Top Banner
KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETER DAN LEMBAGA-LEMBAGA KEUANGAN
143

BAB II · Web viewKredit di sektor pertambangan mencatat pertumbuhan tertinggi (lihat Tabel II-20). Peningkatan ini terutama adalah karena bertambahnya kredit pada bidang usaha migas

Jan 25, 2020

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: BAB II · Web viewKredit di sektor pertambangan mencatat pertumbuhan tertinggi (lihat Tabel II-20). Peningkatan ini terutama adalah karena bertambahnya kredit pada bidang usaha migas

KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETER

DAN LEMBAGA-LEMBAGA KEUANGAN

Page 2: BAB II · Web viewKredit di sektor pertambangan mencatat pertumbuhan tertinggi (lihat Tabel II-20). Peningkatan ini terutama adalah karena bertambahnya kredit pada bidang usaha migas
Page 3: BAB II · Web viewKredit di sektor pertambangan mencatat pertumbuhan tertinggi (lihat Tabel II-20). Peningkatan ini terutama adalah karena bertambahnya kredit pada bidang usaha migas

BAB II

KEUANGAN NEGARA, PERKEMBANGAN MONETERDAN LEMBAGA-LEMBAGA KEUANGAN

A. PENDAHULUAN

GBHN 1993 mengamanatkan bahwa pelaksanaan pembangunan nasional selama Repelita VI bertumpu pada Trilogi Pembangunan yaitu pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya menuju terciptanya kemakmuran yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, dan stabilitas nasional yang sehat dan dinamis. Kebijaksanaan keuangan negara dan moneter sebagai bagian dari pelaksanaan pembangunan nasional dilaksanakan sesuai dengan arahan tersebut.

Dalam tahun ketiga Repelita VI, kebijaksanaan anggaran belanja yang berimbang dan dinamis terus dilanjutkan dan disempurnakan sehingga memungkinkan dibentuknya dana cadangan yang dapat dimanfaatkan pada waktu hasil penerimaan lebih kecil dari pengeluaran, atau untuk percepatan pembayaran (prepayment) hutang-

II/3

Page 4: BAB II · Web viewKredit di sektor pertambangan mencatat pertumbuhan tertinggi (lihat Tabel II-20). Peningkatan ini terutama adalah karena bertambahnya kredit pada bidang usaha migas

hutang luar negeri yang berbunga tinggi. Penerimaan negara diupayakan untuk terus meningkat, sedangkan pengeluaran negara diupayakan makin terkendali, terarah dan efisien. Pengeluaran rutin diarahkan untuk semakin meningkatkan kelancaran kegiatan pemerintah dalam rangka peningkatan kualitas pelayanan kepada masyarakat yang sekaligus mendukung upaya peningkatan tabungan pemerintah. Sedangkan pengeluaran pembangunan diprioritaskan untuk mendorong pemerataan, pertumbuhan dan stabilisasi ekonomi guna pengamanan kelangsungan pembangunan.

Sementara itu, kebijaksanaan moneter tetap diarahkan untuk mengendalikan permintaan dalam negeri agar tumbuh dalam batas-batas yang aman, sesuai dengan kemampuan produksi nasional. Langkah tersebut dilaksanakan melalui pengendalian uang beredar seperti operasi pasar terbuka (OPT) dan melalui imbauan (moral suasion) kepada perbankan untuk mengendalikan ekspansi kredit sesuai dengan kemampuannya agar tercapai sinergi perkembangan perekonomian nasional dan kinerja perbankan.

Dalam rangka menciptakan sistem perbankan nasional yang makin sehat dan andal, perbankan didorong untuk melakukan kon- solidasi dengan memperkuat kondisi keuangan agar siap menghadapi liberalisasi sektor keuangan. Demikian pula dengan lembaga keuangan lainnya yang meliputi perusahaan pembiayaan, asuransi, dana pen- siun, pegadaian, dan pasar modal diupayakan berkembang lebih sehat serta searah dengan kebijakan ekonomi makro dan perbankan.

Secara garis besar hasil-hasil pembangunan di bidang keuangan negara dan moneter sampai dengan tahun ketiga Repelita VI dilapor- kan dalam bab ini.

II/4

Page 5: BAB II · Web viewKredit di sektor pertambangan mencatat pertumbuhan tertinggi (lihat Tabel II-20). Peningkatan ini terutama adalah karena bertambahnya kredit pada bidang usaha migas

B. KEUANGAN NEGARA

1. Sasaran, Kebijaksanaan dan Program Repelita VI

Kebijaksanaan keuangan negara, bersama-sama dengan Kebijak- sanaan moneter dan neraca pembayaran merupakan kebijaksanaan ekonomi makro yang selama ini dijalankan secara berhati-hati dan telah mampu menunjang pencapaian tujuan dan sasaran-sasaran pembangunan nasional tetap terus dijalankan.

Sasaran kebijaksanaan pembangunan di bidang keuangan negara dalam Repelita VI adalah mengupayakan peningkatan tabungan pemerintah secara berkelanjutan. Upaya ini dilakukan melalui pelak- sanaan kebijaksanaan anggaran berimbang yang dinamis untuk men- jamin pemerataan pembangunan yang semakin meluas, pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, dan stabilitas ekonomi yang dinamis.

Sasaran tersebut diwujudkan melalui berbagai kebijaksanaan untuk meningkatkan pendapatan negara, baik dari penerimaan migas maupun penerimaan di luar migas, dan mengendalikan pengeluaran rutin. Pengendalian pengeluaran rutin dilakukan dengan tetap memper- timbangkan kemampuan mendukung kelancaran roda pemerintahan dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan kepada masyarakat, dan meningkatkan kemampuan pemeliharaan aset negara agar tetap dapat berfungsi secara optimal.

Tabungan pemerintah yang diperoleh dari selisih antara peneri- maan dalam negeri dan pengeluaran rutin, dilengkapi dengan bantuan luar negeri, dibelanjakan dalam bentuk pengeluaran pembangunan yang produktif sesuai dengan prioritas melalui kegiatan-kegiatan pem- bangunan yang memberikan dampak sebesar-besarnya bagi kesejah- teraan rakyat. Pengeluaran pembangunan difokuskan untuk membiayai

II/5

Page 6: BAB II · Web viewKredit di sektor pertambangan mencatat pertumbuhan tertinggi (lihat Tabel II-20). Peningkatan ini terutama adalah karena bertambahnya kredit pada bidang usaha migas

kegiatan-kegiatan yang memang tidak menarik bagi swasta dan kegia- tan-kegiatan yang dapat mendorong partisipasi masyarakat dalam pembangunan.

Sebagai upaya untuk menunjang berbagai kebijaksanaan guna mewujudkan sasaran-sasaran di bidang keuangan negara seperti diuraikan di atas, dilaksanakan program peningkatan penerimaan negara dan program pembinaan kekayaan negara.

Program peningkatan penerimaan negara terutama diarahkan pada upaya pengembangan perangkat keuangan negara, dan pening- katan koordinasi dengan instansi-instansi terkait dalam rangka peng- galian potensi penerimaan negara baik antarsektor, antarregional maupun kerjasama dengan negara lain seperti dalam hal perpajakan dan berbagai bentuk pendapatan negara lainnya. Sementara itu, pro- gram pembinaan kekayaan negara diarahkan untuk meningkatkan tertib administrasi anggaran negara sesuai dengan prinsip-prinsip kerja yang efisien dan efektif dalam rangka mendayagunakan semua aset negara secara optimal bagi kepentingan pembangunan nasional.

2. Pelaksanaan dan Hasil Pembangunan Tahun Ketiga Repelita VI

Penerimaan dalam negeri dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan seirama dengan laju pertumbuhan ekonomi yang semakin mantap. Tahun 1996/97 penerimaan dalam negeri meningkat sekitar 18,5 persen dari tahun sebelumnya hingga mencapai Rp 84.792,1 miliar. Apabila dibandingkan dengan tahun terakhir Repelita V, maka penerimaan tersebut meningkat sebesar 51,1 persen atau mengalami kenaikan rata-rata sebesar 14,8 persen per tahun selama tiga tahun pelaksanaan Repelita VI.

II/6

Page 7: BAB II · Web viewKredit di sektor pertambangan mencatat pertumbuhan tertinggi (lihat Tabel II-20). Peningkatan ini terutama adalah karena bertambahnya kredit pada bidang usaha migas

Sementara itu, penerimaan dari bantuan luar negeri yang masih kita butuhkan untuk melengkapi kebutuhan dana pembangunan mengalami penurunan dari Rp 11.170,0 miliar pada tahun 1995/96 menjadi Rp 11.048,1 miliar pada tahun 1996/97. Perkembangan ini sejalan dengan arah kebijaksanaan pembangunan nasional bahwa kita harus semakin mengandalkan pembiayaan pembangunan dari sumber-sumber dalam negeri, sedangkan sumber dana dari bantuan luar negeri semata-mata sebagai pelengkap dalam pembiayaan pembangunan nasional ini.

Dalam pada itu, di sisi belanja negara, pengeluaran rutin meningkat dengan cepat, yaitu dari Rp. 52.540,9 miliar pada tahun 1995/96 menjadi Rp 61.568,0 miliar atau meningkat sekitar 17,2 persen. Apabila dibandingkan dengan tahun 1993/94, maka pengeluaran rutin tahun 1996/97 mengalami kenaikan sebesar 52,8 persen atau rata-rata naik 15,2 persen per tahun dalam tiga tahun anggaran terakhir. Kenaikan pengeluaran rutin tersebut terutama disebabkan oleh meningkatnya belanja pegawai sesuai dengan upaya meningkatkan kesejahteraan aparatur negara, melalui pemberian tunjangan perbaikan penghasilan (TPP) bagi PNS, anggota ABRI dan para pensiunan sebesar 10 persen terhitung sejak 10 April 1996. Peningkatan tersebut juga dipengaruhi oleh meningkatnya pembayaran hutang luar negeri yang antara lain didorong oleh upaya untuk mengurangi beban pembayaran hutang luar negeri di kemudian hari dengan mempercepat pembayaran pinjaman (prepayment) yang bersuku bunga tinggi, serta meningkatnya kebutuhan operasi dan pemeliharaan proyek-proyek yang sudah selesai dibangun yang jum- lahnya semakin besar dan tersebar di seluruh tanah air.

Walaupun anggaran pengeluaran rutin meningkat dengan cepat, tabungan pemerintah pada tahun 1996/97 masih dapat meningkat menjadi Rp 23.224,2 miliar atau naik 22,1 persen dari tahun

II/7

Page 8: BAB II · Web viewKredit di sektor pertambangan mencatat pertumbuhan tertinggi (lihat Tabel II-20). Peningkatan ini terutama adalah karena bertambahnya kredit pada bidang usaha migas

sebelumnya. Apabila dibandingkan dengan tahun 1993/94, maka besarnya tabungan pemerintah tersebut mengalami kenaikan 46,8 persen. Hal ini berarti selama tiga tahun anggaran tabungan pemerintah rata-rata naik sebesar 13,6 persen per tahun.

Dalam laporan ini diupayakan menggunakan data keuangan negara yang telah dimutakhirkan melalui perhitungan anggaran negara (PAN). Dengan dilakukannya PAN, maka diperoleh angka realisasi yang benar sesuai dengan kondisi tahun yang bersangkutan. Namun demikian data keuangan negara yang sudah melalui PAN adalah sampai dengan tahun anggaran 1994/95, sedangkan tahun anggaran 1995/96 dan 1996/97 masih menggunakan perhitungan APBN tambahan dan perubahan (APBN-TP).

Perkembangan realisasi anggaran pendapatan dan belanja negara dari tahun terakhir Repelita V sampai dengan tahun ketiga Repelita VI dapat dilihat pada Tabel II-1.

a. Penerimaan Dalam Negeri

1) Penerimaan minyak bumi dan gas alam

Walaupun peranannya sebagai sumber pendapatan negara terus mengalami penurunan, penerimaan migas terus diupayakan meningkat yaitu melalui pencarian dan pengusahaan sumber daya migas dengan menciptakan iklim investasi yang kondusif, penyederhanaan per- aturan, serta penyediaan data dan informasi penunjang. Selain itu juga dilakukan intensifikasi dan ekstensifikasi eksplorasi migas, pengop- timalan pengusahaan dan produksi dengan teknologi maju melalui pemanfaatan lebih lanjut sumur migas yang ada, eksplorasi daerah frontier, serta peningkatan kapasitas kilang yang ada.

II/8

Page 9: BAB II · Web viewKredit di sektor pertambangan mencatat pertumbuhan tertinggi (lihat Tabel II-20). Peningkatan ini terutama adalah karena bertambahnya kredit pada bidang usaha migas

Perkembangan penerimaan migas di samping dipengaruhi oleh tingkat produksinya, juga ditentukan oleh adanya perubahan harga minyak bumi di pasar internasional yang fluktuatif. Harga rata-rata minyak mentah Indonesia (ICP=Indonesian Crude Price) cenderung meningkat hingga mencapai sebesar US$ 19,33 per barel dalam bulan April 1996. Harga tersebut lebih tinggi dari pada bulan yang sama tahun sebelumnya yang hanya sebesar US$ 18,50 per barel. Seiring meningkatnya permintaan minyak bumi di pasar dunia, harga minyak ICP naik lagi hingga mencapai di atas US$ 20 per barel dalam bulan September 1996 sampai dengan bulan Pebruari 1997. Di penghujung tahun 1996/97 harga minyak ICP mulai sedikit menurun kembali hingga mencapai US$ 19,24 per barel. Membaiknya harga minyak mentah tahun 1996/97 tersebut tidak terlepas dari meningkatnya permintaan minyak di pasar dunia dan adanya disiplin anggota-anggota OPEC dalam mematuhi kuota produksinya masing-masing serta relatif stabilnya produksi minyak negara-negara di luar OPEC.

