II-1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN 2.1.1. Sejarah Berdirinya PT. Primatexco Indonesia Pada zaman pendudukan Belanda, sentra-sentra produksi Batik di Indonesia (Pekalongan, Yogyakarta, Solo, Tasikmalaya, Cirebon, Ponorogo, dll) mendapat pasokan bahan baku produksi, seperti kain dan obat-obatan (termasuk lilin) dari para pengusaha (mayoritas etnis Cina) yang bekerja sama dengan Pemerintahan Belanda. Akan tetapi, hal ini mengakibatkan para pengusaha memainkan harga sesuai keinginan mereka, sehingga merugikan perajin-perajin batik di Indonesia. Akhirnya, para perajin sepakat untuk mendirikan koperasi batik yang kemudian tergabung dalam GKBI ( Gabungan Koperasi Batik Indonesia ). GKBI ingin menyediakan bahan baku produksi sendiri, tanpa mengandalkan bantuan para penguasa ataupun impor dari luar negeri. GKBI mulai mendirikan perusahaan tekstil di Medari, Sleman, Yogyakarta. Kemudian diikuti Primatexco di daerah Batang. PT. Primatexco Indonesia merupakan suatu perusahaan tekstil dengan status Join V`enture atau kerja sama antar negara, yang memproduksi kain mori untuk bahan baku batik. Perusahaan ini resmi didirikan pada Juni 1972. Pendirian dilakukan setelah ada persetujuan dari Presiden Republik Indonesia saat itu dengan No. B 28/Pres/2/71 serta surat keputusan Menteri Perindustrian Republik Indonesia No. 155/M/SK//IV/71 tertanggal 2 April 1971. Nomor Ijin Usaha Tekstil PT. Primatexco Indonesia yang pertama bernomor 596/DJAI/IUT- II/PMA/XII/1987 Tgl. 05/12/1987, sedangkan yang terakhir bernomor 53/T/INDUSTRI/1996 Tgl. 03/09/1996. 2.1.2. Lokasi Perusahaan Secara geografis PT Primatexco Indonesia terletak di Jalan Jendral Urip Sumoharjo, Desa Sambong, Kabupaten Batang, yang berdekatan dengan kota Pekalongan
18
Embed
BAB II TINJAUAN PUSTAKA - indice.blog.uns.ac.idindice.blog.uns.ac.id/files/2010/05/bab-2.pdf · Stuktur Organisasi Bentuk struktur organisasi PT Primatexco Indonesia dapat dikatakan
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
II-1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN
2.1.1. Sejarah Berdirinya PT. Primatexco Indonesia
Pada zaman pendudukan Belanda, sentra-sentra produksi Batik di
Indonesia (Pekalongan, Yogyakarta, Solo, Tasikmalaya, Cirebon, Ponorogo, dll)
mendapat pasokan bahan baku produksi, seperti kain dan obat-obatan (termasuk
lilin) dari para pengusaha (mayoritas etnis Cina) yang bekerja sama dengan
Pemerintahan Belanda. Akan tetapi, hal ini mengakibatkan para pengusaha
memainkan harga sesuai keinginan mereka, sehingga merugikan perajin-perajin
batik di Indonesia.
Akhirnya, para perajin sepakat untuk mendirikan koperasi batik yang
kemudian tergabung dalam GKBI ( Gabungan Koperasi Batik Indonesia ). GKBI
ingin menyediakan bahan baku produksi sendiri, tanpa mengandalkan bantuan
para penguasa ataupun impor dari luar negeri. GKBI mulai mendirikan
perusahaan tekstil di Medari, Sleman, Yogyakarta. Kemudian diikuti Primatexco
di daerah Batang.
PT. Primatexco Indonesia merupakan suatu perusahaan tekstil dengan
status Join V`enture atau kerja sama antar negara, yang memproduksi kain mori
untuk bahan baku batik. Perusahaan ini resmi didirikan pada Juni 1972. Pendirian
dilakukan setelah ada persetujuan dari Presiden Republik Indonesia saat itu
dengan No. B 28/Pres/2/71 serta surat keputusan Menteri Perindustrian Republik
Indonesia No. 155/M/SK//IV/71 tertanggal 2 April 1971. Nomor Ijin Usaha
Tekstil PT. Primatexco Indonesia yang pertama bernomor 596/DJAI/IUT-
II/PMA/XII/1987 Tgl. 05/12/1987, sedangkan yang terakhir bernomor
53/T/INDUSTRI/1996 Tgl. 03/09/1996.
