BAB IPENDAHULUAN
1. Latar BelakangTrauma pada tulang belakang adalah cidera
mengenai servikalis, vertebralis dan lumbalis, akibat dari suatu
trauma yang mengenai tulang belakang, seringkali oleh kecelakaan
lalu lintas. Semua trauma tulang belakang harus dianggap suatu
trauma yang hebat, sehingga sejak awal pertolongan dan transportasi
ke rumah sakit penderita harus diperlakukan secara hati-hati trauma
pada tulang belakang dapat mengenai jaringan lunak pada tulang
belakang yaitu ligamen, dan diskus tulang belakang sendiri dan
sumsum tulang belakang. (Suzanne C. Smeltzer :2008). Akibat trauma
medula spinalis adalah paling sering terjadi dan menjadi penyebab
ketidak kemampuan dan kematian di united states. Kira-kira 10 %
trauma sistem saraf mengenai medula spinalis. Diperkirakan lebih
dari 100 ribu oarang menderita paralise. Akibat cidera medula
spinalis dan 10 ribu oarang atau lebih terkena cidera dalam
satahun. Kebanyakan orang yang cedera medula spinalis adalah pria
berumur 18 sampai 25 tahun.Klien yang mengalami cidera medula
spinalis membutuhkan perhatian lebih diantaranya dalam pemenuhan
ADL dan dalam pemenuhan kebutuhan untuk mobilisasi pada
L2-membutuhkan perhatian lebih diantaranya dalam pemenuhan
kebutuhan ADL dan dalam pemenuhan kebutuhan untuk mobilisasi.
Selain itu klien juga beresiko mengalami komplikasi cedera spinal
seperti syok spinal, trombosis vena profunda, gagal napas :
pneumonia dan hiperfleksia autonomic. Maka dari itu sebagai perawat
merasa perlu untuk dapat membantu dalam memberikan asuhan
keperawatan pada klien dengan trauma tulang belakang dengan cara
promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif sehingga masalahnya
dapat teratasi dan klien dapat terhindar dari masalah yang paling
buruk.
2. Rumusan Masalaha. Bagaimana konsep penyakit trauma tulang
belakang.b. Bagaimana asuhan keperawatan trauma tulang belakang.c.
Bagaimana contoh kasus pada asuhan keperawatan dengan klien trauma
tulang belakang.
3. Tujuana. Menjelaskan mengenai konsep penyakit trauma tulang
belakang.b. Menjelaskan mengenai asuhan keperawatan trauma tulang
belakang.c. Menjelaskan mengenai contoh kasus pada asuhan
keperawatan dengan klien trauma tulang belakang.
4. Manfaat Penulisana. Mahasiswa dapat memahami tentang konsep
penyakit trauma tulang belakang.b. Mahasiswa dapat memahami dan
mempraktekkan tentang asuhan keperawatan mengenai trauma tulang
belakang.c. Mahasiswa dapat menjelaskan kasus tutorial asuhan
keperawatan pada klien trauma tulang belakang
BAB IITINJAUAN TEORIA. Konsep Penyakit Trauma Tulang Belakang1.
Pengertian Tulang belakang (vertebrae) adalah tulang yang memanjang
dari leher sampai ke selangkangan. Tulangvertebraeterdiri dari 33
tulang, antara lain: 7 buah tulang servikal, 12 buah tulang
torakal, 5 buah tulang lumbal, 5 buah tulang sacral. Diskus
intervertebrale merupakan penghubung antara dua korpusvertebrae.
Sistem otot ligamentum membentuk jajaran barisan (aligment) tulang
belakang dan memungkinkan mobilitasvertebrae. Di dalam susunan
tulang tersebut terangkai pula rangkaian syaraf-syaraf, yang bila
terjadi cedera di tulang belakang maka akan mempengaruhi
syaraf-syaraf tersebut (Mansjoer, Arif, et al. 2000).Medula
spinalis (spinal cord) merupakan bagian susunan saraf pusat yang
terletak di dalam kanalis vertebralis dan menjulur dari foramen
bagian atas region lumbalis (dapat dilihat pada Figur 3-1 dan 3.-2)
trauma pada medula spinalis dapat bervariasi dari trauma ekstensi
fiksasi ringan yang terjadi akibat benturan secara mendadak sampai
yang menyebabkan transeksi lengkap dari medula spinalis dengan
quadriplegia.Trauma pada tulang belakang (spinal cors injury)
adalah cedera yang mengenai servikal, vertebralis, dan lumbalis
dari suatu trauma yang mengenai tulang belakang (Mutttaqin,
2008).Cidera tulang belakang adalah cidera mengenai cervicalis,
vertebralis dan lumbalis akibat trauma; jatuh dari ketinggian,
kecelakaaan lalu lintas, kecelakaan olah raga dan sebagainya yang
dapat menyebabkan fraktur atau pergeseran satu atau lebih tulang
vertebra sehingga mengakibatkan defisit neurologi (Sjamsuhidayat,
1997).2. Anatomi dan FisiologiMedula spinalis dan batang otak
membentuk struktur continue dari hemisfer serebral dan memberikan
tugas sebagai penghubung otak dan saraf perifer, seperti kulit dan
otot. Panjangnya kira-kira 45 cm dan menipis pada jari-jari
(Smeltzer, 2001).Medula spinalis tersusun dari 33 segmen yaitu 7
segmen servikal, 12 torakal, 5 lumbal, 5 sakral, dan 5 segmen
koksigis. Medula spinalis mempunyai 31 pasang saraf spinal,
masing-masing segmen mempunyai satu untuk setiap sisi tubuh.Columna
Vertebralis atau rangkaian tulang belakang adalah sebuah struktur
lentur yang dibentuk oleh sejumlah tulang yang disebut vertebra
atau ruas tulang belakang, berfungsi melindungi medulla spinalis
dan menunjang berat kepala serta batang tubuh, yang diteruskannya
ke tulang paha dan tungkai bawah. Masing-masing tulang dipisahkan
oleh disitu intervertebralis atau bantalan tulang belakang. Panjang
rangkaian tulang belakang pada orang dewasa dapat mencapai 57-67
cm. Medula spinalis yang keluar dari foramen intervertebralis
dikelompokkan dan dinamai sesuai dengan daerah yang ditempatinya
(Smeltzer, 2001).Struktur medulla spinalis,dikelilingi oleh
meningen, arakhnoid, dan pia mater. Diantara durameter dan kanalis
vertebralis terdapat ruang epidural. Medulla spinalis berbentuk
seperti huruf H dengan badan sel saraf (substansia grisea)
dikelilingi traktus asenden dan desenden (substansia alba). Bagian
yang membentuk H meluas dari bagian atas dan bersamaan menuju
bagian tanduk anterior (anterior horn). Keadaan tanduk-tanduk ini
berupa sel-sel yang mempunyai serabut-serabut, yang membentuk ujung
akar anterior (motorik) dan berfungsi untuk aktivitas yang disadari
dan aktivitas reflex dari otot-otot yang berhubungan dengan medulla
spinalis. Bagian posterior yang tipis (upper horn) mengandung
sel-sel berupa serabut-serabut yang masuk ke ujung akar posterior
(sensorik) dan kemudian bertindak sebagai relay station dalam jaras
reflex/sensorik. Vertebralis dikelompokkan sebagai
berikut:a.Vetebra CervicalisVertebrata cervicalis ini memiliki
dens, yang mirip dengan pasak.Veterbrata cervicalis ketujuh disebut
prominan karena mempunyai prosesus spinosus paling
panjang.b.Vertebra ThoracalisUkurannya semakin besar mulai dari
atas kebawah. Corpus berbentukjantung, berjumlah12 buah yang
membentuk bagian belakang thorax.c.Vertebra LumbalisCorpus setiap
vertebra lumbalis bersifat masif dan berbentuk ginjal,berjumlah 5
buah yang membentuk daerah pinggang, memiliki corpusvertebra yang
besar ukurannya sehingga pergerakannya lebih luas ke arah fleksi.d.
