14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Implementasi Implementasi adalah suatu tindakan atau pelaksanaan dari sebuah rencana yang sudah disusun secara matang dan terperinci. Implementasi biasanya dilakukan. Setelah perencanaan sudah dianggap sempurna. Menurut Nurdin Usman Implementasi bermuara pada aktivitas, aksi, tindakan atau adanya mekanisme suatu sistem, implementasi bukan sekedar aktivitas, tapi suatu kegiatan yang terencana dan untuk mencapai tujuan kegiatan. 8 Guntur Setiawan berpendapat, implementasi adalah perluasan aktivitas yang saling menyesuaikan proses interaksi antara tujuan dan tindakan untuk mencapainya serta memerlukan jaringan pelaksana birokrasi yang efektif. 9 Sehingga dapat disimpulkan berdasarkan pengertian-pengertian diatas memperlihatkan bahwa kata implementasi bermuara pada mekanisme suatu sistem. Berdasarkan pendapat para ahli diatas maka dapat disimpulkan implementasi adalah suatu kegiatan yang terencana, bukan hanya suatu aktifitas dan dilakukan secara sungguh-sungguh berdasarkan acuan norma- norma tertentu untuk mencapai tujuan kegiatan. 8 Nurdin Usman, 2002, Konteks Implementasi Berbasis Kurikulum, Jakarta, Grasindo, hal. 70 9 Guntur Setiawan, 2004, Impelemtasi dalam Birokrasi Pembangunan, Jakarta , Balai Pustaka, hal. 39
28
Embed
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Implementasieprints.umm.ac.id/38735/3/BAB II.pdfPenumpang angkutan umum adalah penumpang yang ikut dalam perjalanan dalam suatu wahana dengan
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
14
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Implementasi
Implementasi adalah suatu tindakan atau pelaksanaan dari sebuah
rencana yang sudah disusun secara matang dan terperinci. Implementasi
biasanya dilakukan. Setelah perencanaan sudah dianggap sempurna. Menurut
Nurdin Usman Implementasi bermuara pada aktivitas, aksi, tindakan atau
adanya mekanisme suatu sistem, implementasi bukan sekedar aktivitas, tapi
suatu kegiatan yang terencana dan untuk mencapai tujuan kegiatan.8 Guntur
Setiawan berpendapat, implementasi adalah perluasan aktivitas yang saling
menyesuaikan proses interaksi antara tujuan dan tindakan untuk mencapainya
serta memerlukan jaringan pelaksana birokrasi yang efektif.9
Sehingga dapat disimpulkan berdasarkan pengertian-pengertian diatas
memperlihatkan bahwa kata implementasi bermuara pada mekanisme suatu
sistem. Berdasarkan pendapat para ahli diatas maka dapat disimpulkan
implementasi adalah suatu kegiatan yang terencana, bukan hanya suatu
aktifitas dan dilakukan secara sungguh-sungguh berdasarkan acuan norma-
norma tertentu untuk mencapai tujuan kegiatan.
8Nurdin Usman, 2002, Konteks Implementasi Berbasis Kurikulum, Jakarta,
Grasindo, hal. 70 9 Guntur Setiawan, 2004, Impelemtasi dalam Birokrasi Pembangunan, Jakarta ,
Balai Pustaka, hal. 39
15
B. Tinjauan Umum Tentang Kereta Api Penumpang
B.1 Pengertian kereta api
Kereta api adalah sarana transportasi berupa kendaraan tenaga
uap atau listrik yang terdiri atas rangkaian gerbong yang ditarik oleh
lokomotif dan berjalan di atas rel atau rentangan baja (KBBI). Dan
menurut Peraturan Menteri Perhubungan No. 32 Tahun 2011, Kereta api
adalah sarana perkeretaapian dengan tenaga gerak, baik berjalan sendiri
maupun dirangkaikan dengan sarana perkeretaapian lainnya yang akan
ataupun sedang bergerak di jalan rel yang terkait dengan perjalanan
kereta api. Kereta api dibagi dalam berbagai macam, yaitu :
a. Kereta api penumpang
b. Kereta api barang
c. Kereta api campuran
d. Kereta api kerja
e. Kereta api pertolongan
B.1.1. Perkeretaapian
Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23
Tahun 2007 tentang Perkeretaapian, Perkeretaapian adalah satu
kesatuan sistem yang terdiri atas prasarana, sarana dan sumber daya
manusia, serta norma, kriteria, persyaratan dan prosedur untuk
penyelenggaraan transportasi kereta api. Pasal 3 Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2007 bahwa perkeretaapian diselenggarakan
16
dengan tujuan untuk memperlancar perpindahan orang dan/atau
barang secara massal dengan selamat, aman, nyaman, cepat dan
lancar, tepat, tertib dan teratur, efisien serta menunjang pemerataan,
pertumbuhan, stabilitas, pendorong dan penggerak pembangunan
nasional.
