22 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Sebelumnya Penelitian terdahulu ini akan memaparkan beberapa penelitian yang sudah dilakukan, baik berupa skripsi, tesis, ataupun penelitian-penelitian lainnya yang membahasa seputar kewenangan DPD, yaitu: 1. “REVITALISASI PERANAN DPD DALAM SISTEM PARLEMEN DI INDONESIA” (Kajian Yuridis UUD NRI Tahun 1945 Pasal 22C Dan 22D Serta UU N0. 27 Tahun 2009 Tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah). Skripsi ini ditulis oleh Januar Muttaqien dari Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Malang. Dalam skripsi ini penulis menjelaskan tentang posisi DPD dalam kelembagaan saat ini serta upaya memaksimalkan peran DPD didalam parlemen. Sedangkan di skripsi yang saya tulis, yaitu kewenangan legislasi DPD menurut Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2017. 2. “KEWENANGAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH DALAM LEGISLASI RANCANGAN UNDANG- UNDANG OTONOMI DAERAH AANALISIS PUTUSAN MK 93/PUU/-X/203” Skripsi ini ditulis oleh
12
Embed
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A.digilib.uinsgd.ac.id/6688/5/BAB II.pdf · 2018-03-12 · Pemerintah sebagai pemegang kekuasan untuk menetapkan hukum ... Hukum Tata Negara dan Administrasi
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
22
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Penelitian Sebelumnya
Penelitian terdahulu ini akan memaparkan beberapa penelitian yang sudah
dilakukan, baik berupa skripsi, tesis, ataupun penelitian-penelitian lainnya yang
membahasa seputar kewenangan DPD, yaitu:
1. “REVITALISASI PERANAN DPD DALAM SISTEM
PARLEMEN DI INDONESIA” (Kajian Yuridis UUD
NRI Tahun 1945 Pasal 22C Dan 22D Serta UU N0. 27
Tahun 2009 Tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat,
Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah,
Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah). Skripsi ini ditulis
oleh Januar Muttaqien dari Fakultas Hukum Universitas
Brawijaya Malang. Dalam skripsi ini penulis menjelaskan
tentang posisi DPD dalam kelembagaan saat ini serta upaya
memaksimalkan peran DPD didalam parlemen. Sedangkan di
skripsi yang saya tulis, yaitu kewenangan legislasi DPD
menurut Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2017.
2. “KEWENANGAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH
DALAM LEGISLASI RANCANGAN UNDANG-
UNDANG OTONOMI DAERAH AANALISIS
PUTUSAN MK 93/PUU/-X/203” Skripsi ini ditulis oleh
23
Fikri Abdullah dari Fakultas Syariah dan Hukum Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam skripsi ini
penulis menjelaskan posisi kewenangan DPD dalam hal
proses pengajuan dan pembahasan rancangan undang-undang
otonomi daerah paska Putusan Mahkamah Konstitusi
93/PUU/-X/203. Sedangkan di skripsi yang saya tulis, yaitu
kewenangan legislasi DPD menurut Undang-Undang Nomor
17 Tahun 2017.
3. “EKSISTENSI DEWAN PERWAKILAN DAERAH
(DPD) DALAM SISTEM BIKAMERAL DI
INDONESIA”. Skripsi ini ditulis oleh Miki Pirmansyah dari
Jurusan Ilmu Hukum Fakultas Syariah dan Hukum
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Pada
skripsi ini penulis menjelaskan tentang fungsi dan kedudukan
Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dalam penyelenggaraan
sistem Bikameral di Indonesia. Serta sejauh mana eksistensi
DPD dalam penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia.
Sedangkan dalam skripsi saya tulis saya lebih menyoroti
mengenai kewenangan DPD dalam legislasi menurut
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014, sehingga lebih
terfokus pada pembahasan mengenai kewengan legislasi
DPD. Dan hal tersebut jelas berbeda dengan apa yang dibahas
oleh skripsi di atas yang lebih bersifat universal terhadap
24
DPD dan tidak ada objek yang dikajinya.
B. Legislasi Menurut Siyasah Dusturiyah
Kata Siyasah berasal dari kata saasa-yasuusu-siyaasatan, berarti
mengatur, mengendalikan, mengurus, atau membuat keputusan. Pengertian secara
kebahasaan ini mengisyaratkan bahwa tujuan siyasah adalah mengatur dan
membuat kebijaksanaan atau sesuatu yang bersifat politis untuk mencapai sesuatu.
