Page 1
12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Motivasi Berprestasi
1. Pengertian Motivasi Berprestasi
McClelland (dalam Djiwandono, 2002) mengemukakan bahwa
manusia dalam berinteraksi dengan lingkungannya seringkali
dipengaruhi oleh berbagai motif. Motif untuk berprestasi (achievement
motive) adalah motif yang mendorong seseorang untuk mencapai
keberhasilan dalam bersaing dengan suatu ukuran keunggulan
(standard of excellence), baik berasal dari standar prestasinya sendiri
(autonomous standards) diwaktu lalu ataupun prestasi orang lain
(social comparison standard).Woolfolk (dalam Myres, 2012) juga
menjelaskan motivasi berprestasi adalah suatu keinginan untuk
berhasildan berusaha keras berdasarkan suatu standard mutu tertentu.
Menurut Murray (dalam Gould & Weinberg, 2007), motivasi
berprestasi adalah usaha seseorang dalam menguasai tugasnya,
mencapai kesuksesan, mengatasi rintangan, penampilan yang lebih
baik dari orang lain, dan mendapatkan penghargaan atas bakatnya. Gill
(dalam Gould & Weinberg, 2007) mengartikan motivasi berprestasi
sebagai orientasi individu untuk berusaha mencapai kesuksesan,
bertahan saat gagal, dan mendapatkan penghargaan saat mencapai
Page 2
13
prestasi. McClelland (dalam Djamarah, 2011) mengatakan bahwa
motivasi berprestasi merupakan daya penggerak yang memotivasi
semangat bekerja seseorang, yang mendorong seseorang untuk
mengembangkan kreativitas dan menggerakkan semua kemampuan
serta energi yang dimilikinyademi mencapai prestasi kerja yang
maksimal.
Berdasarkan definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa motivasi
berprestasi adalah daya penggerak atau usaha seseorang untuk
mengembangkan kreativitas dan menggerakan kemampuan dan energi
yang dimilikinya, serta berusaha mengatasi rintangan dan mampu
bertahan saat gagal demi mencapai prestasi yang maksimal berdasarkan
suatu standard mutu tertentu.
2. Aspek-aspek Motivasi Berprestasi
McClelland (dalam Djamarah, 2011) mengemukakan aspek
motivasi berprestasi yang membedakan individu dengan motivasi
berprestasi tinggi dan rendah, yaitu:
a. Tanggung jawab
Secara teoritis individu yang memiliki motivasi berprestasi
tinggi selalu memiliki tanggung jawab yang baik terhadap hasil
dari tugas yang dikerjakannya, karena hanya dengan kondisi
yang demikian individu bisa merasakan kepuasan dari
mengerjakan sesuatu yang lebih baik. Smith (2004) mengatakan
bahwa individu dengan motivasi berprestasi yang tinggi
Page 3
14
menyukai situasi di mana dirinya dapat menguji keberhasilan
dan kegagalan dari tugas yang dilakukannya.
Individu yang memiliki motivasi berprestasi tinggi merasa
bertanggung jawab atas tugas yang dikerjakannya dan tidak akan
meninggalkan tugas itu sebelum berhasil menyelesaikannya,
adapun individu dengan motivasi berprestasi yang rendah
cenderung akan menyalahkan hal-hal diluar dirinya sebagai
penyebab ketidakberhasilannya, seperti tugas yang terlalu sulit atau
terlalu banyak.
b. Risiko pemilihan tugas
Smith (2004) mengatakan individu dengan motivasi
berprestasi tinggi cenderung mengambil resiko yang di
perhitungkan dalam setiap tugas yang dilakukannya. Individu
cenderung menetapkan tujuan yang menantang di bandingkan
dengan tujuan yang terlalu sulit atau terlalu mudah/ringan.Dalam
pemilihan tugas, individu yang memiliki motivasi berprestasi tinggi
akan memilih tugas dengan taraf kesulitan sedang. Walaupun tugas
itu sulit baginya tetapi individu tersebut tetap akan berusaha
menyelesaikan tugas itu dan berani menanggung risiko bila
mengalami kegagalan. Sedangkan individu dengan motivasi
berprestasi rendah cenderung memilih tugas yang sangat mudah,
karena individu merasa yakin akan berhasil mengerjakannya
dibanding memilih tugas yang sulit. Karena bila mengalami
Page 4
15
kegagalan maka individu tersebut tidak akan menyalahkan tugas
tersebut.
