Top Banner
Hukum Perkawinan & Harta Kebendaan Dr. WIDHI HANDOKO, SH., Sp.N
45

Hukum Perkawinan & Harta Kebendaan (Dr. WIDHI HANDOKO, SH., Sp.N)

Jan 08, 2017

Download

Education

Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Hukum Perkawinan & Harta Kebendaan (Dr. WIDHI HANDOKO, SH., Sp.N)

Hukum Perkawinan & Harta Kebendaan

Dr. WIDHI HANDOKO, SH., Sp.N

Page 2: Hukum Perkawinan & Harta Kebendaan (Dr. WIDHI HANDOKO, SH., Sp.N)

HARTA BERSAMA• Harta yang didapat selama

perkawinan menjadi satu, menjadi harta bersama.

• Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer) disebutkan dalam Pasal 119 bahwa kekayaan masing-masing yang dibawanya kedalam perkawinan itu dicampur menjadi satu.

• Ayat 2 nya bahwa persatuan (percampuran) harta itu sepanjang perkawinan tidak boleh ditiadakan dengan suatu persetujuan antara suami istri.

• Harta persatuan itu menjadi kekayaan bersama Apabila terjadi perceraian, maka harta kekayaan bersama itu harus dibagi dua sehingga masing-masing mendapat separuh.

• Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (UU Perkawinan) di dalam Pasal 35 dinyatakan bahwa:

1. Harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama.

2. Harta bawaan dari masing-masing suamin dan istri dan harta benda yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan adalah dibawah pengawasan masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain.

Page 3: Hukum Perkawinan & Harta Kebendaan (Dr. WIDHI HANDOKO, SH., Sp.N)

 Pasal 35  UU No 1 th 1974 ttg Perkawinan (“UUP”) dinyatakan bahwa:

1. Harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama.

2. Harta bawaan dari masing-masing suami dan istri dan harta benda yang diperoleh masing-masing sbg hadiah atau warisan adalah di bawah pengawasan masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain.

• Praktiknya, sebagaimana  Perjanjian perkawinan yang lazim disepakati antara lain berisi:

1. Harta bawaan ke dalam perkawinan, baik harta yang diperoleh dari usaha masing-masing maupun dari hibah, warisan ataupun cuma-cuma yang diperoleh masing-masing selama perkawinan.

2. Semua hutang yang dibawa oleh suami atau isteri dalam perkawinan mereka yang dibuat oleh mereka selma perkawinan tetap akan menjadi tanggungan suami atau isteri.

3. Isteri akan mengurus harta pribadinya baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak dan dengan tugas memungut (menikmati) hasil dan pendapatan baik hartanya itu maupun pekerjaannya atau sumber lain

4. Untuk mengurus hartanya itu isteri tidak memerlukan bantuan atau kuasa dari suami. dan lain sebagainya.

Page 4: Hukum Perkawinan & Harta Kebendaan (Dr. WIDHI HANDOKO, SH., Sp.N)

PRENUPTIAL AGREEMENT(PERJANJIAN KAWIN)

• Perjanjian Perkawinan dalam KUHPer maupun UU Perkawinan adalah suatu perjanjian mengenai harta benda suami istri selama perkawinan mereka, yang menyimpang dari asas atau pola yang ditetapkan oleh undang-undang.

• Perjanjian itu harus diadakan sebelum dilangsungkannya perkawinan dan tidak boleh ditarik kembali atau diubah selama berlangsungnya perkawinan. Diatur dalam Pasal 29 UU Perkawinan.

• Perjanjian perkawinan harus dibuat dengan akte notaris, maupun dengan perjanjian tertulis yang disahkan oleh Pengawas Pencatat Perkawinan, sebelum perkawinan itu berlangsung dan ia mulai berlaku sejak perkawinan itu dilangsungkan.

• Materi yang diatur didalam perjanjian tergantung pada pihak-pihak calon suami-calon istri, asal tidak bertentangan dengan hukum, undang-undang, agama, dan kepatutan atau kesusilaan. Perjanjian semacam ini biasanya berisi janji tentang harta benda yang diperoleh selama perkawinan berlangsung. Lazimnya berupa perolehan harta kekayaan terpisah, masing-masing pihak memperoleh apa yang diperoleh atau didapat selama perkawinan itu termasuk keuntungan dan kerugian.

• Perjanjian perkawinan ini berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya, juga berlaku bagi pihak ketiga sepanjang pihak ketiga ini tersangkut.

Page 5: Hukum Perkawinan & Harta Kebendaan (Dr. WIDHI HANDOKO, SH., Sp.N)

Ketentuan lain mengenai prenuptial agreement

• Selain tampak dalam terminologinya yang menggunakan “pra” atau “pre”, berdasarkan ketentuan Pasal 29 UUP, perjanjian itu harus diadakan sebelum dilangsungkannya perkawinan dan tidak boleh ditarik kembali atau diubah selama berlangsungnya perkawinan.

• Meskipun pasangan suami istri telah pisah ranjang, tidak dapat dibuat perjanjian perkawinan untuk mengatur pemisahan harta karena perjanjian perkawinan/prenuptial agreement hanya dapat dibuat sebelum perkawinan dilangsungkan.

• jika tidak ada perjanjian perkawinan sebelumnya, maka semua harta yang diperoleh selama dalam perkawinan adalah menjadi harta bersama suami istri (lihat Pasal 35 ayat [1] UUP) dan akan menjadi harta gono gini dalam hal pasangan suami istri tersebut bercerai.

• Pasal 73 Perpres No. 25 Tahun 2008 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pendaftaran Penduduk Dan Pencatatan Sipil, perjanjian perkawinan juga harus dilaporkan kepada Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil di Indonesia dalam kurun waktu 1 (satu) tahun.

Page 6: Hukum Perkawinan & Harta Kebendaan (Dr. WIDHI HANDOKO, SH., Sp.N)

PEMBAGIAN HARTA • Jika tidak ada perjanjian perkawinan, dalam

perceraian harta bawaan otomatis menjadi hak masing-masing suami atau istri dan harta bersama akan dibagi dua sama rata diantara keduanya (Pasal 128 KUHPer, Pasal 97 KHI).

• Jika ada perjanjian perkawinan, maka pembagian harta dilakukan berdasarkan ketentuan dalam perjanjian kawin tersebut.

