digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id BAB III HARTA BERSAMA DALAM PERKAWINAN A. Macam-macam Harta dalam Perkawinan Macam-macam harta dalam perkawinan, menurut pasal 35 Undang-undang no.1 Tahun 1974 tentang perkawinan dijelaskan sebagai berikut : 1. Harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama. 2. Harta bawaan dari masing-masing suami dan isteri yang selanjutnya dikenal dengan istilah harta bawaan. 3. Harta benda yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan, adalah di bawah penguasaan masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain. Harta ini dikenal dengan istilah harta perolehan. Menurut Sayuti Thalib, harta suami isteri itu dapat digolongkan menjadi beberapa macam sebagai berikut : 1 1. Dilihat dari sudut asal usulnya, harta suami isteri itu dapat digolongkan menjadi tiga golongan, yaitu: a. Harta bawaan, yaitu harta masing-masing suami isteri yang telah mereka miliki sebelum mereka kawin baik berasal dari warisan, hibah atau usaha mereka sendiri. b. Harta masing-masing suami isteri yang diperoleh setelah menikah, yaitu yang diperoleh dari warisan, hibah atau wasiat untuk masing- 1 Sayuti Thalib, Hukum Kekeluargaan Indonesia, (Jakarta: Universitas Indonesia, 1986), 83
28
Embed
BAB III HARTA BERSAMA DALAM PERKAWINAN A. Macam …digilib.uinsby.ac.id/6712/6/Bab 3.pdf · perkawinan, tetapi harta macam ini diperoleh setelah masa perkawinan. Sebagaimana halnya
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
masing suami atau isteri dan bukan diperoleh dari usaha mereka baik
perorangan maupun bersama-sama.
c. Harta pencaharian, yaitu harta yang diperoleh suami isteri setelah
mereka berada dalam hubungan perkawinan dengan jalan usaha
mereka baik sendiri, perorangan maupun secara bersama-sama.
2. Dilihat dari sudut hubungan harta dengan perorangan dalam masyarakat,
maka harta itu akan berupa :
a. Harta milik bersama.
b. Harta milik seseorang tetapi terikat kepada keluarga.
c. Harta milik seseorang dan pemilikan dengan tegas oleh yang
bersangkutan atau disebut juga dengan harta milik pribadi.
Sedangkan menurut M. Idris Ramulyo, macam-macam harta suami isteri yang
lazim dikenal di Indonesia antara lain :2
1. Harta yang diperoleh masing-masing suami isteri sebelum perkawinan
melalui usaha mereka masing-masing. Harta seperti itu di Bali disebut
Guna Kaya. Di Sumatera Selatan disebut harta pembujang bila diperoleh
oleh perawan (gadis). Menurut UU No. 1 tahun 1974 harta tersebut
dikuasai masing-masing pihak yang memilikinya.
2. Harta yang diperoleh pasangan suami isteri yang diberikan oleh keluarga
atau orang tua untuk mereka berdua pada saat mereka menikah. Harta
tersebut bisa berupa modal usaha, perabotan rumah tangga atau tempat
2 M. Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan, Hukum Kewarisan, Hukum Acara Peradilan Agama dan Zakat Menurut Hukum Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 1995), 28-29
Harta bawaan adalah “harta benda milik masing-masing suami istri
yang diperoleh sebelum terjadinya perkawinan atau yang diperoleh
sebagai warisan atau hadiah”.4
Tentang macam harta ini, KHI pasal 87 ayat (1) mengatur, “harta
bawaan dari masing-masing suami dan istri dan harta yang diperoleh
masing-masing sebagai hadiah atau warisan adalah dibawah penguasaan
masing-masing, sepanjang para pihak tidak menentukan lain dalam
perjanjian perkawianan”.5
Harta bawaan bukan termasuk dalam klasifikasi harta bersama. Suami
atau istri berhak mempergunakan harta bawaannya masing-masing dan
juga dapat melakukan perbuatan hukum terhadapnya. Sebagai Dasar
hukumnya adalah undang-undang perkawinan pasal 36 ayat (2), yang
mengatakan bahwa, “megenai harta bawaan masing-masing suami atau
istri mempunyai hak sepenuhnya untuk melakukan perbuatan hokum
mengenai harta bendanya”. Hal senada juga dinyatakan dalah KHI pasal
87 ayat (2), “suami dan istri mempunyai hak sepenuhnya untuk melakukan
perbuatan hukum atas harta masing-masing berupa hibah, hadiah, sedekah,
atau lainnya”. Artinya berdasarkan ketentuan ini, harta bawaan yang
dimiliki secara pribadi oleh masing-masing pasangan tidak bisa diotak-atik
oleh pasangan yang lain.
