BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENCEMARAN LINTAS BATAS NEGARA, PERTANGGUNGJAWABAN DAN PENYELESAIAN SENGKETA INTENASIONAL 2.1 Tinjauan Umum Kasus Pencemaran Minyak Mentah Lintas Batas Negara di Laut Timor Berdasarkan ketentuan Pasal 193 United Nation Convention on the Law Of the Sea (UNCLOS) tahun 1982 setiap negara mempunyai hak untuk mengeksploitasi sumber daya alamnya, yang harus dilaksanakan sejalan dengan kebijakan lingkungan nasionalnya dan kewajiban mereka tentang perlindungan dan pelestarian lingkungan laut. Dalam Pasal 3 Konvensi Keanekaragaman Hayati 1992 juga menyatakan, negara berdaulat untuk memanfaatkan sumber-sumber dayanya sesuai dengan kebijakan pembangunan lingkungannya sendiri, dan tanggung jawab untuk menjamin bahwa kegiatan-kegiatan yang dilakukan di dalam yurisdiksinya atau kendalinya tidak akan menimbulkan kerusakan terhadap lingkungan negara lain atau kawasan diluar batas yurisdiksi nasionalnya. Berdasarkan Deklarasi Stockholm 1972 ( Stockholm Declaration) terdiri dari pembukaan dan 26 asas dan rencana aksi ( action plan) yang terdiri dari 109 rekomendasi. Pada prinsipnya, Deklarasi Stockholm menyatakan bahwa manusia memegang tanggung jawab untuk melindungi dan memperbaiki lingkungan untuk generasi sekarang dan mendatang dan negara-negara juga mempunyai hak berdaulat untuk mengeksploitasi sumber daya mereka sendiri sesuai dengan kebijakan lingkungan mereka sendiri dan tanggung jawab untuk memastikan bahwa aktivitas dalam yurisdiksi atau control mereka tidak menyebabkan kerusakan untuk lingkungan negara-negara
21
Embed
BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENCEMARAN LINTAS … II.pdf · yang terjadi di Inggris, antara Rylands vs. Fletcher, memperkenalkan pertama kalinya teori ini. 6 Beberapa perundang-undangan
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
21
BAB II
TINJAUAN UMUM MENGENAI PENCEMARAN LINTAS BATAS NEGARA,
PERTANGGUNGJAWABAN DAN PENYELESAIAN SENGKETA
INTENASIONAL
2.1 Tinjauan Umum Kasus Pencemaran Minyak Mentah Lintas Batas Negara di
Laut Timor
Berdasarkan ketentuan Pasal 193 United Nation Convention on the Law Of the
Sea (UNCLOS) tahun 1982 setiap negara mempunyai hak untuk mengeksploitasi
sumber daya alamnya, yang harus dilaksanakan sejalan dengan kebijakan lingkungan
nasionalnya dan kewajiban mereka tentang perlindungan dan pelestarian lingkungan
laut. Dalam Pasal 3 Konvensi Keanekaragaman Hayati 1992 juga menyatakan, negara
berdaulat untuk memanfaatkan sumber-sumber dayanya sesuai dengan kebijakan
pembangunan lingkungannya sendiri, dan tanggung jawab untuk menjamin bahwa
kegiatan-kegiatan yang dilakukan di dalam yurisdiksinya atau kendalinya tidak akan
menimbulkan kerusakan terhadap lingkungan negara lain atau kawasan diluar batas
yurisdiksi nasionalnya.
Berdasarkan Deklarasi Stockholm 1972 (Stockholm Declaration) terdiri dari
pembukaan dan 26 asas dan rencana aksi (action plan) yang terdiri dari 109
rekomendasi. Pada prinsipnya, Deklarasi Stockholm menyatakan bahwa manusia
memegang tanggung jawab untuk melindungi dan memperbaiki lingkungan untuk
generasi sekarang dan mendatang dan negara-negara juga mempunyai hak berdaulat
untuk mengeksploitasi sumber daya mereka sendiri sesuai dengan kebijakan lingkungan
mereka sendiri dan tanggung jawab untuk memastikan bahwa aktivitas dalam yurisdiksi
atau control mereka tidak menyebabkan kerusakan untuk lingkungan negara-negara
22
lainnya atau kawasan di luar batas yurisdiksi nasional. Berdasarkan Pasal 1 ayat 4
UNCLOS tahun 1982, pencemaran lingkungan laut merupakan masuk atau
dimasukkannya zat dan energi ke dalam lingkungan laut, termasuk muara oleh kegiatan
manusia, yang mengakibatkan rusaknya sumber daya hayati dan kehidupan dilaut, yang
dapat mengancam kesehatan manusia, serta mengganggu kegiatan-kegiatan dilaut,
termasuk penangkapan ikan dan penggunaan laut lainnya yang sah serta menurunnya
kualitas air laut..