• Persoalan pembagian harta ini bisa diajukan bersamaan dengan gugatan cerai. Dalam hal demikian maka daftar harta bersama dan bukti-bukti bila harta tersebut diperoleh selama perkawinan disebutkan dalam alasan pengajuan gugatan cerai (posita). Dan kemudian disebutkan dalam tentang permintaan pembagian harta dalam berkas tuntutan (petitum). Putusan pengadilan atas perceraian tersebut akan memuat pembagian harta.

• Jika gugatan cerai tidak menyebutkan tentang pembagian harta bersama, suami atau istri harus mengajukan gugatan baru yang terpisah setelah putusan perceraian dikeluarkan pengadilan.

• Pengajuan gugatan secara terpisah ini selain akan memakan waktu yang lama, juga memakan biaya, sehingga jarang terjadi.

• Gugatan terhadap pembagian harta bersama ini diajukan ke Pengadilan Agama di wilayah tergugat tinggal bagi yang beragama Islam dan Pengadilan Negeri di wilayah tergugat tinggal bagi non-muslim.

• Pengadilan (Pengadilan Agama atau Pengadilan Negeri) yang mempunyai hak untuk memutukan pemisahan tentang pembagian harta bersama tersebut.

Page 7: Hukum Perkawinan & Harta Kebendaan (Dr. WIDHI HANDOKO, SH., Sp.N)

PERKAWINAN CAMPURAN• Diatur dalam pasal 56 ayat (1) UU No. 1

Tahun 1974 Tentang Perkawinan (“UU Perkawinan”) yang menyatakan:“Perkawinan di Indonesia antara dua orang warganegara Indonesia atau seorang warganegara Indonesia dengan warga negara Asing adalah sah bilamana dilakukan menurut hukum yang berlaku di negara di mana perkawinan itu dilangsungkan dan bagi warganegara Indonesia tidak melanggar ketentuan Undang-undang ini”

Page 8: Hukum Perkawinan & Harta Kebendaan (Dr. WIDHI HANDOKO, SH., Sp.N)

KETENTUAN-KETENTUAN YANG HARUS DIPENUHI DALAM PERKAWINAN CAMPURAN

• Dilakukan menurut hukum yang berlaku di negara mana perkawinan itu dilangsungkan. Semisal pernikahan anda dilakukan di Malaysia, maka pernikahan tsb, harus sesuai dengan hukum Malaysia, dan kemudian dicatatkan pada institusi Catatan Sipil setempat. Demikian juga apabila pernikahan anda dilakukan di Indonesia, maka perkawinan harus sesuai dengan hukum Indonesia, dan dicatatkan menurut agama anda.

• Bagi warganegara Indonesia, perkawinan tidak melanggar ketentuan UU Perkawinan. Jadi, pernikahan anda tetap harus tunduk pada ketentuan-ketentuan dalam UU Perkawinan.

• Apabila perkawinan ini akan dilakukan di Malaysia, maka anda harus melakukan pencatatan dan pelaporan pada Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil di Indonesia dalam kurun waktu 1 (satu) tahun.

Page 9: Hukum Perkawinan & Harta Kebendaan (Dr. WIDHI HANDOKO, SH., Sp.N)

KETENTUAN LAIN MENGENAI PERKAWINAN PERCAMPURAN

• Bagi WNI yang melakukan perkawinan campuran, tidak diperbolehkan untuk memiliki hak atas tanah yang berupa Hak Milik, Hak Guna Usaha ataupun Hak Guna Bangunan.

• Hal demikian sesuai dengan pasal 35 UU Perkawinan yang menyatakan bahwa harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama.

• Ketika ada percampuran harta dalam pasangan (yang berstatus WNA) maka secara konsisten menurut hukum di Indonesia, seorang WNI pelaku perkawinan campuran tidak dapat memegang Hak Milik, atau Hak Guna Bangunan, atau Hak Guna Usaha. Sesuai dengan ketentuan UUPA

• Apabila WNI ingin tetap memiliki hak atas tanah setelah melakukan perkawinan campuran tersebut, maka WNI tsb, harus membuat perjanjian perkawinan atau perjanjian pranikah yang mengatur mengenai pemisahan harta suami dan harta istri.

• Perjanjian perkawinan ini harus dibuat sebelum perkawinan tersebut dilaksanakan, dan harus dilaporkan kepada Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil di Indonesia dalam kurun waktu 1 (satu) tahun (pasal 73 Perpres No. 25 Tahun 2008 tentang Persyaratan Dan Tata Cara Pendaftaran Penduduk Dan Pencatatan Sipil).

Page 10: Hukum Perkawinan & Harta Kebendaan (Dr. WIDHI HANDOKO, SH., Sp.N)

• “Perkawinan Campur dan Pemilikan Tanah oleh Warga Negara Asing” akta perjanjian kawin memiliki kekuatan mengikat kepada pihak ketiga pada saat akta tersebut disahkan oleh Pegawai Pencatat Perkawinan, yaitu baik di Kantor KUA maupun Kantor Catatan Sipil, hal mana diatur dalam pasal 29 UU Perkawinan.

• Apabila Para pihak telah membuat perjanjian kawin tapi lupa memberi tahu pada Pegawai Pencatat Perkawinan, yaitu baik di Kantor KUA maupun Kantor Catatan Sipil, sehingga akta perjanjian itu tidak disahkan, maka secara undang-undang, perkawinan mereka dianggap dalam persekutuan harta (percampuran harta).

• Jalan keluar untuk mengatasi masalah tersebut, adalah pihak yang terkait (suami-istri) dapat meminta Penetapan Pengadilan Negeri untuk memerintahkan Kantor Pencatat Perkawinan mencatatkan akta Perjanjian Kawin di Buku Besar Pencatatan Perkawinan.

• Dalam praktiknya, perkawinan yang dicatatkan di Kantor Catatan Sipil, pada Akta Perkawinan, pada bagian belakang diketik oleh Kantor Catatan Sipil, “bahwa berdasarkan Penetapan Pengadilan Negeri, Jakarta …., tertanggal …., perkawinan antara Tua A dan Nyonya B dilakukan dengan perjanjian kawin dengan akta tertanggal … nomor … dibuat di hadapan notaris …”

• Sedangkan, untuk perkawinan yang dicatatkan di KUA biasanya diberikan surat keterangan yang memuat hal tersebut di atas, dalam sehelai kertas yang distempel dan ditandatangani oleh Pejabat KUA.

