3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Ternak Kerbau Kerbau (Bubalus bubalis) termasuk salah satu ternak ruminansia yang mempunyai potensi tinggi dalam penyediaan daging. Kerbau merupakan ternak asli daerah panas dan lembab khususnya daerah belahan utara tropika. Kerbau hidup terutama di bagian yang berair dan dimusim hujan kerbau dapat menyebar dalam kawasan besar. Dibandingkan dengan sapi, kerbau memiliki sistem pencernaan yang lebih efisien dalam mencerna pakan kualitas rendah. Pada daerah kering dimana ternak sapi kondisi tubuhnya sudah memprihatinkan (kurus), kondisi tubuh kerbau masih cukup baik. Populasi ternak kerbau yang ada di Indonesia saat ini hanya 40% berada di Pulau Jawa dengan kepemilikan hanya 1-2 ekor per keluarga petani Kurnia (2009) dalam Herawati (2010). Menurut Kerr (1972) dalam Izza (2011) secara taksonomi kerbau lumpur dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Kerajaan : Animalia Filum : Chordata Kelas : Mammalia Ordo : Artiodactyla Famili : Bovidae Subfamili : Bovinae Genus : Bubalus
31
Embed
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Ternak Kerbaueprints.mercubuana-yogya.ac.id/1062/2/bab II.pdf · bulanan rata-rata adalah jumlah dari suhu harian dalam satu bulan dibagi dengan jumlah hari
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Ternak Kerbau
Kerbau (Bubalus bubalis) termasuk salah satu ternak ruminansia yang
mempunyai potensi tinggi dalam penyediaan daging. Kerbau merupakan ternak
asli daerah panas dan lembab khususnya daerah belahan utara tropika. Kerbau
hidup terutama di bagian yang berair dan dimusim hujan kerbau dapat menyebar
dalam kawasan besar. Dibandingkan dengan sapi, kerbau memiliki sistem
pencernaan yang lebih efisien dalam mencerna pakan kualitas rendah. Pada daerah
kering dimana ternak sapi kondisi tubuhnya sudah memprihatinkan (kurus),
kondisi tubuh kerbau masih cukup baik. Populasi ternak kerbau yang ada di
Indonesia saat ini hanya 40% berada di Pulau Jawa dengan kepemilikan hanya 1-2
ekor per keluarga petani Kurnia (2009) dalam Herawati (2010). Menurut Kerr
(1972) dalam Izza (2011) secara taksonomi kerbau lumpur dapat diklasifikasikan
sebagai berikut :
Kerajaan : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Mammalia
Ordo : Artiodactyla
Famili : Bovidae
Subfamili : Bovinae
Genus : Bubalus
4
Spesies : Bubalus bubalis
Ternak kerbau memiliki peran dan fungsi strategis bagi sebagian
masyarakat di Indonesia dan sejak lama ini tersebar luas walaupun tidak merata.
Perkembangan populasi kerbau di Pulau Jawa cenderung menurun hal ini
disebabkan berkurangnya fungsi kerbau sebagai tenaga kerja maupun alat angkut
dan maraknya ongolisasi. Kerbau masih dipelihara secara tradisional dan
umumnya ternak yang dipelihara merupakan warisan dari keluarga bersifat turun
temurun (Tarmuji et al., 1990). Dengan jumlah ternak yang relatif sedikit dan
tersebar secara luas maka akan mempersulit pengendalian penyakit diantaranya
Trypanosomiasis.
Iklim
Definisi Iklim
Iklim adalah rata-rata cuaca dalam periode yang panjang (bulan, tahun).
Sedangkan cuaca adalah keadaan atmosfer pada suatu saat. Cuaca
menggambarkan keadaan atmosfer dalam jangka pendek (Achmadi, 2005). Iklim
juga dapat digambarkan sebagai kejadian cuaca selama kurun waktu yang panjang
dan secara statistik cukup dapat dipakai untuk menunjukkan nilai statistik yang
berbeda dengan keadaan pada setiap saatnya (LAPAN, 2009). Iklim secara
operasional didefinisikan sebagai deskripsi statistik dari unsur-unsur iklim seperti
temperatur (suhu), presipitasi (hujan), angin, kelembaban, dan variasinya dalam
rentang waktu mulai dari bulanan hingga jutaan tahun (Kementrian Negara
Lingkungan Hidup, 2009).