Os. SacrumTerdiri dari 5 sacrum yang membentuk sakrum atau tulang
kengkang dimana ke 5 vertebral ini rudimenter yang bergabung yang
membentuktulang bayi.e. Os. CoccygealTerdiri dari 4 tulang yang
juga disebut ekor pada manusia, mengalami rudimenter. Beberapa
segmen ini membentuk 1 pasang sarafcoccygeal (Price, 2005)Medula
spinalis adalah bagian dari susunan saraf pusat yang seluruhnya
terletak dalam kanalis vertebralis, dikelilingi oleh tiga lapis
selaput pembungkus yang disebutmeningen. Lapisan-lapisan dan
struktur yang mengelilingi medula spinalis dari luar ke dalam
antara lain:a. Dinding kanalis vertebralis (terdiri
atasvertebraedan ligamen)b. Lapisan jaringan lemak (ekstradura)
yang mengandung anyaman pembuluh pembuluh darah vena. 1)
Duramater2) Arachnoid3) Ruangan subaraknoid (cavitas
subarachnoidealis) yang berisiliquor cerebrospinalis4) Piamater,
yang kaya dengan pembuluh-pembuluh darah dan yang langsung
membungkus permukaan sebelah luar medula
spinalisLapisanmeningenterdiri ataspachymeninx(duramater) dan
leptomeninx(arachnoiddanpiamater). Pada masa kehidupan intrauterin
usia 3 bulan, panjang medula spinalis sama dengan panjang kanalis
vertebralis, sedang dalam masa-masa berikutnya kanalis vertebralis
tumbuh lebih cepat dibandingkan medula spinalis sehingga ujung
kaudal medula spinalis berangsur-angsur terletak pada tingkat yang
lebih tinggi. Pada saat lahir, ujung kaudal medula spinalis
terletak setinggi tepi kaudalcorpus vertebrae lumbalis II. Pada
usia dewasa, ujung kaudal medula spinalis umumnya terletak setinggi
tepi kranialcorpus vertebrae lumbalis IIatau setinggidiscus
intervertebralisantaracorpus vertebrae lumbalisI dan II. Terdapat
banyak jalur saraf (tractus) di dalam medula spinalis.
3. Etiologi 1. Kecelakaan di jalan raya (penyebab paling
sering).2. Olahraga.3. Menyelam pada air yang dangkal.4. Luka
tembak atau luka tikam.5. Gangguan lain yang dapat menyebabkan
cedera medula spinalis seperti spondiliosis servikal dengan
mielopati, yang menghasilkan saluran sempit dan mengakibatkan
cedera progresif terhadap medula spinalis dan akar; mielitis akibat
proses inflamasi infeksi maupun non-infeksi; osteoporosis yang
disebabkan oleh fraktur kompresi pada vertebra; siringmielia; tumor
infiltrasi maupun kompresi; dan penyakit vaskular.
4. PatofisiologiCedera medula spinalis kebanyakan terjadi
sebagai akibat cedera pada vertebra. Medula spinalis yang mengalami
cedera biasanya berhubungan dengan akselerasi, deselerasi, atau
kelainan yang diakibatkan oleh berbagai tekanan yang mengenai
tulang belakang. Tekanan cedera pada medula spinalis mengalami
kompresi, tertarik, atau merobek jaringan. Lokasi cedera umumnya
mengenai C1 dan C,, C4, C6, dan Til atau L,. Mekanisme terjadinya
cedera medula spinalis dapat dilihat pada Figur 3-3.Fleksi-rotasi,
dislokasi, dislokasi fraktur, umurnnya mengenai servikal pada C5
dan C6. Jika mengenai spina torakolumbar, terjadi pada T12L1.
Fraktur lumbal adalah fraktur yang terjadi pada daerah tulang
belakang bagian bawah. Bentuk cedera ini mengenai ligamen, fraktur
vertebra, kerusakan pernbuluh darah, dan mengakibatkan iskemia pada
medula spinalis.Hiperekstensi. Jenis cedera ini umumnya mengenai
klien dengan usia dewasa yang memiliki perubahan degeneratif
vertebra, usia muda yang mendapat kecelakaan lalu lintas saat
mengendarai kendaraan, dan usia muda yang mengalami cedera leher
saat menyelam. Jenis cedera ini menyebabkan medula spinalis
bertentangan dengan ligamentum flava dan mengakibatkan kontusio
kolom dan dislokasi vertebrata. Transeksi lengkap dari medula
spinalis dapat mengikuti cedera hiperekstensi. Lesi lengkap dari
medula spinalis mengakibatkan kehilangan pergerakan volunter
menurun pada daerah lesi dan kehilangan fungsi refleks pada isolasi
bagian medula spinalis.Kompresi. Cedera kompresi sering disebabkan
karena jatuh atau melompat dari ketinggian, dengan posisi kaki atau
bokong (duduk). Tekanan mengakibatkan fraktur vertebra dan menekan
medula spinalis. Diskus dan fragmen tulang dapat masuk ke medula
spinalis. Lumbal dan toraks vertebra umumnya akan mengalami cedera
serta menyebabkan edema dan perdarahan. Edema pada medula spinalis
mengakibatkan kehilangan fungsi sensasi.