Dasar hukum:• Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan• Peraturan Presiden No. 25 Tahun 2008 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pendaftaran Penduduk

dan Pencatatan Sipil

Page 11: Hukum Perkawinan & Harta Kebendaan (Dr. WIDHI HANDOKO, SH., Sp.N)

STATUS PERKAWINAN INTERNASIONAL DAN PERJANJIAN PERKAWINAN

• Sejak diberlakukannya Undang-Undang No. 1 Tahun 1974, perkawinan beda agama dilarang, tapi perkawinan antar warga negara Indonesia dengan Warga Negara Asing selama memenuhi syarat-syarat hukum Indonesia boleh dilakukan berdasarkan pasal 57-62 UU No. 1 tahun 1974. 

• Perkawinan WNI yang dilangsungkan di Luar Negeri berlaku Pasal 56 UU No. 1 Tahun 1974 yang mengatur untuk setiap perkawinan WNI di luar negeri berlaku asas lex loci celebrationis. Asas ini berarti perkawinan harus dilaksanakan berdasarkan hukum negara dimana perkawinan dilangsungkan,

Page 12: Hukum Perkawinan & Harta Kebendaan (Dr. WIDHI HANDOKO, SH., Sp.N)

SYARAT MATERIIL & KONSEPSI PERKAWINAN

• Pelaksanaan pasal 56 tersebut harus didahului oleh pelaksanaan pasal 60 UU No. 1 Tahun 1974 yang menyatakan untuk setiap WNI yang hendak menikah harus memenuhi persyaratan materiil dan konsepsi perkawinan yang ditentukan oleh UU No. 1 tahun 1974.

• Syarat materiil yang harus penuhi adalah menikah tidak dalam paksaan & cakap bertindak, alias berusia 15 tahun ke atas dan berpikiran sehat, tidak sedang terikat dalam perkawinan, atau telah lewat 300 hari sesudah putusnya perkawinan lama.

• Konsepsi perkawinan adalah bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara pria dan wanita sebagai suami dan isteri dengan tujuan untuk membentuk keluarga  yang bahagia kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Karena konsepsi ini, perkawinan di Indonesia haruslah sah menurut hukum agama. 

Page 13: Hukum Perkawinan & Harta Kebendaan (Dr. WIDHI HANDOKO, SH., Sp.N)

Semisal : WNI menikah dengan WNA Prancis dilakukan di Jepang

• Semisal dalam kasus Hukum Jepang. Hukum Perkawinan Jepang, lewat Horei Law hanya mengatur perkawinan secara perdata dan menjunjung tinggi pilihan hukum yang dilakukan para pihak. Sehingga perkawinan anda secara formil adalah SAH. 

• Setelah sah berdasarkan hukum agama barulah muncul keharusan untuk mencatatkan perkawinan ke kantor catatan sipil. Kedutaan Besar bukanlah kantor catatan sipil. Karena tempat perkawinan di Jepang maka catatan sipil yang harus mencatat adalah Catatan Sipil Jepang, bukan catatan sipil Indonesia. Akta yang dikeluarkan oleh Catatan Sipil Jepang berlaku universal, tapi agar dapat memiliki akibat hukum di Indonesia, perkawinan anda harus didaftarkan ke buku pendaftaran di Perwakilan RI dan dilaporkan ke Catatan Sipil Indonesia, yaitu di wilayah asal WNI tsb berada (misalnya: Kantor Catatan Sipil Semarang, Purwokerto, Solo, Purwodadi dst).

Page 14: Hukum Perkawinan & Harta Kebendaan (Dr. WIDHI HANDOKO, SH., Sp.N)

PELAPORAN PERKAWINAN• Pelaporan perkawinan biasanya dilakukan dalam jangka setahun setelah pasangan

kembali ke Indonesia ke daerah asal WNI. Semisal untuk melaporkan perkawinan di Kantor Catatan Sipil Jakarta menurut pasal 72 Peraturan Gubernur DKI Jakarta No. 16 Tahun 2005 diperlukan dokumen-dokumen Bukti Pengesahan Perkawinan di Luar Indonesia, Kutipan Akta Kelahiran, Kartu Keluarga dan Kartu Tanda Penduduk, Kutipan Akta Perceraian atau Kutipan Akta Kematian suami/istri bagi mereka yang pernah kawin, Paspor Kedua Mempelai, dan Pas Photo berdampingan ukuran 4x6cm sebanyak empat lembar. 

• Sebaiknya pelaporan memang dihadiri oleh kedua mempelai secara langsung. Namun jika tidak ada rencana kembali ke Indonesia dalam waktu dekat, mungkin pemberian kuasa khusus kepada advokat atau konsultan hukum dapat dipertimbangkan sebagai opsi. 

• Keuntungan melaporkan perkawinan di Indonesia baru terasa kelak jika perkawinan tidak harmonis & suami istri ingin bercerai. Jika perkawinan sah dan telah dilaporkan, pengadilan Indonesia akan tanpa ragu menerima permohonan cerai. Jika tidak dilaporkan, ada kemungkinan Pengadilan Indonesia menyatakan tidak berwenang terhadap permohonan cerai sehingga ybs terpaksa harus kembali ke tempat di mana ybs melangsungkan perkawinan (misal Jepang, mk ybs untuk bercerai harus melaporkan gugat cerai melalui catatn cipil di Jepang)

Page 15: Hukum Perkawinan & Harta Kebendaan (Dr. WIDHI HANDOKO, SH., Sp.N)

PELAPORAN ATAS KELAHIRAN ANAK

• Terhadap kelahiran anak, pelaporan perkawinan juga diperlukan sehingga status dwikewarganegaraannya diketahui.

• Dengan diketahuinya status dwikewarganegaraan anak, maka selebihnya ybs dapat memiliki hak dan kewajiban yang sama dengan WNI lainnya seperti misalnya memiliki tanah. Jika status WNInya tidak diketahui, ia nantinya akan kesulitan untuk menerima warisan atau melakukan perbuatan hukum apa pun yang menyangkut tanah atau apapun yang dibatasi untuk orang asing. 

Page 16: Hukum Perkawinan & Harta Kebendaan (Dr. WIDHI HANDOKO, SH., Sp.N)

ADOPSI ATAU PENGANGKATAN ANAK 

• adalah suatu perbuatan hukum yang mengalihkan seorang anak dari lingkungan kekuasaan orang tua, wali yang sah, atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan dan membesarkan anak tersebut, ke dalam lingkungan keluarga orang tua angkat.