Perkeretaapian sebagai salah satu moda transportasi memiliki
karakteristik dan keunggulan khusus terutama dalam kemampuannya
untuk mengangkut baik orang maupun barang secara massal,
menghemat energi, menghemat penggunaan ruang, mempunyai
faktor kemanan yang tinggi, memiliki tingkat pencemaran yang
rendah, serta lebih efisien dibandingkan dengan moda transportasi
jalan untuk angkutan jarak jauh dan untuk daerah yang padat lalu
lintasnya, seperti angkutan perkotaan (Undang-undang No.23 Tahun
2007).
B.2. Pengertian Penumpang angkutan umum (kereta api)
Penumpang angkutan umum adalah penumpang yang ikut dalam
perjalanan dalam suatu wahana dengan membayar, wahana yang
dimaksud bisa berupa taksi, bus, kereta api, kapal laut, ataupun pesawat
terbang tetapi tidak termasuk awak mengoperasikan dan melayani
wahana tersebut. Penumpang adalah setiap orang yang diangkut
ataupun yang harus diangkut didalam alat pengangkutan atas dasar
17
persetujuan dari perusahaan ataupun badan yang menyelenggarakan
angkutan tersebut.10
Didalam KUHD penumpang adalah (Passengger)semua orang
yang ada didalam kapal, kecuali Nahkoda (pasal 341 KUHD).
Kemudian dilihat dari pihak dalam perjanjian pengangiutan orang,
penumpang adalah orang yang mengikatkan diri untuk membayar biaya
pengangkut dan atas dasar ini ia berhak untuk memperoleh jasa
pengangkutan. Perjanjian pengangkutan, Penumpang mempunyai dua
status, yaitu sebagai subyek karena dia adalah pihak dalam perjanjian
dan sebagai obyek karena dia adalah muatan yang diangkut.11
Sehingga dapat dirumusakan secara sederhana penumpang
adalah orang yang mengikatkan diri dalam perjanjian pengangkutan,
kemudian orang tersebut menyelesaikan kewajiban atas pembayaran
biaya pengangkutan, dan memiliki karcis yang tentunya dikuasai oleh
penumpang.
B.2.1. Penumpang dibawah umur
Penumpang dibawah umur adalah Penumpang tidak
memiliki syarat sah dalam perjanjian yang dimaksudkan pasal
1320 KUHPerdata yang mengisyarakat harus cakap dalam
melakukan perbuatan hokum, dalam hal ini adalah anak-anak,
3. Yang dikeluarkan untuk retribusi, iuran, sumbangan,dan yang
berkenaan dengan pemilikan usaha dan operasi. (lihat tabel 1)
C.3. Tujuan Penetapan Harga atau tarif
Pada umumnya perusahaan mempunyai beberapa tujuan dalam
penetapan harga produknya, tujuan tersebut antara lain :17
1. Mendapatkan laba maksimal.
16 Abbas Salim (1998), Manajemen Transportasi, dalam Sandy Prasetyo W.
(et.al.), Evaluasi Tarif Angkutan Umum Berdasarkan Biaya Operasional Kendaraan
(Bok), Ability To Pay (Atp) Dan Willingness To Pay (Wtp), e-Jurnal MATRIKS TEKNIK SIPIL, Maret 2015, hal. 36-37
17 Basu Swastha, Azas-azas Marketing, Yogyakarta :Liberty 2000. Dalam Richa widyaningtyas, faktor-faktor yang mempengaruhi loyalitas Serta dampaknya pada
kepuasan konsumen dalam menggunakan jasa kereta api harina, skripsi Program Sarjana Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro, 2010
23
Semakin besar daya beli konsumen semakin besar pula
kemungkinan bagi perusahaan untuk menetapkan tingkat harga
yang lebih tinggi. Dengan demikian, perusahaan mempunyai
harapan untuk mendapatkan untung yang optimal.