c. Kreatif-Inovatif
Individu yang memiliki motivasi berprestasi tinggi selalu
menemukan cara belajar yang baru dan unik yang dapat
mempermudah dirinya dalam proses belajar. Individu akan lebih
banyak untuk menemukan cara yang berbeda, singkat, atau lebih
efisien untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Sehingga individu
dapat lebih mengerti dengan apa yang sedang dikerjakannya.
Individu dengan motivasi berprestasi yang tinggi cenderung kreatif
dan tidak menyukai pekerjaan rutin, sedangkan individu dengan
motivasi berprestasi yang rendah menyukai pekerjaan yang
berstruktur karena tidak harus menentukan sendiri apa yang harus
dikerjakan dan bagaimana mengerjakannya.
d. Memperhatikan umpan balik
Secara teoritis individu yang memiliki kebutuhan
berprestasi yang tinggi akan lebih suka untuk bekerja dalam
situasi di mana dirinya bisa mendapatkan umpan balik tentang
seberapa baik hal yang telah di lakukan olehnya. Jika tidak, individu
tidak akan memiliki cara untuk mengetahui apakah dirinya telah
melakukan hal yang lebih baik daripada yang lain atau tidak.
Menurut Smith (2004) individu mencari situasi yang menawarkan
langsung umpan balik mengenai kemajuan atau kekurangan, dari hal
Page 5
16
yang dikerjakannya.Individu dengan motivasi berprestasi yang tinggi
menyukai umpan balik karena akan memperhatikan kesalahan-
kesalahan yang dilakukannya. Dengan demikian individu dengan
motivasi berprestasi rendah cenderung mengulangi kesalahan yang
sama dalam tugas mendatang.
e. Waktu penyelesaian tugas
Individu dengan motivasi berprestasi yang tinggi akan
berusaha menyelesaikan setiap tugas dalam waktu secepat mungkin
dan seefisien mungkin. Sedangkan individu dengan motivasi
berprestasi yang rendah kurang tertantang untuk menyelesaikan
tugas secepat mungkin, sehingga cenderung memakan waktu yang
lama, menunda-nunda dan tidak efisien.
Heckhausen (dalam Hikmah, 2012) mengungkapkan aspek-
aspekindividu yang memiliki motivasi berprestasi yang tinggi adalah
sebagai berikut:
a) Berorientasi sukses
Hal ini berarti bahwa jika individu di hadapkan pada
situasi berprestasi, dirinya akan merasa optimis jika sukses akan
diraihnya dan dalam mengerjakan tugas individu akan lebih
terdorong oleh harapan untuk sukses dari pada menghindari
kegagalan.
Page 6
17
b) Berorientasi jauh ke depan
Hal ini berarti bahwa individu cenderung membuat tujuan-
tujuan yang hendak dicapainya di waktu yang akan datang dan
sangat menghargai waktu serta individu lebih dapat menangguhkan
pemuasan untuk mendapatkan penghargaan di waktu mendatang.
c) Suka tantangan
Hal ini bahwa individu menyukai situasi prestasi yang
mengundang resiko yang cukup untuk gagal. Individu suka
akan perbedaan dan kekhasan tersendiri sesuai dengan
kompetensi profesional yang dimilikinya, maka secara tidak
langsung akan mempengaruhi kualitas motivasi dan pencapaian
prestasi belajar pada siswa.
d) Tangguh
Hal ini berarti bahwa individu dalam melakukan tugas-
tugasnya menunjukan keuletan, tidak mudah putus asa dan
berusaha terus sesuai dengan kemampuannya.
