Top Banner
1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anatomi dan Fisiologi Sistem Perkemihan Sistem perkemihan merupakan sistem ekskresi utama dan terdiri atas 2 ginjal (untuk menyekresi urine), 2 ureter (mengalirkan urine dari ginjal ke kandung kemih), kandung kemih (tempat urine dikumpulkan dan disimpan sementara), dan uretra (mengalirkan urine dari kandung kemih ke luar tubuh (Nurachmah & Angriani, 2011). Gambar 2.1 Anatomi Fisiologi Sistem Perkemihan Sumber: Azizahslideshare, 2010 1. Ginjal Ginjal terletak secara retroperitoneal, pada bagian posterior abdomen, pada kedua sisi kolumna vertebra. Mereka terletak antara vertebra torakal keduabelas dan lumbal ketiga. Ginjal kiri biasanya terletak sedikit lebih tinggi dari ginjal kanan karena letak hati. Ginjal orang dewasa secara rata rata memiliki panjang 11 cm, lebar 5 7,5 cm, dan ketebalan 2,5 cm. Hal 10 13
53

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anatomi dan Fisiologi Sistem ...

Oct 02, 2021

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anatomi dan Fisiologi Sistem ...

1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi dan Fisiologi Sistem Perkemihan

Sistem perkemihan merupakan sistem ekskresi utama dan terdiri atas 2 ginjal

(untuk menyekresi urine), 2 ureter (mengalirkan urine dari ginjal ke kandung

kemih), kandung kemih (tempat urine dikumpulkan dan disimpan sementara),

dan uretra (mengalirkan urine dari kandung kemih ke luar tubuh (Nurachmah &

Angriani, 2011).

Gambar 2.1

Anatomi Fisiologi Sistem Perkemihan

Sumber: Azizahslideshare, 2010

1. Ginjal

Ginjal terletak secara retroperitoneal, pada bagian posterior abdomen, pada

kedua sisi kolumna vertebra. Mereka terletak antara vertebra torakal

keduabelas dan lumbal ketiga. Ginjal kiri biasanya terletak sedikit lebih

tinggi dari ginjal kanan karena letak hati. Ginjal orang dewasa secara rata –

rata memiliki panjang 11 cm, lebar 5 – 7,5 cm, dan ketebalan 2,5 cm. Hal

10

13

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anatomi dan Fisiologi Sistem ...

2

yang menahan ginjal tetap pada posisi di belakang peritonium parietal

adalah sebuah masa lemak peritoneum (kapsul adiposa) dan jaringan

penghubung yang disebut fasia gerota (subserosa) serta kapsul fibrosa

(kapsul renal) membentuk pembungkus luar dari ginjal itu sendiri, kecuali

bagian hilum. Ginjal dilindungi lebih jauh lagi oleh lapisan otot di

punggung pinggang, dan abdomen, selain itu juga oleh lapisan lemak,

jaringan subkutan, dan kulit (Black & Hawk, 2014).

Bila dibelah bagian dalam, ginjal mempunyai tiga bagian yang berbeda,

yaitu korteks, medula, dan pelvis. Bagian eksternal, atau korteks renal,

berwarna terang dan tampak bergranula. Bagian ginjal ini berisi glomerulus,

kumpulan kecil kapiler. Glomerulus membawa darah menuju dan membawa

produk sisa dari nefron, unit fungsional ginjal (LeMone, 2015).

Satuan fungsional ginjal disebut nefron. Setiap ginjal mempunyai lebih

kurang 1 - 1,3 juta nefron yang selama 24 jam dapat menyaring 170 – 180

liter darah dari arteri renalis (Syaifuddin, 2011). Ginjal tidak dapat

membentuk nefron baru. Oleh karena itu, pada trauma ginjal, penyakit

ginjal, atau proses penuaan yang normal, akan terjadi penurunan jumlah

nefron secara bertahap. Setelah usia 40 tahun, jumlah nerfron yang

berfungsi biasanya menurun kira – kira 10 persen setiap 10 tahun; jadi, pada

usia 80 tahun, jumlah nefron berfungsi 40 persen lebih sedikit ketika usia 40

tahun. Setiap nefron terdiri atas: (1) kumpulan kapiler disebut glomerulus,

yang akan memfiltrasi sejumlah besar cairan dan darah, dan (2) tubulus

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anatomi dan Fisiologi Sistem ...

3

panjang tempat cairan hasil filtrasi diubah menjadi urine dalam

perjalanannya menuju pelvis ginjal (Guyton & Hall, 2014).

Gambar 2.2

Nefron dan Pembuluh Darah

Sumber: Auliyaslideshare, 2010

Pembentukan urine proses seluruhnya oleh nefron melalui tiga proses, yaitu

filtrasi glomerulus, reabsorpsi tubulus, dan sekresi tubulus (LeMone, 2015).

a. Filtrasi Glomerulus.

Filtrasi glomerulus adalah sebuah proses pasif, yaitu tekanan hidrostatik

mendorong cairan dan zat terlarut melewati suatu membran. Jumlah

cairan yang disaring dari darah ke dalam kapsul per menit disebut laju

filtrasi glomerulus. Tiga faktor yang mempengaruhi laju ini, yaitu total

area permukaan yang ada untuk filtrasi, permeabilitas membran filtrasi,

dan tekanan filtrasi bersih. Tekanan filtrasi bersih berperan untuk

pembentukan filtrat dan ditentukan oleh dua gaya: gaya dorong

(tekanan hidrostatik) dan gaya tarik (tekanan osmotik). Tekanan

hidrostatik glomerulus mendorong air dan zat terlarut menembus

membran. Tekanan ini dilawan oleh tekanan osmotik di glomerulus

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anatomi dan Fisiologi Sistem ...

4

(terutama tekanan osmotik koloid protein plasma dalam darah

glomerulus) dan tekanan hidrostatik kapsul yang dikeluarkan oleh

cairan dalam kapsul glomerulus.

b. Reabsorpsi Tubulus.

Reabsorbsi tubulus adalah proses yang dimulai saat filtrat memasuki

tubulus proksimal. Pada ginjal sehat, hampir semua nutrien organik

(seperti glukosa dan asam amino) direabsorpsi. Namun, tubulus secara

konstan mengatur dan menyesuaikan laju serta tingkat reabsorpsi air

dan ion sebagai respon terhadap sinyal hormonal. Reabsorbsi dapat

terjadi secara aktif dan pasif. Zat yang didapat kembali melalui

reabsorpsi tubulus aktif biasanya bergerak melawan gradien listrik dan/

atau kimia. Zat – zat ini, termasuk glukosa, asam amino, laktat, vitamin,

dan sebagian besar ion, membutuhkan ATP-dependent carrier untuk

dipindahkan ke ruang interstisial. Pada reabsorpsi tubulus pasif, yang

mencakup difusi dan osmosis, zat bergerak di sepanjang gradiennya

tanpa mengeluarkan energi.

c. Sekresi Tubulus.

Proses akhir pembentukan urine adalah sekresi tubulus, yang

merupakan reabsorpsi balik yang penting. Zat seperti ion hidrogen dan

kalium, kreatinin, amonia, dan asam organik bergerak dari darah di

kapiler peritubulus menuju tubulus itu sendiri sebagai filtrat. Dengan

demikian, urine terdiri atas zat yang disaring dan disekresi. Sekresi

tubulus sangat diperlukan untuk membuang zat yang tidak ada dalam

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anatomi dan Fisiologi Sistem ...

5

filtrat, seperti obat – obatan. Proses ini membuang zat yang tidak

diinginkan yang telah direabsorpsi oleh proses pasif dan menghilangkan

ion kalium tubuh yang berlebihan. Sekresi tubulus juga merupakan

kekuatan penting dalam pengaturan pH darah.

Glomerulus Filtrasi Rate (GFR) terukur dianggap sebagai cara yang paling

akurat mendeteksi perubahan fungsi ginjal. Nilai normal GFR adalah 90 –

120 mL/menit. Estimate GFR (eGFR) dapat digunakan untuk menghitung

fungsi ginjal berdasarkan pada kreatinin serum, usia, dan jenis kelamin.

National Kidney Foundation merekomendasi bahwa eGFR dapat dihitung

secara otomatis setiap kali dilakukan pemeriksaan kreatinin (LeMone,

2015).

Hormon paratiroid dari kelenjar paratiroid dan kalsitonin dari kelenjar tiroid

bersama – sama mengatur reabsorbsi kalsium dan fosfat. Hormon

antidiuretik (ADH) dari lobus posterior kelenjar hipofisis meningkatkan

permeabilitas tubulus kontortus distal dan duktus kolektivus, meningkatkan

reabsorpsi air. Aldosteron, disekresi oleh korteks adrenal, meningkatkan

reabsorpsi natrium dan ekskresi kalium. Peptida natriuretik atrial disekresi

oleh atrium jantung dalam berespons terhadap peregangan dinding atrium,

penurunan reabsorpsi natrium dan air di tubulus kontortus proksimal dan

duktus kolektivus. Hormon ini juga menghambat sekresi ADH dan

aldosteron (Nurachmah, 2011).

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anatomi dan Fisiologi Sistem ...

6

2. Ureter

Ureter membentuk cekungan di medial pelvis renalis pada hilus ginjal.

Biasanya sepanjang 25 – 35 cm di orang dewasa, ureter terletak di jaringan

penghubung ekstraperitoneal dan memanjang secara vertikal sepanjang otot

psoas menuju ke pelvis. Setelah masuk ke rongga pelvis, ureter memanjang

ke anterior untuk bergabung dengan kandung kemih di bagian

posterolateral. Pada setiap sudut ureterovesika, ureter terletak secara oblik

melalui dinding kandung kemih sepanjang 1,5 – 2 cm sebelum masuk ke

ruangan kandung kemih (Black & Hawks, 2014).

Ureter mempunyai tiga penyempitan sepanjang perjalanannya, yaitu: (1)

ditempat pelvis renalis berhubungan dengan ureter, (2) di tempat ureter

melengkung pada waktu menyilang apertura perlvis superior, (3) di tempat

ureter menembus dinding vesica urinaria (Snell, 2011). Pembuluh darah

yang memperdarahi ureter adalah arteri renalis, arteri spermatika interna,

arteri hipogastrika, dan arteri vesikalis inferior. Persarafan ureter cabang

dari pleksus mesenterikus inferior, pleksus spermatikus, dan pleksus pelvis.

Sepertiga bawah dari ureter terisi sel – sel saraf yang bersatu dengan rantai

aferen dan nervus vagus. Rantai aferen dari nervus torakalis XI, XII, dan

nervus lumbalis (Syaifuddin, 2011).

3. Kandung Kemih

Kadung kemih adalah organ kosong yang terletak pada separuh anterior dari

pelvis, di belakang simfisis pubis. Jarak antara kandung kemih dan simfisis

pubis diisi oleh jaringan penghubung yang longgar, yang memungkinkan

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anatomi dan Fisiologi Sistem ...

7

kandung kemih untuk melebar ke arah kranial ketika terisi. Peritonium

melapisi tepi atas dari kandung kemih, dan bagian dasar ditahan secara

longgar oleh ligamen sejati. Kandung kemih juga dibungkus oleh sebuah

fasia yang longgar (Black & Hawks, 2014).

