Top Banner
BAB I PENDAHULUAN Trauma kapitis atau cedera kepala adalah serangkaian kejadian patofisiologik yang terjadi setelah trauma kepala ,yang dapat melibatkan setiap komponen yang ada, mulai dari kulit kepala ,tulang dan jaringan otak atau kombinasinya. Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama pada kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas. Hal ini diakibatkan karena mobilitas yang tinggi di kalangan usia produktif sedangkan kesadaran untuk menjaga keselamatan di jalan masih rendah, disamping penanganan pertama yang belum benar - benar , serta rujukan yang terlambat. 1 Trauma kapitis merupakan salah satu masalah kesehatan yang dapat menyebabkan gangguan fisik dan mental yang kompleks. Gangguan yang ditimbulkan dapat bersifat sementara maupun menetap, seperti defisit kognitif, psikis, intelektual, serta gangguan fungsi fisiologis lainnya. Hal ini disebabkan oleh karena trauma kepala dapat mengenai berbagai komponen kepala mulai dari bagian terluar hingga terdalam, termasuk tengkorak dan otak. 2 Secara global insiden cedera kepala 1
39

BAB I,II & III FIX

Apr 10, 2016

Download

Documents

Donald Haynes

TRAUMA CAPITIS
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: BAB I,II & III FIX

BAB I

PENDAHULUAN

Trauma kapitis atau cedera kepala adalah serangkaian kejadian

patofisiologik yang terjadi setelah trauma kepala ,yang dapat melibatkan setiap

komponen yang ada, mulai dari kulit kepala ,tulang dan jaringan otak atau

kombinasinya. Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan

kecacatan utama pada kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat

kecelakaan lalu lintas. Hal ini diakibatkan karena mobilitas yang tinggi di

kalangan usia produktif sedangkan kesadaran untuk menjaga keselamatan di jalan

masih rendah, disamping penanganan pertama yang belum benar - benar , serta

rujukan yang terlambat.1

Trauma kapitis merupakan salah satu masalah kesehatan yang dapat

menyebabkan gangguan fisik dan mental yang kompleks. Gangguan yang

ditimbulkan dapat bersifat sementara maupun menetap, seperti defisit kognitif,

psikis, intelektual, serta gangguan fungsi fisiologis lainnya. Hal ini disebabkan

oleh karena trauma kepala dapat mengenai berbagai komponen kepala mulai dari

bagian terluar hingga terdalam, termasuk tengkorak dan otak.2 Secara global

insiden cedera kepala meningkat dengan tajam terutama karena peningkatan

penggunaan kendaraan bermotor. WHO memperkirakan bahwa pada tahun 2020

kecelakaan lalu lintas akan menjadi penyebab penyakit dan trauma ketiga

terbanyak di dunia.3

Insiden cedera kepala di Eropa pada tahun 2010 adalah 500 per 100.000

populasi.5 Insiden cedera kepala di Inggris pada tahun 2005 adalah 400 per

100.000 pasien per tahun.6 Langlois et al mendapatkan bahwa lebih dari 1,1 juta

orang di Amerika Serikat menderita cedera kepala setiap tahunnya.7 Gururaj et al

pada tahun 2004 mendapatkan bahwa insiden cedera kepala di India setiap

tahunnya adalah 160 per 100.000 populasi.2

1

Page 2: BAB I,II & III FIX

Kejadian cedera kepala di Indonesia setiap tahunnya diperkirakan mencapai

500.000 kasus. Dari jumlah diatas , 10% penderita meninggal sebelum tiba di

rumah sakit. Dari pasien yang sampai di rumah sakit , 80% dikelompokan sebagai

cedera kepala ringan, 10 % termasuk cedera sedang, dan 10 % termasuk cedera

kepala berat.

Trauma kapitis dikategorikan menjadi 3 berdasarkan nilai Glaslow Coma

Scale (GCS), yaitu cedera kepala ringan (CKR) apabila skor GCS 13-15, cedera

kepala sedang (CKS) dengan GCS 9-12, dan cedera kepala berat (CKB) dengan

GCS ≤ 8.4

Glasgow coma scale (GCS) merupakan salah satu komponen yang

digunakan sebagai acuan pengobatan, dan dasar pembuatan keputusan klinis

umum untuk pasien cedera kepala.1 Cedera kepala dikelompokkan menjadi

ringan, sedang dan berat berdasarkan tingkat kesadaran menurut skor GCS, cedera

kepala ringan (CKR) jika GCS 14–15, cedera kepala sedang (CKS) jika GCS 9–

13, dan cedera kepala berat (CKB) jika GCS 3.3

Pada penderita dengan cedera kepala ringan dan sedang hanya 3% -5% yang

memerlukan tindakan operasi dan sisanya dirawat secara konservatif. Prognosis

pasien cedera kepala akan lebih baik bila penatalaksanaan dilakukan secara tepat

dan cepat.9

BAB II

2

Page 3: BAB I,II & III FIX

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Trauma Kapitis

Trauma kapitis adalah suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat

kongenital ataupun degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan atau

benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran

yang mana menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi

fisik.5 Trauma secara langsung dan tidak langsung mengakibatkan luka di

kulit kepala, fraktur tulang tengkorak, robekan selaput otak dan kerusakan

jaringan otak itu sendiri, serta mengakibatkan gangguan neurologis.6

2.2. Anatomi

1. Kulit Kepala (SCALP)

Kulit kepala terdiri dari 5 lapis jaringan yang disingkat

sebagai SCALP, yaitu :

1. Skin atau kulit

2. Connective Tissue atau jaringan penyambung

3. Aponeurosis atau galea aponeurotika  à jaringan ikat berhubungan

langsung dengan tengkorak

4. Loose areolar tissue atau jaringan penunjang longgar à Merupakan

tempat terjadinya perdarahan subgaleal (hematom subgaleal).

