Page 1
23
BAB II
TINJAUAN UMUM MENGENAI PAJAK DAN HUKUM
EKONOMI SYARIAH
A. Pengertian Analisis
Pengertian analisis menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI):1
1. penyelidikan terhadap suatu peristiwa (karangan,
perbuatan, dsb) untuk mengetahui keadaan yang
sebenarnya (sebab-musabab, duduk perkaranya, dsb).
2. Penguraian suatu pokok atas berbagai bagiannya dan
penelaahan bagian itu sendiri serta hubungan antar
bagian untuk memperoleh pengertian yang tepat dan
pemahaman arti keseluruhan.
Menurut Komarudin, Pengertian analisis adalah kegiatan
berpikir untuk menguraikan suatu keseluruhan menjadi
komponen sehingga dapat mengenal tanda-tanda komponen,
hubungannya satu sama lalin dan fungsi masing-masing dalam
satu keseluruhan yang terpadu. Sedangkan menurut Harahap,
analisis adalah memecahkan atau menguraikan sesuatu unit
menjadi berbagai unit terkecil.2 Jadi, disimpulkan bahwa analisis
ialah kemampuan memecahkan atau menguraikan suatu materi
1 Tim Penyusun Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional,
Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), hal. 43. 2https://www.zonareferensi.com/pengertian-analisis-menurut-para-
ahli-dan-secara-umum/ diakses 3 juni 2008.
Page 2
24
menjadi kompenen yang lebih kecil sehingga fungsi masing-
masing lebih mudah dipahami.
B. Pengertian Dampak
Dampak menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah
benturan, pengaruh yang mendatangkan akibat baik positif
maupun negative. Pengaruh adalah daya yang ada dan timbul dari
sesuatu (orang, benda) yang ikut membentuk watak, kepercayaan
atau perbuatan seseorang. Pengaruh adalah suatu keadaan di
mana ada hubungan timbale balik atau hubungan sebab akibat
antara apa yang mempengaruhi dengan apa yang dipengaruhi.3
Dampak secara sederhana bisa diartikan sebagai pengaruh atau
akibat.
C. Pajak
1. Pengertian dan Ciri-ciri Pajak
Pengertian tentang pajak sangat beragam, akan tetapi
secara substansial ada beberapa persamaan. Menurut UU No
28 Tahun 2007 pasal 1, pajak adalah kontribusi wajib kepada
negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang
3 Tim Penyusun Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional,
Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), hal. 243.
Page 3
25
bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang dengan tidak
mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk
keperluan negara bagi sebesar-besarnya untuk kemakmuran
rakyat.4 Pajak merupakan iuran yang wajib dibayar oleh
rakyat sebagai sumbangan kepada negara, provinsi, kota praja
dan sebagainya. Pemungutan pajak menjadi konsekuensi logis
dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara sebagai
pencerminan suatu keadilan untuk kesejahteraan, dengan
berlandaskan pada teori dan asas-asas perpajakan yang
sifatnya universal.5
Ciri-ciri pajak adalah sebagai berikut:6
a. Pajak adalah pengalihan sumber-sumber dari sektor
swasta ke sektor negara, artinya bahwa yang berhak
melakukan pemungutan pajak adalah negara, baik
pemerintah pusat maupun pemerintah daerah (Pemda).
Di Indonesia Pemda yang berwenang memungut pajak
4 UU No 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan (KUP) 5 Muhamad Turmudi, Pajak Dalam Perspektif Hukum Islam (Analisa
Perbandingan Pemanfaatan Pajak Dan Zakat), Jurnal Al-‘Adl Vol. 8 No. 1,
Januari 2015, hal. 130. 6 Nur Kholis, Perpajakan Di Indonesia Dalam Perspektif Hukum
Ekonomi Islam, Jurnal Ekonomi Malaysia December 2010, hal.2-3.
Page 4
26
adalah pemerintah propinsi maupun pemerintah
Kabupaten/Kota. Sedangkan yang dipungut adalah
pihak swasta dalam pengertian luas baik sektor
swasta, koperasi maupun BUMN dan BUMD dan
lain-lain. Secara konsep pajak dapat dibayar dengan
uang maupun barang atau jasa selain uang.
b. Berdasarkan UU, artinya bahwa walaupun negara
mempunyai hak untuk memungut pajak namun
pelaksanaannya harus memperoleh persetujuan dari
wakil-wakil rakyat dengan menyetujui UU. Karena
pemungutan pajak berdasarkan UU berarti bahwa
pemungutannya dapat dipaksakan.
c. Tanpa imbalan dari negara yang langsung dapat
ditunjuk secara individual, artinya bahwa imbalan
tersebut tidak dikhususkan bagi rakyat secara
individual dan tidak dapat dihubungkan secara
langsung dengan besarnya pajak. Imbalan dari negara
kepada rakyat sifatnya tidak langsung mengatur.
Page 5
27
2. Pajak dalam Islam
Secara etimologi, pajak dalam bahasa Arab disebut
dengan istilah Dharibah, yang berasal dari kata dasar ضربا
yang artinya: mewajibkan, menetapkan, menentukan,
memukul, menerangkan atau membebankan, dan lain-lain.
Sedangkan secara terminologi dharibah adalah harta yang
dipungut secara wajib oleh negara untuk selain Al-Jizyah, dan
Al-Kharaj sekalipun keduanya secara awam bisa
dikategorikan dharibah. Dalam kitab Al Ahkam al
Sulthaniyah karya Imam Al Mawardi, Kharaj diterjemahkan
dengan kata pajak, sedangkan Jizyah tidak diterjemahkan
dengan pajak, melainkan tetap disebut jizyah. Dalam kitab
Shahih Abu Daud, seorang pemungut jizyah diterjemahkan
dengan seorang pemungut pajak, padahal yang dimaksud
adalah petugas jizyah. Dalam kitab Al-Umm karya Imam
Syafi’i, jizyah diterjemahkan dengan pajak. Dari berbagai
penerjemahan ini tampaknya pengertian jizyah,kharaj, dan
lain-lain disatukan ke dalam istilah pajak.7
7 Gusfahmi, Pajak menurut Syariah, … hal.28-29.
Page 6
28
Setiap pendapatan dalam Islam harus diperoleh sesuai
dengan hukum syara’ dan juga harus disalurkan sesuai
dengan hukum-hukum syara’. Prinsip kebijakan penerimaan
Negara yang pertama adalah harus adanya nash (Al-Qur’an
dan Hadits) yang memerintahkannya. Sebagaimana firman
Allah Swt dalam Qs. Al-baqarah ayat 188:
ا أموالكم بينكم بالباطل وتدلوا بها إلى الحكام لتأكلوا ول تأكلو
ثم وأنتم تعلمون فريقا من أموال الناس بال
Artinya: “Dan janganlah sebagian kamu memakan harta
sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan
yang bathil dan (janganlah) kamu membawa
(urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu
dapat memakan sebagian daripada harta benda
orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal
kamu mengetahui”.8
Ayat di atas bermakna janganlah sebagian kamu mengambil
harta orang lain dengan menguasainya tanpa hak, dan jangan
pula menyarahkan urusan harta kepada hakim yang
berwenang memeutuskan perkara bukan untuk tujuan
memperoleh hak kalian, tetapi untuk mengambil hak orang
8 Al Qur’an 2:188
Page 7
29
lain dengan melakukan dosa, dan dalam keadaaan mengetahui
bahwa kalian sebenarnya tidak berhak.9
Sebagian para ulama berpendapat bahwa ada kewajiban
lain atas harta selain zakat, dengan berlandaskan pada Firman
Allah Swt dalam Qs. Al-baqarah ayat 177:
كن البر ليس البر أن تولوا وجوهكم قبل المشرق والمغرب ول
واليوم الخر والملئكة والكتاب والنبي ين وآتى من آمن بالل
ساكين وابن السبيل المال على حب ه ذوي القربى واليتامى والم
كاة والموفون لة وآتى الز قاب وأقام الص والسائلين وفي الر
اء وحين ر ابرين في البأساء والض بعهدهم إذا عاهدوا والص
ئك ئك الذين صدقوا وأول هم المتقون البأس أول
Artinya: “Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur
dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi
Sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada
Allah, hari Kemudian, malaikat-malaikat, kitab-
kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang
dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim,
orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan
pertolongan) dan orang-orang yang meminta-
minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya,
mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan
orang-orang yang menepati janjinya apabila ia
berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam
kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan.
