Page 1
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi dan Fisiologi Kulit
Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya dari
lingkungan hidup manusia. Kulit merupakan organ yang sangat esensial dan vital
serta merupakan cermin kesehatan dan kehidupan. Kulit juga sangat kompleks, elastis
dan sensitif, serta bervariasi pada keadaan iklim, umur, seks, ras dan lokal tubuh
(Wasita Atmadja, 1997: 111).
Luas permukaan kulit manusia dewasa sebesar 1,5 – 2 m2, dengan berat
sekitar 3 kg dan berperan sebagai lapisan pelindung tubuh terhadap pengaruh dari
luar, baik pengaruh fisik maupun kimia. Meskipun kulit relatif permeable terhadap
senyawa-senyawa kimia, namun dalam keadaan tertentu kulit dapat ditembus oleh
senyawa obat atau bahan berbahaya yang dapat menimbulkan efek terapeutik atau
efek toksik yang bersifat lokal atau sistemik. Selain itu kulit juga merupakan sawar
(barrier) fisiologik yang penting karena mampu menahan penembusan gas, cair,
maupun padat, baik yang berasal dari lingkungan luar tubuh maupun komponen
mikroorganisme (Walters, 2002:10).
Fungsi kulit antara lain: proteksi, absorbsi, eksresi, pengindera sensoris,
pengaturan suhu tubuh, pembentukan pigmen, serta ekspresi emosi (Wasita
Atmadja, 1997: 111). Namun secara umum fungsi kulit adalah:
1. Fungsi proteksi
Menjaga bagian dalam tubuh terhadap gangguan fisik misalnya tekanan,
gesekan, tarikan, gangguan kimiawi, misalnya zat-zat kimia terutama yang bersifat
iritan gangguan yang bersifat panas. Misalnya radiasi, sengatan UV, gangguan
infeksi luar terutama kuman maupun jamur.
2. Fungsi absorbsi
Kulit yang sehat tidak mudah menyerap air, larutan dan benda padat, tetapi
cairan yang mudah menguap lebih mudah diserap, begitupun yang larut lemak.
3. Fungsi ekskresi
Kelenjar-kelenjar kulit mengeluarkan zat-zat yang tidak berguna lagi atau
sisa metabolisme dalam tubuh berupa NaCl, urea, asam urat dan ammonia.
Page 2
7
4. Fungsi persepsi
Kulit mengandung ujung-ujung syaraf sensorik di dermis dan subkutis.
Terhadap rangsangan panas diperankan oleh badan-badan ruffini di dermis dan
subkutis. Terhadap dingin oleh badan Krause. Rabaan diperankan oleh taktil
meissner. Terhadap tekanan diperankan oleh badan vates paccini.
5. Fungsi pengaturan suhu tubuh
Kulit melakukan peranan ini dengan cara mengeluarkan keringat dan
mengerutkan (otot berkontraksi) pembuluh darah kulit.
6. Fungsi pembentukan pigmen
Sel pembentuk pigmen (melanosit) terletak dilapisan basal dan sel ini
berasal dari rigi syaraf.
7. Fungsi keratenisasi
Lapisan epidermis dewasa mempunyai 3 jenis sel utama yaitu keratinosit,
sel langerhans dan melanosit (Tranggono dkk, 11).
Secara patologis kulit tersusun atas 3 lapisan utama dari luar ke dalam yaitu
epidermis, dermis dan endodermis.
Gambar 2.1 Struktur Kulit (Peckham, 2014)
a. Lapisan Epidermis (Walters, 2002: 25. Grassi, Mario, et.al.2007: 53)
Epidermis merupakan lapisan terluar kulit yang mempunyai ketebalan sekitar
50 μm-1,5 mm, tersusun dari 15-25 sel, umumnya berfungsi sebagai penghalang
Page 3
8
terpenting dari hilangnya air, elektrolit, dan atau nutrien tubuh, serta menahan
masuknya senyawa asing dari luar.
Lapisan epidermis ini terdiri atas stratum korneum, stratum lusidum, stratum
granulosum, stratum spinosum, dan stratum basalis. Stratum korneum (lapisan
tanduk) adalah lapisan kulit yang paling luar dan terdiri atas beberapa lapisan sel
gepeng yang mati, tidak berinti dan protoplasmanya sudah berubah menjadi keratin
(zat tanduk).
Stratum lusidum terdapat langsung di bawah stratum korneum, merupakan
lapisan sel gepeng tanpa inti dengan protoplasma yang telah berubah menjadi protein
eleidin. Lapisan ini terdapat jelas ditelapak tangan dan kaki. Ketebalannya berkisar
1%-10% dari total lapisan kulit. Lapisan ini sangat kering mengandung ≤ 15% air dan
terdiri dari beberapa lusin selsel mati berbentuk gepeng yang tersusun tumpang tindih
yang disebut korneosit, mengandung sekitar 65% keratin yaitu suatu protein yang
dihasilkan selama proses deferensiasi. Sel-sel stratum korneum saling berdempet satu
dengan yang lain dan bagian ini merupakan penghalang yang paling penting dari kulit
terhadap masuknya benda-benda asing. Umumnya stratum korneum mempunyai
ketebalan antara 10-20 μm. Stratum korneum ini mempunyai peran penting dalam
mengontrol absorbsi perkutan molekul-molekul obat. Stratum granulosum merupakan
2 atau 3 lapisan sel gepeng dengan sitoplasma berbutir kasar dan terdapat inti sel
diantaranya. Butir-butir kasar ini terdiri atas keratohialin. Mukosa biasanya tidak
mempunyai lapisan ini.
Stratum spinosum terdiri atas beberapa lapisan sel berbentuk poligonal
dengan ukuran bermacam-macam akibat proses mitosis. Protoplasmanya jernih
karena banyak mengandung glikogen dan inti sel terletak ditengah. Sel-sel ini makin
dekat dikulit makin gepeng bentuknya.
Stratum basalis terdiri atas sel-sel kubus yang tersusun vertikal dan pada taut
dermoepidermal berbaris seperti pagar, lapisan ini merupakan dasar epidermis.
b. Lapisan Dermis (Walters, 2002: 25, Grassi, Mario, et.al., 2007: 56)
Lapisan ini disebut juga korium, terletak pada lapisan kulit antara epidermis
dan jaringan lemak subkutan. Tebal lapisan sekitar 1-4 mm, tergantung bagian tubuh.
Page 4
9
Fungsi dermis ini terutama melindungi tubuh dari luka, menjadikan epidermis lebih
fleksibel, penghalang terhadap infeksi dan sebagai organ penyimpan air. Dalam
dermis terdapat kapiler darah, ujung-ujung saraf, pembuluh limfa, kelenjer keringat,
folikel rambut dan kelenjar sebasea.
Lapisan ini jauh lebih tebal dari pada epidermis, terbentuk oleh jaringan
elastis dan fibrosa padat dengan elemen seluler, kelenjar, dan rambut sebagai adneksa
kulit. Lapisan ini terdiri atas:
1. Pars papilaris, yaitu bagian yang menonjol kedalam epidermis, berisi ujung serabut
saraf dan pembuluh darah.
2. Pars Retikularis, yaitu bagian bawah dermis yang berhubungan dengan subkutis,
terdiri atas serabut penunjang kolagen, elastin dan retikulin. Dasar lapisan ini terdiri
atas cairan kental asam hialuronat dan kondroitin sulfat dan sel-sel fibroblast.