Berdasarkan hasil uraian diatas maka dapat diambil kesimpulan
bahwa aspek-aspek motivasi berprestasi menurut McClelland (dalam
Djamarah, 2011) adalah (1) tanggung jawab, (2) risiko pemilihan tugas,
(3) kreatif-inovatif, (4) memperhatikan umpan balik, dan (5) waktu
penyelesaian tugas. Sementara, aspek-aspek motivasi berprestasi
menurut Heckhausen (dalam Hikmah, 2012) adalah (1) berorientasi
Page 7
18
sukses, (2) berorientasi jauh ke depan, (3) suka tantangan, (4) tangguh.
Aspek-aspek motivasi berprestasi yang akan peneliti gunakan adalah
aspek-aspek motivasi berprestasi menurut McClelland (dalam
Djamarah, 2011) yaitu (1) tanggung jawab, (2) risiko pemilihan tugas,
(3) kreatif-inovatif, (4) memperhatikan umpan balik, dan (5) waktu
penyelesaian tugas. Alasan peneliti menggunakan aspek-aspek
McClelland (dalam Djamarah, 2011) karena aspek yang disampaikan
jauh lebih spesifik dan jelas serta dapat diamati dengan observasi,
sehingga lebih memudahkan peneliti untuk membuat item-item bagi
penyusunan alat ukur untuk mengungkap perilaku motivasi berprestasi
siswa SMA.
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Motivasi Berprestasi
Motivasi Berprestasi pada siswa SMA terjadi bukan hanya karena
dipengaruhi oleh satu faktor saja, melainkan karena pengaruh dari
berbagai faktor yang saling berinteraksi satu sama lain. Faktor–faktor
tersebut antara lain:
1) Pengaruh keluarga (Fernald & Fernald, 1999; Caroline, 2000):
Meluangkan waktu bersama merupakan syarat utama untuk
menciptakan komunikasi antar orang tua dan anak. Sebab dengan
adanya waktu bersama, keintiman dan keakraban dapat
diciptakan diantara anggota keluarga. Orang tua yang selalu
memberikan perhatian terhadap anak akan menumbuhkan rasa
aman dan sikap percaya dalam diri anak. Rasa aman dan sikap
Page 8
19
percaya tersebut akan menumbuhkan motivasi dalam diri anak
untuk melakukan yang terbaik. Selain itu, orang tua yang selalu
memberikan penghargaan terhadap prestasi anaknya akan
senantiasa mempengaruhi perkembangan motivasi berprestasi
anak. Karena itu, peran orang tua sangat mempengaruhi adanya
motivasi berprestasi dalam diri anak.
2) Peranan dari konsep diri (Fernald & Fernald, 1999):
Konsep diri merupakan bagaimana seseorang berpikir
mengenai dirinya sendiri. Ketika individu dapat
membayangkan dan menafsirkan dunia dengan cara yang
tampaknya tidak mungkin bagi organisme lain. Apabila individu
percaya bahwa dirinya mampu untuk melakukan sesuatu, maka
individu akan termotivasi untuk melakukan hal tersebut sehingga
berpengaruh dalam tingkah laku.
3) Jenis kelamin (Fernald & Fernald, 1999; Caroline, 2000):
Prestasi yang tinggi biasanya diindentikkan dengan
maskulinitas sehingga banyak para wanita belajar tidak
maksimal khususnya jika wanita tersebut berada diantara para
pria. Dweck dan Nichollas (dalam Prabadewi, 2014) mengatakan
bahwa motivasi berprestasi pada wanita lebih berubah-ubah
dibandingkan dengan pria. Hal ini bisa dilihat bahwa pada
wanita yang memiliki motivasi berprestasi yang tinggi tidak
selalu menetapkan tujuan yang menantang ketika dirinya
Page 9
20
diberikan pilihan dan juga para wanita tidak selalu bertahan
ketika menghadapi kegagalan.
4) Urutan kelahiran (Caroline, 2000):
Urutan kelahiran yang berbeda di dalam keluarga akan
menimbulkan perbedaan perlakuan terhadap anak, sehingga
mempengaruhi pola perkembangan kepribadiannya.
5) Pengakuan dan prestasi (Fernald & Fernald, 1999):
Setiap peningkatan motivasi dan kinerja yang terjadi pada
dasarnya karena individu menerima pengakuan. Jika individu
menyadari bahwa ada orang lain yang peduli kepadanya, hal
tersebut menjadi motivasi untuk bekerja keras.