5
Unsur-unsur yang Mempengaruhi Perubahan Iklim
Perubahan iklim dipengaruhi oleh beberapa unsur, yaitu :
1. Suhu
Suhu udara merupakan unsure iklim yang sangat penting. Suhu
udara berubah sesuai dengan tempat dan waktu (Tjasyono, 1992). Suhu
diladang yang berumput berbeda dengan suhu ladang yang dibajak.
Pengukuran suhu udara hanya memperoleh satu nilai yang menyatakan
nilai rata-rata suhu atmosfir. Pada umumnya suhu maksimum terjadi
sesudah tengah hari, biasanya antara pukul 12.00 sampai 14.00 dan suhu
minimum terjadi pada pukul 06.00 waktu lokal dan sekitar matahari lokal.
Suhu udara harian rata-rata diefinisikan sebagai rata-rata pengamatan
selama 4 jam (satu hari) yang dilakukan setiap jam. Secara kasar, suhu
maksimum dan suhu minimum ini kemudian dibagi menjadi dua. Suhu
bulanan rata-rata adalah jumlah dari suhu harian dalam satu bulan dibagi
dengan jumlah hari dalam bulan tersebut (Tjasyono, 2004).
2. Curah Hujan
Curah hujan adalah jumlah air hujan yang turun pada suatu daerah
dalam waktu tertentu. Awan yang terbentuk sebagai hasil dari kondensasi
uap air akan terbawa oleh angin sehingga berpeluang untuk tersebar
keseluruhan permukaan bumi. Butiran air yang terebentuk mencapai
ukuran yang cukup besar akan jatuh kepermukaan bumi. Proses jatuhnya
butiran air atau kristal es disebut presipitasi. Butiran air yang berdiameter
lebih dari 0,5 mm akan sampai ke permukaan bumi yang disebut dengan
6
hujan (Lakitan, 2002). Pada gerimis berukuran butiran air berdiameter 0,2
sampai 0,5 mm sedangkan ukuran butiran air yang kurang dari 0,2 mm
tidak akan sampai ke permukaan bumi karena akan menguap dalam
perjalannya menuju permukaan bumi.
3. Kelembaban
Kelembaban adalah jumlah rata-rata kandungan air keseluruhan
(uap, tetes air, dan kristal es) di udara pada suatu waktu yang diperoleh
dari hasil harian dan dirata-ratakan setiap bulan. Sedangkan berdasarkan
glossary of meteorology, kelembaban diartikan sebagai jumlah uap air
diudara atau tekanan uap yang teramati terhadap tekanan uap jenuh untuk
suhu yang diamati dan dinyatakan dalam persen (Neiiburger, 1995).
4. Kecepatan angin
Angin adalah gerak udara yang sejajar dengan permukaan bumi.
Udara bergerak dari daerah bertekanan tinggi ke daerah bertekanan udara
rendah (Tjasyono, 2004). Menurut Prawirowardoyo (1996)
mendefinisikan angin sebagai gerak nisbi terhadap permukaan bumi.
Kecepatan angin berubah dengan gerak nisbhi terhadap permukaan bumi.
Kecepatan angin berubah dengan jarak diatas permukaan tanah dan
perubahannya cepet pada paras (elevasi) rendah. Angin bukan arus yang
stabil, melainkan arah yang variabel, kadang rebut kadang reda.