Kolagen muda bersifat lentur namun dengan bertambahnya umur menjadi stabil dan
keras.
c. Lapisan Subkutis
Lapisan ini merupakan kelanjutan dermis, terdiri atas jaringan ikat longgar berisi
sel-sel lemak di dalamnya. Sel lemak merupakan sel bulat, besar, dengan inti terdesak
ke pinggir karena sitoplasma lemak yang bertambah. Sel-sel ini membentuk
kelompok yang dipisahkan satu dengan lainnya oleh trabekula yang fibrosa. Lapisan
ini berfungsi sebagai cadangan makan.
Lapisan lemak ini disebut penikulus adiposus yang tebalnya tidak sama pada
tiap–tiap tempat dan juga pembagian antara laki-laki dan perempuan tidak sama
(berlainan). Guna penikulus adiposus adalah sebagian shock beaker atau pegas bila
tekanan trauma mekanis yang menimpa pada kulit, isolator panas atau untuk
mempertahankan suhu, penimbunan kalori, dan tambahan untuk kecantikan tubuh. Di
bawah subkutis terdapat selaput otot kemudian baru terdapat otot (Syaifuddin, 2003:
9). Gangguan pada kulit sering terjadi karena berbagai faktor penyebab, antara lain :
1. Faktor Lingkungan meliputi:
a. Pengaruh Sinar matahari
Page 5
10
Sinar ultraviolet : sinar ultraviolet, meskipun tidak dapat dilihat oleh mata
manusia, merupakan bagian dari sinar matahari yang sangat berpengaruh pada kulit.
Sinar UV dikelompokkan ke dalam 3 jenis, ultraviolet A (UVA), Ultraviolet B
(UVB), dan ultraviolet C (UVC), tergantung pada panjang gelombang. Sinar UV
dalam jumlah kecil bermanfaat karena membantu tubuh menghasilkan Vitamin D.
Meskipun begitu, sinar UV dalam jumlah besar merusak asam deoxyribonucleid
(DNA-bahan genetika tubuh) dan merubah jumlah dan jenis kimia yang membuat sel
kulit. Perubahan ini bertanggungjawab untuk mempengaruhi kerusakan pada sinar
UV, termasuk pembakaran, penuaan kulit prematur, berkerut, dan kanker kulit.
Meskipun UVA menembus ke dalam kulit, UVB bertanggung jawab lebih untuk
mempengaruhi kerusakan sinar UV. Terkena langsung sinar matahari membuat kulit
menua prematur. Terkena sinar matahari langsung bertanggungjawab terhadap
kerutan, halus dan kasar, pigmentasi yang tak teratur, kemerahan, dan bertekstur
kasar pada kulit yang terekspos (Songo, 2007: 29).
b. Pengaruh debu
Salah satu gangguan kulit yang disebabkan oleh debu adalah jerawat. Wajah
menjadi berjerawat karena banyaknya debu dan kotoran yang menempel di kulit atau
di permukaan wajah. Debu dan kotoran tersebut dapat menyumbat pori-pori kulit dan
menyebabkan minyak di lapisan kulit susah keluar. Sehingga terjadi produksi
kelenjar minyak yang berlebihan di kulit, akhirnya wajah sangat mudah terkena
resiko jerawat.
2. Faktor kimia
Eksim Merupakan penyakit kulit yang ditandai dengan kulit kemerah-merahan,
bersisik, pecah-pecah, terasa gatal terutama pada malam hari (eksim kering), timbul
gelembung-gelembung kecil yang mengandung air atau nanah, bengkak, melepuh,
tampak merah, sangat gatal dan terasa panas. Eksim disebabkan karena alergi
terhadap rangsangan zat kimia tertentu seperti yang terdapat dalam detergen, sabun,
obat-obatan dan kosmetik.
Page 6
11
2.2. Tinjauan Tentang Radikal Bebas
2.2.1 Pengertian Radikal bebas
(Bahasa Latin: radicalis) adalah molekul yang mempunyai sekelompok atom
dengan elektron yang tidak berpasangan. Radikal bebas adalah bentuk radikal yang
sangat reaktif dan mempunyai waktu paruh yang sangat pendek. Jika radikal bebas
tidak diinaktivasi, reaktivitasnya dapat merusak seluruh tipe makromolekul seluler,
termasuk karbohidrat, protein, lipid dan asam nukleat (Dawn et al., 2000).
2.2.2 Mekanisme Kerja Radikal Bebas
Mekanisme terbentuknya radikal bebas dapat dimulai oleh banyak hal, baik
yang bersifat endogen maupun eksogen. Reaksi selanjutnya adalah peroksidasi lipid
membran dan sitosol yang mengakibatkan terjadinya serangkaian reduksi asam lemak
sehingga terjadi kerusakan membran dan organel sel (Dawn et al., 2000).
2.2.3 Sumber Radikal Bebas
Radikal bebas dapat dibentuk dari dalam sel oleh absorpsi tenaga radiasi
(misalnya sinar ultra violet, sinar X) atau dalam reaksi reduksi oksidasi yang selama
proses fisiologi normal atau mungkin berasal dari metabolisme enzimatik bahan-
bahan kimia eksogen. Tenaga radiasi dapat melisiskan air dan melepaskan radikal
seperti ion hidroksil dan H+. Radikal bebas lain ialah superoksida yang berasal dari
reduksi molekul oksigen. Oksigen secara normal direduksi menjadi air, tetapi pada
beberapa reaksi terutama yang menyangkut xantin oksidase, O2- dapat dapat
terbentuk (Dawn et al., 2000).
2.2.4 Dampak Negatif Radikal Bebas
Saat ini ditemukan bahwa ternyata radikal bebas berperan dalam terjadinya
berbagai penyakit. Hal ini dikarenakan radikal bebas adalah spesi kimia yang
memiliki pasangan elektron bebas di kulit terluar sehingga sangat reaktif dan mampu
bereaksi dengan protein, lipid, karbohidrat, atau DNA. Reaksi antara radikal bebas
dan molekul itu berujung pada timbulnya suatu penyakit. Efek oksidatif radikal bebas
dapat menyebabkan peradangan dan penuaan dini. Lipid yang seharusnya menjaga
Page 7
12
kulit agar tetap segar berubah menjadi lipid peroksida karena bereaksi dengan radikal
bebas sehingga mempercepat penuaan (Sofia, 2005).
Peroksidasi molekul lemak mengubah atau merusak struktur molekul lemak.
Akibat akhir dari peroksidasi lemak ini adalah terputusnya rantai asam lemak menjadi
berbagai senyawa yang bersifat toksik terhadap sel seperti malondialdehid (untuk
selanjutnya ditulis MDA), etana dan pentana. MDA terdapat di dalam darah dan urin
serta digunakan sebagai indikator adanya kerusakan akibat radikal bebas. Reaksi
peroksidasi lemak yang terus menerus terjadi dapat menyebabkan berbagai macam
penyakit seperti kanker, jantung, dan penyakit degenaratif lainnya (Suryohudoyo,
1993).
2.2.5 Mekanisme Pertahanan Tubuh
Antioksidan merupakan pertahanan utama untuk memerangi kerusakan akibat
radikal bebas dan sangat dibutuhkan untuk mengoptimalkan pemeliharaan kesehatan
tubuh (Percival, 1998).
