BAB I PENDAHULUAN Trauma kapitis atau cedera kepala adalah serangkaian kejadian patofisiologik yang terjadi setelah trauma kepala ,yang dapat melibatkan setiap komponen yang ada, mulai dari kulit kepala ,tulang dan jaringan otak atau kombinasinya. Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama pada kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas. Hal ini diakibatkan karena mobilitas yang tinggi di kalangan usia produktif sedangkan kesadaran untuk menjaga keselamatan di jalan masih rendah, disamping penanganan pertama yang belum benar - benar , serta rujukan yang terlambat. 1 Trauma kapitis merupakan salah satu masalah kesehatan yang dapat menyebabkan gangguan fisik dan mental yang kompleks. Gangguan yang ditimbulkan dapat bersifat sementara maupun menetap, seperti defisit kognitif, psikis, intelektual, serta gangguan fungsi fisiologis lainnya. Hal ini disebabkan oleh karena trauma kepala dapat mengenai berbagai komponen kepala mulai dari bagian terluar hingga terdalam, termasuk tengkorak dan otak. 2 Secara global insiden cedera kepala 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
Trauma kapitis atau cedera kepala adalah serangkaian kejadian
patofisiologik yang terjadi setelah trauma kepala ,yang dapat melibatkan setiap
komponen yang ada, mulai dari kulit kepala ,tulang dan jaringan otak atau
kombinasinya. Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan
kecacatan utama pada kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat
kecelakaan lalu lintas. Hal ini diakibatkan karena mobilitas yang tinggi di
kalangan usia produktif sedangkan kesadaran untuk menjaga keselamatan di jalan
masih rendah, disamping penanganan pertama yang belum benar - benar , serta
rujukan yang terlambat.1
Trauma kapitis merupakan salah satu masalah kesehatan yang dapat
menyebabkan gangguan fisik dan mental yang kompleks. Gangguan yang
ditimbulkan dapat bersifat sementara maupun menetap, seperti defisit kognitif,
psikis, intelektual, serta gangguan fungsi fisiologis lainnya. Hal ini disebabkan
oleh karena trauma kepala dapat mengenai berbagai komponen kepala mulai dari
bagian terluar hingga terdalam, termasuk tengkorak dan otak.2 Secara global
insiden cedera kepala meningkat dengan tajam terutama karena peningkatan
penggunaan kendaraan bermotor. WHO memperkirakan bahwa pada tahun 2020
kecelakaan lalu lintas akan menjadi penyebab penyakit dan trauma ketiga
terbanyak di dunia.3
Insiden cedera kepala di Eropa pada tahun 2010 adalah 500 per 100.000
populasi.5 Insiden cedera kepala di Inggris pada tahun 2005 adalah 400 per
100.000 pasien per tahun.6 Langlois et al mendapatkan bahwa lebih dari 1,1 juta
orang di Amerika Serikat menderita cedera kepala setiap tahunnya.7 Gururaj et al
pada tahun 2004 mendapatkan bahwa insiden cedera kepala di India setiap
tahunnya adalah 160 per 100.000 populasi.2
1
Kejadian cedera kepala di Indonesia setiap tahunnya diperkirakan mencapai
500.000 kasus. Dari jumlah diatas , 10% penderita meninggal sebelum tiba di
rumah sakit. Dari pasien yang sampai di rumah sakit , 80% dikelompokan sebagai
cedera kepala ringan, 10 % termasuk cedera sedang, dan 10 % termasuk cedera
kepala berat.