Dengan tingkat harga diatas harga rata-rata yang diperkirakan sebelumnya dan tingkat produksi yang relatif stabil, maka penerimaan migas dalam tahun anggaran 1996/97 mencapai sebesar Rp19.872.1 miliar atau naik sekitar 33,8 persen dari tahun sebelumnya. Pening- katan ini jauh lebih tinggi dibandingkan penerimaan migas tahun 1995/96 yang naik sekitar 9,5 persen. Sedangkan apabila dibanding- kan dengan penerimaan migas tahun 1993/94, maka penerimaan tahun 1996/97 mengalami peningkatan 58,9 persen atau rata-rata naik sebesar 16,7 persen per tahun selama tiga tahun pelaksanaan pemba- ngunan Repelita VI.

Peningkatan dalam penerimaan migas juga didukung oleh hasil kegiatan pengolahan sumber gas alam dalam bentuk LNG (Liquefied Natural Gas) dan LPG (Liquefied Petroleum Gas) yang mulai

II/9

Page 10: BAB II · Web viewKredit di sektor pertambangan mencatat pertumbuhan tertinggi (lihat Tabel II-20). Peningkatan ini terutama adalah karena bertambahnya kredit pada bidang usaha migas

dimanfaatkan secara maksimum sejak dibangunnya kilang gas Bontang tahun 1977 dan kilang gas Arun tahun 1978. Perkembangan peneri- maan minyak bumi dan gas alam dapat dilihat pada Tabel II-2.

2) Penerimaan di luar minyak bumi dan gas alam

Penerimaan dalam negeri di luar minyak bumi dan gas alam terdiri dari penerimaan pajak dan bukan pajak. Penerimaan pajak terus dipacu untuk terus meningkat secara mantap dan berkesinam- bungan, sementara penerimaan bukan pajak menjadi semakin penting sebagai salah satu sumber penerimaan negara.

Secara garis besar kebijaksanaan di bidang perpajakan dalam tahun 1996/97 adalah melanjutkan kebijaksanaan-kebijaksanaan yang telah ditempuh dalam tahun-tahun sebelumnya. Hal ini dilakukan dalam upaya menjaga kesinambungan peningkatan penerimaan pajak yang selama ini didominasi tiga jenis pajak yaitu pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai, dan pajak bumi dan bangunan.

Pajak penghasilan (PPh), sebagai salah satu komponen pajak langsung, memegang peranan strategis dalam struktur penerimaan pajak. Upaya penggalian PPh di samping untuk mendapatkan pene- rimaan pajak yang besar, juga dalam rangka menegakkan asas keadilan yang tercermin dalam progresivitas tarif pajak. Peningkatan penerimaan PPh dilakukan melalui intensifikasi pemungutan dan ekstensifikasi objek dan wajib pajak. Selain itu juga dilakukan per- luasan cara pemungutan PPh secara final terhadap jenis-jenis peng- hasilan tertentu, seperti hadiah undian, bunga simpanan anggota koperasi, penjualan saham, pihak-pihak yang terlibat dalam transaksi bangun guna serah atau built operate and transfer (BOT), dan lain-lainnya. Sementara itu dalam rangka menjaring objek pajak peng- hasilan lebih lanjut, maka melalui empat buah Peraturan Pemerintah

II/10

Page 11: BAB II · Web viewKredit di sektor pertambangan mencatat pertumbuhan tertinggi (lihat Tabel II-20). Peningkatan ini terutama adalah karena bertambahnya kredit pada bidang usaha migas

(PP) yaitu PP No. 27, No. 29, No. 46 dan No. 73 Tahun 1996, pemerintah mengenakan PPh masing-masing kepada penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, penghasilan persewaan tanah dan/atau bangunan, bunga deposito/tabungan atau diskonto obligasi yang dijual di bursa efek, serta penghasilan dari usaha jasa konstruksi dan jasa konsultan.

Dalam jangka menengah dan panjang, dengan semakin mening- katnya kegiatan ekonomi yang antara lain didorong melalui penurunan tarif pajak PPh, dan disertai dengan ekstensifikasi wajib pajak serta diikuti oleh penyempurnaan peraturan dan pelayanan perpajakan, dan penegakan hukum bagi yang tidak memenuhi kewajiban pajaknya, maka penerimaan PPh diperkirakan akan terus meningkat. Bahkan hasilnya sudah mulai terlihat pada tahun 1996/97 ini.

Setelah mengalami laju peningkatan yang lebih rendah pada tahun 1995/96, yakni hanya sebesar 9,4 persen, penerimaan PPh dalam tahun ketiga pelaksanaan Repelita VI ini meningkat lagi hingga mencapai Rp 25.496,1 miliar atau naik 24,3 persen dari tahun sebelumnya. Apabila dibandingkan dengan tahun 1993/94, maka peningkatannya mencapai 72,8 persen atau rata-rata naik 20,0 persen per tahun selama tiga tahun pertama Repelita VI. Peningkatan yang cukup besar ini antara lain dipengaruhi oleh semakin meningkatnya kemampuan wajib pajak di samping semakin banyak masyarakat yang menjadi wajib pajak seiring dengan peningkatan pendapatan per kapita masyarakat.

Sementara itu, dengan diberlakukannya UU tentang Pajak Per- tambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah pada tahun 1995, penerimaan PPN terus mengalami peningkatan. Tahun 1995/96 penerimaan PPN mencapai Rp18.350 miliar, atau naik 10,9 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Pada

I/11

Page 12: BAB II · Web viewKredit di sektor pertambangan mencatat pertumbuhan tertinggi (lihat Tabel II-20). Peningkatan ini terutama adalah karena bertambahnya kredit pada bidang usaha migas

tahun 1996/97 penerimaan PPN tetap meningkat yaitu menjadi Rp. 20.393,2 miliar atau naik sekitar 11,1 persen. Apabila dibandingkan tahun 1993/94 penerimaan PPN mengalami kenaikan sebesar 46,3 persen. Hal ini berarti selama tiga tahun pelaksanaan Repelita VI penerimaan PPN meningkat sebesar rata-rata 13,5 persen per tahun.

Upaya untuk terus meningkatkan penerimaan PPN sebagai salah satu penerimaan perpajakan, di samping dengan melakukan eksten- sifikasi Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang belum terdaftar, juga melalui pemantauan yang lebih tertib terhadap PKP yang potensial, peningkatan pemeriksaan pajak, pengenaan sanksi terhadap PKP yang tidak memenuhi kewajiban perpajakannya serta melalui percepatan proses penyelesaian restitusi PPN.

Sementara itu, dalam rangka memperluas pengenaan PPN ter- hadap barang/jasa yang belum terjangkau, maka melalui Keputusan Presiden Nomor 4 Tahun 1996 telah ditetapkan pengenaan PPN atas penyerahan air bersih yang disalurkan melalui pipa. Disamping itu, melalui Keputusan Menteri Keuangan Nomor 238/KMK.04/1996 telah ditetapkan perusahaan operatur telepon selular sebagai pemungut PPN atas impor dan/atau penyerahan pesawat telepon selular.

Pengenaan Pajak bumi dan bangunan (PBB) disamping dimaksud- kan untuk menghimpun penerimaan negara, juga dimaksudkan untuk meningkatkan produktivitas tanah dan bangunan. Dalam rangka meningkatkan penerimaan PBB, secara periodik telah dilakukan penyesuaian nilai jual objek pajak (NJOP), pengembangan sistem tempat pembayaran (Sistep), pengembangan sistem informasi mana- jemen objek pajak (Sismiop), serta peningkatan kegiatan penagihan terhadap PBB yang terutang. Penyesuaian NJOP secara periodik dimaksudkan agar dapat diperoleh informasi tentang nilai jual objek

II/12

Page 13: BAB II · Web viewKredit di sektor pertambangan mencatat pertumbuhan tertinggi (lihat Tabel II-20). Peningkatan ini terutama adalah karena bertambahnya kredit pada bidang usaha migas

pajak yang wajar sesuai dengan perkembangan harga tanah dan bangunan di daerah setempat.

Sementara itu, dalam rangka mendorong pendayagunaan tanah dan bangunan agar termanfaatkan secara optimal sekaligus mengu- rangi beban pajak masyarakat kecil, maka melalui Undang-undang PBB yang baru nilai jual objek pajak tidak kena pajak (NJOP-TKP) dinaikan dari sebelumnya sebesar Rp7 juta menjadi Rp 8 juta.

Dengan kenaikan NJOP-TKP yang cukup tinggi, yang berkat dibarengi dengan kegiatan reklasifikasi tanah pertanian di berbagai daerah dan peningkatan sistem administrasi melalui sistem manajemen informasi objek pajak (SISMIOP), penerimaan PBB menunjukkan hasil yang cukup menggembirakan. Laju kenaikan penerimaan PBB tahun 1996/97 sebesar 18,5 persen. Laju kenaikan penerimaan PBB ini lebih tinggi dari pada laju kenaikan tahun 1995/96 dan 1994/95 yang masing-masing sebesar 16,8 persen dan 11,0 persen. Apabila dibandingkan tahun 1993/94, penerimaan PBB tahun 1996/97 tersebut meningkat sebesar 53,6 persen atau suatu peningkatan rata-rata sebesar 15,4 persen per tahun.

Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan, yang berlaku efektif bulan April 1996, dirancang untuk mempersiap- kan dunia usaha nasional memasuki dan sekaligus memenangkan persaingan perdagangan internasional yang semakin kompetitif. Dengan adanya undang-undang tersebut diharapkan seluruh kegiatan yang berhubungan dengan perdagangan internasional dapat berjalan sesuai dengan prinsip-prinsip yang telah disepakati bersama dengan bangsa-bangsa lain yang pada dasarnya menekankan betapa penting- nya upaya peningkatan efisiensi produksi dan kualitas produk-produk yang diperdagangkan. Dalam rangka menunjang kelancaran arus barang di pelabuhan, dewasa ini Direktorat Jenderal Bea dan Cukai

II/13

Page 14: BAB II · Web viewKredit di sektor pertambangan mencatat pertumbuhan tertinggi (lihat Tabel II-20). Peningkatan ini terutama adalah karena bertambahnya kredit pada bidang usaha migas

menerapkan sistem kepabean yang modern melalui electronic data interchange (EDI) yaitu suatu sistem pertukaran data bisnis aplikasi antarinstansi secara elektronik dengan menggunakan standar yang disepakati bersama. Dengan sistem yang baru ini diharapkan pela- yanan arus barang akan lebih cepat dan juga mengurangi biaya bongkar muat, sehingga dapat mengatasi beban kerja yang besar dan meningkatkan produktivitas kerja.

Rangkaian deregulasi di bidang tarif bea masuk selama Repelita VI telah dilaksanakan melalui paket Juni 1994, paket Mei 1995, paket Januari 1996, dan paket Juni 1996, serta paket Juli 1997. Dengan penurunan tarif bea masuk dan bea masuk tambahan secara bertahap untuk barang-barang tertentu diharapkan terbangun landasan yang kokoh guna menyongsong era perdagangan internasional yang semakin bebas, terbuka dan kompetitif. Hal ini dilakukan karena bea masuk selain berperan sebagai salah satu sumber penerimaan negara, juga berperan sebagai instrumen yang ampuh untuk mengatur arus dan pola impor barang dalam rangka mendorong ekspor, mengembangkan industri dalam negeri, dan menciptakan lapangan kerja.

Sebagai akibat dari rangkaian penurunan tarif tersebut, meskipun impor barang dan jasa terus meningkat, pendapatan dari bea masuk cenderung terus mengalami penurunan. Apabila pada tahun 1995/96 penerimaan bea masuk mencapai Rp 3.247,9 miliar, maka tahun 1996/97 turun sekitar 13,6 persen atau menjadi Rp2.807,1 miliar.

Sedangkan penerimaan cukai selama tiga tahun Repelita VI terus menunjukkan peningkatan. Apabila pada tahun 1995/96 mencapai Rp 3.667,7 miliar atau naik 16,3 persen dari tahun sebelumnya, maka pada tahun 1996/97 meningkat lagi menjadi Rp 4.216,7 miliar atau naik 15,0 persen. Kenaikan penerimaan cukai ini terlihat lebih nyata lagi apabila dibandingkan dengan penerimaan tahun 1993/94 yaitu

II/14

Page 15: BAB II · Web viewKredit di sektor pertambangan mencatat pertumbuhan tertinggi (lihat Tabel II-20). Peningkatan ini terutama adalah karena bertambahnya kredit pada bidang usaha migas

mengalami peningkatan sebesar 60,6 persen. Hal ini berarti selama periode tiga tahun pelaksanaan Repelita VI penerimaan cukai mengalami peningkatan rata-rata sebesar 17,1 persen per tahun. Sumber penerimaan cukai terbesar adalah dari cukai tembakau yang kontribusinya mencapai sekitar 97 persen. Besarnya penerimaan cukai tembakau sangat tergantung pada besarnya produksi hasil-hasil tembakau, struktur tarif cukai, dan harga jual hasil produksi tembakau.

Sementara itu, pengenaan pajak ekspor dengan tarif yang cukup tinggi terhadap ekspor produk kelapa sawit dalam bentuk CPO (crude palm oil), RBD PO (refined bleached deodorized palm oil), Crude Olein dan RBD Olein (refined bleached doedorized olein) berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan No. 439/KMK.017/1994 telah mening- katkan penerimaan pajak ekspor secara cukup berarti. Penerimaan pajak ekspor pada tahun pertama Repelita VI mencapai Rp 120,1 miliar, atau meningkat dengan delapan kali lipat dari tahun sebelum- nya. Sedangkan penerimaan pajak ekspor tahun 1995/96 naik lagi menjadi Rp 200,8 miliar atau 67,2 persen lebih tinggi dari tahun sebelumnya.

