-
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pre-eklampsia
Sampai saat ini pre-eklampsia masih merupakan salah satu
masalah
pelayanan obstetrik di seluruh dunia dan menjadi salah satu dari
3 penyebab
kematian ibu selain perdarahan dan infeksi. Francois Mauriceau
pada abad ke 17
atau sekitar tahun 1637 melaporkan adanya seorang wanita hamil
yang mengalami
kejang-kejang yang disebut dengan “eclampsia” yang pada saat itu
diduga
disebabkan oleh tertahannya lokia dan membusuknya janin yang
telah meninggal
dalam kandungan. Pada abad ke 18, Boussier de Sauvages
membedakan
eklampsia dengan epilepsi sebagai penyebab dari eklampsia yang
hanya terjadi
pada wanita hamil yang dibuktikan dengan tidak pernah
ditemukannya gejala
kejang setelah bayi dilahirkan. Kemudian pada tahun 1849 Dr.
William Smith
mengemukakan teori adanya bendungan pada otak sebagai penyebab
pre-
eklampsia-eklampsia yang diakibatkan oleh adanya toksin yang
beredar dalam
darah ibu. Sejak saat itulah penelitian dan pengamatan terhadap
penyebab dan
patogenesis terus dilakukan oleh para ahli. Penjelasan tentang
etiologi dan
mekanisme patogenesis pre-eklampsia terus berkembang dan
mengalami
perubahan dari tahun ke tahun hingga akhirnya diyakini bahwa
plasenta menjadi
penyebab dari pre-eklampsia, namun bagaimana mekanisme
patogenesisnya
masih belum disepakati (Bell, 2010).
11
-
12
Pre-eklampsia adalah patologi kehamilan yang ditandai oleh
hipertensi dan
proteinuri pada umur kehamilan ≥ 20 minggu. Komplikasi kehamilan
dengan pre-
eklampsia dapat terjadi pada ibu seperti perdarahan serebral,
gagal jantung,
sindroma Hemolysis, Elevated Liver Enzym dan Low Platelet
(HELPP), dan pada
bayi yaitu prematuritas, pertumbuhan janin terhambat dan
kematian janin dalam
kandungan. Pencegahan dan penanganan komplikasi kehamilan akibat
pre-
eklampsia belum dapat dilaksanakan dengan baik oleh karena
penyebab pasti pre-
eklampsia belum diketahui. Walaupun demikian strategi untuk
mencegah kejadian
pre-eklampsia tetap harus diusahakan, yaitu dengan mengenali
faktor risiko dan
mengelola faktor-faktor risiko. Pada aspek penanganan
pre-eklampsia saat ini
masih berfokus pada mencegah terjadinya kejang, mencegah
komplikasi akibat
hipertensi serta mencegah kelahiran bayi prematur dan kematian
janin dalam
kandungan. Perawatan penderita pre-eklampsia yang terkomplikasi
serta dampak
pada bayi memerlukan biaya tinggi sehingga pre-eklampsia
memerlukan upaya
pencegahan dan penanganan yang adekuat. Terminologi dan
diagnosis pre-
eklampsia yang digunakan adalah sesuai dengan kriteria diagnosis
dari National
High Blood Pressure Education Programs Working Group
Classification tahun
2000 (Cunningham dkk., 2005; Cunningham dkk., 2014).
2.1.1 Terminologi dan klasifikasi
Pre-eklampsia
Kriteria minimum: Tekanan darah ≥ 140/90 mmHg setelah umur
kehamilan 20
minggu dengan protenuria ≥ 300mg/24 jam atau ≥1 (+) dipstik.
-
13
Beratnya pre-eklampsia lebih meningkat apabila: Tekanan darah
≥160/110
mmHg Proteinuria 2,0 gr/24 jam atau≥ (+) 2 dipstik Kreatinin
serum > 1,2 mg/dL
Platelet < 100.000/mm3 Hemolisis mikroangiopatik (peningkatan
LDH).
