BAB III PTRIARKHI DALAM PONDOK PESANTREN DI KABUPATEN KEDIRI A. Pondok Pesanten Lirboyo Kediri 1. Sejarah Latar Belakang Pondok Pesantren Lirboyo Kediri Seiring dengan berdirinya kerajaan Kadiri di wilayah selatan bagian barat Jawa Timur, lahirlah Kota Kediri dengan slogan "Kediri Bersemi". Nama Kota Kediri yang terbelah menjadi dua bagian oleh sungai Brantas itu, konon berasal dari kata ‘kedi’ yang artinya mandul atau wanita yang tidak datang bulan. Sedang menurut kamus Jawa Kuno karangan Wayowasita, ‘kedi’ berarti orang kebiri, bidan, atau dukun 1 . Konon, sejarah masuknya agama Islam di Kota yang memiliki luas 63,40 Km 2 itu, dibawa oleh orang-orang Arab, disamping para pedagang Islam yang bukan Arab. Untuk memastikan tahunnya, sangat sukar. Tapi jika berpedoman pada nisan makam Maulana Malik Ibrahim di Gresik (tertulis tahun 1419 M.), dapat diambil kesimpulan sekitar tahun itulah Islam masuk di Kediri, karena memang di daerah muara sungai Brantas terjadi perkembangan agama Islam. Hingga kini pun kiai-kiai pondok pesantren yang berada di Desa Banjarmelati, Kediri, masih dianggap banyak orang sebagai keturunan Sunan Ampel dan Sunan Giri 2 . 1 Asep Bahtiar dkk, Pesantren Lirboyo, Sejarah, Peristiwa,Fenomena dan Legenda (Kediri: BPKP2L(Badan Pembina Pondok Pesantren Lirboyo, 2010), 3. 2 Ibid, 14-15.
48
Embed
BAB III - digilib.uinsby.ac.iddigilib.uinsby.ac.id/1215/6/Bab 3.pdfbarat Jawa Timur, lahirlah Kota Kediri dengan slogan "Kediri Bersemi". ... Kalangbret Tulungagung Jatim. Konon, cucu
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
115
BAB III
PTRIARKHI DALAM PONDOK PESANTREN
DI KABUPATEN KEDIRI
A. Pondok Pesanten Lirboyo Kediri
1. Sejarah Latar Belakang Pondok Pesantren Lirboyo Kediri
Seiring dengan berdirinya kerajaan Kadiri di wilayah selatan bagian
barat Jawa Timur, lahirlah Kota Kediri dengan slogan "Kediri Bersemi".
Nama Kota Kediri yang terbelah menjadi dua bagian oleh sungai Brantas
itu, konon berasal dari kata ‘kedi’ yang artinya mandul atau wanita yang
tidak datang bulan. Sedang menurut kamus Jawa Kuno karangan
Wayowasita, ‘kedi’ berarti orang kebiri, bidan, atau dukun1.
Konon, sejarah masuknya agama Islam di Kota yang memiliki luas
63,40 Km 2 itu, dibawa oleh orang-orang Arab, disamping para pedagang
Islam yang bukan Arab. Untuk memastikan tahunnya, sangat sukar. Tapi
jika berpedoman pada nisan makam Maulana Malik Ibrahim di Gresik
(tertulis tahun 1419 M.), dapat diambil kesimpulan sekitar tahun itulah
Islam masuk di Kediri, karena memang di daerah muara sungai Brantas
terjadi perkembangan agama Islam. Hingga kini pun kiai-kiai pondok
pesantren yang berada di Desa Banjarmelati, Kediri, masih dianggap
banyak orang sebagai keturunan Sunan Ampel dan Sunan Giri2.
1 Asep Bahtiar dkk, Pesantren Lirboyo, Sejarah, Peristiwa,Fenomena dan Legenda (Kediri: BPKP2L(Badan Pembina Pondok Pesantren Lirboyo, 2010), 3. 2 Ibid, 14-15.
116
Masjid tertua kota ini dibangun sekitar tahun 1800 M. Dalam cerita
rakyat Kediri yang telah dibenarkannya hingga kini, disebutkan bahwa
pendiri masjid yang hanya berjarak lima meter dari sungai Brantas itu
adalah seorang muballigh Islam bernama kiai Ali asal dari desa Srigading,
Kalangbret Tulungagung Jatim. Konon, cucu kiai Abdulloh Mursyad,
beliau adalah salah seorang keturunan Sunan Giri. Makam beliau berada di
desa Bakalan, Grogol, Kabupaten dan biasa disebut Setono Landean.
Sebelum mendirikan masjid beliau terlebih dahulu menyusuri sungai
Brantas dengan perahu guna mencari tanah yang cocok untuk mendirikan
masjid. Ketika sampai di selatan jembatan Kotamadya Kediri, di situlah
beliau menemukan tanah yang berbau harum bagai bunga melati3.
Lirboyo adalah pesantren yang dibangun oleh keturunan kiai Ali
yang dirintis oleh menantu beliau pada tahun 1910 M., KH. Abdul Karim.
Mbah Manab (sebutan Kiai Abdul Karim sebelum menunaikan ibadah
haji) adalah seseorang 'alim yang berasal dari Magelang, Jawa Tengah.
Beliau dinikahkan dengan putri Kiai Sholeh yang bernama Nyai Khodijah
(Dlomroh). Lirboyo adalah nama sebuah desa yang terletak di Kecamatan
Mojoroto Kotamadya Kediri Jawa Timur. Di desa inilah berdiri hunian
atau pondokan para santri yang dikenal dengan sebutan Pondok Pesantren
Lirboyo. Pondok pesantren Lirboyo didirikan pada tahun 1910 Masehi
oleh Kiai Sholeh, seorang yang Alim dari desa Banjarmelati dan dirintis
3 Ibid, 26-27.
117
oleh salah satu menantunya yang bernama KH. Abdul Karim, seorang
yang Alim berasal dari Magelang Jawa Tengah.
Lirboyo sendiri adalah sebuah nama yang diambil dari dua kata yaitu
“Lir” yang artinya selamat dan “Boyo” yang artinya bahaya. Penamaan
tersebut tidak terlepas dari kondisi dan situasi Lirboyo pada saat itu,
penduduk merasa dihantui dengan perasaan cemas dan gelisah akan aksi
rampok, maker dan segala tindak-tanduk kriminalitas tingkat tinggi4
Perpindahan KH. Abdul Karim ke desa Lirboyo dilatarbelakangi atas
dorongan dari mertuanya sendiri yang pada waktu itu menjadi seorang
da’i, karena Kiai Sholeh berharap dengan menetapnya KH. Abdul Karim
di Lirboyo agama Islam lebih tersebar dimana-mana. Disamping itu, juga
atas permohonan kepala desa Lirboyo kepada Kiai Sholeh untuk berkenan
menempatkan salah seorang menantunya (Kiai Abdul Karim) di desa
Lirboyo. Dengan hal ini diharapkan Lirboyo yang semula rawan kejahatan
menjadi sebuah desa yang aman dan tentram5.