Namun adanya SK Menteri Keuangan Nomor 46 Tahun 1996 ten- tang penurunan tarif pajak ekspor sampai nol persen untuk komoditi ekspor seperti kulit ternak olahan, sisa aluminium dan skrap alloy serta aneka dupa wangi dari kayu cendana menyebabkan penerimaan pajak ekspor tahun 1996/97 turun menjadi Rp 70,0 miliar.

Kinerja pajak lainnya yang terdiri atas bea meterai dan bea lelang, sangat ditentukan oleh banyaknya transaksi ekonomi yang memerlukan meterai untuk keabsahan hukum. Dengan diberlaku- kannya Undang-Undang Nomor 13 tahun 1985 tentang Bea Meterai, yang disertai dengan upaya-upaya pencegahan pemalsuan meterai dan pengawasan terhadap penggunaan mesin teraan meterai, kinerja

II/15

Page 16: BAB II · Web viewKredit di sektor pertambangan mencatat pertumbuhan tertinggi (lihat Tabel II-20). Peningkatan ini terutama adalah karena bertambahnya kredit pada bidang usaha migas

penerimaan pajak lainnya menunjukkan perkembangan yang menggem- birakan. Dalam tahun 1996/97, penerimaan pajak lainnya telah mencapai Rp 570 miliar atau meningkat 11,8 persen dari tahun sebelumnya. Apabila dibandingkan dengan penerimaan tahun 1993/94 jumlah tersebut telah mengalami kenaikan sebesar 101,1 persen atau mengalami kenaikan rata-rata sekitar 26,2 persen per tahun.

Sejalan dengan arah kebijaksanaan peningkatan penerimaan dalam negeri, terutama penerimaan di luar migas, maka penerimaan negara bukan pajak diharapkan dapat memberikan sumbangan yang lebih besar dalam pembiayaan pembangunan. Untuk itu, maka pene- rimaan yang berasal dari departemen/lembaga pemerintah nondepar- temen terus ditingkatkan antara lain melalui penyempurnaan pengelolaannya, baik yang menyangkut administrasi pemungutan, penyetoran, pembukuan dan pelaporan, maupun pertanggungjawaban penerimaan dan penggunaannya. Di samping itu, juga disertai dengan upaya peningkatan kemampuan para bendaharawan penerima, penye- suaian tarif yang sudah tidak lagi memadai, serta peningkatan pengawasan di dalam pelaksanaannya.

Upaya peningkatan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) yang bersumber dari bagian pemerintah atas laba BUMN (termasuk bank-bank pemerintah), senantiasa diarahkan pada peningkatan efisiensi dan produktivitas BUMN, melalui langkah-langkah seperti restrukturisasi BUMN yang antara lain meliputi perubahan status hukum, kerjasama operasi dan kontrak manajemen, konsolidasi, merger, pemecahan badan usaha ke arah yang lebih mantap, penjualan saham baik melalui pasar modal maupun secara langsung, serta pembentukan perusahaan patungan. Dengan upaya restrukturisasi tersebut, diharapkan profesionalisme BUMN akan semakin meningkat, diikuti pula dengan peningkatan permodalan, pemasaran, teknologi serta perbaikan

II/16

Page 17: BAB II · Web viewKredit di sektor pertambangan mencatat pertumbuhan tertinggi (lihat Tabel II-20). Peningkatan ini terutama adalah karena bertambahnya kredit pada bidang usaha migas

fungsi-fungsi yang lain, sehingga BUMN dapat terus meningkatkan kinerjanya.

Dalam perkembangannya, realisasi PNBP mengalami pening- katan dari sebesar Rp 6.944,6 miliar dalam tahun terakhir Repelita V menjadi sebesar Rp 9.086,9 miliar dalam tahun ketiga Repelita VI, yaitu sekitar 30,9 persen dalam periode tiga tahun pelaksanaan Repelita VI atau meningkat rata-rata sebesar 9,4 persen per tahun.

Rincian perkembangan penerimaan di luar migas untuk tahun terakhir Repelita V dan tiga tahun pelaksanaan Repelita VI dapat dilihat pada Tabel II-3.

b. Pengeluaran Rutin

Kebijaksanaan anggaran belanja rutin dalam tahun anggaran 1996/97 tetap diarahkan untuk mendukung kelancaran pelaksanaan tugas-tugas umum pemerintahan dan pembangunan dengan tetap mengupayakan tercapainya keserasian antara kelancaran penyeleng- garaan roda pemerintahan dan pemberian pelayanan aparatur peme- rintah yang semakin baik dengan upaya menghimpun tabungan pemerintah. Sejalan dengan arah kebijaksanaan tersebut, kebijak- sanaan anggaran belanja rutin tetap dititikberatkan pada upaya untuk mendukung program pembangunan aparatur pemerintah dan pengem- bangan sumber daya manusia, serta peningkatan kualitas pelayanan kepada masyarakat. Sementara itu, dalam rangka menghimpun tabungan pemerintah yang diperlukan bagi pembiayaan pembangunan, alokasi anggaran belanja rutin senantiasa diselaraskan dengan pene- rimaan dalam negeri yang dapat dihimpun dengan selalu memperhati- kan prinsip efisiensi dan efektivitas penggunaan dana tanpa mengu- rangi mutu pelayanan yang diberikan kepada masyarakat.

II/17

Page 18: BAB II · Web viewKredit di sektor pertambangan mencatat pertumbuhan tertinggi (lihat Tabel II-20). Peningkatan ini terutama adalah karena bertambahnya kredit pada bidang usaha migas

Dalam tahun anggaran 1996/97, anggaran belanja rutin mencapai Rp 61.568,0 miliar atau naik 17,2 persen dari tahun sebelumnya. Apabila dibandingkan dengan pengeluaran rutin tahun 1993/94 sebesar Rp 40.289,9 miliar, maka berarti mengalami peningkatan sebesar 52,8 persen atau naik rata-rata sebesar 15,2 persen per tahun. Peningkatan tersebut antara lain disebabkan oleh meningkatnya belanja pegawai, belanja barang, dan pembayaran bunga dan cicilan hutang. Perkembangan pengeluaran rutin secara rinci dari tahun anggaran 1993/94 sampai dengan tahun anggaran 1996/97 dapat dilihat pada Tabel II-4.

Dalam tahun 1996/97, pembiayaan aparatur pemerintah mening- kat dengan 17,7 persen hingga mencapai Rp 27.342,7 miliar, yang terdiri dari belanja pegawai pusat dan daerah masing-masing sebesar Rp 18.020,5 miliar dan Rp 9.322,2 miliar.

Peningkatan belanja pegawai tersebut sebagian besar digunakan untuk pembayaran gaji dan pensiun yang mengalami peningkatan sejalan dengan adanya kebijaksanaan kenaikan gaji, bertambahnya jumlah pegawai dan diperlukannya tambahan anggaran untuk menam- pung kenaikan gaji berkala, kenaikan pangkat/golongan dan tambahan tunjangan-tunjangan pegawai seperti tunjangan keluarga, tunjangan jabatan struktural, serta dikembangkannya berbagai tunjangan jabatan fungsional.

Selain untuk pembayaran gaji dan pensiun, besarnya belanja pegawai pusat juga dipengaruhi oleh peningkatan pembiayaan untuk tunjangan beras, uang makan dan lauk-pauk, lain-lain belanja pegawai dalam negeri, dan belanja pegawai luar negeri. Perkembangan belanja pegawai dari tahun 1993/94 sampai dengan tahun 1996/97 dapat diikuti dalam Tabel II-5.

II/18

Page 19: BAB II · Web viewKredit di sektor pertambangan mencatat pertumbuhan tertinggi (lihat Tabel II-20). Peningkatan ini terutama adalah karena bertambahnya kredit pada bidang usaha migas

Sementara itu, dalam rangka mendukung kelancaran kegiatan pemerintahan yang semakin meluas, serta peningkatan efektivitas dan efisiensi penggunaan berbagai prasarana dan sarana fisik yang telah selesai pembangunannya, diperlukan dukungan pembiayaan operasio- nal dan pemeliharaan yang memadai. Pemeliharaan proyek-proyek yang telah selesai dibangun memiliki arti yang sangat penting, karena dapat menghindarkan terjadinya pemborosan investasi yang telah ditanamkan. Sejak tahun terakhir Repelita V sampai dengan tahun ketiga Repelita VI, pembiayaan operasional dan pemeliharaan telah mengalami peningkatan sekitar 127,2 persen yaitu dari sebesar Rp 4.127,4 miliar dalam tahun anggaran 1993/94 menjadi sebesar Rp 9.377,4 miliar dalam tahun anggaran 1996/97, atau rata-rata mening- kat 31,5 persen setiap tahunnya. Sebagian besar dari pembiayaan operasional dan pemeliharaan tersebut dialokasikan melalui belanja barang. Dalam tahun anggaran 1996/97, realisasi belanja barang mencapai sebesar Rp 7.244,1 miliar, atau mengalami peningkatan sebesar 37,3 persen jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

Peningkatan belanja barang yang cukup besar tersebut selain untuk menampung kebutuhan kantor, inventarisasi kantor, biaya perjalanan dinas, dan langganan daya dan jasa, juga untuk membiayai pemeliharaan gedung kantor, rumah dinas, kendaraan bermotor, dan aset lainnya. Selain itu, kenaikan tersebut juga diperlukan untuk menampung belanja barang swadana dari unit-unit swadana di ber- bagai departemen/LPND, perkembangan harga dalam negeri, serta perubahan nilai tukar mata uang yang berpengaruh terhadap belanja barang luar negeri.

Belanja operasional dan pemeliharaan juga dialokasikan ke seluruh daerah dalam bentuk belanja nonpegawai daerah. Dalam tahun anggaran 1996/97 realisasi belanja nonpegawai daerah mencapai sebesar Rp 518,8 miliar, atau naik 7,9 persen dari tahun sebelumnya.

II/19

Page 20: BAB II · Web viewKredit di sektor pertambangan mencatat pertumbuhan tertinggi (lihat Tabel II-20). Peningkatan ini terutama adalah karena bertambahnya kredit pada bidang usaha migas

Peningkatan anggaran tersebut terutama diperlukan untuk biaya operasional rumah sakit umum daerah, biaya penyelenggaraan sekolah dasar negeri, serta biaya pengganti sumbangan penyelenggaraan pen- didikan (SPP) sekolah dasar negeri. Selain itu, juga untuk membiayai pengembangan objek-objek wisata daerah, dan pembinaan usaha pertambangan dalam rangka mengembangkan perekonomian daerah yang bersangkutan. Dengan demikian, kemampuan pemerintah daerah dalam menghimpun pendapatan asli daerah diharapkan akan dapat di- tingkatkan, agar secara bertahap mampu membiayai berbagai urusan yang menjadi tugas dan tanggung jawabnya, baik di dalam penye- lenggaraan pemerintahan daerah maupun dalam pelaksanaan pemba- ngunan daerah.

Selain dialokasikan melalui belanja barang dan belanja non- pegawai daerah otonom, pembiayaan operasional dan pemeliharaan juga dialokasikan ke dalam pos lain-lain pengeluaran rutin. Alokasi pembiayaan tersebut dipergunakan untuk subsidi bahan bakar minyak (BBM) dan mendukung berbagai kegiatan pemerintahan yang bersifat umum, antara lain menampung biaya jasa pos dan giro, biaya bebas porto, biaya penyelenggaraan Pemilu, dan berbagai jenis pembiayaan lainnya. Alokasi untuk membiayai kegiatan-kegiatan tersebut di luar subsidi BBM untuk tahun 1996/97 menurun menjadi Rp1.614,6 miliar dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar Rp 2.116,5 miliar. Adapun subsidi BBM yang tidak ada pada tahun sebelumnya, pada tahun 1996/97 mencapai Rp 1.416,1 miliar. Dengan demikian secara keseluruhan pengeluaran rutin lainnya pada tahun 1996/97 meningkat 43,2 persen dibanding tahun sebelumnya.

Sementara itu, realisasi pembayaran bunga dan cicilan hutang juga terus mengalami peningkatan, sehingga dalam tahun anggaran 1996/97 realisasinya mencapai Rp 23.431,8 miliar, atau naik 9,3 persen dari tahun sebelumnya. Sebagian besar dari peningkatan pem-

II/20

Page 21: BAB II · Web viewKredit di sektor pertambangan mencatat pertumbuhan tertinggi (lihat Tabel II-20). Peningkatan ini terutama adalah karena bertambahnya kredit pada bidang usaha migas

biayaan tersebut antara lain digunakan untuk melakukan percepatan pembayaran (prepayment) terhadap sebagian pinjaman luar negeri yang memiliki tingkat bunga tinggi, yang dibiayai dari hasil penjualan saham pemerintah pada PT Telkom dan PT Timah dibursa modal internasional. Percepatan pembayaran tersebut merupakan salah satu upaya agar kewajiban pembayaran bunga dan cicilan hutang luar negeri di masa mendatang dapat dikurangi, sehingga pada gilirannya akan lebih memantapkan kondisi neraca pembayaran.

c. Dana Pembangunan dan Pengeluaran Pembangunan

Seiring dengan semakin meningkatnya laju kegiatan pemba- ngunan nasional di segala bidang, maka diperlukan dana pemba- ngunan yang jumlahnya semakin besar pula. Sesuai dengan amanat GBHN 1993, dana pembangunan diupayakan dihimpun terutama dari sumber dalam negeri, baik berupa tabungan pemerintah maupun tabungan masyarakat, sedangkan bantuan luar negeri dimanfaatkan sebagai pelengkap bagi pembiayaan pembangunan.

