BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Merokok pada Remaja 1. Pengertian Perilaku Merokok pada Remaja Perilaku merokok merupakan segala bentuk kegiatan individu dalam membakar rokok kemudian menghisap dan menghembuskannya keluar sehingga menimbulkan asap yang dapat terhirup oleh orang disekitarnya (Nasution, 2007). Sedangkan menurut Sitepoe (dalam Sanjiwani & Budisetyani, 2014), perilaku merokok adalah suatu perilaku yang melibatkan proses membakar tembakau yang kemudian dihisap asapnya, baik menggunakan rokok ataupun pipa. Kemudian tokoh lain, Shiffman (dalam Astuti, 2012) menjelaskan bahwa merokok adalah menghirup atau menghisap asap rokok yang dapat diamati atau diukur dengan melihat volume atau frekuensi merokok. Berdasarkan uraian-uraian pengertian perilaku merokok menurut para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa perilaku merokok adalah segala bentuk aktivitas individu dalam membakar tembakau yang kemudian dihisap dan dihembuskan kembali asapnya, yang dapat diamati atau diukur dengan melihat volume atau frekuensi merokok. Selanjutnya, remaja atau masa remaja adalah periode transisi dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa awal yang dimulai dari usia 12 tahun dan berakhir pada usia 21 tahun, dengan perincian 12-15 tahun adalah masa remaja awal, 15-18 tahun adalah masa remaja tengah, dan 18-21 tahun
21
Embed
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Merokok …eprints.mercubuana-yogya.ac.id/4219/3/BAB II.pdfperilaku merokok, anak akan menganggap merokok tidak berbahaya bagi kesehatan karena
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Perilaku Merokok pada Remaja
1. Pengertian Perilaku Merokok pada Remaja
Perilaku merokok merupakan segala bentuk kegiatan individu
dalam membakar rokok kemudian menghisap dan menghembuskannya
keluar sehingga menimbulkan asap yang dapat terhirup oleh orang
disekitarnya (Nasution, 2007). Sedangkan menurut Sitepoe (dalam
Sanjiwani & Budisetyani, 2014), perilaku merokok adalah suatu perilaku
yang melibatkan proses membakar tembakau yang kemudian dihisap
asapnya, baik menggunakan rokok ataupun pipa. Kemudian tokoh lain,
Shiffman (dalam Astuti, 2012) menjelaskan bahwa merokok adalah
menghirup atau menghisap asap rokok yang dapat diamati atau diukur
dengan melihat volume atau frekuensi merokok. Berdasarkan uraian-uraian
pengertian perilaku merokok menurut para ahli di atas, dapat disimpulkan
bahwa perilaku merokok adalah segala bentuk aktivitas individu dalam
membakar tembakau yang kemudian dihisap dan dihembuskan kembali
asapnya, yang dapat diamati atau diukur dengan melihat volume atau
frekuensi merokok.
Selanjutnya, remaja atau masa remaja adalah periode transisi dari
masa kanak-kanak menuju masa dewasa awal yang dimulai dari usia 12
tahun dan berakhir pada usia 21 tahun, dengan perincian 12-15 tahun adalah
masa remaja awal, 15-18 tahun adalah masa remaja tengah, dan 18-21 tahun
2
adalah masa remaja akhir (Mönks., dkk, 2014). Remaja merupakan pribadi
yang terus berkembang menuju kedewasaan, dan sebagai proses
perkembangan yang berjalan natural, remaja mencoba berbagai perilaku
yang terkadang merupakan perilaku berisiko (Smet dalam Lestary &
Sugiharti, 2011). Adolescence (remaja dalam bahasa latin) diartikan
Hurlock (dalam Nasution, 2007) sebagai tumbuh atau tumbuh menjadi
dewasa. Dari pengertian remaja menurut beberapa tokoh di atas, dapat
disimpulkan bahwa remaja adalah individu yang sedang tumbuh dan
berkembang menuju kedewasaan atau berada dalam masa transisi dari masa
kanak-kanak menuju masa dewasa.
Berdasarkan pengertian-pengertian dari para ahli, perilaku merokok
pada remaja adalah segala bentuk aktivitas individu dalam membakar
tembakau yang kemudian dihisap dan dihembuskan kembali asapnya, yang
dapat diamati atau diukur dengan melihat volume atau frekuensi merokok
dan dilakukan oleh individu yang berusia antara 12 hingga 21 tahun.
2. Aspek-aspek Perilaku Merokok pada Remaja
Aspek-aspek perilaku merokok menurut Aritonang (dalam Solehah
& Mulyana, 2018) yaitu:
a. Fungsi merokok dalam kehidupan sehari-hari
Erickson (dalam Komalasari & Helmi, 2000) menyampaikan bahwa
merokok berkaitan dengan masa pencarian jati diri pada remaja.