Di samping mendirikan pesantren, KH. Abdul karim juga punya
andil besar dalam menyebarkan Islam di daerah Lirboyo dan sekitar yang
pada waktu itu para penduduk masih banyak yang menganut agama
Hindu-Budha, dan dalam istilah Jawa popular dengan sebutan “engkik”,
sebuah nama yang digunakan untuk mewakili agama kepercayaan di tanah
Jawa.6 Meski saat itu perubahan sosial yang sejalan belum nampak dengan
4 Ibid, 38. 5 Ibid, 38. 6 Budaya kepercayaan orang Jawa kususnya yang tinggal di daerah pedesaan sangat percaya dengan dunia gaib dan mitos. Dengan adanya pandangan seperti itu orang jawa memiliki ritus
118
perkembangan tekhnologi maupun piranti- piranti modern serta kemajuan
aspek lainnya, stabilitas pranataan dan perkembangan masyarakat Lirboyo
cukup signifikan setelah hadirnya KH. Abdul karim yang muncul di sana
sebagai tokoh sentral religius yang amat memukau. Ditambah dengan
keberadaan adik iparnya KH. Ya’kub Sholeh yang membantu mengurangi
tindak kejahatan kriminal dengan de facto maupun de jure. Situasi
kehidupan masyarakat yang semula mengalami dekadensi moral i mencuri,
berjudi, mabuk dan lain sebagainya, lambat laun berubah menjadi kawasan
aman, tentram, damai, meskipun kadang masih muncul kejahatan kecil
yang mengganggu kondisi stabilitas ketentraman desa Lirboyo7.
Dengan ketekunan dan kesabaran para pendirinya akhirnya Lirboyo
menjadi salah satu pondok terbesar di Indonesia. Begitu juga tidak bisa
dipunkiri, bahwa pondok pesantren Lirboyo memiliki andil yang sangat
besar dalam penyebaran agama islam dan berbagai macam disiplin
keilmuannya di penjuru Nusantara ini. Dalam perjalanannya yang panjang
banyak di antara alumni pondok tersebut yang menjadi tokoh agama
ataupun tokoh nusantara8.
Tahun demi tahun, Lirboyo semakin dikenal masyarakat luas dan
bertambah banyaklah santri yang berdatangan. Hal tersebut mengharuskan
religius yang sangat sentral bagi jawa (kejawen) seperti sesajen, selametan, sesembahan, dan sebagainya. 7 Asep Bahtiar dkk, Pesantren Lirboyo, 183. 8 Sampai usia ke-seratus tahunnya, Lirboyo telah banyak mencetak tokoh. KH. Abdurrohman Wahid (Gus Dur), KH. Maimun Zubair (Sarang), KH. Ahsin Sakho (Cirebon), KH. Mustofa Bisri (Gus Mus), KH. Said Aqil Siradj (Cirebon), KH. Muhaimin Iskandar (Semarang), KH. Nur Muhammad Iskandar (Jakarta), KH. Anwar Iskandar (Kediri), Fadholi El-Muhir (pendiri Forum Betawi Rembug, Jakarta) dan lainnya.
119
adanya fasilitas guna menunjang proses belajar mengajar para santri.
Sekitar tahun 1913 H. Muncullah gagasan untuk mendirikan masjid guna
memaksimalkan kegiatan santri. Masjid pun akhirnya berdiri dengan amat
sederhana. Karena bangunan yang apa adanya ini, masjid Lirboyo pernah
porak-poranda disapu angin beliung. Pada tanggal 15 Rabi’ul Awwal 1347
H. / 1928 M. Lirboyo memiliki masjid yang lebih permanen, lebih megah
dengan mustika yang menjulang tinggi. Lebih dari itu, untuk mengenang
kembali masa keemasan Islam pada abad pertengahan, pintu yang semula
hanya satu ditambah lagi menjadi sembilan, mirip kejayaan daulat
Fatimiyyah. Di masjid inilah, kegiatan para santri dipusatkan9.
Hingga saat ini pondok pesantren Lirboyo telah berkembang pesat
dengan dibangunnya beberapa cabang pesantren oleh keluarga besar Kiai
Lirboyo (dzurriyah). Pesantren Lirboyo, terdiri atas pesantren induk dan
pesantren unit. Secara umum, pesantren unit tumbuh dan berkembang
sejalan dengan bertambahnya ‘gus’ atau putra kiai.
2. Kepemimpinan Pondok Pesantren Lirboyo
Pondok pesantren Lirboyo memang dikenal kental dalam
mempertahankan tradisi salafinya dalam medernitas keilmuan yang kian
berkembang. Namun hal tersebut justru menjadikan pesantren ini semakin
menutup ruang gerak santrinya dalam mengembangkan pengetahuannya
terutama dalam mengritisi budaya-budaya patriarkhi yang tumbuh subur di
kalangan pesantren. Jika kita melihat realitas yang terjadi di dalam
9 Asep Bahtiar dkk, Pesantren Lirboyo, 140-142.
120
pesantren, maka nampak jelas tidak ada peran signifikan dan posisi
strategis bagi nyai maupun santri putri dalam berbagai aktifitas yang
terjadi di pesantren. Posisi-posisi kepemimpinan lembaga umumnya
dipegang dan di bawah kendali kiai dan santri putra yang dianggap senior.
Para nyai dan santriwati hanya menjadi bawahan yang harus menjalankan
peraturan dan sistem yang dikembangkan oleh para pemimpinnya. Peta
structural kepemimpinan pondok pesantren Lirboyo tersusun sebagaimana
berikut:
Stuktur Badan Pembina Kesejahteraan Pesantren Lirboyo Kota
Kediri Jawa Timur Tahun 2012/2013
No Jabatan Nama
1. Ketua KH. Idris Marzuqi
2. Wakil Ketua KH. Anwar Manshur
3. Sekretaris KH. Abdul Aziz Manshur
4. Anggota
KH. Abdullah Kafabihi Mahrus
5. KH. Thohir Marzuqi
6. K. Rofi’i Ya’qub
7. KH. Maftuh Basthul Birri
8. KH. Nur Hamid Zainuri
9. KH. A. Mahin Thoha
10. KH. Bahrul Ulum Marzuqi
11. KH. Hasan Zamzami Mahrus
12. KH. An’im F. Mahrus
121
13.
KH. Atho’illah S. Anwar
14. KH. Nur Hamid Zainuri
15. K. Nurul Huda Ahmad
16. Agus Zainal Abidin
17. K. Abdul Kholiq Ridhwan
18. KH. Nur Muhammad Ya’kub10
Dari keseluruhan posisi kepemimpinan pondok pesantren Lirboyo
hanya diisi oleh kalangan laki-laki pesantren (para Kiai dan Gus). Setiap
tahunnya struktur kepemimpinan tersebut dibentuk, namun mulai dari awal
berdirinya sampai saat ini tidak pernah satupun kalangan perempuan
mengisi posisi kepemimpinan tersebut.