2.3 Tinjauan Tentang Antioksidan
2.3.1 Pengertian Antioksidan
Secara kimia senyawa antioksidan adalah senyawa pemberi elektron ( elektron
donor). Secara biologis, pengertian antioksidan adalah senyawa yang dapat menangkal
atau meredam dampak negatif oksidan. Antioksidan bekerja dengan cara mendonorkan
satu elektronnya kepada senyawa yang bersifat oksidan sehingga aktivitas senyawa
oksidan tersebut dapat di hambat. Antioksidan dibutuhkan tubuh untuk melindungi
tubuh dari serangan radikal bebas. Antioksidan adalah suatu senyawa atau komponen
kimia yang dalam kadar atau jumlah tertentu mampu menghambat atau memperlambat
kerusakan akibat proses oksidasi (Winarti,2010).
Antioksidan penting untuk mempertahankan mutu produk pangan serta
kesehatan dan kecantikan. Pada bidang kesehatan dan kecantikan, antioksidan
berfungsi untuk mencegah penyakit kanker dan tumor, penyempitan pembuluh darah,
penuaan dini, dan lain-lain (Tamat et al. 2007; Sayuti dan Yenrina, 2015). Antioksidan
juga mampu menghambat reaksi oksidasi dengan cara mengikat radikal bebas dan
molekul yang sangat reaktif sehingga kerusakan sel dapat dicegah. Reaksi oksidasi
Page 8
13
dengan radikal bebas sering terjadi pada molekul protein, asam nukleat, lipid dan
polisakarida (Winarsi, 2007).
2.3.2 Klasifikasi Antioksidan
Terdapat beberapa cara yang dapat digunakan untuk mengklasifikasi
antioksidan. Menurut Winarno (1984) mengklasifikasikan antioksidan berdasarkan
sumbernya, Ketaren (1986) antioksidan dapat dikelompokkan berdasarkan perbedaan
gugus yang terikat pada cincin benzena. Sedangkan Gordon (1990)
mengklasifikasikan antioksidan berdasarkan mekanisme reaksi.
2.3.2.1 Klasifikasi antioksidan berdasarkan sumbernya
Berdasarkan sumbernya antioksidan dibedakan menjadi dua kelompok yaitu
antioksidan alami dan antioksidan sintetik.
2.3.2.1.1 Antioksidan alami
Antioksidan alami merupakan antioksidan yang diperoleh dari bahan alam.
Senyawa antioksidan yang termasuk ke dalam antioksidan alami antara lain ialah
tokoferol. Tokoferol yang disebut juga dengan vitamin E, merupakan antioksidan
alami yang paling banyak ditemukan dalam minyak nabati dan terdapat dalam bentuk
α, β, γ dan σ tokoferol. Tokoferol mempunyai banyak ikatan rangkap sehingga akan
melindungi lemak dari proses oksidasi (Winarno, 1984). Martin, et al., (1987),
mengatakan bahwa vitamin E memiliki paling sedikit dua peranan metabolik, yaitu
sebagai antioksidan alam yang paling kuat dan larut dalam lemak serta memainkan
peran spesifik dalam metabolisme selenium. Tokoferol bekerja sebagai antioksidan
pemutus rantai sebagai akibat kemampuannya memindahkan hidrogen fenolik ke
radikal peroksil. Struktur dari keempat jenis tokoferol tersebut adalah sebagai
berikut:
2.3.2.1.2 Antioksidan Sintetik
Winarno, (1984) mengatakan bahwa antioksidan sintetik yang sering
digunakan adalah Butylated hydroxyanisole (BHA), Butylated hidroxytoluene
(BHT), Propylgalate (PG), Tert-Butyl Hydroquinone (TBHQ) dan
Nordihydroquaretic Acid (NDGA). Antioksidan sintetik tersebut biasa ditambahkan
ke dalam lemak atau bahan pangan dengan tujuan untuk mencegah ketengikan. BHA
Page 9
14
biasanya digunakan sebagai antioksidan dalam bahan pangan. BHA ini sangat mudah
mengalami degradasi oleh panas dan irradiasi oleh sinar UV. BHT biasanya
ditambahkan pada bahan pangan dengan tujuan mencegah terjadinya proses
autooksidasi. BHT ini merupakan salah satu antioksidan monofenolik. Sedangkan
Tert-Butyl Hydroquinone (TBHQ) merupakan antioksidan difenolik yang biasa
ditambahkan pada makanan.
2.3.2.3 Klasifikasi antioksidan berdasarkan mekanisme reaksi
Berdasarkan mekanisme reaksi, antioksidan terbagi menjadi tiga macam
yaitu antioksidan primer, antioksidan sekunder dan antioksidan tersier.
2.3.2.1.3 Antioksidan Primer
Menurut Gordon (1990), antioksidan primer adalah antioksidan yang
proses reaksinya terjadi pemutusan rantai radikal bebas yang sangat reaktif dan
diubah menjadi senyawa yang stabil atau tidak reaktif. Antioksidan ini dapat berperan
sebagai donor hidrogen atau CB-D (Chain breaking donor) dan dapat berperan
sebagai akseptor elektron atau CB-A (Chain breaking acceptor). Winarno (1984)
mengatakan, antioksidan primer adalah suatu zat atau senyawa yang dapat
menghentikan reaksi berantai pembentukan radikal bebas yang melepaskan hidrogen.
Antioksidan primer ini dapat berasal dari alam atau sintetis. Salah satu contoh
antioksidan primer adalah Butylated hidroxytoluene (BHT).
2.3.2.1.4 Antioksidan Sekunder
Antioksidan sekunder adalah suatu zat atau senyawa yang dapat mencegah
kerja prooksidan. Prooksidan adalah suatu senyawa yang dapat mempercepat
terjadinya proses oksidasi. Senyawa yang tergolong antioksidan sekunder ini bersifat
sinergis, yaitu interaksi antara dua antioksidan yang dapat meningkatkan efektifitas
antioksidan tersebut. Mekanisme reaksi sebagai antioksidan yang terjadi dapat berupa
penyerapan terhadap sinar UV (UV absorber), sebagai contoh senyawa flavonoid.
Mekanisme lain dapat berupa deaktivator dari ion logam (metal deactivator), yaitu
melalui pembentukan senyawa kompleks, contoh dalam bidang farmasi yang sering
digunakan adalah etilendiamintetraasetat (EDTA), asam sitrat, asam tartrat dan
beberapa asam amino. Asam – asam organik tertentu, biasanya dikarboksilat atau
Page 10
15
trikarboksilat dapat mengikat logam – logam (sequestran), sebagai contoh salah satu
molekul asam sitrat akan mengikat prooksidan Fe seperti yang dilakukan pada
minyak kedelai. Etilendiamintetraasetat (EDTA) adalah sequestran logam yang sering
digunakan dalam minyak salad (Winarno, 1984).
2.3.2.3.3 Antioksidan Tersier
Antioksidan tersier berperan dalam mekanisme biomolekuler, seperti
memperbaiki kerusakan sel dan jaringan yang disebabkan radikal bebas (Kartikawati,
1999).
2.4 Tinjauan Tentang Kosmetika
2.4.1 Pengertian Kosmetika
Kosmetika merupakan sediaan kimiawi yang sangat diperlukan untuk
penampilan sebagai bagian dari rasa percaya diri. Penggunaan kosmetik ternyata
selain dapat memperbaiki emosi, mengurangi stress, dan juga dapat mempengaruhi
sistem imun. Sediaan yang pada awalnya hanya dipakai untuk membersihkan
kemudian berkembang menjadi sediaan yang ditujukan untuk mengganti penampilan
(Pravitasari, 2011).