2.1.2. Lokasi Perusahaan
Secara geografis PT Primatexco Indonesia terletak di Jalan Jendral Urip
Sumoharjo, Desa Sambong, Kabupaten Batang, yang berdekatan dengan kota Pekalongan
II-2
(± 20 menit dari Pekalongan). Dari arah kota Semarang, PT Primatexco Indonesia berada
di sebelah kiri jalur Pantura, dengan jarak dari tepi pantai ± 8 km.
Letak perusahaan yang berada di Kabupaten Batang telah menempatkan PT
Primatexco Indonesia sebagai pembayar pajak yang berdisiplin dan bertanggung
jawab. Begitu juga untuk masyarakat setempat, PT Primatexco Indonesia telah
menjadi sumber mata pencaharian utama yang memberikan penghasilan di atas
UMR rata-rata. Hampir sebagian besar sumber daya manusia PT. Primatexco
Indonesia merupakan warga setempat karena merupakan salah satu kebijakan
perusahaan untuk mengutamakan warga sekitar sebagai salah satu bentuk
partisipasi perusahaan untuk pemberdayaan masyarakat Batang.
2.1.3. Visi dan Misi Perusahaan
Visi PT Prmatexco Indonesia adalah memproduksi tekstil bernilai tinggi
untuk pasaran internasional dan menunjang pembangunan Indonesia,
meningkatkan persahabatan yang harmonis bangsa Indonesia dan Jepang.
Misi PT Prmatexco Indonesia adalah :
a. Memberikan kepuasan kepada pemegang saham
b. Memberikan kepuasan kepada pelanggan
c. Memberikan kepuasan kepada pemerintah
d. Memberikan kesejahteraan kepada karyawan
e. Memberikan manfaat kepada masyarakat lingkungan perusahaan
2.1.4. Stuktur Organisasi
Bentuk struktur organisasi PT Primatexco Indonesia dapat dikatakan
perpaduan antara bentuk piramid dengan bentuk vertikal, karena bentuk
puncaknya vertikal, namun mulai pada tingkat keempat, struktur organisasi
berbentuk piramid. Keterangan lebih lanjut, dapat dilihat pada gambar 2.1
II-3
Gambar 2.1. Struktur Organisasi PT Primatexco Indonesia
2.1.5. SDM
Karyawan PT Primatexco Indonesia saat ini berjumlah 1823 orang.
Khusus untuk bagian produksi, karyawan terbagi ke dalam 5 Grup, yaitu Grup A,
B, C, D, dan E. Untuk grup A sampai D, waktu kerjanya mengikuti pola 3 hari
kerja diikuti libur 1 hari, sedangkan Grup E bekerja selama 6 hari dari senin
sampai sabtu. Dalam 1 hari terdapat 3 shift kerja, yaitu shift pagi, siang, dan
malam. Masing-masing grup ( kecuali Grup E ) akan mengalami routing kerja
untuk tiap shiftnya. Sebagai contoh, 3 hari pertama Grup A bekerja pada shift
pagi, kemudian libur satu hari dan pada 3 hari berikutnya, mereka mendapat
bagian kerja pada shift siang. Dmikian seterusnya untuk grup-grup yang lain.
Brikut ini merupakan jam kerja yang tersedia di PT Primatexco Indonesia
II-4
Tabel 2.1 Jam Kerja PT Primatexco Indonesia
Shift Hari Jam Kerja Istirahat
PAGI Senin - minggu 06.00 – 14.00 09.00 – 10.00
SIANG Senin - minggu 14.00 – 22.00 18.00 – 19.00
MALAM Senin - minggu 22.00 – 06.00 01.00 – 02.00
Grup E
Senin- Kamis
Jumat
Sabtu
08.00-16.00
08.00-16.00
08.00-13.00
12.00-13.00
11.30-12.45
-
Para karyawan mendapat beberapa fasilitas, antara lain sebagai berikut :
1. Seragam, meliputi : pakaian, sepatu, dan topi yang diperoleh setiap
tahunnya
2. Layanan kesehatan, meliputi : obat-obatan P3K, poliklinik, bantuan
berobat keluarga, bantuan biaya khitan, dan melahirkan
3. Layanan transportasi berupa bus karyawan
4. Tunjangan-tunjangan, seperti : tunjangan istri, anak, THR, dan bonus
gaji
5. Rekreasi
6. Training yang dilakukan secara berkelompok
2.1.6. Hasil Produksi
Jenis produk yang dihasilkan PT Primatexco Indonesia berupa benang
tenun, kain, printing dan waste. Benag tenun yang dihasilkan adalah benang
tenun 100% cotton jenis CD30s, CD40
s, CM50
s, CM60
s, dan benang tenun cotton
polyester (silpy) dengan jenis CT032 dan CT023. Benang silpy adalah produk
baru dengan komposisi bagian tengah benang serat polyester 30% dilapisi atau
dikelilingi serat cotton 70%.
