Top Banner
11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Moral 1. Istilah dan Pengertian Moral Menurut Lillie, kata moral berasal dari kata mores (bahasa latin) yang berarti tata cara dalam kehidupan atau adat istiadat (Budiningsih, 2004:24). Moral atau kesusilaan adalah kesempurnaan sebagai manusia atau kesusilaan adalah tuntutan kodrat manusia (Daroeso, 1986:22). Huky (dalam Daroeso, 1986:22) memahami pengertian moral dengan tiga cara: a. Moral sebagai tingkah laku manusia yang mendasarkan diri pada kesadaran bahwa ia terkait oleh keharusan mencapai yang baik menurut nilai dan norma yang berlaku di lingkunganya. b. Moral sebagai perangkat ide-ide tentang tingkah laku hidup dengan warna dasar tertentu yang di pegang teguh oleh sekelompok manusia dalam lingkungan tertentu. c. Moral adalah ajaran tentang tingkah laku hidup yang baik berdasarkan pandangan hidup atau agama tertentu. (Daroeso, 1986:23) sendiri menyebutkan pengertian moral sebagai kesusilaan, yaitu keseluruhan norma yang mengatur tingkah laku manusia di masyarakat untuk melaksanakan perbuatan-perbuatan yang baik dan benar. Peran Pembelajaran Pendidikan …, Aris Riyanto, FKIP UMP, 2016
54

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Moral 1. Istilah dan Pengertian ...repository.ump.ac.id/319/3/BAB II_ARIS RIYANTO_PKn'16.pdf · 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Moral 1. Istilah dan Pengertian

Jan 01, 2020

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Moral 1. Istilah dan Pengertian ...repository.ump.ac.id/319/3/BAB II_ARIS RIYANTO_PKn'16.pdf · 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Moral 1. Istilah dan Pengertian

11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Moral

1. Istilah dan Pengertian Moral

Menurut Lillie, kata moral berasal dari kata mores (bahasa latin) yang

berarti tata cara dalam kehidupan atau adat istiadat (Budiningsih, 2004:24).

Moral atau kesusilaan adalah kesempurnaan sebagai manusia atau kesusilaan

adalah tuntutan kodrat manusia (Daroeso, 1986:22). Huky (dalam Daroeso,

1986:22) memahami pengertian moral dengan tiga cara:

a. Moral sebagai tingkah laku manusia yang mendasarkan diri pada

kesadaran bahwa ia terkait oleh keharusan mencapai yang baik menurut

nilai dan norma yang berlaku di lingkunganya.

b. Moral sebagai perangkat ide-ide tentang tingkah laku hidup dengan warna

dasar tertentu yang di pegang teguh oleh sekelompok manusia dalam

lingkungan tertentu.

c. Moral adalah ajaran tentang tingkah laku hidup yang baik berdasarkan

pandangan hidup atau agama tertentu.

(Daroeso, 1986:23) sendiri menyebutkan pengertian moral sebagai

kesusilaan, yaitu keseluruhan norma yang mengatur tingkah laku manusia di

masyarakat untuk melaksanakan perbuatan-perbuatan yang baik dan benar.

Peran Pembelajaran Pendidikan …, Aris Riyanto, FKIP UMP, 2016

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Moral 1. Istilah dan Pengertian ...repository.ump.ac.id/319/3/BAB II_ARIS RIYANTO_PKn'16.pdf · 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Moral 1. Istilah dan Pengertian

12

2. Objek Moral

Sebelum melakukan perbuatan, manusia menentukan sendiri apa yang

akan dikerjakan. Ia telah menentukan sikap, mana yang harus dilaksanakan,

mana yang tidak boleh dilaksanakan. Sikap ini ditentukan oleh kehendak yang

merupakan sikap batin manusia, yang mengamati perbuatan apa yang

dilakukan. Perbuatan yang akan dilakukan merupakan obyek yang ada dalam

suara hati manusia. Menurut (Daroeso, 1986:25) dalam diri manusia ada dua

suara:

a. Suara hati yang mengarah ke kebaikan.

b. Suara was-was yang mengajak ke keburukan.

Menurut Driyakarya (Daroeso,1986:26) Meskipun pada dasarnya

manusia itu selalu cenderung berbuat baik, tetapi kesadaran seperti di uraikan

di atas tidaklah datang dengan sendirinya. Kesusilaan harus di ajarkan dengan

contoh yang baik, sehingga dengan demikian dapatlah terbentuk manusia

susila lahir dan bathin.

Kesimpulan dari uraian di atas, bahwa obyek moral adalah tingkah laku

manusia, perbuatan manusia, tindakan manusia, baik secara individual

maupun secara kelompok. (Daroeso, 1986:26) Dalam melakukan perbuatan

tersebut manuisia di dorong oleh tiga unsur, yaitu:

Peran Pembelajaran Pendidikan …, Aris Riyanto, FKIP UMP, 2016

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Moral 1. Istilah dan Pengertian ...repository.ump.ac.id/319/3/BAB II_ARIS RIYANTO_PKn'16.pdf · 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Moral 1. Istilah dan Pengertian

13

a. Kehendak yaitu pendorong pada jiwa manusia yang memberi alasan pada

manusia untuk melakukan perbuatan.

b. Perwujudan dari kehendak yang berbentuk cara melakukan perbuatan

dalam segala situasi dan kondisi

c. Perbuatan tersebut dilakukan dengan sadar dan kesadaran inilah yang

memberikan corak dan warna perbuatan tersebut.

3. Sumber Moral

Sumber moral yang berupa ketentuan-ketentuan yang berlaku dan

mengikat kehidupan manusia atau masyarakat tersebut. Ketentuan-ketentuan

tersebut adalah:

a. Ketentuan agama yang berdasarkan wahyu

b. Ketentuan kodrat dalam diri manusia termasuk ketentuan moral universal,

yaitu moral yang seharusnya.

c. Ketentuan adat istiadat buatan manusia termasuk ketentuan moral yang

berlaku pada suatu waktu.

d. Ketentuan hukum buatan manusia baik hokum adat maupun hukum

negara (Daroeso, 1986:23)

Ketentuan-ketentuan tersebut merupakan norma-norma dalam suatu

masyarakat sebagai sumbe moral, yaitu norma agama, norma hukum, dan

Peran Pembelajaran Pendidikan …, Aris Riyanto, FKIP UMP, 2016

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Moral 1. Istilah dan Pengertian ...repository.ump.ac.id/319/3/BAB II_ARIS RIYANTO_PKn'16.pdf · 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Moral 1. Istilah dan Pengertian

14

adat istiadat. Jika melanggarnya akan di kenai sanksi yang berupa hukuman

oleh negara, diri sendiri, masyarakat atau tuhan (Dareso, 1986:24).

4. Sifat-sifat Moral

Sama halnya dengan nilai, sifat dari moral pun ada yang memiliki

pandangan yang bertentangan dari para filosof. Sebagian dari mereka

mengatakan bahwa moral bersifat objektifvistik-universal dan sebagian

mengatakan bahwa moral itu bersifat relatifvistik-kontekstual.

Moral bersifat objektivistik, artinya baik dan buruk itu bersifat pasti dan

tidak berubah. Perilaku yang baik akan tetap baik, bukan kadang baik dan

kadang tidak baik. Dalam pandangan absolut, baik buruk itu mutlak,

sepenuhnya, dan tanpa syarat. Mencuri sepenuhnya tidak baik dalam keadaan

apapun dan kapanpun. Dalam pandangan universal, prinsip-prinsip moral

yang bersifat obyektifvistik-universal dimaksudkan bahwa prinsip-prinsip

(Daroeso, 1986:23). Dikatakan bahwa menurut Magnis-Susesno (1987) Moral

selalu mengacu pada baik buruknya manusia sebagai manusia, sehingga

bidang moral adalah bidang kehidupan manusia dilihat dari segi kebaiknya

sebagai manusia (Budiningsih, 2004:24).

5. Aliran-aliran moral

Adanya bermacam pendapat tentang filsafat moral atau filsafat

kesusilaan menyebabkan timbulnya aliran-aliran. Ada yang berpendapat

Peran Pembelajaran Pendidikan …, Aris Riyanto, FKIP UMP, 2016

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Moral 1. Istilah dan Pengertian ...repository.ump.ac.id/319/3/BAB II_ARIS RIYANTO_PKn'16.pdf · 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Moral 1. Istilah dan Pengertian

15

bahwa kesusilaan itu ditentukan oleh tujuan manusia/hidup terutama hidup

yang mengutamakan kenikmatan hidup. Suatu perbuatan dipandang

memenuhi kesusilaan apabila perbuatan tadi ditujukan untuk mencapai

kenikmatan.

Ada pula yang berpendapat bahwa kesusilaan itu berdasarkan pada

manfaat perbuatan tersebut dan ada yang berpendapat bahwa yang dikatakan

susila ialah yang sesuai dengan agama. Adapun aliran-aliran filsafat moral di

antaranya ialah:

a. Hedonisme.

Ukuran baik dan buruk bagi aliran ini ialah segala perbuatan membawa

kebahagiaan dan kenikmatan yang merupakan tujuan manusia. Yang

dimaksud dengan kebahagiaan ialah suatu keadaan yang tanpa menderita,

yang dapat dicapai dengan akal manusia. Hedonisme dapat digolongkan

dalam dua macam golongan, yaitu:

1) Hedonisme yang egoistik.

Aliran ini merupakan bahwa manusia harus mencari kenikmatan

yang sebesar-besarnya untuk diri sendiri. Sesuatu perbuatan yang

dipilih harus di pertimbangkan apakah perbuatan tersebut mengandung

kenikmatan yang lebih besar bagi dirinya sendiri. Kalua memang

demikian, maka perbuatan tersebut sebaiknya dikerjakan.

Peran Pembelajaran Pendidikan …, Aris Riyanto, FKIP UMP, 2016

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Moral 1. Istilah dan Pengertian ...repository.ump.ac.id/319/3/BAB II_ARIS RIYANTO_PKn'16.pdf · 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Moral 1. Istilah dan Pengertian

16

2) Hedonisme yang universalistik.

Aliran ini orang dalam hidupnya harus berusaha untuk mencapai

kebahagiaan dan kenikmatan bagi seluruh umat manusia. Baik dan

buruk berdasarkan pada adanya manfaat dan kesenangan bagi semua

orang. Baik apabila membawa kenikmatan semua manusia dan buruk,

apabila membawa penderitaan bagi manusia seluruhnya (Daroeso,

1986:37)

b. Utilitarisme.

Aliran ini mengatakan bahwa yang baik ialah yang ada manfaatnya

atau “utility”. Semua perbuatan manusia harus diarahkan kepada

kemanfaatan, jadi baik dan buruk diukur dari adanya manfaat. Jhon Stuart

Mill, tokoh aliran ini mengatakan:” Kemanfaatan adalah kebahagiaan

untuk jumlah manusia sebanyak-banyaknya”. (Daroeso, 1986:37)

c. Naturalisme.

Menurut aliran ini kebahagiaan manusia dapat dicapai dengan

menuruti panggilan “natur” atau panggilan alam. Sesuatu perbuatan

dikatakan bermoral apabila sesuai dengan panggilan alam. Tugas manusia

di dunia ini adalah memenuhi kebutuhanya untuk memenuhi panggilan

alam, ialah kelangsungan hidup. Gangguan terhadap kelangsungan hidup

akan mengakibatkan hilangnya kebahagiaan (Daroeso, 1986:37).

Peran Pembelajaran Pendidikan …, Aris Riyanto, FKIP UMP, 2016

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Moral 1. Istilah dan Pengertian ...repository.ump.ac.id/319/3/BAB II_ARIS RIYANTO_PKn'16.pdf · 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Moral 1. Istilah dan Pengertian

17

d. Vitalisme.

Perbuatan manusia di anggap bermoral ialah apabila perbuatan

tersebut menunjukan daya hidup. Seseorang yang bermoral tinggi ialah

yang dapat menunjukan kekuatanya sebagai seorang yang kuat, seorang

yang istimewa, seorang “ubermensch”. Tokoh dari aliran ini ialah seorang

ahli filsafat jerman Friedrich Nietzsche (1844-1900). Ia mengatakan ada

dua macam moral, yaitu herrenmoral dan Sklaven-moral.