Trauma kapitis dikategorikan menjadi 3 berdasarkan nilai Glaslow Coma
Scale (GCS), yaitu cedera kepala ringan (CKR) apabila skor GCS 13-15, cedera
kepala sedang (CKS) dengan GCS 9-12, dan cedera kepala berat (CKB) dengan
GCS ≤ 8.4
Glasgow coma scale (GCS) merupakan salah satu komponen yang
digunakan sebagai acuan pengobatan, dan dasar pembuatan keputusan klinis
umum untuk pasien cedera kepala.1 Cedera kepala dikelompokkan menjadi
ringan, sedang dan berat berdasarkan tingkat kesadaran menurut skor GCS, cedera
kepala ringan (CKR) jika GCS 14–15, cedera kepala sedang (CKS) jika GCS 9–
13, dan cedera kepala berat (CKB) jika GCS 3.3
Pada penderita dengan cedera kepala ringan dan sedang hanya 3% -5% yang
memerlukan tindakan operasi dan sisanya dirawat secara konservatif. Prognosis
pasien cedera kepala akan lebih baik bila penatalaksanaan dilakukan secara tepat
dan cepat.9
BAB II
2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi Trauma Kapitis
Trauma kapitis adalah suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat
kongenital ataupun degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan atau
benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran
yang mana menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi
fisik.5 Trauma secara langsung dan tidak langsung mengakibatkan luka di
kulit kepala, fraktur tulang tengkorak, robekan selaput otak dan kerusakan
jaringan otak itu sendiri, serta mengakibatkan gangguan neurologis.6
2.2. Anatomi
1. Kulit Kepala (SCALP)
Kulit kepala terdiri dari 5 lapis jaringan yang disingkat
sebagai SCALP, yaitu :
1. Skin atau kulit
2. Connective Tissue atau jaringan penyambung
3. Aponeurosis atau galea aponeurotika à jaringan ikat berhubungan
langsung dengan tengkorak
4. Loose areolar tissue atau jaringan penunjang longgar à Merupakan
tempat terjadinya perdarahan subgaleal (hematom subgaleal).
5. Perikranium
Jaringan penunjang longgar memisahkan galea aponeurotika
dari perikarnium dan merupakan tempat tertimbunnya darah
hematoma subgaleal.7 Galea aponeurotika suatu jaringan fibrosa
padat dapat digerakkan dengan bebas yang membantu menyerap
kekuatan trauma eksternal. Di antara kulit dan galea terdapat suatu
lapisan lemak dan lapisan membran dalam yang mengandung
pembuluh-pembuluh besar. Bila robek, pembuluh-pembuluh ini sukar
mengadakan vasokontriksi dan dapat menyebabkan kehilangan darah
3
yang berarti pada penderita dengan laserasi pada kulit kepala. Tepat di
bawah galea terdapat ruang subaponeurotik yang mengandung vena
emisaria dan diploika. Pembuluh-pembuluh ini dapat membawa
infeksi dari kulit kepala sampai jauh ke dalam tengkorak.8
2. Tulang Tengkorak
Gambar 1. Tulang Tengkorak
Tulang tengkorak terdiri dari kubah (kalvaria) dan basis kranii.
Khusus di regio temporal, kalvaria tipis tetapi dilapisi oleh otot
temporalis. Basis kranii terbentuk tidak rata sehingga dapat melukai
bagian dasar otak sat bergerak akibat proses akselerasi dan deselerasi.
4
Rongga tengkorak dasar dibagi atas 3 fosa, yaitu fosa anterior, fosa
media dan fosa posterior. Fosa anterior tempat lobus frontalis, fosa
media tempat lobus temporalis, dan fosa posterior adalah ruan untuk
bagian bawah batang otak dan otak kecil (serebelum).7
Pada orang dewasa, tengkorak merupakan ruangan keras yang
tidak memungkinkan perluasan isi intrakranial. Tulang terdiri dari dua
dinding atau tabula yang dipisahkan oleh tulang berongga. Dinding
luar disebut tabula interna. Tabula interna mengandung alur-alur yang
berisikan arteria meningea anterior, media dan posterior. Apabila
terjadi fraktur tulang tengkorak menyebabkan terobeknya salah satu
dari arteria-arteria ini, perdarahan arterial.8
3. Meningen
Selaput ini menutupi seluruh permukaan otak terdiri 3 lapisan :
1. Durameter
Dura adalah membran luar yang semitranslusen, dan tidak
elastis yang berfungsi untuk melindungi otak, menutupi sinus-sinus
vena yang terdiri atas dura mater, lapisan endotelial tanpa jaringan
vaskular, dan membentuk poriestum tabula interna. Dura melekat erat
dengan permukaan dalam tengkorak. Dura mempunyai suplai darah
yang kaya. Bagian tengah dan posterior disuplai oleh arteria meningea
media yang bercabang dari arteria vertebralis dan karotis interna dan
menyuplai fosa anterior. Arteria meningea posterior yaitu cabang dari
arteria oksipitalis, menyuplai darah ke fosa posterior.8