Dalam tahun 1996/97 dana pembangunan yang berhasil dihimpun mencapai Rp 34.272,3 miliar, atau naik 13,5 persen bila dibandingkan tahun sebelumnya. Apabila dibandingkan dengan jumlah dana pemba- ngunan tahun 1993/94 yang mencapai Rp 26.575,7 miliar, dana pembangunan tahun 1996/97 meningkat 29,0 persen atau naik rata-rata sebesar 8,8 persen per tahun selama. Jumlah tersebut meliputi tabungan pemerintah sebesar Rp 23.224,2 miliar (67,8 persen), dan penerimaan pembangunan sebesar Rp 11.048,1 miliar (32,2 persen). Dana pembangunan tersebut digunakan untuk membiayai pengeluaran pembangunan sebesar Rp 33.454,3 miliar, yang berarti meningkat 12,2 persen dari tahun sebelumnya. Perkembangan realisasi dana pembangunan, tabungan pemerintah dan dana luar negeri dapat diikuti dalam Tabel II-6.

II/21

Page 22: BAB II · Web viewKredit di sektor pertambangan mencatat pertumbuhan tertinggi (lihat Tabel II-20). Peningkatan ini terutama adalah karena bertambahnya kredit pada bidang usaha migas

Pengeluaran pembangunan dalam tahun anggaran 1996/97, seba- gai bagian dari pelaksanaan Repelita VI, diarahkan terutama untuk menunjang upaya peningkatan pemerataan pembangunan dan penang- gulangan kemiskinan, pengembangan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM), penyediaan prasarana dan sarana dasar ke segenap pelosok tanah air, pengembangan potensi dan peningkatan peran serta masyarakat dan dunia usaha dalam kegiatan pembangunan, serta mendukung upaya pelestarian sumber daya alam dan fungsi lingkungan hidup dalam rangka pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Arahan pengeluaran pembangunan tersebut bersifat lintas sektoral yang penanganannya dilaksanakan di semua bidang dan sektor, dan di seluruh daerah.

1) Pengeluaran Pembangunan Berdasarkan Sektor

Untuk mendukung pencapaian sasaran yang digariskan dalam Repelita VI, ditinjau dari alokasi sektoral, bagian terbesar dari anggaran belanja pembangunan dalam tahun 1996/97 digunakan untuk membiayai lima sektor prioritas, yaitu Sektor Pembangunan Daerah dan Transmigrasi, Sektor Transportasi, Meteorologi dan Geofisika, Sektor Pertambangan dan Energi, Sektor Pendidikan, Kebudayaan Nasional, Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa, Pemuda dan Olah Raga, serta Sektor Pengairan.

Dalam tahun 1996/97, realisasi anggaran pembangunan sektor pembangunan daerah dan transmigrasi mencapai Rp 6.762,2 miliar, atau naik 15,3 persen dari tahun sebelumnya. Apabila dibandingkan dengan tahun 1993/94, maka realisasi anggaran pembangunan sektor tersebut meningkat 54,7 persen atau telah mengalami peningkatan rata-rata 15,7 persen per tahun. Anggaran tersebut dimanfaatkan antara lain untuk membiayai program pembangunan desa, program pembangunan daerah tingkat II, program pembangunan daerah tingkat

II/22

Page 23: BAB II · Web viewKredit di sektor pertambangan mencatat pertumbuhan tertinggi (lihat Tabel II-20). Peningkatan ini terutama adalah karena bertambahnya kredit pada bidang usaha migas

I, program pembangunan desa tertinggal, program pengembangan kawasan khusus, program permukiman dan lingkungan transmigrasi, serta program pengerahan dan pembinaan transmigran.

Di sektor transportasi, meteorologi, dan geofisika, realisasi ang- garan pembangunan dalam periode yang sama diperkirakan mencapai sebesar Rp 6.060,6 miliar, atau meningkat 4,9 persen dari tahun sebelumnya. Anggaran pembangunan sektor tersebut antara lain dimanfaatkan untuk menunjang pelaksanaan program rehabilitasi dan pemeliharaan jalan dan jembatan, program peningkatan jalan dan penggantian jembatan, program pembangunan jalan dan jembatan, program pengembangan fasilitas lalu lintas jalan, program pengem- bangan perkeretaapian, serta program peningkatan angkutan sungai, danau dan penyeberangan. Di samping itu, anggaran pembangunan sektor tersebut juga digunakan untuk membiayai program pengembangan fasilitas pelabuhan laut, program keselamatan pela- yaran, program pembinaan/pengembangan armada pelayaran, pro- gram pengembangan fasilitas bandar udara, program keselamatan penerbangan, program pembinaan/pengembangan armada udara, program pengembangan meteorologi dan geofisika, serta program pencarian dan penyelamatan.

Dalam tahun 1996/97 realisasi anggaran pembangunan di sektor pertambangan dan energi mencapai sebesar Rp 3.903.7 miliar. Jumlah tersebut lebih rendah dari tahun sebelumnya yang mencapai Rp4.715,8 miliar. Anggaran tersebut dimanfaatkan antara lain untuk menunjang pelaksanaan program pengembangan geologi dan sumber daya mineral, program pembangunan pertambangan, program pengem- bangan usaha pertambangan rakyat terpadu, program pengembangan tenaga listrik, program pengembangan listrik perdesaan, serta program pengembangan tenaga migas, batubara dan energi lainnya.

II/23

Page 24: BAB II · Web viewKredit di sektor pertambangan mencatat pertumbuhan tertinggi (lihat Tabel II-20). Peningkatan ini terutama adalah karena bertambahnya kredit pada bidang usaha migas

Dalam periode yang sama, realisasi anggaran pembangunan sektor pendidikan, kebudayaan nasional, kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, pemuda dan olah raga diperkirakan sebesar Rp 3.636,2 miliar, atau naik 22,2 persen dari tahun sebelumnya. Ang- garan pembangunan sektor tersebut antara lain dipergunakan untuk mendukung pelaksanaan program pembinaan pendidikan dasar, pro- gram pembinaan pendidikan menengah, program pembinaan pendi- dikan tinggi, program pembinaan tenaga kependidikan dan kebudayaan, serta program operasi dan perawatan fasilitas pendidikan dan kebudayaan. Selain itu, anggaran pembangunan sektor tersebut juga dimanfaatkan untuk menunjang pelaksanaan program pendidikan luar sekolah, program pendidikan kedinasan, program pembinaan dan pengembangan nilai-nilai budaya, program pembinaan kebahasaan, kesasteraan dan kepustakaan, program pembinaan kesenian, program pembinaan tradisi, peninggalan sejarah dan permuseuman, program pembinaan penganut kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, program pembinaan dan pengembangan pemuda, serta program keolahragaan.

Selanjutnya, realisasi anggaran pembangunan di sektor pengairan dalam tahun anggaran 1996/97 diperkirakan mencapai sebesar Rp 2.118,7 juta, atau naik 18,5 persen dari tahun sebelumnya. Anggaran tersebut digunakan antara lain untuk membiayai program pengem- bangan dan konservasi sumber daya air, program penyediaan dan pengelolaan air baku, program pengelolaan sungai, danau dan sumber air lainnya, program pengembangan dan pengelolaan jaringan irigasi, serta program pengembangan dan pengelolaan daerah rawa.

Di samping kelima sektor prioritas tersebut, dalam tahun ang- garan 1996/97 terdapat sektor-sektor lainnya yang memperoleh alo- kasi anggaran yang cukup besar, di antaranya sektor pertahanan dan keamanan, sektor pertanian dan kehutanan, sektor perumahan dan

II/24

Page 25: BAB II · Web viewKredit di sektor pertambangan mencatat pertumbuhan tertinggi (lihat Tabel II-20). Peningkatan ini terutama adalah karena bertambahnya kredit pada bidang usaha migas

permukiman, sektor kesejahteraan sosial, kesehatan, peranan wanita, anak dan remaja, serta sektor pariwisata, pos, dan telekomunikasi. Perkembangan realisasi anggaran masing-masing sektor tahun ang- garan 1993/94 sampai dengan 1996/97 dapat diikuti dalam Tabel II-7.

2) Pengeluaran pembangunan menurut jenis pembiayaannya

Dengan makin luasnya jangkauan dan cakupan kegiatan pemba- ngunan, pengeluaran pembangunan, baik pembiayaan rupiah maupun bantuan proyek, dari tahun ke tahun senantiasa menunjukkan pening- katan. Dalam tahun ketiga Repelita VI (1996/97), realisasi penge- luaran pembangunan rupiah diperkirakan mencapai Rp 22.406,2 miliar atau naik 20,2 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Jumlah tersebut dialokasikan masing-masing untuk pembiayaan pem- bangunan melalui berbagai departemen/lembaga negara, bantuan pembangunan daerah, dan pengeluaran pembangunan lainnya. Perkem- bangan pengeluaran pembangunan menurut jenis pembiayaannya seca- ra lebih rinci dapat diikuti dalam Tabel II-8.

Dalam tahun ketiga Repelita VI, realisasi pengeluaran pemba- ngunan departemen/lembaga negara (termasuk Hankam) mencapai Rp 12.083,3 miliar, atau naik 15,9 persen dari tahun sebelumnya. Penge- luaran pembangunan departemen/lembaga negara diarahkan untuk meningkatkan kualitas pelayanan masyarakat, menunjang pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, pengembangan sumber daya manu- sia, serta mengoptimalkan dan meningkatkan manfaat dari prasarana dan sarana dasar yang sedang dan telah dibangun selama ini.

Sementara itu, bantuan pembangunan daerah yang tercakup dalam berbagai program Inpres, dan program pembangunan daerah yang dibiayai dengan dana bagi hasil penerimaan PBB diarahkan

II/25

Page 26: BAB II · Web viewKredit di sektor pertambangan mencatat pertumbuhan tertinggi (lihat Tabel II-20). Peningkatan ini terutama adalah karena bertambahnya kredit pada bidang usaha migas

terutama untuk memacu pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat, menggalakkan prakarsa dan peran aktif masyarakat dalam pembangunan, serta meningkatkan pendayagunaan potensi daerah secara optimal dan terpadu dalam mengisi otonomi daerah yang nyata, dinamis, serasi dan bertanggung jawab. Dalam rangka mempercepat upaya peme- rataan pembangunan di seluruh wilayah tanah air, terutama mengu- rangi jumlah penduduk miskin dan jumlah desa/kelurahan tertinggal, sejak tahun pertama Repelita VI, telah dilancarkan program bantuan pembangunan desa tertinggal (Inpres Desa Tertinggal, IDT) sebagai tambahan bagi program-program penanggulangan kemiskinan yang telah dilaksanakan dalam tahun-tahun sebelumnya. Program tersebut diarahkan untuk mengkoordinasikan berbagai program yang sudah ada, baik yang bersifat sektoral maupun yang bersifat regional dalam mencapai sasaran penanggulangan kemiskinan secara lebih terpadu, khususnya di desa/kelurahan tertinggal.

Dalam rangka meningkatkan otonomi daerah secara lebih nyata, dinamis, serasi dan bertanggung jawab, sejak tahun anggaran 1994/95 sistem alokasi program bantuan pembangunan daerah disempurnakan dan disederhanakan dengan mengalihkan sebagian dana program bantuan khusus ke dalam program bantuan umum. Program bantuan yang dialihkan tersebut di antaranya meliputi program pemugaran perumahan perdesaan, bantuan pemugaran pasar kecamatan, Inpres penghijauan, bantuan rehabilitasi SD dan Madrasah Ibtidaiyah, serta Inpres peningkatan jalan Dati II, dialihkan ke dalam bantuan pemba- ngunan Dati II. Seperti diketahui bantuan pembangunan dan pemu- garan pasar kecamatan semula merupakan jenis pembiayaan Inpres yang berdiri sendiri di mana pemanfaatan dananya ditentukan oleh pusat sesuai dengan sektor masing-masing. Sedangkan bantuan penghijauan semula bersama-sama bantuan reboisasi juga merupakan jenis pembiayaan Inpres yang berdiri sendiri, sejak tahun 1994/95

II/26

Page 27: BAB II · Web viewKredit di sektor pertambangan mencatat pertumbuhan tertinggi (lihat Tabel II-20). Peningkatan ini terutama adalah karena bertambahnya kredit pada bidang usaha migas

dipisah dengan digabungkannya jenis pembiayaan untuk reboisasi ke dalam program Inpres Dati I. Di samping menampung Inpres reboisasi, program Inpres Dati I juga menampung Inpres peningkatan jalan propinsi yang semula merupakan jenis pembiayaan Inpres tersendiri. Pengalihan beberapa program Inpres tersebut juga dimak- sudkan untuk mengantisipasi semakin meningkatnya kegiatan pemba- ngunan daerah. Dalam tahun anggaran 1996/97 realisasi anggaran berbagai program Inpres mencapai Rp 8.488,7 miliar, atau naik 16,0 persen dari tahun sebelumnya.

Selanjutnya realisasi pengeluaran pembangunan lainnya dalam tahun anggaran 1996/97 diperkirakan sebesar Rp 1.834,2 miliar, naik 105,2 persen dari tahun sebelumnya. Alokasi anggaran pembangunan lainnya ini antara lain adalah untuk pembiayaan subsidi pupuk, penyertaan modal pemerintah (PMP) dan lain-lain pembangunan (LLP) yang pada tahun 1996/97 masing-masing memperoleh Rp 367,9 miliar, Rp 505,1 miliar dan Rp 961,2 miliar.

Sejalan dengan semakin membaiknya penghasilan petani sebagai akibat dari kebijaksanaan kenaikan harga gabah, maka dalam rangka menurunkan beban anggaran negara serta meningkatkan efisiensi dan efektivitas penggunaan pupuk oleh petani, secara bertahap anggaran untuk subsidi pupuk dikurangi.

Sementara itu, anggaran yang disediakan bagi program penyer- taan modal pemerintah (PMP) diberikan secara lebih selektif kepada berbagai institusi dan badan usaha milik negara (BUMN), dan digunakan antara lain untuk pembiayaan proyek penyediaan peru- mahan rakyat (KPR-BTN), pembinaan dan pengembangan industri strategis, serta untuk iuran keanggotaan pemerintah Indonesia pada berbagai organisasi internasional.

