Page 1
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Penelitian Terdahulu
Penelitian mengenai sektor unggulan dan penyerapan tenaga kerja telah
dilaksanakan oleh beberapa peneliti sebagai berikut :
Harini dkk (2008), “Analisis Sektor Unggulan dalam Penyerapan Tenaga
Kerja di Daerah Istimewa Yogyakarta” Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui
sektor unggulan dan penyerapan tenaga kerja antar daerah provinsi Jogjakarta.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa antar Kabupaten memiliki sector unggulan
yang berbeda-beda. Semua Kabupaten di daerah Istimewa Yogyakarta memiliki
penyerapan paling tinggi di sektor pertanian.
Penelitian yang dilakukan Nindya & Saputra (2014), “Pertumbuhan
Ekonomi Dan Penyerapan Tenaga Kerja di Provinsi Lampung” Tujuan dari
penelitian ini adalah menganalisis pengaruh PDRB rill, Upah rill, harga modal
bidang pertanian, indeks harga emplisit terhadap penyerapan tenaga kerja di
Provinsi Lampung. Dalam peneltian ini menggunakan data panel. Hasil penelitian
tersebut menunjukkan bahwa PDRB memiliki hubungan positif dan signifikan
dengan penyerapan tenaga kerja. Dan tingkat upah rill secara signifikan
berpengaruh negatif dengan penyerapan tenaga kerja. Harga modal di bidang
pertanian terhada penyerapan tenaga kerja berpengaruh positif dan signifikan.
Dimas & Nenik (2009), “Penyerapan Tenaga Kerja di DKI Jakarta” Tujuan
dari penelitian ini untuk mengetahui pengaruh PDRB, upah rill dan investasi rill
terhadap penyerapan tenaga kerja. Hasil penelitian menunjukan PDRB, upah dan
Page 2
7
investasi berpengaruh signifikan. PDRB berpengaruh positif, upah berpengaruh
negatif dan investasi juga berpengaruh negatif.
Salsabilah (2012), “Analisis sektor Basis dan Sektor Ekonomi Unggulan
Daerah Kota Administrasi Jakarta Selatan tahun 2007-2010” tujuan penelitian ini
untuk mengetahui sektor basis, sektor unggulan dan struktur ekonomi Jakarta
Selatan. Hasil dari penelitian ini sektor bangunan; sektor keuangan, persewaan, dan
jasa perusahaan; serta sektor jasa-jasa termasuk sektor ekonomi unggulan.
Sementara itu sektor, sektor pertambangan dan penggalian terindetifikasi sebagai
sektor tertinggal di Kota Administrasi Jakarta Selatan.
B. Landasan Teori
1. Teori Basis Ekonomi
Teori basis merupakan laju pertumbuhan ekonomi suatu wilayah
ditentukan oleh besarnya peningkatan ekspor dari suatu regional tersebut.
Pertumbuhan industri-industri yang menggunakan sumberdaya lokal,
termasuk tenaga kerja dan bahan baku untuk kemudian diekspor, sehingga
akan menghasilkan kekayaan daerah dan penciptaan peluang kerja. Asumsi
tersebut memberikan pengertian bahwa suatu daerah akan mempunyai
sektor unggulan apabila daerah tersebut mempunyai nilai lebih dalam
persaingan pada sektor yang sama dengan daerah lain sehingga dapat
menghasilkan ekspor. Untuk menganalisis ekonomi suatu wilayah, salah
satu teknik yang lazim adalah (Location Quotient) disingkat LQ. Pada LQ
bisa digunakan untuk mengetahui seberapa besar/nilai tingkat spesialisasi
sektor – sektor basis atau unggulan. Dalam tekhnik LQ berbagai peubah
Page 3
8
(faktor) dapat digunakan sebagai indikator pertumbuhan wilayah, misalnya
kesempatan kerja dan Produk Domestik Regional Bruto (Arsyad, 2010).
Sektor unggulan adalah sektor yang mampu mendorong
pertumbuhan atau perkembangan bagi sektor-sektor lainnya, baik sektor
yang mensuplai inputnya maupun sektor yang memanfaatkan outputnya
sebagai input dalam proses produksinya (Widodo, 2006).
Teori basis ekspor murni dikembangkan pertama kali oleh Tiebout.