Durameter merupakan selaput keras atas jaringan ikat fibrosa
melekat dengan tabula interna atau bagian dalam kranium namun
tidak melekat pada selaput arachnoid dibawahnya, sehingga terdapat
ruangan potensial disebut ruang subdural yang terletak antara
durameter dan arachnoid. Pada cedera kepala pembuluh vena yang
berjalan pada permukaan otak menuju sinus sagitalis superior digaris
tengah disebut Bridging Veins, dapat mengalami robekan serta
5
menyebabkan perdarahan subdural. Durameter membelah membentuk
2 sinus yang mengalirkan darah vena ke otak, yaitu : sinus sagitalis
superior mengalirkan darah vena ke sinus transverses dan sinus
sigmoideus. Perdarahan akibat sinus cedera 1/3 anterior diligasi
aman, tetapi 2/3 posterior berbahaya karena dapat menyebabkan
infark vena dan kenaikan tekanan intracranial. Arteri-arteri meningea
terletak pada ruang epidural, dimana yang sering mengalami cedera
adalah arteri meningea media yang terletak pada fosa temporalis dapat
menimbulkan perdarahan epidural.7
2. Arachnoid
Di dekat dura tetapi tidak menempel langsung adalah membran
halus, fibrosa, dan elastis yang dikenal sebagai araknoid. Membran ini
tidak melekat pada dura meter, tetapi ruangan antara dura dan
araknoid (ruang subdural) merupakan ruang yang potensial.8
3. Piameter
Piamater adalah suatu membran halus yang sangat kaya dengan
pembuluh darah halus. Pia mater merupakan satu-satunya lapisan
meningeal yang masuk ke dalam semua sulkus dan membungkus
semua girus. Pada beberapa fisura dan sulkus disisi medial hemisfer
otak, pia mater membentuk sawar antar ventrikel dan sulkus atau
fisura. Sawar ini merupakan struktur penyokonh dari pleksus
koroideus pada setiap ventrikel.8 Lapisan ini melekat pada permukaan
veins dan laserasi piamater serta arachnoid dari kortex cerebri
Gejala subakut : mirip epidural hematom, timbul dalam 3 hari
pertama
o Kronis : 3 minggu atau berbulan-bulan setelah trauma
CT-Scan : setelah hari ke 3 diulang 2 minggu kemudian
o Ada bagian hipodens yang berbentuk cresent.
o Hiperdens yang berbentuk cresent di antara tabula interna
dan parenkim otak (bagian dalam mengikuti kontur otak
dan bagian luar sesuai lengkung tulang tengkorak)
o Isodens → terlihat dari midline yang bergeser
Operasi sebaiknya segera dilakukan untuk mengurangi tekanan
dalam otak (dekompresi) dengan melakukan evakuasi hematom.
Penanganan subdural hematom akut terdiri dari trepanasi-
dekompresi.
3. Perdarahan Intraserebral
Perdarahan dalam cortex cerebri yang berasal dari arteri
kortikal, terbanyak pada lobus temporalis. Perdarahan intraserebral
18
akibat trauma kapitis yang berupa hematom hanya berupa perdarahan
kecil-kecil saja. Jika penderita dengan perdarahan intraserebral luput
dari kematian, perdarahannya akan direorganisasi dengan
pembentukan gliosis dan kavitasi. Keadaan ini bisa menimbulkan
manifestasi neurologik sesuai dengan fungsi bagian otak yang
terkena.
4. Oedema serebri
Pada keadaan ini otak membengkak. Penderita lebih lama
pingsannya, mungkin hingga berjam-jam. Gejala-gejalanya berupa
commotio cerebri, hanya lebih berat. Tekanan darah dapat naik, nadi
mungkin melambat. Gejala-gejala kerusakan jaringan otak juga
tidak ada. Cairan otak pun normal, hanya tekanannya dapat
meninggi.
TIK meningkat
Cephalgia memberat
Kesadaran menurun
Jangka Panjang :
1. Gangguan neurologis
Dapat berupa : gangguan visus, strabismus, parese N.VII
dan gangguan N. VIII, disartria, disfagia, kadang ada hemiparese.
2. Sindrom pasca trauma
Dapat berupa : palpitasi, hidrosis, cape, konsentrasi
berkurang, libido menurun, mudah tersinggung, sakit kepala,
kesulitan belajar, mudah lupa, gangguan tingkah laku, misalnya:
menjadi kekanak-kanakan, penurunan intelegensia, menarik diri, dan
depresi.
2.10. Penatalaksanaan
1. Cedera Kepala Ringan
Perawatan selama 3-5 hari
Mobilisasi bertahap
19
Terapi simptomatik
Observasi tanda vital
2. Cedera Kepala Sedang
Perawatan selama 7-10 hari
Anti cerebral edem
Anti perdarahan
Simptomatik
Neurotropik
Operasi jika ada komplikasi
3. Cedera Kepala Berat
Seperti pada CKS
Primary Survey dan resusitasi
Antibiotik dosis tinggi
Konsultasi bedah saraf
Terapi Medikamentosa
1. Cairan Intravena
Diberikan sesuai kebutuhan untuk resusitasi dan mempertahankan
normovolemia. Cairan yang dianjurkan untuk resusitasi adalah cairan
ringer laktat atau garam fisiologis.