2. Mempertahankan perusahaan.
Dari marjin keuntungan yang didapat perusahaan akan
digunakan untuk biaya operasional perusahaan. Contoh : untuk
gaji/upah karyawan, untuk bayar tagihan listrik, tagihan air
bawah tanah, pembelian bahan baku, biaya transportasi, dan lain
sebagainya.
3. Menggapai pengembalian investasi yang telah ditargetkan atau
pengembalian pada penjualan bersih.
Perusahaan pasti menginginkan balik modal dari investasi yang
ditanam pada perusahaan sehingga penetapan harga yang tepat
akan mempercepat tercapainya modal kembali.
4. Menguasai Pangsa Pasar
Dengan menetapkan harga rendah dibandingkan produk pesaing,
dapat mengalihkan perhatian konsumen dari produk kompetitor
yang ada di pasaran.
5. Mempertahankan Market share
Ketika perusahaan memiliki pasar tersendiri, maka perlu adanya
pengaturan harga yang tepat agar dapat tetap mempertahankan
pangsa pasar yang ada.
24
Gambar Tabel.1. Komponen Biaya Langsung dan Tidak Langsung
Berdasarkan pengelompokan biaya.18
D. Kereta Api Lokal Ekonomi Dhoho-Penataran
Kereta api lokal adalah layanan kereta api untuk daerah/lokal tertentu.
Kereta api lokal juga dapat berarti layanan kereta api yang berhenti di hampir
stasiun yang dilewatinya. Hal ini menyebabkan kereta api lokal digolongkan
sebagai kereta api lambat (lebih lambat ketimbang kereta api ekspres).
Biasanya, harga tiket kereta api lokal relatif terjangkau. Kereta api lokal ada
dua macam, yaitu kereta api lokal jarak dekat dan kereta api lokal jarak
Jakarta, Ghalia Indonesia, hal. 25 27 Abdulkadir Muhammad, 2008. Hukum Pengangkutan Niaga, Bandung, PT
Citra Aditya Bakti, hal. 17
30
c) Asas adil dan merata bahwa penyelenggaraan penegangkutan
harus dapat memberikan pelayanan yang adil dan merata kepada
segenap lapisan masyarakat dengan biaya yang terjangkau oleh
masyarakat.
d) Asas keseimbangan bahwa pengangkutan harus diselenggarakan
sedemikian rupa sehingga terdapat keseimbangan yang serasi
antara sarana dan prasarana, antara kepentingan pengguna dan
penyedia jasa, antara kepentingan individu dan masyarakat, serta
antara kepentingan nasional dan internasional .
e) Asas kepentingan umum bahwa penyelenggaraan pengangkutan
harus mengutamakan kepentingan pelayanan umum bagi
masyarakat luas.
f) Asas keterpaduan yaitu bahwa penerbangan harus merupakan
kesatuan yang bulat dan utuh, terpadu, saling menunjang, dan
saling mengisi baik intra maupun antar moda transportasi.
g) Asas kesadaran hukum yaitu mewajibkan kepada pemerintah
untuk menegakkan dan menjamin kepastian hukum serta
mewajibkan kepada setiap Warga Negara Indonesia untuk selalu
sadar dan taat kepada hokum dalam penyelenggaraan
pengangkutan.
h) Asas percaya pada diri sendiri yaitu, bahwa pngangkutan harus
berlandaskan pada kepercayaan akan kemampuan dan kekuatan
sendiri, serta bersendikan kepada kepribadian bangsa.
31
i) Asas keselamatan Penumpang, yaitu setiap penyelenggaraan
pengangkutan penumpang harus disertai dengan asuransi
kecelakaan.
2. Asas-asas Pengangkutan yang bersifat perdata adalah sebagai
berikut:28
a) Konsensual yaitu pengangkutan tidak diharuskan dalam bentuk
tertulis, sudah cukup dengan kesepakatan pihak-pihak. Tetapi
untuk menyatakan bahwa perjanjian itu sudah terjadi atau sudah
ada harus dibuktikan dengan atau didukung oleh dokumen
angkutan.
b) Koordinatif yaitu pihak-pihak dalam pengangkutan mempunyai
kedudukan setara atau sejajar, tidak ada pihak yang mengatasi
atau membawahi yang lain. Walaupun pengangkut menyediakan
jasa dan melaksanakan perintah penumpang/pengirim barang,
pengangkut bukan bawahan penumpang/pengirim barang.