1) Herrenmoral

Nietzsche mengatakan bahwa Herrenmoral adalah moral yang

dipunyai oleh “tuan-tuan besar” atau moral kepunyaan “orang yang

kuat” atau ”moral penguasa”, moral Ubermensch. Seseorang

Ubermensch adalah seseorang yang dapat menentukan hidupnya

sendiri dengan aturan-aturan yang berlaku bagi kelompoknya sendiri.

Ubermensch tidak perlu merasa bersalah dan berdosa dan berdosa

hanya patut bagi anak-anak dan budak. Jadi yang dikatakan moral

penguasa, yaitu moral bagi tuan-tuan ialah semua tindakan yang

disukai, tidak tergantung pada ukuran atau norma yang ada.

2) Sklaven-moral

Pada dasarnya menurut Nietzsche masyarakat itu hanya dua

golongan, yaitu Herren dan Sklaven, tuan dan budak, si kuat dan si

lemah. Golongan lemah hanya patut menjadi budak dari golongan

penguasa dan segala sesuatu yang baik bagi si kuat merupakan

Peran Pembelajaran Pendidikan …, Aris Riyanto, FKIP UMP, 2016

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Moral 1. Istilah dan Pengertian ...repository.ump.ac.id/319/3/BAB II_ARIS RIYANTO_PKn'16.pdf · 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Moral 1. Istilah dan Pengertian

18

larangan bagi si lemah. Perbuatan baik bagi si lemah atau si budak-

budak ialah selalu mengabdi kepada yang kuat, kepada penguasa.

Golongan Sklaven tidak dibenarkan berbuat yang menentang Herren,

yang boleh bertindak sekehendak sendiri (Daroeso, 1986:38)

e. Theologi

Aliran moral ini mengatakan, bahwa sesuatu perbuatan dikatakan

bermoral yang baik apabila perbuatan tersebut sesuai dengan agama.

Artinya: perbuatan tersebut sesuai dengan perintah Tuhan dan menjauhi

laranganya. Tuntutan kesusilaan dalam hal ini telah di gariskan oleh

agama dan tertulis dalam kitab suci masing-masing agama. Tentunya bagi

masing-masing agama, norma-norma tersebut tidak sama, tetapi dalam

garis besarnya tuntutan kesusilaan dalam agama ada kesamaan (Daroeso,

1986:38).

6. Fungsi dan Peranan Moral

Orang dikatakan bermoral jika tingkah lakunya sesuai dengan norma-

norma yang terdapat dalam masyarakat, baik norma agama, adat istiadat,

hukum, dan sebagainya.

Moral memegang peranan penting dalam kehidupan manusia yang

berhubungan dengan baik atau buruk terhadap tingkah laku manusia. Tingkah

laku ini mendasarkan diri pada normaa-norma yang berlaku dalam

masyarakat. Seseorang dikatakan bermoral bilamana orang tersebut

Peran Pembelajaran Pendidikan …, Aris Riyanto, FKIP UMP, 2016

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Moral 1. Istilah dan Pengertian ...repository.ump.ac.id/319/3/BAB II_ARIS RIYANTO_PKn'16.pdf · 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Moral 1. Istilah dan Pengertian

19

bertingkah laku sesuai dengan norma-norma yang terdapat dalam masyarakat,

baik norma agama, norma hukum dan sebagainya (Daroeso, 1986:23).

Menurut identitas ukuran manusia yang baik adalah yang mampu memenuhi

ketentuan-ketentuan kodrat yang tertanam dalam dirinya. Ukuran ini tidak

bertentangan dengan norma yang berlaku dalam masyarakat (Daroeso,

1986:23). Ini menunjukan bahwa moral memegang fungsi dan peranan

penting agar manusia dalam setiap perbuatan, tindakan, dan tingkah lakunya

adalah baik dan benar. Dan ini merupakan syarat mutlak bagi terwujudnya

kemaslahan hidup manusia itu sendiri baik secara individu maupun kelompok.

7. Tahap-tahap Perkembangan Moral Manusia

Melalui hasil penelitianya Kohlberg (Budiningsih, 2004:27)

menyatakan hal-hal sebagai berikut:

1. Ada prinsip-prinsip moral dasar yang mengatasi niali-nilai moral lainya

dan prinsip-prinsip moral dasar itu merupakan akar dari nilai-nilai moral

lainya.

2. Manusia tetap merupakan subjek yang bebas dengan nilai-nilai yang

berasal dari dirinya sendiri.

3. Dalam bidang penalaran moral ada tahap-tahap perkembangan yang sama

dan universal bagi setiap kebudayaan.

4. Tahap-tahap perkembangan penalaran moral ini banyak ditentukan oleh

factor kognitif atau kematangan intelektual.

Peran Pembelajaran Pendidikan …, Aris Riyanto, FKIP UMP, 2016

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Moral 1. Istilah dan Pengertian ...repository.ump.ac.id/319/3/BAB II_ARIS RIYANTO_PKn'16.pdf · 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Moral 1. Istilah dan Pengertian

20

Kesimpulan ini ditarik dari penelitianya dengan instrument yang

disebut sebagai “Dilema Moral Heinz”, yaitu sebuah kasus yang merangsang

responden untuk memberikan keputusan-keputusan moral. Adapun tahap-

tahap perkembangan moral menurut Kohlberg yang disarikan oleh Hardiman

(1987) sebagai berikut:

1. Tingkat Pra-Konvensional

Pada tingkat ini seseorang sangat tanggap terhadap aturan-aturan

kebudayaan dan penilaian baik atau buruk, tetapi ia menafsirkan baik atau

buruk ini dalam rangka maksimalisasi kenikmatan atau akibat-akibat fisik dari

tindakanya (hukuman fisik, penghargaan, tukar-menukar kebaikan).

Kecenderungan utamanya dalam interaksi dengan orang lain adalah

menghindari hukuman atau mencapai maksimalisasi kenikmatan (hedonist).

Tingkat ini dibagi 2 tahap:

Tahap 1: Orientasi hukuman dan kepatuhan

Pada tahap ini, baik atau buruknya suatu tindakan ditentukan oleh

akibat-akibat fisik yang akan dialami, sedangkan arti atau nilai manusiawi

tidak diperhatikan. Menghindari hukuman dan kepatuhan buta terhadap

penguasa dinilai baik pada dirinya.

Tahap 2: Orientasi instrumentalistis

Pada tahap ini tindakan seseorang selalu diarahkan untuk memenuhi

kebutuhanya sendiri dengan memperalat orang lain. Hubungan antara manusia

dipandang seperti hubungan dagang. Unsur-unsur keterbukaan, kesalingan

Peran Pembelajaran Pendidikan …, Aris Riyanto, FKIP UMP, 2016

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Moral 1. Istilah dan Pengertian ...repository.ump.ac.id/319/3/BAB II_ARIS RIYANTO_PKn'16.pdf · 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Moral 1. Istilah dan Pengertian

21

dan tukar-menukar merupakan prinsip tindaknya dan hal-hal itu ditafsirkan

dengan cara fisik dan pragmatis. Prinsip kesalinganya adalah, “Kamu

mencakar punggungku dan aku akan ganti mencakar punggungmu”.

2. Tingkat Konvensional

Pada tingkat ini seseorang menyadari dirinya sebagai seorang individu

di tengah-tengah keluarga, masyarakat dan bangsanya. Keluarga, masyarakat,

bangsa dinilai memiliki kebenaranya sendiri, karena jika menyimpang dari

kelompok ini akan terisolasi. Maka itu, kecenderungan orang pada tahap ini

adalah menyesuaikan diri dengan aturan-aturan masyarakat dan

mengidentifikasikan dirinya terhadap kelompok sosialnya. Kalau pada tingkat

pra-konvensional perasaan dominan adalah takut, pada tingkat ini perasaan

dominan adalah malu. Tingkat ini terdiri dari 2 tahap:

Tahap 3: Orientasi kerukunan atau orientasi good boy – nice girl

Pada tahap ini orang berpandangan bahwa tingkah laku yang baik adalah

yang menyenangkan atau menolong orang-orang lain serta diakui oleh orang-

orang lain. Orang cenderung bertindak menurut harapan-harapan lingkungan

sosialnya, sehingga mendapat pengakuan sebagai “orang baik”. Tujuan

utamanya, demi hubungan social yang memuaskan, maka ia pun harus

berperan sesuai dengan harapan-harapan keluarga, masyarakat atau

bangsanya.

Peran Pembelajaran Pendidikan …, Aris Riyanto, FKIP UMP, 2016

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Moral 1. Istilah dan Pengertian ...repository.ump.ac.id/319/3/BAB II_ARIS RIYANTO_PKn'16.pdf · 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Moral 1. Istilah dan Pengertian

22

Tahap 4: Orientasi ketertiban masyarakat

Pada tahap ini tindakan seseorang didorong oleh keinginanya untuk

menjaga tertib legal. Orientasi seseorang adalah otoritas, peraturan-peraturan

yang ketat dan ketertiban social. Tingkah laku yang baik adalah memenuhi

kewajiban, mematuhi hukum, menghormati otoritas, dan menjaga tertib social

merupakan tindakan moral yang baik pada dirinya.

3. Tingkat Pasca – Konvensional atau Tingkat Otonom

Pada tingkat ini, orang bertindak sebagai subyek hokum dengan

mengatasi hukum yang ada. Orang pada tahap ini sadar bahwa hokum

merupakan kontrak social demi ketertiban dan kesejahteraan umum, maka jika

hukum tidak sesuai dengan martabat manusia, hokum dapat dirumuskan

kembali. Perasaan yang muncul pada tahap ini adalah rasa bersalah dan yang

menjadi ukuran keputusan moral adalah hati nurani. Tingkat ini terdiri dari 2

tahap:

Tahap 5: Orientasi kontrak sosial

Tindakan yang benar pada tahap ini cenderung ditafsirkan sebagai

tindakan yang sesuai dengan kesepakatan umum. Dengan demikian orang ini

menyadari relativitas nilai-nilai pribadi dan pendapat-pendapat pribadi. Ada

kesadaran yang jelas untuk mencapai consensus lewat peraturan-peraturan

procedural. Di samping menekankan persetujuan demokratis dan

konstitusional, tindakan benar juga merupakan nilai-nilai atau pendapat

pribadi. Akibatnya, orang pada tahapan ini menekankan pandangan legal tapi

Peran Pembelajaran Pendidikan …, Aris Riyanto, FKIP UMP, 2016

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Moral 1. Istilah dan Pengertian ...repository.ump.ac.id/319/3/BAB II_ARIS RIYANTO_PKn'16.pdf · 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Moral 1. Istilah dan Pengertian

23

juga menekankan kemungkinan mengubah hukum lewat pertimbangan

rasional. Ia menyadari adanya yang mengatasi hukum, yaitu persetujuan bebas

antara pribadi. Jika hukum menghalangi kemanusiaan, maka hukum dapat

diubah.

Tahap 6: Orientasi prinsip etis universal.

Pada tahap ini orang tidak hanya memandang dirinya sebagai subyek

hukum, tetapi juga sebagai pribadi yang harus dihormati. Respect for

personadalah nilai pada tahap ini. Tindakan yang benar adalah tindakan yang

berdasarkan keputusan yang sesuai dengan suara hati dan prinsip moral

universal. Prinsip moral ini abstrak, misalnya; cintailah sesamamu seperti

mencintai dirimu sendiri, dan tingkat konkrit. Didasar lubuk hati terdapat

prinsip universal yaitu keadilaan, kesamaan hak-hak dasar manusia, dan

hormat terhadap martabat manusia sebagai pribadi.

Dari enam tahap tersebut secara ringkas dapat diketahui alasan-alasan

atau motif-motif yang diberikan bagi kepatuhan terhadap peraturan atau

perbuatan moral sebagai berikut:

1. Tahap I : patuh pada aturan untuk menghindarkan hukuman.

2. Tahap II : menyesuaikan diri (conform) untuk mendapatkan ganjaran,

kebaikanya dibalas dan seterusnya.

3. Tahap III : meneyesuaikan diri untuk menhindarkan ketidak setujuan,

ketidak senangan orang lain.