6) Tingkat ekonomi keluarga (Caroline, 2000):
Dalam hal ini, perbedaan motivasi berprestasi disebabkan
oleh tingkat ekonomi keluarga dan tingginya pendidikan yang
mengakibatkan meningkatnya penghasilan, ternyata akan
mendorong serta meningkatkan prestasi seseorang.
Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa faktor-
faktor yang mempengaruhi motivasi berprestasi adalah (1) pengaruh
keluarga, (2) peranan dari konsep diri, (3) jenis kelamin, (4) urutan
kelahiran, (5) pengakuan dan prestasi, (6) tingkat ekonomi keluarga.
Adapun faktor yang dipilih dalam penelitian ini ialah faktor pengaruh
keluarga dan peranan dari konsep diri (Fernald & Fernald, 1999).
Remaja yang mendapat kesempatan untuk tumbuh dan berkembang
Page 10
21
dalam sebuah keluarga yang utuh akan menunjukkan motivasi
berprestasi yang tinggi dalam pendidikan (Hauck, 1993) dan remaja
yang memiliki konsep diri yang positif maka remaja tersebut berpikir
bahwa dirinya mampu sehingga remaja tersebut memiliki motivasi yang
tinggi dan cenderung sukses (Desmita, 2016).
B. Pola Asuh Demokratis
1. Pengertian Pola Asuh Demokratis
Syaiful (2014) berpendapat pola asuh demokratis adalah tipe
pola asuh yang terbaik dari tipe pola asuh yang lainnya. Pola asuh
demokratis merupakan suatu bentuk pola asuh yang memperhatikan
dan menghargai kebebasan anak, namun kebebasan itu tidak mutlak
dan dengan bimbingan yang penuh pengertian antara orang tua dan
anak. Munandar (2002) mengungkapkan bahwa pola asuh demokratis
adalah cara mendidik anak, di mana orang tua menentukan
peraturan-peraturan tetapi dengan memperhatikan keadaan dan
kebutuhan anak.
Menurut Baumrind (dalam Dariyo, 2004) pada pola asuh
demokratis kedudukan antara anak dan orang tua sejajar. Suatu
keputusan diambil bersama dengan mempertimbangkan kedua belah
pihak. Anak diberi kebebasan yang bertanggung jawab, artinya apa
yang dilakukan oleh anak tetap harus di bawah pengawasan orang
tua dan dapat dipertanggungjawabkan secara moral. Dengan kata lain,
pola asuh demokratis ini memberikan kebebasan kepada anak
Page 11
22
untuk mengemukakan pendapat, melakukan apa yang diinginkannya
dengan tidak melewati batas-batas atau aturan-aturan yang telah
ditetapkan orang tua (Drew Edwards. 2006).
Berdasarkan penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa
pola asuh demokratis adalah cara mendidik anak, di mana orang tua
menentukan peraturan-peraturan dengan memperhatikan keadaan dan
kebutuhan anak, serta menghargai kebebasan anak, namun kebebasan
itu tidak mutlak dan dengan bimbingan yang penuh pengertian
antara orang tua dan anak.
2. Aspek-aspek Pola Asuh Demokratis
Munandar (dalam Garliah & Nasution, 2005), pola asuh orang
tua demokratis meliputi aspek-aspek sebagai berikut:
a. Adanya musyawarah dalam keluarga
Mengikut sertakan anak dalam membuat peraturan
keluarga, mengajak anak-anak berunding dalam menetapkan
kelanjutan sekolah, bermusyawarah dalam memecahkan
problem-problem yang dihadapi anak.
b. Adanya kebebasan yang terkendali
Mendengar dan mempertimbangkan pendapat dan
keinginan anak, memperhatikan penjelasan anak ketika
melakukan kesalahan, anak meminta izin jika hendak keluar
rumah, dan memberikan izin bersyarat dalam hal bergaul
dengan teman-temannya.