Trauma mengenai tulang belakang
Cedera kolumna vetebralis, cedera medula spinalis
Blok saraf parasimpatisPerdarahan mikroskopisKerusakan jalur
sipatetik desending
Kelumpuhan otot pernafasanReaksi peradanganTerputusnya jaringan
saraf medula spinalisKehilangan krontrol tonus vasomotor persarafan
simpatis ke jantung
Iskemia dan hipoksemia
Edema pembengkakanReaksi anaestetikSyok spinal
Gangguan pola nafasParalisis dan paraplegiReflek spinal
Aktivasi sistem saraf simpatis
Ileus paralitik, gangguan fungsi rektum dan kandung
kemihPenekanan saraf dan pembuluh darahRespon nyeri hebat dan
akut
Hipoventilasi Hambatan mobilitas fisikKontriksi pembuluh
darah
Gagal nafas
nyeriPenurunan perfusi jaringanKelemahan fisik umum
Resiko infark pada miokard
Kematian
Gangguan eliminasi urine
Disfungsi persepsi spasial dan kehilangan sensori Koma
Penurunan tingkat kesadaran
Penekanan jaringan setempat
Defisit perawatan diri
Kemampuan batuk menurun, kurang mobilitas fisik
Resiko trauma (cidera)Perubahan sensori motorik
Dekubitus
Asupan nutrisi tidak adekuat
Ketidakseimbangan nutrisiResiko terhadap kerusakan integritas
kulitKoping individu tidak efektifResiko ketidakpatuhan terhadap
penatalaksanaan
- Gangguan psikologis-Perubahan proses keluarga- Kecemasan klien
dan keluarga- Resiko penurunan pelaksanaan ibadah spiritual
Resiko ketidakbersihan jalan nafas
5. Klasifikasia. Cedera tulang1) Stabil. Bila kemampuan fragmen
tulang tidak mempengaruhi kemampuan untuk bergeser lebih jauh
selain yang terjadi saat cedera. Komponen arkus neural intak serta
ligamen yang menghubungkan ruas tulang belakang, terutama ligament
longitudinal posterior tidak robek. Cedera stabil disebabkan oleh
tenaga fleksi, ekstensi, dan kompresi yang sederhana terhadap
kolumna tulang belakang dan paling sering tampak pada daerah toraks
bawah serta lumbal (fraktur bajibadan ruas tulang belakakng sering
disebabkan oleh fleksi akut pada tulang belakang).2) Tidak stabil.
Fraktur memengaruhi kemampuan untuk bergeser lebih jauh. Hal ini
disebabkan oleh adanya elemen rotasi terhadap cedera fleksi atau
ekstensi yang cukup untuk merobek ligament longitudinal posterior
serta merusak keutuhan arkus neural, baik akibat fraktur pada
fedekal dan lamina, maupun oleh dislokasi sendi apofiseal.b. Cedera
neurologis1) Tanpa deficit neurologisDisertai defisit neurologis,
dapat terjadi di daerah punggung karena kanal spiral terkecil
terdapat di daerah ini. (Fransisca B. Batticaca 2008).
6. Manifestasi KlinisCedera tulang belakang harus selalu diduga
pada kasus di mana setelah cedera klien mengeluh nyeri serta
terbatasnya pergerakan klien dan punggung. (Fransisca B.Batticaca:
2008)a. Penatalaksanaan Medis1) Terapi dilakukan untuk
mempertahankan fungsi neurologis yang masih ada, memaksimalkan
pemulihan neurologis, tindakan atas cedera lain yang menyertai,
mencegah, serta mengobati komplikasi dan kerusakan neural lebih
lanjut. Reabduksi atas subluksasi (dislokasi sebagian pada sendi di
salah situ tulang--ed.) untuk mendekompresi koral spiral dan
tindakan imobilisasi tulang belakang untuk melindungi koral
spiral.2) Operasi lebih awal sebagai indikasi dekompresi neural,
fiksasi internal, atau debridemen luka terbuka.3) Fiksasi internal
elektif dilakukan pada klien dengan ketidakstabilan tulang
belakang, cedera ligamen tanpa fraktur, deformitas tulang belakang
progresif, cedera yang tak dapat direabduksi, dan fraktur
non-union.4) Terapi steroid, nomidipin, atau dopamin untuk perbaiki
aliran darah koral spiral. Dosis tertinggi metil prednisolon/bolus
adalah 30 mg/kgBB diikuti 5,4 mg/kgBB/jam untuk 23 jam berikutnya.
Bila diberikan dalam 8 jam sejak cedera akan memperbaiki pemulihan
neurologis. Gangliosida mungkin juga akan memperbaiki pemulihan
setelah cedera koral spiral.5) Penilaian keadaan neurologis setiap
jam, termasuk pengamatan fungsi sensorik, motorik, dan penting
untuk melacak defisit yang progresif atau asenden.6) Mempertahankan
perfusi jaringan yang adekuat, fungsi ventilasi, dan melacak
keadaan dekompensasi.7) Pengelolaan cedera stabil tanpa defisit
neurologis seperti angulasi atau baji dari badan ruas tulang
belakang, fraktur proses transversus, spinosus, dan lainnya.
Tindakannya simptomatis (istirahat baring hingga nyeri berkurang),
imobilisasi dengan fisioterapi untuk pemulihan kekuatan otot secara
bertahap.