5. Perikranium

Jaringan penunjang longgar memisahkan galea aponeurotika

dari perikarnium dan merupakan tempat tertimbunnya darah

hematoma subgaleal.7 Galea aponeurotika suatu jaringan fibrosa

padat dapat digerakkan dengan bebas yang membantu menyerap

kekuatan trauma eksternal. Di antara kulit dan galea terdapat suatu

lapisan lemak dan lapisan membran dalam yang mengandung

pembuluh-pembuluh besar. Bila robek, pembuluh-pembuluh ini sukar

mengadakan vasokontriksi dan dapat menyebabkan kehilangan darah

3

Page 4: BAB I,II & III FIX

yang berarti pada penderita dengan laserasi pada kulit kepala. Tepat di

bawah galea terdapat ruang subaponeurotik yang mengandung vena

emisaria dan diploika. Pembuluh-pembuluh ini dapat membawa

infeksi dari kulit kepala sampai jauh ke dalam tengkorak.8

2. Tulang Tengkorak

Gambar 1. Tulang Tengkorak

Tulang tengkorak terdiri dari kubah (kalvaria) dan basis kranii.

Khusus di regio temporal, kalvaria tipis tetapi dilapisi oleh otot

temporalis. Basis kranii terbentuk tidak rata sehingga dapat melukai

bagian dasar otak sat bergerak akibat proses akselerasi dan deselerasi.

4

Page 5: BAB I,II & III FIX

Rongga tengkorak dasar dibagi atas 3 fosa, yaitu fosa anterior, fosa

media dan fosa posterior. Fosa anterior tempat lobus frontalis, fosa

media tempat lobus temporalis, dan fosa posterior adalah ruan untuk

bagian bawah batang otak dan otak kecil (serebelum).7

Pada orang dewasa, tengkorak merupakan ruangan keras yang

tidak memungkinkan perluasan isi intrakranial. Tulang terdiri dari dua

dinding atau tabula yang dipisahkan oleh tulang berongga. Dinding

luar disebut tabula interna. Tabula interna mengandung alur-alur yang

berisikan arteria meningea anterior, media dan posterior. Apabila

terjadi fraktur tulang tengkorak menyebabkan terobeknya salah satu

dari arteria-arteria ini, perdarahan arterial.8

3. Meningen

Selaput ini menutupi seluruh permukaan otak terdiri 3 lapisan :

1. Durameter

Dura adalah membran luar yang semitranslusen, dan tidak

elastis yang berfungsi untuk melindungi otak, menutupi sinus-sinus

vena yang terdiri atas dura mater, lapisan endotelial tanpa jaringan

vaskular, dan membentuk poriestum tabula interna. Dura melekat erat

dengan permukaan dalam tengkorak. Dura mempunyai suplai darah

yang kaya. Bagian tengah dan posterior disuplai oleh arteria meningea

media yang bercabang dari arteria vertebralis dan karotis interna dan

menyuplai fosa anterior. Arteria meningea posterior yaitu cabang dari

arteria oksipitalis, menyuplai darah ke fosa posterior.8

Durameter merupakan selaput keras atas jaringan ikat fibrosa

melekat dengan tabula interna atau bagian dalam kranium namun

tidak melekat pada selaput arachnoid dibawahnya, sehingga terdapat

ruangan potensial disebut  ruang subdural yang terletak antara

durameter dan arachnoid. Pada cedera kepala pembuluh vena yang

berjalan pada permukaan otak menuju sinus sagitalis superior digaris

tengah disebut Bridging Veins, dapat mengalami robekan serta

5

Page 6: BAB I,II & III FIX

menyebabkan perdarahan subdural. Durameter membelah membentuk

2 sinus yang mengalirkan darah vena ke otak, yaitu :  sinus sagitalis

superior mengalirkan darah vena ke sinus transverses dan sinus

sigmoideus.  Perdarahan akibat sinus cedera 1/3 anterior diligasi

aman, tetapi 2/3 posterior berbahaya karena dapat menyebabkan

infark vena dan kenaikan tekanan intracranial. Arteri-arteri meningea

terletak pada ruang epidural, dimana yang sering mengalami cedera

adalah arteri meningea media yang terletak pada fosa temporalis dapat

menimbulkan perdarahan epidural.7

2. Arachnoid

Di dekat dura tetapi tidak menempel langsung adalah membran

halus, fibrosa, dan elastis yang dikenal sebagai araknoid. Membran ini

tidak melekat pada dura meter, tetapi ruangan antara dura dan

araknoid (ruang subdural) merupakan ruang yang potensial.8

3. Piameter

Piamater adalah suatu membran halus yang sangat kaya dengan

pembuluh darah halus. Pia mater merupakan satu-satunya lapisan

meningeal yang masuk ke dalam semua sulkus dan membungkus

semua girus. Pada beberapa fisura dan sulkus disisi medial hemisfer

otak, pia mater membentuk sawar antar ventrikel dan sulkus atau

fisura. Sawar ini merupakan struktur penyokonh dari pleksus

koroideus pada setiap ventrikel.8 Lapisan ini melekat pada permukaan

korteks serebri. Cairan serebro spinal bersirkulasi diantara arachnoid

dan piameter dalam ruang subarahnoid. Perdarahan ditempat ini akibat

pecahnya aneurysma intra cranial.7

4. Otak

1. Serebrum

Terdiri atas hemisfer kanan dan kiri dipisahkan oleh falks

serebri yaitu lipatan durameter yang berada di inferior sinus sagitalis

superior. Hemisfer kiri terdapat pusat bicara yang bekerja dengan

6

Page 7: BAB I,II & III FIX

tangan kanan. Hemisfer otak yang mengandung pusat bicara disebut

dengan hemisfer dominan.