Page 12
23
c. Adanya pengarahan dari orang tua
Bertanya kepada anak tentang kegiatan sehari-hari,
memberikan penjelasan tentang perbuatan yang baik dan
mendukungnya dan memberikan penjelasan tentang perbuatan
yang tidak baik dan menganjurkannya untuk ditinggalkan.
d. Adanya bimbingan dan perhatian
Memberikan pujian kepada anak jika benar atau
berperilaku baik, memberikan teguran kepada anak jika salah
atau berperilaku buruk, memenuhi kebutuhan sekolah anak
sesuai dengan kemampuan, mengurus keperluan atau kebutuhan
anak sehari-hari dan mengingat anak untuk belajar.
e. Adanya saling menghormati antar anggota keluarga
Terdapat tutur kata yang baik antara anggota keluarga,
tolong menolong dalam bekerja, saling menghargai antara yang
satu dengan yang lainnya, dan bersikap adil terhadap setiap anak
dalam pemberian tugas.
f. Adanya komunikasi dua arah
Memberikan kesempatan kepada anak untuk bertanya atau
berpendapat tentang suatu hal, menjelaskan alasan ditetapkannya
suatu peraturan, dan membicarakan segala persoalan yang timbul
dalam keluarga.
Selanjutnya Baumrind (dalam Casmini, 2007) memaparkan
bahwa aspek aspek pola asuh demokratis meliputi:
Page 13
24
a. Tegas namun tetap hangat, orang tua tetap pada peraturannya
namun memberi kebebasan kepada anak dengan tetap
memperhatikan peraturan yang dibuat.
b. Mengatur standar agar dapat melaksanakan dan memberi harapan
yang konsisten terhadap kebutuhan dan kemampuan anak.
c. Memberi kesempatan anak untuk berkembang otonomi dan
mampu mengarahkan diri, namun anak harus memiliki
tanggung jawab terhadap tingkah lakunya.
d. Menghadapi anak secara rasional, orientasi pada masalah-
masalah memberi dorongan dalam diskusi keluarga dan
menjelaskan disiplin yang mereka berikan.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa aspek pola
asuh demokratis menurut Munandar (dalam Garliah & Nasution, 2005)
adalah (1) adanya musyawarah dalam keluarga, (2) adanya kebebasan
yang terkendali, (3) adanya pengarahan dari orang tua, (4) adanya
bimbingan dan perhatian, (5) adanya saling menghormati antar anggota
keluarga, (6) adanya komunikasi dua arah. Sementara aspek-aspek pola
asuh demokratis menurut Baumrind (dalam Casmini, 2007) adalah (1)
tegas namun tetap hangat, (2) mengatur standar, (3) memberi
kesempatan anak untuk berkembang, (4) menghadapi anak secara
rasional. Aspek pola asuh demokratis yang digunakan dalam penelitian
ini adalah menurut Munandar (dalam Garliah & Nasution, 2005)
yaitu(1) adanya musyawarah dalam keluarga, (2) adanya kebebasan
Page 14
25
yang terkendali, (3) adanya pengarahan dari orang tua, (4) adanya
bimbingan dan perhatian, (5) adanya saling menghormati antar anggota
keluarga, (6) adanya komunikasi dua arah. Hal ini dikarenakan
penjelasan mengenai aspek pola asuh demokratis lengkap dan jelas serta
sesuai untuk siswa SMA.
C. Konsep Diri
1. Pengertian Konsep Diri
Konsep diri adalah gambaran penuh dari diri manusia, konsep diri
adalah apa yang kita percaya tentang siapa kita gambaran total tentang
kemampuan dan sifat kita (Santrock, 2003).Konsep diri didefinisikan
secara umum sebagai keyakinan, pandangan atau penilaian seseorang,
perasaan dan pemikiran individu terhadap dirinya yang meliputi
kemampuan, karakter, maupun sikap yang dimiliki individu (Desmita,
2008). Agustiani (2009) menyatakan konsep diri merupakan gambaran
yang dimiliki seseorang tentang dirinya, yang dibentuk melalui
pengalaman-pengalaman yang diperoleh dari interaksi dengan
lingkungan.