7. Komplikasi a) Neurogenik shockb) Hipoksia c) Gangguan
paru-parud) Instabilitas spinale) Orthostatic hipotensif) Ileus
paralitikg) Infeksi saluran kemihh) Kontraktur i) Dekubitus j)
Inkontinensia bladder k) Konstipasi (Fransisca B.Batticaca:
2008)
B. Konsep Asuhan Keperawatan1. PengkajianAktivitas dan
istirahatTanda: Kelumpuhan otot (terjadi kelemahan selama syok
spinal) pada bawah lesi. Kelemahan umum atau kelemahan otot (trauma
dan adanya kompresi saraf).SirkulasiGejala: Berdebar-debar, pusing
saat melakukan perubahan posisi.Tanda: Hipotensi, hipotensi
postural, bradikardia, ekstremitas dingin dan pucat. Hilangnya
keringat pada daerah yang terkena.EliminasiTanda: Inkontinensia
defekasi dan berkemih. Retensi urine. Distensi berhubungan dengan
omen, peristaltik usus hilang. Melena, emesis berwarna seperti
kopi, tanah (hematemesis).Integritas egoGejala: Menyangkal, tidak
percaya, sedih, marah.Tanda: Takut, cemas, gelisah, menarik
diri.Makanan atau cairanTanda: Mengalami distensi yang berhubungan
dengan omentum. Peristaltik usus hilang (ileus
paralitik).HigieneTanda: Sangat ketergantungan dalam melakukan
aktivitas sehari-hari (bervariasi).NeurosensorikGejala: Kebas,
kesemutan, rasa terbakar pada lengan atau kaki. Paralisis flaksid
atau spastisitas dapat terjadi saat syok spinal teratasi,
bergantung pada area spinal yang sakit.Tanda: Kelumpuhan, kesemutan
(kejang dapat berkembang saat terjadi perubahan pada syok spinal).
Kehilangan tonus otot atau vasomotor. Kehilangan atau asimetris
termasuk tendon dalam. Perubahan maks:pupil, ptosis, hilangnya
keringat dari berbagai tubuh yang terkena karena pengaruh trauma
spinal.Nyeri/kenyamananGejala: Nyeri atau nveri tekan otot.
Hiperestesia tepat di atas daerah trauma.Tanda: Mengalami
deformitas. Postur dan nyeri tekan vertebral.PernapasanGejala:
Napas pendek, kekurangan oksigen, sulit bernapas.Tanda: Pernapasan
dangkal atau labored, periode apnea, penurunan bunyi napas, ronkhi,
pucat, sianosis.KeamananGejala: Suhu yang berfluktuasi (sunu tubuh
diambil dalam suhu kamar).SeksualitasGejala: Keinginan untuk
kembali berfungsi normal.Tanda: Ereksi tidak terkendali (pripisme),
menstruasi tidak teratur.Penyuluhan/pembelajaranRencana pemulangan:
Klien akan memerlukan bantuan dalam transportasi, berbelanja,
menviapkan makanan, perawatan diri, keuangan, pengobatan atau
terapi, atau tugas sehari-hari di rumah. Klien akan membutuhkan
perubahan susunan rumah, penempatan alat di tempat
rehabilitasi.
2. Diagnosis Keperawatana. Ketidakefektifan pola napas yang
berhubungan dengan kerusakan kerusakan tulang punggung, disfungsi
neurovaskular, kerusakan sistem muskuloskletal.b. Gangguan
mobilitas fisik yang berhubungan dengan gangguan neurovaskular.c.
Gangguan komunikasi verbal yang berhubungana dcdengan gangguan
sirkulasi serebral.d. Risiko penurunan curah jantung yang
berhubungan dengan kerusakan jaringan otak.e. Risiko cedera jatuh
yang berhubungan dengan paralisis.f. Risiko aspirasi yang
berhubungan dengan kehilangan kemampuan menelan.g. Gangguan
pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan
dengan ketidakmampuan menelan akibat sekunder dari paralisis.
3. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATANa. Gangguan pertukaran gas yang
berhubungan dengan ketidakseimbangan perfusi ventilasi dan
perubahan membran alveolar kapiler, ditandai dengan:
INTERVENSIRASIONAL
1. Istirahatkan klien dalam posisisemifowler.Posisi semifowler
membantu dalam ekspansi otot-otot pernansan dengan pengaruh
gravitasi.
2. PertahankanoksigenasiNRM8-10I/mnt.Oksigen sangat penting
untuk reaksi yang memelihara suplai ATP. Kekurangan oksigen pada
jaringan akan membentuk asam laktat (asidosis metabolik serta
asidosis respiratorik) yang dapat akan menghentikan metabolisme.
Regenerasi ATP akan berhenti sehingga tidak ada lagi sumber energi
yang terisi dan terjadi kematian.(Roper N, 1996)
3. Observasi tanda vital tiap jamatau sesuai respons klien.
Normalnya TB akan sama pada berbagai posisi.
Nadi menandakan tekanan dinding arteri. Denyut nadi >50 x/mnt
menunjukkan penurunan elastisitas arteri, yangakan aliran darah
arteri dan kekurangan transpor oksigenTekanan nadi < 30 x/mnt
menandakan insufislensi sirkulasi volume darah, yang mengakibatkan
kekurangan oksigen pada ringan.Suhu aksila normalnya
36,7C.Suhutubuh abnormaldisebabkan oleh mekanismepertahanan tubuh
yang menandakan tubuh kehilangar. dayatahan atau mekanisme
pengaturan suhu tubuh yang buruk.(Campbell, 1978)Sesak napas
merupakan suatu bukti bahwa tubuh suatil mekanisme kompensasi
sedang bekerja guna mencobil membawa 02 lebih banyak ke jaringan.
Sesak napas pad; penyakit paru dan jantung mengkhawatirkan karena
dap' timbul hipoksia.(Roper N,1996)
4. Kolaborasi pemeriksaan AGD.
b. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral yang berhubungan
dengan peningkatan intrakranialINTERVENSIRASIONAL
1. Ubah posisi klien secaraberangsur.Klien dengan paraplegia
risiko terjadi luka tekan (dekubitus).Perubahan posisi setiap 2 jam
atau sesuai respons klien mencegah terjadinya luka tekan akihat
tekanan yang lama karena jaringan tersebut akan kekurangan nutrisi
dan oksigen yang dibawa oleh darah.
2. Atur posisi klien hedrest.
Bedrestbertujuan mengurangi kerja tisik, beban kerja jantung;
mengatasi keadaan high output, yang disebabkan oleh tiroksin,
anemia, beri-beri, dan lainnya; mengatasi keadaar yang capat
menyebabkan demam, takikardia; memperhaik shunt arterioventrikuler,
fistula AV, paten duktus ante; loins dan yang merupakan beban kerja
jantung.Soeparman, 1987)
3. Jaga suasana tenang.
Suasana tenang akan memberikan rasa nyaman pada kilo! dan
mencegah ketegangan.