9 M. Quraish Shihab, Tafsir al-MIsbah, Pesan, Kesan dan Keserasian
al-Qur,an … hal. 499.
Page 8
30
mereka Itulah orang-orang yang benar (imannya);
dan mereka Itulah orang-orang yang bertakwa”10.
penafsiran M. Quraish Shihab dalam tafsir al-Mishbah
tentang ayat tersebut dimulai dengan pemahaman makna kata
Makna kebajikan dalam tafsir al-Mishbah .(kebajikan) البر
dalam memahami ayat tersebut adalah ketaatan yang
mengantarkan kepada Allah dan bukanlah dalam
menghadapkan wajah dalam shalat ke arah timur dan barat
tanpa makna, tetapi kebajikan itu seharusnya mendapatkan
perhatian semua aspek yang dapat mengantarkan
kebahagiaan di dunia dan di akhirat dengan keimanan yang
benar, sebagaimana disebutkan dalam ayat ini.
M. Quraish Shihab juga menafsirkan keimanan itu pada
hakikatnya tidak nampak, karena kelanjutan dari pemahaman
makna kebajikan dalam ayat 177 surah al-Baqarah ini
menjelaskan contoh-contoh kebajikan yang berupa kesediaan
mengorbankan kepentingan pribadi demi orang lain.
Gambaran rela melakukan yang terbaik atau berani
berkorban untuk orang lain, dipahamidalam penafsiran. M.
10 Al Qur’an 2:177
Page 9
31
Quraish Shihab dari penggalan makna memberikan harta
yang dicintainya secara tulus dan demi meraih cinta-Nya.11
Firman Allah Swt dalam Qs. Al- An.am ayat 141:
الذي وهو عروشات جنات أنشأ خل والن معروشات وغير م
رع يتون أكله مختلفا والز ان والز م متشابه وغير متشابها والر
ل إنه تسرفوا ول حصاده يوم حقه وآتوا أثمر إذا ثمره من كلوا
المسرفين يحب
Artinya: ''Dan, Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang
berjunjung dan yang tidak berjunjung, pohon
kurma, tanam-tanaman yang bermacam-macam
buahnya, zaitun, dan delima yang serupa (bentuk
dan warnanya) dan tidak sama (rasanya).
Makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam
itu) bila dia berbuah dan tunaikanlah haknya di
hari memetik hasilnya (dengan disedekahkan
kepada fakir miskin); dan janganlah kamu
berlebih-lebihan. Sesungguhnya, Allah tidak
menyukai orang yang berlebih-lebihan.''.12
Ibn Hazm dalam kitabnya Al- Muhalla, tatkala ditanya:
“apakah hak yang diwajibkan pada ayat tersebut ? belliau
menjawab, Ya? Itulah kewajiban diluar zakat, yaitu sesuatu
11 M. Quraish Shihab, Tafsir al-MIsbah, Pesan, Kesan dan
Keserasian al-Qur,an, ... hal.390,391. 12 Al Qur’an 6:141
Page 10
32
yang harus diberikan oleh pemilik hasil panen serelanya
diwaktu panen, tapi jumlahnya tidak dibatasi.13
Kedua ayat di atas merupakan dalil yang kuat mengenai
adanya kewajiban atas harta selain zakat, yakni memberikan
harta yang dicintai kepada kerabat, anak yatim, fakir miskin,
dan musafir.
Dalam harta orang muslim terdapat hak-hak orang lain
yang harus disedekahkan disamping harta zakat. Dan
penghasilan (harta) yang telah difardhukan oleh Allah Swt
tidak boleh diambil dengan cara yang hak, menurut syara’
dengan dalil-dalil syara’ yang rinci. Berdasarkan uraian di
atas, dikaitkan dengan pemungutan pajak penghasilan, dapat
dilakukan pemungutan terhadap pajak penghasilan karena
ada nash memenuhi prinsip pemungutan pajak.
Beberapa ulama dan ekonomi islam yang menyatakan
bahwa pemungutan pajak itu di perbolehkan, antara lain:14
13 Ibn Hazm, Al-Muhalla, Jilid 5, hal. 216-217, dalam Gusfahmi,
“Pajak menurut Syariah”,…, hal.150. 14 Gusfahmi, “Pajak menurut Syariah”,…, hal.183-185.
Page 11
33
a. Abu Yusuf, dalam kitabnya Al Kharaj, menyebutkan
bahwa: “semua Khulafaurrasyidin, terutama Umar,
Ali, dan Umar bin Abdul Aziz dilaporkan telah
menekankan bahwa pajak harus dikumpulkan dengan
keadilan dan kemurahan, tidak diperbolehkan
melebihi kemampuan rakyat untuk membayar, juga
jangan sampai membuat mereka tidak mampu
memenuhi kebutuhan pokok mereka sehari-hari. Abu
Yusuf mendukung hak penguasa untuk meningkatkan
atau menurunkan pajak menurut kemampuan rakyat
yang terbebani”.
b. Ibnu Khaldun, dalam kitabnya Muqaddimah,
menyebutkan bahwa: “oleh karena itu, sebarkanlah
pajak pada semua orang dengan keadilan dan
pemerataan, perlakukan semua orang sama dan jangan
memberi kekayaan dan jangan mengecualikan kepada
siapa pun sekalipun itu adalah petugasmu sendiri atau
kawan akrabmu atau pengikutmu. Dan jangan kamu
Page 12
34
menarik pajak dari orang melebihi kemampuan
membayarnya”.
c. M. Umer Chapra dalam bukunya Islam and The
Ekonomic challenge, mengatakan: “Hak negara Islam
untuk meningkatkan sumber-sumber daya lewat pajak
di samping zakat telah dipertahankan oleh sejumlah
fuqaha yang pada prinsipnya telah mewakili semua
mazhab fikih. Hal ini disebabkan karena dana zakat
dipergunakan pada prinsipnya untuk kesejahteraan
kaum miskin padahal negara memerlukan sumber-
sumber dana yang lain agar dapat melakukan
fungsifungsi alokasi, distribusi, dan sosialisasi secara
efektif. Hak ini dibela para fuqaha berdasarkan hadist:
(pada hartamu ada kewajiban lain selain zakat)”.
d. Hasan Al Banna dalam bukunya Majmuatur Rasa’il,
mengatakan: “melihat tujuan keadilan sosial dan
distribusi pendapatan yang merata, maka sistem
perpajakan progresif tampaknya seirama dengan
sasaran-sasaran Islam”.