2.4.2 Klasifikasi Kosmetika
Menurut Tranggono dan Latifah (2007), Penggolongan menurut kegunaannya
bagi kulit;
1) Kosmetik perawatan kulit (skin care cosmetics)
Jenis ini perlu untuk merawat kebersihan dan kesehatan kulit. Termasuk di
dalamnya :
a. Kosmetik untuk membersihkan kulit (cleanser) : sabun, cleansing cream,
cleansing milk, dan penyegar kulit (freshener).
b. Kosmetik untuk melembabkan kulit (moisturizer), misalnya moisturizer
cream, night cream, anti wrinkle cream.
c. Kosmetik pelindung kulit, misalnya sunscreen cream dan sunscreen
foundation, sun block cream /lotion.
Page 11
16
d. Kosmetik untuk menipiskan atau mengamplas kulit (peeling), misalnya
scrub cream yang berisi butiran-butiran halus yang berfungsi sebagai
pengamplas.
2) Kosmetik riasan (dekoratif atau make up)
Jenis ini diperlukan untuk merias dan menutup cacat pada kulit sehingga
menghasilkan penampilan yang lebih menarik serta menimbulkan efek
psikologis yang baik, seperti percaya diri. Dalam kosmetik riasan, peran zat
warna dan pewangi sangat besar.
Dalam kosmetik riasan, peran zat warna dan pewangi sangat besar.Kosmetik
dekoratif terbagi menjadi 2 (dua) golongan, yaitu :
a. Kosmetik dekoratif yang hanya menimbulkan efek pada permukaan dan
pemakaian sebentar, misalnya lipstik, bedak, pemerah pipi, eye-shadow, dan lain-
lain.
b. Kosmetik dekoratif yang efeknya mendalam dan biasanya dalam waktu lama
baru luntur, misalnya kosmetik pemutih kulit, cat rambut, pengeriting rambut,
dan lain-lain.
2.5 Tinjauan Tentang Tanaman
2.5.1 Marigold (Tagetes erecta L.)
Marigold merupakan tanaman yang biasa ditanam di kebun atau halaman
sebagai tanaman hias. Nama lain dari tanaman ini adalah randa kencana, ades, bunga
tahi ayam atau yang lebih sering dikenal oleh masyarakat adalah bunga tahi kotok.
Marigold berasal dari Meksiko dan biasa digunakan sebagai obat tradisional sebagai
fungisida, dan sebagai karangan bunga dalam tujuan keagamaan (Vasudevan et al.,
1997; Yolanda, 2012). Marigold sering disebut sebagai kenikir, gemintir (Bali), randa
kencana, ades (Indonesia), dan tahi kotok (Sunda) (Yolanda, 2012).Tanaman ini salah
satu tanaman herbal yang mempunyai aroma menyengat dan sangat mudah tumbuh di
Indonesia (Astuti, 2003). Marigold memerlukan waktu yang singkat untuk mencapai
umur panen yaitu berkisar 35-40 hari, sehingga cocok untuk ditanam berdampingan
dengan tanaman pertanian lain dan dapat digunakan sebagai pagar dari tanaman
Page 12
17
pertanian lain (Girwani et al., 1990). Tanaman ini memiliki 59 spesies, berikut adalah
tanaman marigold dapat dilihat pada Gambar 2.2.
Gambar 2.2 Bunga dan Tanaman Marigold (Bali Gemitir, 2015; KAU Agri, 2013)
Marigold adalah tumbuhan tahunan yang dapat tumbuh pada tanah dengan pH
netral di daerah yang panas, cukup sinar matahari dan drainase baik. Menurut Astuti
(2003) marigold berasal dari Meksiko merupakan tanaman yang memiliki batang
tegak, percabangan tidak banyak dan tingginya 0,5-1 m. Marigold memiliki bunga
berbentuk bonggol, tunggal atau terkumpul dalam malai rata yang jarang dan
dikelilingi oleh daun pelindung yang berwarna hijau gelap dengan tekstur yang
bagus, berakar tunjang dan dapat berkembang biak dengan biji. Bunga marigold
merupakan bunga bertangkai panjang dan ujung tangkainya membesar. Bunga
memiliki susunan mahkota bunga rangkap, warna cerah yaitu putih, kuning, oranye
hingga kuning keemasan atau berwarna ganda (Winarto, 2010). Daun menyirip gasal,
tajuk daun kedua sisi berjumlah 5-9 dengan panjang 5-9 cm dan bergerigi, di dekat
tepi daun terdapat bintik-bintik kelenjar bulat.
2.5.2 Klasifikasi Tanaman Marigold
Taksonomi tanaman marigold diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Asterales
Famili : Asteraceae
Page 13
18
Genus : Tagetes
Jenis : Tagetes erecta
(Van Steenis, 2005)
2.5.3 Kandungan dan Manfaat Tanaman Marigold
Marigold mengandung karotenoid sebanyak 68 mg/100 g (Piccaglia et al.,
1998). Karotenoid yang terdapat dalam marigold adalah karotenoid yang berwarna
kuning seperti karoten (alfa dan beta karoten) dan xantofil (lutein dan zeaxantin)
(Handelman, 2001).
Menurut penelitian fitokimia yang dilakukan oleh Farjana et al (2009) dan
Ruddock et al (2011) dalam Priyanka et al (2013), berbagai macam bagian dari
tanaman marigold yang diisolasi menghasilkan kandungan kimia yang berbeda sepeti
thiopenes, flavonoid, karotenoid dan triterpenoid. Tanaman marigold diketahui
mengandung quercetagetin, glukosida dari quercetagatin, fenol, syringic acid, methyl-
3,5-dihidroxy-4-methoxy benzoate, quercetin, thienyldan etl gallate. Dua kandungan
utama yang ada di bunga marigold. adalah flavonoid dan karotenoid (Vasudevan et
al., 1997).
Karotenoid lutein ester, khususnya, telah diidentifikasi sebagai komponen
pigmen utama pada bunga marigold (Gong et al., 2012). Bunga marigold juga dapat
digunakan sebagai sumber karotenoid. Karotenoid yang berasal dari ekstrak bunga
marigold secara komersial digunakan sebagai pewarna dan suplemen makanan. Salah
satu karotenoid yang sering dijumpai adalah lutein. Ekstrak bunga marigold yang
dianalisis dengan LC-MS telah diketahui mengandung lutein (Breithaupt et al.,
2002). Lutein adalah oksikarotenoid, atau xantofil, yang mengandung 2 kelompok
akhir siklik (satu beta dan satu cincin alfa-ionone) dan struktur isoprenoid C-40 dasar
yang umum untuk semua karotenoid dan merupakan salah satu unsur utama dan
pigmen utama bunga marigold. Marigold adalah salah satu sumber lutein yang paling
pekat yaitu 80-90% lutein (Quackenbush and Miller, 1972). Kandungan lutein pada
marigold dapat berfungsi sebagai antioksidan (Zhang et al., 1991) serta dapat
meningkatkan fungsi kekebalan, menekan pertumbuhan kanker payudara, serta
menekan pembelahan sel limfosit (Chew et al., 1996).
Page 14
19
Karotenoid adalah pigmen alami yang berkontribusi pada karakteristik warna
kuning, oranye, dan kemerahan dari jaringan tanaman termasuk daun, buah, sayuran,
dan bunga. Mereka memainkan peran penting dalam fotosintesis, photoprotection,
perkembangan, sebagai hormon stres, dan molekul pensinyalan pada tanaman. Selain
itu, warna-warna ini berfungsi untuk menarik agen penyerbuk dan penyebar benih.