4. Kurangi cahaya ruangan.
Cahaya merupakan salah satu rangsangan yang berisik terhadap
peningkatanTlK.
5. Tinggikan kepala.
Membantudrainase vena untuk
mengurangikongesserebrovaskular.(Carpenito,1995)
6. Hindari rangsangan oral.Rangsangan oral risiko terjadi
peningkatan TIK.
7. Angkat kepala dengan hati-hati.Tindakan yang kasar berisiko
terhadap peningkatan TIK.
8. Awasi kecepatan tetesan cairn infus.Mencegah resiko
ketidakseimbangan cairan.
9. Berikan makanan menggunakan sonde sesuai jadwal.Mencegah
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh dan
mempercepat proses penyembuhan.
10. Pasang pagar tempat tidur.
Mencegah risiko cedera jatuh dari tempat tidur akibat tidak
sadar.
11. Hindari prosedur non-esensial yang berulang.Meminimalkan
peningkatan TIK.
12. Pantau tanda dan gejalapeningkatan TIK dengan cara:*Kaji
respons membuka mata4 = spontan3 = dengan perintah2 = dengan nyeri1
= tidak berespon"Kaji respons verbal5 = bicara normal (orientasi
orang, waktu, tempat, clan situasi)4 = kalimat tidak mengandung
arti3 = hanya kata-kata saja2 = hanya bersuara1 = tidak ada
suaraKaji respons motoric6= dapat melakukan semua perintah rangsang
nyeri5= melokalisasi nyeri4= menghindari nyeri3= fleksi2=
ekstensi1= tidak beresponsFungsi kortikal dapat dikaji
dengartrnengevaluasi pernbukaan mata dan respons motorik. Tidak ada
respons menunjukkan kerusakan mesenfalon.(Hickey, 1992 cit
Carpenito, 1995)
13. Kaji respons pupil:Pergerakan mata konjugasi diatur oleh
saraf bagian korteks dan batang otak.Perubahan pupil menunjukkan
tekanan pada saraf okulomotorius atau optikus.(Hickey 1992 cit
Carpenito 1995)
14. Periksa pupil dengan senter.
Saraf kranial VI atau saraf berhubungan dengan abdusen, mengatur
dan berhubungan dengan abduksi math. Saraf kranial V atau saraf
fasialis, juga mengatur pernerakan mata.
15. Kaji perubahan tanda vital.
Perubahan tanda vital menandakan peningkatan TIK.(Hickey, 1992
cit Carpenito. 1995).Perubahan nadi dapat menunjukkan tekanan
batang otak, pada awalnya melambat kemudian meningkat untuk
mengompensasi hipoksia.Pola pernapasan beragam sesuai gangguan pada
berbagal lokasi.Pernapasan Cheyne-Stokes (peningkatan bertahap
diikut penurunan bertahap lalu periode apnea) menunjukkar kerusakan
kedua hemisfer serebri, mesenfalon, dan pons atas.
Pernapasanataksia (tidakteraturdengan pernapasan dalam dan dangkal)
menandakan disfungsi medular Ketidakteraturan pernapasan:frekuensi
(f) melambat dengan pemanjangan periode apnea Peningkatan tekanan
darah dan pelebaran tekanan me merupakan tanda awal yang
menunjukkan hipoksia.
16. Catat muntah, sakit kepala (konstan, letargi), gelisah
pernapasan yang kuat, gerakan yangtidak bertujuan dan perubahan
fungsiMuntah aklbat dart tekanan pada medula.Perubahan yang jelas
(contoh letargi, gelisah, pernapasan yang kuat, gerakan yang tak
bertujuan dan perubahanfungsi mental). Kompresi pergerakan
saraf,peningkatan TIK, dan peningkatan nyeri.Perubahan ini
merupakan indikasi awal perubahan TIK merangsang pusat muntah di
otak dan mengejan yang dapat mengakibatkan maneuver valsava.
17. Konsul dengan dokter untuk pemberian pelunak feses bila
diperlukan.Pelunak feses mencegah konstipasi.
c. Gangguan atau kerusakan mobilitas fisik yang berhubungan
dengan gangguan neurovaskularINTERVENSIRASIONAL
1.Kaji fungsi motorik dan sensorik dengan mengobservasi setiap
ekstremitas secara terpisah terhadap kekuatan dan gerakan normal,
respons terhadap rangsang.
Lobus frontal dan parietal berisi saraf-saraf yang mengatur
fungsi motorik dan sensorik dab dapat dipengaruhi oleh iskernia
atau peningkatan tekanan.(Rudi 1984 cit Carpenito 1995)
2.Ubah posisi klien setiap 2 jam.
Mencegah terjadinya luka tekan akibat tidur terlalu lama pada
satu sisi sehingga jaringan yang tertekan akan kekurangan nutrisi
yang dibawa darah melalui oksigen.Jangan gunakan bantal di bawah
lutut saat klien posisi telentang karena risiko terjadinya
hiperekstensi pada luta Tetapi letakkan gulungan handuk dalam
jangka waktu singkat.
3.Lakukan latihan secara teratur dan letakkan telapak kaki klien
di lantai saat duduk di kursi atau papan penyangga saat tidur di
tempat tidur.Mencegah deformitas dan komplikasi seperti
foothop.
4. Topang kaki saat mengubah posisi dengan meletakkan bantal di
satu sisi saat membalik klien.Dapat terjadi dislokasi panggul jika
meletakkan kaki terkulai dan jatuh.Dan mencegah fleksi.
5. Pada saat klien di tempat tidur letakkan bantal di ketiak di
antara lengan atas dan Binding dada untuk mencegah abduksi bahu dan
letakkan lengan posisi berhubungan dengan abduksi sekitar 60oPosisi
ini membidangi bahu dalam berputar dan mencegah edema dan akibat
fibrosis.
6. Jaga lengan dalam posisi sedikit fleksi.Letakan telapak
tangan di atas bantal lainnya seperti posisi patung Liberty dengan
siku di atas bahu dan pergelangan tangan di atas siku.Mencegah
kontraktur fleksi.
7. Letakkan tangan dalam posisi berfungsi dengan jari-jari
sedikit fleksi dan ibu jari dalam posisi berhubungan dengan
abduksi. Gunakan pegangan berbentuk roll. Lakukan latihan pasif.