II/27

Page 28: BAB II · Web viewKredit di sektor pertambangan mencatat pertumbuhan tertinggi (lihat Tabel II-20). Peningkatan ini terutama adalah karena bertambahnya kredit pada bidang usaha migas

Pembiayaan lain-lainnya diarahkan secara lebih efisien dan efektif untuk menampung berbagai program pemerintah yang tidak tercakup dalam pembiayaan departemen dan pembiayaan daerah, di antaranya untuk membiayai proyek penyediaan subsidi benih, proyek pengadaan air bersih perkotaan, serta proyek penyehatan lingkungan permukiman. Perkembangan pengeluaran pembangunan rupiah menurut sektor dan subsektor dalam tiga tahun terakhir dapat diikuti pada Tabel II-9.

Di samping dibiayai dengan dana rupiah, pengeluaran pemba-ngunan juga dibiayai dengan dana yang berasal dari bantuan proyek. Sesuai dengan prioritas pembangunan, anggaran pembangunan ban- tuan proyek digunakan terutama untuk penyediaan prasarana dan sarana ekonomi, pengembangan dan penerapan teknologi, serta pening- katan kualitas sumber daya manusia. Dalam tahun anggaran 1996/97 jumlah realisasi pengeluaran pembangunan bantuan proyek mencapai sebesar Rp 11.048,1 miliar, sedikit turun dari tahun sebelumnya yang mencapai Rp 11.170,0 miliar. Perkembangan realisasi bantuan proyek menurut sektor dan subsektor untuk akhir Repelita V dan selama pelaksanaan tiga tahun Repelita VI dapat dilihat pada Tabel II-10.

C. MONETER DAN LEMBAGA-LEMBAGA KEUANGAN

1. Sasaran, Kebijaksanaan dan Program Repelita VI

Kebijaksanaan moneter diarahkan untuk menunjang pemerataan hasil-hasil pembangunan, mendorong pertumbuhan ekonomi, dan memelihara stabilitas ekonomi melalui upaya pengendalian moneter. Untuk tercapainya tujuan pembangunan tersebut diperlukan dana pembiayaan pembangunan yang diupayakan semakin banyak bersum- ber pada kemampuan sendiri. Sehubungan dengan itu, sasaran

II/28

Page 29: BAB II · Web viewKredit di sektor pertambangan mencatat pertumbuhan tertinggi (lihat Tabel II-20). Peningkatan ini terutama adalah karena bertambahnya kredit pada bidang usaha migas

TABEL II – 1RINGKASAN REALISASI ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA

1993/94, 1994/95 – 1996/97(miliar rupiah)

1) Angka Perhitungan Anggaran Negara (PAN)2) Angka APBN-TP

II/29

Page 30: BAB II · Web viewKredit di sektor pertambangan mencatat pertumbuhan tertinggi (lihat Tabel II-20). Peningkatan ini terutama adalah karena bertambahnya kredit pada bidang usaha migas

GRAFIK II – 1RINGKASAN REALISASI ANGGARAN PENDAPATAN

DAN BELANJA NEGARA1993/94, 1994/95 – 1996/97

Page 31: BAB II · Web viewKredit di sektor pertambangan mencatat pertumbuhan tertinggi (lihat Tabel II-20). Peningkatan ini terutama adalah karena bertambahnya kredit pada bidang usaha migas

II/30

Page 32: BAB II · Web viewKredit di sektor pertambangan mencatat pertumbuhan tertinggi (lihat Tabel II-20). Peningkatan ini terutama adalah karena bertambahnya kredit pada bidang usaha migas

TABEL II – 2PENERIMAAN DALAM NEGERI

1993/94, 1994/95 – 1996/97(miliar rupiah)

1) Angka PAN2) Angka APBN - TP

II/31

Page 33: BAB II · Web viewKredit di sektor pertambangan mencatat pertumbuhan tertinggi (lihat Tabel II-20). Peningkatan ini terutama adalah karena bertambahnya kredit pada bidang usaha migas

GRAFIK II – 2PENERIMAAN DALAM NEGERI

1993/94, 1994/95 – 1996/97

II/32

Page 34: BAB II · Web viewKredit di sektor pertambangan mencatat pertumbuhan tertinggi (lihat Tabel II-20). Peningkatan ini terutama adalah karena bertambahnya kredit pada bidang usaha migas

TABEL II – 3PENERIMAAN DI LUAR MINYAK BUMI DAN GAS ALAM

1993/94, 1994/95 – 1996/97(miliar rupiah)

1) Angka PAN2) Angka APBN – TP3) Termasuk laba bersih minyak sebesar Rp. 2.320,6 miliar4) Termasuk laba bersih minyak sebesar Rp. 1.263,0 miliar5) Termasuk laba bersih minyak sebesar Rp. 487,6 miliar

II/33

Page 35: BAB II · Web viewKredit di sektor pertambangan mencatat pertumbuhan tertinggi (lihat Tabel II-20). Peningkatan ini terutama adalah karena bertambahnya kredit pada bidang usaha migas

GRAFIK II – 3PENERIMAAN DI LUAR MINYAK BUMI

DAN GAS ALAM1993/94, 1994/95 – 1996/97

II/34

Page 36: BAB II · Web viewKredit di sektor pertambangan mencatat pertumbuhan tertinggi (lihat Tabel II-20). Peningkatan ini terutama adalah karena bertambahnya kredit pada bidang usaha migas

TABEL II – 4PENGELUARAN RUTIN

1993/94, 1994/95 – 1996/97(miliar rupiah)

1) Angka PAN2) Angka APBN-TP3) Kelebihan penyetoran laba bersih minyak dan hasil operasi pertamina untuk tahun

II/35

Page 37: BAB II · Web viewKredit di sektor pertambangan mencatat pertumbuhan tertinggi (lihat Tabel II-20). Peningkatan ini terutama adalah karena bertambahnya kredit pada bidang usaha migas

GRAFIK II – 4PENGELUARAN RUTIN

1993/94 – 1994/95 – 1996/97

II/36

Page 38: BAB II · Web viewKredit di sektor pertambangan mencatat pertumbuhan tertinggi (lihat Tabel II-20). Peningkatan ini terutama adalah karena bertambahnya kredit pada bidang usaha migas

TABEL II – 5BELANJA PEGAWAI

1993/94, 1994/95 – 1996/97(miliar rupiah)

1) Angka PAN2) Angka APBN-TP

II/37

Page 39: BAB II · Web viewKredit di sektor pertambangan mencatat pertumbuhan tertinggi (lihat Tabel II-20). Peningkatan ini terutama adalah karena bertambahnya kredit pada bidang usaha migas

TABEL II – 6PERKEMBANGAN DANA PEMBANGUNAN, TABUNGAN PEMERINTAH

DAN DANA BANTUAN LUAR NEGERI1993/94, 1994/95 – 1996/97

(miliar rupiah)

1) Angka PAN2) Angka APBN – TP3) Terhadap jumlah dana pemmbangunan

II/38

Page 40: BAB II · Web viewKredit di sektor pertambangan mencatat pertumbuhan tertinggi (lihat Tabel II-20). Peningkatan ini terutama adalah karena bertambahnya kredit pada bidang usaha migas

GRAFIK II – 5PERKEMBANGAN DANA PEMBANGUNAN, TABUNGAN

PEMERINTAHDAN DANA BANTUAN LUAR NEGERI

1993/94, 1994/95 – 1996/97

II/39

Page 41: BAB II · Web viewKredit di sektor pertambangan mencatat pertumbuhan tertinggi (lihat Tabel II-20). Peningkatan ini terutama adalah karena bertambahnya kredit pada bidang usaha migas

TABEL II – 7REALISASI PENGELUARAN PEMBANGUNAN MENURUT SEKTOR DAN SUB SEKTOR

1993/94, 1994/95 – 1996/97(milar rupiah)

II/40

Page 42: BAB II · Web viewKredit di sektor pertambangan mencatat pertumbuhan tertinggi (lihat Tabel II-20). Peningkatan ini terutama adalah karena bertambahnya kredit pada bidang usaha migas

(Lanjutan Tabel II – 7)

II/41

Page 43: BAB II · Web viewKredit di sektor pertambangan mencatat pertumbuhan tertinggi (lihat Tabel II-20). Peningkatan ini terutama adalah karena bertambahnya kredit pada bidang usaha migas

(Lanjutan Tabel II – 7)

1) Angka PAN2) Angka APBN-TP3) Pada tahun 1993/94 adalah program produksi kehutanan, subsektor Pertanian4) Angka pada tahun 1993/94 termasuk program perbaikan dan pemeliharaan jaringan pengairan

Dan pada tahun 1994/95 dan 1995/96 masuk ke dalam subsektor Pengembangan Sumber Daya Air5) Pada tahun 1993/94 meupakan program dan sub sektor perdagangan6) Angka pada tahun 1993/94 termasuk Otorita Batam dan Perbankan dan pada tahun 1994/95 dan

1995/96 ma-Suk ke dalam sub sektor Pembangunan Daerah dan Subsektor Keuangan

7) Angka pada tahun 1993/94 termasuk program penataan ruang daerah dan penataan pertanahanDan dalam tahun 1994/95 dan 1995/96 masuk ke dalam subsektor Tata Ruang

8) Angka pada tahun 1993/94 termasuk program pengembangan meteorologi dan geofisikaDan pada tahun 1994/95 dan 1995/96 dimasukkan ke sub sektor Meteorologi, Geofisika,Pencarian dan Penyelamatan (SAR) dan sub sektor Pengembangan Sumber Daya Air

9) Angka pada tahun 1993/94 termasuk program pembinaan pendidikan masyarakat dan program pembinaan ge-Nerasi muda dan keolahragaan yang dalam tahun 1994/95 dan 1995/96 dimasukkan ke dalam Sub Sektor Pen-Didikan Luar Sekolah dan Kedinasan, dan Sub Sektor Pemuda dan Olah Raga

10) Angka pada tahun 1993/94 termasuk program peranan wanita dan pada tahun 1994/95 dan 1995/96 masuk ke dalam Sub Sektor Peranan Wanita, Anaka dan Remaja

11) Pada tahun 1993/94 adalah Sub Sektor Agama12) Pada tahun 1993/94 adalah Sub Sektor Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi dan Sub

sektorPenelitian

13) Pada tahun 1993/94 adalah Sub SektorHukum14) Pada tahun 1993/94 adalah Sub Sektor Aparatur Pemerintah15) Pada tahun 1993/94 adalah Sub Sektor Pertahanan dan Keamanan Nasional.. = Data tidak tersedia

Page 44: BAB II · Web viewKredit di sektor pertambangan mencatat pertumbuhan tertinggi (lihat Tabel II-20). Peningkatan ini terutama adalah karena bertambahnya kredit pada bidang usaha migas

II/42

Page 45: BAB II · Web viewKredit di sektor pertambangan mencatat pertumbuhan tertinggi (lihat Tabel II-20). Peningkatan ini terutama adalah karena bertambahnya kredit pada bidang usaha migas

TABEL II – 8REALISASI PENGELUARAN PEMBANGUNAN

TIDAK TERMASUK BANTUAN PROYEK1993/94, 1994/95 – 1996/97

(miliar rupiah)

1) Angka PAN2) Angka APBN-TP3) Sejak tahun 1994/95 termasuk bantuan/pemugaran perumahan perdesaan dan pasar kecamatan

Inpres penghijauan, bantuan rehabilitasi SD dan Madrasah Ibtidaiyah, dan Inpres peningkatan jalan dati II4) Sejak tahun 1994/95 termasuk Inpres reboisasi dan Inpres peningkatan jalan Dati I5) Sejak tahun 1994/95, tidak termasuk bantuan rehabilitasi SD dan Madrasah Ibtidaiyah

II/43

Page 46: BAB II · Web viewKredit di sektor pertambangan mencatat pertumbuhan tertinggi (lihat Tabel II-20). Peningkatan ini terutama adalah karena bertambahnya kredit pada bidang usaha migas

TABEL II – 9REALISASI PENGELUARAN PEMBANGUNAN TIDAK TERMASUK BANTUAN PROYEK

MENURUT SEKTOR DAN SUB SEKTOR1993/94, 1994/95 – 1996/97

(miliar rupiah)

II/44

Page 47: BAB II · Web viewKredit di sektor pertambangan mencatat pertumbuhan tertinggi (lihat Tabel II-20). Peningkatan ini terutama adalah karena bertambahnya kredit pada bidang usaha migas

(Lanjutan Tabel II – 9)

II/45

Page 48: BAB II · Web viewKredit di sektor pertambangan mencatat pertumbuhan tertinggi (lihat Tabel II-20). Peningkatan ini terutama adalah karena bertambahnya kredit pada bidang usaha migas

(Lanjutan Tabel II – 9)

1) Angka PAN2) Angka APBN-TP3) Pada tahun 1993/94 adalah program produksi kehutanan, subsektor Pertanian4) Angka pada tahun 1993/94 termasuk program perbaikan dan pemeliharaan jaringan pengairan

Dan pada tahun 1994/95 dan 1995/96 masuk ke dalam subsektor Pengembangan Sumber Daya Air5) Pada tahun 1993/94 meupakan program dan sub sektor perdagangan6) Angka pada tahun 1993/94 termasuk Otorita Batam dan Perbankan dan pada tahun 1994/95 dan 1995/96 ma-

Suk ke dalam sub sektor Pembangunan Daerah dan Subsektor Keuangan7) Angka pada tahun 1993/94 termasuk program penataan ruang daerah dan penataan pertanahan

Dan dalam tahun 1994/95 dan 1995/96 masuk ke dalam subsektor Tata Ruang8) Angka pada tahun 1993/94 termasuk program pengembangan meteorologi dan geofisika

Dan pada tahun 1994/95 dan 1995/96 dimasukkan ke sub sektor Meteorologi, Geofisika,Pencarian dan Penyelamatan (SAR) dan sub sektor Pengembangan Sumber Daya Air