• Pada dasarnya pengangkatan anak terdiri atas:

1. Pengangkatan anak antar Warga Negara Indonesia (“WNI); dan

2. Pengangkatan anak antara Warga Negara Indonesia dengan Warga Negara Asing (“WNA”).

Page 17: Hukum Perkawinan & Harta Kebendaan (Dr. WIDHI HANDOKO, SH., Sp.N)

PENGANGKATAN ANAK ANTARA WNI DENGAN WNA

Pengangkatan ini kemudian dibagi lagi menjadi:1. Pengangkatan anak WNI oleh WNA; dan2. Pengangkatan anak WNA di Indonesia oleh WNI

Pengangkatan anak WNI oleh WNA.3. Sebenarnya pengangkatan anak WNI oleh WNA hanya dapat

dilakukan sebagai upaya terakhir. Jadi pada dasarnya sebisa mungkin pengangkatan anak Indonesia itu hanya dilakukan oleh WNI juga.

4. Sama halnya seperti pengangkatan anak oleh WNI, pengangkatan anak WNI oleh WNA ini dilakukan melalui putusan pengadilan. Sedangkan syarat anak yang diangkat dan prosedur pengangkatan anak melalui putusan pengadilan oleh WNA ini pada dasarnya sama dengan pengangkatan oleh WNI.

Page 18: Hukum Perkawinan & Harta Kebendaan (Dr. WIDHI HANDOKO, SH., Sp.N)

SYARAT TAMBAHAN PENGANGKATAN ANAK WNI OLEH WNA

1. Memperoleh izin tertulis dari pemerintah negara asal pemohon melalui kedutaan atau perwakilan negara pemohon yang ada di Indonesia;

2. Memperoleh izin tertulis dari Menteri; dan

3. Melalui lembaga pengasuhan anak.

Page 19: Hukum Perkawinan & Harta Kebendaan (Dr. WIDHI HANDOKO, SH., Sp.N)

SYARAT CALON ORANG TUA ANGKAT WNA

Calon orang tua angkat harus memenuhi syarat-syarat:1. sehat jasmani dan rohani;2. berumur paling rendah 30 (tiga puluh) tahun dan paling tinggi 55 (lima puluh

lima) tahun;3. beragama sama dengan agama calon anak angkat;4. berkelakuan baik dan tidak pernah dihukum karena melakukan tindak kejahatan;5. berstatus menikah paling singkat 5 (lima) tahun;6. tidak merupakan pasangan sejenis;7. tidak atau belum mempunyai anak atau hanya memiliki satu orang anak;8. dalam keadaan mampu ekonomi dan sosial;9. memperoleh persetujuan anak dan izin tertulis orang tua atau wali anak;10. membuat pernyataan tertulis bahwa pengangkatan anak adalah demi

kepentingan terbaik bagi anak, kesejahteraan dan perlindungan anak;11. adanya laporan sosial dari pekerja sosial setempat;12. telah mengasuh calon anak angkat paling singkat 6 (enam) bulan, sejak izin

pengasuhan diberikan; dan13. memperoleh izin Menteri dan/atau kepala instansi sosial.

Page 20: Hukum Perkawinan & Harta Kebendaan (Dr. WIDHI HANDOKO, SH., Sp.N)

Selain Memenuhi Syarat-syarat Di Atas, Calon Orang Tua Angkat WNA Juga Harus

Memenuhi Syarat:1. telah bertempat tinggal di Indonesia

secara sah selama 2 (dua) tahun;2. mendapat persetujuan tertulis dari

pemerintah negara pemohon; dan3. membuat pernyataan tertulis

melaporkan perkembangan anak kepada untuk Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia melalui Perwakilan Republik Indonesia setempat.

Page 21: Hukum Perkawinan & Harta Kebendaan (Dr. WIDHI HANDOKO, SH., Sp.N)

• Permohonan pengangkatan anak WNI oleh WNA yang telah memenuhi persyaratan diajukan ke pengadilan untuk mendapatkan putusan pengadilan dan harus dilaksanakan di Indonesia. Dalam proses perizinan pengangkatan anak, Menteri dibantu oleh Tim Pertimbangan, yaitu yaitu tim yang dibentuk oleh Menteri, yang bertugas memberikan pertimbangan dalam memperoleh izin pengangkatan anak dan beranggotakan perwakilan dari instansi yang terkait. 

• Tim Pertimbangan Perizinan Pengangkatan Anak (“Tim PIPA”) ini adalah suatu wadah pertemuan koordinasi lintas Instansi guna memberikan pertimbangan kepada Menteri untuk pemberian izin pengangkatan anak yang dilaksanakan antara WNI dengan WNA atau kepada Gubernur untuk pemberian izin pengangkatan anak yang dilaksanakan antar WNI, yang diselenggarakan secara komperhensif dan terpadu. 

• Ada juga kewajiban lain yang wajib dipatuhi oleh orang tua angkat WNA, yakni orang tua angkat harus melaporkan perkembangan anak kepada Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia melalui Perwakilan Republik Indonesia setempat paling singkat sekali dalam 1 (satu) tahun, sampai dengan anak berusia 18 (delapan belas) tahun.

Page 22: Hukum Perkawinan & Harta Kebendaan (Dr. WIDHI HANDOKO, SH., Sp.N)

TATA CARA PENGANGKATAN ANAK WNI OLEH WNA

1. Calon Orang Tua Angkat (“COTA”) mengajukan permohonan izin pengasuhan anak kepada Menteri Sosial di atas kertas bermaterai cukup dengan melampirkan semua persyaratan administratif Calon Anak Angkat (“CAA”) dan COTA;

2. Menteri c.q. Direktur Pelayanan Sosial Anak menugaskan Pekerja Sosial Instansi Sosial untuk melakukan penilaian kelayakan COTA dengan dilakukan kunjungan rumah kepada keluarga COTA;

3. Direktur Pelayanan Sosial Anak atas nama Menteri Sosial c.q. Direktur Jenderal Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial mengeluarkan Surat Keputusan Izin Pengasuhan Anak Sementara kepada COTA melalui Lembaga Pengasuhan Anak;

4. penyerahan anak dari Lembaga Pengasuhan Anak kepada COTA;

5. bimbingan dan pengawasan dari Pekerja Sosial selama pengasuhan sementara;

6. COTA mengajukan permohonan izin pengangkatan anak disertai pernyataan mengenai motivasi pengangkatan anak kepada Menteri Sosial di kertas bermaterai cukup;