Beberapa karotenoid berperan sebagai prekursor vitamin A, yang merupakan
antioksidan yang efisien dan penting untuk nutrisi manusia. Karena properti ini,
konsumsi makanan kaya karotenoid dianggap menawarkan perlindungan terhadap
beberapa jenis kanker, kerusakan kulit akibat sinar UV, penyakit Berikut analisis
fitokimia Tagetes erecta (Devika and Justin, 2014). Flavonoid adalah metabolit
sekunder yang diperkirakan menghasilkan beberapa efek bermanfaat bagi kesehatan
manusia melalui sifat antioksidan dan khelat (Heim et al., 2002).
Tabel II.1 Hasil analisis fitokimia bunga marigold (Basavaraj, 2011).
Tests Ethanolic extract of flowers of
Tagetes erecta
Alkaloid Negative
Carbohydrates Negative
Flavonoid Positive
Steroid Positive
Triterpenoids Positive
Proteins Positive
Saponin Negative
Tannin Positive
Marigold dapat dipertimbangkan sebagai sumber lutein yang baik, lutein ester
dan sebagian besar pigmen (lebih dari 97%) ditemukan pada daun dan bunga
(Piccaglia et al., 1998). Kandungan senyawa -karoten, trans-lutein, lutein ester, dan
xantofil pada marigold digunakan sebagai pewarna makanan, pewarna kosmetik,
antioksidan, antikarsinogen, dan produk obat-obatan. Bunga marigold pada bidang
pertanian efektif dalam pencegahan nematoda pengganggu tanaman dan efektif dalam
menghambat pertumbuhan bakteri (Winarto, 2010).
Page 15
20
Diketahui aktivitas antioksidan dari bunga marigold dilihat dari nilai IC50
beberapa penelitian. Pada hasil penelitian valvoya et al. (2012) didapat IC50 dari
ekstrak bunga Marigold seperti yang tertera pada tabel dibawah ini.
Tabel II.2 IC50 ekstrak bunga marigold (Valvoya et al., 2012)
Sample DPPH assay IC50 (µg/ml)
Methanol Extract 7,5±0,1
Ethanol Extract 7,6±0,1
Petroleum ether fraction 100,1±12,4
Chloroform fraction 23,1±0,2
Ethyl acetate fraction 4,3±0,4
Α-Tocopherol 3,5±0,2
Marigold merupakan tanaman yang digunakan untuk pengobatan dan
digunakan sebagai hiasan serta kegiatan keagamaan. Daun dari tanaman bunga
marigold ini dilaporkan digunakan sebagai pengobatan untuk penyakit ginjal, sakit
pada bagian otot, ulcers dan luka. Bunga dari tanaman marigold digunakan sebagai
penyembuh deman, untuk merdakan epilepsi, asterigent, mencegah perut kembung,
skabies, komplikasi penyakit liver, dan mengobati penyakit mata. Marigold juga
digunakan sebagai antibakteria, antimikroba, antioksidan, repellant (Priyanka et al,
2013).
2.6 Krim
2.6.1 Pengertian Krim
Menurut Farmakope Indonesia V, Krim adalah bentuk sediaan stengah padat
mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar
yang sesuai. Ada 2 tipe krim, krim tipe minyak dalam air dan tipe air dalam minyak
(Anonim, 1979). Krim adalah sediaan semi solid untuk eksternal (kulit). Krim
mempunyai dua sistem atau tipe, yaitu tipe minyak dalam air (M/A) dan tipe air
dalam minyak (A/M). Keduanya dibedakan oleh sifat fisika kimianya terutama dalam
hal penyerapan bahan obat dan pelepasannya dari basis (Banker dan Rhodes, 2002).
Page 16
21
2.6.2 Penggolongan Krim
Krim tipe M/A (vanishing cream) mudah dicuci dengan air, jika digunakan
pada kulit, maka akan terjadi penguapan dan peningkatan konsentrasi dari suatu obat
yang larut dalam air sehingga mendorong penyerapannya ke dalam jaringan kulit.
Tetapi pada umumnya orang lebih menyukai tipe air dalam minyak (A/M), karena
penyebarannya lebih baik, walaupun sedikit berminyak tetapi penguapan airnya dapat
mengurangi rasa panas di kulit (Aulton, 2002).
Krim merupakan sediaan semi padat yang dibagi menjadi dua basis yaitu
basis serap dan basis yang dapat dicuci dengan air. Basis serap dibentuk dengan
penambahan zat-zat yang dapat dicampur dengan hidrokarbon dan zat yang memiliki
gugus polar seperti sulfa, sulfonat, karboksil dan hidroksil.
Basis serap ada 2 jenis yaitu anhidrat dan emulsi. Lanolin anhidrat dan
petrolatum yang hidrofilik merupakan contoh pembawa anhidrat yang menyerap air
untuk membentuk emulsi air dalam minyak, contoh emulsi ini adalah krim pendingin
(cold cream). Emulsi jenis krim pendingin sering menggunakan kombinasi boraks,
malam tawon sebagai pengemulsi, dengan minyak mineral atau minyak nabati
sebagai fase kontinu. Suatu lapisan tipis minyak pelindung tepat berada di kulit sesuai
dengan penguapan air, penguapan air yang lambat memberikan efek mendinginkan
kulit (Lachman dkk, 1994).
Pembuatan krim perlu digunakan zat pengemulsi. Pemilihan zat pengemulsi
harus disesuaikan dengan jenis dan sifat krim yang dikehendaki. Sebagai zat
pengemulsi dapat digunakan emulgid, lemak bulu domba, cetaceum, stearil alkohol,
setil alkohol, trietanolaminil stearat dan golongan sorbitan, polisorbat,
polietilenglikol, sabun (Anonim, 1979). Kestabilan krim akan rusak bila terganggu
sistem pencampurannya terutama disebabkan perubahan suhu dan perubahan
komposisi, disebabkan penambahan salah satu fase secara berlebihan atau
pencampuran dua tipe krim, jika zat pengemulsinya tidak tercampurkan satu sama
lain. Pengenceran krim hanya dapat dilakukan jika diketahui pengencer yang cocok
yang harus dilakukan dengan teknik aseptik (Anonim, 1979).
Page 17
22
Hal yang paling penting untuk diperhatikan dalam pembuatan krim adalah
seleksi terhadap basis yang cocok. Basis harus dapat campur secara fisika dan kimia
dengan obat yang dikandungnya. Basis tidak boleh merusak atau menghambat aksi
terapi dari obat dan dipilih agar dapat melepas obat pada daerah yang diobati. Basis
yang digunakan harus membuat krim menjadi stabil selama masih digunakan untuk
mengobati, stabil pada suhu kamar dan kelembapan udara serta tidak menyebabkan
inkompatibilitas.
2.6.3 Fungsi Krim
Krim berfungsi sebagai bahan pembawa substansi obat untuk pengobatan
kulit, sebagai bahan pelumas untuk kulit, dan sebagai pelindung untuk kulit yaitu
mencegah kontak permukaan kulit dengan larutan berair dan rangsangan kulit (Anief,
2000). Selain itu, menurut British Pharmacopoeia, krim diformulasikan untuk sediaan
yang dapat bercampur dengan sekresi kulit. Sediaan krim dapat diaplikasikan pada
kulit atau membran mukosa untuk pelindung, efek terapeutik, atau profilaksis yang
tidak membutuhkan efek oklusif (Marriot, John F., et al., 2010).
