BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Seksio Sesarea A.1. Definisi Seksio sesarea berasal dari bahasa latin ‘caedere’ yang berarti memotong. Seksio sesaria adalah suatu tindakan pembedahan untuk melahirkan janin melalui insisi pada dinding perut (laparotomi) dan dinding uterus (histerotomi) dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram. 21,22 Tindakan pembedahan dilakukan untuk mencegah komplikasi yang kemungkinan dapat timbul apabila persalinan dilakukan pervaginam. 22 A.2. Epidemiologi Menurut WHO tahun 2011 dilaporkan angka kejadian seksio sesarea meningkat 5 kali dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Di Amerika Serikat, presentase persalinan seksio sesarea sebesar 43%, sedangkan presentase di Asia sebesar 30%. 23 Di Indonesia berdasarkan survei demografi dan kesehatan pada tahun 2011, angka persalinan secara seksio sesarea secara nasional rata-rata 22,5% dari seluruh persalinan. 24 Morbiditas maternal setelah menjalani tindakan seksio sesarea masih 4- 6 kali lebih tinggi daripada persalinan pervaginam, karena ada peningkatan risiko yang berhubungan dengan proses persalinan sampai proses perawatan setelah pembedahan. 6 Komplikasi yang ditimbulkan pada pembedahan seksio sesarea darurat relatif lebih tinggi dibandingkan dengan tindakan seksio sesarea yang telah direncanakan sebelumnya. Seksio sesarea darurat meningkatkan risiko komplikasi pasca bedah 4-5 kali lipat secara keseluruhan. 7 Dari jumlah angka kematian maternal 0,33-1,00% diantaranya terjadi pada pembedahan seksio sesarea sebagai akibat dari prosedur pembedahan maupun suatu keadaan
38
Embed
BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/152/jtptunimus-gdl-alifiaassy... · presentase persalinan seksio sesarea ... risiko komplikasi pasca
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Seksio Sesarea
A.1. Definisi
Seksio sesarea berasal dari bahasa latin ‘caedere’ yang berarti
memotong. Seksio sesaria adalah suatu tindakan pembedahan untuk melahirkan
janin melalui insisi pada dinding perut (laparotomi) dan dinding uterus
(histerotomi) dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin di atas
500 gram.21,22
Tindakan pembedahan dilakukan untuk mencegah komplikasi
yang kemungkinan dapat timbul apabila persalinan dilakukan pervaginam.22
A.2. Epidemiologi
Menurut WHO tahun 2011 dilaporkan angka kejadian seksio sesarea
meningkat 5 kali dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Di Amerika Serikat,
presentase persalinan seksio sesarea sebesar 43%, sedangkan presentase di Asia
sebesar 30%.23
Di Indonesia berdasarkan survei demografi dan kesehatan pada
tahun 2011, angka persalinan secara seksio sesarea secara nasional rata-rata
22,5% dari seluruh persalinan.24
Morbiditas maternal setelah menjalani tindakan seksio sesarea masih 4-
6 kali lebih tinggi daripada persalinan pervaginam, karena ada peningkatan
risiko yang berhubungan dengan proses persalinan sampai proses perawatan
setelah pembedahan.6
Komplikasi yang ditimbulkan pada pembedahan seksio
sesarea darurat relatif lebih tinggi dibandingkan dengan tindakan seksio sesarea
yang telah direncanakan sebelumnya. Seksio sesarea darurat meningkatkan
risiko komplikasi pasca bedah 4-5 kali lipat secara keseluruhan.7
Dari jumlah
angka kematian maternal 0,33-1,00% diantaranya terjadi pada pembedahan
seksio sesarea sebagai akibat dari prosedur pembedahan maupun suatu keadaan
yang mengindikasikan seksio sesarea.25
Komplikasi infeksi pasca seksio sesarea
merupakan salah satu penyebab morbiditas maternal yang berhubungan dengan
lama perawatan di rumah sakit.26
A.3. Klasifikasi
Seksio sesarea dapat diklasifikasikan menjadi 4, yaitu sebagai
berikut:6,21
a. Seksio Sesarea Transperitoneal Profunda
Suatu teknik pembedahan dengan melakukan insisi pada segmen
bawah uterus. Teknik seksio sesarea transperitoneal profunda memiliki
beberapa keunggulan, seperti kesembuhan yang lebih baik dan relatif tidak
banyak menimbulkan perlekatan. Namun kerugian dari teknik ini adalah
terdapat kesulitan dalam mengeluarkan janin sehingga dapat memungkinkan
terjadi luka insisi yang lebih luas dan disertai dengan perdarahan.