Peran Pembelajaran Pendidikan …, Aris Riyanto, FKIP UMP, 2016

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Moral 1. Istilah dan Pengertian ...repository.ump.ac.id/319/3/BAB II_ARIS RIYANTO_PKn'16.pdf · 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Moral 1. Istilah dan Pengertian

24

4. Tahap IV : menyesuaikan diri untuk menghindarkan penilaian oleh

otoritas resmi dan rasa diri bersalah yang diakibatkanya.

5. Tahap V : menyesuaikan diri untuk memelihara rasa hormat dari orang

netral yang menilai dari sudut pandang kesejahteraan masyarakat.

6. Tahap VI : menyesuaikan diri untuk menghindari penghukuman atas diri

sendiri.

8. Pentingnya Pendidikan Moral bagi Peserta Didik

Kata moral berasal dari bahasa latin mores yang berarti tata cara dalam

kehidupan atau adat istiadat. (Budiningsih, 2004: 5) berpendapat bahwa

remaja dikatakan bermoral jika mereka memiliki kesadaran moral yaitu dapat

menilai hal-hal yang baik dan buruk, hal-hal yang boleh dilakukan dan tidak

boleh dilakukan serta hal-hal yang etis dan tidak etis.

Banyak orang berpandangan bahwa menurunnya di kalangan remaja

akibat kurang berhasilnya dunia pendidikan di era globalisasi dewasa ini. Itu

semua tidak benar. Pendidikan moral tidak hanya selama dilingkungan

sekolah, melainkan dilingkungan keluargalah awal pendidikan moral terhadap

anak mulai ditanamkan.

Sumber daya manusia yang akan datang adalah anak-anak dan generasi

muda masa kini. Berbicara mengenai pendidikan moral di Indonesia, maka

pemerintah zaman Orde Baru, pendidikan moral dikaitkan dengan nilai-nilai

dasar Pancasila. Hal ini dimaksudkan bahwa sebagai dasar negara, maka

Peran Pembelajaran Pendidikan …, Aris Riyanto, FKIP UMP, 2016

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Moral 1. Istilah dan Pengertian ...repository.ump.ac.id/319/3/BAB II_ARIS RIYANTO_PKn'16.pdf · 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Moral 1. Istilah dan Pengertian

25

kedudukan Pancasila merupakan landasan dan falsafah hidup dalam

berbangsa dan bernegara. Karena itu, pendidikan moral ditanamkan pada

peserta didik melalui pemberian mata pelajaran yang diberi nama Pendidikan

Moral Pancasila (PMP) yang kemudian berubah menjadi Pendidikan

Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn). Pentingnya pendidikan moral ini,

sehingga ia menjadi mata pelajaran istimewa di samping mata pelajaran

pendidikan agama. Pada waktu itu apabila peserta didik memperoleh nilai

rendah pada kedua mata pelajaran tersebut, menjadi bahan pertimbangan

apakah seseorang naik atau tinggal kelas. Bahkan proses penilaian atas mata

pelajaran khusus pendidikan moral ini, tidak hanya dilihat dari aspek kognitif

semata. Sebaliknya, tingkah laku peserta didik dengan berbagai standar nilai

yang telah ditetapkan menjadi indikator penentu. Pada waktu itu guru agama

dan guru PMP pun sangat dihormati karena dianggap sebagai penentu nasib

para peserta didik. Tapi masa reformasi sekarang kedua mata pelajaran yang

dahulu dianggap maha penting, kini tampak kurang menjadi prioritas serta

menjadi korban kebijakan kurikulum. Menghadapi krisis moral yang sedang

melanda bangsa ini, maka sudah seharusnya Pendidikan mengambil peranan

sebagai benteng moral bangsa.

Dalam undang-undang RI nomor 20 tahun 2003 bab II pasal 3 tentang

sisdiknas disebutkan tujuan pendidikan nasional berbunyi:

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan

membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam

rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk

Peran Pembelajaran Pendidikan …, Aris Riyanto, FKIP UMP, 2016

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Moral 1. Istilah dan Pengertian ...repository.ump.ac.id/319/3/BAB II_ARIS RIYANTO_PKn'16.pdf · 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Moral 1. Istilah dan Pengertian

26

berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang

beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,

sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang

demokratis serta bertanggung jawab.

Hal itu menunjukkan betapa pentingnya pendidikan moral dan

pembangunan karakter bangsa. Pendidikan moral merupakan bagian integral

yang sangat penting dari pendidikan kita. Untuk itu dunia pendidikan harus

mampu menjadi motor penggerak untuk memfasilitasi pembangunan moral

bangsa, sehingga setiap peserta didik mempunyai kesadaran kehidupan

berbangsa dan bernegara yang harmonis dan demokratis dengan tetap

memperhatikan sendi-sendi NKRI dan norma-norma sosial di masyarakat

yang telah menjadi kesepakatan bersama.

Paul suparno, dkk (dalam, Budiningsih, 2004:2) mengemukakan ada

empat model penyampaian pembelajaran moral, yaitu: 1) model sebagai mata

pelajaran teersendiri, 2) model terintergrasi dalam semua bidang studi, 3)

model di luar pengajaran, dan 4) model gabungan. Masing-masing model

memiliki kelebihan dan kelemahan. Jika pembelajaran moral sebagai mata

pelajaran tersendiri, maka diperlukan garis besar program pengajaran (GBPP),

satuan pelajaran/rencana pelajaran, metodologi dan evaluasi pembelajaran

tersendiri dan harus masuk dalam kurikulum dan jadwal terstruktur.

Kelebihan model ini adalah lebih terfokus dan memiliki rencana yang matang

untuk menstruktur pembelajaran dan mengukur hasil belajar siswa. Model ini

akan memberikan kesempatan yang lebih luas kepada guru untuk

Peran Pembelajaran Pendidikan …, Aris Riyanto, FKIP UMP, 2016

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Moral 1. Istilah dan Pengertian ...repository.ump.ac.id/319/3/BAB II_ARIS RIYANTO_PKn'16.pdf · 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Moral 1. Istilah dan Pengertian

27

mengembangkan kreativitasnya. Sedangkan kelemahanya, guru bidang studi

lain tidak turut terlibat dan bertanggung jawab. Dengan model ini ada

kecenderungan pembelajaran moral hanya diberikan sebatas pengetahuan

kognitif semata.

Bila pembelajaran moral menggunakan model terintegrasi dalam semua

bidang studi, maka semua guru adalah pengajar moral tanpa kecuali.

Kelebihan model ini adalah, semua guru ikut bertanggung jawab, dan

pembelajaran tidak selalu bersifat informatif-kognitif melainkan bersifat

terapan pada tiap bidang studi. Sedangkan kelemahanya, jika terjadi

perbedaan persepsi tentang nilai-nilai moral di antara guru, maka justru akan

membingungkan siswa. Pembelajaran moral dengan model di luar pengajaran,

dapat dilakukan melalui kegiatan-kegiatan di luar pengajaran. Model ini lebih

mengutamakan pengolahan dan penanaman moral melalui suatu kegiatan

untuk membahas dan mengupas nilai-nilai hidup. Anak mendalami nilai-nilai

moral melalui pengalaman-pengalaman konkret, sehingga nilai-nilai moral

tertanam dan terhayati dalam hidupnya. Namun jika pelaksanaan kegiatan

semacam ini hanya dilakukan setahun sekali atau dua kali, maka kurang

memperoleh hasil yang optimal. Pembelajaran moral demikian harus secara

rutin diselenggarakan.

Pembelajaran moral yang dilakukan dengan menggunakan model

gabungan antara model terintegrasi dengan model di luar pengajaran,

memerlukan kerja sama yang baik antara guru sebagai tim pengajar dengan

Peran Pembelajaran Pendidikan …, Aris Riyanto, FKIP UMP, 2016

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Moral 1. Istilah dan Pengertian ...repository.ump.ac.id/319/3/BAB II_ARIS RIYANTO_PKn'16.pdf · 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Moral 1. Istilah dan Pengertian

28

pihak-pihak luar yang terkait. Kelebihan model ini, semua guru terlibat dan

secara bersama-sama dapat dan harus belajar dengan pihak luar untuk

mengembangkan diri dan siswanya. Kelemahanya, model ini menuntut

keterlibatan banyak pihak, memerlukan banyak waktu untuk koordinasi,

banyak biaya dan diperlukan kesepahaman yang mendalam apalagi jika

melibatkan pihak luar sekolah. Model pembelajaran moral manapun yang

akan digunakan, diperlukan komitmen bersama antara guru-guru dan

pengelola sekolah juga orang tua, agar pembelajaran sesuai dengan

karakteristik siswa.

B. Globalisasi

1. Pengertian Globalisasi

Globalisasi seperti yang dikatakan oleh Barker 2004 (dalam Suneki,

2012) adalah bahwa globalisasi merupakan koneksi global ekonomi, sosial,

budaya dan politik yang semakin mengarah ke berbagai arah di seluruh

penjuru dunia dan merasuk ke dalam kesadaran kita.

Globalisasi dianggap sebagai proses dimana berbagai peristiwa,

keputusan dan kegiatan di belahan dunia yang satu dapat membawa

konsekuensi penting bagi berbagai individu dan masyarakat di belahan dunia

yang lain. Proses perkembangan globalisasi pada awalnya ditandai kemajuan

bidang teknologi informasi dan komunikasi. Yang akirnya merupakan

penggerak globalisasi. Dari kemajuan bidang ini kemudian mempengaruhi

Peran Pembelajaran Pendidikan …, Aris Riyanto, FKIP UMP, 2016

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Moral 1. Istilah dan Pengertian ...repository.ump.ac.id/319/3/BAB II_ARIS RIYANTO_PKn'16.pdf · 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Moral 1. Istilah dan Pengertian

29

sektor-sektor lain dalam kehidupan, seperti bidang politik, ekonomi, sosial,

budaya dan lain-lain.

Sedangkan menurut Soemardjan (Arfani, 2004) Globalisasi adalah

kecenderungan umum terintegrasinya kehidupan masyarakat domestik/lokal

ke dalam komunitas global di berbagai bidang.

Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa globalisasi merupakan

sebuah proses menuju sistem kehidupan yang lebih global, terbuka secara luas

dalam berbagai aspek dan segi kehidupan manusia. Baik dibidang ekonomi,

social budaya, teknologi dan sebagainya. Pengaruh globalisasi ini secara

khusus juga dirasakan oleh kalangan remaja sebagai kalangan dari usia panca

roba atau peralihan. Usia yang rentan dengan budaya coba-coba dan

memeiliki rasa keingin tahuan yang cukup besar.

2. Pengaruh Globalisasi (dampak umum Globalisasi)

Menurut pendapat Krsna (dalam Suneki, 2012) Sebagai proses,

globalisasi berlangsung melalui dua dimensi dalam interaksi antar bangsa,

yaitu dimensi ruang dan waktu. Ruang makin dipersempit dan waktu makin

dipersingkat dalam interaksi dan komunikasi pada skala dunia. Globalisasi

berlangsung di semua bidang kehidupan seperti bidang ideologi, politik,

ekonomi, sosial budaya, pertahanan keamanan dan lain- lain. Teknologi

informasi dan komunikasi adalah faktor pendukung utama dalam globalisasi.

Perkembangan teknologi begitu cepat sehingga segala informasi dengan

Peran Pembelajaran Pendidikan …, Aris Riyanto, FKIP UMP, 2016

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Moral 1. Istilah dan Pengertian ...repository.ump.ac.id/319/3/BAB II_ARIS RIYANTO_PKn'16.pdf · 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Moral 1. Istilah dan Pengertian

30

berbagai bentuk dan kepentingan dapat tersebar luas ke seluruh dunia. Oleh

karena itu globalisasi tidak dapat kita hindari kehadirannya.

Kehadiran globalisasi tentunya membawa pengaruh bagi kehidupan

suatu negara termasuk Indonesia. Pengaruh tersebut meliputi dua sisi yaitu

pengaruh positif dan pengaruh negatif. Pengaruh globalisasi di berbagai

bidang kehidupan seperti kehidupan politik, ekonomi, ideologi, sosial budaya

dan lain- lain. Di sisi lain globalisasi menimbulkan berbagai masalah dalam

bidang kebudayaan, misalnya: hilangnya budaya asli suatu daerah atau suatu

negara, terjadinya erosi nilai-nilai budaya, menurunnya rasa nasionalisme dan

patriotisme, hilangnya sifat kekeluargaan dan gotong royong, kehilangan

kepercayaan diri, dan hilangnya moral yang sesuai dengan budaya nasional.