Menurut Brooks (dalam Rakhmat, 2008), bahwa konsep diri
adalah pandangan dan perasaan kita tentang diri kita. Selanjutnya, Centi
(dalam Rola, 2006) mengatakan bahwa konsep diri adalah gagasan
tentang diri sendiri yang berisikan mengenai bagaimana individu
melihat dirinya sendiri sebagai pribadi, bagaimana individu merasa
Page 15
26
tentang dirinya sendiri, dan bagaimana individu menginginkan diri
sendiri menjadi manusia sebagaimana yang diharapkan.
Berdasarkan pada beberapa definisi diatas dapat disimpulkan
bahwa konsep diri adalah gagasan tentang diri sendiri yang mencakup
keyakinan, pandangan, dan penilaian seseorang terhadap dirinya sendiri.
Konsep diri terdiri atas bagaimana cara kita melihat diri sendiri sebagai
pribadi, bagaimana kita merasa tentang diri sendiri, dan bagaimana kita
menginginkan diri sendiri menjadi manusia sebagaimana yang kita
harapkan.
2. Aspek-aspek Konsep Diri
Menurut Calhoun & Acocella (1990) konsep diri memiliki tiga
aspek yaitu:
a. Pengetahuan:
Pengetahuan yang dimiliki individu merupakan apa yang
individu ketahui tentang dirinya sendiri. Hal ini mengacu pada
istilah-istilah kuantitas seperti usia, jenis kelamin, kebangsaan,
pekerjaan dan lain-lain dan sesuatu yang merujuk pada istilah-
istilah kualitas, seperti individu yang egois, baik hati, tenang dan
bertempramen tinggi.Pengetahuan bisa diperoleh dengan
membandingkan diri individu dengan kelompok pembandingnya.
Pengetahuan yang dimiliki individu tidaklah menetap sepanjang
hidupnya, pengetahuan bisa berubah dengan cara mengubah
Page 16
27
tingkah laku individu tersebut atau dengan cara mengubah
kelompok pembanding.
b. Harapan:
Selain individu mempunyai satu set pandangan tentang siapa
dirinya, individu juga memiliki satu set pandangan lain, yaitu
tentang kemungkinan menjadi apa di masa mendatang.
Singkatnya, setiap individu mempunyai pengharapan bagi dirinya
sendiri dan pengharapan tersebut berbeda-beda pada setiap
individu.
c. Penilaian:
Individu berkedudukan sebagai penilai terhadap dirinya
sendiri setiap hari. Penilaian terhadap diri sendiri adalah
pengukuran individu tentang keadaannya saat ini dengan apa yang
menurutnya dapat dan terjadi pada dirinya.
Menurut Berk (dalam Dariyo, 2007) konsep diri terbagi dalam
empat aspek, yaitu:
a) Aspek fisiologis
Aspek fisiologis dalam diri berkaitan dengan unsur-unsur
fisik, seperti warna kulit, bentuk, berat atau tinggi badan, raut muka
(tampan, cantik, sedang, atau jelek), memiliki kondisi badan yang
sehat, normal/cacat dan sebagainya. Karakteristik fisik
mempengaruhi bagaimana seseorang menilai diri sendiri; demikian
pula tak dipungkiri bahwa orang lain pun menilai seseorang diawali
Page 17
28
dengan penilaian terhadap hal-hal yang bersifat fisiologis.
Walaupun belum tentu benar masyarakat seringkali melakukan
penilaian awal terhadap penampilan fisik untuk dijadikan sebagai
dasar respon perilaku seseorang terhadap orang lain.
b) Aspek psikologis
Aspek-aspek psikologis (psychological aspect) meliputi tiga
hal yaitu: (1) kognisi (kecerdasan, minat dan bakat, kreativitas,
kemampuan konsentrasi), (2) afeksi (ketahanan, ketekunan dan
keuletan bekerja, motivasi berprestasi, toleransi stres) maupun (3)
konasi (kecepatan dan ketelitian kerja, coping stress, resitiensi).
Pemahaman dan penghayatan unsur-unsur aspek psikologis
tersebut akan mempengaruhi penilaian terhadap diri sendiri.