Dinding ureter mengandung otot polos yang tersusun dalam berkas spiral

longitudinal dan sirkuler. Kontraksi peristaltik teratur 1 – 5 kali/menit

menggerakan urine dari pelvis renalis ke vesika urinaria, disemprotkan

setiap gelombang peristaltik. Ureter berjalan miring melalui dinding vesika

urinaria untuk menjaga ureter tertutup kecuali selama gelombang peristaltik

dan mencegah urine tidak kembali ke ureter (Syaifuddin, 2011).

4. Uretra dan Meatus

Uretra adalah sebuah saluran yang keluar dari dasar kandung kemih ke

permukaan tubuh. Uretra pada laki – laki dan perempuan memiliki

perbedaan besar. Uretra perempuan memiliki panjang sekitar 4 cm dan

sedikit melengkung ke depan ketika mencapai bukaan keluar, atau meatus,

yang terletak di antara klitoris dan lubang vagina. Pada laki – laki, uretra

merupakan saluran gabungan untuk sistem reproduksi dan pengeluaran

urine. Uretra pada lakui – laki memiliki panjang sekitar 20 cm, dan terbagi

dalam 3 bagian utama. Uretra pars prostatika menjulur sampai 3 cm di

bawah leher kandung kemih, melalui kelenjar prostat, kedasar panggul.

Uretra pars membranosa memiliki panjang sekitar 1 – 2 cm dan berakhir di

mana lapisan otot membentuk sfingter eksterna. Bagian distal adalah

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anatomi dan Fisiologi Sistem ...

8

kavernosa, atau penis uretra. Sepanjang sekitar 15 cm, bagian ini melintas

melalui penis ke orifisum uretra pada ujung penis (Black & Hawks, 2014).

B. Konsep End stage renal disease (ESRD)

1. Pengertian

End stage renal disease (ESRD) adalah suatu proses patofisiologis dengan

etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang

irreversibel dan progresif dimana kemampuan tubuh gagal untuk

mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit

sehingga menyebabkan uremia. Uremia adalah suatu sindrom klinik dan

laboratorik yang terjadi pada semua organ, akibat penurunan fungsi ginjal

pada penyakit ginjal kronik. Pada keadaan tidak terdapat kerusakan ginjal

lebih dari 3 bulan dan laju filtrasi glomerulus sama atau lebih dari 60

ml/menit/1,7m2, tidak termasuk kriteria penyakit ginjal kronik (Black &

Hawks, 2014).

End stage renal disease adalah kerusakan ginjal progresif yang berakibat

fatal dan ditandai dengan uremia (urea dan limbah nitrogen lainnya beredar

dalam darah serta komplikasinya jika tidak dilakukan dialisis atau

transplantasi ginjal) (Nursalam, 2011). End stage renal disease adalah

perburukan fungsi ginjal yang lambat, progresif, dan irrefersibel yang

menyebabkan ketidakmampuan ginjal untuk membuang produk sisa dan

mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit. Akhirnya ini

mengarah ke penyakit ginjal stadium akhir dan membutuhkan terapi

pengganti ginjal untuk mempertahankan hidup (Patricia, 2011).

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anatomi dan Fisiologi Sistem ...

9

Penyakit end stage renal disease adalah suatu proses patofisiologis dengan

etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang

progresif, dan pada umumnya berakhir dengan gagal ginjal. Selanjutnya,

gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan

fungsi ginjal yang irreversible, pada suatu derajat yang memerlukan terapi

pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis atau transplantasi ginjal (Setiati,

2014)

Penyakit ginjal kronik adalah suatu kondisi ginjal yang mengalami

penurunan fungsi disebabkan yang beragam, menyebabkan kerusakan

jaringan ginjal progresif dan kehilangan fungsi. Unit nefron hilang dan masa

ginjal berkurang, dengan perburukan progresif pada filtrasi glomerulus,

sekresi tubulus, dan reabsorpsi. Ginjal tidak dapat mengekskresikan sisa

metabolik dan mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit secara adekuat,

kondisi yang disebut sebagai gagal ginjal atau penyakit ginjal stadium akhir/

end stage renal disease (LeMone, 2015).

Gagal ginjal terjadi ketika ginjal tidak mampu mengangkut sampah

metabolik tubuh atau melakukan fungsi regulernya. Suatu bahan yang

biasanya dieliminasi di urin menumpuk dalam cairan tubuh akibat gangguan

ekskresi renal dan menyebabkan gangguan fungsi endokrin dan metabolic,

cairan, elektrolit, serta asam basa. Gagal ginjal merupakan penyakit sistemik

dan merupakan jalur akhir yang umum dari berbagai penyakit traktus

urinarius dan ginjal.

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anatomi dan Fisiologi Sistem ...

10

2. Etiologi

Etiologi penyakit ginjal kronik sangat bervariasi, penyebab utama dan

insiden penyakit ginjal kronik di Amerika Serikat adalah diabetes meletus,

hipertensi, glomerulonefritis, nefritis interstisialis, dan penyakit lain (Setiati,

2014). Sedangakan, Perhimpunan Nefrologi Indonesia mencatat penyebab

gagal ginjal adalah glomerulonephritis, diabetes mellitus, obstruksi dan

infeksi, hipertensi dan sebab lain. Yang dikelompokkan dalam sebab lain

adalah nefritis lupus, nefropati urat, intoksikasi obat, penyakit ginjal

bawaan, tumor ginjal, dan penyebab yang tidak diketahui (Sudoyo, 2009).

Penyebab gagal ginjal beragam diantaranya adalah glomerulonefritis kronis,

ARF, penyakit ginjal polikistik, obstruksi, pielonefritis berulang, dan

nefrotoksin. Penyakit sistemik, seperti diabetes meletus, hipertensi, lupus

eritematosus, dan poliarteritis dapat menyebabkan end stage renal disease

(Black & Hawks, 2014).

3. Manifestasi Klinis

Penyakit ginjal kronik seringkali tidak teridentifikasi hingga tahap uremik

akhir tercapai. Uremia, yang secara harfiah berarti urine dalam darah, adalah

sindrom atau kumpulan gejala yang terkait dengan end stage renal disease.

Pada uremia, keseimbangan cairan dan elektrolit terganggu, pengaturan dan

fungsi endokrin ginjal rusak, dan akumulasi produk sisa secara esensial

memengaruhi setiap sistem organ lain. Manifestasi awal uremia mencakup

mual, apatis, kelemahan, dan keletihan, gejala kerap kali keliru dianggap

sebagai infeksi virus atau influenza. Ketika kondisi memburuk, muntah

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anatomi dan Fisiologi Sistem ...

11

sering, peningkatan kelemahan, letargi, dan kebingungan muncul (LeMone,

2015).

Pada insufisiensi ginjal, dapat timbul polyuria karena ginjal tidak mampu

memekatkan urin. Pada gagal ginjal, pengeluaran urin turun akibat

Glomerular Filtration Rate (GFR) yang sangat rendah. Hal ini

menyebabkan peningkatan beban volume, ketidakseimbangan elektrolit,

asidosis metabolik, azotemia, dan uremia. Pada penyakit ginjal stadium

akhir, terjadi azotemia dan uremia berat. Asidosis metabolik memburuk,

yang secara mencolok merangsang kecepatan pernafasan. Timbul hipertensi,

anemia, osteodistrofi, hyperkalemia, ensefalopati uremik, dan pruritus.

Dapat terjadi gagal jantung kongestif dan pericarditis. Tanpa pengobatan

maka akan terjadi koma dan kematian (Corwin, 2001).

Gambaran klinik klien end stage renal disease menurut Sudoyo (2009)

meliputi;

a. Sesuai dengan penyakit yang mendasari seperti diabetes mellitus,

infeksi traktus urinarius, batu traktus urinarius, hipertensi dan

hiperurikemia, dan lain sebagainya.

b. Sindrom uremia yang terdiri dari lemah, letargi, anorexia, mual dan

muntah, nokturia, kelebihan volume cairan, neuropati perifer, pruritus,

pericarditis, kejang sampai koma.

c. Gejala komplikasinya antara lain hipertensi, anemia, payah jantung,

asidosis metabolic, gangguan keseimbangan elektrolit.

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anatomi dan Fisiologi Sistem ...

12

4. Stadium End stage renal disease

Stadum penyakit ginjal kronik didasarkan atas dua hal yaitu, atas derajat

(stage) penyakit dan atas dasar diagnosis etiologis. Menurut Sudoyo (2009),

stadium berdasarkan derajat penyakit, dibuat atas dasar Laju Filtrasi

Glomerulus (GFR) yang dihitung dengan mempergunakan rumus Cockroft-

Gault sebagai berikut:

LFG(

mlmnt

1,73m2) =

(140 − umur)xBerat Badan

72 x kreatinin plasma mg/dl

Cat: Pada perempuan dikalikan dengan 0,85

Rumus diatas dapat digunakan untuk mengetahui secara cepat stadium end

stage renal disease dengan melihat hasil kreatinin, umur, jenis kelamin,

berat badan. Hasil dari perhitungan dapat dilihat pada tabel 2.1 dibawah ini.

Tabel 2.1

Stadium End stage renal disease (ESRD)

STAGE GFR

(ml/min/1.73m2) Deskripsi dan Manifestasi

1 ≥90 Kerusakan ginjal dengan GFR normal atau meningkat

Asimtomatik; BUN dan kreatinin normal

2 60-89

Penurunan ringan GFR

Asimtomatik, kemungkinan hipertensi; pemeriksaan darah

biasanya dalam batas normal

3 30-59

Penurunan sedang GFR

Hipertensi; kemungkinan anemia dan keletihan, anorexia,

kemungkinan malnutrisi, nyeri tulang; kenaikan ringan BUN dan

kreatinin serum

4 15-29

Penurunan berat GFR

Hipertensi, anemia, malnutrisi, perubahan metabolisme tulang;

edema, asidosis metabolik, hiperkalsemia; kemungkinan uremia;

azotemiadengan peningkatan BUN dan kadar kreatinin serum

5 <15 Penyakit ginjal stadium akhir

Gagal ginjal dengan azotemia dan uremia nyata

Sumber: National Kidney Foundation dalam LeMone (2015)

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anatomi dan Fisiologi Sistem ...

13

5. Patofisiologi.

Patofisiologi end stage renal disease beragam, tergantung pada proses

penyakit penyebabnya. Proses patologi umum yang menyebabkan

kerusakan nefron, end stage renal disease, dan gagal ginjal. Tanpa melihat

penyebab awal, glomeruloklerosis dan inflamasi interstisial dan fibrosis

adalah ciri khas end stage renal disease dan menyebabkan penurunan fungsi

ginjal (Copstead & Banasik, 2010). Seluruh unit nefron secara bertahap

hancur. Pada tahap awal, saat nefron hilang, nefron fungsional yang masih

ada mengalami hipertofi. Aliran kapiler glomerulus dan tekanan meningkat

dalam nefron ini dan lebih banyak partikel zat terlarut disaring untuk

mengkompensasi massa ginjal yang hilang. Kebutuhan yang meningkat ini

menyebabkan nefron yang masih ada mengalami sklerosis (jaringan parut)

glomerulus, menimbulkan kerusakan nefron pada akhirnya. Proteinuria

akibat kerusakan glomerulus diduga menjadi penyebab cedera tubulus.