Peningkatan ALT dan AST sakit kepala yang menetap atau gangguan
cerebral dan
visual nyeri epigastrik yang menetap. Diagnosis eklampsia
ditegakkan apabila
terjadi kejang pada seorang wanita hamil dengan pre-eklampsia
tanpa diketahui
penyebab kejang lainnya.
Superimposed pre-eklampsia: Onset proteinuria pada seorang
wanita dengan
pre-eklampsia pada usia kehamilan kurang dari 20 minggu.
Eklampsia: Kejang yang terjadi pada seorang wanita pre-eklampsia
tanpa
diketahui penyebab lainnya.
2.2 Epidemiologi
Pre-eklampsia ditemukan hampir di seluruh dunia, di beberapa
negara
berkembang kejadiannya cukup tinggi dengan angka kematian ibu
dan bayi yang
tinggi dimana hal ini berkaitan dengan kegagalan upaya
pencegahan, kegagalan
pengenalan faktor risiko pre-eklampsia, dan tidak adekuatnya
penanganan kasus
pre-eklampsia yang berat.
Di seluruh dunia angka kejadian pre-eklampsia dilaporkan
berkisar antara 5–
6%, dengan variasi di beberapa negara. Angka kejadian ini
dipengaruhi oleh
beberapa faktor seperti paritas, ras atau etnis, genetik dan
lingkungan. Kelainan
ini merupakan salah satu penyebab utama kematian ibu dan
perinatal dimana
dilaporkan terjadi 500.000 kematian tiap tahun yang disebabkan
oleh pre-
-
14
eklampsia. Komplikasi pada ibu hamil bervariasi, mulai dari
hipertensi ringan,
hipertensi berat/krisis hipertensi, eklampsia sampai sindroma
Hemolysis, Elevated
Liver Enzym dan Low Platelet (HELLP), sedangkan komplikasi pada
janin juga
bervariasi dari kelahiran prematur, pertumbuhan janin terhambat
(PJT) sampai
kematian janin (Cunningham dkk., 2005; Powe dkk., 2011;
Cunningham dkk.,
2014).
Di negara maju seperti Amerika Serikat dilaporkan angka kejadian
pre-
eklampsia sekitar 5% dari kehamilan dan dari jumlah tersebut
sekitar 0,5-2%
berlanjut menjadi eklampsia, yang merupakan penyebab kematian
nomor dua
setelah penyakit tromboemboli (Roberts dan Ness, 2009;
Cunningham dkk.,
2014). Dengan perawatan intensif maternal dan perinatal yang
sudah lebih baik,
maka melahirkan bayi pada saat umur kehamilan masih preterm
dapat mencegah
komplikasi dan kematian ibu. Hal ini berbeda dengan di
negara–negara
berkembang seperti di Indonesia dimana perawatan intensif
maternal dan neonatus
belum memadai sehingga angka kematian ibu dan perinatal menjadi
lebih tinggi.
Di Indonesia angka kejadian pre-eklampsia bervariasi antara
2,1-8,5%. Di RSUP
Sanglah Denpasar, Oka dan Surya, 2002-2003, melaporkan kejadian
pre-
eklampsia sebesar 5,83% dari 7552 persalinan dalam kurun waktu
tersebut.
Sedangkan Sutopo dan Surya, mendapatkan kejadian pre-eklampsia
sebesar
9,31% pada periode 2009-2010 (Lidapraja dkk., 2013).
-
15
2.3 Faktor Risiko Pre-eklampsia
Sampai saat ini mekanisme patogenesis dari pre-eklampsia belum
diketahui,
diduga terdapat interaksi beberapa faktor risiko antara lain,
faktor genetik,
hormonal, maladaptasi imunologik, radikal bebas, stres oksidatif
dan dislipidemia.