Page 13
35
e. Ibnu Taimiyah, dalam kitabnya Majmuatul Fatawa,
menyebutkan bahwa: “larangan penghindaran pajak
sekalipun itu tidak adil berdasarkan argumen bahwa
tidak membayar pajak oleh mereka yang berkewajiban
akan mengakibatkan beban yang lebih besar bagi
kelompok lain”.
3. Pajak dalam Lintasan Sejarah
a. Masa Nabi Muhammad saw
Pada zaman Rasulullah saw hampir seluruh pekerjaan
yang dikerjakan tidak mendapat kan upah. Pada masa ini
tidak ada tentara yang formal. Semua muslim yang mampu
boleh menjadi tentara. Mereka tidak mendapatkan gaji
tetap, tetapi mereka diperbolehkan mendapatkan bagian
dari rampasan perang, seperti senjata, kuda, unta dan
barang-barang bergerak lainnya.15
Zakat dan ushr merupakan pendapatan utama bagi
negara pada masa Rasul hidup. Zakat merupakan
kewajiban agama dan termasuk satu pilar Islam
15 Gusfahmi, Pajak Menurut Syariah,…, hal. 27.
Page 14
36
pengeluaran untuk keduanya telah diatur dalam al-Qur’an,
sehingga pengeluaran untuk zakat tidak dapat dibelanjakan
untuk pengeluaran umum negara. Pada masa Rasulullah,
zakat dikenakan pada hal-hal berikut:16
1) Benda logam yang terbuat dari emas seperti koin,
perkakas, ornamen/ dalam bentuk lainnya.
2) Benda logam yang terbuat dari perak, seperti koin,
perkakas, ornamen/ dalam bentuk lainnya.
3) Binatang ternak seperti unta, sapi, domba, kambing.
4) Berbagai jenis barang dagangan termasuk budak dan
hewan
5) Hasil pertanian termasuk buah-buahan.
6) Luqata, harta yang benda yang ditinggalkan musuh
7) Barang temuan.
Catatan mengenai pengeluaran secara rinci pada masa
Rasul hidup juga tidak tersedia, tetapi tidak bisa diambil
kesimpulan bahwa sistem keuangan yang ada tidak
16Sabaryanto, Tinjauan Hukum Islam Tentang Penghapusan Sanksi
Administrasi Bunga Utang Pajak ( Study Pada Peraturan Menteri Keuangan
Nomor29/pmk/.03/2015) Skripsi Jurusan Mu’amalah Fakultas Syariah IAIN Bandar Lampung, 2016, hal. 53-54
Page 15
37
dijalankan sebagaimana mestinya dan membingungkan.
Dalam kebanyakannya kasus pencatatan diserahkan pada
pengumpulan zakat. Setiap penghitungan yang ada
disimpan dan diperiksa sendiri oleh Rasulullah dan setiap
hadiah yang diterima para pengumpul zakat akan disita
dan Rasul pun akan memberi nasihat terhadap hal ini.
Rasul sangat menaruh perhatian terhadap zakat terutama
zakat unta.
b. Masa Abu Bakar ash-Shiddiq
Setelah Rasul meninggal, Abu Bakar ash-Shiddiq
adalah sahabat pertama yang melanjutkan dan
menggantikan kepemimpinannya. Abu Bakar yang
menjadi khalifah pertama penerus Nabi SAW memutuskan
untuk memerangi mereka yang menolak membayar zakat
dan menganggap mereka sebagai murtad. Perang ini
tercatat sebagai perang pertama di dunia yang dilakukan
sebuah negara demi membela hak kaum miskin atas orang
kaya dan perang ini dinamakan Harbu Riddah. Selama
Page 16
38
sekitar 27 bulan dimasa kepemimpinannya,17 Abu Bakar
ash-Shiddiq telah banyak menangani masalah cukai dan
orang-orang yang menolak membayar zakat kepada
negara. Abu Bakar sangat memperhatikan keakuratan
perhitungan zakat. Khalifah Abu Bakar dengan sungguh-
sungguh melaksanakan keadilan sosial berdasarkan Qur’an
dan Sunnah. Tetapi jika urusan pemerintah dan sosial tidak
ada dalam alQur’an dan Sunnah, maka Abu Bakar
bermusyawarah dengan sahabat-sahabat.
Sejak menjadi khalifah, kebutuhan keluarga Abu
Bakar diurus oleh kekayaan dari Baitul Maal ini. Namun,
saat mendekati wafatnya, beliau menemui banyak kesulitan
dalam mengumpulkan pendapatan negara sehingga beliau
menanyakan berapa banyak yang telah diambilnya sebagai
upah/gajinya. Ketika diberitahukan bahwa jumlah yang
telah diambilnya sebesar 8000 dirham. Ia langsung
memerintahkan untuk menjual sebagian besar tanah yang
17 Kementrian Agama Republik Indonesia, Direktorat Jenderal
Bimbingan Masyrakat Islam, Direktorat Pemberdayaan Zakat, Modul Penyuluhan Zakat, 2013, hal. 21.
Page 17
39
dimilikinya dan seluruh hasil penjualannya diberikan untuk
pendanaan negara. Beliau menanyakan lebih lanjut lagi
berapa banyak fasilitas yang telah dinikmatinya selama
kepemimpinannya.
Diberitahukan bahwa fasilitas yang diberikan
kepadanya adalah seorang budak dan tugasnya memelihara
anak-anaknya dan membersihkan pedang-pedang milik
kaum muslimin. Beliau menginstruksikan untuk
mengalihkan semua fasilitas tersebut kepada pemimpin
berikutnya setelah beliau wafat. Semasa khalifah Abu
Bakar, tidak perlu mengadakan kas cadangan. Dari
kekayaan yang masuk terus dipergunakan untuk keperluan
rakyat.18
c. Masa Umar bin Khattab
Umar adalah seorang yang memiliki energi yang
besar dan karakter yang kuat. Umar sangat mengagumkan,
ia adalah figur utama dalam penyebaran Islam.Tanpa
18 Sabaryanto, Tinjauan Hukum Islam Tentang Penghapusan Sanksi
Administrasi Bunga Utang Pajak ( Study Pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 29/pmk/.03/2015),…, hal. 55.
Page 18
40
jasanya dalam menaklukkan daerah, kekuasaan Islam
diragukan dapat tersebar seperti sekarang ini. Bahkan
sebagian wilayah yang berhasil dikuasainya tetap bertahan
sebagai daerah Arab hingga sekarang. Selama
kekhalifahannya, negara-negara seperti Syiria, Palestina,
Mesir, Iraq dan Persia ditaklukkan. Ada beberapa hal
penting yang perlu dicatat berkaitan dengan masalah
kebijakan fiskal pada masa Umar bin Khattab,
diantaranya:19
1) Baitul Maal
Kontribusinya yang terbesar adalah membentuk
perangkat administrasi yang baik untuk menjalankan roda
pemerintahan yang besar. Ia mendirikan institusi
administratif yang hampir tidak mungkin dilakukan pada
abad ke-7 SM. Pada tahun 16H, Abu Hurairah, Amil
Bahrain mengunjungi Madinah dan membawa 500.000
dirham kharaj. Jumlah ini merupakan jumlah yang besar
19 Ahmad Munir Hamid, Peran Baitul Mal Dalam Kebijakan
Keuangan Publik, Jurnal Ekonomi Syariah Vol.1 No. 1 Januari 2018. Hal. 99-100.
