruktur.
Menurut Bonczek, dkk., (1980) dalam buku Decision Support System And
Intelligent Systems (Turban, 2005: 137) mendefinisikan sistem pendukung
keputusan sebagai sistem berbasis komputer yang terdiri dari tiga komponen yang
saling berinteraksi, yaitu:
1. Sistem bahasa (mekanisme untuk memberikan komunikasi
antara pengguna dan komponen sistem pendukung lain).
2. Sistem pengetahuan (respositori pengetahuan domain
masalah yang ada pada sistem pendukung keputusan atau
sebagai data atau sebagai prosedur).
3. Sistem pemrosesan masalah (hubungan antara dua komponen
lainnya, terdiri dari satu atau lebih kapasitas manipulasi
masalah umum yang diperlukan untuk pengambilan
keputusan).
Karakteristik dari sistem pendukung keputusan yaitu :
1. Mendukung proses pengambilan keputusan suatu organisasi
atau perusahaan.
2. Adanya interface manusia/mesin dimana manusia (user) tetap
memegang kontrol proses pengambilan keputusan.
3. Mendukung pengambilan keputusan untuk membahas
masalah terstruktur, semi terstruktur serta mendukung
beberapa keputusan yang saling berinteraksi.
4. Memiliki kapasitas dialog untuk memperoleh informasi
sesuai dengan kebutuhan.
5. Memiliki subsistem yang terintegrasi sedemikian rupa
sehingga dapat berfungsi sebagai kesatuan sistem.
6. Memiliki dua komponen utama yaitu data dan model.
Adapun kriteria atau ciri-ciri dari keputusan adalah sebagai berikut:
1. Banyak pilihan atau alternatif.
2. Ada kendala atau surat.
3. Mengikuti suatu pola/model tingkah laku, baik yang
terstruktur maupun tidak terstruktur.
4. Banyak input/variable.
5. Ada faktor resiko. Dibutuhkan kecepatan, ketepatan, dan
keakuratan.
3.1.2 Konsep Pengambilan Keputusan
a. Pengertian Keputusan
Pada umumnya para penulis sependapat bahwa kata keputusan (decision) berarti
pilihan (choice), yaitu pilihan dari dua atau lebih kemungkinan. Keputusan dapat
dilihat pada kaitannya dengan proses, yaitu bahwa suatu keputusan ialah keadaan
akhir dari suatu proses yang Keputusan lebih dinamis yang disebut pengambilan
keputusan. Dengan kata lain, keputusan merupakan sebuah kesimpulan yang
dicapai sesudah dilakukan pertimbangan, yang terjadi setelah satu kemungkinan
dipilih, sementara yang lain dikesampingkan.
b. Proses Pengambilan
Adapun proses dalam pengambilan keputusan terdiri dari 4 tahapan menurut
Simon (Nofriansyah,2014), yaitu :
1. Tahap Penelusuran (Intelligence)
Tahap ini merupakan proses penelusuran dan pendeteksian dari ruang lingkup
problematika secara proses pengenalan masalah. Data masukan diperoleh,
diproses dan diuji dalam rangka mengidentifikasi masalah.
2. Perancangan (Design)
Merupakan tahap analisa dalam kaitan mencari atau merumuskan alternatif-
alternatif pemecahan masalah. Tahap ini merupakan proses menemukan,
mengembangkan, dan menganalisis alternatif tindakan yang bisa dilakukan. Tahap
ini meliputi menguji kelayakan solusi.
3. Pemilihan (Choice)
Pada tahap ini dilakukan proses pemilihan diantara berbagai alternatif tindakan
yang mungkin dijalankan. Hasil pemilihan tersebut kemudian diimplementasikan
dalam proses pengambilan keputusan.
4. Implementasi (Implementation)
Merupakan tahap pelaksanaan dari keputusan yang telah diambil. Pada tahap ini
perlu disusun serangkaian tindakan yang terencana, sehingga hasil keputusan
dapat dipantau dan disesuaikan apabila diperlukan perbaikan-perbaikan.
Gambar 3.1 Fase Proses Pengambilan Keputusan
c. Komponen Sistem Pendukung Keputusan
Secara garis besar sistem pendukung keputusan dibangun oleh tiga komponen
utama yaitu:
1. Subsistem Data (Database)
Subsistem data merupakan komponen pendukung keputusan yang berguna
sebagai penyedia data bagi sistem. Data tersebut disimpan untuk diorganisasikan
dalam sebuah basis data yang diorganisasikan oleh suatu sistem yang disebut
dengan sistem manajemen basis data (Database Management System).