Proses hilangnya fungsi nefron yang kontinu ini dapat terus berlangsung

meskipun setelah proses penyakit awal telah teratasi (Fauci et al., 2008).

Perjalanan end stage renal disease beragam, berkembang selama periode

bulanan hingga tahunan. Pada tahap awal, seringkali disebut penurunan

cadangan ginjal, nefron yang tidak terkenan mengkompensasi nefron yang

hilang. GFR sedikit turun dan pada pasien asimtomatik disertai BUN dan

kadar kreatinin serum normal. Ketika penyakit berkembang dan GFR turun

lebih lanjut, hipertensi dan beberapa manifestasi insufisiensi ginjal dapat

muncul. Serangan berikutnya pada ginjal di tahap ini (misalnya infeksi,

dehidrasi, atau obstruksi saluran kemih) dapat menurunkan fungsi dan

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anatomi dan Fisiologi Sistem ...

14

memicu awitan gagal ginjal atau uremia nyata lebih lanjut. Kadar serum

kreatinin dan BUN naik secara tajam, klien menjadi oliguria, dan

manifestasi uremia muncul. Pada end stage renal disease tahap akhir, GFR

kurang dari 10% normal dan terapi pengganti ginjal diperlukan untuk

mempertahankan hidup (LeMone, 2015).

Pada stadium paling dini penyakit ginjal kronik, terjadi kehilangan daya

cadang ginjal, pada keadaan mana basal LFG masih normal atau malah

meningkat. Kemudian secara perlahan tapi pasti, akan terjadi penurunan

fungsi nefron yang progresif, yang ditandai oleh peningkatan kadar urea dan

kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 60%, klien masih belum

merasakan keluhan, tapi sudah terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin

serum. Sampai pada LFG sebesar 30%, mulai terjadi keluhan pada klien

seperti nokturia, badan lemah, mual, nafsu makan kurang, dan penurunan

berat badan. Sampai pada LFG dibawah 30%, klien memperlihatkan gejala

dan tanda uremia yang nyata seperti anemia, peningkatan tekanan darah,

gangguan metabolism fosfor dan kalsium, pruritus, mual, muntah dan lain

sebagainya. Klien juga mudah terkena infeksi saluran kemih, infeksi saluran

nafas, maupun infeksi saluran cerna. Juga akan terjadi gangguan

keseimbangan air seperti hipo atau hypervolemia, gangguan keseimbangan

elektrolit antara lain natrium dan kalium. Pada LFG dibawah 15% akan

terjadi gejala dan komplikasi yang lebih serius, dan klien sudah memerlukan

terapi pengganti ginjal antara lain dialysis atau transplantasi ginjal. Pada

keadaan in klien dikatakan sampai pada stadium gagal ginjal (Sudoyo,

2009).

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anatomi dan Fisiologi Sistem ...

15

6. Penatalaksanaan.

Pada umumnya keadaan sudah sedemikian rupa sehingga etiologi tidak

dapat diobati lagi. Usaha harus ditunjukan untuk mengurangi gejala,

mencegah kerusakan/ pemburukan faal ginjal (Yuli, 2015).

a. Pengaturan Minum

Pengaturan minum dasarnya adalah memberikan cairan sedemikian rupa

sehingga dicapai diurisis maksimal. Bila cairan tidak dapat diberikan per

oral maka diberikan per parental. Pemberian yang berlebihan dapat

menimbulkan penumpukan di dalam rongga badan dan dapat

membahayakan seperti hipervolemia yang sangat sulit diatasi.

b. Pengendalian Hipertensi

Tekanan darah sedapat mungkin harus dikenadalikan. Pendapat yang

menyatakan penurunan tekanan darah selalu memperburuk faal ginjal

tidaklah benar. Dengan obat tertentu tekanan darah dapat diturunkan

tanpa mengurangi faal ginjal, misalnya dengan beta bloker, alpa

metildopa, vasoldilator. Mengurangi intake garam dalam rangka ini

harus hati – hati karena tidak semua renal failure disertai retensi

Natrium.

c. Pengendalian K dalam Darah

Pengendalian kalium darah sangat penting, karena peninggian K dapat

menimbulkan kematian mendadak. Yang pertama harus diingat adalah

jangan menimbulkan hiperkalemia karena tindakan kita sendiri seperti

obat – obatan, diet buah dan lain – lain. Selain dengan pemeriksaan

darah, hiperkalemia juga dapat didiagnosa dengan EEG dan EKG. Bila

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anatomi dan Fisiologi Sistem ...

16

terjadi hiperkalemia maka pengobatannya dengan mengurangi intake K,

pemberian Na Bikarbonat dan pemberian infuse glukosa.

d. Penanggulangan Anemia

Anemia merupakan masalah yang sulit ditanggulangi pada end stage

renal disease. Usaha pertama harus ditujukan mengatasi faktor

defisiensi, kemudian mecari apakah ada perdarahan yang mungkin dapat

diatasi. Pengendalian gagal ginjal pada keseluruhan akan dapat

meningkatkan Hb. Transfusi darah hanya dapat diberikan bila indikasi

yang kuat, misalnya ada insufisiensi koroner.

e. Penanggulangan Asidosis

Pada umumnya asidosis baru bergejala pada taraf lebih lanjut. Sebelum

memberi pengobatan yang khusus faktor lain harus diatasi terlebih

dahulu, khususnya dehidrasi. Pemberian asam melalui makanan dan

obat – obatan harus dihindari. Natrium bikarbonat dapat diberikan per

oral atau parenteral. Pada pemulaan 100 mEq natrium bikarbonat diberi

intravena perlahan – lahan, kalau perlu diulang. Hemodialisa dan dialisis

peritoneal dapat juga mengatasi asidosis.

f. Pengobatan dan Pencegahan Infeksi

Ginjal yang sakit lebih mudah mengalami infeksi dari pada biasanya.

Klien end stage renal disease dapat ditumpangi pyelonefritis di atas

penyakit dasarnya. Adanya pyelonefritis ini tentu memperburuk lagi faal

ginjal. Obat – obat antimikroba diberi bila ada bakteri uria dengan

perhatian khusus karena banyak diantara obat – obat yang toksik

terhadap ginjal atau keluar melalui ginjal. Tindakan yang mempengaruhi

saluran kencing seperti kateterisasi sedapat mungkin harus dihindarkan.

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anatomi dan Fisiologi Sistem ...

17

Infeksi ditempat lain secara tidak langsung dapat pula menimbulkan

permasalahan yang sama dan pengurangan faal ginjal.

g. Pengurangan Protein dalam Makanan

Protein dalam makanan harus diatur. Pada dasarnya jumlah protein

dalam makanan dikurangi, tetapi tindakan ini jauh lebih menolong juga

bila protein tersebut dipilih. Diet dengan rendah protein yang

mengandung asam amino esensial, sangat menolong bahkan dapat

dipergunakan pada klien end stage renal disease untuk mengurangi

jumlah dialisis.

h. Pengobatan Neuropati

Neuropati timbul pada keadaan yang lebih lanjut. Biasanya neuropati ini

sukar diatasi dan merupakan salah satu indikasi untuk dialisis. Pada

klien yang sudah dialisispun neuropati masih dapat timbul.

i. Dialisis

Dasar dialisis adalah adanya darah yang mengalir dibatasi selaput semi

permiabel dengan suatu cairan (cairan dialisis) yang dibuat sedemikian

rupa sehingga komposisi elektrolitnya sama dengan darah normal.

Dengan demikian diharapkan bahwa zat – zat yang tidak diinginkan dari

dalam darah akan berpindah ke cairan dialisis dan kalau perlu air juga

dapat ditarik kecairan dialisis.

j. Transplantasi

Dengan pencangkokan ginjal yang sehat ke pembuluh darah pada klien

end stage renal disease maka seluruh faal ginjal diganti oleh ginjal yang

baru. Ginjal yang sesuai harus memenuhi beberapa persyaratan yang

utama adalah bahwa ginjal tersebut diambil dari orang/ mayat yang

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anatomi dan Fisiologi Sistem ...

18

ditinjau dari segi imunologik sama dengan klien. Pemilihan dari segi

imunologik ini terutama dengan pemeriksaan HLA.

C. Hemodialisa

1. Pengertian

Hemodialisa adalah suatu usaha untuk memperbaiki kelainan biokimiawi

darah yang terjadi akibat terganggunya fungsi ginjal, dilakukan dengan

menggunakan mesin hemodialisa. Hemodialisa merupakan salah satu

bentuk terai pengganti ginjal (renal replacement therapy/RRT) dan hanya

menggantikan sebagian dari fungsi ekskresi ginjal. Hemodialisa dilakukan

pada penderita penyakit ginjal kronik stadium V dan pada klien dengan AKI

(Acute Kidney Injury) yang memerlukan terapi pengganti ginjal (Daurgirdas,

2011).

Hemodialisa merupakan suatu proses yang digunakan pada klien dalam

keadaan sakit akut memerlukan terapi dialisis jangka pendek (beberapa hari

hingga beberapa minggu) atau klien dengan penyakit ginjal stadium

terminal/End Stage Renal Disease yang membutuhkan terapi jangka

panjang atau terapi permanen (Smeltzer C, 2002).

Hemodialisa dapat didefinisikan sebagai suatu proses pengubahan

komposisi solut darah oleh larutan lain (cairan dialisat) melalui membran

semipermiabel (membran dialisis). Saat ini terdapat berbagai definisi

hemodialisa, tetapi pada prinsipnya hemodialisa adalah suatu proses

pemisahan atau penyaringan atau pembersihan darah melalui suatu

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anatomi dan Fisiologi Sistem ...

19

membran yang semipermiabel yang dilakukan pada klien dengan gangguan

fungsi ginjal baik yang kronik maupun akut (Setiati, 2014).

Hemodialisa merupakan tindakan atau terapi yang digunakan pada klien

yang mengalami gangguan ginjal atau end stage renal disease. Fungsinya

adalah untuk mengeluarkan hasil metabolisme tubuh yang tidak berguna.

Hemodalisa tidak menyembuhkan gagal ginjal tetapi hanya

mempertahankan kesehatan klien. Hemodialisa dilakukan 2 atau 3x

seminggu, selama 4 – 5 jam perkali terapi, ini tergantung dengan kebutuhan

klien.

Tujuan dari hemodialisa adalah untuk mengambil zat – zat nitrogen yang

toksik dari dalam darah klien ke dializer tempat darah terebut dibersihkan

dan kemudian dikembalikan ketubuh klien. Ada tiga prinsip yang mendasari

kerja hemodialisa yaitu difusi, osmosis, dan ultrafiltrasi. Bagi penderita end

stage renal disease, hemodialisa akan mencegah kematian. Namun

demikian, hemodialisa tidak menyebabkan penyembuhan atau pemulihan

penyakit ginjal dan tidak mampu mengimbangi hilangnya aktivitas

metabolik atau endokrin yang dilaksanakan ginjal dan tampak dari gagal

ginjal serta terapinya terhadap kualitas hidup klien (Cahyaningsih, 2009).