b. Seksio Sesarea Ekstraperitoneal
Suatu teknik yang dilakukan tanpa insisi peritoneum melainkan
dengan mendorong lipatan peritoneum ke atas dan kandung kemih ke bawah
atau ke garis-garis tengah, kemudian uterus dibuka dengan insisi di segmen
bawah.
c. Seksio Sesarea Klasik
Suatu teknik pembedahan dengan melakukan insisi pada segmen atas
uterus atau korpus uteri. Teknik seksio sesarea klasik ini dilakukan apabila
segmen bawah rahim sulit untuk dicapai, misalnya oleh karena ada
perlekatan pada kandung kemih akibat pembedahan sebelumnya, mioma
pada segmen bawah uterus atau karsinoma serviks yang invasif. Kelemahan
dari teknik ini, yaitu penyembuhan dari luka insisi relatif sulit,
memungkinkan untuk terjadi perlekatan dengan dinding abdomen dan
terjadinya ruptur uteri pada kehamilan berikutnya.
d. Seksio Sesarea disertai Histerektomi
Pengangkatan uterus setelah tindakan seksio sesarea oleh karena
atonia uteri yang tidak dapat teratasi, pada keadaan uterus miomatousus
besar dan banyak, atau keadaan ruptur uteri yang tidak dapat diatasi.
A.4. Insisi Dinding Abdomen
Macam bentuk insisi dinding abdomen yang dapat dilakukan pada
seksio sesarea adalah:6,7
a. Insisi Longitudinal
Teknik insisi yang dilakukan antara umbilikus sampai dengan
suprapubis. Untuk mengatasi perdarahan dilakukan tindakan ligasi atau
kauterisasi. Fasia dibuka sepanjang insisi, kemudian dibebaskan dari otot
dinding abdomen. Selanjutnya otot dinding abdomen dipisahkan ke bagian
samping sehingga terlihat peritoneum. Peritoneum dibuka kemudian
melakukan insisi peritoneum diperlebar ke atas dan ke bawah sehingga
uterus terlihat.
b. Insisi Transversal menurut Pfannenstiel
Teknik insisi yang dilakukan di suprapubis pada perbatasan rambut
pubis hingga mencapai fasia abdominalis. Perdarahan diatasi dengan
tindakan ligasi atau dengan termokauter. Pemotongan fasia dilakukan secara
melintang dipisahkan dari muskulus abdominalis dan muskulus piramidalis.
Ligasi bila terjadi perdarahan arteri atau vena epigastrika inferior. Pada tepi
bagian atas dan bawah dapat diikat pada kulit abdomen, kemudian untuk
melihat peritonium, muskulus rektus dan piramidalis dipisahkan pada garis
tengahnya. Peritoneum dibuka dengan melakukan pengangkatan
menggunakan pinset dan dipotong dengan pisau atau gunting. Uterus dapat
terlihat dengan memperlebar insisi peritoneum.
A.5. Insisi Uterus
Insisi uterus yang paling sering dilakukan adalah insisi transversal (tipe
Kerr) segmen bawah, kemudian diikuti oleh insisi vertikal segmen bawah.6
a. Insisi Uterus Transversal Segmen Bawah
Insisi jenis ini memiliki keunggulan yaitu hanya membutuhkan
sedikit diseksi kandung kemih dari miometrium di bawahnya, namun jika
insisi diperluas ke lateral maka dapat terjadi laserasi yang mengenai satu
atau kedua pembuluh uterus. Keuntungan lain insisi transversal adalah lebih
mudah diperbaiki, terletak di tempat yang paling kecil kemungkinan
mengalami ruptur disertai keluarnya kepala janin ke dalam rongga abdomen
selama kehamilan berikutnya dan tidak meningkatkan perlekatan usus atau
omentum ke garis sisi.