Jika jari dan pergelangan spastik, gunakan splint.Membantu klien
hemiplegia latihan di tempat tidur berarti memberika harapan dan
mempersiapkan aktivitas di kemudian hari akan perasaan optimis
sembuh.
8. Lakukan latihan di tempat tidur. Lakukan latihan kaki
sebanyak 5 kali kemudian ditingkatkan secara perlahan sebanyak 20
kali setiap kali latihan.Klien hemiplegia dapat belajar menggunakan
kakinya yang mengalami kelumpuhan.
9. Lakukan latihan berpindahh (ROM) 4 X sehari setelah 24 jam
serangan stroke jika sudah tidak mendapat terapi.Lengan dapat
menyebabkan nyeri dan keterbatasan pergerakan berhubungan dengan
fibrosis sendi atau subluksasi.
10. Bantu klien duduk atau turun dari tempat tidur.Klien
hemiplegia mempunyai ketidakseimbangan sehingga perlu dibantu untuk
keselamatan dan keamanan.
11. Gunakan kursi roda bagi klien hemiplegia.Klien hemiplegia
perlu latihan untuk belajar berpindah tempat dengan cara aman dan
kursi, toilet, dan kursi roda.
d. Kurang perawatan diri (mandi, gigi,
berpakaian)yangberhubungan dengan paralisisINTERVENSIRASIONAL
1.Lakukan oral higiene.
Membersihkanmulutdangigiklien,perawat dapat menemukan berbagai
kelainan seperti adanya gigi palsu, karies gigi, krusta, gusi
berdarah, bau aseton sebagai ciri khas penderita DM, serta adanya
tumor. Temuan ini harus dilaporkan perawat.
2. Bantu Klien mandi.Kolonisasi bakteri pada kulit segera
dimulai setelah lahir, walaupun mikroorganisme tersebut tidak
patogen, namun dapat bereproduksi selama 20 menit, dan menjadi
ancaman jika kulit tidak utuh.Memandikan klien merupakan, salah
satu cara memperkecil infeksi nosokomial. Dengan memandikan klien,
perawat akan menemukan berbagai kelainan pada kulit seperti tanda
lahir, luka memar, callus, kulit pucat karena dingin, kutil, bentuk
kuku, dekubitus, ruam kulit, ulkus atau borok.(Roper N, 1996)
3. Bantu klien berpakaian.Beberapa rumah sakit menyediakan
pakalan khusus untuk klien. Namun ada yang tidak. Wien yang harus
mengenakan pakalan FIS karena dirawat dalam keadaan emergensi,
tidak ada keluarga yang mengurus cucian pakaian, menderita penyakit
menular, menderita inkontinensia urine, atau akan melaksanakan
tindakan pembedahan.
4. Bantu klien menyisir rambut.Menyisir rambut merupakan bentukk
fisioterapi.Menyisir rambut klien. Dilakukan perawatan terutama
pada klien yang tidak berdaya.(Roper N, 1996)
5.Bantu klien mengganti alas tempat tidur.Merupakan salah satu
kebutuhan fisiologis manusia. Klien yang tak berdaya dapat
mengalami inkontinensia BAB dan BAK sehingga menimbulkan bau di
sekitarnya dan infeksi kulit, sehingga perawat perlu memberikan
bantuan.
6. Ganti alas tempat tidurPengalas tempat tidur yang
kotormerupakan tempat berkembang biaknya kuman.
e. Gangguankomunikasi verbal yang berhubungandengangangguan
sirkulasi serebralINTERVENSIRASIONAL
1. Lakukan terapi bicara.
Komunikasi membantu meningkatkan proses penyampaiardan
penerimaan bahasa. Beberapa klien afasia perlu terap bicara
sehingga perlu dilakukan sedini mungkin Komunikas akan efektif,
Klien yang memahami bahasa akan merespont bahasa atau pesan dari
komunikasi.
2.Kolaborasidenganahliterapibicara.
3. Gunakan petunjuk terapi bicara (Jika klien tidak memahami
bahasa lisan, ulangi petunjuk sederhana sampai mereka mengerti
seperti 'minum jus'; 'jangan tutup').Klien akan mendengar,bicara
pelan, dan jelas. Gunakan komunikasi nonverbal. jikaklien tidak
dapatmengenal objek dengan menyebut namanya, berikan latihan
menerima imaginasi kata. Contoh:tunjukkanobjekdan
sebutkannamanya(misalnya tangan, gelas). - jika klien sulit
mengerti ekspresi verbal, berikan latihan dengan mengulangi kata
'kamu', mulai dengan kata sederhana dan pemahaman ('ya';' tidak';
'di sini makan pagi'). - jika berjalan dengan klien afasia, latihan
kalimat (lambat), dan jarak (berikan waktu klien untuk
merespons).Bantu klien afasia berkomunikasi.Berikanmodelseperti
berkomunikasi.Dengarkan dan amati secara saksama saat berkomunikasi
denganklien afasia. Coba memahami untuk mencegah (antisipasi)
kebutuhan klien afasia, untuk memahami perasaan tak rnampu
berkomunikasi. Jika berkomunikasi dengan klien afasia yang sulit
dipahaml, berdiri dengan jarak 6 kaki dan langsung herhadapandengan
klien. Langsung ke topik pembicaraan dan katakan ketika kamu akan
mengganti topik. Jika kata-kata klien kurang jelas, berikan
petunjuk sederhana dan ulangi hingga klien mengerti. Jika klien
menderita afasia, sering lakukan latihan dengan menggunakan objek
untuk memudahkan ingatan. Jika klien menderita motoric afasia,
bantu latihan dalam mencoba mengulangi kata-kata dan suara sesudah
perawat.
f. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang
berhubungan dengan ketidakmampuan menelan sekunder terhadap
paralisis INTERVENSIRASIONAL
1. Kaji kebiasaan makan klien.Kebiasaan makan klien akan
memengaruhi keadaan nutrisinya.
2.Catat jumlah makanan yang dimakan.Makanan yang telah
disediakan disesuaikan dengan kebutuhan klien.