Page 19
41
sehingga khalifah mengadakan pertemuan dengan majelis
syura dan kemudian diputuskan bersama bahwa jumlah
tersebut tidak untuk didistribusikan melainkan untuk
disimpan sebagai cadangan, membiayai angkatan perang.
Untuk menyimpan dana tersebut maka Baitul Maal
reguler dan permanen didirikan untuk pertama kalinya di
Ibu Kota,kemudian dibangun cabang-cabangnya di Ibu
Kota Provinsi.
Baitul Maal secara tidak langsung bertugas sebagai
pelaksana kebijakan fiskal negara Islam dan khalifah
adalah yang berkuasa penuh atas dana tersebut. Tetapi ia
tidak diperbolehkan menggunakannya untuk pengeluaran
pribadi.
2) Zakat
Pada masa Umar, gubernur Taif melaporkan bahwa
pemilik sarang-sarang tawon tidak membayar ushr, tetapi
menginginkan sarang-sarang tawon tersebut dilindungi
secara resmi. Umar katakan bahwa bila mereka mau
membayar ushr, maka sarang tawon mereka akan
Page 20
42
dilindungi. Apabila tidak, tidak akan mendapat
perlindungan. Umar membedakan madu yang diperoleh
dari daerah pegunungan dan yang diperoleh dari ladang.
Zakat yang ditetapkan adalah seperduapuluh untuk madu
yang pertama dan sepersepuluh untuk jenis madu kedua.
3) Kepemilikan Tanah
Pada masa Nabi, kharaj dan tanah yang dibayar
sangat terbatas dan tidak dibutuhkan perangkat yang
terelaborasi untuk administrasi. Sepanjang pemerintahan
Umar, banyak daerah yang ditaklukkan melalui
perjanjian damai. Umar menerapkan beberapa peraturan
sebagaiberikut:
a) Wilayah Iraq yang ditaklukkan dengan kekuatan,
menjadi milik muslim dan kepemilikan ini tidak
dapat diganggu gugat.
b) Kharaj dibebankan pada semua tanah.
c) Bekas pemilik tanah diberi hak kepemilikan,
sepanjang mereka membayar kharaj dan jizyah.
Page 21
43
d) Sisa tanah yang tidak ditempati/ ditanami bila
ditanami oleh kaum muslimin diperlakukan
sebagai tanah ushr.
4) Sedekah untuk Non Muslim.
Tidak ada ahli kitab yang membayar sedekah atas
ternaknya, kecuali orang Kristen. Mereka membayar 2
kali lipat dari yang dibayar kaum muslim. Umar
mengenakan jizyah kepada mereka, tetapi mereka
terlalu gengsi sehingga menolak membayar jizyah dan
malah membayar sedekah.
d. Masa Utsman bin Affan
Utsman bin Affan adalah khalifah ketiga. Beliau
adalah seorang yang jujur dan saleh tetapi sangat tua dan
lemah lembut. Dia adalah salah seorang dari beberapa
orang terkaya diantara sahabat Nabi. Kekayaannya
membantu terwujudnya Islam dibeberapa peristiwa penting
dalam sejarah. Pada awal pemerintahannya dia hanya
melanjutkan khalifah sebelumnya. Tetapi, ketika
menemukan kesulitan dia mulai menyimpang dari
Page 22
44
kebijakan yang telah diterapkan pendahulunya yang
terbukti fatal baginya dan juga bagi Islam.
Khalifah ketiga tidak mengambil upah dari kantornya.
Sebaliknya, dia meringankan beban pemerintah dalam hal
yang serius. Dia bahkan menyimpan uangnya dibendahara
negara.20 Pada perkembangan berikutnya keadaan ini
bertambah rumit bersamaan dengan munculnya
pernyataan-pernyataan lain yang menimbulkan kontroversi
mengenai pengeluaran uang Baitul Maal dengan tidak hati-
hati sedangkan itu merupakan pendapatan personalnya.
Dilaporkan bahwa tidak mengamankan zakat dari
gangguan dan masalah dalam pemeriksaan kekayaan yang
tidak jelas oleh beberapa pengumpul yang nakal, khalifah
Utsman mendelegasikan kewenangan kepada para pemilik
untuk menaksir kepemilikannya sendiri. Dalam
perkembangannya zakat, dalam sambutan Ramadhan
biasanya dia mengingatkan bulan pembayaran zakat telah
tiba. Tidak ada perubahan yang signifikan pada situasi
20 Nurul Huda, Keuangan Publik Islam Pendekatan Teoritis dan
Sejarah, (Jakarta: Kencana prenada Media, 2012), hal. 99.
Page 23
45
ekonomi secara keseluruhan selama enam tahun terakhir
kekhalifahan Utsman sementara situasi politik negara
sangat kacau.
e. Masa Ali bin Abi Thalib
Setelah Ali terpilih sebagai pengganti Utsman dengan
suara bulat. Dia menguraikan pedoman kebijakannya pada
pidato nya yang pertama ."segera setelah pengangkatannya
dia memberi perintah untuk memberhentikan pejabat yang
korup yang ditunjuk Utsman, membuka kembali tanah
perkebunan yang sudah diberikan kepada orang-orang
kesayangan Utsman dan mendistribusikan pendapatan
sesuai dengan aturan yang sudah ditetapkan Umar.
Kebijakan ini telah menyerang orang-orang yang telah
memperkaya diri nya sendiri semasa pemerintahan yang
lama.
Beberapa orang-orang Utsman rela menyerahkan
jabatannya tanpa melakukan perlawanan, sementara yang
lainnya menolak. Diantara yang menolak adalah
Muawiyyah, Gubernur Syiria yang kemudian bersama
Page 24
46
sekutusekutunya menuntut pembalasan atas kematian
Utsman. Menurut sebuah riwayat, Ali bin Abi Thalib
secara suka rela menarik dirinya dari daftar penerima dana
bantuan Baitul Maal, bahkan menurut yang lainnya dia
memberikan 5000 dirham setiap tahunnya.
Walaupun kesibukan khalifah Ali namun rakyat dan
jaminan sosial harus diperhatikan. Ali terkenal lemah
lembut terhadap orang yang patuh, bertindak keras dan
tegas terhadap setiap orang yang berbuat durhaka, adil
terhadap dzimmi, melindungi orang yang teraniaya, berbuat
baik memungut pajak hasil bumi, dan dibagi-bagikan
kepada yang berhak dan haruslah menjalankan
pemerintahan atas dasar kebenaran.21
f. Masa Tabi’in
Setelah era Khulafa’ Al-Rasyidin, dimulailah era
dinasti kerajaan Islam, yang ditandai dengan berdirinya
dinasti Umayyah. Di era ini, walau sistem pengelolaan
21 Sabaryanto, Tinjauan Hukum Islam Tentang Penghapusan Sanksi
Administrasi Bunga Utang Pajak ( Study Pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 29/pmk/.03/2015),…, hal. 58-59.