2. Hiperventilasi
Hiperventilasi dilakukan secara selektif dan hanya dalam batas waktu
tertentu. Umumnya, PaCO2 dipertahankan pada 35 mmHg atau
lebioh. Hiperventilasi dalam waktu singkat antara 25-30 mmHg.
3. Manitol
Digunakan untuk menurunkan tekanan intrakranial (TIK) yang
meningkat. Sediaan yang tersedia cairan manitol dengan konsentrasi
20%. Dosis diberikan 0,25-1 g/KgBB. Manitol dalam dosis tinggi
20
jangan diberikan pada pasien yang hipotensi, karena manitol
merupaka diuretik osmotik yang potensial. Adanya perburukan yang
akut, seperti terjadinya dilatasi pupil, hemiparesis maupun kehilangan
kesadaran merupakan indikasi kuat pemberian manitol dengan dosis
pemberian bolus manitol 1 g/KgBB yang diberikan secara cepat dalam
waktu 5 menit.
4. Furosemid
Digunakan untuk membuang cairan berlebih di dalam tubuh. Cairan
berlebih yang menumpuk di dalam tubuh dapat menyebabkan sesak
napas. Supportive measures pada edema otak. Mekanisme kerja
furosemida adalah menghambat penyerapan kembali natrium oleh sel
tubuli ginjal. Furosemida meningkatkan pengeluaran air, natrium,
klorida, kalium dan tidak mempengaruhi tekanan darah yang normal.
5. Steroid
Steroid diberikan untuk mengendalikan kenaikan TIK maupun
memperbaiki cedera otak berat.
6. Barbiturat
Bermanfaat untuk menurunkan TIK yang sulit diturunkan oleh obat-
obat lain. Tidak dianjurkan diberikan pada pasien dengan keadaan
hipotensi atau hipovolemia.
7. Antikejang. 7
kejang konvulsif dapat terjadi setelah cedera kepala. Mula-mula
berikan diazepam 10 mg iv perlahan-lahan dan dapat diulangi sampai
3 kali bila masih kejang. Bila tidak berhasil dapat diberikan fenitoin
15 mg/kgBB diberikan iv perlahan-lahan dengan kecepatan tidak
melebihi 50 mg/menit.
2.11. Pencegahan
Upaya pencegahan cedera kepala pada dasarnya adalah suatu tindakan
pencegahan terhadap peningkatan kasus kecelakaan yang berakibat
trauma. Upaya yang dilakukan yaitu :
21
a. Pencegahan Primer
Pencegahan primer yaitu upaya pencegahan sebelum peristiwa
terjadinya kecelakaan lalu lintas seperti untuk mencegah faktor-faktor
yang menunjang terjadinya cedera seperti pengatur lalu lintas,
memakai sabuk pengaman, dan memakai helm.
b. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder yaitu upaya pencegahan saat peristiwa
terjadi yang dirancang untuk mengurangi atau meminimalkan
beratnya cedera yang terjadi. Dilakukan dengan pemberian
pertolongan pertama, yaitu :
1. Memberikan jalan nafas yang lapang (Airway).
Gangguan oksigenasi otak dan jaringan vital lain
merupakan pembunuh tercepat pada kasus cedera. Guna
menghindari gangguan tersebut penanganan masalah airway
menjadi prioritas utama dari masalah yang lainnya. Beberapa
kematian karena masalah airway disebabkan oleh karena kegagalan
mengenali masalah airway yang tersumbat baik oleh karena
aspirasi isi gaster maupun kesalahan mengatur posisi sehingga jalan
nafas tertutup lidah penderita sendiri. Pada pasien dengan
penurunan kesadaran mempunyai risiko tinggi untuk terjadinya
gangguan jalan nafas, selain memeriksa adanya benda asing,
sumbatan jalan nafas dapat terjadi oleh karena pangkal lidahnya
terjatuh ke belakang sehingga menutupi aliran udara ke dalam paru.
Selain itu aspirasi isi lambung juga menjadi bahaya yang
mengancam airway.
2. Memberi nafas/ nafas buatan (Breathing)
Tindakan kedua setelah meyakini bahwa jalan nafas tidak ada
hambatan adalah membantu pernafasan. Keterlambatan dalam
mengenali gangguan pernafasan dan membantu pernafasan akan
dapat menimbulkan kematian.