Kasus meledaknya ladang minyak mentah Montara milik sebuah perusahaan
pengelola ladang minyak PTT Exploitation and Production Australasia di wilayah
perairan Australia pada tanggal 21 Agustus 2009, telah menimbulkan pencemaran di
Laut Timor, diperkirakan tumpahan minyak yang mencemari laut mencapai 300.000-
400.000 barell perhari selama 74 hari. Pencemaran minyak mentah lintas batas di Laut
Timor telah menimbulkan kerugian, khususnya bagi para nelayan disekitar daerah
tumpahan minyak.1
Pencemaran lintas batas disebutkan sebagai Transfrontier Pollution “Pollution
of which the physical is wholly or in part situated within the territory of one state and
which has deleterious effects in the territory of another state” yaitu pencemar fisik yang
seluruhnya atau sebagian terletak dalam wilayah suatu negara dan yang memiliki efek
merusak di wilayah negara lain.2
1 Didik Mohamad Sodik, op.cit, h.234. 2 Daud Silalahi, 2001, Hukum Lingkungan (Dalam Sistem Penegakkan Hukum Lingkungan Indonesia), PT.Alumni, Bandung, h.186.
23
Yang tentunya pencemaran lingkungan laut lintas batas ini harus
dipertanggungjawabkan dan segera di lakukan langkah-langkah penanggulangan serta
pemugaran lingkungan agar pencemarannya tidak semakin meluas dan semakin
merusak lingkungan.
2.2 Tanggung Jawab Secara Mutlak
Pertanggungjawaban berasal dari kata majemuk tanggung jawab, yang berarti
keadaan wajib menanggung segala suatu berupa penuntutan, diperkarakan,
dipermasalahkan sebagai akibat sikap sendiri atau pihak lain.3 Tanggung jawab mutlak
(strict liability) merupakan prinsip pertanggungjawaban hukum (liability) yang telah
berkembang sejak lama, pada tahun 1868.4
Bertanggung jawab secara mutlak atau
tanggung gugat secara mutlak merupakan salah satu jenis pertanggungjawaban perdata,
yakni pertanggungjawaban tanpa kesalahan (fault) dari tergugat.
Dalam tanggung gugat secara mutlak ini, unsur kesalahan tidak perlu dibuktikan
oleh pihak penggugat sebagai dasar pembayaran ganti kerugian. Pihak tergugatlah yang
nantinya akan membuktikan bahwa dirinya tidak melakukan kesalahan dan dapat
membuktikan bahwa pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup tersebut bukan
disebabkan oleh usaha dan/atau kegiatan yang dilakukannya, sehingga dirinya terbebas
dari kewajiban membayar ganti kerugian. Tanggung gugat secara mutlak ini timbul
secara, “langsung” dan “seketika” pada saat terjadinya pencemaran dan/atau perusakan
3 Hasan Alwi, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga, Balai Pustaka, Jakarta, h. 1139. 4 Harjasoemantri, Koesnadi. 1998. Strict Liability (Tanggung Jawab Mutlak). Paper presented at the Lokakarya Legal Standing & Class Action, Hotel Kartika Chandra, Jakarta. Hal 1. Dalam jurnal Ade Risha Riswanthi,
Tanggung jawab Mutlak (strict liability) dalam Penegakan Hukum Perdata Lingkungan di Indonesia, Fakultas Hukum Universitas Udayana.
