Bab II: Tinjauan Pustaka BAB II: TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Proyek Pembangunan Jaringan Pipa Gas Onshore Jaringan Pipa gas adalah sebuah infrastruktur yang dibangun untuk mengalirkan hydrocarbon dalam bentuk gas dari sumber gas menuju pengguna gas. Sumber gas tersebut dapat berupa sumur gas, fasilitas regasifikasi gas, fasilitas penampungan gas ataupun stasiun pengukur penurun tekanan gas. Sedangkan pengguna gas dapat berupa industry, pembangkit listrik, dan pengguna rumah tangga. Dalam pelaksanaannya, jaringan pipa gas tersebut akan menghubungkan daerah-daerah terpencil dimana gas itu berada dan kota-kota besar dimana gas tersebut akan dimanfaatkan. Seperti contoh, jaringan pipa gas transmisi South Sumatera – West Java menghubungkan sumber gas di Grissik, Jambi dan Pagardewa, Sumatera Selatan menuju ke Cilegon dan Bekasi di Jawa Bagian Barat. Pipa gas Transmisi ini terbentang sepanjang 2200 km melalui rute darat (onshore) dan rute laut (offshore). Konstruksi di kedua rute ini sangat berbeda metode pelaksanaan maupun permasalahan yang dihadapinya. Metode yang sering digunakan untuk rute onshore adalah metode open cut dan apabila akan melewati rintangan seperti jalan, sungai atau rel kereta atau fasilitas lainnya maka akan digunakan metode crossing baik itu auger crossing ataupun Horizontal Directional Drilling (HDD). Sedangkan untuk rute offshore mutlak memerlukan penggunaan Pipe Lay Barge (PLB) dengan berbagai ukuran tergantung kedalaman laut yang hendak dilalui. Selain rute, jaringan pipa gas juga dibagi menjadi jaringan pipa gas transmisi dan jaringan pipa gas distribusi. Jaringan pipa gas transmisi adalah jaringan pipa yang memiliki tekanan tinggi, berfungsi untuk menyalurkan gas dari sumber gas ke Offtake station, single line, memiliki right of way (ROW), tidak diberi zat pembau (odorant), dan pipa berdiameter besar. Sedangkan jaringan pipa distribusi adalah jaringan pipa yang memiliki tekanan menengah-rendah, berfungsi untuk menyalurkan gas dari offtake II-1
24
Embed
BAB II: TINJAUAN PUSTAKA - modul.mercubuana.ac.id SIPIL/Bab II.pdf · Proyek Pembangunan Jaringan Pipa Gas Onshore . ... ukuran tergantung kedalaman laut yang hendak dilalui. ...
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Bab II: Tinjauan Pustaka
BAB II: TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Proyek Pembangunan Jaringan Pipa Gas Onshore
Jaringan Pipa gas adalah sebuah infrastruktur yang dibangun untuk mengalirkan
hydrocarbon dalam bentuk gas dari sumber gas menuju pengguna gas. Sumber gas
tersebut dapat berupa sumur gas, fasilitas regasifikasi gas, fasilitas penampungan gas
ataupun stasiun pengukur penurun tekanan gas. Sedangkan pengguna gas dapat
berupa industry, pembangkit listrik, dan pengguna rumah tangga.
Dalam pelaksanaannya, jaringan pipa gas tersebut akan menghubungkan
daerah-daerah terpencil dimana gas itu berada dan kota-kota besar dimana gas
tersebut akan dimanfaatkan. Seperti contoh, jaringan pipa gas transmisi South
Sumatera – West Java menghubungkan sumber gas di Grissik, Jambi dan Pagardewa,
Sumatera Selatan menuju ke Cilegon dan Bekasi di Jawa Bagian Barat. Pipa gas
Transmisi ini terbentang sepanjang 2200 km melalui rute darat (onshore) dan rute laut
(offshore). Konstruksi di kedua rute ini sangat berbeda metode pelaksanaan maupun
permasalahan yang dihadapinya. Metode yang sering digunakan untuk rute onshore
adalah metode open cut dan apabila akan melewati rintangan seperti jalan, sungai
atau rel kereta atau fasilitas lainnya maka akan digunakan metode crossing baik itu
auger crossing ataupun Horizontal Directional Drilling (HDD). Sedangkan untuk rute
offshore mutlak memerlukan penggunaan Pipe Lay Barge (PLB) dengan berbagai
ukuran tergantung kedalaman laut yang hendak dilalui.