Kain yang dihasilkan dari mesin shuttle adalah Prima, Primissima,
Berkolin, dan Voilissima, sedangkan yang dihasilkan dari air jet loom adalah
Prima, Berkolin atau Broad Cloth, Primissima, Sateen, Voilee Twill, Pique, dan
Selpy ( Polyester ).
II-5
Dari proses produksi tersebut akan menghasilkan waste , yaitu kapas
comber (waste mesin combing) kurang lebih 15%, kapas Flashtrip (waste dari
mesin carding) kurang lebih 0,5%, kapas Scutcher (waste dari mesin blowing)
kurang lebih 0,5%, dan wate Ito (benang cacat). Waste yang dihasilkan dari
Spinning ini dapat digunakan untuk benang pembalut luka dan kapas kecantikan.
Sedangkan waste yang dihasilkan dari weaving adalah benang lemas panjang dan
pendek kurang lebih 0,07%, wate AJL kurang lebih 0,23%, dan Cop kotor kurang
lebih 0,02%, serta potongan kain grey (potongan yang kurang dari 0,5 yard).
Beberapa waste tersebut masih dapat digunakan untuk benang dan sumbu.
2.1.7. Pemasaran dan Distribusi
Pada awalnya PT Primatexco Indonesia memasarkan produknya secara
langsung kepada konsumen. Hal ini ditunjang dengan status perusahaan yang join
venture, sehingga pemasaran produk di luar negeri dapat dilakukan dengan
mudah. Untuk pasar lokal, PT Primatexco Indonesia menawarkan produknya
secara langsung kepada konsumen melalui telepon. Seiring dengan
berkembangnya teknologi informasi, kini PT Primatexco juga memasarkan
produknya melalui internet.
Adapun cara pembelian dilakukan seperti biasa, yaitu secara langsung
datang ke kantor pemasaran PT Primatexco Indonesia. Untuk penjualan lokal,
ada kain jenis tertentu yang harus melalui broker, yaitu jenis Primissima,
sedangkan untuk penjualan ke luar negeri dapat melalui broker atau langsung ke
kantor pemasaran, untuk batas pembelian minimal 1000 yard.
Kurang lebih 75% produk kain yang dihasilkan PT Primatexco Indonesia
kini telah diekspor ke berbagai negara. Untuk kawasan Asia, produk berhasil
dipasarkan di Jepang, Hongkong, dan Singapura, sedangkan kawasan Eropa
meliputi Jerman, Inggris, Belgia, Turki, dan Swiss. Sebagian kecil produk PT
Primatexco Indonesia untuk pasar lokal, telah merambah Jakarta, Bandung,
Semarang, Solo, Yogya, Surabaya, Banjarmasin dan Bali.
II-6
2.1.8. Proses Produksi
Proses produksi yang berlangsung di unit weaving menggunakan strategi
flow shop. Oleh karena itu, layout produksi disusun berdasarkan tahapan proses
produksi dan tidak bisa diubah begitu saja. Urutan proses produksi Unit Weaving
ditunjukkan pada gambar 2.2 berikut
Gambar 2.2 Aliran proses produksi Unit Weaving
Aliran pemrosesan produk dimulai dari persiapan bahan baku hingga
proses packing barang jadi. Bahan baku yang dibutuhkan di unit weaving adalah
benang. Terdapat dua jenis benang yang digunakan, yaitu benang Pakan dan
benang Lusi.
II-7
Benang pakan yang berbentuk cone pada dasarnya sudah diperoleh dari
unit pemintalan (spinning) dan siap digunakan pada mesin AJL, sedangkan untuk
mesin shuttle, beang pakan berbentuk cone harus diubah terlebih dahulu ke dalam
bentuk pallet sebelum digunakan pada proses penenunan.
Untuk Lusi, proses persiapan yang dilakukan lebih panjang sebelum
masuk ke dalam proses weaving (pernenunan). Tahap pertama adalah tahap
warping atau penggulungan benang yang berbentuk cheese atau cone menjadi
bentuk warper beam. Kemudian beam tersebut dikanji untuk kemudian digulung
ulang menjadi sizing beam dan siap dipakai sebagai benang lusi. Proses ini
disebut sizing. Perbedaan antara banang pakan dan lusi dapat diamati pada gambar
2.3 berikut.