3. Kolaborasi dengan tim gizi dan dokter untuk penentuan kalori.
Diet sesuai dengan penyebab stroke seperti hipertensi, DM, dan
penyakit lainnyaPemberian makanan pada klien disesuaikan dengan
kebutuhan nutrisi dan diagnosis penyakit. Pemberian makan
disesuaikan usia, jenis, kelamin, BB dan TB, aktivitas, suhu tubuh,
metabolic. Kebutuhan karbohidrat disesuaikan dengan kesanggupan
tubuh untuk menggunakannya.
g. Risiko aspirasi yang berhubungan dengan kehilangan kemampuan
untuk menelan, ditandai dengan :INTERVENSIRASIONAL
1. Kaji tanda aspirasi seperti demam, bunyi crackles, bunyi
ronkhi, bingung, penurunan PaO2 pada AGD, memberikan makan dengan
oral atau NGT dengansenter pada bagian pipi dengan spatel, lemaskan
otot lidah, gunakan tisu lembut di bawah mandibular dan angkat
ujung lidah dari belakang.Klien dengan hemiplegia mengalami
kelemahan menelan sehingga risiko aspirasi.
2. Kaji perubahan warna kulit seperti sianosis, pucat.Jika
terjadi aspirasi klien akan mengalami kesulitan bernapas sehingga
terjadi gangguan pertukaran gas yang ditandai dengan sesak napas,
sianosis, pucat.
h. Risikocederaatautraumayang berhubungandengan paralisis
INTERVENSIRASIONAL
1. Pasang pagar tempat tidur.Pagar tempat tidur melindungi Wien
dengan hemiplegia terjatuh dari tempat tidur. Klien dengan gangguan
sensasi risiko trauma.
2. Gunakan cahaya yang cukup.3. Anjurkan klien berjalan
perlahan.4. Anjurkan istirahat cukup saat berjalan.5. Kaji adanya
tanda trauma pada kulit.Gangguan visualmeningkatkan risiko klien
hemiplegia trauma.
BAB IIIASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. M (48 TH) DENGAN GANGGUAN
SISTEM PERSYARAFAN: TRAUMA TULANG BELAKANG
A. Pengkajian1. Pengumpulan dataa. IdentitasNama: Tn. MUmur: 48
TahunJenis kelamin: Laki-lakiDiagnosa Medis: Trauma tulang
belakangRuangan: 19 B b. Riwayat kesehatan1) Riwayat Kesehatan
Sekaranga) Keluhan utama masuk Rumah SakitSejak 3 minggu yang lalu
sebelum masuk rumah sakit pasien mengatakan nyeri pada punggung,
sering merasa kesemutan dan baal-baal pada kedua tungkai,
inkontinensia urine dan kesulitan buang air besar. Sehingga pasien
datang ke rumah sakit untuk diberikan perawatan. b) Keluhan utama
saat pengkajianPada saat dikaji klien mengeluh nyeri punggung.
Nyeri dirasakan pada daerah punggung.c. Pemeriksaan fisik1) Sistem
pencernaanPerut terlihat kembung, bising usus 5x/menit, perkusi
dullnes, teraba keras, BAB (-).2) Sistem perkemihanSuprapubis
terlihat datar, perkusi vesika urinaria timpani, tidak terdapat
nyeri tekan pada area suprapubis.
3) Sistem musculoskeletal- Ekstremitas atas : Bentuk simetris,
tidak ada lesi, kekuatan otot 5l5- Ekstremitas bawah : Bentuk
simetris, kekuatan otot 0l0,klien sering merasa kesemutan dan
baal-baal pada kedua tungkai5500
4) Sistem integumenTerdapat luka decubitus grade 2 pada area
bokong5) Sistem persarafan KesadaranKeadaan umum lemah, kesadaran
compos mentis(CM), nilai GCS 15 (E4M6V5), klien dapat berorientasi
terhadap orang, waktu dan tempat.
2.Analisa DataNoDataInterpretasi DataMasalah
1.DS : Klien mengeluh nyeri pada area pungung.DO : -Nyeri
2.DS : Klien mengaku sering kencing tidak disadariGangguan
eliminasi urine
3DS: Klien mengaku susah buang air besarGangguan eliminasi
fecal
4DS : -DO: Terdapa decubitus grade 2 pada area bokongResiko
infeksi
5DS : Klien mengeluh lemasDO : Klien tampak lemahGangguan
mobilisasi fisik
6DS :-DO : terdapat dekubitus pada area bokongKerusakkan
Integritas kulit
B. Diagnosa Keperawatan1. Nyeri berhubungan dengan kerusakkan
tulang punggung2. Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan
menurunnya kontrol spingter 3. Gangguan eliminasi fecal berhubungan
paralisis otot ditandai dengan menurunnya peristaltik usus4. Resiko
infeksi berhubungan dengan adanya decubitus5. Gangguan mobilisasi
fisik berhubungan dengan kelemahan 6. Kerusakkan integritas kulit
berhubungan dengan adanya decubitus
C. Rencana KeperawatanDXIntervensi
TujuanTindakanRasional
1Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 X 24 jam klien
mampu mengontrol nyerikriteria hasil : 1) Melaporkan nyeri hilang
atau terkontrol2) Mengikuti program pengobatan yang diberikan3)
Menunjukan penggunaan teknik relaksasi
1.Atur posisi nyaman dan latih nafas dalam2. Latih teknik
relaksasi dan distraksi3. Observasi status nyeri (skala, lokasi,dan
waktu)4. Berikan terapi obat analgetik sesuai order dokter 5.
Berikan penkes mengenai proses perjalanan nyeri1. Posisi nyaman dan
nafas dalam dapat membantu mengurangi rasa nyeri2. Teknik relaksasi
dan distraksi dapat digunakan untuk mengalihka perhatian terhadap
nyeri3. Mengetahui perkembangan klien dan sebagai bahan evaluasi
keefektifan intervensi yang diberikan4. Analgetik dapat mengurangi
atau bahkan mengurangi nyeri5. Menambah pengetahuan klien
2Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam pola
eliminasi kembali normal, dengan kriteria hasil : produksi urine 50
cc/jam, keluhan eliminasi uirine tidak ada1. Kaji pola berkemih,
dan catat produksi urine tiap jam.2. Palpasi kemungkinan adanya
distensi kandung kemih.3. Anjurkan pasien untuk minum 2000
cc/hari.4. Pasang dower kateter.
1. mengetahui fungsi ginjal2. Mengetahui penuh atau tidaknya
vesika urinaria3. membantu mempertahankan fungsi ginjal.4. membantu
proses pengeluaran urine
3Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam masalah
konstipasi dapat teratasi dengan kriteria hasil : Pasien dapat BAB
dengan lancar Klien tidak mengalami konstipasi1. Auskultasi bising
usus, catat lokasi dan karakteristiknya.2. Catat adanya keluhan
mual dan ingin muntah, pasang NGT.3. Berikan diet seimbang TKTP
cair4. Berikan obat pencahar sesuai pesanan.