2.6.4 Kualitas Dasar Krim
Kualitas dasar krim, yaitu: (Anief, 2005)
1. Stabil, selama masih dipakai mengobati. Maka krim harus bebas dari
inkompatibilitas, stabil pada suhu kamar, dan kelembaban yang ada dalam
kamar.
2. Lunak, yaitu semua zat dalam keadaan halus dan seluruh produk menjadi
lunak dan homogen.
3. Mudah dipakai, umumnya krim tipe emulsi adalah yang paling mudah dipakai
dan dihilangkan dari kulit.
4. Terdistribusi merata, obat harus terdispersi merata melalui dasar krim padat
atau cair pada penggunaan.
2.6.5 Bahan-bahan Penyusun Krim
Bahan-bahan yang digunakan mencakup emolien, zat sawar, zat humektan,
zat pengemulsi, zat pengawet (Ditjen POM, 1985).
1.Emolien
Page 18
23
Zat yang paling penting untuk bahan pelembut kulit adalah turunan dari
lanolin dan derivatnya, hidrokarbon, asam lemak, lemak alkohol.
2. Zat sawar
Bahan-bahan yang biasa yang digunakan adalah paraffin wax, asam stearat.
3. Humektan
Humektan adalah suatu zat yang dapat mengontrol perubahan kelembaban di
antara produk dan udara, baik didalam kulit maupun diluar kulit. Biasanya bahan
yang digunakan adalah gliserin yang mampu menarik air dari udara dan menahan air
agar tidak menguap.
4.Zat pengemulsi
Zat pengemulsi adalah bahan yang memungkinkan tercampurnya semua
bahan-bahan secara merata (homogen), misalnya gliseril monostearat, trietanolamin
(Wasitaatmadja, 1997).
5.Pengawet
Pengawet adalah bahan yang dapat mengawetkan kosmetika dalam jangka
waktu selama mungkin agar dapat digunakan lebih lama. Pengawet dapat bersifat anti
kuman sehingga menangkal terjadinya tengik oleh aktivitas mikroba sehingga
kosmetika menjadi stabil. Selain itu juga dapat bersifat antioksidan yang dapat
menangkal terjadinya oksidasi (Wasitaatmadja, 1997).
2.7 Emulgator (Emulsifying agent)
Menurut Nasution dkk, 2004, emulsifying agent merupakan bahan yang digunakan
untuk menurunkan tegangan antarmuka antara dua fasa yang dalam keadaan normal
tidak saling bercampur, sehingga keduanya dapat teremulsi. Secara struktur,
emulsifier adalah molekul amfifilik yang memiliki gugus hidrofilik maupun lipofilik
atau gugus yang suka air dan suka lemak dalam satu molekul.
Bahan yang umum dan sering digunakan dalam aplikasi kefarmasian sebagai
emulsifier dan stabilisator adalah sebagai berikut (Ansel,2011) :
1. Bahan yang mengandung karbohidrat alami
Page 19
24
Bahan bahan berikut umumya menghasilkan emulsi tipe m/a. Contoh:
akasia,tragakan, pectin dan agar (Ansel,2011).
2. Bahan mengandung protein
Bahan-bahan ini menghsilkan emulsi m/a sebagai contoh gelatin kasein dan
kuning telur (Ansel,2011).
3. Bahan mengandung alkohol bermolekul tinggi
Bahan ini sebagai agen penebalan dan stabilisator untuk emulsi tipe minyak
dalam air dari lotion atau salep tertentu yang digunakan secara eksternal.
Bahan yang mengandung kolesterol dan turunannya dapat bekerja sebagai
pengemulsi eksternal tipe a/m sebagai contoh stearil alcohol, setil alcohol, dan
gliseril monostearat (Ansel,2011).
4. Agen pembasah (wetting agent) anionic, kationik, nonionic.
a. Anionik
Mempunyai ujung hidrofilik dan lipofilik dengan protein lipofilik yang
dihitung sebagai aktifitas permukaan molekul, pada anionik sebagian
permukaan lipofiliknya bermuatan negatif, contohnya sabun monovalent,
dan polivalen (Ansel,2011).
b. Kationik
Memiliki permukaan lipofilik bermuatan positif. Karena itu kombinasi
antara agen anionic dan kationik tidak dianjurkan karena dapat
menetralisir sifat antara keduanya, contoh: benzalkonium klorida
(Ansel,2011).
c. Nonionik
Tidak memiliki kecenderungan untuk mengionisasi, tergantung pada sifat
masing-masing tipe emulsi m/a ataupun a/m, contoh: ester sorbitan,
gliserol monostearat dan polioksietilen dan turunannya (Ansel, 2011).
5. Bahan mengandung padatan halus atau koloid
Umumnya tipe emulsi m/a. ketika larut bahan ditambahkan ke fase air jika
volume lebih banyak dari fase minyak. Namun jika bahan ini ditambahkan
Page 20
25
dalam fase minyak, dapat membentuk emulsi dengan tipe a/m, sebagai
contoh: bentonit, magnesium klorida dan alumunium hidroksida (Ansel,2011).
2.8 Uji Efektivitas Sediaan Antioksidan Dengan Metode DPPH
Salah satu metode umum yang sering digunakan untuk mengukur aktivitas
antioksidan adalah menggunakan radikal bebas DPPH (1,1 diphenyl- 2-
picrihydrazyl). DPPH merupakan radikal bebas yang stabil pada suhu kamar dan
sering digunakan untuk menilai aktifitas antioksidan beberapa senyawa atau ekstrak
bahan alam. Metode ini dipilih karena sederhana, mudah, cepat, dan peka untuk
menilai aktivitas antioksidan dari senyawa bahan alam (Hanani et al., 2005).
Interaksi antioksidan dan DPPH baik secara transfer elektron atau radikal hidrogen
akan menetralkan karakter radikal bebas dari DPPH, maka dari itu pada metode ini
yang diukur adalah aktivitas penghambatan radikal bebas. Menurut Tjandra et al.,
(2014), setelah larutan sampel dicampurkan dengan DPPH maka aktivitas
perendaman dapat ditandai dengan perubahan warna dari ungu, ungu pudar hingga
kuning.
Reaksi antara antioksidan dengan radikal bebas DPPH, membuat radikal
bebas DPPH menjadi berpasangan dengan atom hidrogen dari antioksidan, sehingga
membentuk molekul DPPH- H (diphenylpicrylhydrazine) yang non radikal. Intensitas
warna dapat diukur menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang
sesuai, biasanya berkisar antara 515-520 nm sehingga aktivitas perendaman radikal
bebas dapat ditentukan (Inggrid dan Susanto, 2014). Parameter yang digunakan untuk
menujukkan aktivitas antioksidan adalah nilai Inhibition Concentration (IC50).
IC50 merupakan bilangan yang menunjukkan konsentrasi larutan sampel yang
mampu mereduksi aktifitas DPPH sebesar 50% (Molyneux, 2004). Setelah
didapatkan nilai IC50, antioksidan dalam suatu zat dapat digolongkan menjadi
beberapa jenis. Menurut Jun et al., (2012) suatu senyawa dikatakan memiliki
antioksidan sangat aktif bila nilai IC50 bernilai ˂ 50 ppm, aktif bila nilai IC50 bernilai
50-100 ppm, sedang bila nilai IC50 101-250 ppm, lemah bila nilai IC50 250-500 ppm,
dan tidak aktif bila nilai IC50 ˃ 500 ppm.