2. Serebelum

Berfungsi dalam kordinasi dan keseimbangan dan terletak dalam

fosa posterior berhubungan dengan medulla spinalis batang otak dan

kedua hemisfer serebri.Serebelum bertanggungjawab dalam fungsi

koordinasi dan keseimbangan, terletak dalam fosa posterior,

membentuk hubungan dengan medulla spinalis, batang otak dan

akhirnya dengan kedua hemisfer serebri.

3. Batang otak

Terdiri dari mesensefalon (midbrain) dan pons berfungsi dalam

kesadaran dan kewaspadaan, serta medulla oblongata yang

memanjang sampai medulla spinalis. Mesensefalon (midbrain) dan

pons bagian atas berisi sistem aktivasi retikular yang berfungsi dalam

kesadaran dan kewaspadaan. Pusat kardiorespiratorik berada di

medulla oblongata. Lesi kecil yang terjadi pada batang otak sudah

dapat menyebabkan defisit neurologis yang berat. 7

Gambar 2. Anatomi Otak

5. Cairan Serebrospinalis

Normal produksi cairan serebrospinal adalah 0,2-0,35 mL per

menit atau sekitar 500 mL per 24 jam . Sebagian besar diproduksi oleh

oleh pleksus koroideus yang terdapat pada ventrikel lateralis dan

7

Page 8: BAB I,II & III FIX

ventrikel IV. Kapasitas dari ventrikel lateralis dan ventrikel III pada

orang sehat sekitar 20 mL dan total volume cairan serebrospinal pada

orang dewasa sekitar 120 mL. Cairan serebrospinal setelah diproduksi

oleh pleksus koroideus akan mengalir ke ventrikel lateralis, kemudian

melalui foramen interventrikuler Monro masuk ke ventrikel III ,

kemudian masuk ke dalam ventrikel IV melalui akuaduktus Sylvii,

setelah itu melalui 2 foramen Luschka di sebelah lateral dan 1 foramen

Magendie di sebelah medial masuk kedalam ruangan subaraknoid,

melalui granulasi araknoidea masuk ke dalam sinus  duramater kemudian

masuk ke aliran vena.

Tekanan Intra kranial meningkat karena produksi cairan

serebrospinal  melebihi jumlah yang diabsorpsi. Ini terjadi apabila

terdapat produksi cairan serebrospinal yang berlebihan, peningkatan

hambatan aliran atau peningkatan tekanan dari venous sinus. Mekanisme

kompensasi yang terjadi  adalah transventricular absorption, dural

absorption, nerve root sleeves absorption dan unrepaired meningocoeles.

Pelebaran ventrikel pertama biasanya terjadi pada frontal dan temporal

horns, seringkali asimetris, keadaan ini menyebabkan elevasi dari corpus

callosum, penegangan atau perforasi dari septum pellucidum, penipisan

dari cerebral mantle dan pelebaran ventrikel III ke arah bawah hingga

fossa pituitary (menyebabkan pituitary disfunction). 8

6. Tentorium

Tentorium serebeli membagi rongga tengkorak menjadi ruang :

1. Supratentorial terdiri fosa kranii anterior dan media

2. Infratentorial berisi fosa kranii posterior

Mesensefalon (midbrain) menghubungkan hemisfer serebri dan

batang otak (pons dan medulla oblongata) berjalan melalui celah

tentorium serebeli disebut insisura tentorial.  Nervus okulomotorius

(NVII) berjalan sepanjang tentorium, bila tertekan oleh masa atau edema

otak akan menimbulkan herniasi. Serabut2 parasimpatik untuk kontraksi

8

Page 9: BAB I,II & III FIX

pupil mata berada pada permukaan n. okulomotorius. Paralisis serabut ini

disebabkan penekanan mengakibatkan dilatasi pupil. Bila penekanan

berlanjut menimbulkan deviasi bola mata kelateral dan bawah. Dilatasi

pupil ipsilateral disertai hemiplegi kontralateral dikenal sindrom klasik

herniasi tentorium. Umumnya perdarahan intrakranial terdapat pada sisi

yang sama dengan sisi pupil yang berdilatasi meskipun tidak selalu.7

2.3. Fisiologi

1. Tekanan Intra Kranial

Biasanya ruang intrakranial ditempati oleh jaringan otak, darah,

dan cairan serebrospinal. Setiap bagian menempati suatu volume

tertentu yang menghasilkan suatu tekanan intra kranial normal sebesar

50 sampai 200 mmH2O atau 4 sampai 15 mmHg. Dalam keadaan

normal, tekanan intra kranial (TIK) dipengaruhi oleh aktivitas sehari-

hari dan dapat meningkat sementara waktu sampai tingkat yang jauh

lebih tinggi dari normal.Ruang intra kranial adalah suatu ruangan

kaku yang terisi penuh sesuai kapasitasnya dengan unsur yang tidak

dapat ditekan, yaitu : otak ( 1400 g), cairan serebrospinal (sekitar 75

ml), dan darah (sekitar 75 ml). Peningkatan volume pada salah satu

dari ketiga unsur utama ini mengakibatkan desakan ruang yang

ditempati oleh unsur lainnya dan menaikkan tekanan intra kranial.