2. Proses Hemodialisa

Hemodialisa dilakukan dengan mengalirkan darah kedalam suatu tabung

(dialiser) yang terdiri dari dua kompartemen yang terpisah. Darah klien

dipompa dan dialirkan ke kompartemen darah yang dibatasi oleh selaput

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anatomi dan Fisiologi Sistem ...

20

semipermeabel buatan (artifisial) dengan kompartemen dialisat.

Kompartemen dialisat dialiri cairan dialisis yang bebas pirogen, berisi

larutan dengan komposisi elektrolit mirip serum normal dan tidak

mengandung sisa metabolisme nitrogen. Cairan dialisis dan darah terpisah

akan mengalami perubahan konsentrasi karena zat terlarut berpindah dari

konsentrasi yang tinggi ke arah konsentrasi yang rendah sampai konsentrasi

zat terlarut sama dikedua kompartemen (difusi). Pada proses dialisis, air

juga dapat berpindah dari kompartemen darah ke kompartemen cairan

dialisat dengan cara menaikkan tekanan hidrostatik negatif pada

kompartemen cairan dialisat. Perpindahan air ini disebut ultrafiltrasi

(Sudoyo, 2009).

Besar pori pada selaput akan menentukan besar molekul zat terlarut yang

berpindah. Molekul dengan berat molekul lebih besar akan berdifusi lebih

lambat dibanding molekul dengan berat molekul lebih rendah. Kecepatan

perpindahan zat terlarut tersebut makin tinggi bila (1) perbedaan konsentrasi

di kedua kompartemen makin besar, (2) diberi tekanan hidrolik di

kompartemen darah, dan (3) bila tekanan osmotik di kompartemen cairan

dialisis lebih tinggi. Cairan dialisis ini mengalir berlawanan arah dengan

darah untuk meningkatkan efisiensi. Perpindahan zat terlarut pada awalnya

berlangsung cepat tetapi kemudian melambat sampai konsentrasinya sama

dikedua kompartemen (Sudoyo, 2009).

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anatomi dan Fisiologi Sistem ...

21

3. Komplikasi.

Komplikasi yang dapat ditimbulkan dari tindakan hemodialisa adalah

(Kuhman, 2004):

a. Nyeri dada: dapat terjadi karena terjadi penurunan PCO2 bersamaan

dengan terjadinya sirkulasi darah diluar tubuh

b. Pruritus: dapat terjadi selama terapi dialisis ketika produk akhir

metabolisme meninggalkan kulit.

c. Gangguan keseimbangan dialisis: terjadi karena perpindahan cairan

serebral dan muncul sebagai serang kejang. Komplikasi ini

kemungkinan terjadinya lebih besar jika terdapat gejala uremia yang

berat.

d. Malnutrisi: akibat kontrol diet dan kehilangan nutrien selama

hemodialisa, 60% klien end stage renal disease yang menjalani

hemodialisa menderita malnutrisi.

e. Fatigue dan kram: klien end stage renal disease yang menjalani

hemodialisa mudah mengalami fatigue akibat hipoksia yang disebabkan

oleh edema pulmoner. Edema pulmoner terjadi akibat retensi cairan dan

sodium, sedangkan hipoksia bisa terjadi akibat pneumonitis

uremik/pleuritis uremik.

f. Gangguan tidur: gangguan tidur umum dialami klien yang menjalani

hemodialisa, dengan faktor penyebab yang beragam. Penyakit ginjal

kronik dapat menyebabkan gangguan tidur akibat dari kondisi uremik

yang dialami klien. Sedangkan pada klien yang menjalani terapi

hemodialisa gangguan tidur dapat terjadi akibat tidak adekuatnya dialisis

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anatomi dan Fisiologi Sistem ...

22

dan berbagai faktor lain yang berpengaruh akibat dari kondisi penyakit

dan terapinya.

Klien end stage renal disease yang menjalankan terapi hemodialisa juga

akan memiliki gejala fatigue akibat malnutrisi/defisiensi nutrisi berkaitan

dengan anemia, kurangnya istirahat dan inefektivitas aktivitas. Untuk

memahami konsep fatigue, dapat diuraikan pada konsep berikut.

D. Fatigue

1. Pengertian

Fatique adalah bahasa latin “fatigare” yang berarti hilang lenyap (waste

time). Secara umum dpat diartikan sebagai perubahan dari keadaan yang

lebih kuat keadaan yang lebih lemah. Work Cover New South Wales dalam

menerapkan peraturan di tahun 2006 pada fatigue, mendefinisikan fatigue

sebagai perasaan letih yang berasal dari aktivitas fisik tubuh atau

kemunduran mental tubuh. Fatigue mempengaruhi kapasitas fisik, mental

dan tingkat emosional seseorang dimana dapat mengurangi kurangnya

kewaspadaan, ditandai dengan kemunduran reaksi pada sesuatu dan

berkurangnya kemampuan motorik (Australian Safty and Compensation

Council, 2006).

Fatigue dapat juga didefinisikan sebagai penurunan kapabilitas untuk

bekerja fisik atau mental, atau perasaan subjektif sehingga seseorang tidak

dapat lagi mengerjakan tugasnya, dan merupakan fungsi dari kurangnya

tidur, perubahan ritme sirkadian dan waktu bertugas. Fatigue juga

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anatomi dan Fisiologi Sistem ...

23

didefinisikan sebagai perasaan lelah secara fisik atau mental yang dialami

oleh seseorang baik ditunjukkan oleh perasaan subjektif maupun penurunan

kinerja (Horigan, 2012). Fatigue sebagi rasa lelah yang dirasakan seseorang.

Menurutnya dalam kondisi fisiologi normal, fatigue dapat berupa perasaan

merasa lemah atau lelah sebagai dampak dari penggunaan tenaga berulang

atau berupa penurunan respon sel, jaringan, atau organ setelah stimulasi

yang berlebihan.

2. Klasifikasi Fatique

Fatigue umum dapat diklasifikasikan berdasarkan tingkatnya (Priyanto,

2010), diantaranya:

a. Physical fatique, dapat terjadi ketika seseorang mulai mengurangi

kemampuan fisik yang digunakan dari biasanya karena jenis pekerjaan

yang sangat banyak pada setiap jam kerjanya. Pada umumnya seseorang

dapat berkerja secara terus menerus dalam waktu 50 menit perjam atau

35% pada 8 jam kerja digunakan sebagai aktivitas fisik maksimal untuk

menghindari adanya fatigue.

b. Circadian fatique, ditandai dengan denyut nadi yang lemah, pelan atau

cepat.

c. Acute fatique, terjadi pada suatu aktivitas tubuh/otot, terutama

dikarenakan banyak menggunakan otot, gangguan kebisingan dan

sebagainya. Hal ini disebabkan karena suatu organ atau seluruh tubuh

bekerja secara terus menerus dan melebihi kapasitas tubuh. Fatigue ini

akan hilang dengan istirahat cukup atau menghilangkan gangguan –

gangguannya.

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anatomi dan Fisiologi Sistem ...

24

d. Commulative Fatique, adalah fatigue yang disebabkan fatigue fisik

atau mental yang terjadi pada periode waktu tertentu. Salah satu

penyebab fatigue ini adalah kurangnya waktu istirahat.

Fatigue yang dialami klien end stage renal disease yang menjalankan

hemodialisa dapat dikategorikan fatigue fisik dan fatigue mental (Horigan,

2012). Fatigue fisik adalah kurangnya kekuatan fisik dan energi yang

membuat mereka merasa lemas, lelah seperti tidak bertenaga. Fatigue fisik

timbul disebabkan oleh terjadinya anemia, kurang nafsu makan, aktivitas

rutin yang berlebihan. Fatigue mental adalah fatigue mental yang membuat

klien merasa bosan dalam menjalani terapi hemodialisa secara terus

menerus dan merasa tidak memiliki harapan hidup. Chronic fatique,

merupakan fatigue yang terus menerus terakumulasi dalam tubuh akibat dari

tugas yang terus menerus tanpa pengaturan jarak tugas yang baik atau

teratur. Fatigue ini berlangsung setiap hari, berkepanjangan dan bahkan

telah terjadi sebelum memulai suatu pekerjaan. Fatigue ini diperoleh dari

tugas terdahulu yang belum hilang hingga diteruskan dengan tugas kerja

selanjutnya, berkelanjutan setiap harinya dan tingkat fatiguenya akan

semakin bertambah.

Penelitian yang dilakukan Sulistini (2012) tentang faktor – faktor yang

mempengaruhi fatigue pada klien yang menjalani hemodialisa

menyimpulkan bahwa pasien yang menjalani hemodialisa cenderung

mengalami fatigue dan banyak faktor yang berhubungan dengan kondisi

tersebut seperti faktor fisik, sosial ekonomi, demografi dan situasional.

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anatomi dan Fisiologi Sistem ...

25

Peran perawat dalam memberikan intervensi keperawatan selalu

menggunakan pendekatan yang holistic untuk mendapatkan hadil yang

efektif dalam pemberian asuhan keperawatan. Penelitian yang dilakukan

Sodikin dan Suparti (2015) tentang fatigue pada gagal gnjal terminal yang

menjalani hemodialisa menyimpulkan bahwa sebagian responden

mengalami fatigue sedang (67%), diikuti masing – masing mengalami

fatigue ringan dan berat (16,5%). Tidak ada hubungan antara usia, jenis

kelamin, pendidikan, akses hemodialisa dan lamanya hemodialisa terhadap

tingkat fatigue dengan p value > 0,05. Sedangkan ada hubungan antara

riwayat olahraga klien dengan tingkat fatigue pasien hemodialisa dengan p

value < 0,02.

3. Alat Ukur Fatigue

Alat ukur fatigue dapat dilakukan dengan pengukuran Visual Analogue

Scale for Fatigue (VAS - F) adalah jenis pengukuran untuk menentukan

derajat atau tingkat kelelahan dari seseorang, pengukuran ini dilakukan

dengan cara responden mengisi skala dari angka 0 - 10 yang sudah

disediakan oleh peneliti, nilai 0 adalah nilai normal sedangkan nilai 10

adalah kondisi sangat lelah. 0 = tidak merasa lelah, 1-3 = merasa lelah

ringan, 4-6 = merasa lelah sedang, 7-9 = merasa lelah berat, 10 = lelah

sangat berat (Stanford, 2012).

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anatomi dan Fisiologi Sistem ...

26

Gambar 2.3

Visual Analogue Scale for Fatigue (VAS - F)

Sumber: Kim et al., 2010

Fatigue merupakan masalah keperawatan yang sering muncul pada klien

end stage renal disease yang menjalani hemodialisa. Perlunya intervensi

keperawatan untuk mengatasi atau mengurangi fatigue pada klien

hemodialisa. Intervensi keperawatan yang dapat dikembangkan adalah

management self care fatigue.