Menurut Nyai Hj. Azza Kaffa Bih, tentang keanggotaan pimpinan
lembaga dan peserta musyawarah dari golongan perempuan (nyai) sudah
pernah diusulkan, akan tetapi ditolak oleh mayoritas kiai.11 Mengenai hal
tersebut suami beliau yakni KH. Kaffa Bih memberikan penjelasan
sebagaimana berikut:
“Memang para lelaki (kiai) yang menjadi pimpinan dan anggota musyawarah keluarga, kita tidak melibatkan perempuan (nyai) karena di samping laki-laki wawasannya lebih luas juga karena biar tidak terjadi fitnah. Sebagaimana yang diketahui, bahwa musyawarah lembaga kadang terdapat hal-hal yang tidak untuk konsumsi publik, di sinilah kadang kelemahan perempuan yang kadang kurang bisa menjaga rahasia tersebut”12.
10 Team Redaksi, Ketetapan Badan Pembina Kesejahteraan Pondok Pesantren Lirboyo Periode: 1433-1434 H/ 2012-2013 M (Kediri: PP. Lirboyo, 2012). 6 11 Nyai Hj. Azza Kaffa Bih, Wawancara, Kediri, 5, Desember 2013. 12 KH. Abdullah Kaffa Bihi Mahrus, Wawancara, Kediri, 5, Desember 2013.
122
Bangunan sosio-kultural kepemimpinan pesantren dengan
menempatkan superioritas kiai dalam berbagai hal, akan semakin
memberikan peluang terjadinya prilaku-prilaku individual kiai yang
merugikan nyai, seperti peluang berpoligami dan lainnya. Namun di sisi
yang lain, dengan keberadaan kiai yang dihormati dan disegani baik dalam
posisi pimpinan atau seorang suami, akan memudahkan terselenggaranya
roda organisasi pesantren secara dinamis, karena dapat dibayangkan ketika
antara suami (kiai) dan istri (nyai) sama-sama mempunyai wewenang
untuk menetapkan dan memutuskan kebijakannya, maka yang terjadi
adalah kompetisi mewujudkan popularitasnya masing-masing di depan
para santri dan masyarakat bila terdapat perpedaan pandangan atau
pendapat. Inilah yang justru akan menjatuhkan martabat (muru’ah)
keluarga pengasuh pesantren.
Penciptaan konstruksi sejarah patriarkhi dalam lingkup pesantren
Lirboyo sebenarnya merupakan gagasan-gagasan yang berakar dari
pemahaman individu atas sebuah realitas kemanusiaan yang turun temurun
dan hal tersebut sangat bertentangan dengan gagasan kemanusiaan dan
misi agama. Pembatasan, pemarjinalan dan pendeskriditan perempuan
telah mengabaikan syari’at Islam yang senantiasa mengumandangkan
kesetaraan, keadilan dan kepedulian terhadap sesama manusia tanpa
memandang jenis kelamin, warna kulit, suku ataupun bangsa.
123
3. Kurikulum Pondok Pesantren Lirboyo.
Sistem pendidikan di Pondok Pesantren Lirboyo diawal berdirinya
menggunakan metode salafi, sebuah metode dengan format pengajian
weton, sorogan (santri membaca dan mengulas pelajaran langsung
dihadapan kiai) dan bandongan (santri menyimak dan memaknai kitab
sesuai dengan makna yang dibacakan oleh kiai). Seiring dengan
perkembangan pesantren Lirboyo dan grafik statistik santri yang terus
meningkat setiap tahunnya, sementara metode belajar pada saat itu masih
kurang maksimal dalam mengakomodir santri dan kompleksitas materi
yang harus dipelajari, mengharuskan Lirboyo untuk menerapkan sistem
klasikal13.
Atas inspirasi KH. Abdul Wahab pada tahun 1925 untuk merintis
sistem pendidikan klasikal dan mendapatkan restu KH. Abdul Karim
dengan dawuh, “Santri kang durung biso moco lan nulis kudu sekolah”
(Santri yang belum bisa membaca dan menulis harus sekolah), maka
4. Ar-Risalah: Pondok Pesantren Salaf Terpadu di Tengah Maenstreem
Kepemimpinan Patriarkhi Pesantren Lirboyo.
Di tengah-tengah tradisionalisme pesantren yang sangat kuat di
pesantren Lirboyo, muncul lembaga baru yang merupakan salah satu anak
lembaga pesantren Lirboyo yaitu pesantren salaf terpadu Ar-Risalah.
19 Imam Bawani, Tradisionalisme dalam Pendidikan Islam (Surabaya: al-Ikhlas, 1998), 95-96. 20 KH. Idris Marzuqi, Wawancara, Kediri, 4, Desember 2013.
127
Pesantren tersebut menjelma sebagai pesantren yang semi moderen dengan
mengadopsi kurikulum ilmu umum dan mengkolaborasikan dengan ilmu
agama.
Dalam proses operasional pembelajarannya pun pesantren terpadu
Ar-Risalah sudah menerapkan model pembelajaran berbasis IT dengan
dipandu oleh guru-guru profesional. Dalam pengelolaan lembaga, Ar-
Risalah juga menerapkan sistem audit seluruh elemen sehingga semua
bentuk kegiatan serta pelaporannya sangat transparan. Hal inilah yang
menjadikan pondok tersebut memperoleh banyak prestasi dan apresiasi
baik dari dalam maupun luar negeri.
Pondok Pesantren Salafiy Terpadu Ar-Risalah didirikan oleh KH.
M. Ma’roef Zainuddin beserta istrinya nyai Hj. Aina ‘Ainaul Mardliyyah
Anwar pada tahun 1426 H., tepatnya pada bulan Syawwal atau bulan
Februari 1995. Secara geografis, pondok pesantren ini terletak di Desa
Lirboyo Kecamatan Mojoroto Kota Kediri Jawa Timur, menempati satu
komplek dengan Pondok Pesantren Lirboyo. Perkembangan yang relatif
cepat pada lembaga yang baru ini ditindaklanjuti dengan pendirian
Yayasan Pendidikan Ar-Risalah yang akta notarisnya diterbitkan pada
tahun 1995. Satu tahun kemudian, pendidikan formal tingkat Sekolah
Dasar dimulai tahun pelajaran 1996-1997. Pada tahun pelajaran 1997–
1998 mulai diadakan pembenahan pengelolaan pendidikan dengan
pemilahan lokasi dan lembaga pengelola. Sesuai dengan namanya, Pondok
Pesantren Salafiy Terpadu Ar-Risalah mengelola tiga macam pendidikan
128
yang berbeda. Hal ini dimaksudkan agar ketiganya bisa saling menambah
dan melengkapi, yakni Pendidikan al-Qur’an, Pendidikan Diniyyah,
Pendidikan Umum, dan kegiatan ekstrakurikuler sebagai wadah
pengembangan minat dan bakat santri21.
a. Pendidikan al-Qur’an
Pendidikan al-Qur’an Pondok Pesantren Salafiy Terpadu Ar-
Risalah dilaksanakan pada waktu pagi setelah salat Shubuh (05.00–
06.30 WIB). Pendidikan al-Qur’an terdiri dari 3 tingkatan meliputi
Ibtidaiyyah, Tsanawiyyah dan Aliyyah. Untuk tingkat Ibtidaiyyah,
materi pelajaran meliputi hafalan Juz ‘amma, surat al-Waqi>’ah, surat-
Ya>sin, surat al-Mulk, Surat Ass-ajdah, Surat ad-Dukha>n, surat al-
Kahfi, penambahan ilmu tajwid dan masalah ‘ubu>diyyah22.