2. Hipotesa Monro-Kellie

Teori ini menyatakan bahwa tulang tengkorak tidak dapat

meluas sehingga bila salah satu dari ketiga komponennya membesar,

dua komponen lainnya harus mengkompensasi dengan mengurangi

volumenya (bila TIK masih konstan). Mekanisme kompensasi intra

kranial ini terbatas, tetapi terhentinya fungsi neural dapat menjadi

parah bila mekanisme ini gagal. Kompensasi terdiri dari

meningkatnya aliran cairan serebrospinal ke dalam kanalis spinalis

dan adaptasi otak terhadap peningkatan tekanan tanpa meningkatkan

TIK. Mekanisme kompensasi yang berpotensi mengakibatkan

kematian adalah penurunan aliran darah ke otak dan pergeseran otak

9

Page 10: BAB I,II & III FIX

ke arah bawah (herniasi) bila TIK makin meningkat. Dua mekanisme

terakhir dapat berakibat langsung pada fungsi saraf. Apabila

peningkatan TIK berat dan menetap, mekanisme kompensasi tidak

efektif dan peningkatan tekanan dapat menyebabkan kematian

neuronal.7

2.4. Patofisiologi

Pada cedera kepala, kerusakan otak dapat terjadi dalam dua tahap

yaitu cedera primer dan cedera sekunder. Cedera primer merupakan

cedera pada kepala sebagai akibat langsung dari suatu ruda paksa, dapat

disebabkan benturan langsung kepala dengan suatu benda keras maupun

oleh proses akselarasi-deselarasi gerakan kepala. Dalam mekanisme

cedera kepala dapat terjadi peristiwa coup dan contrecoup. Cedera primer

yang diakibatkan oleh adanya benturan pada tulang tengkorak dan daerah

sekitarnya disebut lesi coup.

Pada daerah yang berlawanan dengan tempat benturan akan terjadi

lesi yang disebut contrecoup. Akselarasi-deselarasi terjadi karena kepala

bergerak dan berhenti secara mendadak dan kasar saat terjadi trauma.

Perbedaan densitas antara tulang tengkorak (substansi solid) dan otak

(substansi semisolid) menyebabkan tengkorak bergerak lebih cepat dari

muatan intrakranialnya. Bergeraknya isi dalam tengkorak memaksa otak

membentur permukaan dalam tengkorak pada tempat yang berlawanan

dari benturan (contrecoup).

Cedera sekunder merupakan cedera yang terjadi akibat berbagai

proses patologis yang timbul sebagai tahap lanjutan dari kerusakan otak

primer, berupa perdarahan, edemaotak, kerusakan neuron berkelanjutan,

iskemia, peningkatan tekanan intrakranial dan perubahan neurokimiawi.8

2.5. Etiologi

1. Kecelakaan, jatuh, kecelakaan kendaraan bermotor atau sepeda, dan

mobil.Kecelakaan pada saat olah raga, anak dengan ketergantungan.

10

Page 11: BAB I,II & III FIX

2. Cedera akibat kekerasan.

3. Benda tumpul, kerusakan terjadi hanya terbatas pada daerah dimana

dapat merobek otak.

4. Kerusakan menyebar karena kekuatan benturan, biasanya lebih berat

sifatnya.

5. Benda tajam, kerusakan terjadi hanya terbatas pada daerah dimana dapat

merobek otak, misalnya tertembak peluru atau benda tajam

2.6. Klasifikasi Trauma Kapitis

Cedera kepala diklasifikasikan dalam berbagai aspek. Secara

praktis dikenal 3 deskripsi klasifikasi, yaitu berdasarkan; mekanisme,

beratnya cedera, dan morfologi.

1. Mekanisme Cedera Kepala

Cedera otak dibagi atas cedera tumpul dan cedera tembus.

Cedera tumpul biasanya berkaitan dengan kecelakaan kendaraan

bermotor, jatuh, atau pukulan benda tumpul. Cedera tembus

disebabkan oleh luka tembak ataupun tusukan.

2. Beratnya Cedera Kepala

Glasgow Coma Scale (GCS) digunakan secara umum dalam

deskripsi beratnya penderita cedera otak. Penderita yang mampu

membuka kedua matanya secara spontan, mematuhi perintah, dan

berorientasi mempunyai nilai GCS total sebesar 15, sementara pada

penderita yang keseluruhan otot ekstrimitasnya flaksid dan tidak

membuka mata ataupun tidak bersuara maka nilai GCS-nya minimal

atau sama dengan 3. Nilai GCS sama atau kurang dari 8 didefinisikan

sebagai koma atau cedera otak berat. Berdasarkan nilai GCS, maka

penderita cedera otak dengan nilai GCS 9- 13 dikategorikan sebagai

cedera otak sedang, dan penderita dengan nilai GCS 14-15

dikategorikan sebagai cedera otak ringan.