Selain rute, jaringan pipa gas juga dibagi menjadi jaringan pipa gas transmisi dan
jaringan pipa gas distribusi. Jaringan pipa gas transmisi adalah jaringan pipa yang
memiliki tekanan tinggi, berfungsi untuk menyalurkan gas dari sumber gas ke Offtake
station, single line, memiliki right of way (ROW), tidak diberi zat pembau (odorant), dan
pipa berdiameter besar. Sedangkan jaringan pipa distribusi adalah jaringan pipa yang
memiliki tekanan menengah-rendah, berfungsi untuk menyalurkan gas dari offtake
II-1
Bab II: Tinjauan Pustaka
station ke pengguna gas, multi line, tidak memiliki right of way (ROW), diberi zat
pembau (odorant), dan pipa berdiameter variasi (2 s/d 12 inch).
Gambar 1. Sistem Jaringan Pipa Gas ("Natural Gas Pipeline System," 2002)
Proyek pembangunan jaringan pipa gas dimulai dengan fase perencanaan bisnis,
perencanaan fasilitas, perencanaan proyek dan konstruksi. Pada fase perencanaan
bisnis, peran project management belum secara langsung diperlukan. Namun setelah
rencana bisnis tersebut disahkan untuk dilaksanakan, maka fungsi project
management mutlak diperlukan. Dalam fase ini, project risk management mulai
dilaksanakan.
II-2
Bab II: Tinjauan Pustaka
Gambar 2. Tahapan Pengambilan Keputusan Pelaksanaan Sebuah Investasi/Proyek
Risiko organizational akan banyak terdapat pada tahapan perencanaan fasilitas
dan perencanaan proyek. Sedangkan risiko eksternal, risiko project management dan
risiko teknikal akan banyak terdapat pada fase perencanaan proyek dan konstruksi.
Tahapan perencanaan dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Study Kelayakan / Feasibility Study (FS) : Studi ini dilakukan untuk
mengetahui kelayakan proyek tersebut dari aspek ekonomi, social, legal dan
teknikal. Hasil dari FS ini akan membantu manajemen untuk menentukan
apakah bisnis proposal tersebut dapat dilanjutkan ke tahapan berikutnya.
2. Front End Engineering Design (FEED): adalah sebuah pendekatan
menggunakan desain enjiniring untuk mengontrol pengeluaran proyek dan
secara teliti merencanakan sebuah proyek sebelum masuknya penawaran
resmi. FEED adalah basic engineering yang dilakukan setelah FS atau desain
konseptual didapatkan. Desain FEED fokus pada persyaratan teknis termasuk
juga estimasi biaya proyek secara kasar. FEED digunakan sebagai dasar
untuk tender konstruksi (EPC, EPCI dll) dan sebagai desain basis
(EPCengineer). Dalam tahapan ini akan ditentukan keperluan proyek secara
teknikal seperti dimensi pipa, fasilitas pendukung, jalur pipa dll.
3. Basic Design : dalam tahapan ini, FEED/desain basis akan dipertajam lagi
sehingga detail keperluan teknis proyek dapat diketahui. Pada tahapan ini
pula, Manajer Proyek akan menentukan paket pengadaan untuk proyek
tersebut seperti konsultan perencana, konsultan pengawas, pengadaan pipa,
pengadaan kontraktor, pengurusan izin jalur. Biaya proyek akan diestimasikan
sehingga lebih presisi.
4. Pelaksanaan Proyek : pelaksanaan proyek akan segera dilakukan setelah
semua tahapan diselesaikan dengan tersedianya material proyek, izin
II-3
Bab II: Tinjauan Pustaka
pelaksanaan, konsultan yang terkait, kontraktor pelaksana dan anggaran
proyek tersedia sesuai dengan kebutuhan.
Tahapan konstruksi jaringan pipa gas adalah sebagai berikut:
1. Site Preparation
2. Hauling & Stringing
3. Excavation/Trenching
4. Welding
5. Non Destructive Test
6. Field Joint Coating
7. Holiday Test
8. Lowering & Backfilling
9. Pre-Commissioning
a. Flooding, Cleaning and Gauging
b. Hydrotesting
c. Dewatering
d. Swabbing and Drying
e. Nitrogen Purging
II-4
Bab II: Tinjauan Pustaka
Gambar 3. Proses Pelaksanaan Konstruksi Jaringan Pipa Gas Onshore (Tobin, 2003)
2.2. Manajemen Risiko
Manajemen Risiko adalah salah satu dari 10 Knowledge Areas didalam PMBOK
5th Edition. Manajemen Risiko Proyek adalah termasuk proses melakukan
perencanaan manajemen risiko, identifikasi, analisis, perencanaan tindak lanjut dan
pengendalian risiko dalam proyek. Tujuan dari manajemen risiko proyek adalah untuk
meningkatkan kemungkinan dan dampak dari peluang (risiko positif) dan menurunkan
kemungkinan dan dampak dari kendala (risiko negative). (PMBOK 5th Ed. 2013)
II-5
Bab II: Tinjauan Pustaka
Manajemen risiko mengenal tiga faktor, yaitu sebagai berikut :
1. Risk even status, yaitu merupakan kriteria nilai risiko atau sering disebut
peringkat risiko, misal: high, significant, medium, dan low.