E. Konsep Management Self Care Fatigue.

1. Pengertian

Keperawatan mandiri (self care) menurut Orem’s adalah “Suatu

pelaksanaan kegiatan yang diprakarsai dan dilakukan oleh individu sendiri

untuk memenuhi kebutuhan guna mempertahaankan kehidupan, kesehatan

dan kesejahteraannya sesuai dengan keadaan, baik sehat maupun sakit “

(Aligood Tomey, 2010). Self care yang didasarkan kemauan untuk hidup

sehat dalam diri sendiri dapat membantu individu untuk melakukan praktik

mengatasi masalah keperawatannya dengan baik.

Teori yang disampaikan oleh Dorothea E. Orem mengenal “self Care”

adalah teori keperawatan yang menekankan pada kemampuan individu

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anatomi dan Fisiologi Sistem ...

27

untuk memenuhi kebutuhan self carenya secara mandiri, selama masih

memungkinkan kondisisnya dan menekankan supaya individu menjadi agen

self care bagi dirinya sendiri (Hidayati, 2013). Definisi self-care menurut

(Riegel et.al 2004 dalam Yuliana 2012) adalah sebuah proses pengambilan

keputusan secara naturalistic terhadap pemilihan tingkah laku untuk

mempertahankan stabilitas fisiologi (self-care maintenance) dan respon

terhadap gejala yang dialami (self-care management). Self care

didefinisikan sebagai aktivitas praktek seseorang untuk berinisiatif dan

menunjukan dengan kesadaran dirinya sendiri untuk memelihara kehidupan,

fungsi kesehatan, melanjutkan perkembangan dirinya, dan kesejahteraan

dengan menemukan kebutuhan untuk pengaturan fungsi dan perkembangan

(Alligood & Tomey, 2010). Jika dilakukan secara efektif, upaya perawatan

diri dapat memberikan konstribusi bagi integritas structural fungsi dan

perkembangan manusia.

Area hermodialisis merupakan salah satu area praktik keperawatan untuk

mengaplikasikan teori self-care orem ini dimana aplikasi ini akan sesuai dan

penting sekali untuk klien untuk aktif terlibat dalam perawatan dirinya.

Tujuan utama praktek keperawatan adalah untuk membantu klien

menyiapkan diri untuk berperan serta secara adekuat dalam perawatan

dirinya dengan cara meningkatkan outcame klien dan kualitas hidup.

Sebagai perawat, kita dapat melakukan hal tersebut dengan membentuk

hubungan saling percaya antara perawat dan klien, menyediakan dukungan

dan edukasi, memperbolehkan klien mengontrol beberapa situasi dengan

Page 28: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anatomi dan Fisiologi Sistem ...

28

berparsitipasi dalam pengambilan keputusan, dan mendorong klien untuk

aktif berparsitipasi dalam treatmen hemodialisa (Simmons, 2009).

Diagnosa keperawatan menurut NANDA tentang kesiapan meningkatkan

kesehatan manajemen diri adalah salah satu diagnosa yang ada kaitannya

dengan management self care fatigue. Perawat dapat membuat intervensi

berdasarkan Nursing Care Plann untuk mengatasi masalah tersebut salah

satunya adalah dengan edukasi, sehingga klien mampu melakukan

perawatan secara mandiri (Herdman, 2015).

Sistem perawatan didasarkan pada sistem kebutuhan perawatan mandiri dan

kemampuan klien melakukan aktivitas perawatan dirinya. Apabila individu

yang mengalami kurang perawatan diri berarti terdapat kesenjangan antara

hal-hal yang dapat dilakukan individu (self care agency) dan yang

dibutuhkan individu (self care demand) klien dalam perawatan diri, supaya

dapat berfungsi secara optimal sehingga diperlukan perawatan (Alligood &

Tommey, 2010).

Sistem perawatan didesain berupa sistem tindakan yang dilakukan oleh

perawat untuk melatih/meningkatkan self care agency seseorang yang

mengalami keterbatasan dalam pemenuhan self care. Terdapat tiga

tingkatan/kategori sistem keperawatan yang dilakukan untuk memenuhi

kebutuhan self care klien sebagai berikut (Alligood & Tommey, 2010):

Page 29: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anatomi dan Fisiologi Sistem ...

29

a. Wholly Compensatory system

Merupakan situasi dimana individu tidak dapat melakukan tindakan

perawatan diri secara mandiri dan mengontrol pergerakan atau dalam

penalaksanaan medis supaya tidak melakukan aktifitas. Ada tiga kondisi

yang masuk dalam kategori ini adalah: 1) Tidak dapat melakukan

tindakan perawatan diri secara mendiri, 2) Bisa melakukan aktivitas,

tetapi tidak boleh karena kondisinya, dan 3) Tidak mampu memberikan

alasan perawatan diri, tapi dapat dengan bimbingan, seperti pada klien

gangguan kognitif

b. Partially Compensatory System

Merupakan situasi dimana perawat dan klien bersama-sama melakukan

aktivitas sehari-hari, perawatan diri dan atau ambulasi. Perawat

mengambil alih beberapa aktivitas yang tidak dapat dilakukan oleh klien

dalam pemenuhan kebutuhan perawatan dirinya, misalnya pada klien

lansia, klien paraplegia, dan lain-lain.

c. Supportif Educatif System

Merupakan kondisi dimana klien mampu dan dapat belajar untuk

melakukan perawatan diri yang dibutuhkan, tetapi memerlukan bantuan.

Pada sistem ini klien melakukan semua kebutuhan perawatan dirinya,

tetapi klien membutuhkan bantuan untuk pembuatan keputusan,

mengendalikan perilakunya dan mendapatkan pengetahuan dan

keterampilan.

Tujuan dari penerapan teori self care Orem pada penelitian ini pada klien

gagal ginjal yang menjalani terapi hemodialisa terhadap management self

Page 30: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anatomi dan Fisiologi Sistem ...

30

care fatigue adalah diharapkan klien mampu memenuhi semua kebutuhan

perawatan dirinya dalam mengatasi masalah keperawatan fatigue secara

mandiri. Sistem keperawatan yang digunakan untuk memenuhi perawatan

diri klien adalah dengan sistem supportif educatif. Penerapan sistem ini

diharapkan klien mampu melakukan secara mandiri terhadap apa yang telah

diajarkan oleh peneliti. Salah satu supportif educatif yang berikan oleh

peneliti adalah memberikan edukasi grup.

2. Intervensi Management Self Care Fatigue pada Klien End stage renal

disease yang Menjalani Hemodialisa.

Fatigue adalah gejala mengganggu bagi banyak klien yang menjalankan

terapi hemodialisa. Banyak intervensi telah dieksplorasi dalam upaya untuk

mengurangi dampak fatigue. Rhicard (2006) mengembangkan management

self care pasien hemodialisa dengan cara pembatasan cairan, akses vaskular,

terapi medis, program diet. Adapun intervensi yang dapat digunakan untuk

mengurangi keluhan fatigue pada klien end stage renal disease yang

menjalankan terapi hemodialisa (Horigan, 2012), antara lain:

a. Latihan Fisik

Melakukan latihan fisik secara teratur berhasil mengurangi fatigue pada

klien dialisis (Chang, 2010). Latihan fisik didefinisikan sebagai

pergerakan terencana, terstruktur yang dilakukan untuk memperbaiki

atau memelihara satu atau lebih aspek kebugaran fisik (Orti, 2010).

Latihan fisik penting untuk mempertahankan dan meningkatkan

kesehatan tubuh secara keseluruhan. Secara umum tiga metode latihan

yang dapat dilakukan pada pasien dengan penyakit ginjal tahap akhir

Page 31: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anatomi dan Fisiologi Sistem ...

31

yaitu program latihan di pusat rehabilitasi dengan supervisi, program

rehabilitasi latihan di rumah dan program latihan selama satu jam

pertama pada saat dilakukan hemodialisa di unit hemodialisa (Knap et

al, 2005). Latihan fisik yang dilakukan selama dialisis dapat

meningkatkan aliran darah pada otot dan memperbesar jumlah kapiler

serta memperbesar luas permukaan kapiler sehingga meningkatkan

perpindahan urea dan toksin dari jaringan ke vaskuler kemudian

dialirkan ke dializer atau mesin hemodialisa (Parson et al, 2006).

Latihan fisik dilakukan pada saat pasien menjalani hemodialisa. Latihan

dapat dilakukan selama 30 sampai dengan 45 menit dan secara umum

diberikan sebelum hemodialisa selesai dilakukan (Cheema et al, 2006;

Parsons, 2006).

Adanya pengurangan aktivitas akan dapat menyebabkan penurunan

kekuatan dan lebih lanjut mengakibatkan fatigue. Pada saat dilakukan

hemodialisa aktivitas pasien adalah berbincang – bincang dengan

keluarga atau pasien yang lain, makan, minum dan tidur. Latihan fisik

merupakan salah satu cara untuk memperbaiki kapasitas kerja fisik dan

mengurangi keterbatasan fungsi. Olahraga adalah strategi penting untuk

mengurangi fatigue. Olahraga dapat dilakukan pada saat sesi

hemodialisa dengan menggunakan sepeda statis (Black & Hawks,

2014).

Penelitian yang dilakukan (Yurtkuran, 2007) bahwa sesi yoga juga

dapat dilakukan selama 30 menit, dua kali seminggu, dimodifikasi

Page 32: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anatomi dan Fisiologi Sistem ...

32

dengan latihan rentang gerak di rumah mengakibatkan penurunan

signifikan tingkat fatigue dibandingkan dengan hanya melakukan

latihan rentang gerak saja. Berpartisipasi dalam latihan seperti

peregangan sederhana pada sesi hemodialisa dan program latihan di

rumah seperti jalan kaki selama 10 menit dua kali sehari pada hari-hari

non-dialisis juga telah efektif dalam mengurangi fatigue (Wilson,

2006). Penelitian yang dilakukan Rahayu (2015) menemukan bahwa

terapi exercise berpengaruh terhadap tingkat fatigue pada klien

hemodialisa dengan p value 0,00. Penelitian yang dilakukan Sullivan

dan McCarthy (2009) menyatakan bahwa pasien hemodialisa yang tidak

aktif melakukan latihan fisik, 14% akan mengalami fatigue, menurut

Jhamb, et al. (2009) bahwa dengan melakukan latihan fisik, fatigue

dapat menurun 62,3%. Penelitian yang dilakukan Mollaglu (2009)

menyatakan ada hubungan antara riwayat olahraga dengan level fatigue

dengan p value 0,02, yang menunjukan semakin aktif klien maka

semakin rendah tingkat fatigue. Penelitian Sulistini (2012) didapatkan

hasil bahwa latihan fisik memiliki hubungan yang signifikan terhadap

tingkat fatigue pada klien hemodialisa dengan nilai p value 0,027.

b. Program Diet

Management self care pada diet klien end stage renal disease penting

untuk mempertahankan status nutrisi dan keseimbangan elektrolit. Hal

penting yang perlu diperhatikan adalah kepatuhan terhadap program

diet yang telah ditentukan karena program tersebut telah disusun

dengan tepat dan sesuai dengan kondisi ginjal serta kecukupan kalori

Page 33: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anatomi dan Fisiologi Sistem ...