11

Page 12: BAB I,II & III FIX

Tabel 2.1. Glasglow Coma Scale

Jenis pemeriksaan Nilai

Respon membuka mata (E)

Buka mata spontan

Buka mata bila dipanggil/rangsangan suara

Buka mata bila dirangsang nyeri

Tidak ada reaksi dengan rangsangan apapun

4

3

2

1

Respon verbal (V)

Komunikasi verbal baik, berorientasi

Bingung, disorientasi waktu, tempat, dan orang

Kata-kata tidak teratur

Suara tidak jelas

Tidak ada reaksi

5

4

3

2

1

Respon motorik (M)

Mengikuti perintah

Melokalisir nyeri

Fleksi normal

Fleksi abnormal

Ekstensi abnormal

Tidak ada reaksi

6

5

4

3

2

1

Tabel 2.2. Klasifikasi Keparahan Traumatic Brain Injury

Ringan

(commotio cerebri)

Kehilangan kesadaran < 20 menit atau

sadar

Orientasi baik/transient

Defisit neurologis (-)/refleks patologis (-)

Gejala subjektif : cepalgia, nausea, vomitus

(+)

12

Page 13: BAB I,II & III FIX

Amnesia post traumatik < 24 jam

GCS = 13 – 15

Sedang

(conusio cerebri)

Kehilangan kesadaran ≥ 20 menit dan ≤ 36

jam

Samnolen, dapat mengikuti perintah

sederhana

Defisit neurologis (+): refleks patologis

babynski (+)

Amnesia post traumatik ≥ 24 jam dan ≤ 7

hari

GCS = 9 - 12

Berat

(contusio cerebri)

Kehilangan kesadaran > 36 jam

Tidak bisa mengikuti perintah sederhana

Bicara kacau

Dapat melokalisir rangsang, kadang tidak

Amnesia post traumatik > 7 hari

GCS = 3 – 8

3. Morfologi

1. Fraktur Kranium

Fraktur kranium dapat terjadi pada atap atau dasar tengkorak,

dapat berbentuk garis/linear atau bintang/stelata, dan dapat pula

terbuka ataupun tertutup. Fraktur dasar tengkorak biasanya

memerlukan pemeriksaan CT scan dengan teknik “bone window”

untuk memperjelas garis frakturnya. Adanya tanda-tanda klinis

fraktur dasar tengkorak menjadikan petunjuk kecurigaan untuk

melakukan pemeriksaan lebih rinci. Fraktur kranium terbuka dapat

mengakibatkan adanya hubungan antara laserasi kulit kepala

dengan permukaan otak karena robeknya selaput dura. Adanya

fraktur tengkorak tidak dapat diremehkan, karena menunjukkan

bahwa benturan yang terjadi cukup berat.

13

Page 14: BAB I,II & III FIX

2. Lesi Intra Kranial

a. Cedera otak difus

Mulai dari konkusi ringan, dimana gambaran CT scan

normal sampai kondisi yang sangat buruk. Pada konkusi,

penderita biasanya kehilangan kesadaran dan mungkin

mengalami amnesia retro/anterograd. Cedera otak difus yang

berat biasanya diakibatkan hipoksia, iskemi dari otak karena

syok yang berkepanjangan atau periode apnoe yang terjadi

segera setelah trauma. Pada beberapa kasus, CT scan sering

menunjukkan gambaran normal, atau gambaran edema dengan

batas area putih dan abu-abu yang kabur. Selama ini dikenal

istilah Cedera Aksonal Difus (CAD) untuk mendefinisikan

trauma otak berat dengan prognosis yang buruk. Penelitian

secara mikroskopis menunjukkan adanya kerusakan pada akson

dan terlihat pada manifestasi klinisnya.

b. Perdarahan Epidural

Hematoma epidural terletak di luar dura tetapi di dalam

rongga tengkorak dan gambarannya berbentuk bikonveks atau

menyerupai lensa cembung. Sering terletak di area temporal atau

temporo parietal yang biasanya disebabkan oleh robeknya arteri

meningea media akibat fraktur tulang tengkorak.

Perdarahan terjadi diantara durameter dan tulang

tengkorak. Perdarahan ini terjadi karena terjadi akibat robeknya

salah satu cabang arteria meningea media, robeknya sinus

venosus durameter atau robeknya arteria diploica. Robekan ini

sering terjadi akibat adanya fraktur tulang tengkorak. Gejala

yang dapat dijumpai adalah adanya suatu lucid interval (masa

sadar setelah pingsan sehingga kesadaran menurun lagi), tensi

yang semakin bertambah tinggi, nadi yang semakin bertambah

tinggi, nadi yang semakin bertambah lambat, hemiparesis, dan

terjadi anisokori pupil.

14

Page 15: BAB I,II & III FIX

c. Perdarahan Subdural

Perdarahan subdural lebih sering terjadi daripada

perdarahan epidural. Perdarahan ini terjadi akibat robeknya

vena-vena kecil di permukaan korteks serebri. Perdarahan

subdural biasanya menutupi seluruh permukaan hemisfer otak.

Biasanya kerusakan otak lebih berat dan prognosisnya jauh lebih

buruk dibandingkan perdarahan epidural.

Perdarahan terjadi di antara durameter dan arakhnoidea.

Perdarahan dapat terjadi akibat robeknya vena jembatan

(bridging veins) yang menghubungkan vena di permukaan otak

dan sinus venosus di dalam durameter atau karena robeknya

arakhnoid. Gejala yang dapat tampak adalah penderita mengeluh

tentang sakit kepala yang semakin bertambah keras, ada

gangguan psikis, kesadaran penderita semakin menurun,

terdapat kelainan neurologis seperti hemiparesis, epilepsy, dan

edema papil.

Klasifikasi hematoma subdural berdasarkan saat timbulnya

gejala klinis.

1. Hematoma Subdural Akut

Gejala timbul segera hingga berjam-jam setelah trauma.

Perdarahan dapat kurang dari 5mm tebalnya tetapi melebar

luas.