Ada beberapa faktor risiko yang berhubungan dengan peningkatan
kejadian
pre-eklampsia. Faktor risiko dibagi menjadi dua kelompok yaitu,
kelompok yang
berhubungan dengan kehamilan, dan kelompok yang berhubungan
dengan kondisi
kronik ibu (Lam dkk., 2005; Sibai dan Cunningham, 2009; Lazdam,
2010)
Kelompok yang berhubungan dengan kehamilan:
1. Nulipara
2. Umur ibu diatas 35 tahun
3. Umur kehamilan
4. Kehamilan ganda
5. Mola hidatidosa
6. Peningkatan pelepasan mikropartikel sinsiotropoblas
Kelompok yang berhubungan dengan kondisi kronik ibu :
1. Riwayat pre-eklampsia sebelumnya
2. Hipertensi kronik
3. Dislipidemia
4. Peningkatan faktor antiangiogenik/penurunan faktor
angiogenik
5. Peningkatan reaksi inflamasi
6. Faktor genetik
7. Faktor lingkungan
-
16
Faktor-faktor risiko tersebut saling berinteraksi satu dengan
lainnya sehingga
menjadi pencetus munculnya sindroma pre-eklampsia. Dengan
demikian maka
risiko pre-eklampsia adalah multifaktor.
2.4 Patogenesis
Pre-eklampsia diawali oleh kegagalan invasi trofoblas
ekstravilus ke dalam
lumen arteri spiralis, sehingga menyebabkan terjadinya kondisi
hipoksik-
reoksigenasi trofoblas. Kondisi tersebut merupakan dogma sentral
yang sampai
saat ini dipercaya berhubungan langsung dengan patogenesis
pre-eklampsia
(Cunningham dkk., 2014).
Sindroma pre-eklampsia akan segera menghilang setelah
melahirkan,
sehingga diduga plasenta mempunyai peran sentral dalam munculnya
sindroma
ini. Janin dikatakan tidak berpengaruh pada munculnya sindroma
ini, terbukti
bahwa pre-eklamsia didapatkan pada kehamilan mola, dan
menghilang setelah
jaringan trofoblas di evakuasi (Cunningham dkk., 2014).
2.4.1 Plasenta
Plasenta merupakan bagian dari hasil konsepsi yang secara
fungsional belum
banyak dipahami. Beberapa penelitian tentang plasenta mengaitkan
plasenta
dengan kesehatan ibu dan janin serta munculnya komplikasi
kehamilan seperti
abortus, resistensi insulin, pre-eklampsia, prematuritas dan
gangguan
pertumbuhan janin. Namun demikian masih banyak yang belum
diketahui
bagaimana hubungan antara protein yang dihasilkan oleh plasenta
terhadap
komplikasi kehamilan. Pengetahuan tentang struktur dan fungsi
plasenta yang
-
17
mendalam dapat membuka peluang untuk melakukan pencegahan dan
terapi
beberapa kelainan medis dan komplikasi kehamilan, seperti
pre-eklampsia bahkan
dapat mencegah terjadinya komplikasi kardiovaskuler pada ibu dan
anak di
kemudian hari (Gutmacher dkk., 2014).
Plasenta manusia disebut sebagai plasenta hemokorial, yang
berarti bahwa
darah ibu kontak langsung dengan darah fetus melalui tropoblas,
sehingga
plasenta merupakan organ janin yang berfungsi sebagai jembatan
penghubung
antara ibu dan janin. Organ ini selain berfungsi sebagai alat
tranportasi substansi
dari ibu ke janin dan sebaliknya juga berfungsi sebagai
penghasil berbagai macam
protein termasuk lipid dan hormon. Sel-sel sinsiotropoblas
menginvasi sinus vena
dan arteri spiralis di endometrium pada masa kehamilan yang
sangat awal yaitu
pada hari ke 17 atau 18 setelah konsepsi. Proses tersebut
menghasilkan lakuna-
lakuna yang berisi darah ibu dan membentuk ruang-ruang intervili
dimana
terdapat vili dengan pembuluh darah janin didalamnya (Huppertz,
2008).
2.4.1.1 Anatomi plasenta
Plasenta dibentuk melalui proses yang disebut dengan plasentasi.