33

dan nutrisi yang diperlukan tubuh klien yang menderita end stage renal

disease (Nurmala, 2013). Penelitian Sulistini (2012) menunjukan

tingkat fatigue akan berkurang 0,44, bila terjadi peningkatan

hemoglobin 1 mg/dl, hemoglobin berkaitan dengan status nutrisi yang

baik. Jhamb, et al. (2008) menyatakan bahwa fatigue sering

dihubungkan dengan kondisi fisiologi, yaitu malnutrisi, kurangnya

karbohidrat, komposisi lemak akan mengurangi energi klien.

Diet end stage renal disease yang menjalani hemodialisa (Kemenkes,

2011) merupakan diet yang diberikan pada pasien dengan penurunan

fungsi ginjal tahap akhir dengan terapi pengganti ginjal. Tujuan diet

adalah untuk: 1) mencukupi zat gizi sesuai kebutuhan perorangan agar

status gizi optimal, 2) menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit, 3)

menjaga agar penumpukan produk sisa metabolisme protein tidak

berlebihan, 4) pasien mampu melakukan aktivitas normal sehari – hari.

Syarat diet: 1) energi 30 – 35 kkal/kg BB/hari, 2) protein 1,1 – 1,2 gr/kg

BB/hari, 50% protein hewani dan 50% protein nabati, 3) kalsium 1000

mg/dl, 4) batasi garam terutama bila ada penimbunan air dalam jaringan

tubuh (edema) dan tekanan darah tinggi, 5) kalium dibatasi terutama

bila urine kurang dari 400 ml atau kadar kalium darah lebih dari 5,5

mEq/L, 6) jumlah asupan cairan = jumlah urine 24 jam + (500ml –

750ml).

Pengaturan makanan bedasarakan pedoman oleh Kemenkes (2011)

terbagi menjadi dua yaitu bahan makanan yang dianjurkan dan bahan

Page 34: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anatomi dan Fisiologi Sistem ...

34

makanan yang dibatasi. Bahan makanan yang dianjurkan adalah: 1)

sumber karbohidrat seperti nasi, roti putih, mie, makaroni, spageti,

sagu, lontong, bihun, jagung, makanan yang terbuat dari tepung –

tepungan, gula madu, sirup, permen, 2) sumber protein: telur, ayam,

daging, ikan, hati, susu, es krim, yogurt, kerang, cumi, udang, kepiting,

lobster, harus sesuai anjuran, 3) buah – buahan: nanas, pepaya, jambu

biji, sawo, pear, strawberi, apel, anggur, jeruk manis, harus sesuai

anjuran, 4) sayur – sayuran: ketimun, terung, tauge, buncis, kangkung,

kacang panjang, kol, kembang kol, wortel, dalam jumlah sesuai anjuran.

Sedangkan bahan yang dibatasi adalah yang mengandung kalium tinggi

seperti: alpokat, belimbing, durian, nangka, daun singkong, paprika,

bayam, daun pepaya, jantung pisang, kelapa, kacang tanah, kacang

hijau, kacang kedelai, coklat, kentang ubi, singkong, pengganti garam

yang menggunakan kalium. Air minum dan kuah sayur yang

berlebihan.

Adapun hal – hal yang perlu diperhatikan dalam pengaturan diet end

stage renal disease yang menjalani hemodialisa (Kemenkes 2011),

antara lain:

1) Makanan secara teratur, porsi kecil tetapi sering

2) Diet hemodialisa ini harus direncanakan perorangan karena nafsu

makan pasien umumnya rendah sehingga perlu diperhatikan

makanan kesukaan pasien

Page 35: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anatomi dan Fisiologi Sistem ...

35

3) Untuk membatasi banyaknya jumlah cairan, masakan sebaiknya

dibuat tidak berkuah misalnya:ditumis, dikukus, dipanggang,

dibakar, digoreng

4) Bila ada edema, tekanan darah tinggi, perlu mengurangi garam dan

menghindari bahan makanan sumber natrium lainnya seperti:

minuman bersoda, kaldu instan, ikan asin, telur asin, makanan yang

diawetkan, bumbu instant

5) Hidangkan makanan dalam bentuk menarik sehingga menimbulkan

selera makan

6) Makanan tinggi kalori seperti sirup, madu, permen, dianjurkan

sebagai penambah kalori, tetapi hendaknya tidak diberikan dekat

waktu makan, karena mengurangi nafsu makan

7) Agar meningkatkan cita rasa, gunakanlah lebih banyak bumbu-

bumbu seperti bawang, jahe, kunyit, salam, dll

8) Cara untuk mengurangi kalium dari bahan makanan : cucilah

sayuran, buah, dan bahan makanan lain yang telah dikupas dan

dipotong-potong kemudian rendamlah bahan makanan dalam air

pada suhu 50-60 derajat celcius (air hangat) selama 2 jam,

banyaknya air 10 kali bahan makanan. Air dibuang dan bahan

makanan dicuci dalam air mengalir selama beberapa menit. Setelah

itu masaklah. Lebih baik lagi jika air yang digunakan untuk

memasak banyaknya 5 kali bahan makanan.

Page 36: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anatomi dan Fisiologi Sistem ...

36

c. Pengaturan Tidur.

Gangguan tidur pada klien hemodialisa disebabkan oleh ketergantungan

klien terhadap mesin hemodialisa yang merupakan stressor sehingga

dapat menimbulkan depresi pada klien hemodialisa dengan prevalensi

15-69%. Kondisi depresi dapat mempengaruhi fisik klien sehingga

timbul fatigue dan gangguan tidur mempengaruhi kualitas tidur dari

segi tercapainya jumlah atau lamanya tidur. Kualitas tidur adalah

kepuasan seseorang terhadap tidur yang dapat ditentukan oleh

seseorang mempersiapkan pola tidur pada malam hari, seperti

kedalaman tidur, kemampuan untuk tetap tertidur, kemudahan untuk

tertidur tanpa bantuan medis. Kualitas tidur yang baik dapat

memberikan perasaan tenang di pagi hari, perasaan energik, dan tidak

mengeluh gangguan tidur (Potter & Perry, 2013). Penelitian yang

dilakukan Horigan (2012) menyatakan bahwa kualitas tidur yang buruk

memiliki hubungan dengan terjadinya fatigue, dengan tidur yang cukup

secara siginifikan berkorelasi dapat menurunkan tingkat kelelahan.

Penanganan gangguan tidur yang dapat dilakukan pada klien end stage

renal disease yang menjalankan hemodialisa dengan meningkatkan

waktu tidur dan kualitas tidur melalui perilaku tidur sehat, misalnya:

melakukan pengaturan pada jadwal tidur baik saat mulai tidur atau saat

bangun tidur, hindari tidur siang yang terlalu lama, tidak tidur dalam

kondisi perut lapar dan hindari makan sesaat sebelum tidur, melakukan

latihan/olahraga ringan seperti relaksasi otot progresif, hindari rasa

Page 37: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anatomi dan Fisiologi Sistem ...

37

cemas dengan berdoa sebelum tidur, buat ruangan tidur yang nyaman

dan tenang.

d. Sumber Support.

Melibatkan orang terdekat merupakan bagian usaha untuk melakukan

management self care fatigue dengan baik. Sumber support dari

keluarga, orang tua dan teman terdekat dapat memberikan motivasi

yang baik dalam menjalankan kehidupan. Bentuk support dari berbagai

sumber dari orang terdekat dapat membantu mengurangi depresi pada

klien yang menjalani hemodialisa. Penelitian yang dilakukan Nurmala

(2013) terhadap 8 partisipan dengan metode kualitatif menemukan

bahwa dukungan keluarga seperti pasangan suami/ istri, orang tua dan

sesama klien yang menjalankan hemodialisa terhadap tingkat fatigue

pada klien yang menjalankan hemodialisa dapat memberikan semangat

klien dalam melakukan management self care dengan baik.

3. Faktor yang Mempengaruhi Management Self Care Fatigue.

a. Usia

Penambahan usia mengakibatkan berkurangnya fungsi organ, dan bila

diringi dengan patologi end stage renal disease akan mengakibatkan

fisik mengalami fatigue. Usia mempunyai hubungan yang positif

terhadap self care. Semakin meningkat usia maka akan terjadi

peningkatan aktifitas self care. Peningkatan usia menyebabkan

terjadinya peningkatan kedewasaan/kematangan seseorang sehingga

klien dapat berfikir secara rasionaltentang manfaat yang akan dicapai

Page 38: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anatomi dan Fisiologi Sistem ...

38

jika klien melakukan aktvitas self care secara adekuat dalam

kehidupannya sehari – hari (Sousa et al, 2005). Penelitian yang

dilakukan Sulistini (2012) pada klien hemodialisa disajikan dalam data

numerik didapatkan usia minimum 21 tahun dan maksimum 73 tahun

dengan rata – rata usia 45 tahun. Sedangkan penelitian Sodikin dan

Suparti (2015) didapatkan hasil usia < 48 tahun sebanyak 30 orang dan

≥ 48 tahun sebanyak 50 orang. Penelitian yang dilakukan Nasution

(2013) didapatkan hasil usia responden dari 18 sampai 65 tahun dan

menyimpulkan bahwa semakin meningkat usia maka akan semakin

meningkat manajemen diri yang dilakukan oleh pasien selama

menjalani hemodialisa.

b. Jenis Kelamin

Jenis kelamin memberikan kontribusi yang nyata terhadap self care.

Dijelaskan bahwa klien dengan jenis kelamin perempuan menunjukan

perilaku self care lebih baik dibandingkan dengan klien berjenis

kelamin laki – laki. Aktivitas self care harus dilaksanakan oleh klien

baik laki – laki maupun perempuan, hanya saja pada kenyataannya

perempuan tampak lebih peduli terhadap kesehatannya sehingga ia

berupaya secara optimal untuk melakukan perawatan mandiri terhadap

penyakit yang dialaminya (Sousa et al, 2005). Pasien berjenis kelamin

laki – laki lebih banyak mengalami end stage renal disease

dibandingkan dengan wanita diungkapkan oleh Sodikin (2015) laki –

laki berjumlah 54,4% dan diikuti oleh wanita 45,6%. Penelitian juga

dilakukan oleh Sulistini (2012) menunjukan hal yang sama bahwa laki

Page 39: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anatomi dan Fisiologi Sistem ...

39

– laki lebih banyak mengalami end stage renal disease sebesar 54,9%

daripada wanita sebesar 45,1%. Mollaogu (2009) menyatakan bahwa

jenis kelamin wanita lebih banyak mengalami fatigue dibandingkan

dengan laki – laki. Perempuan lebih mudah membicarakan tentang

penyakit dan masalah yang dialami sehingga mudah mendeteksi terjadi

fatigue. Hasil penelitian Nasution (2013) bahwa tidak ada hubungan

antara jenis kelemin terhadap manajemen diri pada klien hemodialisa p

value (0,546). Pada dasarnya manajemen diri dilakukan oleh semua

pasien yang menjalani hemodialisa baik laki – laki maupun wanita,

penelitiannya menunjukan kedua jenis kelamin memiliki manajemen

diri yang baik.

c. Pendidikan.