2. Hematoma Subdural Sub-Akut

Gejala-gejala timbul beberapa hari hingga 10 hari setelah

trauma. Perdarahan dapat lebih tebal tetapi belum ada

pembentukan kapsul disekitarnya.

3. Hematoma Subdural Kronik

Gejala timbul lebih dari 10 hari hingga beberapa bulan

setelah trauma. Kapsula jaringan ikat mengelilingi

15

Page 16: BAB I,II & III FIX

hematoma. Kapsula mengandung pembuluh-pembuluh darah

yang tipis dindingnya terutama di sisi durameter. Pembuluh

darah ini dapat pecah dan membentuk perdarahan baru yang

menyebabkan menggembungnya hematoma. Darah di dalam

kapsula akan terurai membentuk cairan kental yang dapat

mengisap cairan dari ruangan subarakhnoid. Hematoma akan

membesar dan menimbulkan gejala seperti tumor serebri.

d. Kontusio dan perdarahan intraserebral

Kontusio serebri sering terjadi dan sebagian besar terjadi

di lobus frontal dan lobus temporal, walaupun dapat juga terjadi

pada setiap bagian dari otak. Kontusio serebri dapat, dalam

waktu beberapa jam atau hari, berubah menjadi perdarahan

intraserebral yang membutuhkan tindakan operasi.

Gejala-gejala yang ditemukan adalah :

a. Hemiplegi

b. Papilledema serta gejala-gejala lain dari tekanan intrakranium

yang meningkat.

c. Arteriografi karotius dapat memperlihatkan suatu peranjakan

dari arteri perikalosa ke sisi kontralateral serta gambaran

cabang-cabang arteri serebri media yang tidak normal.7

2.7. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pasien dengan trauma

kapitis adalah:

1. CT-Scan

Untuk melihat letak lesi dan adanya kemungkinan komplikasi jangka

pendek. menilai ada tidaknya perdarahan, edema serebri dan kelainan

morfologi lain (bila memungkinkan)

16

Page 17: BAB I,II & III FIX

2. Lumbal Pungsi

Untuk menentukan ada tidaknya darah pada LCS harus dilakukan

sebelum 6 jam dari saat terjadinya trauma

3. EEG

Dapat digunakan untuk mencari lesi

4. Roentgen foto kepala

Rontgen tengkorak 3 posisi untuk melihat ada tidaknya fraktur pada

tulang tengkorak

2.8. Diagnosa

1. Diagnosa trauma kapitis dapat dilihat berdasarkan ada atau tidaknya

riwayat trauma kapitis

2. Gejala-gejala klinis : Interval lucid, peningkatan TIK, gejala laterlisasi

3. Pemeriksaan penunjang.

2.9. Komplikasi

Jangka pendek :

1. Hematom Epidural

Letak : antara tulang tengkorak dan duramater

Etiologi : pecahnya A. Meningea media atau cabang-cabangnya

Gejala : setelah terjadi kecelakaan, penderita pingsan atau hanya

nyeri kepala sebentar kemudian membaik dengan sendirinya

tetapi beberapa jam kemudian timbul gejala-gejala yang

memperberat progresif seperti nyeri kepala, pusing, kesadaran

menurun, nadi melambat, tekanan darah meninggi, pupil pada

sisi perdarahan mula-mula sempit, lalu menjadi lebar, dan

akhirnya tidak bereaksi terhadap refleks cahaya. Ini adalah

tanda-tanda bahwa sudah terjadi herniasi tentorial.

Akut (minimal 24jam sampai dengan 3x24 jam)

o Interval lucid

o Peningkatan TIK

17

Page 18: BAB I,II & III FIX

o Gejala lateralisasi → hemiparese

Pada pemeriksaan kepala mungkin pada salah satu sisi kepala

didapati hematoma subkutan

Pemeriksaan neurologis menunjukkan pada sisi hematom pupil

melebar. Pada sisi kontralateral dari hematom, dapat dijumpai

tanda-tanda kerusakan traktus piramidalis, misal: hemiparesis,

refleks tendon meninggi dan refleks patologik positif.

CT-Scan : ada bagian hiperdens yang bikonveks

LCS : jernih

Penatalaksanaannya yaitu tindakan evakuasi darah (dekompresi)

dan pengikatan pembuluh darah.

2. Hematom subdural

Letak : di bawah duramater

Etiologi : pecahnya bridging vein, gabungan robekan bridging

veins dan laserasi piamater serta arachnoid dari kortex cerebri

Gejala subakut : mirip epidural hematom, timbul dalam 3 hari

pertama

o Kronis : 3 minggu atau berbulan-bulan setelah trauma

CT-Scan : setelah hari ke 3 diulang 2 minggu kemudian

o Ada bagian hipodens yang berbentuk cresent.

o Hiperdens yang berbentuk cresent di antara tabula interna

dan parenkim otak (bagian dalam mengikuti kontur otak

dan bagian luar sesuai lengkung tulang tengkorak)

o Isodens → terlihat dari midline yang bergeser

Operasi sebaiknya segera dilakukan untuk mengurangi tekanan

dalam otak (dekompresi) dengan melakukan evakuasi hematom.

Penanganan subdural hematom akut terdiri dari trepanasi-

dekompresi.

3. Perdarahan Intraserebral

Perdarahan dalam cortex cerebri yang berasal dari arteri

kortikal, terbanyak pada lobus temporalis. Perdarahan intraserebral

18

Page 19: BAB I,II & III FIX

akibat trauma kapitis yang berupa hematom hanya berupa perdarahan

kecil-kecil saja. Jika penderita dengan perdarahan intraserebral luput

dari kematian, perdarahannya akan direorganisasi dengan

pembentukan gliosis dan kavitasi. Keadaan ini bisa menimbulkan

manifestasi neurologik sesuai dengan fungsi bagian otak yang

terkena.