Penilaian yang baik, akan meningkatkan konsep diri yang positif
(positive self-concept),sebaliknya penilaian yang buruk cenderung
akan mengembangkan konsep diri yang negatif (negative self
concept).
c) Aspek psiko-sosiologis
Yang dimaksud dengan aspek psiko-sosiologis
(psychosocioloyic aspect) ialah pemahaman individu yang masih
memiliki hubungan dengan lingkungan sosialnya. Aspek psiko-
sosiologis ini meliputi tiga unsur yaitu: (1) orangtua saudara
kandung, dan kerabat dalam keluarga, (2) teman-teman pergaulan
(peer-group) dan kehidupan bertetangga, (3) lingkungan sekolah
Page 18
29
(guru, teman sekolah, aturan-aturan sekolah). Oleh karena itu,
seseorang yang menjalin hubungan dengan lingkungan sosial
dituntut untuk dapat memiliki kemampuan berinteraksi sosial
(social interaction), komunikasi, menyesuaikan diri (adjustment)
dan bekerja sama (cooperation) dengan mereka. Tuntutan sosial
secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi agar
individu mentaati aturan-aturan sosial. Individu pun juga
berkepentingan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya melalui
lingkungan sosialnya. Dengan demikian terjadi hubungan
mutualisme antara individu dengan iingkungan sosialnya.
d) Aspek psiko-etika dan moral
Aspek psikoetika dan moral (moralaspect) yaitu suatu
kemampuan memahami dan melakukan perbuatan berdasarkan
nilai-nilai etika dan moralitas. Setiap pemikiran, perasaan, dan
perilaku individu harus mengacu pada nilai-nilai kebaikan,
keadilan, kebenaran, dan kepantasan. Oleh karena itu, proses
penghayatan dan pengamatan individu terhadap nilai-nilai moral
tersebut menjadi sangat penting, karena akan dapat menopang
keberhasilan seseorang dalam melakukan kegiatan penyesuaian diri
dengan orang lain.
Berdasarkan keseluruhan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa
aspek konsep diri menurut Calhoun & Acocella (1990) adalah (1)
pengetahuan, (2) harapan, (3) penilaian. Sementara aspek konsep diri
Page 19
30
menurut Berk (dalam Dariyo, 2007) adalah (1) aspek fisiologis, (2)
aspek psikologis, (3) aspek psikososiologis, (4) aspek psiko-etika dan
moral. Aspek-aspek yang digunakan dalam penelitian ini adalah aspek
dari Calhoun & Acocella (1990) yaitu (1) pengetahuan, (2) harapan, (3)
penilaian. Hal ini dikarenakan aspek-aspek tersebut diuraikan secara
jelas.
D. Hubungan antara Pola Asuh Demokratis dan Konsep Diri
dengan Motiasi Berprestasi
Masing-masing variabel memiliki pengaruh pada motivasi
berprestasi. Akan tetapi, tidak dapat dipungkiri bahwa variabel satu
(pola asuh demokratis) dan variabel dua (konsep diri) secara bersama-
sama berpengaruh terhadap (motivasi berprestasi). Hal tersebut akan
dijelaskan sebagai berikut konsep diri menimbulkan efek pada remaja
sehingga memunculkan motivasi berprestasi pada remaja, efek tersebut
bisa meningkat karena adanya dukungan dari pola asuh demokratis
orang tua (Johnson & Medinus dalam Ritandiyono & Retnaningsih,
2006). Sebagai contoh, remaja yang memiliki konsep diri positif
memandang dirinya mampu dalam melakukan sesuatu dan menunjukkan
motivasi berprestasi, motivasi berprestasi remaja tersebut akan semakin
meningkat bila remaja mendapat pola pengasuhan demokratis dari orang
tuanya, karena remaja mendapat perhatian dan dukungan dari orang tua
sehingga remaja akan semakin yakin pada dirinya dalam melakukan
sesuatu.