9) Angka pada tahun 1993/94 termasuk program pembinaan pendidikan masyarakat dan program pembinaan ge-Nerasi muda dan keolahragaan yang dalam tahun 1994/95 dan 1995/96 dimasukkan ke dalam Sub Sektor Pen-Didikan Luar Sekolah dan Kedinasan, dan Sub Sektor Pemuda dan Olah Raga

10) Angka pada tahun 1993/94 termasuk program peranan wanita dan pada tahun 1994/95 dan 1995/96 masuk ke dalam Sub Sektor Peranan Wanita, Anaka dan Remaja

11) Pada tahun 1993/94 adalah Sub Sektor Agama12) Pada tahun 1993/94 adalah Sub Sektor Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi dan Sub sektor Penelitian13) Pada tahun 1993/94 adalah Sub SektorHukum14) Pada tahun 1993/94 adalah Sub Sektor Aparatur Pemerintah15) Pada tahun 1993/94 adalah Sub Sektor Pertahanan dan Keamanan Nasional.. = Data tidak tersedia

II/46

Page 49: BAB II · Web viewKredit di sektor pertambangan mencatat pertumbuhan tertinggi (lihat Tabel II-20). Peningkatan ini terutama adalah karena bertambahnya kredit pada bidang usaha migas

TABEL II – 10REALISASI BANTUAN PROYEK MENURUT SEKTOR DAN SUB SEKTOR

1993/94, 1994/95 – 1996/97(miliar rupiah)

II/47

Page 50: BAB II · Web viewKredit di sektor pertambangan mencatat pertumbuhan tertinggi (lihat Tabel II-20). Peningkatan ini terutama adalah karena bertambahnya kredit pada bidang usaha migas

(lanjutan Tabel II – 10)

II/48

Page 51: BAB II · Web viewKredit di sektor pertambangan mencatat pertumbuhan tertinggi (lihat Tabel II-20). Peningkatan ini terutama adalah karena bertambahnya kredit pada bidang usaha migas

(lanjutan Tabel II – 10)

16) Angka PAN17) Angka APBN-TP18) Pada tahun 1993/94 adalah program produksi kehutanan, subsektor Pertanian19) Angka pada tahun 1993/94 termasuk program perbaikan dan pemeliharaan jaringan pengairan

Dan pada tahun 1994/95 dan 1995/96 masuk ke dalam subsektor Pengembangan Sumber Daya Air20) Pada tahun 1993/94 meupakan program dan sub sektor perdagangan21) Angka pada tahun 1993/94 termasuk Otorita Batam dan Perbankan dan pada tahun 1994/95 dan 1995/96 ma-

Suk ke dalam sub sektor Pembangunan Daerah dan Subsektor Keuangan22) Angka pada tahun 1993/94 termasuk program penataan ruang daerah dan penataan pertanahan

Dan dalam tahun 1994/95 dan 1995/96 masuk ke dalam subsektor Tata Ruang23) Angka pada tahun 1993/94 termasuk program pengembangan meteorologi dan geofisika

Dan pada tahun 1994/95 dan 1995/96 dimasukkan ke sub sektor Meteorologi, Geofisika,Pencarian dan Penyelamatan (SAR) dan sub sektor Pengembangan Sumber Daya Air

24) Angka pada tahun 1993/94 termasuk program pembinaan pendidikan masyarakat dan program pembinaan ge-Nerasi muda dan keolahragaan yang dalam tahun 1994/95 dan 1995/96 dimasukkan ke dalam Sub Sektor Pen-Didikan Luar Sekolah dan Kedinasan, dan Sub Sektor Pemuda dan Olah Raga

25) Angka pada tahun 1993/94 termasuk program peranan wanita dan pada tahun 1994/95 dan 1995/96 masuk ke dalam Sub Sektor Peranan Wanita, Anaka dan Remaja

26) Pada tahun 1993/94 adalah Sub Sektor Agama27) Pada tahun 1993/94 adalah Sub Sektor Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi dan Sub sektor Penelitian28) Pada tahun 1993/94 adalah Sub SektorHukum29) Pada tahun 1993/94 adalah Sub Sektor Aparatur Pemerintah30) Pada tahun 1993/94 adalah Sub Sektor Pertahanan dan Keamanan Nasional.. = Data tidak tersedia

II/49

Page 52: BAB II · Web viewKredit di sektor pertambangan mencatat pertumbuhan tertinggi (lihat Tabel II-20). Peningkatan ini terutama adalah karena bertambahnya kredit pada bidang usaha migas

pembangunan moneter dalam Repelita VI adalah meningkatnya tabungan masyarakat dari Rp294,3 triliun pada Repelita V menjadi Rp561,2 triliun selama Repelita VI.

Untuk mencapai sasaran tabungan masyarakat tersebut, ditempuh kebijaksanaan yang dapat meningkatkan efisiensi lembaga keuangan dalam menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat. Salah satu langkah kebijaksanaan yang dilakukan selama tiga tahun pelaksanaan Repelita VI adalah melaksanakan Program Pembinaan Lembaga Keuangan. Program ini ditujukan untuk meningkatkan fungsi dan peranan bank ataupun lembaga keuangan lainnya seperti lembaga pembiayaan, asuransi, dana pensiun dan pasar uang, agar mampu menampung dan menyalurkan aspirasi dan minat masyarakat untuk berperan aktif dalam pembangunan. Lembaga keuangan diarahkan semakin mampu berperan sebagai penggerak dan sarana mobilisasi dana masyarakat yang efektif dan sebagai penyalur yang cermat.

Program Pembinaan Lembaga Keuangan ini terdiri atas Sub Program Pembinaan Lembaga Pasar Uang dan Sub Program Pembinaan Lembaga Pasar Modal. Sub Program Pembinaan Lembaga Pasar Uang ditujukan untuk meningkatkan fungsi dan peranan bank ataupun lembaga keuangan lainnya seperti lembaga pembiayaan, asuransi, dana pensiun dan pasar uang sehingga makin mampu berperan sebagai penggerak dan sarana mobilisasi dana masyarakat dan sebagai penyalur dana yang cermat dan efektif. Sedangkan Sub Program Pembinaan Pasar Modal ditujukan untuk lebih meningkatkan fungsi pasar modal agar mampu berperan sebagai penggerak dan sarana mobilitas dana masyarakat yang efektif melalui pemilikan saham perusahaan yang go public.

II/50

Page 53: BAB II · Web viewKredit di sektor pertambangan mencatat pertumbuhan tertinggi (lihat Tabel II-20). Peningkatan ini terutama adalah karena bertambahnya kredit pada bidang usaha migas

2. Pelaksanaan dan Hasil Pembangunan Tahun Ketiga Repelita VI

a. Moneter

Dalam tahun ketiga Repelita VI, kebijaksanaan moneter tetap diarahkan untuk mengendalikan permintaan dalam negeri agar tumbuh dalam batas-batas yang aman, sesuai dengan kemampuan produksi nasional. Langkah tersebut dilaksanakan melalui pengendalian uang beredar seperti operasi pasar terbuka (OPT). Pada semester kedua tahun anggaran 1996/97 dilaksanakan OPT yang cukup besar efek kontraksinya untuk menetralisir peningkatan aliran masuk dari modal asing. Selain itu pengendalian uang beredar juga dilakukan melalui imbauan (moral suasion) kepada perbankan untuk mengendalikan ekspansi kredit sesuai dengan kemampuannya agar tercapai sinergi perkembangan perekonomian nasional dan perbankan.

Pertumbuhan likuiditas (M2) mencapai 26,7 persen dalam tahun anggaran 1996/97, yang berarti lebih rendah dari pertumbuhan tahun 1995/96 sebesar 28 persen, namun lebih tinggi dari pertumbuhan tahun 1993/94 dan 1994/95 seperti terlihat pada Tabel II-11. Jumlah uang beredar (M1) tumbuh dengan 19,6 persen dalam tahun laporan, yang berarti lebih cepat dari tahun 1995/96 yang mencapai sebesar 18,4 persen. Dalam komponen uang beredar, peranan uang giral meningkat menjadi 66 persen dibandingkan 63 persen pada tahun 1995/96. Ini menandakan semakin pentingnya peranan uang giral sebagai alat pembayaran dalam perekonomian.

Stabilitas ekonomi yang semakin mantap tercermin dari penu- runan tingkat inflasi menjadi 5,2 persen pada tahun 1996/97, yang merupakan tingkat inflasi terendah selama tiga tahun terakhir (Tabel II-12). Hal ini dapat dicapai antara lain dengan pertumbuhan jumlah

II/51

Page 54: BAB II · Web viewKredit di sektor pertambangan mencatat pertumbuhan tertinggi (lihat Tabel II-20). Peningkatan ini terutama adalah karena bertambahnya kredit pada bidang usaha migas

uang beredar (M1) yang relatif rendah selama dua tahun sebelumnya (1994/95 dan 1995/96). Pertumbuhan jumlah uang beredar sekitar 18-19 persen selama tiga tahun pelaksanaan Repelita VI merupakan cermin dari kebijaksanaan moneter yang berhati-hati agar permintaan domestik dapat tumbuh dalam batas-batas daya dukung kapasitas produksi nasional.

Pertambahan likuiditas, yang meliputi perubahan jumlah uang beredar dan uang kuasi, selama tiga tahun pelaksanaan Repelita VI terutama berasal dari sektor dalam negeri yaitu pemberian kredit pada perusahaan swasta dan perorangan. Pada tahun 1996/97, pemberian kredit tersebut mencapai Rp 58,4 triliun, yang berarti tumbuh 23 per- sen terhadap tahun 1995/96. Dalam dua tahun terakhir, tahun 1995/96 dan 1996/97, sektor luar negeri turut pula memberikan efek ekspansi terhadap likuiditas, bahkan dalam tahun 1996/97 mencapai Rp 15,2 triliun (lihat Tabel II-13). Ekspansi aktiva luar negeri bersih yang tinggi tersebut mencerminkan kondisi fundamental perekonomian nasional yang semakin mantap, seperti pertumbuhan ekonomi yang tetap tinggi dan laju inflasi yang rendah, dan menjadi daya tarik investor asing.

Sehubungan dengan semakin tingginya lalu-lintas modal asing, diupayakan peningkatan fleksibilitas nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat dengan memperlebar spread kurs intervensi dari Rp 66,0 (3 persen) menjadi Rp 118,0 (5persen) pada bulan Juni 1996 dan selanjutnya menjadi Rp 192 (8 persen) pada bulan September 1996, serta Rp 304 (12 persen) pada bulan Juli 1997. Dengan upaya ini pasar valuta asing juga makin berkembang. Sementara itu untuk mengendalikan ekspansi moneter yang berasal dari luar negeri maka disempurnakan ketentuan mengenai penerimaan pinjaman komersial luar negeri (PKLN) oleh bank dan badan usaha bukan bank yang berlaku mulai bulan Maret 1997.

II/52

Page 55: BAB II · Web viewKredit di sektor pertambangan mencatat pertumbuhan tertinggi (lihat Tabel II-20). Peningkatan ini terutama adalah karena bertambahnya kredit pada bidang usaha migas

Dalam rangka mengurangi resiko ekspansi moneter yang berasal dari aliran modal asing, diupayakan perbedaan suku bunga dalam negeri dan luar negeri pada tingkat yang wajar. Hal tersebut ditempuh dengan mengurangi suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan surat berharga pasar uang (SBPU) secara bertahap. Pada akhir tahun 1996/97 suku bunga SBI 1 bulan menjadi 11,1 persen, sedangkan suku bunga SBPU menjadi 14,8 persen (lihat Tabel II-14). Dengan penurunan ini aliran modal asing berjangka pendek, yang semata-mata ingin memanfaatkan perbedaan suku bunga luar negeri dan dalam negeri yang tinggi, dapat berkurang.

Penurunan suku bunga SBI dan SBPU pada giliran selanjutnya mendorong penurunan suku bunga perbankan. Pada akhir tahun 1996/97 suku bunga pasar uang antar bank mencapai 10,7 persen, yang mencerminkan kondisi likuiditas perbankan relatif longgar. Suku bunga deposito berjangka 3 bulan dan 12 bulan juga turun dari 17,3 persen dan 16,7 persen pada tahun 1995/96 menjadi sekitar 16,5 persen dan 16,4 persen pada tahun 1996/97. Namun suku bunga deposito yang berjangka waktu 24 bulan masih meningkat dari 15,4 persen menjadi 16,0 persen. Sedangkan suku bunga kredit modal kerja turun dari 19,3 persen menjadi 18,9 persen.

Meskipun suku bunga menurun, pertumbuhan dana perbankan masih mencapai 28,3 persen dalam tahun 1996/97 (lihat Tabel II-15). Tingkat pertumbuhan ini sedikit lebih rendah dibandingkan tahun 1995/96, terutama diakibatkan penurunan laju pertumbuhan simpanan berjangka waktu pendek (1 bulan dan 3 bulan) seperti terlihat pada Tabel II-16. Sementara simpanan berjangka waktu 6 bulan justru tumbuh lebih cepat dalam tahun 1996/97.

Minat masyarakat yang tinggi dalam menabung terlihat pada pertambahan giro dan tabungan yang semakin cepat selama tiga tahun

II/53

Page 56: BAB II · Web viewKredit di sektor pertambangan mencatat pertumbuhan tertinggi (lihat Tabel II-20). Peningkatan ini terutama adalah karena bertambahnya kredit pada bidang usaha migas

pelaksanaan Repelita VI. Dalam hal tabungan masyarakat, jumlah penabung hingga tahun 1996/97 mencapai sekitar 55 juta orang (lihat Tabel II-17). Jumlah tabungan yang dihimpun mencapai sekitar Rp 66 triliun.