Pada insisi transversal biasanya lipatan peritoneum yang longgar di
atas batas atas kandung kemih dan segmen bawah anterior uterus dipegang
dengan forsep di garis tengah dan diinsisi dengan skalpel atau gunting.
Gunting dimasukkan di antara serosa dan miometrium segmen bawah uterus
dan didorong ke samping dari garis tengah, serosa dibebaskan selebar 2 cm
yang kemudian diinsisi. Sewaktu batas lateral di masing-masing sisi
didekati, gunting sedikit diarahkan ke kepala. Lipat bawah peritoneum
diangkat dan kandung kemih dipisahkan secara tumpul dan tajam dari
miometrium di bawahnya. Secara umum, kedalaman pemisahan kandung
kemih tidak melebihi 5 cm. Khususnya pada serviks yang telah mendatar
dan membuka lengkap, dapat terjadi diseksi yang terlalu ke dalam sehingga
secara tidak sengaja dapat menembus vagina di bawahnya.
Uterus dibuka melalui segmen bawah uterus sekitar 1 cm di bawah
batas atas lipatan peritoneum. Insisi uterus perlu dibuat relatif lebih tinggi
pada wanita dengan pembukaan serviks yang telah lengkap agar ekstensi
insisi ke lateral menuju arteri-arteri uterus dapat dicegah. Insisi uterus dapat
dilakukan dengan berbagai teknik. Masing-masing dimulai dengan
menginsisi segmen bawah uterus yang telah terpajan secara melintang
sepanjang sekitar 1 sampai 2 cm di garis tengah. Insisi harus memotong
seluruh ketebalan dinding uterus, tetapi tidak cukup dalam untuk melukai
janin di bawahnya. Tindakan menembus uterus dengan hati-hati secara
tumpul dapat menggunakan hemostat untuk memisahkan otot. Setelah uterus
dibuka, insisi dapat diperluas dengan memotong ke lateral dan sedikit ke atas
dengan gunting perban. Jika segmen bawah uterus tipis, lubang masuk dapat
diperlebar hanya dengan memperluas insisi, menggunakan kedua telunjuk
untuk memberikan tekanan ke arah lateral dan atas.
Insisi uterus harus dibuat cukup lebar agar kepala dan badan janin
dapat lahir tanpa merobek atau harus memotong arteri dan vena uterina yang
berjalan di batas lateral uterus, jika dijumpai plasenta di garis insisi, plasenta
tersebut harus dilepaskan atau diinsisi. Jika plasenta dipotong, perdarahan
janin dapat hebat sehingga tali pusat harus dipotong secepat mungkin.
b. Insisi Uterus Vertikal Segmen Bawah
Insisi vertikal pada uterus dimulai dengan skalpel dan dilakukan
serendah mungkin, tetapi lebih tinggi daripada batas perlekatan kandung
kemih. Jika ruang yang terbentuk oleh skalpel sudah memadai, maka insisi
diperluas ke arah kepala dengan gunting perban sampai cukup panjang untuk
melahirkan janin. Di dalam miometrium sering dijumpai banyak perdarahan
dari pembuluh-pembuluh darah besar. Segera setelah janin dikeluarkan,
pembuluh-pembuluh tersebut diklem dan diikat dengan benang catgut
kromik. Setelah janin lahir, insisi uterus diamati untuk melihat ada tidaknya
perdarahan yang bermakna. Perdarahan harus segera dijepit dengan forcep
pennington atau forsep cincin.
A.6. Perbaikan Insisi Uterus
a. Perbaikan Insisi Uterus Transversal
Setelah plasenta dilahirkan, uterus dapat diangkat melalui insisi
untuk diletakkan di dinding abdomen yang telah ditutup duk dan fundus
ditutupi oleh kain laparotomi yang lembab. Uterus atonik yang lemas dapat
cepat diketahui dan diberi pijatan. Titik-titik perdarahan dan insisi lebih
mudah dilihat dan diperbaiki, terutama jika telah terdapat perluasan ke
lateral. Adnexa lebih terlihat sehingga sterilisasi tuba lebih mudah dilakukan.