4. Oedema serebri

Pada keadaan ini otak membengkak. Penderita lebih lama

pingsannya, mungkin hingga berjam-jam. Gejala-gejalanya berupa

commotio cerebri, hanya lebih berat. Tekanan darah dapat naik, nadi

mungkin melambat. Gejala-gejala kerusakan jaringan otak juga

tidak ada. Cairan otak pun normal, hanya tekanannya dapat

meninggi.

TIK meningkat

Cephalgia memberat

Kesadaran menurun

Jangka Panjang :

1. Gangguan neurologis

Dapat berupa : gangguan visus, strabismus, parese N.VII

dan gangguan N. VIII, disartria, disfagia, kadang ada hemiparese.

2. Sindrom pasca trauma

Dapat berupa : palpitasi, hidrosis, cape, konsentrasi

berkurang, libido menurun, mudah tersinggung, sakit kepala,

kesulitan belajar, mudah lupa, gangguan tingkah laku, misalnya:

menjadi kekanak-kanakan, penurunan intelegensia, menarik diri, dan

depresi.

2.10. Penatalaksanaan

1. Cedera Kepala Ringan

Perawatan selama 3-5 hari

Mobilisasi bertahap

19

Page 20: BAB I,II & III FIX

Terapi simptomatik

Observasi tanda vital

2. Cedera Kepala Sedang

Perawatan selama 7-10 hari

Anti cerebral edem

Anti perdarahan

Simptomatik

Neurotropik

Operasi jika ada komplikasi

3. Cedera Kepala Berat

Seperti pada CKS

Primary Survey dan resusitasi

Antibiotik dosis tinggi

Konsultasi bedah saraf

Terapi Medikamentosa

1. Cairan Intravena

Diberikan sesuai kebutuhan untuk resusitasi dan mempertahankan

normovolemia. Cairan yang dianjurkan untuk resusitasi adalah cairan

ringer laktat atau garam fisiologis.

2. Hiperventilasi

Hiperventilasi dilakukan secara selektif dan hanya dalam batas waktu

tertentu. Umumnya, PaCO2 dipertahankan pada 35 mmHg atau

lebioh. Hiperventilasi dalam waktu singkat antara 25-30 mmHg.

3. Manitol

Digunakan untuk menurunkan tekanan intrakranial (TIK) yang

meningkat. Sediaan yang tersedia cairan manitol dengan konsentrasi

20%. Dosis diberikan 0,25-1 g/KgBB. Manitol dalam dosis tinggi

20

Page 21: BAB I,II & III FIX

jangan diberikan pada pasien yang hipotensi, karena manitol

merupaka diuretik osmotik yang potensial. Adanya perburukan yang

akut, seperti terjadinya dilatasi pupil, hemiparesis maupun kehilangan

kesadaran merupakan indikasi kuat pemberian manitol dengan dosis

pemberian bolus manitol 1 g/KgBB yang diberikan secara cepat dalam

waktu 5 menit.

4. Furosemid

Digunakan untuk membuang cairan berlebih di dalam tubuh. Cairan

berlebih yang menumpuk di dalam tubuh dapat menyebabkan sesak

napas. Supportive measures pada edema otak. Mekanisme kerja

furosemida adalah menghambat penyerapan kembali natrium oleh sel

tubuli ginjal. Furosemida meningkatkan pengeluaran air, natrium,

klorida, kalium dan tidak mempengaruhi tekanan darah yang normal.

5. Steroid

Steroid diberikan untuk mengendalikan kenaikan TIK maupun

memperbaiki cedera otak berat.

6. Barbiturat

Bermanfaat untuk menurunkan TIK yang sulit diturunkan oleh obat-

obat lain. Tidak dianjurkan diberikan pada pasien dengan keadaan

hipotensi atau hipovolemia.

7. Antikejang. 7

kejang konvulsif dapat terjadi setelah cedera kepala. Mula-mula

berikan diazepam 10 mg iv perlahan-lahan dan dapat diulangi sampai

3 kali bila masih kejang. Bila tidak berhasil dapat diberikan fenitoin

15 mg/kgBB diberikan iv perlahan-lahan dengan kecepatan tidak

melebihi 50 mg/menit.

2.11. Pencegahan

Upaya pencegahan cedera kepala pada dasarnya adalah suatu tindakan

pencegahan terhadap peningkatan kasus kecelakaan yang berakibat

trauma. Upaya yang dilakukan yaitu :

21

Page 22: BAB I,II & III FIX

a. Pencegahan Primer

Pencegahan primer yaitu upaya pencegahan sebelum peristiwa

terjadinya kecelakaan lalu lintas seperti untuk mencegah faktor-faktor

yang menunjang terjadinya cedera seperti pengatur lalu lintas,

memakai sabuk pengaman, dan memakai helm.

b. Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder yaitu upaya pencegahan saat peristiwa

terjadi yang dirancang untuk mengurangi atau meminimalkan

beratnya cedera yang terjadi. Dilakukan dengan pemberian

pertolongan pertama, yaitu :

1. Memberikan jalan nafas yang lapang (Airway).

Gangguan oksigenasi otak dan jaringan vital lain

merupakan pembunuh tercepat pada kasus cedera. Guna

menghindari gangguan tersebut penanganan masalah airway

menjadi prioritas utama dari masalah yang lainnya. Beberapa

kematian karena masalah airway disebabkan oleh karena kegagalan

mengenali masalah airway yang tersumbat baik oleh karena

aspirasi isi gaster maupun kesalahan mengatur posisi sehingga jalan

nafas tertutup lidah penderita sendiri. Pada pasien dengan

penurunan kesadaran mempunyai risiko tinggi untuk terjadinya

gangguan jalan nafas, selain memeriksa adanya benda asing,

sumbatan jalan nafas dapat terjadi oleh karena pangkal lidahnya

terjatuh ke belakang sehingga menutupi aliran udara ke dalam paru.