2. Subsistem Model (Model Base)
Model adalah suatu tiruan dari alam nyata. Kendala yang sering dihadapi dalam
merancang model adalah bahwa model yang dirancang tidak mampu
mencerminkan seluruh variabel alam nyata, sehingga keputusan yang diambil
tidak sesuai dengan kebutuhan oleh karena itu, dalam menyimpan berbagai model
harus diperhatikan dan harus dijaga fleksibilitasnya. Hal lain yang harus
diperhatikan adalah pada setiap model yang disimpan hendaknya ditambahkan
rincian keterangan dan penjelasan yang komprehensif mengenai model yang
dibuat.
3. Subsistem Dialog (User System Interface)
Subsistem dialog adalah fasilitas yang mampu mengintegrasikan sistem yang
terpasang dengan pengguna secara interaktif, yang dikenal dengan subsistem
dialog. Melalui subsistem dialog sistem diimplementasikan sehingga pengguna
dapat berkomunikas dengan sistem yang dibuat.
d. Adapun tujuan dari Sistem Pendukung Keputusan adalah
sebagai berikut :
1. Membantu dalam pengambilan keputusan atas masalah
yang terstruktur.
2. Memberikan dukungan atas pertimbangan manajer dan
bukan dimaksudkan untuk menggantikan fungsi manajer.
3. Meningkatkan efektifitas keputusan yang diambil lebih
dari perbaikan efesiensinya.
4. Kecepatan komputasi komputer memungkinkan para
pengambil keputusan untuk banyak melakukan komputasi
secara cepat dengan biaya rendah.
5. Peningkatan produktivitas membangun suatu kelompok
pengambilan keputusan, terutama para pakar, bisa sangat
mahal.
3.2 Performance Assessment (Penilaian Kinerja)
Sri Andayani (2012), Penilaian Kerja (Performance Assessment), Authentic
Assessment, Direct Assessment dianggap memiliki makna yang sama yang dapat
dipertukarkan (Gipps and Stobart, 2010), yang intinya menilai tugas nyata dan
kinerja yang dapat dikerjakan pegawai yang merupakan tujuan dari pekerjaannya.
Sering kali “performance assessment” ini selalu melibatkan pegawai di dalam
mengaplikasikan pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan dalam praktek
kehidupan mereka sehari-hari.Untuk mengetahui apakah penilaian kinerja
(performance assessment) dapat dianggap berkualitas atau tidak, terdapat tujuh
kriteria yang diperhatikan oleh penilai. Ketujuh kriteria ini sebagaimana diungkap
oleh Popham dalam Sri Andayani (2012) yaitu:
1. Generability, yaitu apakah kinerja pegawai dalam melakukan tugas
yang diberikan tersebut sudah memadai untuk digeneralisasikan kepada
tugas-tugas lain? Semakin dapat digeneralisasikan tugas-tugas yang
diberikan dalam rangka penilaian keterampilan atau penilaian kinerja
tersebut.
2. Authenticity, yaitu apakah tugas yang diberikan tersebut sudah serupa
dengan apa yang dipraktekan dalam kehidupan sehari-hari.
3. Multiple foci, yaitu apakah tugas yang diberikan kepada pegawai sudah
mengukur lebih dari kemampuan-kemampuan yang diinginkan.
4. Teachability, yaitu apakah tugas yang diberikan merupakan tugas yang
hasilnya semakin baik dari sebelumnya.
5. Fairness, yaitu apakah tugas yang diberikan sudah adil untuk semua
pegawai.
6. Feasibility, yaitu apakah tugas-tugas yang diberikan dalam penilaian
keterampilan dan penilaian kinerja memang relevan untuk dapat
dilaksanakan mengingat faktor-faktor yang ada, seperti biaya, ruangan,
waktu dan peralatan.
7. Scorability, yaitu apakah tugas yang diberikan nanti dapat diskor
dengan akurat.
3.3 Metode Fuzzy
Logika fuzzy merupakan salah satu komponen pembentuk soft computing. Logika
fuzzy pertama kali diperkenalkan oleh Prof. Lotfi A. Zadeh pada tahun 1965.
Dasar logika fuzzy adalah teori himpunan fuzzy. Pada teori himpunan fuzzy,
peranan derajat keanggotaan atau membership function menjadi ciri utama dari
penalaran dengan logika fuzzy tersebut (Kusumadewi S, Purnomo H, 2010).
Ada beberapa alasan mengapa orang menggunakan logika fuzzy (Cox, 1994 dalam
Kusumadewi S, Purnomo H, 2010) antara lain:
1. Konsep logika fuzzy mudah dimengerti, karena logika fuzzy
menggunakan dasar teori himpunan, maka konsep matematis yang
mendasari penalaran fuzzy tersebut mudah dimengerti.