Page 25
47
zakat semakin baik seiring kemajuanya negara dan
peradaban, namun kinerjanya mengalami kemunduran
kecuali pada masa Umar bin Abdul Aziz. Pengelolaan
zakat pada masa Tabi’in terekam dalam catatan sejarah
Daulah Bani Umayyah, yang berlangsung selama hampir
90 tahun (41-127 H). Khalifah Umar bin Abdul ‘Aziz
adalah toko yang patut dikenang, khususnya dalam hal
menagani zakat. Pada masanya, sistem dan manajemen
zakat ditangani dengan amat profesional. Jenis harta
kekayaan yang dikenai wajib zakat semakin beragam.
Umar bin Abdul Aziz adalah seorang pertama yang
mewajibkan zakat dari harta kekayaan yang diperoleh atau
bisa disebut dengan penghasilan usaha, termasuk gaji yang
tinggi, honorium, penghasilan berbagai profesi dan lain
sebagainya. Dengan melimpahnya pemasukan zakat pada
masa itu, dana zakat tersimpan melimpah ruah dalam baitul
maal. Hal ini menimbulkan dampak positif terhadap
perekonomian dan masyarakatnya yang membutuhkan,
Page 26
48
bahkan petugas amil zakat kesulitan mencari golongan
fakir miskin yang membutuhkan harta zakat.
Perlu kita ketahui, ada beberapa faktor yang melatar
belakangi suksesnya kepemimpinan Umar bin Abdul Aziz
ada empat. Pertama, adanya kesadaran kolektif dan
pemberdayaan baitul maal dengan optimal, pastinya
membangun sebuah kesadaran ini juga tidak mudah, kedua
komitmen tinggi seorang pemimpin dan di dukung oleh
kesadaran umat secara umum untuk menciptakan sebuah
kesejahteraan, solidaritas, dan pemberdayaan umat.
Ketiga,kesadaran dalam kalangan muzakki yang relatif
mapan secara ekonomis dan memiliki loyalitas tinggi demi
kepentingan umat. Ke empat,adanya sebuah kepercayaan
dalam birokrasi atau pengelola zakat yang bertugas
mengumpulkan dan mendistribusikan.22
Keadaan masyarakat Islam dibawah pimpinan
Khalifah Umar bin Abdul Aziz benar-benar sejahtera dan
22 Faisal, Sejarah Pengelolaan Zakat Di Dunia Muslim dan Indonesia
(Pendekatan Teori Investigasi-Sejarah Charles Peirce dan Defisit Kebenaran
Lieven Boeve), Jurnal Analisis, Volume XI, Nomor 2 Desember 2011, hal. 250.
Page 27
49
makmur berkat optimalisasi zakat. Pada masa ini
sedemikian sejahtera masyarakatnya, sampai-sampai
Khalifah mentasarufkan zakat yang ada ke luar Negeri, di
luar kekuasaan Khalifah. Penunaian zakat tidak hanya
untuk kesejahteraan masyarakat, akan tetapi untuk Negara.
Pada dinasti Abbasiyah, masyarakat mulai tidak
membayar zakat akibat beban pajak kharaj dan ushr yang
terlalu tinggi. Pada dinasti Andalusia pengelolaan zakat,
menjadi rebutan antara kepala suku, sehingga zakat
didistribusikan tidak memenuhi kecukupan fakir miskin.
Keadaan tersebut berubah pada masa dinasti Fatimiyah,
dimana khalifah meminta setiap kepala wilayah untuk
mengumpulkan zakat yang kemudian disetor kepadanya
tanpa ada pencatatan pengeluaran atau penerimaan.
Pelajaran terpenting di era ini adalah bahwa determinan
utama dari kinerja zakat adalah kepercayaan publik dan
kepatuhan membayar zakat. Rendahnya kinerja sangat
terlihat jelas berkorelasi dengan kepercayaan publik dan
kepatuhan membayar zakat.
Page 28
50
Administrasi pemerintahan Abbasiyah memiliki
birokrasi yang modern dan rasional, menggantikan
administrasi pemerintahan Umayyah yang berkarakter
keluarga. Urusan pemerintahan menjadi urusan rutin dan
terdapat tiga jenis pelayanan atau biro. Pertama Diwan Al-
Rasa’il kantor korespodensi dan arsip umum. Kedua, biro
pengumpulan pajak seperti Diwan Al-Kharaj ketiga, biro
untuk membayar gaji pegawai negeri, dan yang terpenting
adalah, Diwan Al-Jaysy, biro tentara. Untuk
mempertahankan rentang kendali terhadap birokrasi,
dibentuk mekanisme pengawasan internal. Urusan
keuangan diawasi oleh Diwan Al-Azimma, yang awalnya
bagian dari setiap Diwan namun kemudian menjadi biro
anggaran yang independen. Korespondensi harus melalui
badan pembuat naskah, Diwan Al-Tawqi' untuk
pertimbangan pengesahan, dan khatam, penjaga stempel.
Khalifah mendapat nasihat dan pertimbangan dari
Mazalim, pengadilan administrasi khusus. Barid, kurir
resmi dan pelayanan informasi, mengawasi bagian
Page 29
51
pemerintahan lainnya. Kantor Wazir dibangun untuk
koordinasi, pengawasan dan evaluasi dari operasional
birokrasi. Namun terlepas dari sistem administrasi
pemerintahan yang sangat baik ini, kinerja zakat justru
menurun.
Pemasukan Negara bersumber dari zakat dan Jays'
yang terdiri dari kharaj, pajak dari bangsa lain, uang
tebusan, jizyah, dan bea masuk barang impor dari Negara
non -muslim (Ushr). Pemasukan Negara saat itu yang
sangat besar memperlihatkan tingkat kemakmuran
perekonomian, dan memungkinkan kelompok elit untuk
hidup mewah. Namun seiring korupsi dan gaya hidup
mewah pegawai pemerintah, pendapatan Negara
Abbasiyah ini memperlihatkan tren penurunan dari waktu
ke waktu. Kecenderungan ini secara jelas mencerminkan
penurunan tingkat kepatuhan rnembayar pajak seiring
jatuhnya kepercayaan publik dan kondisi perekonomian
dari masa kejayaan hingga keruntuhan Dinasti Abbasiyah.
Page 30
52
Dengan melemahnya keadaan Negara Islam setelah
masa khilafah, kepercayaan masyarakat juga semakin
rnelemah terhadap pemerintah. Zakat menjadi
termarjinalkan dari ranah publik. Namun perlu dicatat
bahwa hingga runtuhnya kekuasaan Kerajaan Islam
Usmani, sentralisasi sistem pengelolaan zakat masih terus
dilakukan. Pemerintah menyiapkan rekening khusus untuk
pencatatan penerimaan dan pengeluaran zakat.
4. Perbedaan pajak, zakat, infaq dan sedekah
a. Pajak
pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang
terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat
memaksa berdasarkan Undang-Undang dengan tidak
mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan
untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya untuk
kemakmuran rakyat. Dasar hukum perundang-undangan.
cakupan objek berlaku di Negara tertentu yang
merupakan bentuk kepatuhan pada Pemerintah.