Selain itu aspirasi isi lambung juga menjadi bahaya yang

mengancam airway.

2. Memberi nafas/ nafas buatan (Breathing)

Tindakan kedua setelah meyakini bahwa jalan nafas tidak ada

hambatan adalah membantu pernafasan. Keterlambatan dalam

mengenali gangguan pernafasan dan membantu pernafasan akan

dapat menimbulkan kematian.

3. Menghentikan perdarahan (Circulations).

22

Page 23: BAB I,II & III FIX

Perdarahan dapat dihentikan dengan memberi tekanan pada

tempat yang berdarah sehingga pembuluh darah tertutup. Kepala

dapat dibalut dengan ikatan yang kuat. Bila ada syok, dapat diatasi

dengan pemberian cairan infuse dan bila perlu dilanjutkan dengan

pemberian transfusi darah. Syok biasanya disebabkan karena

penderita kehilangan banyak darah.

c. Pencegahan Tertier

Pencegahan tertier bertujuan untuk mengurangi terjadinya

komplikasi yang lebih berat, penanganan yang tepat bagi penderita

cedera kepala akibat kecelakaan lalu lintas untuk mengurangi

kecacatan dan memperpanjang harapan hidup. Pencegahan tertier

ini penting untuk meningkatkan kualitas hidup penderita,

meneruskan pengobatan serta memberikan dukungan psikologis

bagi penderita. Upaya rehabilitasi terhadap penderita cedera kepala

akibat kecelakaan lalu lintas perlu ditangani melalui rehabilitasi

secara fisik, rehabilitasi psikologis dan sosial.

2.12. Prognosis

Semua pasien harus mendapat terapi agresif sambil menunggu

konsultasi dengan ahli bedah saraf. Terutama sekali pada pasien anak-anak

yang memilikidaya pemulihan sangat baik walaupun cederanya terlihat

sangat berat.

BAB III

KESIMPULAN

1. Trauma kapitis adalah suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat

kongenital ataupun degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan atau

benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran

yang mana menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik.

23

Page 24: BAB I,II & III FIX

2. Trauma secara langsung dan tidak langsung mengakibatkan luka di kulit

kepala, fraktur tulang tengkorak, robekan selaput otak dan kerusakan

jaringan otak itu sendiri, serta mengakibatkan gangguan neurologis.3. Trauma kapitis dikategorikan menjadi 3 berdasarkan nilai Glaslow Coma

Scale (GCS), yaitu cedera kepala ringan (CKR) apabila skor GCS 13-15,

cedera kepala sedang (CKS) dengan GCS 9-12, dan cedera kepala berat

(CKB) dengan GCS ≤ 8.

DAFTAR PUSTAKA

1. Price Sylvia A. Lorraine M. Wilson.2005. Patofiisologi Konsep Klinis Proses Penyakit. EGC. Jakarta, Indonesia, Jakarta.

2. Hendry Irawan, Felicia Setiawan, Dewi, dan Georgius Dewanto. 2010. Perbandingan Glasgow Coma Scale dan Revised Trauma Score dalam Memprediksi Disabilitas Pasien Trauma Kepala di Rumah Sakit Atma Jaya. Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran UNIKA Atma Jaya, Jakarta.

24

Page 25: BAB I,II & III FIX

3. Nurfaise, M. Zainuddin, dan Arif Wicaksono 2012. Hubungan Derajat Cidera Kepala dan Gambaran Ct-Scan pada Penderita Cedera Kepala di RSU Dr. Soedarso Periode Mei-Juli 2012. Medical School, Faculty of Medicine, Universitas Tanjungpura, Pontianak, West Kalimantan.

4. Andi Ebiet Krisandi, Wasisto Utomo, dan Ganis Indriati. 2013. Gambaran Status Kognitif Pada Pasien Cedera Kepala Yang Telah Diizinkan Pulang Di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru.(http://repository.unri.ac.id/xmlui/bitstream/handle/123456789/4764/JURNAL%20ANDI%20EBIET%20KRISANDI.pdf?sequence=1, Diakses 2 Desember 2015).

5. Langlois, Rutland-Brown, Thomas. 2003. Incidence of traumatic brain injury in the United States. US National Library of Medicine National Institutes of Health. (http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/17122685, Diakses tanggal 1 Desember 2015).

6. Utama, Herry SY. 2012. Diagnosis and Treatment of Head Injury. (www.herryyudha.com/2012/07/cidera-kepala-diagnosis-dan.html, Diakses 2 Desember 2015).

7. American Collage of Surgeons. 2008. Advance Trauma Life Suport For Doctors. United States of America.

8. Hickey JV. 2003. Craniocerebral Trauma. Dalam: The Clinical Practice of Neurological and Neurosurgical Nursing 5th edition. Philadelphia : lippincot William & Wilkin.

9. Nasution Syahrul Hamidi. 2014. Mild Head Injury. Fakultas Kedokteran Universitas Lampung. Medula, vol 2 (4).

25