2. Logika fuzzy sangat fleksibel, artinya mampu beradaptasi dengan
perubahan-perubahan dan ketidakpastian yang menyertai permasalahan.
3. Logika fuzzy memiliki toleransi terhadap data yang tidak tepat. Jika
diberikan sekelompok data yang cukup homogeny, dan kemudian ada
data yang “ekslusif” maka logika fuzzy memiliki kemampuan untuk
menangani data ekslusif tersebut.
4. Logika fuzzy mampu memodelkan fungsi-fungsi non-linier yang sangat
komplek.
5. Logika fuzzy dapat membangun dan mengaplikasikan pengalaman-
pegalaman para pakar secara langsung tanpa harus melalui proses
pelatihan.
6. Logika fuzzy dapat bekerja sama dengan teknik-teknik kendali secara
konvensional.
7. Logika fuzzy didasarkan pada bahasa alami atau menggunakan bahasa
sehari-hari agar mudah dimengerti.
3.3.1 Himpunan Fuzzy
Ada beberapa hal yang perlu diketahui dalam memahami sistem fuzzy
(Kusumadewi S, Purnomo H, 2010) yaitu:
1. Variabel fuzzy
Variabel fuzzy merupakan variabel yang hendak dibahas dalam suatu sistem fuzzy.
Contoh : umur, temperatur, permintaaan, dsb.
2. Himpunan fuzzy
Pada himpunan tegas (crisp), nilai keanggotaan sesuai item x dalam suatu
himpunan A, yang sering ditulis dengan µA[x], memiliki 2 kemungkinan
(Kusumadewi S, Purnomo H, 2010) yaitu:
a. Satu (1), yang berarti bahwa suatu item menjadi anggota
dalam suatu himpunan.
b. Nol (0), yang berarti bahwa suatu item tidak menjadi
anggota dalam suatu himpunan.
Terkadang kemiripan antara keanggotaan fuzzy dengan probabilitas menimbulkan
kerancuan. Keduanya memiliki nilai pada interval [0,1] namun interprestasi
nilainya sangat berbeda antara kedua kasus tersebut. Keanggotaan fuzzy
memberikan suatu ukuran terhadap pendataan atau keputusan, sedangkan
probabilitas mengindikasikan proporsi terhadap keseringan suatu hasil nilai benar
dalam jangka panjang. Misalnya, jika nilai keanggotaan bernilai suatu himpunan
fuzzy usia adalah 0,9, maka tidak perlu dipermasalahkan berapa sering nilai itu
diulang secara individual untuk mengharap suatu hasil yang hampir pasti muda.
Di lain pihak, nilai probabilitas 0,9 usia berarti 10% dari himpunan tersebut
diharapkan tidak muda.
Himpunan fuzzy memiliki 2 atribut, yaitu:
a. Linguistik, yaitu penamaan suatu grup yang mewakili suatu
keadaan atau kondisi tertentu dengan menggunakan bahasa
alami, seperti : MUDA, PAROBAYA, TUA.
b. Numeris, yaitu suatu nilai (angka) yang menunjukan ukuran dari
suatu variabel, seperti : 40, 25, 50, dsb.
Himpunan fuzzy merupakan suatu grup yang mewakili suatu kondisi atau keadaan
tertentu dalam suatu variabel fuzzy.
Contoh :
a. Variabel pegawai, terbagi mejadi 5 himpunan fuzzy, yaitu :
kurang sekali, kurang, cukup, baik dan baik sekali. Seperti
terlihat pada gambar
Penilaian Pegawai
Gambar 3.2 Himpunan Fuzzy Pada Variabel Pegawai
1. Semesta Pembicaraan
Semesta pembicaraan adalah keseluruhan nilai yang diperbolehkan untuk
dioperasikan dalam suatu variable fuzzy. Semesta pembicaraan merupakan
himpunan bilangan real yang senantiasa naik bertambah secara monoton dari kiri
ke kanan. Nilai semesta pembicaraan dapat berupa bilangan positif maupun
negatif. Ada kalanya nilai semesta pembicaraan ini tidak ada batasnya.
Contoh :
a. Semesta pembicaraan untuk variabel pegawai [0-50].