Page 21
26
Gambar 2.3 Struktur molekul DPPH (radikalbebas) dan DPPH- H (non radikal)
(Molyneux, 2004)
Gambar 2.4 Reaksi Penghambatan Radikal DPPH (Schwarz dkk., 2001)
Reduksi terhadap DPPH oleh antioksidan (antosianin) akan menghasilkan
penurunan absorbansi pada panjang gelombang 500-530 nm, semakin banyak DPPH
yang tereduksi oleh antioksidan (antosianin) maka hasil analisis aktifitas antioksidan
berdasarkan rumus akan semakin besar . Aktivitas antioksidan dapat dihitung dengan
rumus berikut ini.
Berdasarkan rumus tersebut, makin kecil nilai absorbansi maka semakin tinggi
nilai aktivitas penangkapan radikal.
2.9 Monografi Bahan
2.9.1 Setil alkohol (HM Unvala, 2009)
Sinonim : Alcohol cetylicus; 1-hexadecanol; n-hexadecyl alcohol
% Aktivitas antioksidan =Absorbansikontrol−Absorbansisampel
Absorbansikontrol x 100%
Page 22
27
Nama kimia : Hexadecan-1-ol
Berat Molekul : 242.44
Rumus Molekul : C16H34O
Rumus Bangun :
Gambar 2.5 Struktur setil alkohol (Rowe et al., 2009)
Pemerian : Merupakan substansi dari lilin, berbentuk serpihan
putih, granul, kubus, memiliki karakter bau yang
menyengat dan tidak berasa.
Titik didih : 316-344ºC
Titik lebur : 45-52ºC
Densitas : 0,908 g/cm3
Kelarutan : Mudah larut dalam etanol (95%) dan eter, kelarutan
meningkat dengan peningkatan suhu, praktis tidak
larut dalam air, pada saat melebur dapat campur
dengan lemak, parafin padat atau cair dan isopropil
miristat.
Rentang kadar : 2-10% (Rowe et al., 2009)
Kegunaan : Coating agent; emulsifying agent; stiffening agent
(Rowe et al., 2009).
Viskositas : ≈ 7 mPa s (7 cP) pada 50 ºC
Stabilitas dan penyimpanan : Setil alkohol stabil dengan adanya asam, basa, cahaya,
atau udara, tidak berubah menjadi tengik. Disimpan
dalam wadah tertutup rapat dan tempat yang kering.
2.9.2 Asam Stearat (LV Allen Jr., 2009)
Asam stearat dapat berfungsi sebagai emulgator dalam pembuatan krim jika
direaksikan dengan basa (KOH) atau trietanolamin untuk menetralkannya (Idson dan
Page 23
28
Lazarus, 1986). Rentang kadar untuk pembuatan krim yaitu 1-20% (Rowe et al.,
2009).
Sinonim : Acidum stearicum; cetylacetic acid
Nama kimia : Octadecanoic acid
Berat Molekul : 284.47 (for pure material)
Rumus Molekul : C18H36O2
Rumus Bangun :
Gambar 2.6 Struktur asam stearat (Rowe et al., 2009)
Pemerian : Asam Stearat berbentuk keras, putih atau agak
kekuningan, mengkilat, berbentuk kristal padat putih
atau serbuk putih kekuningan. Sedikit bau dan
memiliki rasa seperti lemak.
Titik didih : 383°C
Titik lebur : 69–70°C
Densitas : 0,980 g/cm3
Kelarutan : Mudah larut dalam benzena, carbon tetrachlorida,
kloroform, dan eter; Larut dalam ethanol (95%),
heksana, dan propilen glikol; praktis larut dalam air.
Stabilitas dan penyimpanan : Asam stearat merupakan bahan yang stabil; antioksidan
mungkin perlu ditambahhkan. Penyimpanan di tempat
yang tertutup rapat di tempat sejuk dan kering.
Page 24
29
2.9.3 Triethanolamin (TEA)
Gambar 2.7 Struktur trietanolamin (Rowe et al., 2009)
Triethanolamin ((CH₂OHCH₂)₃N) atau TEA merupakan cairan tidak
berwarna atau berwarna kuning pucat, jernih, tidak berbau atau hampir tidak berbau,
dan higroskopis. Cairan ini dapat larut dalam air dan etanol tetapi sukar larut dalam
eter. TEA berfungsi sebagai pengatur pH dan pengemulsi pada fase air dalam sediaan
skin lotion (Departemen Kesehatan Republik Indonesia 1993). TEA merupakan
bahan kimia organik yang terdiri dari amina dan alkohol dan berfungsi sebagai
penyeimbang pH pada formulasi skin lotion. TEA tergolong dalam basa lemah.
(Frauenkron et al, 2002). Konsentrasi yang digunakan untuk emulsifikasi adalah 2-
4% (Goskonda dan Lee, 2005). Trietanolamin merupakan cairan kental, jernih, tidak
berwarna hingga kuning pucat dan sedikit berbau ammonia. Senyawa ini dapat
berubah warna menjadi coklat apabila terpapar udara dan cahaya. Selain itu juga
memiliki kecenderungan untuk memisah dibawa suhu 150C. Homogenitasnya dapat
diperoleh kembali dengan pemanasan dan pencampuran sebelum digunakan.
Senyawa ini sebaiknya disimpan dalam wadah kedap udara, terlindungi cahaya,
dingin, dan kering (Goskonda dan Lee, 2005).
Page 25
30
2.9.4 BHT (Butylated Hydroxytoluene)
Gambar 2.8 Struktur BHT (Butylated Hydroxytoluene) (Rowe et al., 2009)
BHT merupakan padatan kristal yang berwarna putih atau kuning pucat
dengan bau khas yang lemah. Memiliki sifat menyerupai BHA yaitu sering digunakan
dalam sediaan obat dan kosmetik dengan konsentrasi rendah (Anwar dkk, 2012).
Butylated hydroxytoluene digunakan sebagai antioksidan di kosmetik, makanan, dan
obat-obatan. Hal ini terutama digunakan untuk menunda atau mencegah ketengikan
oksidasi lemak dan minyak dan mencegah hilangnya aktivitas vitamin yang larut
dalam minyak. Paparan cahaya, kelembaban, dan panas menyebabkan perubahan
warna dan kehilangan aktivitas. Butylated hydroxytoluene harus disimpan dalam
wadah tertutup, kontainer, terlindung dari cahaya, di tempat yang sejuk dan kering.
Kelarutan BHT praktis tidak larut dalam air, gliserin, propilen glikol, larutan alkali
hidroksida, dan encerkan air, asam mineral. Bebas larut dalam aseton, benzena, etanol
(95%), eter, metanol, toluena, minyak tetap, dan minyak mineral. Lebih larut daripada
hydroxyanisole butylated dalam minyak makanan dan lemak. Kadar BHT untuk
pemakaian topikal adalah 0,0075-0,1% (Rowe et al., 2009).
2.9.5 Propilen Glikol
Nama lain propilen glikol di antaranya metil glikol, metil etilen glikol,
propana-1,2-diol dan lain-lain. Propilen glikol merupakan cairan jernih, tidak
berwarna, kental, praktis tidak berbau manis, rasa sedikit tajam mirip gliserin.
Propilen glikol memiliki titik leleh -59˚C. Larut dalam aseton, kloroform, etanol
(95%), gliserin, dan air; larut pada 1 dari 6 bagian dari eter, tidak larut dalam minyak
Page 26
31
mineral ringan atau fixed oil, tetapi akan melarutkan beberapa minyak esensial (Rowe
et al., 2009).