1. Bising usus mungkin tidak ada selama syok spinal.2.
Pendarahan gantrointentinal dan lambung mungkin terjadi akibat
trauma dan stress.3. Meningkatkan konsistensi feces4. Merangsang
kerja usus
4Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, resiko
infeksi dapat dihindari dengan kriteria hasil : Tidak ada
tanda-tanda infeksi Suhu tubuh normal (37oC) Luka tidak ada nanah1.
Berikan perwatan luka dengan memperhatikan teknik steril2. Atur
posisi klien untuk miring kiri miring kanan setiap 1 jam sekali3.
Ganti linen setiap hari4. Observasi status luka setiap hari5.
Berikan terapi antibiotik sesuai order dokter6. Berikan penkes
untuk menjaga kebersihan1. Perawatan luka dengan teknik steril
dapat mencegah infeksi pada luka2. untuk mencegah decubitus
berrtambah parah3. Linen yang bersih dapat membantu mencegah
terjadinya ifeksi4. Untuk mengetahui perkembangan luka klien dan
keefektifan tindakan5. Antibiotik dapat digunakan untuk mrmbunuh
mikroorganisme penyebab infeksi6. Untuk menambah pengetahuan
klien
5Selama perawatan gangguan mobilisasi bisa diminimalisasi sampai
cedera diatasi dengan pembedahan. Kriteria hasil : tidak ada
kontrakstur, kekuatan otot meningkat, pasien mampu beraktifitas
kembali secara bertahap.
1. Kaji secara teratur fungsi motorik.2. Instruksikan pasien
untuk memanggil bila minta pertolongan.3. Lakukan log rolling. :4.
Pertahankan sendi 90 derajad terhadap papan kaki.5. Ukur tekanan
darah sebelum dan sesudah log rolling.6. Inspeksi kulit setiap
hari.7. Berikan relaksan otot sesuai pesanan seperti diazepam.
1. Berguna untuk membatasi dan mengurangi nyeri yang berhubungan
dengan spastisitas.2. Gangguan sirkulasi dan hilangnya sensai
resiko tinggi kerusakan integritas kulit.3. Mengetahui adanya
hipotensi ortostatik4. Mencegah footdrop5. Membantu rom secara
pasif6. Memberikan rasa aman7. Mengevaluasi keadaan secara umum
6Seteah dilakukan tindakan keperawatan selama 6x24 jam kerusakan
integritas kulit dapat teratasi dengan kriteria hasil: Luka
menunjukan tanda-tanda sudah mengering Kulit menjadi normal
kembali1.ganti balutan setiap hari2.pertahankan sterilitas saat
penggantian balutan3.monitor sekitar luka4. kolaborasi dengan
dokter penggunaan obat antibiotik1. mempercepat proses penyembuhan
dan luka dapat cepat kering2. tetap steril agar tidak terjadi
infeksi3. mengetahui adanya tanda-tanda infeksi dan perbaikan
luka4. antibiotik dapat mencegah terjadinya infeksi
BAB IVKESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A.KesimpulanUntuk dapat memberikan layanan asuhan keperawatan
yang bermutu, perawat harus membekali dirinya dengan meningkatkan
ilmu pengetahuannya tentang keperawatan yang tentunya harus
diimbangi oleh kemampuan teknis keperawatan itu sendiri. Hal ini
sangat penting sehingga seorang perawat akan mampu mengatasi atau
mengantisipasi segala masalah yang akan timbul kemudian selama
melaksanakan asuhan keperawatan. Berdasarkan pembahasan di atas
dapat di simpulkan bahwa trauma spinal adalah injuri/cedera/trauma
yang terjadi pada spinal, meliputi spinal collumna maupun spinal
cord, dapat mengenai elemen tulang, jaringan lunak, dan struktur
saraf pada cervicalis, vertebralis dan lumbalis akibat trauma
berupa jatuh dari ketinggian, kecelakaan lalu lintas, kecelakaan
olah raga, dan sebagainya yang dapat menyebabkan fraktur atau
pergeseran satu atau lebih tulang vertebra sehingga mengakibatkan
defisit neurologi.Berdasarkan teori yang ada, masalah yang mungkin
muncul pada klien dengan trauma tulang belakang adalah1.
Gangguanpertukarangasyang berhubungan dengan ketidakseimbangan
perfusi ventilasi dan perubahan membran alveolar kapiler2.
Ketidakefektifan perfusi jaringanserebral yang berhubungan dengan
peningkatan intracranial.3. Gangguan atau kerusakan mobilitas fisik
yang berhubungan dengan gangguan neurovascular.4. Kurang perawatan
diri (mandi, gigi, berpakaian)yang berhubungan dengan paralisis.5.
Gangguankomunikasi verbal yang berhubungandengangangguan sirkulasi
serebral.6. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
yang berhubungan dengan ketidakmampuan menelan sekunder terhadap
paralisis7. Risiko aspirasi yang berhubungan dengan kehilangan
kemampuan untuk menelan, 8. Risikocederaatau traumayang
berhubungandengan paralisis
Dari masalah yang mungkin muncul tersebut proses keperawatan
mutlak harus dilakukan. Kelima proses keperawatan yaitu
(pengkajian, analisa data, diagnosa keperawatan, perencanaan, dan
evaluasi) harus dilakukan agar asuhan keperawatan yang diberikan
dapat efektif.
B. SaranBerdasarkan kesimpulan diatas, maka penulis menyarankan
beberapa hal diantaranya : 1. Mahasiswa dapat memahami asuhan
keperawatan pada klien dengan trauma tulang belakang2. Mahasiswa
dapat mengaplikasikan teori yang ada dalam paraktik keperawatan
pada pasien dengan trauma tulang belakang.3. Mahasiswa diharapkan
dapat melakukan asuhan keperawatan pada klien dengan trauma tulang
belakang dengan baik
DAFTAR PUSTAKABatticaca, F. 2008. Asuhan Keperawatan Klien
dengan Gangguan Sistem Persyarafan. Jakarta : Salemba MedikaBrunner
& Suddarth, 2008. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8
vol 3. Jakarta : EGCMuttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien
dengan Gangguan Sistem Persyarafan. Jakarta : Salemba Medika
37