Untuk tingkatan Tsanawiyah meliputi: al-Qur’an bi an-Nadha>r 30
juz serta pemahaman bacaan– bacaan ghari>b (asing) yang ada didalam
al-Qur’an. Untuk tingakat Aliyah meliputi: tahfi>dz al-Qur’an serta
pendidikan ‘Ulu>m al-Qur’an. Pendidikan al-Qur’an menggunakan
standart Tajwid Rasm ‘Uthmani>y dengan buku pegangan standar
pondok pesantren Ar-Risalah. Pengajaran dilakukan dengan sistem
sorogan dan tadarusan. Setiap santri secara rutin mengkhatamkan al-
Qur’an setiap dua bulan sekali untuk tingkat bi an-nadzha>r dan satu
bulan sekali untuk tingkat bi al-ghai>b. Bagi santri baru yang belum
mampu membaca al-Qur’an dikelompokkan dan dikelola dalam kelas
21 Team Ar-Risalah, http://arrisalah.org, 23/02/2014 22 Ibid.
129
i’da>diyah ( persiapan ) dengan materi tila>wati , juz ‘amma, surat al-
mulk, surat al-wa>qi’ah dan surat ya>sin serta ilmu tajwid selanjutnya
memasuki jenjang sesuai dengan kemampuannya23.
b. Pendidikan Diniyah
Pendidikan agama dengan referensi al-kutub as-salafi>yyah
(kitab-kitab kuno) dikelola di bawah naungan Lembaga Pendidikan
Diniyah, meliputi tingkat Iibtida’iyah, Tsanawiyah, dan Aliyah.
Pendidikan diniyah dilakukan pada pukul 14.30-17.30 WIB.
Bimbingan belajar diniyah dilakukan di malam hari pada pukul 18.30-
19.30 WIB dengan sistem belajar kelompok yang dipandu oleh
sebagian santri yang memiliki kemampuan pemahaman yang baik
dengan tetap dalam pantauan seorang ustadz .Kegiatan belajar
menekankan kemampuan siswa untuk belajar dengan aktif dan
menjalankan sistem diskusi serta musyawarah. Kurikulum pendidikan
menyesuaikan pondok pesantren dengan mengikuti standar pondok
Lirboyo. Kurikulum pendidikan tersebut meliputi ilmu tauhid, hadith,
al-Qur’an, fiqh, akhlaq, nahwu sharf, balaghah, dan ilmu mantiq.
Kitab yang menjadi pegangan adalah kitab karangan para ulama salaf,
disertai dengan referensi dari berbagai kitab karangan para intelektual
modern. Sebagai media pemahaman kitab salafi, disediakan
23 Ibid.
130
perpustakan dan pembelajaran komputerisasi al-kutub as-sala>fi>yyah
24.
Untuk meningkatkan kemampuan penguasaan kitab kuning,
dibentuk kelompok kajian kitab kuning yang diselenggarakan setiap
kamis malam yang dikelola oleh lembaga ekstrakurikuler. Santri yang
telah mampu membaca dengan baik berusaha memecahkan
permasalahan yang diberikan oleh guru pembimbing dan
dimusyawarahkan dengan santri-santri yang lain dalam forum kajian
kitab kuning. Santri-santri dibina dengan praktik ‘Amali>yh ‘ubu>di>yah
sebagai penguasaan pemahaman kitab kuning dalam kehidupan di
masyarakat. Aktivitas santri di bawah penguasaan pengurus pondok
selalu dicerminkan pada pembentukan jiwa akhla>q al-kari>mah.
Sebagai wujud kesuksesan pada lembaga diniyah ini. Pada tahun
2006 menorehkan prestasi yang patut untuk di banggakan, yakni
dengan sukses mengantarkan lima delegasi dalam musa>baqah qira>’ah
al-kutub tingkat nasional tahun 2006. Disamping itu, keberhasilan
pada MQK Nasional tersebut dapat dijadikan sebuah motivasi pada
lembaga Diniyah ini, untuk bisa menjadi lebih baik di tahun
berikutnya. Pondok pesantren salafiy terpadu Ar-Risalah menerapkan
kedisiplinan yang ketat dengan memanfaatkan waktu sepenuhnya
24 Ibid.
131
untuk pembinaan santri, selalu bersahabat dengan ilmu, menekuni dan
menjadikannya sesuatu yang dirasa sangat berharga25.
c. Pendidikan Umum
Di bawah naungan Lembaga Pendidikan Umum Pondok
Pesantren untuk semua tingkat Pendidikan Umum tingkat SD, SMP,
dan SMA, kurikulum pendidikan sesuai dengan Dinas Pendidikan
Nasional, dengan menambah bahasa Arab untuk semua tingkatan,
bahasa Jepang untuk tingkat SMP dan bahasa Mandarin untuk tingkat
SMA. Pendidikan umum merupakan pengembangan pengetahuan
santri dalam penguasaan ilmu agama serta menjadi jembatan untuk
kesinambungan intelektual mengenal lingkungan hidup serta
merupakan lahan implementasi kepribadian yang dijiwai akhla>q al
kari>mah untuk hidup bersama dengan masyarakat modern. Waktu
sekolah umum diselenggarakan pada pagi hari pukul 07.30 hingga
pukul 12.15 wib dengan pembagian kelas kecil yaitu maksimal 20
siswa setiap kelas dan diharapkan para guru mampu mengoptimalkan
pengajarannya. Pendidikan umum mulai SD sampai dengan SMA
sudah terakreditasi dengan status terakreditasi A untuk tingkat SMP
dan tingkat SMA.
Pada UNAS tahun Ajaran 2005 – 2006 SMP Ar-Risalah bisa
menyandang nama sebagai SMP terbaik se- Kota Kediri dengan
menghantarkan siswa-siswinya lulus 100 % dan mendapatkan nilai
25 Ibid.
132
rata-rata terbaik se-Kota Kediri. Seiring dengan kemajuan dan
perkembangan yang pesat pada SMP Ar-Risalah, SMA ikut
melangkah setapak demi setapak untuk mengantarkan siswa dan
siswinya untuk bisa menjadi yang terbaik. Pada tahun 2007 SMA Ar-
Risalah mengirimkan salah satu siswanya untuk studi ke negara
Amerika Serikat selama satu tahun sebagai salah satu program yang
diselenggarakan oleh pemerintah Amerika. Sebagai upaya dalam
meningkatakan kualitas pendidikan selalu ditingkatkan dengan
mendatangkan guru dari luar negeri, diantaranya pada tahun ajaran
2004-2006 Ar-Risalah mendapatkan guru bantu dari negara Australia
sebagai program pengembangan Bahasa Inggris selama dua tahun26.