Gambar 2. 9 Struktur propilen glikol (Rowe et al., 2009)
Propilen glikol telah banyak digunakan sebagai pelarut, ekstraktan, dan
pengawet dalam berbagai formulasi farmasi parenteral dan nonparenteral. Pelarut ini
umunya lebih baik dari gliserin dan melarutkan berbagai macam bahan, seperti
kortikosteroid, fenol, obat sulfam barbiturate, vitamin (A dan D), alkaloid, dan
banyak anestesi lokal. Dalam sediaan topikal setengah padat, propilen glikol biasa
digunakan sebagai humektan (±15%), pengawet antimikroba (15-30%), dan sebagai
solvent atau cosolvent (5-80%) (Rowe et al., 2009). Selain itu propilen glikol dapat
digunakan sebagai pengikat penetrasi pada konsentrasi 1-10% (Williams dkk, 2004).
Pada suhu dingin, propilen glikol stabil dalam wadah tertutup baik, tetapi pada
suhu tinggi dan tempat terbuka, cenderung mudah teroksidasi dan menghasilkan
produk seperti propionaldehid, asam laktat, asam piruvat, dan asam asetat. Propilen
glikol stabil bila dicampur dengan etanol (95%), gliserin, atau air; larutan
mengandung air dapat disterilkan menggunakan autoklaf. Propilen glikol
inkompatibel dengan oksidator sepertu kalium permanganate. Propilen glikol bersifat
higroskopis, sebaiknya disimpan dalam wadah tertutup baik, terlindung dari cahaya,
di tempat sejuk dan kering (Rowe et al., 2009).
2.9.6 Gliserin (FA Alvarez-Nu´ nez dan C Medina, 2009)
Sinonim : Glicerol; glycerine; glycerolum
Nama kimia : Propane-1,2,3-triol
Berat Molekul : 92.09
Rumus Molekul : C3H8O3
Page 27
32
Rumus Bangun :
Gambar 2.10 Struktur gliserin (Rowe et al., 2009)
Pemerian : Gliserin tidak berwarna, bening, tidak berbau, kental,
cairan higroskopik, mempunyai rasa manis
Titik didih : 2900C (dengan dekomposisi)
Titik lebur : 17.80C
Densitas : 1.2656 g/cm3 at 150C; 1.2636 g/cm3 at 20
0C; 1.2620
g/cm3 at 250C.
Kelarutan : Larut dalam etanol (95%), metanol, dan air; agak larut
dalam aseton; praktis tidak larut dalam minyak,
kloroform, dan benzena; 1:500 dengan eter; 1:11
dengan etil asetat
Kegunaan : Dalam formulasi dan kosmetik farmasi topikal, gliserin
adalah digunakan terutama untuk sifat humektan dan
emoliennya. Gliserin digunakan sebagai pelarut atau
kosolvent dalam krim dan emulsi (Rowe et al., 2009).
Stabilitas dan penyimpanan : Gliserin bersifat higroskopis. Campuran gliserin dengan
air, etanol (95%), dan propilen glikol stabil secara
kimia (Rowe et al., 2009).
Page 28
33
2.9.7 Nipagin (Metil Paraben)
Gambar 2.11 Struktur nipagin (Rowe et al., 2009)
Metil paraben mengandung tidak kurang dari 99,0% dan tidak lebih dari
101,0% metil-p-hidroksibenzoat dengan pemerian serbuk hablur halus, putih, hampir
tidak berbau, tidak mempunyai rasa, kemudian agak membakar diikuti rasa tebal. Ciri
dari nipagin yaitu larut dalam 500 bagian air, dalam 20 bagian air mendidih, dalam
3,5 bagian etanol (95%) P dan dalam 3 bagian aseton P dan dalam larutan alkali
hidroksida, larut dalam 60 bagian gliserol P panas dan dalam 40 bagian minyak
lemak nabati panas, jika didinginkan larutan tetap jernih. Khasiat nipagin adalah
sebagai zat tambahan, zat pengawet. Stabil dan harus disimpan dalam wadah tertutup
baik (Departement Kesehatan RI, 1979). Kadar nipagin sebagai pengawet dalam
sediaan topikal yaitu 0,02-0-3% (Rowe et al., 2009).
2.9.8 Nipasol (Propil paraben)
Gambar 2.12 Struktur nipasol (Rowe et al., 2009)
Nipasol atau Propil paraben mengandung tidak kurang dari 99,0% dan tidak
lebih dari 101,0% propil-p-hidroksibenzoat, dengan pemerian berupa serbuk hablur
putih, tidak berbau, dan tidak berasa. Nipasol sangat sukar larut dalam air, larut dalam
3,5 bagian ethanol (95%) P, dalam 3 bagian aseton P, dalam 140 bagian gliserol p
Page 29
34
dalam 40 bagian minyak lemak, mudah larut dalam larutan alkali hidroksida.
Memiliki suhu lebur 95°C-98°C, berkhasiat sebagai zat pengawet dan disimpan
dalam wadah yang tertutup baik (Departement Kesehatan RI, 1979). Kadar nipasol
sebagai pengawet dalam sediaan topikal yaitu 0,01-0-6% (Rowe et al., 2009).
2.9.9 Sodium Metabisulfit (Rowe et al.,2009)
Gambar 2.13 Struktur Sodium Metabisulfit
Sodium metabisulfit digunakan sebagai antioksidan untuk oral, parenteral dan
topikal dengan konsentrasi 0,01 – 1,0% b/v, dan untuk formulasi injeksi
intramuskular 27% b/v. Pada konsentrasi diatas 550 ppm dapat menimbulkan
perubahan rasa.
Sinonim : Disodium disulfite, Sodium metabisulfit
Nama kimia : Sodium pyrosulfite
Berat Molekul : 190,1
Rumus Molekul : Na2S2O5
Pemerian : Tidak berwarna, kristal berbentuk prisma.
Titik lebur : kurang dari 1500C
Kelarutan : Mudah larut dalam gliserin, agak larut dalam etanol
95%, 1:9 dalam air, 1:1,2 dalam air 1000C
Stabilitas dan penyimpanan : Bila terpapar dengan udra dan kelembaban, sodium
metabisulfit perlahan-lahan teroksidasi dengan
desintegrasi dari kristal. Larutan Natrium metabisulfit
dapat terdekomposisi oleh udara, terutama bila
dipanaskan. Penyimpanan di tempat yang tertutup
rapat, terhindar dari cahaya, dan di tempat yang kering.
Page 30
35
2.9.10 Paraffin Liquid (Rowee et al., 2009)
Sinonim : Mineral oil, heavy mineraloil, liquid petrlatum,
paraffin oil
Nama kimia : Mineral oil
Pemerian : Mineral oil tidak berwarna, bening, cairan kental
seperti minyak, tidak berasa dan berbau ketika dingin,
memiliki bau sepeti minyak mineral ketika dipanaskan.
Titik didih : >3600C
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam etanol (95%), gliserin, dan
air; larut dalam aseton, benzen, kloroform, karbon
disulfida, ether.
Stabilitas dan penyimpanan : mengalami oksidasi ketika terpapar dengan panas dan
cahaya, antioksidan diperlukan untuk menghambat
oksidasi. Penyimpanan pada tempat kedap udara,
terlindung dari cahaya, di tempat sejuk dan kering.
Kegunaan : Digunakan sebagai eksipien dalam formulasi topikal
digunakan sebagai emolient. Sebagai emulsi topikal digunakan konsentrasi 1,0-
32,0%, untuk losion topikal 1,0-20,0%, ointment topikal 0,1-95%.