Teori ini membagi kegiatan produksi/jenis pekerjaan yang terdapat di dalam
satu wilayah atas sektor basis dan sektor non basis. Kegiatan basis adalah
kegiatan yang bersifat exogenous artinya tidak terikat pada kondisi internal
perekonomian wilayah dan sekaligus berfungsi mendorong tumbuhnya
jenis pekerjaan lainnya. Sedangkan kegiatan non basis adalah kegiatan
untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di daerah itu sendiri. Oleh karena
itu, pertumbuhannya tergantung kepada kondisi umum perekonomian
wilayah tersebut. Artinya, sektor ini bersifat endogenous (tidak bebas
tumbuh), pertumbuhannya tergantung kepada kondisi perekonomian
wilayah secara keseluruhan (Tarigan, 2007).
2. Sektor Ekonomi Unggulan
Pengertian sektor unggulan biasanya berkaitan dengan suatu
perbandingan, baik itu perbandingan berskala regional, nasional maupun
internasional. Pada lingkup internasional, suatu sektor dikatakan unggulan
jika sektor tersebut mampu bersaing dengan sektor yang sama dengan
negara lain. Sedangkan pada lingkup nasional, suatu sektor dapat
Page 4
9
dikategorikan sebagai sektor unggulan apabila sektor di wilayah tertentu
mampu bersaing dengan sektor yang sama yang dihasilkan oleh wilayah
lain, baik di pasar nasional ataupun domestik (Tambunan, 2001). Suatu
daerah akan mempunyai sektor unggulan apabila daerah tersebut dapat
memenangkan persaingan pada sektor yang sama dengan daerah lain
sehingga dapat menghasilkan ekspor (Suyatno, 2000).
Sektor unggulan menurut Tumenggung (1996), adalah sektor yang
memiliki keunggulan komperatif dan keunggulan kompetitif dengan produk
sektor sejenis dari daerah lain serta memberikan nilai manfaat yang besar.
Sektor unggulan juga memberikan nilai tambah dan produksi yang besar,
memiliki multiplier effect yang besar terhadap perekonomian lain, serta
memiliki permintaan yang tinggi baik pasar lokal maupun pasar ekspor .
Sektor unggulan dipastikan memiliki potensi lebih besar untuk
tumbuh lebih cepat dibandingkan sektor lainnya dalam suatu daerah
terutama adanya faktor pendukung terhadap sektor unggulan tersebut yaitu
akumulasi modal, pertumbuhan tenaga kerja yang terserap, dan kemajuan
teknologi (technological progress). Penciptaan peluang investasi juga dapat
dilakukan dengan memberdayakan potensi sektor unggulan yang dimiliki
oleh daerah yang bersangkutan (Rachbini, 2001).
Sektor unggulan sebagai sektor yang sangat penting dalam
pembangunan ekonomi suatu wilayah tidak hanya mengacu pada lokasi
secara geografis saja melainkan merupakan suatu sektor yang menyebar
dalam berbagai saluran ekonomi sehingga mampu menggerakkan ekonomi
Page 5
10
secara keseluruhan (Sambodo, 2007). ciri-ciri sektor ekonomi yang
memiliki keunggulan adalah sebagai berikut :
1. Sektor yang memiliki laju pertumbuhan yang tinggi.
2. Sektor tersebut memiliki angka penyebaran yang relative besar.
3. Sektor tersebut memiliki keterkaitan antar sektor yang tinggi baik
keterkaitan depan ataupun kebelakang.
4. Sektor tersebut mampu menciptakan nilai tambah yang tinggi
Sektor unggulan di suatu daerah (wilayah) berhubungan erat dengan
data PDRB dari daerah bersangkutan. Karena di dalam PDRB terkandung
informasi yang sangat penting diantarnya untuk melihat output sektor
ekonomi (kontribusi masing-masing sektor) dan tingkat pertumbuhan dalam
suatu daerah baik daerah provinsi maupun kabupaten/kota.
a. Kriteria Penentuan Sektor Unggulan
Penentuan sektor unggulan menjadi hal yang penting sebagai dasar
perencanaan pembangunan daerah sesuai era otonomi daerah saat ini,
dimama daerah memiliki kesempatan serta kewenangan untuk membuat
kebijakan yang sesuai dengan potensi daerah demi mempercepat
pembangunan ekonomi daerah. Adapun kriteria sektor unggulan menurut
Sambodo dalam Usya (2006), yaitu: pertama sektor unggulan memiliki laju
pertumbuhan ekonomi yang tinggi, kedua sektor unggulan memiliki angka
penyerapan tenaga kerja yang relatif besar, ketiga sektor unggulan memiliki
keterkaitan antara sektor yang tinggi baik ke depan maupun ke belakang,
dan keempat sektor yang mampu menciptakan nilai tambah yang tinggi.