Arus modal masuk yang tinggi telah menyebabkan perubahan tingkah laku permintaan uang dari masyarakat dan perbankan, seperti tercermin dari perubahan angka pengganda uang dan komponen uang beredar, sehingga pertumbuhan likuiditas dan jumlah uang beredar menjadi lebih sulit pengendaliannya. Angka pengganda uang, yaitu rasio likuiditas terhadap uang primer, bertambah besar dalam tahun 1996/97 menjadi 8,33 dibandingkan 7,49 pada tahun 1995/96. Kom- ponen likuiditas juga sedikit mengalami perubahan, yaitu jumlah uang kuasi meningkat peranannya menjadi 78,4 persen dibandingkan 77,1 persen pada tahun 1995/96. Salah satu penyumbang peningkatan peranan uang kuasi adalah bertambahnya nilai sertifikat deposito yang diterbitkan perbankan sebesar 35,7 persen sehingga pangsa sertifikat deposito naik menjadi 6,2 persen (lihat Tabel II-18).

b. Lembaga-lembaga Keuangan

1) Perbankan

Struktur perbankan Indonesia menunjukkan perkembangan ke arah yang semakin kompetitif. Sampai dengan akhir tahun 1996/97, jumlah bank sedikit mengalami penurunan dibandingkan dengan tahun laporan sebelumnya, yakni dari 240 bank menjadi 237 bank. Penu- runan tersebut antara lain merupakan akibat dilakukannya merger oleh 6 bank menjadi 3 bank. Selain itu sebaran aset, dana pihak ketiga, dan kredit perbankan tidak lagi terkonsentrasi pada sejumlah kecil bank besar, namun sudah lebih merata kepada lebih banyak bank.

II/54

Page 57: BAB II · Web viewKredit di sektor pertambangan mencatat pertumbuhan tertinggi (lihat Tabel II-20). Peningkatan ini terutama adalah karena bertambahnya kredit pada bidang usaha migas

Dalam tahun anggaran 1996/97, perbankan didorong untuk mela- kukan konsolidasi dengan memperkuat kondisi keuangan agar semakin siap menghadapi liberalisasi sektor keuangan. Merger antar bank merupakan salah satu upaya yang dilakukan untuk memperkukuh struktur perbankan. Langkah-langkah lain juga diupayakan antara lain meliputi pemantapan praktik kehati-hatian dan self regulatory principles, peningkatan kualitas penerapan manajemen resiko, pening- katan kualitas sumber daya manusia, dan pengadaan infrastruktur yang diperlukan, termasuk penerapan teknologi.

Dalam tahun 1996/97, pertumbuhan jumlah kantor bank umum meningkat dari 8,3 persen pada tahun 1995 menjadi 9,6 persen pada tahun 1996. Peningkatan jumlah kantor tersebut terutama dari peningkatan jumlah kantor bank campuran, bank swasta, dan bank asing. Namun terjadi penurunan pertumbuhan pada BPR, dari 3,7 persen menjadi 1,9 persen. Persaingan yang ketat dengan Bank Umum mempengaruhi perkembangan BPR.

Dalam tahun 1996 tercatat pertumbuhan kantor paling tinggi terjadi di kawasan Indonesia bagian timur. Hal ini mercerminkan peningkatan kegiatan ekonomi di wilayah tersebut sejalan dengan prioritas pembangunan. Namun sebagian besar kantor bank masih terkonsentrasi di Jawa, khususnya DKI Jakarta.

Pertumbuhan dana perbankan dalam tahun 1996/97 mencapai 28,3 persen, yang sedikit lebih rendah dari tahun lalu. Giro dan tabungan mencatat pertumbuhan yang lebih tinggi, sementara deposito mencatat pertumbuhan yang lebih rendah. Namun deposito tetap merupakan sumber terbesar dengan jumlah Rp 163,7 triliun. Laju pertumbuhan dana dalam valuta asing menunjukkan sedikit pening- katan, terutama dengan meningkatnya pertumbuhan simpanan valuta

II/55

Page 58: BAB II · Web viewKredit di sektor pertambangan mencatat pertumbuhan tertinggi (lihat Tabel II-20). Peningkatan ini terutama adalah karena bertambahnya kredit pada bidang usaha migas

asing dalam bentuk giro dari 32,8 persen pada tahun 1995/96 menjadi 39,2 persen pada tahun 1996/97.

Pada sisi penyaluran dana juga tercatat kenaikan yang lebih besar dari tahun lalu, yaitu 26,3 persen dibanding 23,6 persen. Ditinjau menurut sektor perbankan, bank swasta nasional tetap merupakan pemberi kredit terbesar yang mencapai Rp 166,4 triliun (lihat Tabel II-19). Pemberian kredit oleh bank pemerintah tumbuh relatif lebih cepat dibanding kelompok bank lain dalam tahun 1996/97.

Sementara itu, laju pertumbuhan kredit pada hampir semua sektor ekonomi meningkat dibanding tahun 1995/96. Kredit di sektor pertambangan mencatat pertumbuhan tertinggi (lihat Tabel II-20). Peningkatan ini terutama adalah karena bertambahnya kredit pada bidang usaha migas serta barang tambang lainnya. Pada sektor jasa-jasa, kredit kepada real estate meningkat dibandingkan dengan tahun sebelumnya, yakni dari 33,5 persen menjadi 60,8 persen. Namun, laju kredit untuk sektor perumahan (KPR) mengalami penurunan.

Jika ditinjau menurut jenis penggunaannya, kredit modal kerja, yang merupakan pangsa kredit terbesar, meningkat 28,9 persen men- jadi Rp 200,6 triliun. Pertumbuhan kredit konsumsi sedikit menurun. Demikian pula dengan kredit investasi yang mencapai Rp 4,5 triliun. Realisasi kredit investasi menurut sektor ekonomi menunjukkan penyaluran kepada sektor perdagangan meningkat lebih besar diban- dingkan kepada sektor lain (lihat Tabel II-21).

Sehubungan dengan peran kredit yang mencatat 76,6 persen dari total aset perbankan, maka faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas kredit perbankan mendapatkan perhatian. Perbankan didorong untuk meningkatkan kualitas analisis, penatausahaan, dan pengawasan kredit yang diberikan dengan lebih baik. Melalui upaya ini, kolektibilitas

II/56

Page 59: BAB II · Web viewKredit di sektor pertambangan mencatat pertumbuhan tertinggi (lihat Tabel II-20). Peningkatan ini terutama adalah karena bertambahnya kredit pada bidang usaha migas

pinjaman mengalami peningkatan yang telah menurunkan proporsi kredit non lancar menjadi 8,8 persen pada tahun 1996 dibandingkan 10,4 persen tahun 1995.

Dalam tahun 1996/97 telah semakin banyak bank yang menerap- kan prinsip kehati-hatian. Untuk aspek permodalan, seluruh bank telah mencapai rata-rata nisbah kewajiban penyediaan modal minimum sebesar 11,8 persen, lebih tinggi dari ketentuan 8 persen. Sebagian besar bank (95,4 persen) juga telah melaksanakan ketentuan nisbah pinjaman terhadap simpanan (NPTS) yaitu tidak lebih dari 110 persen. Penerapan prinsip kehati-hatian dalam kegiatan valuta asing juga telah dipatuhi sebagian besar bank, seperti terpenuhinya keten- tuan posisi devisa neto.

Pemberian kredit untuk usaha kecil juga meningkat dalam tahun 1996/97. Rasio Kredit Usaha Kecil (KUK) mencapai 22,6 persen, diatas rasio yang diwajibkan, dan jumlah bank yang memenuhi per- syaratan tersebut mencapai 57 persen (113 bank). Sebagian besar dari kredit tersebut (97,4 persen) merupakan kredit kepada nasabah dengan plafon sampai dengan Rp 50 juta, yang berarti sebagian besar KUK dinikmati nasabah kecil. Selain itu untuk usaha produktif telah disalur- kan Kredit Kelayakan Usaha (KKU) dengan plafon maksimum Rp 50 juta. Hingga Oktober 1996 telah disalurkan KKU sejumlah Rp 441, 5 miliar untuk sekitar 28.778 pengusaha kecil.

Untuk mendukung program pengentasan kemiskinan telah dilak- sanakan Proyek Hubungan Bank dengan Kelompok Swadaya Masya- rakat (PHBK) dan Proyek Kredit Mikro (PKM). Kelompok swadaya masyarakat yang telah dilayani perbankan meningkat 62,5 persen menjadi 7.587 KSM. Nilai kredit yang disalurkan kepada KSM juga meningkat menjadi Rp 51,7 miliar untuk 273.852 nasabah/anggota kelompok dengan tingkat pengembalian 96,4 persen hingga akhir

II/57

Page 60: BAB II · Web viewKredit di sektor pertambangan mencatat pertumbuhan tertinggi (lihat Tabel II-20). Peningkatan ini terutama adalah karena bertambahnya kredit pada bidang usaha migas

Desember 1996. Sementara itu dalam pelaksanaan PKM telah direa- lisasikan kredit sebesar Rp 1,8 miliar untuk sekitar 3.400 nasabah mikro.

2) Lembaga Keuangan Lainnya

Lembaga keuangan lainnya yang meliputi perusahaan pembia- yaan, asuransi, dana pensiun, pegadaian, dan pasar modal berkem- bang pesat beberapa tahun terakhir ini. Perkembangan ini didorong oleh meningkatnya kegiatan investasi di dalam negeri dengan dana yang semakin besar dan alternatif pendanaan yang makin beragam.

a) Perusahaan Pembiayaan

Selama tahun 1996 jumlah perusahaan pembiayaan (PP) selain modal ventura berkurang 2 perusahaan sehingga menjadi 252 peru- sahaan. Total pembiayaan PP meningkat 3 persen, yang berarti jauh lebih rendah dari pertumbuhan tahun 1995 yang mencapai 55 persen. Penurunan ini merupakan akibat dikeluarkannya ketentuan kehati-hatian dan pengawasan terhadap perusahaan pembiayaan, antara lain mengenai batas maksimum total pinjaman yang diterima dan pinjaman luar negeri perusahaan pembiayaan. Meskipun kegiatan PP relatif menurun, namun kualitas aktiva produktifnya menunjukkan perkem- bangan yang membaik.

Pangsa kegiatan usaha PP menurut jenis usaha mengalami

pergeseran. Pada tahun 1996 kegiatan sewa guna usaha merupakan pangsa terbesar (46 persen), menggantikan posisi kegiatan anjak piutang yang menurun menjadi 30 persen dari 45 persen pada tahun 1995. Sementara itu, kegiatan pembiayaan kartu kredit menurun tajam karena ketatnya persaingan dengan perbankan.

II/58

Page 61: BAB II · Web viewKredit di sektor pertambangan mencatat pertumbuhan tertinggi (lihat Tabel II-20). Peningkatan ini terutama adalah karena bertambahnya kredit pada bidang usaha migas

Usaha modal ventura menunjukkan peningkatan pesat dalam tahun 1996, yaitu bertambahnya jumlah perusahaan dan perusahaan pasangan usaha (PPU), masing-masing menjadi 43 buah dan 527 buah. Pengembangan modal ventura di berbagai daerah di dorong guna mendukung perkembangan usaha perusahaan kecil dan menengah. Telah dibentuk 20 perusahaan modal ventura daerah (PMVD) yang tersebar di tingkat propinsi dan kabupaten dengan PPU PMVD sejumlah 482 perusahaan.

b) Perusahaan Asuransi dan Reasuransi

Kegiatan usaha asuransi juga mengalami peningkatan yang terlihat dari kenaikan jumlah perusahaan, total aktiva, pendapatan premi, dan dana investasi. Hingga Agustus 1996 jumlah perusahaan asuransi dan reasuransi meningkat menjadi 163 perusahaan dan jumlah perusahaan penunjang asuransi mencapai 115 perusahaan. Peningkatan ini antara lain akibat pesatnya pendirian perusahaan patungan terutama di bidang usaha asuransi jiwa. Perkembangan ini menunjukkan masih potensialnya peluang pasar asuransi nasional.

Sementara itu jumlah aktiva perusahaan asuransi meningkat 19,8 persen dari tahun sebelumnya. Jumlah aktiva terbesar terdapat pada perusahaan asuransi sosial, diikuti oleh perusahaan asuransi jiwa, perusahaan asuransi kerugian, dan reasuransi. Dana investasi yang ditanamkan oleh perusahaan asuransi meningkat 26 persen sehingga mencapai Rp 13,4 triliun. Dari sisi penanaman, sebagian besar dana ditanamkan dalam bentuk deposito (53 persen) dan SBI (20 persen).

Pada sisi pendapatan, jumlah premi bruto pada tahun 1995 meningkat 25 persen dari tahun sebelumnya. Dengan peningkatan ini, peranan usaha perasuransian yang dicerminkan oleh nisbah premi bruto terhadap PDB naik dari sekitar 1,5 persen pada tahun 1994

II/59

Page 62: BAB II · Web viewKredit di sektor pertambangan mencatat pertumbuhan tertinggi (lihat Tabel II-20). Peningkatan ini terutama adalah karena bertambahnya kredit pada bidang usaha migas

menjadi 1,6 persen tahun 1995. Nisbah ini menunjukkan usaha perasuransian di Indonesia masih relatif kecil dibandingkan Malaysia (3,7 persen) dan Singapura (3,0 persen).

Meskipun berkembang cepat, asuransi nasional menghadapi masalah keterbatasan dalam bidang permodalan dan keahlian yang mendorong cukup banyak perusahaan asuransi nasional melakukan reasuransi ke luar negeri. Hal ini mendorong peningkatan defisit tran- saksi jasa-jasa asuransi dalam neraca pembayaran. Untuk mengatasi kondisi ini, maka didirikan perusahaan Reasuransi Internasional Indonesia (Reindo) pada awal tahun 1997.

c) Dana Pensiun

Berbagai kebijakan kelembagaan dan kegiatan usaha diarahkan untuk mendorong kegiatan dana pensiun. Sebagai contoh sejak tahun 1997 dana pensiun diperbolehkan melakukan investasi dalam bentuk reksa dana. Ketentuan ini memperluas pilihan investasi yang selanjut- nya dapat mengurangi resiko.