2. Risk probability, yaitu merupakan tingkat kemungkinan terjadinya suatu risiko,
biasanya dinyatakan dalam persen (%).
3. Risk consequences, yaitu merupakan nilai pengaruhnya bila risiko tersebut
benar-benar terjadi. Ukuran ini tergantung risikonya, bisa berupa rupiah,
persen, waktu, banyaknya kejadian, dan lain-lain.
Menurut PMBOK Guideline, proses pelaksanaan Manajemen Risiko Proyek
adalah:
1. Perencanaan Risiko
Proses mendefinisikan bagaimana cara melakukan aktifitas manajemen risiko
pada suatu proyek.
2. Identifikasi Risiko
Proses menentukan risiko-risiko yang memberikan pengaruh ke proyek dan
mendokumentasikan karakteristik risiko-risiko tersebut.
3. Analisis Risiko secara Kualitatif
Proses menentukan prioritas risiko untuk analisis dan tindakan lebih lanjut
dengan menilai dan mengkombinasikan kemungkinan kemunculan dan
dampak dari risiko-risiko tersebut.
4. Analisis Risiko secara Kuantitatif
Proses analisis pengaruh dari risiko-risiko yang teridentifikasi secara numerik
terhadap tujuan proyek secara keseluruhan.
5. Perencanaan Respon Risiko
Proses pengembangan pilihan-pilihan dan tindakan untuk meningkatkan
kesempatan dan mengurangi ancaman terhadap tujuan proyek.
II-6
Bab II: Tinjauan Pustaka
6. Kontrol Risiko
Proses menerapkan perencanaan respon risiko, melacak risiko-risiko yang
teridentifikasi, mengidentifikasi risiko-risiko baru, dan mengevaluasi efektifitas
proses pelaksanaan manajemen risiko sepanjang proyek.
Pada dasarnya, menurut PRM Handbook, manajemen risiko proyek termasuk
bertanya dan menjawab beberapa pertanyaan sederhana :
1. Risiko-risiko apa yang mungkin secara negatif (ancaman) atau secara positif
Skala/Rating Definisi 1 Sama-sama berpengaruh 3 Risiko yang satu sedikit lebih berpengaruh dibanding yang lain 5 Risiko yang satu lebih berpengaruh dibanding yang lain 7 Risiko yang satu jauh lebih berpengaruh dibanding yang lain 9 Risiko yang satu sangat lebih berpengaruh dibanding yang lain dan
menggambarkan dominasi terhadap risiko lainnya 2,4,6,8 Nilai-nilai antara dua skala yang berdekatan
Seorang decision maker akan memberikan penilaian, mempersepsikan ataupun
memperkirakan kemungkinan dari suatu hal/peristiwa yang dihadapi. Penilaian
tersebut akan dibentuk kedalam matriks berpasangan pada setiap level hirarki.
Contoh Pair – Wise Comparison Matrix pada suatu level of hierarchy, yaitu :
Gambar 9. Matrix Pair-wise Comparison
Membacanya/membandingkannya, dari kiri ke kanan. Jika K dibandingkan dengan
L, maka L jauh lebih berpengaruh daripada K dengan nilai judgement sebesar 3.
Dengan demikian pada baris 1 kolom 2 diisi dengan kebalikan dari 3 yakni 1/3.
Jika K dibandingkan dengan M, maka K sangat lebih berpengaruh daripada M
dengan nilai judgement sebesar 5. Jadi baris 1 kolom 3 diisi dengan 5, dan seterusnya.
2.4.3 Eigen value dan Eigen vector
K L MK 1 1/3 5
A = L 3 1 7M 1/5 1/7 1
II-19
Bab II: Tinjauan Pustaka
Dari (Teknomo) dijelaskan bahwa Eigen vector dari matriks yang diperoleh disebut
juga Priority vectors. Priority Vectors ini menunjukkan tingkat kepentingan dari masing-
masing risk event terhadap risk event lainnya terkait dengan tujuan penelitian.