Pengangkutan adalah perjanjian pemberian kuasa.
c) Campuran yaitu pengangkutan merupakan campuran dari tiga
jenis perjanjian, yaitu pemberian kuasa, penyimpanan barang,
dan melakukan pekerjaan dari pengirim kepada pengangkut.
Ketentuan ketiga jenis perjanjian ini berlaku pada pengangkutan,
kecuali jika ditentukan lain dalam perjanjian pengangkutan.
28 Ibid. Hlm 18-19
32
d) Retensi yaitu pada pengangkutan tidak menggunakan hak retensi.
Penggunaan hak retensi bertentangan dengan tujuan dan fungsi
pengangkutan. Pengangkutan hanya mempunyai kewajiban
menyimpan barang atas biaya pemiliknya.
e) Pembuktian dengan dokumen yaitu setiap pengangkutan selalu
dibuktikan dengan dokumen angkutan. Tidak ada dokumen
angkutan berarti tidak ada perjanjian pengangkutan kecuali jika
kebiasaan yang sudah berlaku umum, misalnya pengangkutan
dengan angkutan kota (angkot) tanpa karcis/tiket penumpang.
E.2 Asas-Asas dalam Undang-Undang Nomer 23 Tahun 2007 Tentang
Perkertaapian
Berdasarkan pengertian asas hukum bahwa ada memang asas
hukum dituangkan secara konkreat dalam undang-undang tertentu tidak
terkecuali asas-asas hukum dalam perkertaapian yang dituangkan dalam
pasal 2 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian
berikut adalah asas-asas dalam perkertaapian :29
(1) Asas manfaat, Perkeretaapian harus dapat memberikan manfaat yang
sebesar-besarnya bagi kemanusiaan, peningkatan kemakmuran rakyat,
kesejahteraan rakyat dan pengembangan kehidupan yang
berkesinambungan bagi warga negara.
(2) Asas keadilan, Perkeretaapian harus dapat memberi pelayanan
kepada segenap lapisan masyarakat dengan biaya yang terjangkau
29 Totok purwo, 2015, Asas Dan Tujuan Perkeretaapian, Http:// sites.google.
com/a /semboyan35.com, akses 15/02/2018
33
serta memberi kesempatan berusaha dan perlindungan yang sama
kepada semua pihak yang terlibat dalam perkeretaapian.
(3) Asas keseimbangan, Perkeretaapian harus diselenggarakan atas dasar
keseimbangan antara sarana dan prasarana, kepentingan pengguna jasa
dan penyelenggara, kebutuhan dan ketersediaan, kepentingan individu
dan masyarakat, antardaerah dan antarwilayah, serta antara
kepentingan nasional dan internasional.
(4) Asas kepentingan umum, Perkeretaapian harus lebih mengutamakan
kepentingan masyarakat luas daripada kepentingan perseorangan atau
kelompok dengan memperhatikan keselamatan keamanan
kenyamanan dan ketertiban.
(5) Asas keterpaduan, Perkeretaapian harus merupakan satu kesatuan
sistem dan perencanaan yang utuh, terpadu, dan terintegrasi serta
saling menunjang, baik antar hierarki tatanan perkeretaapian,
intramoda maupun antarmoda transportasi.
(6) Asas kemandirian, bahwa penyelenggaraan perkeretaapian harus
berlandaskan kepercayaan diri, kemampuan dan potensi produksi
dalam negeri, serta sumber daya manusia dengan daya inovasi dan
kreativitas yang bersendi pada kedaulatan, martabat, dan kepribadian
bangsa.
(7) Asas transparansi, bahwa penyelenggaraan perkeretaapian harus
memberi ruang kepada masyarakat luas untuk memperoleh informasi
34
yang benar, jelas, dan jujur sehingga masyarakat mempunyai
kesempatan berpartisipasi bagi kemajuan perkeretaapian.
(8) Asas akuntabilitas, bahwa penyelenggaraan perkeretaapian harus
didasarkan pada kinerja yang terukur, dapat dievaluasi, dan dapat
dipertanggungjawabkan kepada masyarakat.