Sampai dengan akhir tahun 1996 jumlah perusahaan dana pensiun

mencapai 261 buah yang terdiri dari 239 dana pensiun pemberi kerja (DPPK) dan 22 dana pensiun lembaga keuangan (DPLK). Jumlah perusahaan ini meningkat 41,1 persen dibanding tahun 1995. Semen- tara itu jumlah aktiva dana pensiun meningkat 47,1 persen menjadi Rp 14,3 triliun pada akhir tahun 1995. Peningkatan ini selanjutnya diikuti oleh naiknya investasi sebanyak 34,4 persen menjadi Rp 10,1 triliun. Sebagian besar investasi ditanamkan dalam bentuk deposito.

d) Pegadaian

Sejalan dengan upaya menyediakan alternatif pembiayaan bagi

II/60

Page 63: BAB II · Web viewKredit di sektor pertambangan mencatat pertumbuhan tertinggi (lihat Tabel II-20). Peningkatan ini terutama adalah karena bertambahnya kredit pada bidang usaha migas

masyarakat luas, usaha pegadaian didorong untuk terus mengembang- kan usahanya. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 1996 tanggal 4 April 1996, Perum Pegadaian dapat mengeluarkan obligasi secara bertahap sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Hal ini dimungkinkan setelah ada perubahan status hukum usaha pegadaian dari perusahaan jawatan (Perjan) menjadi perusahaan umum (Perum). Selain itu untuk memperluas usaha, pegadaian dapat melayani jasa taksiran dan titipan serta fasilitas pegadaian disamping pelayanan jasa pinjaman sebagai usaha utama.

Dalam rangka memperluas wilayah pelayanan Perum Pegadaian, jumlah unit operasional ditingkatkan menjadi 598 kantor cabang yang terdiri dari 544 unit cabang dan 54 unit anak cabang serta melakukan komputerisasi sistem operasional. Dengan langkah-langkah tersebut , dalam tahun 1996 pinjaman yang diberikan meningkat 23 persen sehingga menjadi Rp 1,7 triliun. Sedangkan laba usaha meningkat 33 persen menjadi Rp 31,3 miliar. Nasabah yang dilayani meningkat mencapai 5,03 juta orang.

3) Pasar Modal

Pasar modal menunjukkan perkembangan yang semakin semarak dalam tahun 1996/97. Perkembangan ini merupakan hasil dari upaya meningkatkan transparansi aktivitas di pasar modal, antara lain dengan mengeluarkan peraturan mengenai pedoman penyajian laporan keuangan. Emiten atau perusahaan publik diwajibkan memenuhi format laporan yang lazim berlaku di pasar modal kepada masyarakat maupun Bapepam.

Untuk menggairahkan transaksi obligasi telah dikeluarkan keten- tuan mengenai pengenaan pajak atas bunga obligasi. Dalam ketentuan ini ditetapkan pengenaan pajak sebesar 15 persen yang bersifat final

II/61

Page 64: BAB II · Web viewKredit di sektor pertambangan mencatat pertumbuhan tertinggi (lihat Tabel II-20). Peningkatan ini terutama adalah karena bertambahnya kredit pada bidang usaha migas

atas penghasilan bunga obligasi yang dijual di bursa efek. Khusus untuk penghasilan reksa dana yang berasal dari obligasi tidak dikena- kan ketentuan pajak tersebut.

Sementara itu, untuk lebih menggalakkan kegiatan reksa dana telah dikeluarkan beberapa ketentuan lain seperti mengenai nilai pasar wajar dari efek dalam portofolio reksa dana, dan pedoman akuntansi dalam ikhtisar singkat keuangan reksa dana. Selain itu telah diberikan ijin pendirian perusahaan reksa dana sebanyak 38 buah sehingga mencapai 39 buah. Sampai dengan Februari 1997, perusahaan reksa dana telah berhasil mengelola dana sebesar Rp 3,7 triliun dengan 3,7 miliar lembar unit penyertaan. Adanya reksa dana telah mendorong peningkatan pangsa investor domestik dalam nilai perdagangan dari 34 persen tahun 1995/96 menjadi 45,5 persen tahun 1996/97.

Bersamaan dengan itu kegiatan investor asing tetap meningkat, seperti yang tercermin dari pertumbuhan nilai pembelian saham yang mencapai 81,2 persen dan pertumbuhan nilai penjualan saham sebesar 96 persen. Dengan pola transaksi tersebut, perdagangan saham oleh investor asing mengalami selisih beli positif, yaitu sebesar Rp 3,5 triliun. Hingga akhir tahun 1996/97 pembelian saham oleh investor asing mencapai 24 miliar saham dengan nilai Rp 63,9 triliun.

Sebagai pelaksanaan Undang-Undang Pasar Modal, PT Kliring Deposit Efek Indonesia (KDEI) telah diubah fungsinya dari Lembaga Kliring, Penjamin, dan Penyelesaian (LKPP) menjadi Lembaga Pe- nyimpanan dan Penyelesaian (LPP) dengan nama baru PT Kustodian Deposit Efek Indonesia. Untuk menjalankan fungsi Lembaga Kliring dan Penjaminan (LKP) didirikan PT Kliring dan Penjaminan Efek Indonesia (KPEI).

II/62

Page 65: BAB II · Web viewKredit di sektor pertambangan mencatat pertumbuhan tertinggi (lihat Tabel II-20). Peningkatan ini terutama adalah karena bertambahnya kredit pada bidang usaha migas

Dalam tahun 1996/97 jumlah emiten meningkat 23 buah menjadi 271 perusahaan. Sementara itu nilai emisi meningkat 41,6 persen. Salah satu emiten baru yang memiliki nilai kapitalisasi besar adalah BNI dengan jumlah saham 4,3 miliar dan bernilai Rp 7,1 triliun.

Selama tahun 1996/97 nilai perdagangan saham meningkat lebih cepat daripada tahun sebelumnya. Hal ini tercermin dari nisbah nilai perdagangan dengan kapitalisasi pasar yang meningkat dari 23 persen menjadi 39 persen. Selain itu juga terlihat dari kenaikan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Jakarta (BEJ) maupun di Bur- sa Efek Surabaya (BES). IHSG di BEJ pada awal tahun 1996/97 ter- catat 623,9 dan meningkat menjadi 662,2 pada akhir tahun 1996/97.

Jumlah emiten obligasi juga mengalami kenaikan sebanyak 7 emiten dengan peningkatan penghimpunan dana sebesar 55,2 persen sehingga mencapai Rp 10,5 triliun. Diperkirakan pasar obligasi akan terus berkembang sejalan dengan maraknya kegiatan reksa dana dan relatif tingginya suku bunga/ tingkat diskonto obligasi dibandingkan dengan deposito berjangka (24 bulan).

Dengan maraknya perdagangan saham dan obligasi, peranan pasar modal sebagai alternatif sumber pembiayaan bagi dunia usaha semakin meningkat. Hingga akhir 1996/97 nisbah dana yang dihim- pun di pasar modal terhadap kredit perbankan mencapai 21,4 persen, dibandingkan 18,8 persen pada tahun 1995/96.

Dalam rangka mengembangkan pasar modal pada masa menda- tang, telah dilakukan beberapa penelitian oleh Bapepam, antara lain penelitian upaya peningkatan peranan pemodal lokal, kemungkinan penerbitan obligasi pemerintah daerah, dan penelitian klasifikasi dan sistem informasi pasar modal. Melalui penelitian ini diharapkan pasar modal semakin mampu berfungsi sebagai penggerak dan sarana mobilitas dana masyarakat yang efektif.

II/63

Page 66: BAB II · Web viewKredit di sektor pertambangan mencatat pertumbuhan tertinggi (lihat Tabel II-20). Peningkatan ini terutama adalah karena bertambahnya kredit pada bidang usaha migas

TABEL II – 11PERKEMBANGAN JUMLAH UANG BEREDAR

1993/94. 1994/95 – 1996/97(miliar rupiah)

1) Terhadap tahun sebelumnya

II/64

Page 67: BAB II · Web viewKredit di sektor pertambangan mencatat pertumbuhan tertinggi (lihat Tabel II-20). Peningkatan ini terutama adalah karena bertambahnya kredit pada bidang usaha migas

TABEL II – 12PERBANDINGAN ANTARA TINGKAT KENAIKAN HARGA

DENGAN TINGKAT PERTAMBAHAN JUMLAH UANG BEREDAR1993/94, 1994/95 – 1996/97

1) Terhadap tahun sebelumnya2) Angka diperbaiki

II/65

Page 68: BAB II · Web viewKredit di sektor pertambangan mencatat pertumbuhan tertinggi (lihat Tabel II-20). Peningkatan ini terutama adalah karena bertambahnya kredit pada bidang usaha migas

TABEL II – 13SEBAB-SEBAB PERUBAHAN JUMLAH UANG BEREDAR

1993/94, 1994/95 – 1996/97(miliar rupiah)

1) Angka diperbaiki

II/66

Page 69: BAB II · Web viewKredit di sektor pertambangan mencatat pertumbuhan tertinggi (lihat Tabel II-20). Peningkatan ini terutama adalah karena bertambahnya kredit pada bidang usaha migas

TABEL II – 14PERKEMBANGAN SUKU BUNGA 1)

1993/94, 1994/95 – 1996/97(% tahun)

1) Suku bunga tingkat diskonto periode2) Rata-rata tertimbang3) Rata-rata tertimbang untuk Kredit Non-prioritas.. = Data tidak tersedia

II/67

Page 70: BAB II · Web viewKredit di sektor pertambangan mencatat pertumbuhan tertinggi (lihat Tabel II-20). Peningkatan ini terutama adalah karena bertambahnya kredit pada bidang usaha migas

TABEL II – 15PERKEMBANGAN DANA

PERBANGKAN DALAM RUPIAH DAN VALUTA ASING 1)1993/94, 1994/95 – 1996/97

(miliar rupiah)

1) Terdiri atas dana bank-bank umum, bank pembangunan dan bank-bank tabungan sertaTermasuk dana milik Pemerintah Pusat dan bukan Penduduk

2) Termasuk giro valuta asing3) Terdiri astas deposito berjangka rupiah dan valuta asing, serta termasuk sertifikat deposito4) Terdiri atas Tabanas/Taska dan tabungan lainnya seperti setoran Ongkos Naik Haji (ONH)5) Terhadap tahun sebelumnya6) Angka diperbaiki

II/68

Page 71: BAB II · Web viewKredit di sektor pertambangan mencatat pertumbuhan tertinggi (lihat Tabel II-20). Peningkatan ini terutama adalah karena bertambahnya kredit pada bidang usaha migas

TABEL II – 16PERKEMBANGAN DEPOSITO BERJANGKA

RUPIAH PERBANKAN MENURUT JANGKA WAKTU 1)1993/94, 1994/95 – 1996/97

(miliar rupiah)

1) Termasuk dana milik Pemerintah Pusat dan bukan penduduk serta sertifikatDeposito

2) Termasuk deposito yang sudah jatuh waktu3) Terhadap tahun sebelumnya

II/69

Page 72: BAB II · Web viewKredit di sektor pertambangan mencatat pertumbuhan tertinggi (lihat Tabel II-20). Peningkatan ini terutama adalah karena bertambahnya kredit pada bidang usaha migas

TABEL II – 17PERKEMBANGAN TABUNGAN MASYARAKAT DI PERBANKAN

1993/94, 1994/95 – 1996/97

1) Terhadap tahun sebelumnya

II/70

Page 73: BAB II · Web viewKredit di sektor pertambangan mencatat pertumbuhan tertinggi (lihat Tabel II-20). Peningkatan ini terutama adalah karena bertambahnya kredit pada bidang usaha migas

TABEL II – 18PERKEMBANGAN SERTIFIKAT DEPOSITO BANK 1)

1993/94, 1994/95 – 1996/97(miliar rupiah)

1) Posisi akhir Maret2) Sebelum Maret 1985 merupakan posisi sertifikat deposito

Bank asing, sedangkan sejak Maret 1985 termasuk posisiSertifikat deposito bank umum swasta nasional

II/71

Page 74: BAB II · Web viewKredit di sektor pertambangan mencatat pertumbuhan tertinggi (lihat Tabel II-20). Peningkatan ini terutama adalah karena bertambahnya kredit pada bidang usaha migas

TABEL II – 19PERKEMBANGAN KREDIT MENURUT SEKTOR PERBANKAN 1)

1993/94, 1994/95 – 1996/97(miliar rupiah)

1) Tidak termasuk pinjaman antar bank, pinjaman kepada PemerintahPusat dari bukan penduduk, serta nilai lawan valas pinjaman investasiDalam rangka bantuan proyek

2) Angka diperbaiki3) Termasuk Bank Pembangunan Daerah

II/72

Page 75: BAB II · Web viewKredit di sektor pertambangan mencatat pertumbuhan tertinggi (lihat Tabel II-20). Peningkatan ini terutama adalah karena bertambahnya kredit pada bidang usaha migas

TABEL II – 20PERKEMBANGAN KREDIT MENURUT SEKTOR EKONOMI 1)

1993/94, 1994/95 – 1996/97(miliar rupiah)

1) Tidak termasuk pinjaman antar bank, pinjaman kepada Pemerintah Pusat danBukan penduduk, serta nilai lawan valas pinjaman investasi dalam rangkaBantuan proyek

2) Terhadap tahun sebelumnya

II/73

Page 76: BAB II · Web viewKredit di sektor pertambangan mencatat pertumbuhan tertinggi (lihat Tabel II-20). Peningkatan ini terutama adalah karena bertambahnya kredit pada bidang usaha migas

TABEL II – 21PERKEMBANGAN REALISASI

KREDIT INVESTASI MENURUT SEKTOR EKONOMI 1)1993/94, 1994/95 – 1996/97

(miliar rupiah)

1) Kredit termasuk KIK, KI kepada Pemerintah Pusat dannilai lawan valuta asingPinjaman investasi dalam rangka bantuan proyek

2) Terhadap tahun sebelumnya

II/74