Tahun Ajaran 2006 – 2007 merupakan yang kedua kalinya Ar-
Risalah mendapatkan guru bantu dari China, sedangkan untuk yang
pertama kalinya pada tahun ajaran 2004-2005, disamping upaya
peningkatan pada pengembangan bahasa Inggris dan bahasa
Mandarin, juga diselenggarakan pengembangan bahasa Arab sebagai
wujudnya yakni diadakan kerja sama dengan Lembaga Pendidikan
Bahasa Arab Sunan Ampel Surabaya. Pondok Pesantren Ar-Risalah
selalu memacu dan memotivasi anak didikanya untuk selalu semangat
di dalam belajar, baik pendidikan agama maupun pendidikan umum.
Ar-Risalah telah menjalin kerjasama dengan Departemen
Agama berkaitan dengan beasiswa untuk para santri agar dapat
26 Ibid.
133
melanjutkan jenjang pendidikannya keperguruan tinggi negeri favorit.
Tidak cukup sampai disitu, berkaitan dengan beasiswa studi ke luar
negeri, Ar-Risalah pada tahun 2008 berusaha untuk dapat membawa
anak didiknya belajar ke negeri Arab, khususnya Mesir dan Yaman.
Para santri dibina dengan mengembangakan bakat dan minatnya,
mengoptimalkan segala potensi diri yang dimiliki untuk mampu
bersaing memposisikan diri di tengah masyarakat modern.
Dengan pendidikan umum ini para santri dibawa pada
kemampuan produktif dan aktif sehingga memiliki mental
mengembankan diri dan mandiri. Sarana pendidikan dilengkapi
dengan laboratorium bahasa, komputer, IPA , IPS, ruang multimedia
serta ruang english center. Disamping pendidikan di kelas para siswa
melakukan kegiatan belajar dan mengajar dengan disertai praktik, agar
proses pengajaran tidak hanya didapati di dalam kelas melainkan juga
didapatkan dari luar kelas. Sejak tahun ajaran 2007-2008 sistem
pengajaran di SMA Ar-Risalah sudah berbasis TI&K. Guru dan siswa
menggunakan media laptop agar mempercepat proses kegiatan belajar
mengajar27.
d. Pendidikan Ekstrakurikuler
Departemen Apresiasi Dan Kesenian mengelola kegiatan
Ekstrakurikuler secara menyeluruh dengan beralokasikan waktu pada
malam Jumat dan Jumat pagi. Kegiatan meliputi kelompok Jam’i>yyah
27 Ibid.
134
Barzanji> Mana>qib, Tahli>l, Bah}th al-Masa>il, Kursus Bahasa Arab,
Inggris, Mandarin, Jepang, kaligrafi Arab, shalawat rebana, nasyi>d,
dan drum band. Kegiatan asrama dikelola oleh organisasai pondok
pesantren dan pengurus asrama meliputi : koperasi, bimbingan belajar,
jam’i>yah, pengajian sistim bandongan. Kepengurusan asrama
ditangani oleh para santri di bawah pengawasan pengurus pondok
sebagai media pelatihan kepemimpinan kepada anak didik28.
e. Organisasi
Organisasi Siswa Intra Sekolah ( OSIS ) di bawah naungan
lembaga pendidikan SMP dan SMA mengelola kegiatan kesenian,
bahasa, dan jurnalistik, dengan menerbitkan buletin untuk tingkat
SMA dan majalah dinding untuk tingkat SMP. Para santri yang telah
berpotensi dalam bidang tertentu, dijadikan pembimbing bagi siswa
pemula. Para santri Ar-Risalah banyak mendapatkan sarana
pengembangan kemampuan dalam wadah Yayasan Pendidikan Ar-
Risalah29.
B. Pondok Pesanten Darussalam Sumbersari Kediri
1. Sejarah Latar Belakang Pondok Pesantren Darussalam Sumbersari
Kediri
Kampung Sumbersari adalah sebuah perkampungan kecil yang
berjarak 40 km. arah timur kota Kediri Jatim. Awal mulanya kampung
tersebut dirintis oleh seorang Kiai yang bernama K. Nur Aliman sekitar
28 Ibid 29 Ibid.
135
tahun 1946, kemudian diteruskan oleh K. Iskandar dan K. Abdurrahman.
Beberapa waktu setelah itu, tepat tanggal 13 Maret 1949 datanglah K.
Imam Faqih Asy’ari bersama sang istri, Nyai Munifah Faqih bersama 12
santri dari Pondok Pesantren Jombangan Pare Kediri, untuk nasyru al‘ilmi
wa al-di>ni>y (menyebarkan ilmu dan agama) dengan mendirikan Lembaga
Pendidikan dan Pengajaran Pondok Pesantren Darussalam (Ma’had Islamy
Darussalam yang disingkat “MAHISD”) 30.
Setelah itu, tepatnya pada tahun 1958 berdirilah sistem pendidikan
klasikal Madrasah Islamiyah Darussalamah yang disingkat “MIDA”.
Pondok dan madrasah Darussalamah terus berkembang pesat di tengah-
tengah masyarakat. Hingga saat ini, pondok tersebut terus berkembang
seiring tumbuh dewasanya para putra dan putri pendirinya. Sebagaimana
perkembangan pondok-pondok salaf yang lainnya, pondok Darussalam
Sumbersari juga berkembang dengan berdirinya beberapa cabang atau
komplek, yaitu:
1. Madrasah Islamiyah Darussalamah PP. Darussalam putra.
2. Madrasah Islamiyah Darussalamah PP. Darussalam putrid.
3. PP. Darul Qur-an putrid.
4. PP.Darul Hidayah (Anak-anak putri).
5. PP. Ma’hadus Sibyan (Anak-anak putra)31.
30 Team Redaksi, profil pondok pesantren Darussalam (Kediri: PP. Darussalam Sumbersari,
2012) 31 Ibid.
136
2. Kepemimpinan Pondok Pesantren Darussalam Sumbersari
Untuk mengetahui gambaran kepemimpinan pondok pesantren
Darussalam, maka bisa dilihat pada peta struktur kepemimpinan pesantren
tersebut sebagaimana berikut:
Stuktur Pimpinan Yayasan Pendidikan Islam Pondok Pesantren
Darussalam Sumbersari Kediri Tahun 2012/2013
No Jabatan Nama
1. Ketua KH. A. Zaenuri Faqih
2.
Angota
KH. Asyrofi Abi Yusa’
3. KH. Abi Musa Asy’ari
4. KH. Solehan
5. KH. Hadlirin Abd Rohman
6. KH. Zaini Kudhori.
7. KH. Khozin.
8. Ny. Hj. Aminatussa’diyah32.
Dari gambaran struktur kepemimpinan pondok pesantren
Darussalam Sumbersari memang tidak seperti yang terjadi di pondok
pesantren Lirboyo yang secara keseluruhan menempatkan posisi laki-laki
pada struktur kepemimpinan pesantren. Pondok pesantren Darussalam
Sumbersari masih memberi kesempatan kepada aktor perempuan (nyai)
dalam turut serta memimpin pesantren.