Page 6
11
Menurut Rachbini (2001), ada empat syarat agar suatu sektor
tertentu menjadi sektor prioritas, yaitu :
1. Sektor tersebut harus menghasilkan produk yang mempunyai
permintaan yang cukup besar sehingga laju pertumbuhan
berkembang cepat akibat dari efek permintaan tersebut.
2. Karena ada perubahan teknologi yang teradopsi secara kreatif
maka fungsi produksi baru bergeser dengan pengembangan
kapasitas yang lebih luas.
3. Harus terjadi peningkatan investasi kembali dari hasil-hasil
produksi sektor yang menjadi prioritas tersebut, baik swasta
maupun pemerintah.
4. Sektor tersebut harus berkembang sehingga mampu memberi
pengaruh terhadap sektor-sektor lainnya.
Menurut Ambardi & Socia (2002), kriteria komoditas unggulan
suatu daerah, diantaranya:
1. Komoditas unggulan harus mampu menjadi penggerak utama
pembangunan perekonomian. Artinya, komoditas unggulan
dapat memberikan kontribusi yang signifikan pada peningkatan
produksi, pendapatan, maupun pengeluaran.
2. Komoditas unggulan mempunyai keterkaitan ke depan dan ke
belakang yang kuat, baik sesama komoditas unggulan maupun
komoditas lainnya.
Page 7
12
3. Komoditas unggulan mampu bersaing dengan produk sejenis
dari wilayah lain di pasar nasional dan pasar internasional, baik
dalam harga produk, biaya produksi, kualitas pelayanan,
maupun aspek-aspek lainnya.
4. Komoditas unggulan daerah memiliki keterkaitan dengan daerah
lain, baik dalam hal pasar (konsumen) maupun pemasokan
bahan baku (jika bahan baku di daerah sendiri tidak mencukupi
atau tidak tersedia sama sekali).
5. Komoditas unggulan memiliki status teknologi yang terus
meningkat, terutama melalui inovasi teknologi.
6. Komoditas unggulan mampu menyerap tenaga kerja berkualitas
secara optimal sesuai dengan skala produksinya.
7. Komoditas unggulan bisa bertahan dalam jangka waktu tertentu,
mulai dari fase kelahiran, pertumbuhan, puncak hingga
penurunan. Di saat komoditas unggulan yang satu memasuki
tahap penurunan, maka komoditas unggulan lainnya harus
mampu menggantikannya.
8. Komoditas unggulan tidak rentan terhadap gejolak eksternal dan
internal.
9. Pengembangan komoditas unggulan harus mendapatkan
berbagai bentuk dukungan. Misalnya, dukungan keamanan,
sosial, budaya, informasi dan peluang pasar, kelembagaan,
fasilitas insentif/disinsentif, dan lain-lain.
Page 8
13
10. Pengembangan komoditas unggulan berorientasi pada
kelestarian sumber daya dan lingkungan.
3. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
PDRB didefinisikan sebagai nilai tambah yang dihasilkan oleh
seluruh unit usaha dalam suatu wilayah, atau merupakan jumlah seluruh
nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi di
suatu wilayah , PDRB atas harga berlaku menggambarkan nilai tambah
barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga pada setiap tahun,
sedangkan PDRB atas harga konstan menunjukkan nilai tambah barang dan
jasa yang dihitung menggunakan harga pada tahun tertentu sebagai dasar.
PDRB atas dasar berlaku dapat digunakan untuk melihat pergeseran
struktur ekonomi, sedangkan harga konstan dapat digunakan untuk
mengetahui pertumbuhan ekonomi dari tahun ke tahun. Dengan dmikian,
PDRB merupakan indikator untuk mengatur sampai sejauh mana
keberhasilan pemerintah dalam memanfaatkan sumberdaya yang ada, dan
dapat digunakan sebagai perencanaan dan pengambilan keputusan.
a. Pendekatan Perhitungan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) Perhitungan PDRB secara
konseptual menggunakan tiga macam pendekatan, yaitu: pendekatan
produksi, pendekatan pengeluaran dan pendekatan pendapatan.