(9) Asas berkelanjutan, bahwa penyelenggaraan perkeretaapian harus
dilakukan secara berkesinambungan, berkembang, dan meningkat
dengan mengikuti kemajuan teknologi dan menjaga kelestarian
lingkungan untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan masyarakat.
E.2.1 Asas Keadilan perkeretaapian
Keadilan menjadi salah satu nilai dasar hidup manusia dan
merupakan masalah klasik yang tidak pernah terpecahkan secara
tuntas. Tidak adanya kesesuaian dalam mengartikan keadilan
mendorong orang berusaha merumuskan dan mendefinisikan sesuai
dengan latar belakang pengetahuan dan pengalamannya masing-
masing. Keadilan diartikan sebagai pembagian yang konstan dan terus
menerus untuk memberikan hak setiap orang (The constant and
perpetual disposition to render every man his due).30
Hakikat keadilan adalah pernilaian terhadap suatu perlakuan
atau tindakan dengan mengkajinya dengan suatu norma yang menurut
30 Tata Wijayanto, 2012, Asas Kepastian Hukum, Keadialan, Dan Kemanfaatan
Dalam Kaitanya Dengan Putusan Kepailitan Pengadilan Niaga, http://dinamikahukum .fh. unsoed.ac.id, akses 24/04/2018
35
padangan subyektif melebihi norma-norma lain. Hukum memang
seharusnya mengandung nilai keadilan, namun hukum sendiri tidak
identik dengan keadilan karena ada norma-norma hukum yang tidak
mengandung nilai keadilan.31 Dalam perkeretaapian asas keadilan
tertuang dengan jelas pasal 2 Undang-Undang nomor 23 tahun 2007
tentang Perkeretaapian dengan penjelasan bahwa asas keadilan dalam
menyelenggarakan perkeretaapian harus dapat memberi pelayanan
kepada segenap lapisan masyarakat dengan biaya yang terjangkau
serta memberi kesempatan berusaha dan perlindungan yang sama
kepada semua pihak yang terlibat dalam perkeretaapian.
Dari pengertian asas keadilan tersebut dapat disimpulan bahwa
dalam menjalankan atau menyelenggarakan pengangkutan kereta apai
harus adil dalam segala hal yaitu adil dalam penentuan tarif yang
kemudian itu harus ekonimis terjangkau oleh masyarakat, adil dalam
memberikan perlindungan bagi semua pihak yang terikat dalam
perjanjian tersebut.
E.2.2 Asas keseimbangan perkertaapian
Keseimbangan berasal dari kata “imbang” dalam kamus besar
Bahasa indonesia imbang adalah setimbang; sebanding; sama (berat,
31 H.P Pangabean, Penerapan Asas-asas Peradilan dalam Kasus Kepailitan,
dalam A. Rudhy Lontoh, Denny Kailimang & Benny Ponto [pnyt.], 2001, Penyelesaian Utang Piutang Melalui Pailit Atau Penundaan Kewajiban Pembayaran, Edisi. Pertama. Cetakan Pertama, Bandung, Alumni, hlm. 137
36
derajat, ukuran, dan sebagainya).32 sehingga dapat diartikan lain
bahwa keseimbangan adalah sesuatu yang memiliki tingkat
proporsional yang ideal. Dalam dalam Undang-Undang Nomor 23
tahun 2007 tentang Perkertapian, asas keseimbangan adalah
perkeretaapian harus diselenggarakan atas dasar keseimbangan antara
sarana dan prasarana, kepentingan pengguna jasa dan penyelenggara,
kebutuhan dan ketersediaan, kepentingan individu dan masyarakat,
antar daerah dan antarwilayah, serta antara kepentingan nasional dan
internasional.33 Secara tidak langsung asas keseimbangan dalam
penegangkutan adalah persempitan dari hak dan tanggungjawab antara
penumpang dan penyelenggara perkeretaapian. Jadi antara hak
penumpang dan kewajiban untuk memenuhi hak itu adalah seimbang
tidak berat sebelah.