3. Menghentikan perdarahan (Circulations).
22
Perdarahan dapat dihentikan dengan memberi tekanan pada
tempat yang berdarah sehingga pembuluh darah tertutup. Kepala
dapat dibalut dengan ikatan yang kuat. Bila ada syok, dapat diatasi
dengan pemberian cairan infuse dan bila perlu dilanjutkan dengan
pemberian transfusi darah. Syok biasanya disebabkan karena
penderita kehilangan banyak darah.
c. Pencegahan Tertier
Pencegahan tertier bertujuan untuk mengurangi terjadinya
komplikasi yang lebih berat, penanganan yang tepat bagi penderita
cedera kepala akibat kecelakaan lalu lintas untuk mengurangi
kecacatan dan memperpanjang harapan hidup. Pencegahan tertier
ini penting untuk meningkatkan kualitas hidup penderita,
meneruskan pengobatan serta memberikan dukungan psikologis
bagi penderita. Upaya rehabilitasi terhadap penderita cedera kepala
akibat kecelakaan lalu lintas perlu ditangani melalui rehabilitasi
secara fisik, rehabilitasi psikologis dan sosial.
2.12. Prognosis
Semua pasien harus mendapat terapi agresif sambil menunggu
konsultasi dengan ahli bedah saraf. Terutama sekali pada pasien anak-anak
yang memilikidaya pemulihan sangat baik walaupun cederanya terlihat
sangat berat.
BAB III
KESIMPULAN
1. Trauma kapitis adalah suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat
kongenital ataupun degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan atau
benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran
yang mana menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik.
23
2. Trauma secara langsung dan tidak langsung mengakibatkan luka di kulit
kepala, fraktur tulang tengkorak, robekan selaput otak dan kerusakan
jaringan otak itu sendiri, serta mengakibatkan gangguan neurologis.3. Trauma kapitis dikategorikan menjadi 3 berdasarkan nilai Glaslow Coma
Scale (GCS), yaitu cedera kepala ringan (CKR) apabila skor GCS 13-15,
cedera kepala sedang (CKS) dengan GCS 9-12, dan cedera kepala berat
(CKB) dengan GCS ≤ 8.
DAFTAR PUSTAKA
1. Price Sylvia A. Lorraine M. Wilson.2005. Patofiisologi Konsep Klinis Proses Penyakit. EGC. Jakarta, Indonesia, Jakarta.
2. Hendry Irawan, Felicia Setiawan, Dewi, dan Georgius Dewanto. 2010. Perbandingan Glasgow Coma Scale dan Revised Trauma Score dalam Memprediksi Disabilitas Pasien Trauma Kepala di Rumah Sakit Atma Jaya. Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran UNIKA Atma Jaya, Jakarta.
24
3. Nurfaise, M. Zainuddin, dan Arif Wicaksono 2012. Hubungan Derajat Cidera Kepala dan Gambaran Ct-Scan pada Penderita Cedera Kepala di RSU Dr. Soedarso Periode Mei-Juli 2012. Medical School, Faculty of Medicine, Universitas Tanjungpura, Pontianak, West Kalimantan.
4. Andi Ebiet Krisandi, Wasisto Utomo, dan Ganis Indriati. 2013. Gambaran Status Kognitif Pada Pasien Cedera Kepala Yang Telah Diizinkan Pulang Di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru.(http://repository.unri.ac.id/xmlui/bitstream/handle/123456789/4764/JURNAL%20ANDI%20EBIET%20KRISANDI.pdf?sequence=1, Diakses 2 Desember 2015).
5. Langlois, Rutland-Brown, Thomas. 2003. Incidence of traumatic brain injury in the United States. US National Library of Medicine National Institutes of Health. (http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/17122685, Diakses tanggal 1 Desember 2015).
6. Utama, Herry SY. 2012. Diagnosis and Treatment of Head Injury. (www.herryyudha.com/2012/07/cidera-kepala-diagnosis-dan.html, Diakses 2 Desember 2015).
7. American Collage of Surgeons. 2008. Advance Trauma Life Suport For Doctors. United States of America.
8. Hickey JV. 2003. Craniocerebral Trauma. Dalam: The Clinical Practice of Neurological and Neurosurgical Nursing 5th edition. Philadelphia : lippincot William & Wilkin.
9. Nasution Syahrul Hamidi. 2014. Mild Head Injury. Fakultas Kedokteran Universitas Lampung. Medula, vol 2 (4).