Page 31
53
b. Zakat
Zakat adalah mengambil sebagian harta dengan
ketentuan tertentu untuk diberikan kepada kelompok
tertentu. Menurut kewajiban melakukannya, zakat adalah
amal ibadah yang wajib dijalankan oleh setiap muslim
yang dikenai kewajiban membayar zakat dan diberikan
kepada 8 golongan masyarakat. Dalam Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2011 tentang
Pengelolaan Zakat, disebutkan zakat adalah harta yang
wajib dikeluarkan oleh seorang muslim atau badan usaha
untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya sesuai
dengan syariat Islam.23 Dasar hukum Al-qur'an dan
Hadits, cakupan objek berlaku untuk seluruh umat muslim
diseluruh dunia yang merupakan bentuk kepatuhan pada
Allah SWT.
c. Infaq
Infaq adalah mengeluarkan sebagian harta benda yang
dimiliki untuk kepentingan yang mengandung
23 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2011
tentang Pengelolaan Zakat
Page 32
54
kemaslahatan. Dalam infaq tidak ada nishab. Karena itu,
infaq boleh dikeluarkan oleh orang yang berpenghasilan
tinggi atau rendah, disaat lapang ataupun sempit (QS Ali
‘Imran 3: 134). Infaq merupakan ibadah sosial yang
sangat utama. Kata infaq mengandung pengertian bahwa
menafkahkan harta di jalan Allah tidak akan mengurangi
harta, tetapi justru akan semakin menambah harta. Dalam
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun
2011 tentang Pengelolaan Zakat, disebutkan Infaq adalah
harta yang dikeluarkan oleh seseorang atau badan usaha di
luar zakat untuk kemaslahatan umum.24 Dasar hukum Al-
qur'an dan Hadits.
d. Sedekah
Sedekah ialah pemberian sesuatu yang bersifat
kebaikan, baik berupa barang maupun jasa dari seseorang
kepada orang lain tanpa mengharapkan suatu imbalan
apapun selain ridha Allah. Bersedekah tidak harus berupa
uang. Kita juga dapat melakukannya dengan cara berbagi
24 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2011
tentang Pengelolaan Zakat
Page 33
55
pikiran yang berguna dan membantu dengan tenaga.
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23
Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat, disebutkan
sedekah adalah harta atau non harta yang dikeluarkan oleh
seseorang atau badan usaha di luar zakat untuk
kemaslahatan umum.25 Dasar hukum Al-qur'an dan Hadits
Dari masing-masing penjelasan pajak, zakat, infaq dan
sedekah dapatlah dipahami bahwa pada satu sisi terdapat
persamaan, tetapi pada sisi yang lain juga terdapat perbedaan,
di antaranya pada waktu pembayarannya. Kita dapat berinfaq
dan bersedekah kapan saja ketika memiliki kemampuan
membayarnya. Sedangkan waktu pembayaran zakat dan pajak
hanya boleh dilakukan pada masa-masa tertentu saja.
Kemudian terletak pada ruang lingkupnya masing-masing.
Bila pajak, zakat dan infaq terbatas atau dibatasi bentuknya
hanya dalam lapangan harta benda kekayaan, sedangkan
sedekah sebagaimana terbaca dalam pengertiannya, meliputi
harta dan non-harta sekaligus.
25 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2011
tentang Pengelolaan Zakat
Page 34
56
5. Jenis-jenis Pajak
Secara umum, pajak yang berlaku di Indonesia dapat
dibedakan menjadi Pajak Pusat dan Pajak Daerah. Pajak Pusat
adalah pajak-pajak yang dikelola oleh Pemerintah Pusat yang
dalam hal ini sebagian dikelola oleh Direktorat Jenderal
Pajak. Departemen Keuangan RI. Sedangkan Pajak Daerah
adalah pajak-pajak yang dikelola oleh Pemerintah Daerah
baik di tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota. Pajak-pajak
yang dipungut oleh Pemerintah Daerah baik Provinsi maupun
Kabupaten/Kota antara lain meliputi :
Pajak Provinsi
1) Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas
Air;
2) Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan
Kendaraan di Atas Air;
3) Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bemotor;
4) Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah
Tanah dan Air Permukaan.
a. Pajak Kabupaten/Kota
1) Pajak Hotel;
2) Pajak Restoran;
3) Pajak Hiburan;
4) Pajak Reklame;
5) Pajak Penerangan Jalan;
6) Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C;
Page 35
57
7) Pajak Parkir26
6. Hierarki perundang-undangan
Hierarki atau tata urutan peraturan perundang-undangan
di Indonesia merujuk pada pasal 7 Undang-undang Nomor 12
Tahun 2011 tentang Peraturan Pembentukan Perundang-
undangan.
Pasal 7
(1) Jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan terdiri
atas:
a. Undang-undang Dasar Negara Republik Indonsia
Tahun 1945;
b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang- Undang;
d. Peraturan Pemerintah;
e. Peraturan Presiden;
f. Peraturan Daerah Provinsi; dan
g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
(2) Kekuatan hukum peraturan perundang-undangan sesuai
dengan hierarki sebagaimana dimaksud pada ayat (1).27
26 Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah.
27 Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan.
Page 36
58
D. Pajak Kuliner dalam Peraturan Daerah Kota Palembang
Nomor 2 Tahun 2018
Bisnis kuliner merupakan salah satu bisnis Usaha Mikro
Kecil dan Menengah atau UMKM. Pengusaha yang bergerak
dibidang kuliner perlu mengetahui ketentuan pajak usaha kuliner
jika mereka telah menggeluti usaha tersebut. Untuk di Kota
Palembang salah satunya dikenakan pajak restoran yang diatur
dalam Peraturan Daerah (perda) Kota Palembang Nomor 2
Tahun 2018 tentang Pajak Daerah, berikut ketentuan pajak
restoran di dalamnya:28
1. Pengertian Pajak Restoran
Pajak restoran adalah pajak atas pelayanan yang
disediakan oleh restoran.Restoran ialah fasilitas penyedia
makanan dan/atau minuman dengan dipungut bayaran, yang
mencakup juga rumah makan, kafetaria, kantin, warung, bar
dan sejenisnya, termasuk jasa boga/katering.
2. Subjek dan Objek Pajak Restoran
Pasal 9
(1) subjek pajak restoran adalah orang pribadi atau Badan
yang membeli makanan dan/atau minuman dari
restoran.
28 Peraturan Daerah Kota Palembang Nomor 2 Tahun 2018 tentang
Pajak Daerah
Page 37
59
Pasal 8
(2) Objek pajak restoran adalah pelayanan yang disediakan
restoran.
(3) Termasuk dalam objek pajak restoran sebagaimana
pada ayat (2) meliputi:
a) Restoran, restoran berjalan, restoran terapung,
termasuk restoran yang disediakan oleh hotel dan
dapat dinikmati oleh konsumen yang tidak
menginap dihotel;
b) Rumah makan;
c) Kafetaria;
d) Kantin/dapur;
e) Warung/depot, termasuk warung kaki lima/ warung
tenda/ warung emperan, angkringan dan sejenisnya;
f) Outlet;
g) Coffe shop;
h) Bar/ kafe;
i) Pujasera/ food court/ fast food;
j) Toko roti/ bakery/ pastry;
k) Jasa boga/ catering; dan
l) Toko yang menjual makanan dan cemilan khas
daerah seperti; pempek/ lempok/ krupuk dan
sejenisnya;
m) Lain-lain yang menyediakan meja dan/atau kursi
untuk konsumen makan di tempat.