32 Ibid.
137
Namun demikian, posisi nyai masih tetap di bawah kiai dalam
penetapan kebijakan, bahkan tidak jarang ketika diadakan rapat yayasan
hanya melibatkan para laki-laki (kiai). Meskipun di situ hadir nyai,
mereka harus duduk di balik tabir dan tidak bisa menyalurkan
pendapatnya. Dengan kata lain mereka hanya sebagai “pelengkap” dalam
struktur kepemimpinan pesantren.
KH. Zainuri Fakih sebagai ketua dewan pengasuh pesantren
memberikan penjelasan sebagai berikut:
“Dalam hal musyawarah pengambilan keputusan rapat yang terjadi di pesantren Darussalam Sumbersari Kediri, para Kiai masih tetap menjadi aktor utama dan Nyai hanya diberi hak suara tanpa bisa mengambil suatu kebijaksanaan. Menurut KH. Zaenuri Faqih, hal tersebut sudah merupakan tradisi turun temurun dan harus dilestarikan, karena Kiai adalah laki-laki yang jelas secara keilmuan dan wawasan lebih luas dari perempuan”.33
Kebijakan di atas, secara keseluruhan hanya membatasi laki-laki
sebagai aktor pemegang kendali pesantren. Keberadaaan Nyai, para putri
Kiai (Neng), dan santri putri hanyalah pelengkap dalam urusan roda
kepemimpinan pesantren, bahkan seperti sudah menjadi aturan bulat
bahwa warisan kepemimpinan pesantren selalu jatuh pada anak laki-laki
atau menantu laki-laki.
Disamping itu, pergantian kepemimpinanan ini bernuansa
membangun Dinasti Keluarga “Dynasty of Family”. Cara praktis seperti ini
yang sering dilakukan pesantren untuk mempertahankan tradisi-tradisi
33 KH. Zaenuri Faqih, Wawancara, Kediri, 10, Desember 2013.
138
pesantren supaya tidak punah34. Secara faktual, dinasti pesantren tidak
hanya dilihat dari proses regenerasi atau pergantian kiai, tetapi lebih dari
itu, dinasti pesantren dapat dianalisis dari proses pendistribusian
keturunannya. Di salah satu pesantren seorang kiai sepuh (tua) akan
menyuruh keturunannya untuk membentuk pesantren baru melalui
perkawinan yang pada hakikatnya bertujuan untuk mempertahankan dan
menguatkan tradisi pesantren lama.
Namun seperti yang terjadi pada pesantren pada umumnya,
peralihan kepemimpinan pesantren Darussalam tidak dilandaskan pada
kualitas individu calon pemimpin, namun justru lebih dinilai dari sudut
pandang gender. Kalangan perempuan pesantren meskipun misalnya
mempunyai kemampuan serta integritas leadership yang tinggi dan
mengalahkan laki-laki, dalam praktiknya tetap yang dipiliih adalah laki-
laki. Lebih ironis lagi, dalam proses penetapan kebijakan serta strategi
pengelolaan lembaga tidak melibatkan aktor perempuan yang sebelumnya
memiliki kemampuan lebih dibanding laki-laki.
3. Kurikulum Pembelajaran
Selain dari relitas kepemimpina pesantren, tradisi patriarkhi dalam
pesantren juga bisa diidentifikasi melalui praktik keseharian kalangan
pesantren yang salah satunya adalah penetapan kurikulum serta proses
pembelajarannya. Kurikulum pembelajaran pondok pesantren Darussalam
3 Kemampuan berbahasa Hidayatul Mustafid & Al Qur’an 2 Jam
4 Perasaan & Kemasyarakatan Matan Al Jurumiyah 3 Jam
5 Kesadaran Lingkungan Shorof Isthilahi 3 Jam
6 Daya cipta Q. Shorof Isthilahi 2 Jam
7 Daya fikir I’lal Isthilahi 1 Jam
8 Pengetahuan Jasmani & Rokhani Q. I’lal Istilah 1 Jam
9 Mengaji Yanbua Mabadi Fiqih III 2 Jam
10 Tahajji 1 Jam
11 Fasholatan 1 Jam
12 Khulashoh Juz I 1 Jam
13 Al Akhlaq Lilbanin-nat Juz I 2 Jam
14 Qiroatul Kitab 1 Jam
15 Muhafadhoh 1 Jam
16 B. Indo./IPS/MMK 1 Jam
24
Ibtidaiyah
Kelas I (satu) Kelas II (dua) Kelas III (tiga)
No Pelajaran Jam Pelajaran Jam Pelajaran Jam
1 Sullamud Diyanah 1 Jam Aqidatul Awam 1 Jam Aqidatul ‘Awam 1 Jam
2 Fasholatan 1 Jam AlQur’an 1 Jam Al Qur an 1 Jam
3 Fiqh Jawan 1 Jam Tanwirul Qori’ 1 Jam Hidayatussibyan 1 Jam
4 Tahajji 1 Jam Ala La & 1 Jam Muhafadloh 1 Jam
140
Muhafadhoh
5 Qiroatul Ushriyah 1 Jam Mabadi Fiqh I 1 Jam Mabadi Fiqih II 1 Jam
6 Imla’ I 1 Jam Tarikh Nabi 1 Jam Almathlab 1 Jam
7 Sirotun Nabi 1 Jam Imla’ II 1 Jam Tareh Nabi 1 Jam
8 Tahsinul Khot 1 Jam Tahsinul Khot II 1 Jam Imla’ III/ Tah.Khot
1 Jam
9 Bahasa Arab 1 Jam Bhs. Arab 1 Jam Bahasa Arab 1 Jam
10 PPKn.&B.Ind 1 Jam PPkn & Bhs.Indonesia
1 Jam Berhitung &IPA 1 Jam
11 Berhitung 1 Jam Berhitung 1 Jam IPS & B. Daerah 1 Jam
12 B. Daerah / B.Inggris
1 Jam B. Inggris & B. Daerah
1 Jam B.Ind, B.Ing & PPKn
1 Jam
12 12 12
Kelas IV (empat) Kelas V (lima) Kelas VI (enam) No Pelajaran Jam Pelajaran Jam Pelajaran Jam 1 Syu’abul Iman 1
Jam Khoridatul Bahiyah
1 Jam
Bad’ul Amal 1 Jam
2 Al Qur an 1 Jam
Hidayatul Mustafid. & Al Qur an
1 Jam
Jazariyah &Al Qur an 2
Jam 3 Tuhfatul Athfal 1
Jam Al Jurumiyah 1
Jam Abi Syuja’ 2
Jam 4 Khulashoh I 1
Jam Shorof Isthilahi 2
Jam Al Amrithi 6
Jam 5 Syabrowi 1
Jam Q. Shorof Isthilahi
1 Jam
Shorof Lughowi 2 Jam
6 Akhlaq lilbaninnat I
1 Jam
Akhlaqul Banin/nat II
1 Jam
Q. Shorof Lughowi
2 Jam
7 Mabadi Fiqih III 1 Jam
Muhafadhoh 1 Jam
Arba’in Nawawi 1 Jam
8 Imlak IV 1 Jam
Mabadi Fiqih IV
1 Jam
Taisirul Kholaq 1 Jam
9 Muhafadloh 1 Jam
I’lal Isthilahi & Q. I’lal
1 Jam
I’lal 1 Jam
10 Bahasa Arab 1 Bahasa Arab 1 Bahasa Arab 1
141