Adapun dampak globalisasi yang berpengaruh bukan hanya terhadap

kehidupan bangsa juga dari moral bangsa indonesia yang terlalu mengikuti

mode luar negeri. Dikalangan pemerintah juga banyak yang ikut-ikutan

didalam produk globalisasi. Korupsi sekarang telah menjadi hal yang biasa

dikalangan pejabat-pejabat tersebut. Sekarang ini krisis moral akibat dampak

globalisasi semakin booming. Hal ini didukung oleh fakta yang menunjukkan

grafik para koruptor yang mengkhawatirkan setiap tahunnya. Milyaran bahkan

triliunan uang negara ludes akibat keserakahan segelintir orang yang memiliki

kepentingan dan kekuasaan yang tidak pernah puas menggerogoti uang negara

yang jumlahnya tidak sedikit. Anehnya hukum dinegara ini yang belum

menganut pada perkembangan globalisasi.

Peran Pembelajaran Pendidikan …, Aris Riyanto, FKIP UMP, 2016

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Moral 1. Istilah dan Pengertian ...repository.ump.ac.id/319/3/BAB II_ARIS RIYANTO_PKn'16.pdf · 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Moral 1. Istilah dan Pengertian

31

Bagi negara-negara yang sedang berkembang, globalisasi yang

direkayasa negara-negara besar untuk kepentingan ekonomi mereka,

mempunyai dampak yang besar, baik dalam bidang ekonomi, maupun dalam

bidang politik, sosial budaya dan militer. Globalisasi itu setelah krisis moneter

tahun 1997, datang bagaikan air bah yang tidak terbendung karena semua

pertahanan sudah jebol.

Kemajuan di bidang teknologi disatu sisi ikut dinikmati negara-negara

yang sedang berkembang, tetapi disisi yang lain negara-negara yang sedang

berkembang itu harus membayar mahal untuk mendapatkan teknologi yang

diperlukan untuk industri sehingga menjadi tergantung kepada negara-negara

besar. Sementara itu serbuan informasi telah merusak tatanan dan nilai-nilai

sosial-budaya negara-negara yang sedang berkembang yang dipaksa untuk

meniru nilai-nilai barat.

C. Pendidikan Kewarganegaraan

1. Pengertian dan Hakikat Pendidikan Kewarganegaraan

Secara Bahasa, istilah “Civic Education” oleh sebagian pakar

menerjemahkan kedalam Bahasa Indonesia menjadi Pendidikan Kewargaan

(Azra) dan Pendidikan Kewarganegaraan. Zamroni dkk (dalam taniredja

2009:2) Istilah Pendidikan Kewarganegaraan pada satu sisi identic dengan

Pendidikan Kewarganegaraan. Namun di sisi lain, istilah Pendidikan

Peran Pembelajaran Pendidikan …, Aris Riyanto, FKIP UMP, 2016

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Moral 1. Istilah dan Pengertian ...repository.ump.ac.id/319/3/BAB II_ARIS RIYANTO_PKn'16.pdf · 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Moral 1. Istilah dan Pengertian

32

Kewargaan menurut Rosyada (dalam Taniredja 2009:2) secara substansif

tidak saja mendidik generasi muda menjadi warga negara yang cerdas dan

sadar akan hak dan kewajibanya dalam konteks kehidupan bermasyarakat dan

bernegara yang merupakan penekanan dalam istilah Pendidikan

Kewarganegaraan, melainkan juga membangun kesiapan warga negara

menjadi warga dunia (global society).

Menurut Kerr (dalam Supandi 2010), mengemukakan bahwa

Citizenship education or civics education didefinisikan sebagai berikut:

Citizenship or civics education is construed broadly to encompass the

preparation of young people for their roles and responsibilities as citizens

and, in particular, the role of education (trough schooling, teaching, and

learning) in that preparatory process.

Sementara itu Cogan (dalam Supandi, 2010) mengartikan civic

education sebagai “……the foundational course work in school designed to

prepare young citizens role in their communities in their adult lives”.

Maksudya adalah suatu mata pelajaran dasar di sekolah yang dirancang untuk

mempersiapkan warga negara muda, agar kelak setelah dewasa dapat berperan

aktif dalam masyarakatnya.

Sedangkan Zamroni (dalam Azyumardi, 2003:7) Mengemukakan

bahwa penegertian Pendidikan Kewarganegaraan adalah:

Pendidikan demokrasi yang bertujuan untuk mempersiapkan warga

masyarakat berpikir kritis dan demokratis, melalui aktivitas

menanamkan kesadaran kepada generasi baru, bahwa demokrasi adalah

bentuk kehidupan kepada generasi baru, bahwa demokrasi adalah

Peran Pembelajaran Pendidikan …, Aris Riyanto, FKIP UMP, 2016

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Moral 1. Istilah dan Pengertian ...repository.ump.ac.id/319/3/BAB II_ARIS RIYANTO_PKn'16.pdf · 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Moral 1. Istilah dan Pengertian

33

bentuk kehidupan masyarakat yang paling menjamin hak hak warga

masyarakat. Demokrasi adalah suatu learning proses yang tidak dapat

begitu saja meniru dari masyarakat lain. Kelangsungan demokrasi

tergantung pada kemampuan mentransformasikan nilai-nilai demokrasi.

Berdasarkan definisi tersebut dapat dijelaskan bahwa Pendidikan

Kewarganegaraan dirumuskan secara luas untuk mencakup proses penyiapan

generasi muda untuk mengambil peran dan tanggung jawabnya sebagai warga

negara, dan secara khusus, peran pendidikan termasuk di dalamnya

persekolahan, pengajaran dan belajar, dalam proses penyiapan warga negara

tersebut.

PKn di Indonesia di harapkan dapat mempersiapkan peserta didik

menjadi warga negara yang memiliki komitmen yang kuat dan konsisten

untuk mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Hakikat negara kesatuan Republik Indonesia adalah negara kebangsaan

modern. Negara kebangsaan modern adalah negara yang pembentukanya

didasarkan pada semangat kebangsaan atau nasionalisme yaitu pada tekad

suatu masyarakat untuk membangun masa depan bersama dibawah satu

negara yang sama, walaupun warga masyarakat tersebut berbeda agama, ras,

etnik, atau golonganya. (Risalah sidang Badan penyelidik Usaha-usaha

Persiapan Kemerdekaan Indonesia / BPUPKI) dan Panitia Persiapan

Kemerdekaan Indonesia / PPKI).

Pendidikan Kewarganegaraan merupakan usaha untuk membekali

peserta didik dengan pengetahuan dan kemampuan dasar berkenaan dengan

Peran Pembelajaran Pendidikan …, Aris Riyanto, FKIP UMP, 2016

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Moral 1. Istilah dan Pengertian ...repository.ump.ac.id/319/3/BAB II_ARIS RIYANTO_PKn'16.pdf · 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Moral 1. Istilah dan Pengertian

34

hubungan antar warga negara dengan negara serta pendidikan pendahuluan

bela negara menjadi warga negara yang dapat di andalkan oleh bangsa dan

negara (Penjelasan pasal 39 Undang-Undang No 2 Tahun 1989, tentang

Sistem Pendidikan Nasional).

Beberapa unsur yang terkait dengan pengembangan PKn, antara lain

(Somantri, 2001:158):

a. Hubungan pengetahuan intraseptif (intraceptif knowledge) dengan

pengetahuan ekstraseptif (ekstraceptive knowledge) atau antara agama

dan ilmu.

b. Kebudayaan Indonesia dan tujuan pendidikan nasional.

c. Disiplin ilmu pendidikan, terutama pendidikan nasional.

d. Disiplin ilmu-ilmu sosial, khususnya “ide fundamental” ILmu

Kewarganegaraan.

e. Dokumen negara, khususnya Pancasila, UUD 1945 dan pandangan

negara serta sejarah perjuangan bangsa.

f. Kegiatan dasar manusia

g. Pengertian Pendidikan IPS.

Ketujuh unsur inilah yang mempengaruhi pengembangan PKn. Karena

pengembangan pendidikan Kewarganegaraan akan mempengaruhi pengertian

PKn sebagai salah satu tujuan Pendidikan IPS. Sehubungan dengan itu, PKn

sebagai salah satu tujuan Pendidikan IPS yang menekankan pada nilai-nilai

Peran Pembelajaran Pendidikan …, Aris Riyanto, FKIP UMP, 2016

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Moral 1. Istilah dan Pengertian ...repository.ump.ac.id/319/3/BAB II_ARIS RIYANTO_PKn'16.pdf · 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Moral 1. Istilah dan Pengertian

35

untuk menumbuhkan warga negara yang baik dan patriotic, maka batasan

pengertian PKn dapat dirumuskan sebagai berikut (Somantri, 2001:159):

Pendidikan Kewarganegaraan adalah seleksi dan adaptasi dari lintas

disiplin ilmu-ilmu social, ilmu kewarganegaraan, hummaniora, dan

kegiatan dasar manusia, yang diorganisasikan dan disajikan secara

psikologis dan ilmiah untuk ikut mencapai salah satu tujuan Pendidikan

IPS.

Beberapa faktor yang lebih menjelaskan mengenai Pendidikan

Kewarganegaraan antara lain (Somantri, 2001:161):

a. PKn merupakan bagian atau salah satu tujun Pendidikan IPS, yaitu bahan

pendidikanya diorganisasikan secara terpadu (integrated) dari berbagai

disiplin ilmu social, humaniora, dokumen negara, terutama Pancasila, UUD

1945, GBHN, dan perundangan negara, dengan tekanan bahan pendidikan

pada hubungan warga negara dan bahan pendidikan yang berkenaan dengan

bela negara

b. PKn adalah seleksi dan adaptasi dari berbagai disiplin ilmu sosial,

humaniora, Pancasila, UUD 1945, dan dokumen negara lainya yang di

organisasikan dan disajikan secara ilmiah dan psikologis untuk tujuan

pendidikan.

c. PKn dikembangkan secara ilmiah dan psikologis baik untuk tingkat jurusan

PMPKN FPIPS maupun dikembangkan untuk tingkat pendidikan dasar dan

menengah serta perguruan tinggi.

d. Dalam mengembangkan dan melaksanakan PKn, kita harus berpikir secara

integrative, yaitu kesatuan yang utuh dari hubungan antara hubungan

Peran Pembelajaran Pendidikan …, Aris Riyanto, FKIP UMP, 2016

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Moral 1. Istilah dan Pengertian ...repository.ump.ac.id/319/3/BAB II_ARIS RIYANTO_PKn'16.pdf · 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Moral 1. Istilah dan Pengertian

36

pengetahuan intraseptif (agama, nilai-nilai) dengan pengetahuan ekstraseptif

(ilmu, kebudayaan Indonesia, tujuan pendidikan Nasional, Pancasila, UUD

1945, GBHN Filsafat Pendidikan, Psikologi Pendidikan, Pengembangan

Kurikulum disiplin ilmu-ilmu sosial dan humaniora kemudian di buat

program pendidikanya yang terdiri atas unsur: (i) tujuan pendidikan, (ii)

bahan pendidikan, (iii) metode pendidikan, (iv) evaluasi.

e. PKn menitik beratkan pada kemampuan dan keterampilan berpikir aktif

warga negara, yang baik (good citizen) dalam suasana demokratis dalam

berbagai masalah kemasyarakatan (civics a ffairs).

f. Dalam kepustakaan asing PKn sering disebut civics education, yang salah

satu batasanya ialah “seluruh kegiatan sekolah, rumah, dan masyarakat yang

dapat menumbuhkan sistem demokrasi.

Pendapat di atas menjelaskan bahwa PKn memiliki peranan penting,

karena PKn dapat menjadikan siswa sadar akan politik, sikap demokratis, dan

sebagai mata pelajaran wajib di sekolah. PKn sebagai pendidikan nilai dapat

membantu para siswa membantu siswa memilih system nilai yang dipilihnya

dan mengembangkan aspek efektif yang akan ditampilkan dalam perilakunya.