24
lingkungan hidup yang diakibatkan oleh usaha dan/atau kegiatan yang menimbulkan
dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup, yang menggunakan bahan
berbahaya dan beracun, dan/atau menghasilkan limbah bahan berbahaya dan beracun.5
Pengembangan teori strict liability ini berawal pada tahun 1868. Pada saat kasus
yang terjadi di Inggris, antara Rylands vs. Fletcher, memperkenalkan pertama kalinya
teori ini.6 Beberapa perundang-undangan di Indonesia, sebelum berlakunya UUPLH
juga memasukkan prinsip tanggung gugat secara mutlak ini, yaitu:
1. Undang-Undang Lingkungan Hidup Nomor 4 Tahun 1982 (UULH);
Menurut UULH prinsip tanggung gugat aecara mutlak ini akan dilaksanakan
secara selektif dan bertahap di bidang lingkungan hidup berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang bersangkutan. Pengaturannya dinyatakan dalam Pasal
21 UULH bahwa: "Dalam beberapa kegiatan yang menyangkut jenis sumber daya
tertentu tanggung jawab timbul secara mutlak pada perusak atau pencemar pada
saat terjadinya perusakan dan/atau pencemaran lingkungan hidup yang
pengaturannya diatur dalam, peraturan perundang-undangan yang bersangkutan".
2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia
(ZEE), selanjutnya disebut UUZEEI;
Sama halnya dengan UULH, UUZEEi ini pun juga menganut prinsip strict
liability dalam kaitannya dengan pencemaran lingkungan laut dan/atau perusakan
sumber daya alam di wilayah ZEE Indonesia.
3. Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 1978 tentang Pengesahan International
Convention on Civil Liability for Oil Pollution Damage (CLC, 1969);
5 Hendrik Salmon, 2014, Eksistensi dan Fungsi Prinsip Strict Liability Dalam Penegakan Hukum Lingkungan,
http://fhukum.unpatti.ac.id/artikel/hukum-tata-negara/292-eksistensi-dan-fungsi-prinsip-strict-liability-dalam-penegakan-hukum-lingkungan, diakses pada tanggal 12 Maret 2015.
Konvensi ini merupakan hasil sidang internasional dari Legal Conference on
Marine Pollution Damage di Brussel pada tanggal 29 November 1969, di mana
Pemerintah kita juga ikut menanda-tanganinya dan oleh karena itu kemudian
konvensi tersebut di ratifikasi oleh Presiden dengan Keputusan Presiden Nomor 18
Tahun 1978. Konvensi ini berisikan mengenai pengaturan tanggung jawab perdata
terhadap pencemaran laut oleh minyak.
2.3. Tanggung Jawab Negara
Tanggung jawab negara muncul akibat adanya suatu tindakan-tinadkan,
keadaan-keadaan, atau prinsip-prinsip yang tidak sah secara internasional serta
merugikan kedaulatan negara lain.7 Akibat hal tersebut, negara yang merasa dirugikan
memiliki kewenangan untuk menuntut haknya. Karena dalam hukum internasional,
suatu negara berdaulat tidak tunduk pada negara berdaulat lainnya. negara mempunyai
kedaulatan penuh atas apa yang ada dalam wilayah teritorialnya. Namun tidaklah
berarti bahwa negara itu dapat menggunakan kedaulatan dengan seenaknya. Dalam
hukum internasional telah mengatur bahwa jika suatu negara menyalahgunakan
kedaulatannya itu dapat dimintai suatu pertanggungjawaban atas tindakan dan
kelalaiannya.8
Penyebab penting timbulnya tanggung jawab negara dipengaruhi oleh beberapa faktor,9
antara lain:
7 JG Starke, 2004, Pengantar Hukum Internasional 1 edisi sepuluh, Sinar Grafika, Jakarta, (selanjutnya
disingkat JG Starke I), h. 391. 8 Malcolm N. Shaw, International Law, Cambridge University Press, Cambridge, (selanjutnya diseingkat
Malcolm N. Shaw I), 1997. h. 541. 9 Ibid,. h. 751.
26
1. Adanya suatu kewajiban hukum internasional yang berlaku antara dua negara
tertentu.
2. Adanya suatu perbuatan atau kelalaian yang melanggar kewajiban hukum
internasional yang melahirkan tanggung jawab negara.
3. Adanya kerusakan atau kerugian sebagai akibat adanya tindakan yang melanggar
hukum atau kelalaian.
2.3.1 Pengertian Tanggung Jawab Negara
Tanggung jawab negara merupakan keadaan menanggung konsekuensi dimana
negara telah melakukan tindakan yang salah menurut hukum internasional atau
melanggar kewajiban internasionalnya, yang memiliki kewajiban utama untuk
memberikan reparasi penuh, dan mengakhiri tindakannya yang salah. Serta, bagaimana
implementasi dari pertanggungjawaban Negara dan pelanggulangannya agar kesalahan
tersebut tidak terulang kembali dikemudian hari.10
Tanggung jawab negara adalah prinsip-prinsip yang mengatur kapan dan
bagaimana negara yang bertanggung jawab atas pelanggaran kewajiban internasional.