Perhitungan priority vectors/eigen vector ini adalah dengan langkah sebagai
berikut:
1. Setelah kita mendapatkan data dari pair-wise comparison, lalu kita susun
dalam bentuk matriks.
2. Lalu, kita jumlahkan tiap kolom dalam matriks tersebut.
3. Setelah itu, kita bagi setiap elemen matriks dengan jumlah (sum) tiap kolom,
dan kita dapatkan bobot relative ternormalisasi. Jumlah tiap kolom adalah 1.
Nilai Eigen vector ternormalisasi dapat diperoleh dengan mengambil nilai rata-
rata dari tiap baris.
K L MK 1 1/3 5
A = L 3 1 7M 1/5 1/7 1
K L MK 1 1/3 5
A = L 3 1 7M 1/5 1/7 1
sum 21/5 31/21 13
K L MK 5/21 7/31 5/13
A = L 15/21 21/31 7/13
M 1/21 3/31 1/13
sum 1 1 1
II-20
Bab II: Tinjauan Pustaka
Priority vectors menunjukkan bobot relative diantara 3 item yang
diperbandingkan yang menunjukkan prioritas dari ketiga item tersebut. Dari contoh
diatas diperoleh bobot item L sebesar 64.34%, K sebesar 28.28% dan item M sebesar
7.38%.
2.4.4 Uji konsistensi
Setelah mendapatkan prioritas maka selanjutnya diperlukan uji konsistensi. Uji
konsistensi diperlukan karena AHP menggunakan persepsi dari pakar sebagai input
maka sangat dimungkinkan terjadinya inkonsistensi akibat keterbatasan para pakar
tersebut menyatakan persepsinya secara konsisten saat membandingkan berbagai
events. Dua alat untuk mengukur konsistensi ini adalah dengan menggunakan
Consistensy Index (CI) dan Consistency Ratio (CR). Saaty menyatakan sebuah
persamaan bahwa untuk matriks resiprokal yang konsisten, eigen value terbesar sama
dengan ukuran dari matriks perbandingan, atau λmax = n. dan formula Consistency
Index adalah
𝐶𝐶𝐶𝐶 = λmax− 𝑛𝑛𝑛𝑛 − 1
CI = Rasio penyimpangan (deviasi) konsistensi (Consistency Index)
λmax = Nilai eigen terbesar dari matriks berordo n
n = Orde matriks
Apabila CI bernilai 0 maka matriks perbandingan tersebut akan dianggap
konsisten. Adapun batas ke-tidakkonsistensi-an (inconsistency) yang ditetapkan
adalah dengan menggunakan Consistency Ratio (CR) yaitu perbandingan antara
Consistency Index (CI) dengan Random Index (RI) yang didapatkan Saaty dari
percobaan dimana secara acak membuat matriks resiprokal dengan menggunakan
skala 1/9, 1/8, ….,1,…8,9 dan menghasilkan Random Consistency Index (RI) untuk
0.2828A = = 0.6434
0.07381/3
5/21 + 7/31 + 5/13
15/21 + 21/31 + 7/13
1/21 + 3/31 + 1/13
II-21
Bab II: Tinjauan Pustaka
melihat apakah nilainya sekitar 10% atau kurang. Random Consistency Index (RI)
rata-rata dari 500 sampel matriks ditunjukkan pada table berikut ini: (Teknomo)
Tabel 6. Tabel Random Index
N 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
RI 0 0 0.58 0.9 1.12 1.24 1.32 1.41 1.45 1.49
Dan, formula untuk Consistency Ratio, merupakan perbandingan antara
Consistency Index dan Random Consistency Index adalah
𝐶𝐶𝐶𝐶 = CI𝑅𝑅𝑅𝑅
Salah satu metode perhitungan yang lebih sederhana yang dapat dilakukan adalah
dengan menggunakan metode nth root.(Coyle, 2004)
Setelah matriks perbandingan sudah diisi, maka langkah berikutnya adalah
mencari nilai rata-rata geometri dari tiap baris. Dan berikutnya dengan mencari nilai
eigen vector dengan cara membagi nilai baris nth terhadap total (0.293/5.024 = 0.058).
Langkah berikutnya adalah menghitung λmax dengan pertama-tama mengalikan
eigen vector dengan nilai dari tiap matriks dalam satu baris.