Seperti yang diungkapkan Al-Muchtar (dalam Supandi, 2010) mengemukakan

bahwa:

Pendidikan nilai bertujuan untuk membantu perilaku peserta didik

menumbuhkan dan memperkuat system dipilihnya untuk dijadikan

dasar bagi penampilan perilakunya. Pendidikan nilai bertumpu pada

Peran Pembelajaran Pendidikan …, Aris Riyanto, FKIP UMP, 2016

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Moral 1. Istilah dan Pengertian ...repository.ump.ac.id/319/3/BAB II_ARIS RIYANTO_PKn'16.pdf · 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Moral 1. Istilah dan Pengertian

37

pengembangan sikap sikap (afektif) oleh karena itu berbeda dengan

belajar mengajar dengan pendidikan kognitif atau psikomotor.

Pendidikan nilai secara formal di Indonesia diberikan pada mata

pelajaran PPKn yang merupakan pendidikan nilai Pancasila agar dapat

menjadi kepribadian yang fungsional.

2. Tujuan dan Fungsi Pendidikan Kewarganegaraan

Menurut (Branson, 1999:7) tujuan civics education adalah partisipasi

yang bermutu dan bertanggung jawab dalam kehidupan politik dan

masyarakat baik tingkat lokal, negara bagian, dan nasional. Tujuan

pembelajaran PKn Permendiknas (dalam Sapriya, 2011:315) adalah untuk

memberikan kompetensi sebagai berikut:

a. Berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu

kewarganegaraan.

b. Berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab, dan berindak secara

cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, serta

anti-korupsi.

c. Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri

berdasarkan karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup

bersama dengan bangsa-bangsa lainya.

d. Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam peraturan dunia secara

langsung atau tidal langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi

dan komunikasi.

Peran Pembelajaran Pendidikan …, Aris Riyanto, FKIP UMP, 2016

Page 28: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Moral 1. Istilah dan Pengertian ...repository.ump.ac.id/319/3/BAB II_ARIS RIYANTO_PKn'16.pdf · 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Moral 1. Istilah dan Pengertian

38

Berdasarkan hal tersebut maka tujuan umum pembelajaran PKn adalah

mempersiapkan generasi bangsa yang unggul dan berkepribadian, baik dalam

lingkungan lokal, regional maupun global. Tujuan PKn menurut oleh Djahiri,

(dalam Supandi, 2010) adalah sebagai berikut:

a. Secara umum Tujuan PKn harus ajeg dan mendukung keberhasilan

pencapain pendidikan nasional yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa

yang mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya. Yaitu manusia

yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi

pekerti yang luhur, memiliki kemampuan pengetahuan dan

keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian mantap dan

mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.

b. Secara khusus. Tujuan PKn yaitu membina moral yang diharapkan

diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari yaitu perilaku yang

memancarkan iman dan taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dalam

masyarkat yang terdiri dari berbagai golongan agama, perilaku yang

bersifat kemanusiaan yang adil dan beradab, perilaku yang mendukung

kerakyatan yang mengutamakan perseorangan dan golongan sehingga

perbedaan pemikiran terhadap atau kepentingan diatasi melalui

musyawarah mufakat, serta perilaku yang mendukung upaya untuk

mewujudkan keadilan sosial seluruh rakyat Indonesia.

Sedangkan menurut (Arifatul, 2014), Tujuan dari Pendidikan

Kewarganegaraan adalah Untuk menumbuhkan wawasan dan kesadaran

Peran Pembelajaran Pendidikan …, Aris Riyanto, FKIP UMP, 2016

Page 29: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Moral 1. Istilah dan Pengertian ...repository.ump.ac.id/319/3/BAB II_ARIS RIYANTO_PKn'16.pdf · 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Moral 1. Istilah dan Pengertian

39

bernegara, serta membentuk sikap dan perilaku cinta tanah air yang

bersendikan kebudayaan dan filsafat bangsa Pancasila.

Berdasarkan tujuan PKn yang telah dikemukakan diatas, dapat di

asumsikan pada hakikatnya dalam setiap tujuan membekali kemampuan

peserta didik dalam hal tanggung jawabnya sebagai warga negara, yaitu warga

negara yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berpikir

kritis, rasional dan kreatif, berpartisipasi dalam kegiatan masyarakat,

berbangsa dan bernegara membentuk diri berdasrkan karakter-karakter

masyarakat Indonesia serta membentuk sikap cinta tanah air yang bersendikan

Pancasila agar dapat hidup bersama dengan bangsa lain.

Hampir semua orang sepakat karena telah menjadi pengetahuan umum

khususnya di kaangan komunitas akademik pendidikan kewarganegaraan

(civic/ citizenship education) di Indonesia bahkan di negara lain bahwa tujuan

pendidikan kewarganegaraan adalah untuk membentuk warga negara yang

baik. Somantri (dalam sapriya 2001:311) melukiskan warga negara yang baik

adalah warga negara yang patriotik, toleran, beragama, demokratis, setia

terhadap bangsa dan negara.

Upaya agar tujuan PKn tersebut tidak hanya bertahan sebagai slogan

saja, maka harus dirinci menjadi tujuan kurikuler (Somantri, 2001:280), yang

meliputi:

a. Ilmu pengetahuan, meliputi hirarki: fakta, konsep dan generalisasi teori

Peran Pembelajaran Pendidikan …, Aris Riyanto, FKIP UMP, 2016

Page 30: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Moral 1. Istilah dan Pengertian ...repository.ump.ac.id/319/3/BAB II_ARIS RIYANTO_PKn'16.pdf · 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Moral 1. Istilah dan Pengertian

40

b. Keterampilan intelektual:

1.) Dari keterampilan yang sederhana sampai keterampilan yang

kompleks seperti mengingat, menafsirkan, mengaplikasikan,

menganalisis, mensistensikan dan menilai

2.) Dari penyelidikan sampai kesimpulan yang sahih: (a)

keterampilan bertanya dan mengetahui masalah, (b) keterampilan

merumuskan hipotesis, (c) keterampilan mengumpulkan data, (d)

keterampilan menafsirkan dan menganalisis data, (e) keterampilan

menguji hipotesis, (f) keterampilan merumuskan generalisasi, (g)

keterampilan mengkomunikasikan kesimpulan

c. Sikap: nilai, kepekaan dan perasaan. Tujuan PKn banyak mengandung

soal-soal afektif karena itu tujuan PKn yang seperti slogan harus dapat

di jabarkan

d. Ketarmpilan sosial: tujuan umum PKn harus bisa di jabarkan dalam

keterampilan sosial yaitu keterampilan yang memberikan kemungkinan

kepada siswa untuk secara ideology terampil dapat melakukan dan

bersikap cerdas serta bersahabat dalam pergaulan kehidupan sehari-

hari, Duffy (Numan Somantri, 1975:30). Mengkerangkakan tujuan PKn

dalam tujuan yang sudah agak terperinci dimaksudkan agar kita

memperoleh bimbingan dalam merumuskan: (a) konsep dasar, (b)

tujuan intruksional, (c) kontruksi tes beserta penilainya.

Peran Pembelajaran Pendidikan …, Aris Riyanto, FKIP UMP, 2016

Page 31: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Moral 1. Istilah dan Pengertian ...repository.ump.ac.id/319/3/BAB II_ARIS RIYANTO_PKn'16.pdf · 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Moral 1. Istilah dan Pengertian

41

Djahiri (dalam Supandi, 2010) mengemukakan bahwa melalui PKn

siswa diharapkan:

a. Memahami dan menguasai secara nalar konsep dan norma

Pancasila sebagai falsafah, dasar ideology dan pandangan hidup

negara RI.

b. Melek konstitusi (UUD 1945) dan hokum yang berlaku dalam

negara RI.

c. Menghayati dan meyakini tatanan dalam moral yang termuat dalam

butir di atas.

Mengamalkan dan membakukan hal-hal di atas sebagai sikap perilaku

diri dan kehidupanya dengan penuh keyakinan dan nalar.

3. Konteks Kelahiran dan Landasan Pendidikan Kewarganegaraan di

Indonesia

Istilah Pendidikan Kewarganegaraan di Indonesia mengalami

perkembangan dan perubahan dari tahun ke tahun. Pertumbuhan Pendidikan

Kewarganegaraan yang lebih dikenal dengan nama Civic Education di

Amerika Serikat menunjukan adanya perluasan dari waktu ke waktu.

Menurut Crehore 1886-1887 (dalam Taniredja, 2009:5) pelajaran

Civics mulai diperkenalkan pada tahun 1790 di Amerika Serikat dalam rangka

“mengamerikakan “bangsa Amerika atau terkenal dengan “theory of

Americanization”. Dalam penerbitan majalah “The Citizen dan “Civics” pada

Peran Pembelajaran Pendidikan …, Aris Riyanto, FKIP UMP, 2016

Page 32: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Moral 1. Istilah dan Pengertian ...repository.ump.ac.id/319/3/BAB II_ARIS RIYANTO_PKn'16.pdf · 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Moral 1. Istilah dan Pengertian

42

tahun 1886, Henry Randall Waite merumuskan Civics dengan “the science of

Citizenship – the relation of man, the individual, to man in organized

collection – the individual in his relation to the state”

Hampir semua definisi mengenai Civics intinya menyebutkan

“government”, hak dan kewajibanya senagai warga dari sebuah negara. Akan

tetapi, arti civics dalam perkembangan selanjutnya bukan hanya meliputi

government saja, kemudian dikenal dengan istilah Community civics,

economic civics dan vocational civics.

Gerakan “Community Civics” pada tahun 1907 di pelopori oleh W. A.

Dunn adalah permulaan dari ingin lebih fungsional pelajaran tersebut bagi

pelajar dengan menghadapkan pelajaran kepada lingkungan atau kehidupan

sehari hari dalam hubunganya dengan ruang lingkup lokal, nasional maupun

internasional. Gerakan “Community Civics“ ini disebabkan pula karena

pelajaran civics pada ketika itu hanya mempelajari konstitusi dan pemerintah

saja, akan tetapi lingkungan sosial kurang di perhatikan.

Hampir bersamaan dengan timbulnya gerakan Community Civics yang

di pelopori oleh W. A. Dunn, ada juga gerakan yang mirip dengan gerakan

Community Civics, yaitu gerakan Civics Education atau banyak pula yang

menyebutnya Citizenship Education, yang alasanya hampir sama dengan

gerakan Community Civics, tetapi dalam beberapa hal dapat diartikan lebih

luas. Rumusan Civic Education menurut Mahoney (dalam Taniredja 2009:7)

adalah sebagai berikut:

Peran Pembelajaran Pendidikan …, Aris Riyanto, FKIP UMP, 2016

Page 33: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Moral 1. Istilah dan Pengertian ...repository.ump.ac.id/319/3/BAB II_ARIS RIYANTO_PKn'16.pdf · 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Moral 1. Istilah dan Pengertian

43

Civic Education includes and involves those teaching; that type of

teaching method; those student activites; those administrative and

supervisory procedure which the school may ultillize purposively to

make for better living together in the democratic way or (synonymously)

to develop better civic behaviors.

Sedangkan Jack Allen 1960:111 (dalam Taniredja 2009:7)

mendifinisikan sebagai berikut:

Citizenship Education, property defined, as that product, of the entire

program of the school, certainly not simply af the social studies

program, and assuredly not merely of a course of civics. But civics has

an important function to perform, it confront the young adolescent for

the first time in his school experience with a complete view of

citizenship function, as rights and responsibilittes in democratic context.

Dari kedua batasan tersebut bahwa civic Education di tandai ciri-

ciri sebagai berikut:

a. Meliputi seluruh program dari sekolah

b. Meliputi berbagai macam kegiatan mengajar, yang dapat

menumbuhkan hidup dan tingkahlaku yang lebih baik dalam

masyarakat demokratis

c. Civic Education termasuk pula hal-hal yang menyangkut

pengalaman, kepentingan masyarakat, pribadi dan syarat-syarat

obyektif hidup bernegara.

NCSS Somantri (dalam Taniredja, 2009:8) merumuskan mengenai

Citizenship Education sebagai berikut:

Citizenship Education is process comprising all the positive influences

which are intended to shape a citizens view to his role in society. It

come partly from formal schooling, partly from parental influence and

partly from learning outside the classroom and the home. Though

Citizenship Education, our youthare helped to gain an understanding of

our national ideals, the common good, and the process of self

government.