Aturan tanggung jawab negara menentukan secara umum, ketika kewajiban telah
dilanggar maka akan ada konsekuensi hukum dari pelanggaran itu.11
Menurut Hukum
Internasional, tanggung jawab negara dalam hal negara bersangkutan merugikan negara
10 Silvia Borelli, 2012, State Responsibility, in Oxford Bibliographies in International Law(ed. Tony Carty.
Oxford University Press, 2012) http://www.oxfordbibliographies.com/view/document/obo-9780199796953/obo-9780199796953-0031.xml diakses pada tanggal 28 Februari 2015.
11 Lihat Draft Articles on the Responsibility of States for Internationally Wrongful Acts, Report of the ILC on the Work of its Fifty-third Session, UN GAOR, 56th Sess, Supp No 10, p 43, UN Doc A/56/10 (2001)
lain dan dibatasi hanya terhadap perbuatan yang salah secara hukum internasional
(internationally wrongful act), dapat berupa:
- melakukan (action) atau
- tidak melakukan (omission) sesuatu
Tanggung jawab negara timbul akibat adanya perbuatan negara yang melanggar
kewajiban internasional, yang mana tindakan tersebut tidak sesuai dengan ketentuan
dan merupakan tindakan yang salah menurut hukum internasional.12
2.3.2 Teori Pertanggungjawaban Negara
Terdapat dua macam teori pertanggungjawaban negara,13
yaitu :
Teori Resiko (Risk Theory)
Teori resiko melahirkan prinsip tanggung jawab mutlak (absolute liability atau
strict liability) atau tanggung jawab objektif (objective responsibility), yaitu
bahwa suatu negara mutlak bertanggung jawab atas setiap kegiatan yang
menimbulkan akibat yang sangat membahayakan (harmful effects of untra-
hazardous activities) walaupun kegiatan itu sendiri adalah kegiatan yang sah
menurut hukum. Contohnya, Pasal II Liability Convention 1972 (nama resmi
konvensi ini adalah Convention on International Liability for Damage caused by
Space Objects of 1972) yang menyatakan bahwa negara peluncur (launching
12 Daniel Bodansky dan John R. Crook, 2002, Symposium: The ILC’s State Responsibility Articles, The American Journal of International Law, Vol. 96;773, h. 773.
13 Dewa Gede Palguna, Bahan ajar matakuliah hukum internasional, Fakultas Hukum Universitas Udayana.
28
state) mutlak bertanggung jawab untuk membayar kompensasi untuk kerugian di
permukaan bumi atau pada pesawat udara yang sedang dalam penerbangan yang
ditimbulkan oleh benda angkasa miliknya.
Teori Kesalahan (Fault Theory)
Teori kesalahan melahirkan prinsip tanggung jawab subjektif (subjective
responsibility) atau tanggung jawab atas dasar kesalahan (liability based on fault),
yaitu bahwa tanggung jawab negara atas perbuatannya baru dikatakan ada jika
dapat dibuktikan adanya unsur kesalahan pada perbuatan itu.
2.3.3 Bentuk Pertanggungjawaban Negara
Pada tahun 1974 Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)
membentuk komisi hukum internasional (International Law Commission/ILC), yang
melakukan studi dan kodifikasi mengenai tanggung jawab negara sejak tahun 1953,
yang akhirnya rampung melalui Resolusi 56/83 Majelis Umum PBB pada tahun 2001.
Hasil studi ILC ini berbentuk, “Draft Articles on the Responsibility of States for
Internationally Wrongful Acts”14
Adapun bentuk-bentuk pertanggungjawaban menurut Draft Articles
Responsibility of States for Internastionally Wrongful Acts, International Law
Commissions 2001, sebagai berikut :
- Pasal 35 menyatakan bahwa, suatu negara yang telah melakukan tindakan yang
salah secara internasional, bertanggung jawab dan wajib untuk membayar ganti
14 Hendrik Salmon, 2014, Eksistensi dan Fungsi Prinsip Strict Liability Dalam Penegakan Hukum Lingkungan,
http://fhukum.unpatti.ac.id/artikel/hukum-tata-negara/292-eksistensi-dan-fungsi-prinsip-strict-liability-dalam-penegakan-hukum-lingkungan, diakses pada tanggal 12 Maret 2015.