(4) Pelayanan yang disediakan restoran sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) meliputi pelayanan penjualan
makanan dan/atau minuman yang dikonsumsi oleh
pembeli, baik dikonsumsi di tempat pelayanan maupun
ditempat lain.
(5) Dikonsumsi di tempat pelayanan maupun di tempat
lain sebagaimana dimaksud pada ayat (4) termasuk
lauk pauk, nasi kotak, nasi bungkus, dan makanan lain
yang dibungkus/ dikotak/ dipaket/ dibawa pulang.
(6) dikecualikan dari objek pajak restoran sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) adalah pelayanan yang
disediakan oleh restoran yang nilai omzet penjualannya
Page 38
60
Ptidak melebihi Rp. 3.000.000,00 (tiga juta rupiah) per
bulan.
E. Hukum Ekonomi Syariah
1. Pengertian Hukum Ekonomi Syariah
Secara bahasa, kata “hukum” berasal dari kata Arab,
,yang berarti putusan, ketetapan (أحكام kata jamaknya) حكم
perintah, pemerintahan, kekuasaan, hukuman dan lain-lain.29
Istilah ekonomi dalam bahasa Arab, diungkapkan dengan
kata اقتصاد, yang secara bahasa berarti kesederhanaan dan
kehematan. Syariah dalam bahasa Arab, berasal dari kata
syara’a yang memeiliki berbagai macam arti, antara lain:
jalan, cara dan aturan.30 Dalam
Pasal 1 Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah disebutkan
ekonomi syariah adalah usaha atau kegiatan yang dilakukan
oleh orang per orang, kelompok orang, badan usaha yang
berbadan hukum atau tidak berbadan hukum dalam rangka
29 Fathurrahman Djamil, Hukum Ekonomi Islam (Sejarah, Teori dan
Konsep), (Jakarta: Sinar Grafika, 2013), hal. 41. 30Fathurrahman Djamil, Hukum Ekonomi Islam (Sejarah, Teori dan
Konsep), … hal. 30.
Page 39
61
memenuhi kebutuhan yang bersifat komersial dan tidak
komersial menurut prinsip syariah.31
Dengan pemahaman tersebut, dapat disimpulkan
bahwa pengertian hukum ekonomi syariah adalah seluruh
aktivitas perekonomian masyarakat yang ketentuan
hukumnya berdasrkan Al-Qur’an, As-Sunnah, ijma’ dan qyas
yang mengacu pada lima macam hukum yang sudah pasti
tertuang dalam syariah Islam, yaitu wajib, haram, makruh,
sunnat dan mubah. Dalam konteks ekonomi syariah atau fiqh
muamalah, semua aktivitas ekonomi hukum asalnya mubah
atau boleh hingga ada dalil yang mengharamkannya, baik
dalil dari Al-Qur’an maupun As-Sunnah, atau dalil dari ijma’
ulama.32
2. Nilai-nilai Hukum Ekonomi Syariah
proses pembangunan perekonomian akan mencapai
tujuan apabila cara-cara yang dilakukan tersebut adalah
benar, yaitu sesuai dengan syara' atau hukum Islam. Begitu
31 Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah 32 Beni Ahmad Saebani, Hukum Ekonomi & Akad Syraiah di
Indonesia, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2018), hal.18.
Page 40
62
juga sebaliknya, tujuan tidak tercapai apabila dilakukan
dengan cara-cara yang salah. Cara-cara yang salah adalah
cara tidak sesuai dengan syara'. Agar bisa sesuai dengan
syara’, salah satunya harus memenuhi nilai-nilai hukum
ekonomi syariah sebagai berikut:
a. Nilai Ketuhanan (ilahiah)
Nilai ini berasal dari filosofi dasar yang bersumber
dari Allah dengan tujuan semata-mata untuk mencari
ridha Allah (limardhatillah). Oleh karena itu segala
kegiatan ekonomi yang mengikuti permodalan, proses
produksi, distribusi, konsumsi dan pemasaran harus
senantiasa dikaitkan dengan nilai-nilai Ilahiah dan harus
selaras dengan tujuan yang telah ditetapkan oleh-Nya.
Manusia sebagai khalifah di Bumi hanya pemegang
amanah Allah SWT untuk menggunakan milik-Nya. Oleh
karena itu segala perbuatan manusia hanyalah harus
tunduk pada Allah sebagai sang pencipta dan pemilik.
Agar manusia dapat menjalankan tugas dengan baik
sebagai khalifah Allah di muka Bumi, maka ia wajib
Page 41
63
tolong-menolong dan saling membantu dalam
melaksanakan kegiatan ekonomi yang bertujuan untuk
beribadah kepada Allah SWT. Selain dari itu, manusia
diperintahkan agar percaya kepada hari kiamat, sebab
segala tingkah laku ekonomi manusia akan dapat
terkendali sebab ia sadar bahwa semua perbuatannya akan
diminta pertanggungjawabannya kelak oleh Allah SWT.33
b. Nilai Keadilan (al ‘adl)
Allah SWT adalah sang pencipta seluruh yang ada
dimuka bumi ini, dan keadilan merupakan salah satu sifat-
NYA. Allah SWT menganggap semua manusia itu sama
di hadapan-NYA dan memiliki potensi yang sama untuk
berbuat baik, karena yang menjadi pembeda bagi-NYA
hanya tingkat ketaqwaan setiap individunya. Implikasi
prinsip Adil dalam ekonomi Islam adalah pemenuhan
kebutuhan pokok bagi setiap masyarakat, sumber
pendapatan, distribusi pendapatan dan kekayaan secara
33 Abdul Manan, Hukum Ekonomi Syariah (Dalam Perspektif
Kewenangan Peradilan Agama), (Jakarta: Prenada Media, 2014), hal. 10.
Page 42
64
merata dan pertumbuhan serta stabilitas ekonomi yang
baik.
c. Nilai Kenabian (al-Nubuwah)
Nilai kenabian merupakan salah satu nilai yang
universal dalam ekonomi Islam. Kenabian bukan martabat
atau derajat yang diperoleh melalui usaha atau warisan.
Allah yang mempunyai hak poregratif untuk memilih
umat-Nya menjadi Nabi atau Rasul.Nabi Muhammad
SAW dalam dirinya bersemayam sifat luhur yang menjadi
panutan setiap pribadi muslim termasuk dalam bidang
ekonomi. Beliau adalah sorang pedagang yang ulung,
dalam menjalankan perkonomiannya selalu memerhatikan
hubungan pedagang dengan konsumen. Tidak seorangpun
merasa khawatir tertipu atau dirugikan berhubungan
bisnis dengan Nabi Muhammad SAW.
Sifat-sifat yang terkandung dalam prinsip al-Nubuwah
(Kenabian) sebagai berikut:
1) Shidiq (kebenaran), di mana seorang Nabi dan
Rasul senantiasa mengimplementasikan sifat
Page 43
65
kebenaran dan keikhlasan serta menghindarkan
diri dari perilaku dusta dan kemunafikan.
2) Amanah (terpercaya), sifat ini senantiasa menjelma
dalam perilaku kehidupan dalam bentuk kejujuran,
saling mempercayai prasangka baik, dan tanggung
jawab.