Kekurangan utama adalah rasa tidak nyaman dan muntah yang ditimbulkan
oleh gerakan menekan dan mendorong pada wanita yang mendapat analgesia
spinal atau epidural. Pada wanita yang menjalani eksteriorisasi uterus
sebelum penutupan, tidak terjadi peningkatan morbiditas demam atau
perdarahan.
Segera setelah plasenta dilahirkan dan diperiksa, rongga uterus
diperiksa dan diusap dengan spons laparotomi untuk mengeluarkan
membran, verniks, bekuan, atau debris lain yang tersisa. Tepi sayatan bagian
atas dan bawah serta masing-masing sudut insisi uterus diperiksa secara
cermat untuk melihat adanya perdarahan.
Insisi uterus kemudian ditutup dengan satu atau dua lapisan jahitan
kontinyu menggunakan benang ukuran 0 atau 1 yang dapat diserap. Biasanya
digunakan benang kromik atau benang sintetik yang tidak dapat diserap.
Pembuluh-pembuluh besar yang telah diklem sebaiknya diikat dengan
benang.
Jahitan pertama dipasang sedikit melewati salah satu sudut insisi.
Kemudian dilakukan penjahitan jelujur mengikat (running-lock), dengan
masing-masing jahitan menembus seluruh ketebalan miometrium. Tempat
masuknya masing-masing jahitan harus dipilih dengan cermat untuk
menghindari pengeluaran jarum setelah jarum menembus miometrium. Hal
ini mengurangi kemungkinan perforasi pembuluh yang tidak terikat dan
perdarahan. Penjahitan jelujur-mengikat ini dilanjutkan sedikit melewati
sudut insisi yang berlawanan. Kerapatan tepi sayatan biasanya dapat dicapai
dengan memuaskan, terutama jika segmen bawah tipis. Jika kerapatan
setelah satu lapisan jahitan jelujur kurang memuaskan atau jika perdarahan
menetap, dapat dilakukan penjahitan satu lapis tambahan untuk memperoleh
kerapatan dan hemostasis atau masing-masing titik perdarahan dihentikan
dengan jahitan angka-delapan atau jahitan kasur. Setelah hemostasis tercapai
dengan penutupan uterus, maka tepi serosa yang menutupi uterus dan
kandung kemih didekatkan satu sama lain dengan jahitan jelujur
menggunakan benang cutgut kromik 2-0.6
b. Perbaikan Insisi Uterus Vertikal
Salah satu metodenya adalah menggunakan satu lapis jahitan jelujur
dengan cutgut kromik 0 atau 1 untuk menyatukan separuh bagian dalam
insisi. Separuh bagian luar insisi uterus kemudian ditutup dengan jahitan
serupa menggunakan teknik jelujur atau jahitan angka-delapan. Untuk
mencapai kerapatan yang baik dan untuk mencegah benang merobek
miometrium, sebaiknya dilakukan penekanan pada kedua sisi luka
miometrium ke arah tengah setiap kali dilakukan penjahitan dan pengikatan.
Tepi-tepi serosa uterus didekatkan satu sama lain dengan jahitan jelujur
menggunakan cutgut kromik 2-0.6
A.7. Penutupan Abdomen
Semua kasa dikeluarkan, dan cekungan serta cul-de-sac dikosongkan
dari darah dan cairan amnion dengan pengisapan lembut. Jika digunakan
anestesi umum, organ abdomen atas dapat diraba secara sistematis. Namun
pada anestesi regional, tindakan ini dapat menimbulkan rasa yang sangat tidak
nyaman. Setelah hitung spons dan alat sudah benar, insisi abdomen ditutup.
Sewaktu dilakukan penutupan lapis demi lapis, tempat-tempat perdarahan
diidentifikasi, dijepit dan diikat. Ruang subfasia secara cermat diperiksa untuk
hemostasis. Fasia rektus di atasnya ditutup dengan jahitan interrupted dengan
benang ukuran 0 yang tidak dapat diserap yang dijahitkan ke arah lateral tepi
fasia dengan jarak tidak lebih dari 1 cm atau dengan jahitan jelujur tidak
mengikat (continuous non-blocking) menggunakan benang tipe permanen atau
yang dapat diserap tetapi bertahan lama.