4 Happy Susanto, Pembagian Harta Gono-Gini Saat Terjadinya Perceraian, (Jakarta: Visi Media, 2008), hal. 15 5 Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam Di Indonesia, hal. 135
Sedangkan dalam Kompilasi Hukum Islam di Indonesia pasal 1 huruf (f)
menyebutkan, bahwa yang dimaksud dengan harta kekayaan dalam perkawinan
atau syirkah adalah harta yang diperoleh baik sendiri-sendiri atau bersama suami
isteri selama dalam ikatan perkawinan berlangsung dan selanjutnya disebut harta
bersama, tanpa mempersoalkan terdaftar atas nama siapa pun.9
Abdul Kadir Muhammad, dalam bukunya hukum harta kekayaan menyatakan
bahwa: “Konsep harta bersama yang merupakan harta kekayaan dapat ditinjau
dari segi ekonomi dan dari segi hukum, walaupun keduanya tinjauan itu berbeda,
keduanya ada hubungan satu sama lain. Tinjauan dari segi ekonomi
menitikberatkan pada nilai kegunaan, sebaliknya tinjauan dari segi hukum menitik
beratkan pada aturan hukum yang mengatur”.10
Menurut Abdul Manan, bahwa “harta bersama adalah harta yang
didapat/diperoleh selama ikatan perkawinan berlangsung dan tanpa
mempersoalkan terdaftar atau nama siapa.”11
Memperhatikan beberapa pendapat dan analisis di atas bahwa harta bersama
adalah harta yang didapat atau diperoleh selama perkawinan. Harta tersebut akan
menjadi harta bersama jika tidak ada perjanjian mengenai status harta tersebut
sebelum ada pada saat dilangsungkan perkawinan, kecuali harta yang didapat itu
diperoleh dari hadiah atau warisan, atau bawaan dari masing-masing suami istri
9 UU Perkawinan Indonesia 2007, 175 10 Abdul Kadir Muhammad, Hukum Harta Kekayaan, (Bandung, PT Citra Aditya, 1994),h. 9. 11 Abdul Manan , “ Beberapa Masalah Tentang Harta Bersama”. Mimbar Hukum, no.33, tahun VII, 1997, h.59.
pria atau wanita mempunyai hak untuk mendapat bagian harta warisan
yang ditinggalkan atau diberikan orang tua.19
Pandangan hukum Islam yang memisahkan harta kekayaan suami
istri sebenarnya memudahkan pemisahan mana yang termasuk harta suami
dan mana yang termasuk harta istri, mana harta bawaan suami dan mana
harta bawaan istri sebelum terjadinya perkawinan, mana harta suami atau
istri yang diperoleh secara sendiri-sendiri selama perkawinan, serta mana
harta bersama yang diperoleh secara bersama selama terjadinya
perkawinan. Pemisahan harta tersebut akan sangat berguna dalam
pemisahan antara harta suami atau harta istri jika terjadi perceraian dalam
perkawinan mereka.
Hukum Islam juga berpendirian bahwa harta yang diperoleh suami
selama perkawinan menjadi hak suami, sedangkan istri hanya berhak
terhadap nafkah yang diberikan suami kepadanya.20 Namun, al-Qur’an dan
hadis tidak memberikan ketentuan yang tegas bahwa harta benda yang
diperoleh suami selama berlangsungnya perkawinan sepenuhnya menjadi
hak suami, dan istri hanya terbatas atas nafkah yang diberikan suaminya.
Bagaimana dengan posisi harta bersama menurut Islam? Berikut ini akan
dikemukakan pemetaan pandangan hukum Islam tentang harta bersama.
Muhammah Idris Ramulyo dalam bukunya yang berjudul “Hukum
19 Hilman hadi kusuma, Hukum Perkawinan Indonesia Menurut Perundangan, Hukum Adat, Hukum Agama, (Bandung: Mandar Maju, 2007), 117. 20 Happy Susanto, Pembagian Harta Gono-Gini Saat Terjadinya Perceraian, (Jakarta: Visi Media, 2008), 52.
Perkawinan Hukum Kewarisan, Hukum Peradilan Agama, Dan Zakat
Menurut Hukum Islam”, membagi pandangan hukum Islam tentang harta
bersama kedalam dua kelompok sebagai berikut:21
a. Kelompok yang memandang tidak adanya harta bersama dalam
lembaga Islam kecuali dengan konsep syirkah
Pandangan ini tidak mengenal percampuran harta kekayaan
antara suami dan istri karena perkawinan. Harta kekayaan istri tetap
menjadi milik istri dan dikuasai sepenuhnya, demikian pula harta
suami tetap menjadi milik suami dan dikuasai sepenuhnya. Dalam
pandangan kelompok ini, istri tetap dianggap cakap bertindak
meskipun tanpa bantuan suaminya dalam soal apapun, termasuk dalam
hal mengurus harta benda sehingga dianggap bahwa istri dapat
melakukan segala perbuatan hukum dalam kehidupan masyarakat.