1) Pendekatan Produksi; Produk Domestik Regional Bruto adalah jumlah
nilai tambah atas barang dan jasa yang dihasilkan oleh berbagai unit
produksi di wilayah suatu daerah dalam jangka waktu tertentu (biasanya
Page 9
14
satu tahun). Unit-unit produksi dalam penyajian ini dikelompokkan dalam
sembilan lapangan usaha (sektor), yaitu:
a) Pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan
b) Pertambangan dan penggalian
c) Industri pengolahan
d) Listrik, gas dan air bersih
e) Konstruksi
f) Perdagangan, hotel dan restoran
g) Pengangkutan dan komunikasi
h) Keuangan, real estate dan jasa perusahaan
i) Jasa-jasa (termasuk jasa pemerintah)
2) Pendekatan Pengeluaran; Produk Domestik Regional Bruto adalah semua
komponen permintaan akhir yang terdiri dari :
a) Pengeluaran konsumsi rumah tangga dan lembaga swasta nirlaba
b) Konsumsi pemerintah
c) Pembentukan modal tetap domestik bruto
d) Perubahan inventori
e) Ekspor neto (merupakan ekspor dikurangi impor).
3) Pendekatan Pendapatan; Produk Domestik Regional Bruto merupakan
jumlah balas jasa yang diterima oleh faktor-faktor produksi yang ikut serta
dalam proses produksi di suatu daerah dalam jangka waktu tertentu
(biasanya satu tahun). Balas jasa yang dimaksud adalah upah dan gaji,
sewa tanah, bunga modal dan keuntungan; semuanya sebelum dipotong
Page 10
15
pajak penghasilan dan pajak langsung lainnya. Dalam definisi ini, PDRB
mencakup juga penyusutan dan pajak tidak langsung neto (pajak tak
langsung dikurangi subsidi).
4. Teori Tenaga Kerja
a. Tenaga Kerja
Tenaga kerja adalah penduduk yang sudah atau sedang bekerja, yang
sedang mencari pekerjaan, dan melakukan kegiatan lain seperti bersekolah
atau mengurus rumah tangga, dengan batasan umur 15 tahun (Simanjuntak,
2001). Tenaga kerja adalah sebagian dari keseluruhan penduduk yang
secara potensial dapat menghasilkan barang dan jasa. Sehingga dari
pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa tenaga kerja adalah sebagian
penduduk yang dapat menghasilkan barang dan jasa bila terdapat
permintaan terhadap barang dan jasa (Sitanggang & Nachrowi, 2004).
b. Permintaan Tenaga Kerja
Permintaan Tenaga Kerja Menurut Jehle & Reny (2001), Salah satu
jalan untuk menginterpretasikan fakta bahwa perusahaan sebagai penerima
harga adalah untuk menduga bahwa perusahaan memiliki pilihan mengenai
harga, dimana perusahaan menjual output dan harga dimana perusahaan
menggunakan input. Jika perusahaan mencoba untuk menjual output pada
harga yang lebih tinggi daripada harga yang berlaku, maka tidak akan ada
output yang terjual. Karena dalam pasar persaingan output, konsumen telah
mengetahui dengan jelas informasi mengenai harga terendah dari produk
sejenis. Sementara itu, perusahaan dapat menjual semua produknya sesuai
Page 11
16
dengan harga yang berlaku, jadi produk tidak memiliki dorongan untuk
mengisi kekurangan. Oleh sebab itu, hal ini selalu merupakan yang terbaik
bagi perusahaan, untuk memilih harga outputnya sama dengan harga yang
berlaku. Dengan demikian, perusahaan seolah-olah sebagai penerima harga.
c. Kesempatan Kerja
Kesempatan adalah jumlah yang menunjukkan beberapa orang yang
telah atau dapat tertampung dalam suatu perusahaan. Kesempatan
kerjadapat di wujudkan dengan tersedianya lapangan kerja yang
memungkinkan dilaksanakannya bentuk aktivitas yang dinamakan bekerja
tersebut (Simanjuntak,1995).