Jaringan subkutis biasanya tidak perlu ditutup secara terpisah jika
ketebalannya 2 cm atau kurang dan kulit ditutup dengan jahitan kasur vertikal
menggunakan benang sutera 3-0 atau 4-0 atau ekuivalennya. Jika jaringan
lemaknya lebih tebal, atau jika digunakan klip atau jahitan subkutis, dilakukan
beberapa penjahitan interrupted dengan cutgut polos 3-0 untuk menutup ruang
mati dan mengurangi tarikan pada tepi luka.6
A.8. Indikasi
Ada beberapa faktor yang menentukan keberhasilan dalam persalinan,
yaitu power (kekuatan ibu), passage (jalan lahir), passanger (janin), psikologis
ibu dan penolong persalinan. Apabila pada salah satu faktor terdapat gangguan,
dapat mengakibatkan keberhasilan dalam persalinan tidak dapat tercapai bahkan
dapat menimbulkan komplikasi yang dapat membahayakan ibu dan janin jika
keadaan tersebut berlanjut.26
Indikasi seksio sesarea dilakukan apabila diambil langkah keputusan
penundaan persalinan yang lebih lama akan menimbulkan bahaya serius bagi
ibu, janin, bahkan keduanya, atau bila tidak dimungkinkan dilakukan persalinan
pervaginam secara aman. Adapun indikasi dilakukannya seksio sesarea
dibedakan menjadi 3, yaitu:5,21
a. Indikasi Ibu
1. Usia ibu melahirkan pertama kali diatas usia 35 tahun atau wanita usia 40
tahun ke atas.
2. Adanya ancaman robekan rahim.
3. Ibu kelelahan.
4. Penyakit ibu yang berat seperti penyakit jantung, paru, demam tinggi,
pre-eklampsia berat atau eklampsia.
5. Faktor hambatan jalan lahir, karena terdapat tumor atau mioma yang
menyebabkan persalinan terhambat atau tidak maju.
6. Disproporsi sefalo-pelvis, yaitu ukuran lingkar panggul ibu tidak sesuai
dengan ukuran lingkar kepala janin.
b. Indikasi Janin
1. Bayi terlalu besar atau berat bayi sekitar 4000 gram atau lebih.
2. Malpresentasi atau malposisi, yaitu letak bayi dalam rahim tidak
menguntungkan untuk persalinan pervaginam. Misalnya pada posisi
transversal dan presentasi sungsang.
3. Distress janin, terjadi perubahan kecepatan denyut jantung janin yang
dapat menunjukkan suatu masalah pada bayi. Perubahan kecepatan
denyut jantung, dapat terjadi jika tali pusat tertekan atau berkurangnya
aliran darah yang teroksigenasi ke plasenta.
4. Faktor plasenta, misalnya pada kasus plasenta previa, keadaan dimana
plasenta menutupi sebagian leher rahim. Pada saat leher rahim melebar,
plasenta terlepas dari rahim dan menyebabkan perdarahan, yang dapat
mengurangi pasokan oksigen ke janin. Tidak dimungkinkan dilakukan
persalinan pervaginam karena plasenta akan keluar sebelum bayi lahir.
5. Kelainan tali pusat, misalnya pada prolaps tali pusat terjadi bila tali pusat
turun melalui leher rahim sebelum bayi, maka kepala atau tubuh bayi
dapat menjepit tali pusat dan mengakibatkan kurangnya pasokan oksigen,
sehingga mengharuskan dilakukannya bedah sesar dengan segera.
6. Kehamilan ganda, pada kehamilan ganda terdapat risiko terjadinya
komplikasi kelahiran prematur dan terjadi pre-eklamsia pada ibu sehingga
memungkinkan untuk dilakukan persalinan secara seksio sesarea.
c. Indikasi Waktu
1. Partus lama, yaitu persalinan yang berlangsung sampai 18 jam atau lebih
2. Partus tidak maju, yaitu tidak ada kemajuan dalam jalannya persalinan
kala I baik dalam pembukaan serviks, penurunan kepala atau saat putaran
paksi.