Jam Jam Jam 11 B.Indonesia, IPS
& PPKn 1
Jam Bhs. Indo/IPS/MMT
1 Jam Muhafadloh 1
Jam 12 MMT, IPA &
Bhs. Daerah 1
Jam Khulashoh N. Y. II
1 Jam
13 Qiroatul Kitab 1 Jam
14 MMT, IPA 1 Jam
15 B.Indo.&PKn 1 Jam
12 12 24
Tsanawiyah
Kelas I (satu) Kelas II (dua) Kelas III (tiga)
No Pelajaran Jam Pelajaran Jam Pelajaran Jam
1 Ta’lim Muta’alim 1 Jam Tahliyah 1 Jam Uddatul Faridl 2 Jam
2 Sanusiyah 1 Jam Tijan Durori 1 Jam Jauharotut Tauchid 2 Jam
3 B. Inggris 1 Jam B. Inggris 1 Jam Adabusyar’iyah 1 Jam
4 MMT & IPA 1 Jam B. Indonesia & IPA
1 Jam ‘Arudl 1 Jam
5 B. Indonesia & IPS
1 Jam MMT & IPS 1 Jam B. Inggris 1 Jam
6 Bulughul Marom 1 Jam Bulughul Marom 1 Jam B. Indonesia & IPS
1 Jam
7 Khulashoh N. Y. III
1 Jam Alfiyah Ibni Malik
8 Jam MMT & IPA 1 Jam
8 Fathul Qorib 4 Jam Fathul Qorib 4 Jam Mustholahul Hadits
1 Jam
9 Alfiyah Ibni Malik 8 Jam Qowaidul I’rob 2 Jam Jawahirul Bukhori 1 Jam
10 Al Maqsud 2 Jam Al I’rob 1 Jam Al Jauhar Al Maknun
6 Jam
p11 Q. Kitab 1 Jam Muhafadhoh 1 Jam Fathul Qorib 4 Jam
12 Muhafadhoh 1 Jam Bahasa Arab 1 Jam Bhs. Arab 1 Jam
13 Bahasa Arab 1 Jam Q. Kitab 1 Jam Muhafadhoh 1 Jam
14 Q. Kitab 1 Jam
142
24 24 24
Aliyah
Kelas I (satu) Kelas II (dua) Kelas III (tiga)
No Pelajaran Jam Pelajaran Jam Pelajaran Jam
1 Husunul Hamidiyah I
2 Jam Husunul Hamidiyah II 2 Jam Addasuqi 1 Jam
2 Attajridussorih 2 Jam Attajridussorih 2 Jam Attajridusshorih 2 Jam
3 Bahasa Arab 1 Jam Tafsir Jalalain 2 Jam Tafsir Jalalain juz 3 1 Jam
4 Tashiluturuqot 2 Jam Addurus Alfalakiyah & MMT
2 Jam Durrotussaniyah & Hisab
3 Jam
5 PPKn. IPS & Bhs. Ind
1 Jam Sulamul Munauroq 2 Jam ‘Idhotunnasyi’in 2 Jam
6 Bhs. Inggris 1 Jam Bahasa Arab 1 Jam Assullam 1 Jam
7 Tafsir Jalalain 2 Jam PPKn. Bhs. Indo & IPS
1 Jam B.Indo,PPKn,Dikdaktik & Ilmu Ekonomi
2 Jam
8 Uqudul Juman I 6 Jam Bahasa Inggris 1 Jam Bahasa Inggris 1 Jam
9 Fathul Mu’in 5 Jam Uqudul Juman II 4 Jam Bahasa Arab 1 Jam
10 Muhafadhoh 1 Jam Fathul Mu’in 4 Jam Tafsir Jalalain 2 Jam
11 Q. Kitab 1 Jam Alfaroid Albahiyah 3 Jam Alfaroid Albahiyah 3 Jam
12 Fathul Mu’in 5 Jam
24 24 2435
Meskipun dalam kurikulum pembelajaran sudah lebih maju dari pada
Lirboyo dengan mulai dikenalkannya materi umum pada santri, materi-materi
35 Team Redaksi, profil pondok pesantren Darussalam (Kediri: PP. Darussalam Sumbersari, 2012)
143
tersebut hanya berupa pada materi umum inti seperti matematika dan bahas
Inggris dan masih memperioritaskan kajian kitab kuning sebagai materi utama.
Dalam konteks penerapan kitab kuning sebagai kurikulum pembelajaran di
dalam pondok pesantren Darussalam Sumbersari Kediri, salah satunya telah
memunculkan pemahaman dan sikap konservatif, deskriminatif, dan apologetic
pimpinan pesantren atas isu-isu gender yang sudah gencar didiskusikan oleh
kalangan pesantren sendiri. Penanaman pemahaman atas relasi antara laki-laki
dan perempuan melalui kitab kuning sudah terkonstruk rapi dalam paradigma
komunitas pesantren.
Naifnya, mayoritas pengasuh pondok pesantren Darussalam Sumbersari
Kediri sebagai pemegang kendali otoritas pesantren cenderung memilih
tertutup dan mengamini karya-karya misioginistik tersebut dari pada
mengadakan kajian secara mendalam baik secara filosofis, teologis maupun
historis. Bahkan tidak jarang di antara pengasuh yang mengharamkan berfikir
kritis-transformatif terutama bagi komunitas pesantren, karena hal tersebut
dianggap sebagai budaya barat yang akan merusak tatanan keislaman yang
telah mapan. Jika keadaan ini terus berlangsung tanpa ada usaha menuju
perubahan yang lebih baik, maka selamanya dapat dipastikan pesantren akan
menjadi salah satu lembaga pendidikan Islam yang menjadi pelopor
tumbuhnya budaya patriarkhi di kalangan masyarakat dan tentunya sangat
menciderai citra Islam sebagai agama yang menjunjung tinggi asas kesetaraan
(musa>wah) dan keadilan (‘ada>lah).
144
Dalam proses pembelajarannya, pondok pesantren Darussalam Sumbersari
juga menetapkan kebijakan bahwa pengajar pondok untuk kelas ibtida’iyah
terdiri dari laki-laki dan perempuan, namun untuk tingkat tsanawiyah ke atas
guru atau ustadz harus dari laki-laki baik untuk kelas khusus laki-laki ataupun
perempuan. Menegenai hal tersebut KH. Zaenuri Faqih memberikan
penjelasan:
“Untuk guru tingkat tsanawiyah memang tenaga professional yang kita punyai hanya laki-laki, kita hampir tidak menjumpai guru perempuan yang fak(professional di bidangnya), hal tersebut dikarenakan mayoritas santri putri yang senior harus keluar dari pesantren untuk menikah”36. Masih menurut beliau, selain faktor usia belajar santri hal tersebut juga dipengaruhi oleh kemampuan laki-laki yang jauh di atas perempuan, karena agama sendiri yang memberikan “Nash” tentang itu, jadi sebagai perempuan tidak boleh iri hati terhadap apa yang telah dikodratkan oleh tuhan37. Jika hal demikian dibiarkan terus menerus tanpa membuka adanya kritik
dan saran dari berbagai kalangan, maka dapat dipastikan budaya patriarkhi
akan semakin kokoh dan tak tergoyahkan di lembaga pendidikan Islam pondok
pesantren secara luas.