Kesempatan kerja merupakan lapangan kerja yang ada dari suatu
kegiatan ekonomi (produksi). Jadi kesempatan kerja termasuk lapangan
yang belum diduduki. Dengan kata lain kesempatan kerja
menggambarkan banyaknya orang yang dapat tertampug untuk bekerja
pada suatu perusahaan atau suatu instansi. Kesempatan kerja ini
menampung semua tenaga kerja yang tersedia apabila jumlah lapangan
kerja yang tersedia memadai seimbang dengan jumlah tenaga kerja
tersedia. Perluasan kesempatan kerja sangat penting bukan saja untuk
mengurangi pengangguran atau peningkatan kemajuan perekonomian
nasional secara umum, tetapi juga merupakan salah satu usaha
membenahi dan mempertahankan ketahanan nasional indonsia.
Kesempatan kerja yang merupakan hubungan antara angkatan kerja
dengan penyerapan tenaga kerja, Kesempatan kerja juga berarti peluang
Page 12
17
atau keadaan yang menunjjukkan tersedianya lapangan pekerjaan
sehingga semua orang yang bersedia dan sanggup bekerja dalam proses
produksi, dan memperoleh pekerjaan sesuai dengan keahlian,
keterampilan, dan bakatnya masing- masing.
d. Elastisitas Penyerapan Tenaga Kerja
Elastisitas permintaan tenaga kerja di definisikan sebagai persentase
perubahan permintan akan tenaga kerja sehubungan dengan perubahan satu
persen pada tingkat upah (Simanjuntak, 1995). Besar kecilnya permintaan
tergantung dari empat faktor, yaitu:
1) Kemungkinan substitusi tenaga kerja dengan faktor produksi yang lain,
misalnya modal. Semakin kecil kemungkinan mensubstitusikan modal
terhadap tenaga kerja, semakin kecil elastisitas permintaan akan tenaga
kerja. Ini juga tergantung dari jenis teknologi. Bila suatu teknik produksi
menggunakan modal dan tenaga kerja dalam perbandingan yang tetap
maka perubahan tingkat upah tidak mempengaruhi permintaan akan
tenaga kerja paling sedikit dalam jangka pendek. Elastisitas semakin
kecil bila keahlian atau ketrampilan golongan tenaga kerja itu semakin
tinggi dan semakin khusus.
2) Elastisitas permintaan terhadap barang yang dihasilkan. Salah satu
alternatif pengusaha adalah membebankan kenaikan tingkat upah
kepada konsumen dengan menaikkan harga jual barang hasil produksi
di pasar. Kenaikan harga jual ini menurunkan jumlah permintaan
masyarakat akan hasil poduksi. Selanjutnya turunnya permintaan
Page 13
18
masyarakat terhadap hasil produksi mengakibatkan penurunan dalam
jumlah permintaan akan tenaga kerja. Semakin besar elastisitas
permintaan terhadap barang hasil produksi, semakin besar elastisitas
permintaan akan tenaga kerja.
3) Proporsi biaya karyawan terhadap seluruh biaya produksi
Elastisitas permintaan akan tenaga kerja relatif tinggi bila proporsi biaya
kayawan terhadap biaya produksi keseluruhan juga besar.
4) Elastisitas persediaan dari faktor produksi pelengkap lainnya. Elastisitas
permintan akan tenaga kerja tergantung dari elastisitas penyediaan dari
bahan- bahan pelengkap dalam produksi seperti modal, tenaga listrik,
bahan mentah, dan lain- lain. Mesin digerakkan oleh tenaga kerja dan
sumber- sumber serta bahan- bahan dikelola oleh manusia. Semakin
banyak kapasitas dan jumlah mesin yang dioperasikan, semakin banyak
tenaga kerja yang diperlukan untuk itu. Semakin banyak faktor
pelengkap seperti tenaga listrik yang perlu dipergunakan atau bahan
mentah yang perlu di olah semakin banyak tenaga kerja yang diperlukan
untuk menanganinya. Jadi besarnya elastisitas penyediaan faktor
pelengkap dalam produksi, semakin besar elastisitas permintaan akan
tenaga kerja.