Secara terminologis, Abdul wahhab Al-Khallaf mendefinisikan bahwa siyasah
adalah pengaturan perundang-undangan yang diciptakan untuk memelihara
ketertiban dan kemaslahatan serta mengatur keadaan.1 Sedangkan secara istilah
menurut Ahmad Fathi Bahantsi sebagaimana dikutip oleh A.Djazuli, siyasah
adalah tadbiiru mashoolihul ‘ibaad ‘ala waqfi syrar’i yang artinya pengurusan
kemaslahatan umat manusia sesuai dengan syara.2
Kemudian menurut Beni Ahmad Saebani dengan mengutip pendapat
Quraisy Shihab, bahwa siyasah diartikan pula dengan politik sebagaimana uraian
ayat-ayat Al-Qur’an tentang politik secara sepintas dapat ditemukan pada ayat-
ayat yang berakar kata hukum. Kata itu pada mulanya berarti “menghalang-
halangi atau melarang’ dalam rangka perbaikan. Dari akar kata yang sama
terbentuk kata hikmah yang pada mulanya “kendali”. Makna ini sejalan dengan
1 Muhammad Iqbal, Fiqh Siyasah Konteksualisasi Doktrin Politik Islam, Jakarta: Prenamadia
Group 2014. Hlm. 3. 2 A. Djazuli, Fiqh Siyasah: Implementasi Kemaslahatan Umat dalam Rambu-Rambu Syariah,
Jakarta: Kencana, 2013. Hlm. 25-26
25
asal makna kata Sasaa Yasuusu Siyasatan yang artinya mengemudi,
mengendalikan, dan cara pengendalian.3
Dalam kajian fiqh siyasah, legislasi atau kekuasaan legislatif disebut juga
dengan al-sulthah al-tasyri’iyah, yaitu kekuasaan pemerintah Islam dalam
membuat dan menetapkan hukum. Akan tetapi, dalam wacana fiqh siyasah, istilah
al-sulthah al-tasyri’iyah digunakan untuk menunjukan salah satu kewenangan
atau kekuasaan pemerintah Islam dalam mengatur masalah kenegaraan, di
samping kekuasan eksekutif (al-sulthah al-tanfidziyah), dan kekuasaan yudikatif
(al-sulthah al-qadha’iyah). Dalam konteks ini, kekuasaan legislatif (al-sulthah al-
tasyri’iyah) berarti kekuasaan atau kewenangan pemerintah Islam untuk
menetapkan hukum yang akan diberlakukan dan dilaksanakan oleh masyarakatnya
berdasarkan ketentuan yang telah di turunkan Allah SWT dalam syariat islam.
Dengan demikian unsur-unsur legislasi dalam Islam. Dengan demikian unsur-
unsur legislasi dalam Islam meliputi:
1. Pemerintah sebagai pemegang kekuasan untuk menetapkan hukum
yang akan diberlakukan dalam masyarakat Islam.
2. Masyarakat Islam yang akan melaksanakannya.
3. Isi peraturan atau hukum itu sendiri yang harus sesuai dengan nilai-
nilai dasar syariat islam.
Jadi dengan kata lain, dalam al-sulthah al-tasyri’iyah pemerintah
melakukan tugas siyasah syar’iyahnya untuk membentuk suatu hukum yang akan
3 Beni Ahmad Saebani, Fiqh Siyasah: Pengantar Ilmu Politik, Bandung: Pustaka Setia, 2008. Hlm.
25
26
diberlakukan di dalam masyarakat Islam demi kemaslahatan umat Islam, sesuai
dengan semangat ajaran Islam.4
Lembaga legislatif adalah lembaga yang memegang kekuasaan membuat
undang-undang sebagai sistem perwakilan rakyat. Orang-orang yang duduk di
lembaga legislatif terdiri dari para mujtahid dan ahli fatwa (mufti) serta para pakar
dalam berbagai bidang. Karena menerapkan syariat sebenarnya hanya wewenang
Allah, maka wewenang dan tugas lembaga legislatif hanya sebatas menggali dan
memahami sumber-sumber syariat, yaitu Al-qur’an dan Sunnah dan menjelaskan
hukum-hukum yang terkandung di dalamnya. Selain itu, undang-undang dan
peraturan yang akan dikeluarkan oleh lembaga legislatif harus mengikuti
ketentuan-ketentuan Alqur’an dan Sunnah.5
Oleh karena itu, ada dua fungsi lembaga legislatif. Pertama, dalam hal-hal
yang ketentuannya sudah terdapat didalam Alqur’an dan Sunnah, undang-undang
yang dikeluarkan Al-sulthah Al-tasyri’iyah adalah undang-undang ilahiyah yang
di syariatkan dalam Alqur’an dan Sunnah. Namun hal ini sangat sedikit karena
pada prinsipnya kedua sumber ajaran Islam tersebut banyak berbicara masalah-
masalah yang global dan sedikit sekali yang menjelaskan suatu permasalahan
secara rinci. Sementar perkembangan masyarakat begitu cepat dan kompleks
sehingga membutuhkan jawaban tang tepat. Kedua, melakukan penalaran kreatif
(ijtihad) terhadap masalah-masalah yang secara tegas tidak dijelaskan oleh Al-
qur’an dan Sunnah. Disinilah perlunya, Al-sulthah Al-tasyri’iyah di isi oleh para
4 Muhammad Iqbal, Fiqh Siyasah Kontekstualisasi Doktrin Politik Islam, Jakarta: Prenadamedia
group, 2014, Hlm. 187 5Ahmad Sukarja, Hukum Tata Negara dan Administrasi Negara Dalam Perspektif Fikih Siyasah,