Peran Pembelajaran Pendidikan …, Aris Riyanto, FKIP UMP, 2016

Page 34: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Moral 1. Istilah dan Pengertian ...repository.ump.ac.id/319/3/BAB II_ARIS RIYANTO_PKn'16.pdf · 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Moral 1. Istilah dan Pengertian

44

Berdasarkan definisi di atas, pengertian tentang Civics Education lebih

tegas, karena bahanya meliputi pengaruh positif dari pendidikan di sekolah,

pendidikan di rumah, dan pendidikandi luar kelas- sekolah. Sehingga dalam

menyusun program Civic Education unsur-unsur tersebut harus

dipertimbangkan, yang diharapkan akan dapat membantu peserta didik untuk

mengetahui, memahami dan mengapresiasikan cita-cita nasional, serta dapat

membuat keputusan-keputusan yang cerdas dan bertanggung jawab dalam

berbagai masalah priibadi, masyarakat dan negara.

Kehadiran program PKn dalam kurikulum sekolah-sekolah di Indonesia

dapat dikatakan masih muda apabila dibandingkan dengan kehadiranya

pelajaran Civics di Amerika Serikat yang sudah diajarkan mulai tahun 1790,

dalam rangka “mengamerikakan bangsa Amerika. Menurut sejarah bangsa

Amerika Serikat berasal dari berbagai bangsa yang dating ke Amerika Serikat,

untuk menjadi bangsa Amerika Serikat. Untuk menyatukan warga negara

Amerika Serikat menjadi satu bangsa, maka pelajaran Civics di ajarkan di

sekolah-sekolah. Dalam taraf tersebut pelajaran Civics membicarakan masalah

government, hak dan kewajiban warga negara dan Civics merupakan bagian

dari Ilmu Politik.

Soemantri (dalam Taniredja, 2009:11) mengemukakan istilah yang

pernah ada dalam kurikulum sekolah di Indonesia, yang mungkin ada

hubunganya dengan istilah dan atau definisi Civics adalah:

Peran Pembelajaran Pendidikan …, Aris Riyanto, FKIP UMP, 2016

Page 35: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Moral 1. Istilah dan Pengertian ...repository.ump.ac.id/319/3/BAB II_ARIS RIYANTO_PKn'16.pdf · 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Moral 1. Istilah dan Pengertian

45

a. Kewarganegaraan (1957) yang isi pelajaranya adalah membahas cara

memperoleh dan kehilangan kewargaan negara.

b. Civics (1961), yang isinya lebih banyak membahas tentang Sejarah

Kebangkitan Nasional, UUD, pidato-pidato politik kenegaraan, yang

terutama di arahkan untuk “nation and character building “Bangsa

Indonesia seperti pada waktu pelaksanaan pelajaran Civics di Amerika

Serikat pada tahun-tahun setelah Declaration of Independence.

c. Pendidikan Kewargaan Negara (1968), sebagaimana yang terdapat dalam

kurikulum SD, SMP dan SMA tahun 1968, istilah yang digunakan adalah

Pendidikan Kewargaan Negara, sedangkan materinya sebagai berikut:

1). SD, pelajaran Sejarah Indonesia, Civics, dan Ilmu Bumi.

2). SMP, program ini mengidentikkan Civics dengan Pendidikan

Kewargaan Negara yang isinya 30% Sejarah Kebangsaan, 30%

kejadian setelah Indonesia merdeka dan 40% UUD.

3). SMA, bahan pelajaran sebagian besar terdiri dari UUD 1945.

Secara historis menurut Rosyada (dalam Taniredja, 2009:11) dalam

tatanan kurikulum pendidikan nasional terdapat mata pelajaran yang secara

khusus mengemban misi pendidikan demokrasi di Indonesia, yaitu Civics

(1957/1962), Pendidikan Kemasyarakatan yang merupakan integrasi Sejarah,

Ilmu Bumi dan Kewargaan Negara (1964), Pendidikan Kewargaan Negara

(1973), Pendidikan Moral Pancasila atau PMP (1975/1984) dan PPKn (1994).

Peran Pembelajaran Pendidikan …, Aris Riyanto, FKIP UMP, 2016

Page 36: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Moral 1. Istilah dan Pengertian ...repository.ump.ac.id/319/3/BAB II_ARIS RIYANTO_PKn'16.pdf · 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Moral 1. Istilah dan Pengertian

46

4. Karakteristik Pendidikan Kewarganegaraan Sebagai Pendidikan

Nilai dan Moral

Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang memiliki

misi salah satunya sebagai pendidikan nilai. Dalam proses pendidikan

nasional PKn pada dasarnya merupakan wahana pedagogis pembangunan

watak atau karakter. Dalam konteks pencapaian tujuan pendidikan nasional

PKn secara substansif-pedagogis menyentuh semua esensi semua tujuan

pendidikan nasional mulai dari iman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha

Esa, akhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga

negara yang demokratis dan bertanggung jawab (Winataputra, 2008:21):

Pendidikan nilai bertujuan untuk membantu perilaku peserta didik

menumbuhkan dan memperkuat system dipilihnya untuk dijadikan dasar

bagi penampilan perilakunya. Pendidikan nilai secara formal di

Indonesia diberikan pada mata pelajaran PPKn yang merupakan

pendidikan nilai Pancasila agar dapat menjadi kepribadian yang

fungsional.

Peran sekolah sebagai pendidik moral menjadi semakin penting, pada

saat dimana hanya sebagian anak yang mendapatkan pendidikan moral dari

orang tuanya dan peranan lembaga keagamaan semakin kecil. Sebagai

lazimnya suatu bidang studi yang di ajarkan di sekolah, Materi Pendidikan

Kewarganegaraan menurut (Branson,1999:8) harus mencakup tiga komponen,

yaitu Civic Knowledge (pengetahuan kewarganegaraan), Civic Skills

(kecakapan kewarganegaraan), Civic Dispositions (watak-watak

kewarganegaraan).

Peran Pembelajaran Pendidikan …, Aris Riyanto, FKIP UMP, 2016

Page 37: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Moral 1. Istilah dan Pengertian ...repository.ump.ac.id/319/3/BAB II_ARIS RIYANTO_PKn'16.pdf · 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Moral 1. Istilah dan Pengertian

47

Komponen mendasar dari ketiga prinsip pembelajaran PKn di atas

salah satunya adalah Civic Disposition (watak-watak kewarganegaraan) yang

mengisyaratkan pada karakter publik maupun privat yang penting bagi

pemeliharaan dan pengembangan demokrasi konstitusional. Watak-watak

kewarganegaraan sebagaimana kecakapan kewarganegaraan, berkembang

secara perlahan sebagai akibat dari apa yang telah dipelajari dan dialami oleh

seseorang di rumah, sekolah, komunitas, dan organisas-organisasi civil

society. Pengalaman-pengalaman demikian hendaknya membangkitkan

pemahaman bahwasanya demokrasi mensyaratkan adanya pemerintahan

mandiri yang bertanggung jawab dari tiap individu. Karakter privat seperti

tanggung jawab moral, disiplin diri dan penghargaan terhadap harkat dan

martabat manusia dari setiap individu adalah wajib.

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa moral memiliki

tujuan yang sama dengan menitik beratkan pada peranan pikiran manusia

dalam mengendalikan perilaku moralnya di tengah masyarakat sebagai bagian

dari aturan main dalam kehidupan sehari-hari.

Dengan demikian seorang warga negara perlu memiliki watak atau

karakter yang mapan, sehingga menjadi sikap dan kebiasaan hidup sehari-hari.

Watak, karakter, sikap atau kebiasaan hidup sehari-hari yang mencerminkan

warga negara yang baik itu misalnya sikap religius, toleran, jujur, adil,

demokratis, menghargai perbedaan, menghormati hukum, menghormati hak

Peran Pembelajaran Pendidikan …, Aris Riyanto, FKIP UMP, 2016

Page 38: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Moral 1. Istilah dan Pengertian ...repository.ump.ac.id/319/3/BAB II_ARIS RIYANTO_PKn'16.pdf · 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Moral 1. Istilah dan Pengertian

48

orang lain, memiliki semangat kebangsaan yang kuat, memiliki rasa

kesetiakawanan sosial, dan lain-lain

D. Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan

1. Prinsip Dasar Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan

Pembelajaran memiliki hakikat perencanaan atau perancangan (desain)

sebagai upaya untuk membelajarkan siswa. Itulah sebabnya dalam belajar,

siswa tidak hanya berinteraksi dengan guru sebagai salah satu sumber belajar,

tetapi mungkin berinteraksi dengan keseluruhan sumber belajar yang dipakai

untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan. Oleh karena itu,

pembelajaran memusatkan perhatian pada “bagaimana membelajarkan siswa”,

dan bukan “apa yang dipelajari (Hamzah, 2010:2).

Prinsip dasar pembelajaran PKn mengacu pada sejumlah prinsip dasar

pembelajaran. Menurut pendapat Budimasnyah (dalam Supandi,2010) prinsip-

prinsip pembelajaran tersebut adalah prinsip belajar siswa aktif (student active

learning), kelompok belajar koperatif (cooperative learning), pembelajaran

partisipatorik, dan mengajar yang reaktif (reactive learning). Selanjutnya

keempat prinsip tersebut dijelaskan sebagai berikut:

a. Prinsip Belajar Siswa Aktif

Model ini menganut prinsip belajar siswa aktif. Aktivitas siswa hamper

di seluruh proses pembelajaran, dari mulai fase perencanaan di kelas, kegiatan

lapangan, dan pelaporan. Dalam fase perencanaan aktivitas siswa terlihat pada

Peran Pembelajaran Pendidikan …, Aris Riyanto, FKIP UMP, 2016

Page 39: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Moral 1. Istilah dan Pengertian ...repository.ump.ac.id/319/3/BAB II_ARIS RIYANTO_PKn'16.pdf · 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Moral 1. Istilah dan Pengertian

49

saat mengidentifikasi masalah dengan menggunakan teknik bursa ide (brain-

storming). Setiap siswa boleh menyampaikan masalah yang menarik baginya,

disamping tentu saja yang berkaitan dengan materi pelajaran. Setelah masalah

terkumpul, siswa melakukan voting untuk memilih satu masalah untuk kajian

kelas.

Dalam fase kegiatan lapangan, aktivitas siswa lebih tampak. Dengan berbagai

teknik (misalnya dengan wawancara, pengamatan, kuesioner dan lain-lain)

mereka mengumpulkan data dan informasi yang diperlukan untuk menjawab

permasalahan yang menjadi kajian kelas mereka. Untuk melengkapi data dan

informasi tersebut, mereka mangambil foto, membuat sketsa, membuat

kliping, bahkan ada kalanganya mengabadikan peristiwa penting dalam video.

b. Kelompok Belajar Kooperatif

Proses pembelajaran PKn juga menerapkan prinsip belajar koopeartif,

yaitu proses pembelajaran yang berbasis kerja sama. Kerjasama yang

dimaksud adalah kerja sama antar siswa dan antar komponen-komponen lain

di sekolah, termasuk kerja sama sekolah dengan orang tua siswa dan lembaga

terkait. Kerja sama antar siswa jelas terlihat pada saat kelas sudah memeilih

satu masalah untuk bahan kajian bersama.

Dengan komponen-komponen sekolah lainya juga sering kali harus

dilakukan kerja sama. Misalnya pada saat para siswa hendak mengumpulkan

data dan informasi lapangan sepulang dari sekolah, bersamaan waktunya

dengan jadwal latian olah raga yang diundur atau kunjungan lapangan yang

Peran Pembelajaran Pendidikan …, Aris Riyanto, FKIP UMP, 2016

Page 40: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Moral 1. Istilah dan Pengertian ...repository.ump.ac.id/319/3/BAB II_ARIS RIYANTO_PKn'16.pdf · 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Moral 1. Istilah dan Pengertian

50

diubah. Kasus seperti itu memerlukan kerja sama, walaupun dalam lingkup

kecil dan sederhana. Hal serupa juga sering kali terjadi dengan pihak keluarga.

Orang tua perlu juga diberi pemahaman, manakala anaknya pulang agak

terlambat dari sekolah karena melakukan kunjungan lapangan terlebih dahulu.

Sekal lagi, dari peristiwa ini pun tampak perlunya kerjasama antara sekolah

dengan orang tua dalam upaya membangun kesepahaman.