2. Domain
Domain himpunan fuzzy adalah keseluruhan nilai yang diijinkan dalam semesta
pembicaraan dan boleh dioperasikan dalam suatu himpunan fuzzy. Contoh domain
himpunan fuzzy :
a. Kurang Sekali = [0-15]
b. Kurang = [5-25]
Kurang
sekali
Kurang
Cukup
Baik
Baik
Sekali
1
µ (x)
0 5 15 25 35 45 50
c. Cukup = [15-35]
d. Baik = [25-45]
e. Baik Sekali = [35-50]
3.3.2 Fungsi Keanggotaan Fuzzy
Fungsi keanggotaan adalah suatu yang menunjukan pemetaan titik-titik input data
kedalam nilai keanggotannya (sering juga disebut dengan derajat keanggotaan)
yang memiliki interval antara 0 sampai 1. Salah satu cara yang digunakan untuk
mendapatkan nilai keanggotaan adalah dengan melalui pendekatan fungsi. Ada
beberapa fungsi yang digunakan.
a. Representasi Linear
Pada representasi linear, pemetaan input ke derajat keanggotaannya digambarkan
sebagai garis lurus. Bentuk ini paling sederhana dan menjadi pilihan yang baik
untuk mendekati konsep yang kurang jelas. Ada 2 keadaan fuzzy linear. Pertama,
kenaikan himpunan dimulai pada nilai dominan yang memiliki derajat
keanggotaan nol (0) bergerak kekanan menuju ke nilai dominan yang memiliki
derajat keanggotaan yang lebih tinggi. Seperti terlihat pada gambar 3.3.
1
Derajat
keanggotaan
µ(x)
0 a Domain B
Gambar 3.3 Representasi Linear Naik
Fungsi keanggotaan
Kedua, merupakan kebalikan dari yang pertama. Garis lurus dimulai dari nilai
dominan dengan derajat keanggotaan tertinggi dari sisi kiri kemudian bergerak
menurun ke nilai dominan yang memiliki derajat keanggotaan lebih rendah.
Seperti terlihat pada gambar 3.4.
Gambar 3.4 Representasi Linear Turun
Fungsi Keanggotaan:
[ ] {
b. Representasi Kurva Segitiga
[ ] {
1
Derajat
Keanggotaan
n µ(x)
0 a domain b
Kurva segitiga pada dasarnya merupakan gabungan antara 2 garis linier, seperti
terlihat pada gambar 3.5.
Gambar 3.5 Representasi Kurva Segitiga
Fungsi Keanggotaan:
[ ]
{
c. Representasi Kurva Trapesium
Kurva segitiga pada dasarnya seperti bentuk segitiga, hanya saja ada titik yang
memiliki nilai keanggotaan seperti terlihat pada gambar 3.6.
1
Derajat
Keanggotaan
n µ(x)
0 a b c
1
Derajat
Keanggotaan
µ(x)
0 a b c d
Gambar 3.6 Representasi Kurva Trapesium
Fungsi Keanggotaan:
[ ]
{
3.4 Fuzzy Multi Criteria Decision Making (MCDM)
Assesment merupakan proses pengambilan keputusan yang dilakukan pimpinan
dengan mempertimbangkan banyak kriteria dengan tujuan untuk memberikan
penghargaan terhadap hasil kerja pegawainya Andayani S, 2012, mengutip
pendapat Haris, menyatakan bahwa decision making adalah studi
pengidentifikasian dalam pemilihan alternatif-alternatif nilai-nilai preferensi
pengambilan keputusan.
Multiple Criteria Decision Making (MCDM) merupakan salah satu metode yang
paling banyak digunakan dalam area pengambilan keputusan. Tujuan dari MCDM
adalah memilih alternatif terbaik dari beberapa alternatif eksklusif yang saling
menguntungkan atas dasar performansi umum dalam bermacam kriteria (atau
atribut) yang ditentukan oleh pengambil keputusan (Chen, dalam Andayani S,
2012). Ada dua pendekatan dasar pada masalah MCDM, yaitu Multiple Attribut
Decision Making (MADM) dan Multiple Object Decision Making (MODM).
MADM mengambil keputusan dengan memperhatikan beberapa atribut yang
kadang saling bertentangan, sedangkan dalam MODM banyak alternatif tak
terbatas dan timbal balik antar kriteria didiskripsikan dengan menggunakan fungsi
kontina (Kahraman, 2008 dalam Andayani S, 2012).
Sebagian besar masalah MCDM dalam praktek nyata melibatkan informasi yang
tidak hanya kuantitatif akan tetapi juga kualitatif, yang bersifat tidak pasti. Dalam
hal ini, masalah MCDM selayaknya dianggap sebagai masalah fuzzy MCDM yang
melibatkan tujuan, aspek-aspek (dimensi), atribut (kriteria) dan kemungkinan
alternatif-alternatif. Masalah MCDM diselesaikan dengan menggunakan teknik-
teknik dalam bidang kecerdasan buatan (artificial intelegent) dan beberapa dekade
terakhir menjadi kajian intensif dari computing karena melibatkan teori himpunan
fuzzy.
Fulop dalam Andayani S, 2012, menyebutkan secara umum proses pengambilan
keputusan meliputi langkah-langkah: 1) Mendifinisikan masalah, 2) Menentukan