3) Fathonah (cerdas), artinya mengerti, memahami
dan menghayati secara mendalam segala hal yang
terjadi dalam tugas dan kewajiban. Sifat ini
akanmenimbulkan kreatifitas dan inofatif hanya
mungkin dimiliki ketika seseorang selalu berusaha
untuk menambah berbagai ilmu pengetahuan,
peraturan dan informasi.34
4) Tabligh (Komunikatif), sifat ini diperlukan
terutama dalam menumbuhkan sifat
profenasionalisme dalam menjalankan tugas
amanah yang diembannya.
34Fatimatuz Zahrah, Muhammad Nafik, Nilai Fathonah Dalam
Pengelolaan Bisnis di Pesantren Mukmin Mandiri Sidoarjo, Jurnal JESTT Vol. 2 No. 9 september 2015. hal. 752.
Page 44
66
d. Nilai Pemerintahan (al-Khalifah)
Prinsip khalifah adalah ketentuan Allah yang
menjelaskan status dan peran manusia sebagai wakil Allah
di muka Bumi.Agar dapat menjalankan fungsinya sebagai
khalifah di muka Bumi, maka ia membutuhkan
mediaberupa pemerintahan (khalifah). Media
pemerintahan sangat penting bagi manusia agar hubungan
sesama manusia dapat terajaga dengan baik.Manusia
wajib menjaga keharmonisan itu, termasuk dalam bidang
ekonomi agar berjalan dengan benar tanpa ada kezaliman.
Pemerintah memiliki hak ikut campur dalam bidang
ekonomi yang dilakukan individu-individu, baik untuk
mengawasi kegiatan yang dilakukan oleh pelaku ekonomi
maupun mengatur hal-hal yang berhubungan dengan
ekonomi tetapi tidak mampu dilakukan oleh para individu.
Oleh karena pemerintah sebagai pemilik manfaat
sumber-sumber ekonomi yang bersifat publik, termasuk
produksi dan distribusi serta sebagai lembaga pengawas
kehidupan ekonomi, maka pemerintah berhak campur
Page 45
67
tangan dalam kegiatan ekonomi yang dilaksanakan oleh
individu dan masyarakat.
e. Hasil atau Keuntungan (al-Ma’ad)
Hasil (laba) dalam Islam yang diperoleh di dunia
juga menjadi laba di akhirat. Karena kehidupan dunia
hanya bersifat sementara dan ada kehidupan lagi sesudah
kehidupan di dunia. Karakteristik ekonomi Islam ada dua
tujuan yang harus dicapai selaku pelaksana ekonomi,
yaitu tujuan hidup dunia dan akhirat. Segala bentuk
aktivitas ekonomi harus mempunyai nilai ganda tersebut
dan berimplikasi kepada keseriusan berusaha karena
adanya tanggung jawab dunia akhirat itu.
3. Asas-asas Ekonomi Syariah
Pada Hukum Ekonomi Syariah (fiqih muamalah), terdapat
beberapa asas yang terdiri dari:35
35 Muhammad Kholid, Prinsip Hukum Ekonomi Syariah dalam
Undang-Undang Tentang Perbankan Syariah, Asy-Syari‘ah Vol. 20 No. 2, Desember 2018. hal. 151-152.
Page 46
68
a. Asas Mu’awanah
Asas mu’awanah mewajibkan seluruh muslim untuk
tolong menolong dan membuat kemitraan dengan
melakukan muamalah, yang dimaksud dengan kemitraan
adalah suatu startegi bisnis yang dilakukan oleh dua
pihak atau lebih dalam jangka waktu tertentu untuk
meraih keuntungan bersama dengan prinsip saling
membutuhkan dan saling membesarkan.
b. Asas Musyarakah
Asas musyarakah menghendaki bahwa setiap
bentuk muamalah kerjasama antar pihak yang saling
menguntungkan bukan saja bagi pihak yang terlibat
melainkan bagi keseluruhan masyarakat, oleh karena itu
ada harta yang dalam muamalat diperlakukan sebagai
milik bersama dan sama sekali tidak dibenarkan dimiliki
perorangan.
c. Asas Manfaah (tabadulul manafi’)
Asas manfaah berarti bahwa segala bentuk kegiatan
muamalah harus memberikan keuntungan dan manfaat
Page 47
69
bagi pihak yang terlibat, asas ini merupakan kelanjutan
dari prinsip atta’awun (tolong menolong /gotong royong)
atau mu’awanah (saling percaya) sehingga asas ini
bertujuan menciptakan kerjasama antar individu atau
pihak-pihak dalam masyarakat dalam rangka saling
memenuhi keperluannya masing-masing dalam rangka
kesejahteraan bersama.
d. Asas Antaradhin
Asas antaradhin atau suka sama suka menyatakan
bahwa setiap bentuk muamalah antar individu atau antar
pihak harus berdasarkan kerelaan masing-masing,
Kerelaan disini dapat berarti kerelaan melakukan suatu
bentuk muamalah, maupun kerelaan dalam arti kerelaan
dalam menerima dan atau menyerahkan harta yag
dijadikan obyek perikatan dan bentuk muamalah lainnya.
e. Asas ‘Adamul Gharar
Asas ‘adamul gharar berarti bahwa pada setiap
bentuk muamalah tidak boleh ada gharar atau tipu daya
atau sesuatu yang menyebabkan salah satu pihak merasa
Page 48
70
dirugikan oleh pihak lainnya sehingga mengakibatkan
hilangnya unsur kerelaan salah satu pihak dalam
melakukan suatu transaksi.
f. Asas Al Musawah
Asas ini memiliki makna kesetaraan atau
kesamaan, artinya bahwa setiap pihak pelaku muamalah
berkedudukan sama.
g. Asas Ash shiddiq
Manusia diperintahkan untuk menjunjung kejujuran
dan kebenaran, jika dalam bermuamalah kejujuran dan
kebenaran tidak dikedepankan, maka akan berpengaruh
terhadap keabsahan perjanjian. Perjanjan yang didalamnya
terdapat unsur kebohongan menjadi batal atau tidak sah.
h. Asas Hak Milik
Islam mengakui hak milik perorangan. Oleh karena
itu Islam mewajibkan kepada umatnya untuk selalu
berusaha. Dengan kepemilikan harta maka seorang
muslim bisa membantu saudaranya yang lain dan
memberikan hak orang lain yang ada pada hartanya
Page 49
71
sehingga dengan hartanya seorang muslim bisa
mendapatkan kebahagiaan diakhirat kelak
i. Asas Pemerataan
Asas pemerataan adalah penerapan prinsip keadilan
dalam bidang muamalah yang bertujuan agar harta tidak
hanya dikuasai oleh segelintir orang saja, tetapi harus
didistribusikan secara merata di antara masyarakat, baik
kaya maupun miskin, dengan dasar tujuan ini maka
dibuatlah hukum zakat, sedekah, infaq.
j. Asas al-Bir wa al-Taqwa
Al-bir artinya kebajikan dan berimbang atau
proporsional maksudnya keadilan atau perilaku yang
baik.Sedangkan al-taqwa berarti takut, hati-hati, jalan
lurus, dan meninggalkan yang tidak berguna, melindungi
dan menjaga diri dari murka Allah SWT.Asas ini yang
mewadahi seluruh asas fiqih muamalah. Artinya segala
asas dalam lingkup fiqih muamalah dilandasi dan
diarahkan untuk Al-Bir wa al-Taqwa.