C. Hubungan Penyerapan Tenaga Kerja dengan Produk Domestik Regional
Bruto (PDRB)
Hukum okun adalah relasi negatif antara pengangguran dan GDP. Hukum
okun merupakan pengingat bahwa faktor-faktor yang menentukan siklus bisnis
Page 14
19
pada jangka pendek sangat berbeda dengan faktorfaktor yang membentuk
pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Hukum Okun (Okun’s law) merupakan
hubungan negatif antara pengangguran dan GDP Riil, yang mengacu pada
penurunan dalam pengangguran sebesar 1 persen dikaitkan dengan pertumbuhan
tambahan dalam GDP Riil yang mendekati 2 persen. Dengan kata lain, PDRB yang
pada akhirnya mempengaruhi GDP berpengaruh positif terhadap penyerapan
tenaga kerja. Peningkatan jumlah PDRB akan berpengaruh pada peningkatan
penyerapan tenaga kerja, begitu juga sebaliknya penurunan jumlah PDRB akan
berpengaruh pada penurunan penyerapan tenaga kerja (Mankiw, 2006).
Hal tersebut di dukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Nindya
dan Saputra yang menyatakan bahwa PDRB memiliki pengaruh yang positif dan
signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja di Provinsi Lampung, dimana apabila
PDRB meningkat satu persen maka penyerapan tenaga kerja meningkat sebesar
1,23 persen. Rakhmasari (2006), juga mengatakan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruh penyerapan tenaga kerja salah satunya adalah PDRB dan memiliki
hubungan positif yang selanjutnya diperkuat oleh hasil penelitian Dimas dan yang
mengatakan bahwa besarnya PDRB merupakan faktor signifikan yang
mempengaruhi penyerapan tenaga kerja di Provinsi Sumatera Barat yang juga
memiliki pengaruh positif
Utami (2009), mengatakan bahwa Produk domestik regional bruto (PDRB)
berpengaruhi positif secara signifikan terhadap kesempatan kerja di Kabupaten
Jember tahun 1980 s./d. 2007. PDRB merupakan cerminan dari pertumbuhan
ekonomi (penambahan output yang dihasilkan), apabila PDRB meningkat maka
Page 15
20
jumlah kesempatan kerja akan semakin besar. Junaidi (2013) menyebutkan
perkembangan PDRB memberikan dampak yang positif dan signifikan terhadap
penyerapan tenaga kerja di Provinsi Sulawesi Utara. Putro & Achma (2013) dalam
penelitiannya menemukan bahwa PDRB berpengaruh negatif dan signifikan
terhadap pengangguran, yang berarti peningkatan PDRB akan menurunkan jumlah
pengangguran. Dengan kata lain, PDRB berpengaruh positif terhadap penyerapan
tenaga kerja. Meningkatnya jumlah PDRB juga akan meningkatkan penyerapan
tenaga kerja dan menurunkan jumlah pengangguran, dan begitu juga sebaliknya.
Kesimpulannya, dari teori dan hasil penelitianpenelitian yang terdahulu PDRB
memiliki pengaruh yang positif terhadap penyerapan tenaga kerja. Apabila jumlah
PDRB meningkat maka jumlah penyerapan tenaga kerja juga akan meningkat,
begitu juga sebaliknya.
D. Kerangka Pemikiran
Berdasarkan landasan teori dan penelitian-penelitian terdahulu serta
pengkajian sektor ekonomi unggulan Kabupaten Trenggalek yang mengunakan
Alat analisis Dinamic Location Quotient dan Static Location Quotient untuk
memperoleh deskripsi sektor ekonomi unggulan, andalan, prospektif dan
terbelakang. Berdasarkan pertumbuhan tenaga kerja dan pertumbuhan pendapatan
dapat menjelaskan elastisitas tenaga kerja persektor.Selanjutnya disini juga melihat
ada tidaknya pengaruh PDRB persektor terhadap penyerapan tenaga kerja persektor
Kabupaten trenggalek, maka kerangka pemikiran teoritis dalam penelitian sebagai
berikut.
Page 16
21
Gambar 1.1 Kerangka pemikiran
E. Hipotesis Penelitian
Hipotesis merupakan dugaan yang mungkin sebaiknya benar atau salah.
Berdasarkan tujuan penlitian, maka diajukan hipotesis sebagai berikut : Diduga
Produk Domestic Regional Bruto (PDRB) sektoral berpengaruh terhadap
penyerapan tenaga kerja.
Sektor Perekonomian
Kabupaten Trenggalek
Sektor Unggulan
Penyerapan Tenaga
kerja
PDRB Kabupaten
Trenggalek
PDRB Provinsi Jawa
Timur
PDRB sektoral