Tingkat pendidikan sangat berpengaruh terhadap perubahan sikap

menuju perilaku hidup sehat. Tingkat pendidikan yang tinggi akan

memudahkan seseorang memperoleh dan mencerna informasi untuk

kemudian menentukan pilihan dalam perawatan kesehatannya dan

menerapkan pola hidup sehat (Callaghan, 2005). Didukung oleh

penelitian Sulistini (2012) bahwa ada hubungan tingkat pendidikan

terhadap fatigue, hal ini berkaitan dengan pemahaman klien terhadap

perawatan diri yang dilakukan sehingga mampu mengelola fatigue yang

dialami, penelitian ini juga sejalan dengan yang dilakukan oleh

Mollauglu (2009).

Page 40: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anatomi dan Fisiologi Sistem ...

40

d. Pengetahuan.

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan terjadi setelah orang

melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu melalui panca

indra manusia. Pengetahuan atau kognitif merupakan dominan yang

sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (Notoatmodjo,

2012). Domain kognitif mempunyai 6 tingkatan: dapat diterima melalui

informasi atau edukasi grup pada klien hemodialisa sehingga menjadi

tahu dari materi yang dipelajari seluruhnya (tahu/know), dari informasi

yang diterima dapat memahami materi terebut (memahami/

comprehension), dapat melakukan tindakan dari pemahaman materi

yang diberikan (aplikasi/ application), kemampuan dalam menganalisis

pada setiap tindakan yang dilakukan (analisis/ analysis), kemampuan

dalam menghubungkan tindakan mengatasi masalah sehingga tercapai

(sintesisi/ synthesis), keberhasilan dalam melakukan tindakan yang

dilakukan dalam mengatasi fatigue (evaluasi/ evaluation):. Pengukuran

pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang

menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian

atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau

kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkatan diatas (Notoatmodjo,

2012).

Kurangnya pengetahuan akan mempengaruhi klien end stage renal

disease yang menjalani hemodialisa untuk melakukan management self

care fatigue. Sulit untuk mengenal tanda dan gejala fatigue yang

dirasakan, sulit mengambil keputusan yang tepat untuk mengatasi

Page 41: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anatomi dan Fisiologi Sistem ...

41

masalah fatigue. Memiliki hambatan dalam melakukan strategi

management self care fatigue seperti latihan fisik, pengaturan diet, tidur

yang cukup dan adanya dukungan orang terdekat. Terdapat penelitian

terkait dengan hubungan pengetahuan terhadap management self care

pada pasien hemodialisa yang dilakukan Triana (2015) didapatkan hasil

p value = 0,003 menyimpulkan bahwa pengetahuan yang baik sebagai

dasar untuk melakukan tindakan yang baik. Pengetahuan yang baik bisa

didapatkan melalui informasi yang diterima oleh pasien, informasi

tersebut dapat diperoleh dengan berbagai metode, salah satunya adalah

dengan metode edukasi.

F. Konsep Edukasi.

Pada jaman yang makin maju, di Amerika Serikat mulai dikenalkan metode

edukasi kesehatan yang bersifat formal, oleh Lamuel Shuttuck, ia menyusun

pelajaran edukasi untuk diajarkan di sekolah – sekolah. Sejalan dengan

perkembangan lmu Kesehatan Masyarakat, maka disiplin ilmu ini pun menjadi

bagian kegiatan dari kesehatan masyarakat. Selanjutnya materi dari ilmu edukasi

makin membentuk jaringan sistemnya. Ilmu komunikasi, ilmu perilaku manusia,

ilmu belajar mengajar, kemudian digabungkan menjadi satu sistem untuk

mendukung kesuksesan sistem kegiatan edukasi masyarakat (Machfoedz, 2009).

Di Indonesia, dari catatan sejarah mengenai edukasi secara formal, pada jaman

penjajahan Belanda tidak tampak jelas adanya kegiatan edukasi tersebut. Kini

memasuki abad ke – 21, telah dicanangkan Gerakan Pembangunan Berwawasan

Page 42: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anatomi dan Fisiologi Sistem ...

42

Kesehatan yang dilandasi paradigma baru di bidang kesehatan, yaitu disebut

paradigma sehat (Machfoedz, 2009).

1. Pengertian Edukasi

Edukasi merupakan salah satu peran keperawatan yang penting. Masa rawat

inap yang semakin pendek, peningkatan tuntunan waktu bagi perawat,

peningkatan jumlah klien dengan penyakit kronis, dan kebutuhan untuk

memberikan informasi yang tepat bagi klien dengan penyakit akut, semakin

menekankan kepentingan kualitas edukasi klien (Patricia, 2009). Sedangkan

edukasi kesehatan atau Health Education mengacu pada NIC (Nursing

Intervention Classification) adalah mengembangkan dan menyediakan

instruksi dan merupakan pengalaman belajar untuk memfasilitasi adaptasi

terkontrol pada perilaku yang kondusif untuk hidup sehat, pada individu,

keluarga, group atau komunitas (Dotchterman, 2008).

Edukasi merupakan proses interaktif yang mendorong terjadinya

pembelajaran, dan pembelajaran merupakan upaya menambah pengetahuan

baru, sikap, serta keterampilan melalui penguatan praktik dan pengalaman

tertentu (Potter & Perry 2013). Edukasi merupakan suatu proses dimana

proses tersebut mempunyai masukan (in put) dan keluaran (out put) di

dalam suatu proses edukasi yang menunuju tercapainya tujuan pendidikan

yakni perubahan prilaku, di pengaruhi oleh faktor masukan, metode dan

faktor materi atau pesananya, pendidikan yang dapat dipakai agar dicapai

suatu hasil yang optimal. Maka faktor-faktor tersebut harus bekerja sama

secara harmonis (Notoatmodjo, 2012).

Page 43: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anatomi dan Fisiologi Sistem ...

43

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa edukasi merupakan

pemberian pengalaman yang berupa informasi tentang kesehatan yang

diperlukan untuk meningkatkan perilaku individu, keluarga dan masyarakat

untuk hidup sehat. Edukasi pada klien dirumah sakit adalah pemberian

infomasi tentang kesehatan yang diperlukan untuk melanjutkan program

pengobatan, rehabilitasi, pencegahan penyakit dan peningkatan kesehatan

yang dapat dilakukan dirumah sakit sehingga dapat mengembalikan dan

meningkatakan status kesehatan dalam mencapai derajat kesehatan yang

optimal.

2. Tujuan Edukasi

Menurut Edelman tahun 2002 dalam Delaune, 2006, tujuan edukasi

kesehatan adalah membantu individu mencapai tingkat kesehatan yang

optimal melalui tindakannya sendiri. Memberikan edukasi adalah salah satu

fungsi penting perawat dalam memenuhi kebutuhan klien terhadap

informasi. Tanggung jawab perawat adalah menjembatani kesenjangan yang

terjadi antara pengetahuan klien dengan kebutuhan klien akan informasi

untuk mencapai kesehatan yang optimal. Tujuan edukasi dalam keperawatan

adalah untuk meningkatkan status kesehatan, mencegah timbulnya penyakit

dan bertambahnya masalah kesehatan meningkatkan derajat kesehatan yang

sudah ada, memaksimalkan fungsi dan potensi selama dirumah sakit serta

membantu klien dan keluarga untuk mengatasi masalah kesehatan.

Edukasi bertujuan untuk mengubah prilaku individu atau masyarakat dan

prilaku yang tidak sehat menjadi sehat. Prilaku yang tidak sehat merupakan

Page 44: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anatomi dan Fisiologi Sistem ...

44

salah satu penyabab dari masalah kesehatan, dan edukasi diharapkan

mampu mengubah perilaku individu sehingga mampu mencapai kondisi

sehat. Menurut Bloom perilaku manusia terdiri dari 3 domain yang meliputi

kognitif, afektif dan psikomotor. Terbentuknya perilaku manusia pada

dasarnya diawali pada domain kognitif (perubahan pengetahuan) kemudian

diikuti dengan respon batin dalam bentuk sikap dan menimbulkan respon

yang lebih jauh beruapa tindakan (Notoadmodjo, 2012). Berdasarkan teori

tersebut menjelaskan bahwa program edukasi klien bertujuan untuk

mengurangi resiko yang menggangu kesehatan.

Adapun tujuan khusunya meliputi :

a. Memberi pengetahuan bagi klien.

Pada klien mengetahui tentang kondisi penyakit, semua berhubungan

dengan penyakit yang dideritanya serta keterampilan yang diperlukan

untuk perawat secara mandiri. Pemberian edukasi akan menyebabkan

klien mengenal dan mengambil tindakan yang tepat yang berhubungan

dengan penyakitnya.

b. Mengurangi kecemasan dan ketakutan

Kurang pengetahuan terhadp penyakit yang dideritanya sering kali

menyebabkan klien menjadi cemas, gelisah takut dan merasa tidak

berdaya. Edukasi tentang kondisi penyakitnya diharapkan mampu

mengurangi atau menghilangkan perasaan cemas, karena jaminan

kepastian yang mereka miliki.

c. Memberikan kepuasan klien terhadap perawatan

Pengetahuan yang dimiliki klien setelah pemberian edukasi merupakan

pedoman bagi klien untuk berprilaku. Klien akan merasa puas jika

Page 45: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anatomi dan Fisiologi Sistem ...

45

mereka telah mengenal dan memilki pedoman perilaku untuk melakukan

perawatan mandiri dan berkelanjutan guna mencapai peningkatan status

kesehatan.

d. Meningkatkan kepercayaan klien dan menolong dirinya sendiri

Edukasi akan mengubah pengetahuan dan kemampuan klien

berhubungan dengan penyakitnya. Pengetahuan dan kemampuan yang

telah dimilki menyebabakan klien merasa lebih percaya bahwa dirinya

mampu menolong dirinya sendiri sebatas kewenangannya. Rasa percaya

diri dapat pula membantu klien dalam menjalankan program pengobatan,

perawatan dan rehabilitasi

e. Memenuhi rencana pengobatan masalah kesehatan klien

Perubahan pengetahuan klien setelah mendapatkan informasi tentang

rencana pengobatan dan perawatan, dapat menyebabkan klien lebih

mudah untuk dia ajak kerjasama dalam program pengobatan. Hal ini

karena klien telah mengetahui tujuan dan mamfaat program pengobatan

yang memberikan keuntungan bagi mereka

f. Meningkatkan pengetahuan tentang gejala dan komplikasi dan

pertolongan darurat.

Edukasi diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dan kemampuan

klien dan kelurganya dalam mengenal gejala dan tanda komplikasi dari

penyakit yang diderita. Mereka juga diharapkan lebih mengenal tindakan

darurat yang diperlukan sehingga dapat mencegah terjadinya kecacatan

dan kematian dini.

Page 46: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anatomi dan Fisiologi Sistem ...