7. kunjungan rumah oleh Pekerja Sosial Kementerian Sosial dan Lembaga Pengasuhan Anak untuk mengetahui perkembangan CAA selama diasuh COTA;

8. Direktur Pelayanan Sosial Anak membahas hasil penilaian kelayakan COTA, dan memeriksa serta meneliti berkas/dokumen permohonan pengangkatan anak dalam Tim PIPA;

9. diterbitkannya Surat rekomendasi dari Tim PIPA tentang perizinan pertimbangan pengangkatan anak;

10. Menteri Sosial c.q. Direktur Jenderal Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial mengeluarkan Surat Izin pengangkatan anak untuk untuk ditetapkan di pengadilan;

11. apabila permohonan pengangkatan anak ditolak maka anak akan dikembalikan kepada orang tua kandung/ wali yang sah/kerabat, Lembaga Pengasuhan Anak, atau pengasuhan alternatif lain sesuai dengan kepentingan terbaik bagi anak;

12. setelah terbitnya penetapan pengadilan dan selesainya proses pengangkatan anak, COTA melapor dan menyampaikan salinan tersebut ke Kementerian Sosial; dan

13. Kementerian Sosial mencatat dan mendokumentasikan pengangkatan anak tersebut.

Page 23: Hukum Perkawinan & Harta Kebendaan (Dr. WIDHI HANDOKO, SH., Sp.N)

AKIBAT HUKUM PENGANGKATAN ANAK

Hukum Islam:

• Dalam hukum Islam, pengangkatan anak tidak membawa akibat hukum dalam hal hubungan darah, hubungan wali-mewali dan hubungan waris mewaris dengan orang tua angkat. Ia tetap menjadi ahli waris dari orang tua kandungnya dan anak tersebut tetap memakai nama dari ayah kandungnya (M. Budiarto, S.H, Pengangkatan Anak Ditinjau Dari Segi hukum, AKAPRESS, 1991).

Peraturan Per-UU-an

Dalam Staatblaad 1917 No. 129, akibat hukum dari pengangkatan anak adalah anak tersebut secara hukum memperoleh nama dari bapak angkat, dijadikan sebagai anak yang dilahirkan dari perkawinan orang tua angkat dan menjadi ahli waris orang tua angkat. Artinya, akibat pengangkatan tersebut maka terputus segala hubungan perdata, yang berpangkal pada keturunan karena kelahiran, yaitu antara orang tua kandung dan anak tersebut.

 Catatan: Calon orang tua angkat harus seagama dengan agama yang dianut oleh calon anak angkat.

Page 24: Hukum Perkawinan & Harta Kebendaan (Dr. WIDHI HANDOKO, SH., Sp.N)

Contoh Kasus Permohonan Pengangkatan Anak oleh WNA

• contoh kasus pengangkatan anak yang pernah dimohonkan oleh seorang WNA. Dalam Putusan Pengadilan Negeri Mungkid Nomor 62/Pdt. P/2010/PN. Mkd diketahui pemohon adalah warga negara Singapura berusia 45 tahun yang telah lama tinggal di Indonesia untuk bekerja.

• Pemohon juga belum menikah, namun Pemohon sangat mendambakan kehadiran seorang anak dalam kehidupannya.

• Pemohon telah menunjukkan bukti-bukti dan saksi untuk keperluan syarat pengangkatan anak, namun menurut pengadilan pemohon belum memenuhi persyaratan yang ditentukan, antara lain yaitu syarat harus sudah menikah paling singkat 5 (lima) tahun.

• Di samping itu, pengangkatan anak oleh orang tua tunggal hanya dapat dilakukan oleh pemohon yang berkewarganegaraan Indonesia.

• Dengan pertimbangan-pertimbangan itu, maka pengadilan menolak permohonan pengangkatan anak oleh pemohon. Kasus ini bisa mjd sumber hukum untuk kasus yang sama.

Page 25: Hukum Perkawinan & Harta Kebendaan (Dr. WIDHI HANDOKO, SH., Sp.N)

DASAR HUKUM ADOPSI (PENGANGKATAN ANAK)

• UU No. 23 th 2002, ttg Perlindungan Anak sebagaimana diubah oleh UU No. 35 th 2014;

• PP No. 54 th 2007 ttg Pelaksanaan Pengangkatan Anak;

• Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 110/Huk/2009 Tahun 2009 tentang Persyaratan Pengangkatan Anak.

• Putusan Pengadilan Negeri Mungkid Nomor 62/Pdt. P/2010/PN. Mkd

Page 26: Hukum Perkawinan & Harta Kebendaan (Dr. WIDHI HANDOKO, SH., Sp.N)

1. Pasal 1 angka 2 Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak (“PP 54/2007”)

2. Pasal 7 PP 54/20073. Pasal 11 ayat (1) PP 54/20074. Pasal 5 PP 54/20075. Pasal 11 ayat (2) PP 54/20076. Pasal 14 PP 54/20077. Pasal 11 Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor

110/Huk/2009 Tahun 2009 tentang Persyaratan Pengangkatan Anak (“Permensos 110/2009”)

8. Pasal 13 PP 54/20079. Pasal 17 PP 54/200710. Pasal 22 ayat (1) jo. Pasal 24 PP 54/200711. Pasal 25 ayat (1) PP 54/2007 dan penjelasannya12. Pasal 1 angka 12 Permensos 110/200913. Pasal 40 PP 54/200714. Pasal 46 Permensos 110/200915. Pasal 39 ayat (3) 

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan Pasal 3 ayat (1) PP 54/2007

Page 27: Hukum Perkawinan & Harta Kebendaan (Dr. WIDHI HANDOKO, SH., Sp.N)

JENIS ADOPSI• Pengangkatan anak (adopsi) di Indonesia yang dilakukan

oleh Warga Negara Indonesia (WNI) terdiri dari beberapa jenis (sumber: Pedoman Pelaksanaan Pengangkatan Anak terbitan Departemen Sosial Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Direktorat Bina Pelayanan Sosial Anak, hlm 7-17), yaitu:

1. Pengangkatan Anak antar warga negara Indonesia (Domestic Adoption);

2. Pengangkatan Anak secara langsung (Private Adoption);3. Pengangkatan Anak oleh Orang Tua Tunggal (Single

Parent);4. Pengangkatan Anak menurut Hukum Adat.