Gambar 2.3 Benang Pakan (kiri) dan Benang lusi (kanan)
Tahap terakhir sebelum benang lusi ditenun, terdapat proses reaching dan
tying. Reaching merupakan tahap pemasukan masing-masing benang lusi sizing
ke dalam dropper dan sisir (reed). Proses ini dibutuhkan ketika terdapat
penggantian jenis kain yang akan dikerjakan pada mesin tertentu dan harus
dilakukan pencucukan benang kembali sesuai jenis anyamannya.
Setelah bahan baku berupa benang pakan dan benang lusi siap, dilakukan
proses penenunan benang (weaving) dan selanjutnya kain grey yang dihasilkan
mengalami proses pemeriksaan (inspecting) untuk mengetahui tingkat kecacatan
kain yang akan menentukan kualitas kain. Tahap terakhir sebelum kain-kain
dikirim adalah packing. Terdapat dua jenis bentuk packing yaitu bentuk ball dan
roll. Untuk bentuk ball, kain dilipat terlebih dahulu pada proses folding kemudian
dipress menjadi bantuk balok.
II-8
2.2. LANDASAN TEORI
2.2.1. Perencanaan Kapasitas Dalam Sistem Manufacturing
Keberhasilan perencanaan dan pengendalian manufaktur memerlukan
perencanaan kapasitas yang efektif, agar mampu memenuhi target produksi yang
ditetapkan. Kekurangan kapasitas akan menyebabkan kegagalan dalam memenuhi
target produksi, keterlambatan pengiriman pelanggan, dan kehilangan
kepercayaan dalam sistem formal yang mengakibatkan reputasi perusahaan akan
menurun atau hilang sama sekali. Di sisi lain, kelebihan kapasitas akan
mengakibatkan tingkat utilisasi sumber-sumber daya yang rendah, biaya
meningkat, dan harga produk menjadi tidak kompetitif.
Sistem manufaktur tidak dapat memproduksi prioritas (output) yang
diinginkan tanpa memiliki kapasitas input yang cukup. Oleh karena itu, dalam
sistem manufaktur modern, aktifitas perencanaan prioritas (priority planning)
sejajar dengan aktivitas perencanaan kapasitas, sehingga terdapat suatu hierarki
rencana-rencana kapasitas (capacity planning) yang sejajar dan sesuai dengan
rencana-rencana prioritas (priority planning).
2.2.2. Perencanaan Kebutuhan Sumber Daya
Pada dasarnya, perencanaan kebutuhan sumber daya dapat dilakukan
melalui langkah-langkah berikut ini :
a. Memperoleh rencana produksi
b. Menentukan struktur produk atau proses pembuatan produk
c. Menentukan bill of resources
d. Menghitung kebutuhan sumber daya total, dihitung berdasarkan agregat
waktu total yang dibutuhkan untuk mencapai target produksi
e. Mengevaluasi rencana yang telah dilakukan, dengan cara
membandingkan sumber daya yang ada dan yang dibutuhkan
2.2.3. Definisi Kapasitas
Menurut Bayr Render dan Jay Heizer, kapasitas adalah hasil produksi
(output) maksimal dari sistem pada periode tertentu. Kapasitas pada umumnya
dinyatakan dalam angka per satuan waktu. Kebanyakan organisasi
II-9
mengoperasikan fasilitasnya pada tingkat yang kurang dari kapasitas perusahaan.
Hal itu karena mereka menyadari bahwa sumber daya manusia dapat beroperasi
secara lebih efisien bila sumber daya tersebut tidak dimanfaatkan sampai batas
yang maksimal. Oleh karena itu, optimal beroperasi pada tingkat 95% merupakan
kapasitas maksimal.
2.2.4. Metode Pengukuran Kapasitas
Pada dasarnya terdapat tiga metode pengukuran kapasitas, yaitu :
1. Theoretical Capacity (synonym: Maximum Capacity, Design Capacity)
merupakan kapasitas maksimum yang mungkin dari sistem manufacturing
yang didasarkan pada asumsi mengenai adanya kondisi ideal, seperti: 3 shift
per hari, tujuh hari per minggu, tidak ada downtime mesin, dll. Dengan
demikian, theoretical capacty diukur tanpa adanya suatu kesempatan untuk
berhenti atau istirahat, downtime mesin, atau alasan lainnya. Kapasitas
produksi teoritis tidak pernah dapat dicapai dan karena itu tidak umum
digunakan dalam penentuan kapasitas.
2. Demonstrated Capacity (synonym: Actual Capacity, Efficiency Capacity)
merupakan tingkat output yang dapat diharapkan berdasarkan pada
pengalaman, yang mengukur produksi secara aktual dari pusat kerja di waktu
lalu, yang biasanya diukur menggunakan angka rata-rata berdasarkan beban