3. Partus macet, yaitu bayi tidak lahir setelah dipimpin mengejan (kala II)
beberapa saat.
Selain indikasi berdasarkan faktor ibu, janin dan waktu terdapat indikasi
sosial untuk dilakukannya persalinan secara seksio sesarea, yang timbul karena
permintaan pasien meskipun untuk dilakukan persalinan normal tidak ada
masalah atau kesulitan yang bermakna. Indikasi sosial biasanya sudah
direncanakan terlebih dahulu atau dapat disebut dengan seksio sesarea elektif.27
A.9. Kontraindikasi
Seksio sesarea dilakukan untuk kepentingan ibu dan janin, adanya faktor
yang menghambat berlangsungnya tindakan seksio sesarea, seperti adanya
gangguan mekanisme pembekuan darah pada ibu, lebih dianjurkan untuk
dilakukan persalinan pervaginam, oleh karena insisi yang menyebabkan
perdarahan dapat seminimal mungkin.6
Seksio sesaria umumnya tidak
dilakukan pada kasus keadaan janin sudah mati dalam kandungan, ibu syok
atau anemia berat yang belum teratasi, pada janin dengan kelainan kongenital
mayor yang berat atau terjadi infeksi dalam kehamilan.28
A.10. Anestesi
Ada beberapa teknik anestesi atau penghilang rasa sakit yang dapat
dipilih untuk tindakan seksio sesarea, baik spinal maupun general. Yang lebih
umum digunakan yaitu anestesi spinal atau epidural. Pada anestesi general
mungkin diberikan jika diperlukan proses persalinan yang cepat karena cara
kerja yang jauh lebih cepat dibandingkan anestesi spinal.29
a. Anestesi General
Anestesi general biasanya diberikan jika anestesi spinal atau epidural
tidak mungkin diberikan, baik karena alasan teknis maupun karena dianggap
tidak aman. Pada prosedur pemberian anestesi ini, pasien akan menghirup
oksigen melalui masker wajah selama tiga sampai empat menit sebelum obat
diberikan melalui penetesan intravena. Pasien tidak sadarkan diri dalam
waktu 20 sampai 30 detik. Saat pasien tidak sadarkan diri, disisipkan selang
ke dalam tenggorokkan pasien untuk membantu pasien bernafas dan
mencegah muntah. Jika digunakan anestesi general, pasien akan dimonitor
oleh ahli anestesi secara konstan.29
b. Anestesi Spinal
Berkaitan dengan risiko untuk ibu dan skor Apgar yang lebih rendah
menggunakan anestesi general, umumnya tindakan seksio sesarea
menggunakan anestesi spinal. Dengan menggunakan teknik anestesi spinal,
neonatus terpapar lebih sedikit obat anestesi dan memberikan pengelolaan
rasa sakit pasca operasi yang lebih baik.
Pemasukan anestesi lokal ke dalam ruang subarakhnoid untuk
menghasilkan blok spinal telah lama digunakan untuk seksio sesarea. Teknik
ini diketahui baik untuk pasien dengan kelainan paru, diabetes melitus,
penyakit hati yang difus, kegagalan fungsi ginjal, sehubungan dengan
gangguan metabolisme dan ekskresi obat-obatan. Keuntungan dari anestesi
spinal antara lain teknik yang sederhana, onset cepat, risiko keracunan
sistemik yang lebih rendah, blok anestesi yang baik, perubahan fisiologi,
pencegahan dan penanggulangan terhadap penyulitnya telah diketahui
dengan baik, analgesia dapat diandalkan, pasien sadar sehingga dapat
mengurangi kemungkinan terjadinya aspirasi.29
A.11. Sterilitas Ruang Pembedahan
Pemeliharaan ruang pembedahan merupakan proses pembersihan dan
dekontaminasi ruang beserta alat-alat standar yang terdapat di ruang bedah.