Page 28: Hukum Perkawinan & Harta Kebendaan (Dr. WIDHI HANDOKO, SH., Sp.N)

Prosedur Pengangkatan Anak

1. Surat penyerahan anak dari orang tua/walinya kepada instansi sosial;

2. Surat penyerahan anak dari Instansi Sosial Propinsi/Kab/Kota kepada Organisasi Sosial (orsos);

3. Surat penyerahan anak dari orsos kepada calon orang tua angkat;

4. Surat keterangan persetujuan pengangkatan anak dari keluarga suami-istri calon orang tua angkat;

5. Fotokopi surat tanda lahir calon orang tua angkat;6. Fotokopi surat nikah calon orang tua angkat;7. Surat keterangan sehat jasmani berdasarkan keterangan dari

Dokter Pemerintah;8. Surat keterangan sehat secara mental berdasarkan keterangan

Dokter Psikiater;9. Surat keterangan penghasilan dari tempat calon orang tua

angkat bekerja.

A. Permohonan pengangkatan anak diajukan kepada Instansi Sosial Kabupaten/Kota dengan melampirkan:

Page 29: Hukum Perkawinan & Harta Kebendaan (Dr. WIDHI HANDOKO, SH., Sp.N)

B. Permohonan izin pengangkatan anak diajukan pemohon kepada Kepala Dinas Sosial/Instansi Sosial Propinsi/Kab/Kota dengan ketentuan sebagai berikut:

1. Ditulis tangan sendiri oleh pemohon di atas kertas bermeterai cukup;

2. Ditandatangani sendiri oleh pemohon (suami-istri);

3. Mencantumkan nama anak dan asal usul anak yang akan diangkat.

Page 30: Hukum Perkawinan & Harta Kebendaan (Dr. WIDHI HANDOKO, SH., Sp.N)

Yang Perlu Diperhatikan Dalam Prosedur Pengangkatan Anak

C. Dalam hal calon anak angkat tersebut sudah berada dalam asuhan keluarga calon orang tua angkat dan tidak berada dalam asuhan organisasi sosial, maka calon orang tua angkat harus dapat membuktikan kelengkapan surat-surat mengenai penyerahan anak dan orang tua/wali keluarganya yang sah kepada calon orang tua angkat yang disahkan oleh instansi sosial tingkat Kabupaten/Kota setempat, termasuk surat keterangan kepolisian dalam hal latar belakang dan data anak yang diragukan (domisili anak berasal)

Page 31: Hukum Perkawinan & Harta Kebendaan (Dr. WIDHI HANDOKO, SH., Sp.N)

PREOSEDUR LAINNYA YAITU:D. Proses Penelitian KelayakanE. Sidang Tim Pertimbangan Izin Pengangkatan

Anak (PIPA) DaerahF. Surat Keputusan Kepala Dinas Sosial/Instansi

Sosial Propinsi/Kab/Kota bahwa calon orang tua angkat dapat diajukan ke Pengadilan Negeri untuk mendapatkan ketetapan sebagai orang tua angkat

G. Penetapan PengadilanH. Penyerahan Surat Penetapan Pengadilan

Page 32: Hukum Perkawinan & Harta Kebendaan (Dr. WIDHI HANDOKO, SH., Sp.N)

PENGESAHAN PENGANGKATAN ANAK

(Pengadilan yang dimaksud adalah Pengadilan Negeri tempat anak yang akan diangkat itu berada (berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung No. 6 Tahun 1983 tentang Penyempurnaan Surat Edaran No. 2 Tahun 1979 mengenai Pengangkatan Anak).

Pengadilan Agama juga dapat memberikan penetapan anak berdasarkan hukum Islam (berdasarkan Undang-Undang No. 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama)

Page 33: Hukum Perkawinan & Harta Kebendaan (Dr. WIDHI HANDOKO, SH., Sp.N)

SIDANG PENETAPAN PENGANGKATAN ANAK OLEH PENGADILAN NEGERI/AGAMA

• Untuk proses pemeriksaan oleh pengadilan, perlu mempersiapkan sedikitnya dua orang saksi untuk memperkuat permohonan pengangkatan anak dan meyakinkan pengadilan bahwa orang tua angkat secara sosial dan ekonomis, moril maupun materiil mampu menjamin kesejahteraan anak yang akan diangkat.

• Informasi lainnya terkait proses dan biaya, pengangkatan anak dapat diperoleh dan menanyakan kepada panitera di Pengadilan Negeri atau Pengadilan Agama terdekat.

Page 34: Hukum Perkawinan & Harta Kebendaan (Dr. WIDHI HANDOKO, SH., Sp.N)

Terhadap Anak Yang Akan Diadopsi, Berdasarkan Staatblaad 1917 No. 129

• Diatur tentang pengangkatan anak yang hanya dimungkinkan untuk anak laki-laki dan hanya dapat dilakukan dengan Akta Notaris.

• Staatblaad ini mengatur tentang pengangkatan anak bagi orang-orang Tionghoa yang, selain memungkinkan pengangkatan anak oleh Anda yang terikat perkawinan, juga bagi yang pernah terikat perkawinan (duda atau janda).

• Bagi janda yang suaminya telah meninggal dan sang suami meninggalkan wasiat yang isinya tidak menghendaki pengangkatan anak, maka janda tersebut tidak dapat melakukannya.

• Pengangkatan anak menurut Staatblaad ini hanya dimungkinkan untuk anak laki-laki dan hanya dapat dilakukan dengan Akte Notaris.

• Yurisprudensi (Putusan Pengadilan Negeri Istimewa Jakarta) tertanggal 29 Mei 1963, telah membolehkan mengangkat anak perempuan (dikutip dari artikel Adopsi Anak oleh Lembaga Bantuan Hukum APIK).

Page 35: Hukum Perkawinan & Harta Kebendaan (Dr. WIDHI HANDOKO, SH., Sp.N)

“Khazanah hukum kita, baik hukum adat, hukum Islam maupun hukum nasional, memiliki ketentuan mengenai hak waris. Ketiganya memiliki kekuatan yang sama, artinya seseorang bisa memilih hukum mana yang akan dipakai untuk menentukan

pewarisan bagi anak angkat.