Silvans & Tomkins (dalam Mu’tadin, 2002) menyatakan fungsi
3
merokok ditunjukkan dengan perasaan yang dialami perokok, seperti
perasaan positif maupun negatif.
b. Intensitas merokok
Smet (2010) membagi intensitas merokok berdasarkan banyaknya
rokok yang dihisap, yaitu perokok berat (lebih dari 15 batang per hari),
perokok sedang (menghisap 5 – 14 batang per hari), dan perokok
ringan (1 – 4 batang per hari).
c. Tempat merokok
Tempat merokok terdiri dari tempat umum dan tempat yang bersifat
pribadi (Mu’tadin, 2002). Tempat umum terbagi lagi dalam 2
kelompok yaitu kelompok homogen yang terdiri dari orang-orang
yang juga merupakan perokok aktif dan kelompok heterogen yaitu
merokok di kerumunan orang-orang yang terdiri dari perokok dan
bukan perokok. Untuk tempat yang bersifat pribadi, dibagi menjadi
kantor atau kamar tidur pribadi dan toilet.
d. Waktu merokok
Presty (dalam Smet, 2007) dapat dipengaruhi oleh keadaan yang
dialaminya pada saat itu, seperti cuaca dingin, dimarahi orang tua, dan
saat berkumpul dengan teman sebaya.
4
Tomkins (dalam Eysenck, 1995) membedakan empat jenis perilaku
merokok umum dalam teori manajemen afek, yaitu:
a. Perilaku merokok yang dipengaruhi perasaan positif
Dalam teori ini dikemukakan bahwa individu akan merokok ketika
sedang dalam perasaan positif untuk mendapatkan penambahan
perasaan positif. Green (1997) menambahkan 3 subtipe faktor
psikologis merokok, yaitu:
1) Pleasure relaxation, perilaku merokok hanya untuk
menambah kenikmatan yang sudah diperoleh, seperti merokok
setelah makan atau minum kopi.
2) Stimulation to pick them up, perilaku merokok hanya
dilakukan untuk menyenangkan perasaan.
3) Pleasure of handling the cigarette, kenikmatan yang diperoleh
saat memegang rokok, sangat spesifik pada perokok pipa.
Perokok pipa akan menghabiskan waktu lebih lama untuk
mengisikan tembakau ke dalam pipa sedangkan untuk
menghisapnya hanya dibutuhkan waktu beberapa menit saja
atau perokok pipa lebih senang berlama-lama memainkan
rokoknya dengan jari-jarinya sebelum api dinyalakan.
b. Perilaku merokok yang dipengaruhi perasaan negatif
Individu merokok untuk mengurangi perasaan negatif atau tidak
menyenangkan seperti tertekan, marah, takut, malu, terhina, atau
5
kombinasi dari pengaruh ini. Individu merokok ketika perasaan
negatif terjadi agar terhindar dari perasaan yang lebih tidak enak lagi.
c. Perilaku merokok yang adiktif
Pada tipe ini, perokok akan merokok baik dalam perasaan positif
maupun dalam perasaan negatif, dan cenderung akan menambah dosis
rokok yang digunakan setiap saat setelah efek dari rokok yang
dihisapnya berkurang. Individu pada tipe ini rela melakukan apapun
untuk menjaga ketersediaan rokoknya.
d. Kebiasaan merokok
Pada tipe ini, perokok menghidupkan rokok tidak lagi terkait dengan
pengaruh perasaan melainkan merokok telah menjadi kebiasaan rutin
sehingga perilaku ini akan muncul secara otomatis, seringkali tanpa
dipikir panjang. Individu akan menghidupkan lagi rokoknya bila
rokok terdahulu telah habis.
Dari pemaparan aspek-aspek perilaku merokok menurut tokoh
Aritonang (dalam Solehah & Mulyana, 2018), dapat disimpulkan bahwa
perilaku merokok dapat dilihat apabila individu memenuhi aspek fungsi
merokok dalam kehidupan sehari-hari, intensitas merokok, tempat merokok,
dan waktu merokok. Tokoh lain, Tomkins (dalam Eysenck, 1995) membagi
perilaku merokok ke dalam empat jenis perilaku merokok umum yang dapat
dilihat melalui perilaku merokok yang dipengaruhi perasaan positif yang
terdiri dari pleasure relaxation, stimulation to pick them up, pleasure of
6
handling the cigarette, perilaku merokok yang dipengaruhi perasaan
negatif, perilaku merokok yang adiktif, dan kebiasaan merokok.
Berdasarkan pemaparan aspek-aspek perilaku menurut Aritonang
dan Tomkins, peneliti memilih menggunakan aspek menurut Aritonang
sebagai alat ukur perilaku merokok karena aspek tersebut sudah sering
digunakan sebagai patokan alat ukur dalam penelitian terdahulu serta
memiliki penjelasan lebih lengkap dan jelas sehingga memudahkan peneliti
dalam menyusun skala psikologis.