C. Pondok Pesantren Al-Ishlah Bandar Kediri
1. Latar Belakang Berdirinya Pondok Pesantren Al-Ishlah Bandar
Studi situasi dan kondisi menjelang lahirnya pondok pesantren Al-
Ishlah, sangatlah penting mendapatkan porsi pembahsan tersendiri. Sudah
barang tentu esensi dari pembahasan ini adalah rekaman aneka peristiwa
yang mengantarkan lahirnya pondok pesantren Al-Ishlah. Ternyata kondisi
h. Lain-lain: al-khat, ‘iddah al-fari>d, Khula>s}ah nu>r al-yaqi>n56.
Kurikulum tersebut di atas hampir tidak ada yang berbeda dari
kurikulum yang diterapkan oleh pendok-pondok pesantren pada
pembahasan sebelumnya, maka juga tidak jauh berbeda pula implikasi
yang akan ditimbulkannya, yakni penguatan terhadap tradisi patriarkhi
dalam pesantren Al-Hikmah.
Dalam proses pembelajaran yang berlangsung dalam pesantren Al-
Hikmah dan juga tiga pesantren sebelumnya (pesantren Lirboyo,
Darussalam Sumbersari dan Al-Ishlah Bandar) diadakan diskusi rutin
mingguan maupun bulanan dalam kegiatan bah}th al-Masa>’il. Namun
demikian, dalam penggalian hukum yang diadakan melalui musyawarah,
santri hanya diperkenankan menggunakan kitab-kitab kuning sebagai
56 Ibid.
160
referensi atas permasalahan kekinian yang terjadi tanpa boleh
menggunakan nalar kritis subjektif, lebih-lebih menggunakan kaedah atau
dasar-dasar filsafat. Dengan demikian dipastikan telah terjadi usaha
penyesuaian hukum hasil ijtihad ulama’ klasik dengan problem kekinian,
di mana jarak antara penggalian hukum serta penetapannya saat itu sangat
jauh dari sekarang.
Dari penjelasan di atas dapat dibayangkan, bahwa penafsiran
ulama’ zaman dulu yang berjarak ribuan tahun dari sekarang, dengan
kondisi kultur serta budaya yang berbeda, dengan kondisi zaman yang
berbeda pula, harus disesuaikan dengan problem-problem kekinian.
Penggalian hukum dengan menggunakan mara>ji’ (referensi) kitab kuning
klasik justru akan menjerumuskan pada stagnasi keilmuan pesantren itu
sendiri, begitu juga validasi hukum yang ditetapkan juga terbuka lebar
untuk dipertanyakan lagi.
Kajian filologis yang dilakukan oleh pesantren Al-Hikmah begitu
juga umumnya pondok pesantren salaf lainnya dalam bah}th al-masa>’il
masih serba kurang lengkap, karena hanya menyentuh aspek-aspek yang
dangkal dan diarahkan pada usaha pemahaman harfiah atas teks kitab
kuning, tanpa mengaitkannya dengan konteks sosial saat khazanah itu
dilahirkan. Untuk itu, tidak terlalu asing bila khazanah ilmu-ilmu
161
keislaman yang mereka tangkap dengan kerangka tersebut menelorkan
pemahaman parsial yang reduksionistik.57
Kesenjangan interpretatif antara teks dan konteks akhirnya
mengundang timbulnya penafsiran-penafsiran keagamaan yang keras dan
rigid,58 bahkan akan memungkinkan terjadinya intellectual suicide atau
taqdi>s al-afka>r ad-di>ni>yyah . Dalam penafsiran demikian, biasanya
perkembangan sosial diakomodasikan dengan cara-cara artifisial dan
bahkan kadang terkesan apologetik. Penanganan atas masalah baru biasa
dilakukan lewat penyelesaian formalistik-dangkal tanpa meninjau lebih
dalam sampai pada akar kontekstual dari masalah tersebut. Pemisahan
antara teks dan konteks itu lalu berlanjut dengan munculnya anggapan
bahwa teks adalah entitas mandiri yang mengandung kecukupan dalam
dirinya (self sufficient). Padahal, sebuah teks pada hakikatnya sarat dengan
muatan spasiotemporal yang jarang dipertimbangkan.
Dengan demikian, teks diasumsikan sebagai produk dalam ruang
kosong. Artinya, kitab kuning sebagai wujud dari tradisi keilmuan Islam
klasik dan pesantren pada umumnya dianggap sebagai “produk jadi”,
“produk instan”, atau “produk siap pakai”, sehingga generasi yang datang
belakangan meskipun wilayah pengalaman keberagamaan mereka jauh
57 Saefuddin Zuhri,”Pendidikan Pesantren di Persimpangan Jalan,” dalam Pesantren Masa Depan, Wacana Pemberdayaan dan Transformasi Pesantren, ed. Marzuki Wahid, et.al (Bandung: Pustaka Hidayah, 1999), 204. 58 Lebih-lebih, adanya inklinasi personal dari sang kiai dalam memberikan interpretasi dan stressing terhadap suatu masalah, sehingga menjadi wajar, bilamana santri memahami Islam dengan prespektif halal-haram, atau sahbatal. Lihat Maksun, “Tradisi Studi Fiqh di Pesantren” dalam Epistemologi Syara’ Mencari Format Baru FiqhIndonesia, ed. Anang Haris Himawan (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2000). 169.
162
lebih kompleks dari pada generasi sebelumnya tidak merasa perlu untuk
meninjau kembali rumusan-rumusan yang telah ada sebelumnya. Bentuk
piramida pemikiran Islam dalam pesantren yang meliputi kalam, fiqh dan
tasawuf adalah bentuk bangunan yang “paten” dan tidak dapat dirubah dan
didiskusikan (ghai>r qabi>l li al-taghyi>r wa al-niqa>sh).59
Penciptaan konstruksi sejarah patriarkhis dalam lingkup pesantren
sebenarnya merupakan gagasan-gagasan yang berakar dari pemahaman
individu atas sebuah realitas kemanusiaan yang turun temurun, hal tersebut
sangat bertentangan dengan gagasan kemanusiaan dan misi agama.
Pembatasan, pemarjinalan dan pendeskriditan perempuan telah
mengabaikan syari’at Islam yang senantiasa mengumandangkan
kesetaraan, keadilan dan kepedulian terhadap sesama manusia tanpa
memandang jenis kelamin, warna kulit, suku ataupun bangsa.
59 Amin Abdullah, Falsafah Kalam di Era Postmodernisme (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,1997), 31.