Hukum Adat:Bila menggunakan lembaga adat, penentuan waris bagi anak angkat tergantung kepada hukum adat yang berlaku. Bagi keluarga yang parental, —Jawa misalnya—, pengangkatan anak tidak otomatis memutuskan tali keluarga antara anak itu dengan orangtua kandungnya. Oleh karenanya, selain mendapatkan hak waris dari orangtua angkatnya, dia juga tetap berhak atas waris dari orang tua kandungnya. Berbeda dengan di Bali, pengangkatan anak merupakan kewajiban hukum yang melepaskan anak tersebut dari keluarga asalnya ke dalam keluarga angkatnya. Anak tersebut menjadi anak kandung dari yang mengangkatnya dan meneruskan kedudukan dari bapak angkatnya (M. Buddiarto, S.H, Pengangkatan Anak Ditinjau Dari Segi Hukum, AKAPRESS, 1991). 

Hukum Islam: Dalam hukum Islam, pengangkatan anak tidak membawa akibat hukum dalam hal hubungan darah, hubungan wali-mewali dan hubungan waris mewaris dengan orang tua angkat. Ia tetap menjadi ahli waris dari orang tua kandungnya dan anak tersebut tetap memakai nama dari ayah kandungnya (M. Budiarto, S.H, Pengangkatan Anak Ditinjau Dari Segi hukum, AKAPRESS, 1991). 

Page 36: Hukum Perkawinan & Harta Kebendaan (Dr. WIDHI HANDOKO, SH., Sp.N)

Peraturan Perundang-undangan:

• Dalam Staatblaad 1917 No. 129, akibat hukum dari pengangkatan anak adalah anak tersebut secara hukum memperoleh nama dari bapak angkat, dijadikan sebagai anak yang dilahirkan dari perkawinan orang tua angkat dan menjadi ahli waris orang tua angkat. Artinya, akibat pengangkatan tersebut maka terputus segala hubungan perdata, yang berpangkal pada keturunan karena kelahiran, yaitu antara orang tua kandung dan anak tersebut.”

Page 37: Hukum Perkawinan & Harta Kebendaan (Dr. WIDHI HANDOKO, SH., Sp.N)

Apakah Anak Angkat Mempunyai Hak Waris• Anak angkat tidak mempunyai hak waris dari orangtua angkatnya. Karena pada

prinsipnya hak waris timbul karena hubungan darah atau hubungan perkawinan dengan pewaris (simak pasal 832 KUHPerdata dan pasal 174 ayat [1] Kompilasi Hukum Islam atau KHI). (bandingkan dg: Staatblaad 1917 No. 129)

• Meski demikian anak angkat dapat menerima hibah wasiat dari orangtua angkatnya. Jika anak angkat tidak menerima hibah wasiat, yang bersangkutan dberikan wasiat wajibah sebanyak-banyaknya 1/3 dari harta warisan orangtua angkat Anda (pasal 209 ayat [2] KHI). Selain itu, pasal 1676 KUHPerdata juga menyatakan bahwa setiap orang diperbolehkan memberi atau menerima sesuatu sebagai hibah kecuali mereka yang menurut undang-undang dinyatakan tidak cakap untuk itu.

• Selanjutnya, karena anak angkat bukan ahli waris maka secara hukum anak angkat tidak mempunyai kewajiban untuk membayar hutang-hutang dari pewaris. Pihak yang wajib membayar hutang, hibah wasiat, serta kewajiban lain dari seseorang yang meninggal (pewaris) adalah ahli warisnya (pasal 1100 KUHPerdata). Selain itu,  pasal 175 ayat (1) huruf b KHI juga mengatur bahwa ahli waris wajib menyelesaikan hutang-hutang pewaris berupa pengobatan, perawatan termasuk kewajiban pewaris maupun penagih piutang.

Page 38: Hukum Perkawinan & Harta Kebendaan (Dr. WIDHI HANDOKO, SH., Sp.N)

Undang-undang Perlindungan Anak Telah Mengatur Mengenai Pengangkatan Anak Yang Dapat Dilihat Di Pasal 39 - 40, Yang Intinya Mengatakan Bahwa:

1. -Pengangkatan anak hanya dapat dilakukan untuk kepentingan yang terbaik bagi anak dan dilakukan berdasarkan adat kebiasaan setempat dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku

2. -Pengangkatan anak tidak akan memutuskan hubungan darah antara anak yang diangkat dan orang tua kandungnya;

3. -Calon orang tua angkat harus seagama dengan agama yang dianut oleh calon anak angkat;

4. -Pengangkatan anak oleh warga negara asing hanya dapat dilakukan sebagai upaya terakhir;

5. -Bila asal usul anak tidak diketahui, maka agama anak disesuaikan dengan agama mayoritas penduduk setempat;

6. -Orang tua angkat wajib memberitahukan kepada anak angkatnya mengenai asal usulnya dan orang tua kandungnya dengan memperhatikan kesiapan anak yang bersangkutan.

Page 39: Hukum Perkawinan & Harta Kebendaan (Dr. WIDHI HANDOKO, SH., Sp.N)

PRIVATE ADOPTION• Dalam hal pengangkatan terhadap anak di mana

kedua/salah satu orang tua kandungnya masih ada, maka harus dilakukan melalui perjanjian antara orangtua kandung dengan calon orangtua angkat yang dinamakan private adoption, dimana terjadi pengalihan kuasa asuh dari satu pihak kepada pihak lain berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak dan demi kepentingan terbaik anak. Mengenai syarat-syarat melakukan pengangkatan anak tersebut dapat dilihat di Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 6 Tahun 1983 tentang Penyempurnaan SEMA Nomor 2 Tahun 1979 tentang Pemeriksaan Permohonan Pengesahan/Pengangkatan Anak.

Page 40: Hukum Perkawinan & Harta Kebendaan (Dr. WIDHI HANDOKO, SH., Sp.N)

ADOPSI BERDASARKAN HUKUM ADAT• Motivasi pengangkatan anak secara adat juga lebih didasari pada

kekhawatiran atas kepunahan generasi. Berbeda dari esensi pengangkatan anak berdasarkan UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (UU Perlindungan Anak) yang lebih menekankan motivasi demi kepentingan terbaik si anak. Pasal 39 ayat (1) UU Perlindungan Anak merumuskan secara jelas: “Pengangkatan anak hanya dapat dilakukan untuk kepentingan yang terbaik bagi anak dan dilakukan berdasarkan adat kebiasaan setempat dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku”.