F. Tinjauan umum tentang perjanjian Pengangkutan
F.1. Pengertian perjanjian
Hukum perikatan menganut suatu asas yang dinamakan asas
kebebasan berkontrak atau dapat diistilahkan contractvrijheid atau
artijautonomie.34 artinya subyek-subyek hukum diberi suatu kebebasan
untuk mengadakan atau melaksanakan kontrak/perjanjian sesuai kehendak
dalam menentukan isi dan syarat berdasarkan kesepakatan asalkan
memenuhi rambu-rambu pembatasanya. Berdasar atas tujuan yang ingin
32 Kamus besar bahas indonesia (online) Http://kbbi.web.id, akses 25/04/2018 33Totok purwo, Asas Dan Tujuan Perkeretaapian, Http:// sites.google.com/a/
semboyan35.com, akses 15/02/2018 34 Achmad Busro, 2011, Hukum Perikatan Berdasar Buku III KUH Perdata,
dicapai oleh para pihak, serta kebutuhan untuk adanya aturan yang
mampu mengakomodir kepentingan serta memberikan perlindungan
hukum bagi para pelaku ekonomi (para pihak), maka dalam perkembangan
hukum perjanjian, berdampak pada bentuk-bentuk baru hukum perjanjian
yang menghendaki efektif, sederhana, praktis, dan tidak membutuhkan
proses dan waktu yang lama dimungkinkan dalam asas kebebasan
berkontrak.35
Pengertian perjanjian itu sendiri diatur dalam Pasal 1313
KUHPerdata yang berbunyi: “Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan
mana satu pihak atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau
lebih”. Jika dalam KUHPerdata ini pengertian perjanjian diartikan hanya
mengikatkan diri terhadap satu orang atau lebih, berbeda dengan pendapat
dari Soebekti yang mengemukakan pengertian perjanjian yang lebih luas,
yaitu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada
seseorang lain atau dimana orang itu saling berjanji untuk melaksanakan
suatu hal.36 Sedangkan menurut Abdulkadir Muhammad berpendapat
bahwa perjanjian itu adalah suatu persetujuan dengan mana dua orang atau
35 Achmad Busro, 2013, Kapita Selekta Hukum Perjanjian, dalam jurnal
Muhammad H. Muaziz dan Achmad Busro, 2015, Pengaturan klausul Baku Dalam
Hukum Perjanjian Untuk Mencapai Keadilan Berkontrak, Jurnal law reform, Vol.11, Nomor 1, Program studi magester ilmu Hukum, Fakultas hukum, Universitas Diponegoro, hal. 75
36 Subekti, 2002, Hukum Perjanjian, Jakarta, PT Intermesa, hal. 1
38
lebih mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal di lingkungan
lapangan harta kekayaan.37
Suatu perjanjian dikatakan sah jika terpenuhi empat syarat yakni
adanya:38
1. Kata sepakat dari mereka yang mengikatkan diri ( Toestaming );
2. Kecakapan untuk mengadakan perikatan ( beekwaamheid ) ;
3. Mengenai suatu objek tertentu ( Een Bepaal Onderwerp );
4. Mengenai klausa yang diperbolehkan ( Geoorloofde Oorzaak )
F.2 Perjanjian baku
Istilah perjanjian baku berasal dari terjemahan dari bahasa Inggris
yaitu standard contract.39
Di Indonesia sendiri, perjanjian baku juga
dikenal dengan istilah “perjanjian standar”. Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia, kata standar berarti suatu ukuran tertentu yang dipakai sebagai
patokan, sedangkan kata baku berarti tolak ukur yang berlaku untuk
kuantitas atau kualitas yang ditetapkan.40 Selain itu, perjanjian baku
dikenal dengan nama take it or leave it. Artinya konsumen mempunyai
hak untuk melakukan pilihan yaitu menyetujui perjanjian atau menolak
perjanjian.