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Merokok pada Remaja
Subanada (2008) menyampaikan 3 faktor yang dapat mempengaruhi
perilaku merokok pada remaja, yaitu:
a. Faktor Psikologis
Perasaan stres, cemas, bosan, ingin tahu, serta tekanan teman
sebaya turut andil mempengaruhi individu untuk mulai merokok.
Merokok menjadi cara bagi individu untuk santai dan bersenang-
senang. Remaja yang mengalami stres memiliki kemungkinan lebih
tinggi untuk merokok. Masa remaja merupakan masa dimana individu
menghadapi masalah untuk pertama kalinya, seperti perubahan fisik,
tekanan sekolah, kebosanan, tekanan dari teman sebaya, masalah
finansial, dan sebagainya. Masalah-masalah tersebut menyebabkan
remaja sangat rentan menghadapi stres (Finkelstein., dkk, 2006).
7
b. Faktor Biologis
Faktor genetik dapat mempengaruhi individu untuk memiliki
ketergantungan terhadap rokok. Selain itu, efek dari nikotin juga dapat
meningkatkan kecanduan nikotin pada individu. Proses yang terjadi
dalam tubuh ketika rokok dihisap yakni nikotin diterima reseptor
asetilkolin-nikotinik yang kemudian membagi ke jalur imbalan dan
jalur adrenergenik. Pada jalur imbalan, perokok akan merasakan nikmat
yang memacu sistem dopaminergik, hasilnya perokok merasa lebih
tenang, daya pikir cemerlang, dan mampu menekan rasa lapar.
Di jalur adrenergik, zat nikotin akan mengaktifkan sistem
adrenergik pada bagian otak lokus seruleus untuk mengeluarkan
serotonin. Sistem adrenenergik berfungsi memproduksi norepinefrin,
epinefrin, atau dopamin yang berperan dalam menghasilkan perasaan
senang (Sundberg., dkk, 2007). Sama seperti norepinefrin, epinefrin,
dan dopamin, serotonin juga berperan dalam menghasilkan perasaan
senang. Meningkatnya serotonin menimbulkan rangsangan rasa senang
sekaligus keinginan mencari rokok lagi (Gayatri, 2012). Hal ini
menyebabkan individu sulit meninggalkan rokok karena sudah
mengalami ketergantungan pada nikotin. Saat individu berhenti
merokok maka rasa nikmat yang diperolehnya berkurang.
c. Faktor Lingkungan
Orang tua, teman sebaya, saudara, iklan pada media televisi, dan
reklame merupakan faktor lingkungan yang berpengaruh dalam
8
perilaku merokok individu. Orang tua memiliki peranan penting dalam
perilaku merokok, anak akan menganggap merokok tidak berbahaya
bagi kesehatan karena melihat orang tuanya maupun saudaranya
merokok. Paparan iklan rokok pada berbagai media diperkirakan
memiliki pengaruh lebih kuat daripada orang tua dan teman sebaya, hal
ini mungkin karena iklan mempengaruhi persepsi remaja terhadap
penampilan dan manfaat rokok.
Taylor (2012) menguraikan faktor yang mempengaruhi perilaku
merokok pada remaja sebagai berikut:
a. Pengaruh orang tua dan teman sebaya
Orang tua dan teman sebaya perokok meningkatkan peluang pada
remaja untuk mulai merokok. Perilaku merokok yang dilakukan oleh
lingkungan membuat remaja berpersepsi bahwa merokok tidak akan
membahayakan kesehatan dan pada akhirnya mendorong perilaku
merokok pada remaja. Berasal dari kelas sosial menengah ke bawah,
mengalami tekanan sosial, dan juga terdapat pencetus stres dalam
keluarga seperti pertikaian orang tua, ataupun perselisihan dalam
pertemanan juga dapat memicu remaja untuk merokok.
b. Identitas diri
Remaja dengan gambaran citra diri idealnya adalah perokok memiliki
kecenderungan lebih besar untuk menjadi perokok. Kontrol diri rendah,
ketergantungan, perasaan tidak berdaya, dan isolasi sosial juga
meningkatkan kecenderungan untuk meniru perilaku orang lain seperti
9
perilaku merokok. Perasaan dilecehkan, marah, atau sedih, turut
meningkatkan kemungkinan merokok.
c. Kecanduan Nikotin
Pada dasarnya, penyebab pasti kecanduan nikotin belum diketahui.
Orang merokok untuk menjaga kadar nikotin dalam darah dan
mencegah gejala penarikan. Pada dasarnya, merokok mengatur kadar
nikotin dalam tubuh dan ketika tingkat plasma nikotin tidak sesuai
dengan tingkat idealnya, maka muncul perilaku merokok.