Dampak perubahan iklim bagi kesehatan ternak
Iklim berperan dalam setiap kejadian penyakit. Perubahan iklim termasuk
perubahan rata-rata suhu harian, kelembaban, arah dan kecepatan angin
7
membentuk pola musim seperti musim hujan, kemarau yang berkepanjangan,
musim dingin, curah hujan yang luar biasa. Suhu panas yang berkepanjangan
yang disertai kelembaban yang tinggi dapat menyebabkan kelelahan karena
kepanasan terutama pada ternak yang dimanfaatkan untuk bekerja. Iklim
mempengaruhi ekosistem habitat binatang penular penyakit, bahkan tumbuh
kembangnya koloni kuman secara alamiah (Kementrian Negara Lingkungan
Hidup, 2009).
Secara langsung dan tidak langsung dapat mempengaruhi terjadinya
penyakit. Iklim dapat berpengaruh terhadap pola penyakit infeksi karena agent
penyakit (virus, bakteri, atau parasit lainnya) dan vektor (serangga atau rodentia)
bersifat sensitif terhadap suhu, kelembaban, dan kondisi lingkungan ambient
lainnya. Cuaca dan iklim berpengaruh terhadap penyakit yang berbeda dengan
cara yang berbeda (ICCSR, 2010).
Pengaruh Suhu terhadap Kejadian Trypanosomiasis
Perubahan suhu mempengaruhi populasi vektor yang dapat menimbulkan
kerugian bagi kesehatan. Perubahan suhu berhubungan dengan perubahan
dinamika siklus terhadap spesies vektor dan organisme pathogen seperti protozoa,
bakteri, dan virus sehingga dapat meningkatkan potensi transmisi penyebab
penyakit (WHO, 2003). Peningkatan temperatur akan memperluas distribusi
vector dan meningkatkan perkembangan dan pertumbuhan parasit menjadi infeksi
(Lapan, 2009).
8
Pengaruh Curah Hujan terhadap Kejadian Trypanosomiasis
Curah hujan yang tinggi puncaknya saat musim penghujan, dan dapat
menyebabkan banjir sehingga dapat mengkontaminasi air bersih. Curah hujan
yang rendah biasanya terjadi pada musim kemarau. Dimana kemarau
berhubungan dengan peningkatan resiko terjadinya penyakit yang disebabkan oleh
vektor. Saat kondisi kemarau penjang dapat mengurangi persediaan air bersih
sehingga dapat meningkatkan resiko penyakit yang berhubungan dengan
persediaan air bersih sehingga resiko penyakit semakin meningkat (Kementrian
Lingkungan Hidup, 2004).
Pengaruh Kelembaban terhadap Kejadian Trypanosomiasis
Perubahan kelembaban mempengaruhi populasi vektor yang dapat
menimbulkan kerugian bagi kesehatan. Pada musim hujan, kelembaban tinggi
serta intensitas sinar matahari yang berkurang dapat menyebabakan
mikroorganisme berkembang biak dengan baik dan membuat perkembangan lebih
cepat untuk vektor seperti lalat, kecoa, dan tikus (WHO, 2003).
Pengaruh Kecepatan angin terhadap Kejadian Trypanosomiasis
Infeksi yang disebabkan oleh vektor penyakit, distribusi, dan peningkatan
organisme vektor dan penjamu (host) dipengaruhi oleh faktor fisik seperti angin
serta faktor biotik seperti vegetasi, spesies penjamu, predator, kompetitor, dan
parasit (WHO,2003).
Karakteristik Kabupaten Brebes
Kabupaten Brebes berpotensi untuk mengembangkan ternak kerbau,
karena kontribusi daging kerbau mencapai 40% dari total kebutuhan daging sapi.
9
Disamping untuk memenuhi produksi daging juga sebagai ternak kerja untuk
membajak sawah.