37 Abdulkadir Muhammad, 2000, Hukum Perdata Indonesia, Bandung, PT Citra
Aditya Bakti, hal. 76 38 M. Y. Harahap, 1982, Segi-Segi Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung, hal 32 39 Salim HS, 2006, Perkembangan Hukum Kontrak di Luar KUH Perdata,
PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal. 145 40 Anonim, 2015, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Kbbi), http://kbbi.web.id,
diakses pada tanggal 01/04/2018
39
Dalam perjanjian baku, model, rumusan dan ukuran yang dijadikan
patokan atau pedoman telah dibakukan sehingga tidak dapat diganti atau
diubah lagi. Semuanya telah dicetak dalam bentuk formulir yang di
dalamnya dimuat syarat-syarat baku. Oleh karena perjanjian baku tersebut
dibuat sepihak maka hanyalah pihak penyusun perjanjian yang memahami
isi perjanjian sedangkan pihak lain yang hanya menerima perjanjian tidak
tertutup kemungkinan dirugikan sebab ia sulit dan tidak memahami isi
perjanjian dalam waktu singkat. Terdapat beberapa rumusan mengenai
pengertian perjanjian baku yang dirumuskan oleh para ahli hukum, yaitu :
1. Menurut Abdul Kadir Muhammad, istilah perjanjian baku dialih
bahasakan dari istilah yang dikenal dalam bahasa Belanda yaitu
“standard contract”. Kata baku atau standar artinya tolak ukur yang
dipakai sebagai patokan atau pedoman bagi setiap konsumen yang
mengadakan hubungan hukum dengan pengusaha, yang dibakukan
dalam perjanjian baku ialah meliputi model, rumusan, dan ukuran.41
2. Menurut Mariam Darus Badrulzaman perjanjian standar yaitu
perjanjian yang isinya dibakukan dan dituangkan dalam bentuk
formulir. Ia menyimpulkan bahwa perjanjian standar itu
bertentangan dengan asas kebebasan berkontrak yang bertanggung
jawab. Terlebih-lebih lagi ditinjau dari asas-asas hukum nasional,
dimana akhirnya kepentingan masyarakatlah yang lebih didahulukan.
Dalam perjanjian standar kedudukan pelaku usaha dan konsumen
41 Abdulkadir Muhammad, 2006, Hukum Perikatan, PT. Citra Aditya Bakti,
Bandung, hal 87
40
tidak seimbang. Posisi yang didominasi oleh pihak pelaku usaha,
membuka peluang luas baginya untuk menyalah gunakan
kedudukannya. Pelaku usaha hanya mengatur hak-haknya tidak
kewajibannya. Menurutnya perjanjian standar ini tidak boleh
dibiarkan tumbuh secara liar dan karena itu perlu ditertibkan.42
Selain itu, beberapa para ahli juga mengemukakan pendapatnya
mengenai ciri-ciri atau karakteristik perjanjian baku. Sudaryatmo
mengungkapkan karakteristik perjanjian baku sebagai berikut:
1. perjanjian dibuat secara sepihak oleh mereka yang posisinya relatif
lebih kuat dari konsumen;
2. konsumen sama sekali tidak dilibatkan dalam menentukan isi
perjanjian;
3. dibuat dalam bentuk tertulis dan massal;
4. konsumen terpaksa menerima isi perjanjian karena didorong oleh
kebutuhan.43
Demikianpun jenis-jenis perjanjian baku menurut Mariam Darus
Badrulzaman membagi perjanjian baku menjadi empat jenis yaitu :44
1. Perjanjian baku sepihak adalah perjanjian yang isinya ditentukan
oleh pihak yang kuat kedudukannya didalam perjanjian itu. Pihak
42 Celina Tri Siwi Kristiyanti, 1998, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta,
Sinar Grafika, hal 143 43 Zulham, 2013, Hukum Perlindungan Konsumen, Kencana, Jakarta, hal. 66,
Sudaryatmo, 1999, Hukum dan Advokasi Konsumen, Bandung, Citra Aditya Bakti,hal. 93 44 Salim HS, 2006, Perkembangan Hukum Kontrak di Luar KUH Perdata,
Jakarta, PT RajaGrafindo Persada, hal 146
41
yang kuat disini ialah pihak kreditur yang lazimnya mempunyai
posisi (ekonomi) kuat dibandingkan pihak debitur.
2. Perjanjian baku timbal balik adalah perjanjian baku yang isinya
ditentukan oleh kedua pihak, misalnya perjanjian baku yang pihak-
pihaknya terdiri dari pihak majikan (kreditur) dan pihak lainnya
buruh (debitur). Kedua pihak lazimnya terikat dalam organisasi,
misalnya pada perjanjian buruh kolektif.
3. Perjanjian baku yang ditetapkan pemerintah adalah perjanjian baku
yang isinya ditentukan pemerintah terhadap perbuatan-perbuatan
hukum tertentu, misalnya perjanjian-perjanjian yang mempunyai
objek hak-hak atas tanah.
4. Perjanjian baku yang ditentukan di lingkungan notaris atau advokat
adalah perjanjian-perjanjian yang konsepnya sejak semula sudah
disediakan untuk memenuhi permintaan dari anggota masyarakat
yang minta bantuan notaris atau advokat yang bersangkutan.