Tujuan dilakukannya yaitu untuk mencegah infeksi silang dari atau kepada
pasien serta mempertahankan sterilitas. Sterilisasi kamar operasi dapat dengan
cara pemakaian sinar ultraviolet yang dinyalakan selama 24 jam, memakai
desinfektan yang disemprotkan dengan memakai suatu alat (fogging) dengan
waktu yang dibutuhkan sekitar 1 jam untuk menyemprotkan cairan dan ruang
pembedahan dapat dipakai setelah 1 jam kemudian.30
B. Perawatan Pasca Bedah
Perawatan pasca bedah sangat diperlukan untuk mencegah komplikasi yang
dapat ditimbulkan pasca tindakan seksio sesarea. Perawatan pembalutan luka
(wound dressing) dengan baik merupakan perawatan pertama yang diperlukan
pasca bedah, kemudian melakukan pemeriksaan tanda-tanda vital yaitu tekanan
darah, frekuensi nadi, frekuensi pernafasan, jumlah cairan yang masuk dan keluar
serta pengukuran suhu tubuh. Pengukuran terhadap tanda-tanda vital dilakukan
hingga beberapa jam pasca bedah dan beberapa kali sehari untuk perawatan
selanjutnya.6
B.1. Perawatan Luka Insisi Kulit Abdomen
Perawatan luka insisi dapat dimulai dengan membersihkan luka insisi
menggunakan alkohol atau cairan suci hama dan ditutup dengan kain penutup
luka. Setiap hari pembalut luka diganti dan luka dibersihkan. Perhatikan apakah
luka telah sembuh sempurna atau mengalami komplikasi. Luka yang
mengalami komplikasi seperti sebagian luka yang sembuh sedangkan sebagian
lain mengalami infeksi eksudat, luka terbuka sebagian atau seluruhnya,
memerlukan perawatan khusus atau bahkan perlu dilakukan reinsisi.
Komplikasi-komplikasi tersebut sering dijumpai pada pasien seksio sesarea
dengan obesitas, diabetes melitus dan partus lama.31,32
B.2. Pemberian Cairan
Pemberian cairan perinfus harus cukup dan mengandung elektrolit yang
diperlukan, agar tidak terjadi hipertermia, dehidrasi dan komplikasi pada organ
tubuh lain, karena selama 24 jam pertama pasca pembedahan pasien diharuskan
untuk berpuasa. Pemberian transfusi darah atau packed-cell apabila kadar
hemoglobin darah rendah. Pencatatan jumlah urin atau cairan yang keluar
ditampung untuk mengetahui jumlah cairan yang harus diberikan. Pemberian
cairan perinfus dihentikan setelah pasien flatus baru kemudian dapat diberikan
makanan dan cairan peroral.32
B.3. Diet
Pemberian makanan dapat dilakukan setelah cairan infus dihentikan.
Pasien diperbolehkan makan makanan bubur saring, minuman air buah dan
susu, selanjutnya diperbolehkan makanan bubur dan makanan biasa secara
bertahap kecuali bila dijumpai komplikasi pada saluran pencernaan, seperti
adanya kembung, meteorismus dan peristaltik usus yang abnormal, sedangkan
pemberian obat-obatan peroral dapat diberikan sejak pemberian minum pertama
kali.32
B.4. Pengelolaan Nyeri
Pengelolaan untuk mengurangi rasa nyeri yang biasanya masih
dirasakan pasien dalam 24 jam pertama sejak pasien sadar, dapat diberikan
obat-obatan analgesia dan penenang, seperti injeksi intramuskular pethidin atau
morfin secara perinfus. Biasanya setelah 24-48 jam rasa nyeri akan hilang
seiring dengan penyembuhan luka.32
B.5. Mobilisasi
Mobilisasi merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak secara
bebas dan merupakan faktor penting dalam mempercepat pemulihan pasca
bedah. Tujuan mobilisasi dini adalah membantu proses penyembuhan ibu
setelah melahirkan, untuk menghindari terjadinya infeksi pada bekas luka insisi
setelah operasi seksio sesarea, mengurangi risiko konstipasi, mengurangi