Page 20
31
Konsep diri memainkan peran yang sangat besar dalam
menentukan keberhasilan seseorang karena konsep diri dapat
dianalogikan sebagai komputer mental yang mempengaruhi kemampuan
berpikir seseorang termasuk dorongan atau motivasi dalam hal
berprestasi (Stuart, 2002). Harter (dalam Steinberg, 2002) menyebutkan
bahwa keyakianan dari dalam individu terhadap dirinya akan
membentuk perilaku yang akan ia kerjakan. Apabila individu kurang
yakin dengan kemampuan yang ada dalam dirinya akan semakin
menghambat dorongan untuk berpretasi. Sedangkan, apabila seorang
individu meyakini dirinya mampu melakukan suatu hal maka individu
tersebut akan berusaha keras untuk mencapai tujuan yang hendak
dicapai (Fernald & Fernald dalam Rola, 2006). Remaja yang memiliki
konsep diri positif dan memiliki keinginan untuk sukses, maka remaja
memiliki pandangan yang positif terhadap kemampuan yang dimilikinya
dan yakin bahwa dirinya bisa dan mampu sehingga memungkinkan
dirinya termotivasi untuk meraih prestasi (Fernald & Fernald, 1999). Hal
tersebut didukung dengan pendapat Desmita (2016) yang mengatakan
bahwa siswa yang memiliki konsep diri yang positif, memperlihatkan
prestasi yang baik di sekolah karena memiliki motivasi berprestasi.
Pada saat yang bersamaan remaja yang mendapat pola asuh
demokratis orang tua mendapat dukungan dari orang tua sehingga
remaja menjadi bersemangat dalam melakukan kegiatan yang positif
seperti memperoleh prestasi di sekolah, hal ini dikarenakan orang tua
Page 21
32
mendukung anak baik psikis dan non psikis seperti memberi kasih
sayang dan perhatian kepada anak, orang tua meluangkan waktu
bersama anak, menciptakan komunikasi antara orang tua dan anak,
memberikan perhatian pada anak dan penghargaan terhadap prestasi
anak, hal ini akan akan memberikan rasa percaya diri, mandiri, kreatif,
disiplin, mudah beradaptasi, disukai banyak orang dan tanggung jawab
pada diri anak (Susilowati, 2006). Selain itu, orang tua juga memenuhi
kebutuhan anak seperti buku pelajaran dan guru privat untuk menunjang
prestasi anak di sekolah, apabila hal tersebut telah dipenuhi maka akan
mempengaruhi perkembangan motivasi berprestasi anak (Hasbullah,
2001). Hal tersebut dipertegas oleh Suparno (2001) yang menjelaskan
bahwa orang tua dengan pola asuh demokratis menjadikan anak tidak
tergantung, dan tidak berperilaku kekanak-kanakan serta mendorong
anak untuk memperoleh prestasi yang baik.
Remaja yang memiliki konsep diri positif menganggap dirinya
mampu dalam melakukan sesuatu dengan baik dan diiringi dengan pola
asuh demokratis orang tua yang memberikan dukungan dan rasa percaya
diri pada anak maka akan mengarah pada meningkatnya motivasi
berprestasi. Kedua variabel bebas yang dilibatkan dalam penelitian ini
dianggap mampu memiliki kaitan terhadap motivasi berprestasi. Pola
asuh demokratis dan konsep diri memiliki kedudukan yang sama dalam
memberikan pengaruh terhadap motivasi berprestasi, sehingga pola asuh
Page 22
33
demokratis dan konsep diri secara bersama-sama mampu memberikan
pengaruh dan membuat motivasi berprestasi meningkat.
E. Hipotesis
Berdasarkan landasan teori tersebut dapat dirumuskan hipotesis
sebagai berikut: Terdapat peran positif antara pola asuh demokratis orang
tua dan konsep diri dengan motivasi berprestasi siswa SMA Pangudi Luhur
Sedayu. Semakin besar pola asuh demokratis orang tua dan konsep diri
maka semakin meningkat motivasi berprestasi pada siswa SMA Pangudi
Luhur Sedayu. Sebaliknya, semakin kecil pola asuh demokratis orang tua
dan konsep diri maka semakin menurun motivasi berprestasi pada siswa
SMA Pangudi Luhur Sedayu.