• Pengangkatan anak berdasarkan adat sebenarnya sudah sering terjadi. Bahkan tidak jarang menimbulkan persoalan hukum ketika menyangkut pembagian waris atau perceraian. Salah satu perkara yang bisa Anda jadikan rujukan adalah putusan Mahkamah Agung No. 1074 K/Pdt/1995 tanggal 18 Maret 1996. Dalam putusan ini, MA menyatakan menurut hukum adat Jawa Barat, seseorang dianggap sebagai anak angkat bila telah diurus, dikhitan, disekolahkan, dan dikawinkan oleh orang tua angkatnya.

Page 41: Hukum Perkawinan & Harta Kebendaan (Dr. WIDHI HANDOKO, SH., Sp.N)

Status Cucu Yang Diangkat Sebagai Anak• Surat wasiat adalah suatu akta yang menyimpan pernyataan seseorang

tentang apa yang dikehendakinya akan terjadi setelah ia meninggal dunia (pasal 875 KUHPer).

• Menurut pasal 895 KUHPer, pembuat surat wasiat pada saat membuat surat wasiatnya harus mempunyai budi akalnya. Prof. Ali Afandi S.H. dalam buku “Hukum Waris Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijke Wetboek)” menyatakan bahwa keadaan mempunyai budi akalnya ini berarti orang ang membuat surat wasiat tidak boleh dan keadaan sakit ingatan atau sakit demikian berat sehingga ia sudah tidak dapat berpikir secara teratur.

• Dari ketentuan pasal di atas, maka untuk menentukan apakah surat wasiat yang dibuat oleh Pewaris sah atau tidak, harus diselidiki apakah pada saat itu Pewaris yang sedang sakit keras masih dapat berpikir secara teratur. Apabila ternyata pada saat pembuatan surat wasiat Pewaris telah sakit keras sehingga mengganggu kemampuannya berpikir, maka Pewaris tidak memiliki kecakapan untuk membuat surat wasiat, dan dengan demikian surat wasiat tersebut tidak sah. Akan tetapi apabila Pewaris tidak dalam keadaan sakit berat sehingga mempengaruhi kemampuan berpikirnya, maka Pewaris masih cakap untuk membuat surat wasiat.

Page 42: Hukum Perkawinan & Harta Kebendaan (Dr. WIDHI HANDOKO, SH., Sp.N)

Unsur-unsur Surat Wasiat

• Berupa akta yakni jadi harus berupa tulisan, atau sesuatu yang tertulis;

• Pernyataan kehendak yakni merupakan tindakan hukum sepihak;

• Baru berlaku kalau si pembuat surat wasiat telah meninggal dunia; dan

• Dapat dicabut kembali

Page 43: Hukum Perkawinan & Harta Kebendaan (Dr. WIDHI HANDOKO, SH., Sp.N)

Pasal 931 KUHPer, dinyatakan bahwa surat wasiat hanya boleh dinyatakan dalam bentuk:

A. wasiat olografis yaitu wasiat yang ditulis sendiri. Pasal 932 KUHPer mengatur bahwa wasiat olografis ini harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:1. harus seluruhnya ditulis dan ditandatangani oleh pewaris2. harus disimpankan kepada seorang notaris, dan dibuatkan akta penyimpanan.

B. wasiat umum sebagaimana diatur dalam pasal 938 dan pasal 939 KUHPer. Syarat-syaratnya adalah:1. dibuat di hadapan notaris dan dihadiri 2 saksi2. pewaris menerangkan kepada notaris apa yang ia kehendaki3. notaris dengan kata-kata yang jelas menulis dalam pokoknya kehendak si pewaris.

C. wasiat rahasia/wasiat tertutup sebagaimana diatur dalam pasal 940 dan pasal 941 KUHPer. Cara pembuatannya:1. ditulis sendiri oleh pewaris atau orang lain untuk pewaris, dan pewaris menandatangani

sendiri2. kertas yang memuat tulisan atau sampul yang berisi tulisan harus ditutup dan disegel.3. Kertas itu diberikan kepada notaris dengan dihadiri 4 saksi dan pewaris menerangkan

bahwa kertas itu berisi wasiatnya.4. Notaris kemudian membuatkan akta yang memuat keterangan pewaris tersebut.

 Dari uraian di atas, jelas bahwa keberadaan seorang Notaris diwajibkan dalam hal surat wasiat. Hal ini ditegaskan dalam pasal 935 KUHPer yang menyatakan,

 

Page 44: Hukum Perkawinan & Harta Kebendaan (Dr. WIDHI HANDOKO, SH., Sp.N)

Pasal 935 KUHPer yang menyatakan:

•  • “Dengan surat di bawah tangan, yang ditulis seluruhnya, ditanggali

dan ditandatangani oleh si yang mewariskan, maka, dengan tiada syarat tertib lain, diperbolehkan seseorang mengambil ketetapan-ketetapan untuk diberlakukan setelah meninggalnya, akan tetapi hanya dan semata-mata untuk pengangkatan para pelaksana, penyelenggaraan penguburan, untuk menghibahwasiatkan pakaian, perhiasan badan yang tertentu dan mebel-mebel istimewa”

• Dari pasal 935 KUHPer di atas, jelaslah bahwa suatu surat wasiat harus dibuat dengan melibatkan keberadaan notaris, kecuali jika isinya hanya untuk:1. Pengangkatan pelaksanaan wasiat2. Penyelenggaraan penguburan3. Menghibahkan pakaian, perhiasan tertentu dan mebel yang tertentu

Page 45: Hukum Perkawinan & Harta Kebendaan (Dr. WIDHI HANDOKO, SH., Sp.N)

Cucu Yang Diangkat Sebagai Anak• Dengan pengangkatan anak, seorang anak angkat diperlakukan sama

dengan anak kandung, dan menerima bagian warisan yang sama dengan anak kandung.

• Hal ini karena KUHPer tidak membedakan bagian anak kandung dan anak angkat. Pengangkatan anak sendiri diatur dalam PP No. 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak (“PP 54/2007”).

• Dalam kasus cucu yang diangkat sebagai anak angkat, pengangkatan anak ini dapat dikategorikan sebagai pengangkatan anak secara langsung, sebagaimana diatur dalam pasal 10 PP 54/2007. Pasal 10 ayat (2) PP 54/2007 mengatur bahwa pengangkatan anak harus dilakukan melalui penetapan pengadilan.

• Jadi, untuk seorang cucu yang diangkat sebagai anak dan menerima warisan yang sama dengan anak kandung, maka harus sudah memperoleh penetapan pengadilan mengenai pengangkatan anak.