Kelompok ini memandang bahwa suami tidak berhak atas harta
istrinya karena kekuasaan istri terhadap harta adalah tetap dan tidak
berkurang sedikitpun, meskipun mereka berdua diikat dalam hubungan
perkawinan. Oleh karenanya, suami tidak boleh mempergunakan harta
istri untuk keperluan belanja rumah tangga kecuali mendapat izin dari
istrinya. Bahkan, menurut kelompok ini jika suami mempergunakan
harta istri tanpa persetujuan darinya maka harta itu menjadi hutang
21 Moh. Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan Hukum Kewarisan, Hukum Acara Peradilan Agama Dan Zakat Menurut Hukum Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 1999), 29.
mengenai itu dengan perjanjian kawin tidak diadakan ketentuan lain. Persatuan itu sepanjang perkawinan tidak boleh ditiadakan atau diubah dengan sesuatu persetujuan antara suami dan istri”24.
Penyatuan harta ini sah dan tidak bisa diganggu gugat selama
perkawinan tidak berakhir akibat perceraian atau kematian. Namun, kalau
pasangan suami isteri sepakat untuk tidak menyatukan harta kekayaan
mereka, mereka dapat membuat perjanjian di depan notaris sebelum
perkawinan dilangsungkan, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 139-
154 KUHPerdata25. Adapun berkaitan dengan pembagian harta bersama,
Pasal 128 KUHPerdata menetapkan bahwa kekayaan-bersama mereka
dibagi dua antara suami dan isteri, atau antara para ahli waris mereka,
tanpa mempersoalkan dari pihak mana asal barang-barang itu26.
Perjanjian sebagaimana tersebut di atas harus dilaksanakan sebelum
perkawinan dilangsungkan dan dibuat dalam bentuk akta otentik di muka
notaris. Akta otentik ini sangat penting, karena dapat dijadikan bukti
dalam persidangan pengadilan apabila terjadi sengketa tentang harta
bawaan masing-masing suami istri. Jika tidak ada perjanjian kawin yang
dibuat sebelum perkawinan dilaksanakan, maka terjadi pembaharuan
semua harta suami dan istri dan harta suami istri dianggap harta bersama.
Dalam Pasal 128-129 KUHPerdata dinyatakan bahwa apabila putus
tali perkawinan antara suami istri, maka harta bersama itu dibagi antara
24 R. Subekti, R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, (Jakarta, Pradnya Paramita, 1980),.47. 25 Ibid, 51-53. 26 Ibid, 49.
Menurut Abdul Manan, ”Pembakuan istilah harta bersama sebagai
terminus hukum yang berwawasan nasional baru dilaksanakan pada Tahun
1974 dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan. Sebelum pembakuan itu, tedapat berbagai macam istilah yang
dipengaruhi oleh hukum adat seperti barang gawaan di Jawa tengah,
barang usaha di Betawi, barang sulur di Banten, harta tuha atau harta
pusaka di Aceh, perimbit Ngaju Dayak.27
Semua harta kekayaan yang diperoleh suami istri selama dalam
ikatan perkawinan menjadi harta bersama, baik harta tersebut diperoleh
secara sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama. Demikian juga
dengan harta yang dibeli selama ikatan perkawinan berlangsung adalah
menjadi harta bersama, tidak menjadi masalah apakah istri tau suami yang
membeli, tidak menjadi masalah apakah istri atau suami mengetahui pada
saat pembelian itu, dan juga tidak menjadi masalah atas nama siapa harta
itu didaftarkan.28
4. Kompilasi Hukum Islam
Berbeda halnya dengan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 soal
harta bersama secara singkat hanya dalam tiga pasal, pasal 35 samapai
pasal 37, maka dalam KHI soal harta bersama diatur secara lebih
enumeratif mulai pasal 85 sampai pasal 97.
27 Abdul Manan , “ Beberapa Masalah Tentang Harta Bersama”. Mimbar Hukum, no. 33, tahun VII, 1997, h.59. 28 A. Damanhuri. HR. Segi-segi Hukum Perjanjian Perkawinan Harta Bersama.CV Mandar Maju. Bandung. 2007. hal. 37.