46

3. Metode Edukasi

Metode yang digunakan dalam edukasi didasarkan pada tujuan yang akan

dicapai (Maulana, 2009). Ada beberapa metode dalam memberikan edukasi,

yaitu :

a. Metode Ceramah

Ceramah adalah pidato yang disampaikan oleh seseorang pembicara

didepan sekelompok pengunjung. Ada beberapa keunggulan metode

ceramah :

1) Dapat digunakan pada orang dewasa.

2) Penggunaan waktu yang efisien.

3) Dapat dipakai pada kelompok yang besar.

4) Tidak terlalu banyak melibatkan alat bantu pengajaran.

5) Dapat dipakai untuk memberi pengantar pada pelajaran atau suatu

kegiatan.

b. Metode Diskusi Kelompok (Edukasi Grup).

Diskusi kelompok adalah percakapan yang direncanakan atau

dipersiapkan di antara tiga orang atau lebih tentang topik tertentu dengan

seseorang pemimpin. Edukasi grup dapat dibagi menjadi kelompok kecil

berjumlah 3-5 orang, dan kelompok besar berjumlah 3-15 orang atau

lebih. Ada beberapa keunggulan metode kelompok :

1) Memberi kemungkinan untuk saling mengemukakan pendapat.

2) Merupakan pendekatan yang demokratis, mendorong rasa kesatuan

3) Dapat memperluas pandangan atau wawasan.

Page 47: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anatomi dan Fisiologi Sistem ...

47

4) Problem kesehatan yang dihadapi akan lebih menarik untuk dibahas

karena proses diskusi melibatkan semua anggota termasuk orang-

orang yang tidak suka berbicara.

Penggunaan metode diskusi kelompok atau edukasi grup menekan

ketentuan berikut: peserta diberi kesempatan saling mengemukakan

pendapat, problema dibuat menarik, peserta dibantu mengemukakan

pendapatnya, problema perlu dikenal dan diolah, ciptakan suasana

informasi, orang yang tidak suka bicara diberi kesempatan. Metode ini

memiliki perbedaan dengan metode yang hampir mirip seperti panel dan

forum panel, dimana metode tersebut menggunakan beberapa

narasumber atau pemateri. Sedangkan metode kelompok hanya memiliki

satu narasumber. Sehingga metode tersebut memerlukan moderator yang

dapat membawa suasana diskusi lebih menarik (Maulana, 2009).

Proses edukasi grup merupakan salah satu strategi intervensi

keperawatan yang dilakukan bersama – sama dengan klien melalui

pembentukan suatu kelompok yang memiliki permasalahan yang sama.

Beberapa kelompok di masyarakat dkembangkan sesuai dengan inisiatif

dan kebutuhan masyarakat setempat. Intervensi pada edukasi grup

berfokus pada penyelesaian masalah dan manajemen diri. Hal ini

didukung oleh penelitian yang dilakukan Relawati, dkk (2015) tentang

self help group terhadap kualitas hidup pasien hemodialisa didapatkan p

value 0,001, artinya ada pengaruh self help group terhadap kualitas

hidup. Penelitian ini sama dengan metode secara edukasi grup. self help

Page 48: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anatomi dan Fisiologi Sistem ...

48

group (SHG) adalah suatu kelompok dimana setiap anggotanya saling

berbagi masalah baik fisik maupun emosional. Tujuan SHG adalah agar

setiap anggota kelompok bersosialisasi, menceritakan masalah yang

mereka alami dan saling berbagi pengalaman kepada sesama anggota

kelompok. Penelitian juga dilakukan pada kelompok klien diabetes

meletus oleh Rosmawati (2013) didapatkan hasil bahwa terdapat

perbedaan yang signifikan sebelum dan sesudah dilakukan edukasi grup.

Penelitian yang dilakukan Shrader et al (2013), Wulp et al (2012)

menemukan program edukasi pada klien diabetes meletus yang dilakukan

secara kelompok efektif dalam pengontrolan gula darah. Edukasi

kelompok berfokus pada penyelesaian masalah dan manajemen diri,

terdapat banyak ide yang muncul serta sharring pengalaman, berlatih

keterampilan berkomunikasi dan memberikan dukungan sosial.

c. Metode panel

Panel adalah pembicaraan yang sudah direncanakan di depan pengunjung

tentang sebuah topik dan diperlukan tiga panelis atau lebih serta

diperlukan seorang pemimpin.

Beberapa keunggulan metode panel :

1) Dapat membangkitkan pemikiran.

2) Dapat mengemukakan pandangan yang berbeda-beda.

3) Mendorong para anggota untuk melakukan analisis.

4) Memberdayakan orang yang berpotensi.

Page 49: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anatomi dan Fisiologi Sistem ...

49

d. Metode Forum Panel

Forum panel adalah panel yang didalamnya individu ikut berpartisipasi

dalam diskusi. Ada beberapa keunggulan metode forum panel :

1) Memungkinkan setiap anggota berpartisipasi.

2) Memungkinkan peserta menyatakan reaksinya terhadap materi yang

sedang didiskusikan.

3) Membuat peserta mendengar dengan penuh perhatian.

4) Memungkinkan tanggapan terhadap pendapat panelis.

e. Metode permainan Peran

Permainan peran adalah pemeran sebuah situasi dalam kehidupan

manusia dengan tanpa diadakan latihan, dilakukan oleh dua orang atau

lebih untuk dipakai sebagai bahan analisa oleh kelompok. Ada beberapa

keunggulan dari metode permainan peran :

1) Dapat dipakai pada kelompok besar dan kecil.

2) Membantu anggota untuk menganalisa situasi/masalah.

3) Menambah rasa percaya diri peserta.

4) Membantu anggota mendapat pengalaman yang ada pada pikiran

orang lain.

f. Metode symposium

Symposium adalah serangkaian pidato pendek di depan pengunjung

dengan seorang pemimpin. Pidato-pidato tersebut mengemukakan aspek-

aspek yang berbeda dari topik tertentu. Ada beberapa Keunggulan

metode ini yaitu :

Page 50: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anatomi dan Fisiologi Sistem ...

50

1) Dapat dipakai pada kelompok besar maupun kecil.

2) Dapat mengemukakan banyak informasi dalam waktu singkat .

3) Pergantian pembicara menambah variasi dan menjadikan lebih

menarik.

g. Metode demonstrasi

Metode demonstrasi adalah metode pembelajaran yang menyajikan suara

prosedur atau tugas, cara menggunakan alat, dan cara berinteraksi.

Demonstrasi dapat dilakukan secara langsung atau menggunakan media,

seperti radio dan film. Keunggulan metode demonstrasi adalah :

1) Dapat membuat proses pembelajaran menjadi lebih jelas dan lebih

konkret.

2) Lebih mudah memahami sesuatu karena proses pembelajaran

menggunakan prosedur atau tugas dengan dibantu dengan alat

peraga.

3) Peserta didik dirangsang untuk mengamati.

4) Menyesuaikan teori dengan kenyataan dan dapat melakukan sendiri

(rekomendasi).

4. Macam-Macam Alat Peraga Dalam Edukasi

Alat peraga merupakan alat bantu dalam melakukan edukasi yang

digunakan oleh pendidik dalam menyampaikan bahan pendidikan (Maulana,

2009). Ada beberapa alat peraga yang dapat digunakan dalam melakukan

edukasi, yaitu :

Page 51: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anatomi dan Fisiologi Sistem ...

51

a. Alat bantu lihat (visual aids)

Membantu dalam menstimulasi indra mata (penglihatan) pada waktu

terjadinya proses pendidikan. Misalnya slide, film, gambar peta, bola

dunia dan sebagainya.

b. Alat bantu dengar (audio aids)

Yaitu alat yang dapat membantu untuk menstimulasikan indera

pendengar pada waktu proses penyampaian bahan

pendidikan/pengajaran. Misalnya : piring hitam, radio, pita suara, dan

sebagainya.

c. Alat bantu lihat-dengar (audio visual aids)

Yaitu alat yang dapat membantu menstimulasikan indera penglihatan dan

pendengaran pada waktu proses penyampaian bahan pendidikan.

Misalnya : televisi dan video cassete.

5. Media Edukasi

Media edukasi merupakan alat bantu pendidikan yang disampaikan dengan

tujuan untuk mempermudah penerimaan pesan-pesan kesehatan (Maulana,

2009). Media kesehatan tersebut antara lain :

a. Media cetak

1) Booklet, adalah media untuk menyampaikan pesan kesehatan dalam

bentuk buku, baik berupa tulisan maupun gambar.

2) Leaflet, adalah bentuk penyampaian informasi atau pesan kesehatan

melalui lembaran yang dilipat. Isi informasi dalam bentuk kalimat

maupun gambar atau kombinasi.

3) Flyer (selebaran), bentuknya seperti leaflet tetapi tidak berlipat.

Page 52: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anatomi dan Fisiologi Sistem ...

52

4) Flip chart (lembar balik), media penyampaian pesan atau informasi

kesehatan dalam bentuk lembar balik.

5) Rubrik atau tulisan-tulisan pada surat kabar atau majalah yang

membahas suatu masalah kesehatan, atau hal-hal yang berkaitan

dengan kesehatan.

6) Poster ialah bentuk media cetak yang berisi pesan atau informasi

kesehatan, yang biasanya ditempel ditembok-tembok, di tempat-

tempat umum, atau di kendaraan umum.

b. Media elektronik

1) Televisi, informasi yang disampaikan bisa dalam bentuk sandiwara,

sinetron, forum diskusi atau tanya jawab sekitar masalah kesehatan,

pidato (ceramah), TV spot dan sebagainya.

2) Radio, informasi yang disampaiakan dalam bentuk obrolan (tanya

jawab), sandiwara radio, ceramah, radio spot dan sebagainya.

3) Video

4) Slide

5) film strip

c. Media papan (Billboard)

Media papan (Billboard) yang dipasang di tempat-tempat umum dapat

diisi dengan pesan-pesan atau informasi-informasi kesehatan.

Page 53: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anatomi dan Fisiologi Sistem ...

53

Wholliy Compensatory

Sistem

Partially Compensatory

Sistem

Supportive Educatif

Sistem: Edukasi Grup

Sumber: Orem dalam

Alligood & Tomey,

2010

G. Kerangka Teori

Skema 2.1

Kerangka Teori

Penurunan aliran darah ke ginjal

(DM, Hipertensi, Glomerulonefritis, dsb)

LFG < 15%

ESRD

Hemodialisa (HD)

Peningkatan kadar

ureum dan

kreatinin darah

Gangguan

metabolisme

protein

Anemia

Gangguan

keseimbangan

asam basah Intake

nutrisi menurun

mual muntah

(Sumber: Black &

Hawks, 2014,

LeMone, 2015)

Komplikasi Hemodialisa (HD)

Fatigue / Fatigue

Intervensi Keperawatan

Farmakologi Non Farmakologi

Edukasi Grup

Management Self Care

Fatigue

Sumber: (Rhicard,2006

Horigan, 2012)

Faktor mempengaruhi:

Usia

Jenis Kelamin

Tingkat Pendidikan

Pengetahuan

Sumber: (Sousa, 2005,

Callaghan, 2005,

Notoatmodjo, 2012) Fatigue berkurang