Kerja sama dengan lembaga terkait diperlukan pada saat para siswa

merencanakan mengunjungi lembaga tertentu atau meninjau suatu kawasan

yang menjadi tanggung jawab lembaga tertentu. Misalnya mengunjungi dinas

perparkiran. Mengunjungi kantor bupati atau wali kota untuk mengetahui

kebijakan mengenai penertiban pedangan kaki lima. Mengamati dampak

pembuangan limbah pabrik pada suatu kawasan tertentu, dan sebagainya

kegiatan para siswa tentu saja.

c. Pembelajaran Partisipatorik

Selain prinsip pembelajaran di atas PKn juga menganut prinsip dasar

pembelajaran partisipatorik, sebab melalui model ini siswa belajar sambal

melakoni (learning by doing). Salah satu bentuk pelakonan itu adalah siswa

belajar hidup berdemokrasi. Sebab dalam tiap langka ini memiliki makna

yang ada hubunganya dengan praktik hidup berdemokrasi.

Sebagai contoh pada saat memilih masalah untuk kajian kelas memilih

makna bahwa siswa dapat menghargai dan menerima pendapat yang didukung

suara terbanyak. Pada saat berlangsungnya perdebatan, siswa belajar

Peran Pembelajaran Pendidikan …, Aris Riyanto, FKIP UMP, 2016

Page 41: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Moral 1. Istilah dan Pengertian ...repository.ump.ac.id/319/3/BAB II_ARIS RIYANTO_PKn'16.pdf · 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Moral 1. Istilah dan Pengertian

51

mengemukakan pendapat, mendengarkan pendapat orang lain, menyampaikan

kritik dan sebaliknya belajar menerima kritik, dengan tetap berkepala dingin.

Proses ini mendukung adagium yang menyatakan bahwa “democracy is not in

heredity but learning” (demokrasi itu tidak diwariskan, tetapi dipelajari dan di

alami). Oleh karena itu, mengajarkan demokrasi itu harus dalam suasana yang

demokratis (teaching democracy in and for democracy). Tujuan ini hanya apat

dicapai dengan belajar sambil melakoni atau dengan kata lain harus

menggunakan prinsip belajar partisipatorik.

d. Reactive Teaching

Dalam prinsip ini lebih menekankan bagaimana guru menciptakan

strategi agar murid mempunyai motivasi belajar. Oleh karena itu, guru harus

situasi sehingg materi pelajaran menarik, tidak membosankan. Guru harus

mempunyai sensitifitas yang tinggi untuk segera mengetahui apakah kegiatan

pembelajaran sudah membosankan siswa jika hal ini terjadi, guru harus segera

mencari cara untuk menanggulanginya. Iniliah tipe guru yang reaktif itu

diantaranya sebagai berikut:

a). Menjadikan siswa sebagai pusat kegiatan belajar.

b). Pembelajaran dimulai dengan hal-hal yang sudah diketahui dan dipahami

c) Selalu berupaya membangkitkan motivasi belajar siswa dengan membuat

materi pelajaran sebagai sesuatu hal yang menarik dan berguna bagi

kehidupan siswa.

Peran Pembelajaran Pendidikan …, Aris Riyanto, FKIP UMP, 2016

Page 42: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Moral 1. Istilah dan Pengertian ...repository.ump.ac.id/319/3/BAB II_ARIS RIYANTO_PKn'16.pdf · 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Moral 1. Istilah dan Pengertian

52

d). Segera mengenali materi atau metode pembelajaran yang membuat siswa

bosan. Bila hal ini ditemui, ia segera menanggulanginya.

2. Materi Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan

Materi pembelajaran atau bahan ajar (instructional materials) secara

garis besar terdiri atas pengetahuan, sikap dan keterampilan yang harus

dipelajari siswa dalam rangka mencapai kompetensi yang telah ditentukan.

Secara terperinci materi pembelajaran terdiri atas materi yang bersifat

pengetahuan (fakta, konsep, preposisi, prinsip, teori) materi bersifat

keterampilan (tata cara, prosedur) dan materi yang bersifat nilai (Winarno,

2013:25).

Menurut Margaret (dalam, Winarno, 2013:26) terdapat tiga komponen

utama yang perlu dipelajari dalam Pendidikan Kewarganegaraan. Dikatakan

sebagai berikut.

What are essential components of a god civic education? There are

three essential components: civic knowledge, civil skills, and civic

disposition. The first essential component of civic education is civic

knowledge that concerned with the content or what citizens ought to

know; the subject democratic society is civic skills: intellectual and

participatory skills. The third essential component of civic education,

civic disposition, refers to the traits of private and public character

essential to the maintenance and improvement of constitutional

democracy.

Ketiga komponen utama Pendidikan kewarganegaraan itu adalah

pengetahuan kewarganegaraan (civic knowledge), keterampilan

kewarganegaraan (civic skills), dan sikap kewarganegaraan (civic disposition).

Peran Pembelajaran Pendidikan …, Aris Riyanto, FKIP UMP, 2016

Page 43: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Moral 1. Istilah dan Pengertian ...repository.ump.ac.id/319/3/BAB II_ARIS RIYANTO_PKn'16.pdf · 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Moral 1. Istilah dan Pengertian

53

Dalam standar Isi PKn 2006, menurut (Winarno, 2013: 28) materi

pembelajaran PKn sekolah disebut sebagai ruang limgkup PKn. Ruang

lingkup PKn ada delapan (8) meliputi.

a. Persatuan dan kesatuan bangsa

b. Norma, hukum dan peraturan

c. Hak asasi manusia

d. Kebutuhan warga negara

e. Konstitusi negara

f. Kekuasaan dan politik

g. Pancasila

h. Globalisasi

3. Strategi Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan

Strategi pemebelajaran PKn di setiap jenjang sekolah bahkan di

perguruan tinggi sangatlah penting. Hal ini dikarenakan penggunaan strategi

akan memudahkan proses pembelajaran mencapai tujuan PKn yang optimal.

Tanpa strategi yang jelas, proses pembelajaran tidak terarah sehingga tujuan

pembelajaran sulit tercapai dan tidak optimal.

Target pembelajaran mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan

selama ini menitik beratkan pada pembekalan yang bersifat hafalan, materinya

terdiri atas doktrin negara, system politik, norma, yuridis formal, hak dan

kewajiban, dan tanggung jawab warga negara yang akhirnya menjadi suatu

Peran Pembelajaran Pendidikan …, Aris Riyanto, FKIP UMP, 2016

Page 44: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Moral 1. Istilah dan Pengertian ...repository.ump.ac.id/319/3/BAB II_ARIS RIYANTO_PKn'16.pdf · 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Moral 1. Istilah dan Pengertian

54

tatanan dari sejumlah kewajiban/keharusan. Pada dasarnya Pendidikan

Kewargangeraan mempunyai hakikat yaitu upaya sadar dan terencana untuk

mencerdaskan kehidupan bangsa bagi warga negara dengan menumbuhkan

jati diri dan moral bangsa sebagai landasan pelaksanaan hak dan kewajiban

dalam bela negara, demi kelangsungan kehidupan dan kejayaan bangsa dan

negara, dengan tujuan untuk mewujudkan warga negara sadar bela negara

berlandaskan pemahaman politik kebangsaan, dan kepekaan mengembangkan

jati diri dan moral bangsa dalam peri kehidupan bangsa (Tohir, 2010).

Oleh karena itu diperlukan perubahan-perubahan dari guru dalam

menyikapi hal tersebut. Seperti guru lebih bersifat terbuka, merubah

pandangan terhadap strategi pembelajaran bahwa peserta didik bukan hanya

belajar tentang konsep Pendidikan Kewarganegaraan melainkan juga ber-PKn

atau praktik seperti yang telah dikemukakan di atas. Guru hendaknya

memusatkan kegiatan belajar pada peserta didik, artinya guru berpesan

sebagai fasilitator yaitu pemberi kemudahan bukan sebagai sosok yang tahu

segalanya (manusia serba bisa). Pembelajaran bukan hanya berdasarkan pada

buku teks dan terkekang dalam kelas saja, namun memanfaatkan berbagai

sumber belajar. Selain itu, yang tak kalah pentingnya guru hendaknya kembali

memahami/mengkaji ulang tentang makna dan hakekat mata pelajaran

Pendidikan Kewarganegaraan.

Peran Pembelajaran Pendidikan …, Aris Riyanto, FKIP UMP, 2016

Page 45: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Moral 1. Istilah dan Pengertian ...repository.ump.ac.id/319/3/BAB II_ARIS RIYANTO_PKn'16.pdf · 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Moral 1. Istilah dan Pengertian

55

4. Metode Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan

Majid (2013:193) dalam bukunya “Strategi Pembelajaran”, bahwa

metode adalah cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana

yang sudah disusun dalam kegiatan nyata agar tujuan yang telah disusun

tercapai secara optimal. Terdapat beberapa metode dalam pembelajaran PKn

yang dikemukakan Majid (2013:194), antara lain:

a. Ceramah

Pada umumnya metode ceramah dalam pembelajaran merupakan cara

yang digunakan dalam mengembangkan proses pembelajaran melalui cara

penuturan (lecturer). Metode ini bagus jika penggunaanya betul-betul

disiapkan dengan baik, didukung alat dan media, serta memerhatikan batas-

batas kemungkinan penggunanya. Hal yang perlu diperhatikan dalam metode

ceramah adalah isi ceramah mudah diterima dan dipahami serta mampu

menstimulasi pendengar (murid) untuk mengikuti dan melakukan sesuatu

yang terdapat dalam isi ceramah.

Beberapa kelebihan dari metode ceramah, antara lain:

1) Ceramah merupakan metode yang murah dan mudah untuk dilakukan.

Dikatakan murah karena proses ceramah tidak memerlukan peralatan-

peralatan yang lengkap, berbeda dengan metode lain. Dikatakan mudah

karena metode ceramah hanya mengandalkan suaru guru sehingga tidak

terlalu memerlukan persiapan yang rumit.

Peran Pembelajaran Pendidikan …, Aris Riyanto, FKIP UMP, 2016

Page 46: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Moral 1. Istilah dan Pengertian ...repository.ump.ac.id/319/3/BAB II_ARIS RIYANTO_PKn'16.pdf · 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Moral 1. Istilah dan Pengertian

56

2) Ceramah dapat menyajikan materi pelajaran yang luas. Artinya, materi

pelajaran yang cukup banyak dapat diringkas atau dijelaskan pokok-

pokoknya oleh guru dalam waktu singkat.

3) Ceramah dapat memberikan pokok-pokok materi yang perlu ditonjolkan.

Artinya, guru dapat mengatur pokok-pokok materi yang perlu ditekankan

sesuai dengan kebutuhan dan tujuan yang ingin dicapai.

4) Melalui ceramah guru dapat mengontrol keadaan kelas karena

sepenuhnya kelas merupakan tanggung jawab guru yang memberikan

ceramah.

5) Organisasi kelas dengan menggunakan ceramah dapat diatur menjadi

lebih sederhana. Ceramah tidak memerlukan setting kelas yang beragam

atau tidak memerlukan persiapan-persiapan yang rumit asalkan siswa

dapat menempati tempat duduk untuk mendengarkan guru, ceramah

sudah dapat dilakukan.

Di samping beberapa kelebihan di atas, ceramah juga memiliki

beberapa kelemahan, di antaranya:

1) Materi yang dapat dikuasai siswa sebagai hasil dari ceramah akan terbatas

pada apa yang dikuasai guru. Kelemahan ini memang kelemahan yang

paling dominan karena apa yang diberikan guru adalah apa yang

dikuasainya, sehingga apa yang dikuasai siswa pun akan tergantung pada

apa yang dikuasai guru.

Peran Pembelajaran Pendidikan …, Aris Riyanto, FKIP UMP, 2016

Page 47: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Moral 1. Istilah dan Pengertian ...repository.ump.ac.id/319/3/BAB II_ARIS RIYANTO_PKn'16.pdf · 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Moral 1. Istilah dan Pengertian

57

2) Ceramah yang tidak disertai dengan dengan peragaan dapat

mengakibatkan terjadinya verbalisme.

3) Ceramah sering dianggap sebagai metode yang membosankan jika guru

kurang memiliki kemampuan bertutur yang baik. Sering terjadi, walaupun

secara fisik siswa ada di dalam kelas, tetapi secara mental siswa sama

sekali tidak mengikuti jalanya proses pembelajaran; pikiranya melayang

ke mana-mana, atau siswa mengantuk yang disebabkan oleh gaya bertutur

kata guru yang tidak menarik.