10
Geografi
Brebes memiliki zona agroekosistem wilayah yang heterogen, mulai dari
pantai sampai dataran tinggi. Wilayah Brebes terbentang dari pantai utara hingga
ke perbukitan dibagian barat dan selatan Setiawan (2009) disitasi dari Herawati
(2010). Kabupten Brebes secara astronomis terletak pada posisi 108° 41’ 37, 70° –
11’ 28,92° Bujur Timur dan 6° 44’ 56,50’ – 7° 20’ 51,48” Lintang Selatan dan
terletak pada ketinggian 3000 m diatas permukaan laut. Kabupaten Brebes
memiliki batas-batas sebagai berikut :
Utara : Laut Jawa
Timur : Berbatasan denagan Kabupaten Tegal dan Kota Tegal
Selatan : Berbatasan dengan Kabupaten Banyumas dan Kabupaten Cilacap
Barat : Berbatasan dengan Kabupaten Cirebon dan Kabupaten Kuningan Provinsi Jawa Barat
Topografi
Kabupaten Brebes merupakan wilayah beriklim tropis dengan 2 musim,
yaitu musim penghujan dan musim kemarau. Adapun data suhu di Kabupaten
Brebes, yakni :
Suhu panas 24,5° C – 26,3° C memiliki ketinggian tempat 0- 300 m.dpl
Suhu agak panas 21,4° C – 24,4° C memiliki ketinggian tempat 301 – 800
m.dpl
Suhu sejuk 17,2° C – 21,3° C memiliki ketinggian tempat 801 – 1500 m.dpl
Kerbau memiliki kemampuan untuk menetralisir temperature lingkungan dengan
berendam (Herawati, 2010).
11
Luas Wilayah
Secara administratif Kabupaten Brebes berada di Provinsi Jawa Tengah
dengan luas wilayah 1.902,37 km2. Kabupaten Brebes terdiri dari 17 Kecamatan
dengan 8 Kelurahan dan 292 Desa. Kabupaten Brebes merupakan Kabupaten
dengan luas ke-2 di Jawa Tengah (Herawati, 2010).
Lalat Tabanus sp
Dalam Lalat Tabanus sp memiliki peran sebagai vektor mekanik penyakit
Surra di Indonesia. Lalat ini merupakan lalat penghisap darah famili Tabanidae
merupakan vektor yang baik dibandingkan dengan lalat atau nyamuk famili
Muscidae seperti Stomoxys sp (Diskerson dan Lavoipierre, 2004).
Morfologi
Lalat Tabanus sp merupakan lalat yang besar dengan ukuran 5 – 25 mm,
tegap dan penerbang yang kuat, benangan sayap mencapai 6,5 mm. Pada Lalat
Tabanus sp memiliki warna yang bervariasi diantaranya coklat, kuning,
kemerahan, hitam, dan hijau dengan garis abdomen yang terang seperti pada
gambar 1.
Gambar 1. Morfologi lalat Tabanus sp
Mulut lalat Tabanus sp penggigit dan penghisap darah berbentuk seperti
gunting. Pada lalat Tabanus sp betina antena ada yang panjang ada yang pendek,
12
dan mata yang berkembang biak. Sedangkan pada lalat Tabanus sp jantan mata
tidak bekembang. (Diskerson dan dan Lavoipierre, 2004).
Siklus Hidup
Telur diletakkan oleh lalat Tabanus sp betina pada tumbuhan, batuan
memanjang yang diselimuti bahan tahan air. Dalam satu kelompok telur terdiri
dari 200 hingga 1000 telur dari 3 – 4 lapisan. Telur dapat berwarna abu-abu,
putih, bahkan coklat kehitaman yang berbentuk seperti cerutu dengan panjang 1 –
2,5 mm yang akan menetas sekitar 5 – 14 hari (Diskerson dan Lavoipierre, 2004).
Gambar 2. Siklus hidup lalat Tabanus sp
Pada gambar 2. terlihat larva berbentuk silindris dengan kedua ujung
meruncing, berwarna coklat, putih, dan kehijauan dengan kepala yang kecil.
Sepasang penonjolan mencolok di tengah dan dua pasang di bawah perut. Larva
akan melalui 7 – 11 bentuk insar yang dapat memakan waktu beberapa bulan
sampai setahun. Ganti kulit yang pertama terjadi setelah larva yang baru keluar
dari telur menyentuh lumpur. Larva dapat berkembang pada suhu 32º - 35º C.