4) Melalui ceramah sangat sulit untuk mengetahui apakah seluruh siswa

sudah mengerti apa yang dijelskan. Walaupun siswa diberi kesempatan

untuk bertanya, kemudian tidak ada seorang pun yang bertanya, hal itu

tidak menjamin siswa seluruhnya sudah paham.

b. Diskusi

Diskusi adalah metode pembelajaran yang menghadapkan siswa pada

suatu permasalahan. Tujuan utama metode ini adalah untuk memecahkan

suatu permasalahan, menjawab pertanyaan, menambah dan memahami

pengetahuan siswa, serta untuk membuat suatu keputusan.

Ada beberapa kelebihan metode diskusi manakala diterapkan dalam

kegiatan belajar mengajar.

1) Metode diskusi dapat merangsang siswa untuk lebih kreatif, khususnya

dalam memberikan gagasan dan ide-ide.

Peran Pembelajaran Pendidikan …, Aris Riyanto, FKIP UMP, 2016

Page 48: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Moral 1. Istilah dan Pengertian ...repository.ump.ac.id/319/3/BAB II_ARIS RIYANTO_PKn'16.pdf · 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Moral 1. Istilah dan Pengertian

58

2) Dapat melatih untuk membiasakan diri bertukar pikiran dalam mengatasi

setiap permasalahan.

3) Dapat melatih siswa untuk dapat mengemukakan pendapat atau gagasan

secara verbal. Di samping itu, diskusi juga bisa melatih siswa untuk

menghargai pendapat orang lain.

Selain beberapa kelebihan, diskusi juga memiliki beberapa kelemahan

seperti di bawah ini.

1) Sering terjadi pembicaraan dalam diskusi dikuasai oleh 2 atau 3 orang

siswa yang memiliki keterampilan berbicara.

2) Kadang-kadang pembahasan dalam diskusi meluas sehingga kesimpulan

menjadi kabur.

3) Memerlukan waktu yang cukup panjang, dan kadang-kadang tidak sesuai

dengan yang direncanakan.

4) Dalam diskusi sering terjadi perbedaan pendapat yang bersifat emosional

yang tidak terkontrol. Akibatnya, kadang-kadang ada pihak yang merasa

tersinggung sehingga dapat mengganggu iklim pembelajaran.

Bentuk-bentuk diskusi menurut Majid (2013:201) antara lain:

c. Kerja Kelompok

Metode kerja kelompok atau bekerja dalam situasi kelompok

mengandung pengertian bahwa siswa dalam satu kelas dipandang sabagai satu

kesatuan (kelompok) tersendiri ataupun dibagi atas kelompok-kelompok kecil

(sub-sub kelompok).

Peran Pembelajaran Pendidikan …, Aris Riyanto, FKIP UMP, 2016

Page 49: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Moral 1. Istilah dan Pengertian ...repository.ump.ac.id/319/3/BAB II_ARIS RIYANTO_PKn'16.pdf · 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Moral 1. Istilah dan Pengertian

59

d. Inkuiri

Strategi pembelajaran inkuiri menekankan kepada proses mencari dan

menemukan. Materi pelajaran tidak diberikan secara langsung. Peran siswa

dalam startegi ini adalah mencari dan menemukan sendiri materi pelajaran,

sedangkan guru berperan sebagai fasilitator dan pembimbing siswa untuk

belajar.

e. Tanya Jawab

Tanya jawab adalah metode mengajar yang memungkinkan terjadinya

komunikasi langsung yang bersifat two way traffic karena pada saat yang

sama terjadi dialog antara guru dan siswa. guru bertanya siswa menjawab atau

siswa bertanya guru menjawab. Metode tanta jawab dimaksudkan untuk

merangsang berpikir siswa dan membimbingnya dalam komunikasi ini terlihat

adanya hubungan timbal balik secara langsung antara guru dan siswa.

5. Media Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan

Kata media berasal dari Bahasa latin medius yang secara harifah

berarti ‘tengah’, ‘perantara’, atau ‘pengantar’. Dengan demikian, media

merupakan pengantar pesan dari pengirim kepada penerima pesan (Arsyad,

2007:3). Sedangkan media pembelajaran menurut Shofyan (2010) merupakan

Segala sesuatu yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran agar

dapat merangsang pikiran, perasaan, minat dan perhatian siswa

sehingga proses interaksi komunikasi edukasi antara guru dan siswa

dapat berlangsung secara tepat dan berdayaguna.

Peran Pembelajaran Pendidikan …, Aris Riyanto, FKIP UMP, 2016

Page 50: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Moral 1. Istilah dan Pengertian ...repository.ump.ac.id/319/3/BAB II_ARIS RIYANTO_PKn'16.pdf · 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Moral 1. Istilah dan Pengertian

60

Sebagai alat bantu dalam proses pembelajaran, media mempunyai

beberapa fungsi. Sudjana (dalam, Syaiful, 2013) merumuskan fungsi media

pembelajaran menjadi enam kategori, sebagai berikut:

a. Penggunaan media dalam proses belajar mengajar bukan merupakan fungsi

tambahan, tetapi mempunyai fungsi sendiri sebagai alat bantu untuk

mewujudkan situasi belajar mengajar yang efektif.

b. Penggunaan media pembelajaran merupakan bagian yang integral dari

keseluruhan situasi belajar. Hal ini berarti bahwa media pembelajaran

merupakan salah satu unsur yang harus dikembangkan oleh guru.

c. Media pembelajaran dalam pembelajaran, penggunaannya integral dengan

tujuan dari isi pelajaran. Fungsi ini mengandung pengertian bahwa

penggunaan(pemanfaatan) media harus melihaat kepada tujuan dan bahan

ajar.

d. Penggunaan media dalam pengajaran bukan semata-sata sebagai alat

hiburan, dalam arti digunakan hanya sekedar melengkapi proses belajar

supaya lebih menarik perhatian siswa.

e. Penggunaan media dalam pembelajaran lebih diutamakan untuk

mempercepat proses belajar mengajar dan membantu siswa dalam

menangkap pengertian yang diberikan guru.

f. Penggunaan media dalam pembelajaran diutamakan untuk mempertinggi

mutu belajar mengajar. Dengan kata lain, menggunakan media, hasil belajar

Peran Pembelajaran Pendidikan …, Aris Riyanto, FKIP UMP, 2016

Page 51: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Moral 1. Istilah dan Pengertian ...repository.ump.ac.id/319/3/BAB II_ARIS RIYANTO_PKn'16.pdf · 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Moral 1. Istilah dan Pengertian

61

yang dicapai siswa akan tahan lama diingat oleh siswa sehingga mempunyai

nilai tinggi.

Djamarah dan Zain (2010:124) menggolongkan media pembelajaran

menjadi tiga yaitu:

1) Media auditif yaitu media yang mengandalkan kemampuan suara saja,

seperti radio, kaset rekorder.

2) Media visual adalah media yang hanya mengandalkan indera penglihatan

karena hanya menam pilkan gambar diam seperti film, bingkai, foto,

gambar, atau lukisan.

3) Media audiovisual adalah media yang mempunyai unsur suara dan unsur

gambar. Jenis media ini mempunyai kemampuan yang lebih baik.

6. Evaluasi Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan

Menurut Wand and Brown (Djamarah dan Zain, 2010:50) evaluasi

adalah suatu tindakan atau suatu proses untuk menentukan nilai dari sesuatu.

Berkaitan dengan evaluasi pembelajaran, evaluasi dilakukan pada kegiatan

akhir dalam bentuk refleksi dan praktek pembelajaran. Dalam mengevaluasi

pembelajaran guru sebaiknya mengadakan berbagi macam penilaian. Mulai

dari ulangan harian, ulangan tengah semester dan ulangan akhir semester.

Pasaribu dan Simanjutak (Djamarah dan Zain, 2010:50), menegaskan

bahwa tujuan evaluasi dapat dilihat dari dua segi yaitu:

a. Tujuan umum dari evaluasi adalah:

Peran Pembelajaran Pendidikan …, Aris Riyanto, FKIP UMP, 2016

Page 52: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Moral 1. Istilah dan Pengertian ...repository.ump.ac.id/319/3/BAB II_ARIS RIYANTO_PKn'16.pdf · 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Moral 1. Istilah dan Pengertian

62

1) Mengumpulkan data-data yang membuktikan taraf kemajuan

murid dalam mencapai tujuan yang diharapkan.

2) Memungkinkan pendidik/guru menilai aktivitas/pengalaman

yang didapat.

3) Menilai metode mengajar yang dipergunakan

b. Tujuan khusus dari evaluasi adalah:

1) Merangsang kegiatan siswa

2) Menemukan sebab-sebab kemajuan atau kegagalan

3) Memberikan bimbingan yang sesuai dengan kebutuhan,

perkembangan dan bakat siswa yang bersangkutan.

7. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan

Menurut (Nizbah, 2013) Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

adalah rencana yang menggambarkan prosedur dan pengorganisasian

pembelajaran untuk mencapai suatu kommpetensi dasar yang ditetapkan

dalam standar isi dan dijabarkan dalam silabus. Terdapat komponen

diantaranya:

a. Identitas mata pelajaran, meliputi:

1) Satuan pendidikan

2) Mata Pelajaran

3) Kelas

4) Semester

Peran Pembelajaran Pendidikan …, Aris Riyanto, FKIP UMP, 2016

Page 53: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Moral 1. Istilah dan Pengertian ...repository.ump.ac.id/319/3/BAB II_ARIS RIYANTO_PKn'16.pdf · 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Moral 1. Istilah dan Pengertian

63

5) Jumlah pertemuan

6) Alokasi waktu

b. Standar kompetensi

c. Kompetensi dasar

d. Indikator pencapaian kompetensi

e. Tujuan pembelajaran

f. Materi ajar

g. Sumber belajar

h. Alokasi waktu

i. Model, pendekatan dan metode pembelajaran

j. Kegiatan pembelajaran

k. Penilaian hasil belajar

E. Penelitian yang Relevan

Penelitian yang relevan dengan penelitian peneliti adalah adalah

“Implikasi Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan Dalam Membentuk

Moral Siswa Di Era Globalisasi” (Laela Azka, 2013). Jika dihubungkan

dengan penelitian peneliti, maka kesimpulanya: “Berdasarkan penelitian yang

dilakukan dapat disimpulkan bahwa pembelajaran PKn di SMA Negeri 1

Moga dapat membentuk moral siswa di era globalisasi. Hambatan-hambatan

dalam rangka membentuk moral siswa di era globalisasi ada dua yaitu kendala

internal dan eksternal. Kendala internal adalah kendala yang datang dari

Peran Pembelajaran Pendidikan …, Aris Riyanto, FKIP UMP, 2016

Page 54: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Moral 1. Istilah dan Pengertian ...repository.ump.ac.id/319/3/BAB II_ARIS RIYANTO_PKn'16.pdf · 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Moral 1. Istilah dan Pengertian

64

dalam dari dalam diri siswa. kendala eksternal adalah kendala yang datang

dari lingkungan.

Peneliti mengambil salah satu penelitian relevan yang lain dengan

judul “Peran Pembelajaran PKn dan Kegiatan Kepramukaan Dalam

Membentuk Karakter Siswa Di MAN 1 YOGYAKARTA” (Lysa Hapsari,

2013). Jika dihubungkan dengan penelitian peneliti, maka kesimpulanya:

“Pembelajaran PKn di MAN 1 YOGYAKARTA dapat membentuk karakter

siswa. Namun terletak pada strategi guru dalam menciptakan metode

pembelajaran yang menyenangkan antara lain diskusi, ceramah bervariasi,

membuat film dan bermain peran. Adapun peran guru PKn sebagai fasilitator,

motivator, teladan, dan pendidik walaupun belum sepenuhnya semua peran

dapat dilaksanakan dengan maksimal. Hambatan yang diahadapi guru PKn

dalam pembelajaran diantaranya adalah sulitnya membagi waktu antara

menyelesaikan materi dengan menanamkan nilai-nilai sehingga terbentuk

karakter, kurangnya minat peserta didik dan beraneka ragamnya latar

belakang siswa.

Peran Pembelajaran Pendidikan …, Aris Riyanto, FKIP UMP, 2016