Setelah
nidasi embrio ke dalam endometrium pada minggu ke 4, hasil
konsepsi mencapai
stadium blastula yang disebut blasktokista,yang terdiri dari dua
bagian yaitu
bagian luarnya adalah tropoblas yang akan berkembang menjadi
plasenta dan
bagian dalam yang akan berkembang menjadi janin (inner cell
mass). Tropoblas
mempunyai ke mampuan invasi yang kuat dan dikendalikan oleh
interaksi
tropoblas dan endometrium. Dalam perkembangannya tropoblas
berdeferensiasi
menjadi 3 jenis yaitu, (1) sinsiotropoblas yang menghasilkan
hormon β-HCG,(2)
-
18
tropoblas ekstravilus yang melakukan invasi endomterium dan (3)
tropoblas
invasif yang melakukan invasi ke arteria spiralis. Secara
keseluruhan plasenta
terbentuk melalui 4 fase yaitu, fase pre-implantasi, fase ini
adalah fase
terbentuknya tropoblas sebagai bagian dari blastokista yang
terdiri dari inner cell
mass yang dikelilingi oleh sel-sel tropoblas mononuklear yang
selanjutnya
melakukan aposisi pada endometrium. Proses selanjutnya adalah
fase pre-lakunar,
fase ini dimulai pada saat tropoblas menginvasi endometrium
kemudian
dilanjutkan dengan proses fusi tropoblas mononuklear menjadi
sinsiotropoblas
yang mengelilingi konseptus selama proses nidasi. Tropoblas yang
tidak
mengalami fusi akan menjadi sitotropoblas,yang merupakan
tropoblas baris ke
dua yang bertindak sebagai stem cells dengan kemampuan membelah
dengan
cepat. Pada hari ke 8 setelah konsepsi perkembangan plasenta
berada pada fase
lakunar, dimana pada fase ini terbentuk lakuna-lakuna yang
merupakan ruang-
ruang yang berisi cairan, dan masa sinsiotropblas yang tersisa
akan menjadi
trabekula yang penting dalam pembentukan struktur vili. Segera
setelah
terbentuknya lakuna, plasenta terdiri dari 3 zona yaitu; (1)
chorionic plate yang
berhubungan dengan fetus, (2) sistem lakunar yang bersama dengan
trabekulae
akan membentuk ruang intervili /villi, dan (3) primitive basal
plate yang kontak
dengan endomterium. Selanjutnya perkembangan plasenta memasuki
fase vilus,
dimana pada fase ini terbentuk vili-villi khorialis (Huppertz,
2008).
Skema implantasi dan proses awal plasentasi dapat dilihat pada
gambar
dibawah,
-
19
Gambar 2.1
Implantasi blastokis dan plasentasi (Huppertz, 2008)
2.4.1.2 Anatomi makroskopik plasenta
Plasenta pada kehamilan cukup bulan berbentuk bulat (circular
discoidal)
dengan diameter sekitar 22 cm, dengan ketebalan didaerah sentral
sebesar 2,5 cm
dengan rata-rata berat sebesar 470 gram. Ditinjau dari sisi
maternal-fetal,
permukaan plasenta dibagi menjadi permukaan fetal dan permukaan
maternal.
Permukaan fetal dari plasenta adalah chorionic plate yang
ditutupi oleh selaput
amnion. Insersi tapi pusat kebanyakan di tengah dari chorionic
plate, dimana
pembuluh darah dalam tali pusat merupakan kelanjutan dari
pembuluh darah
korionik. Pohon-pohon vili di suplai oleh dua arteria umbilikal
yang merupakan
kelanjutan dari pembuluh darah arteri korionik,sedangkan vena
korionik
merupakan kelanjutan dari vena di pohon-pohon vili dan menjadi
satu vena
umbulikalis.Permukaan maternal dari plasenta adalah basal plate
yang merupakan
-
20
permukaan artifisial oleh karena terbentuk dari terlepasnya
plasenta pada saat
melahirkan dari dinding uterus. Basal plate terdiri dari
tropoblas ekstravilus,sel-
sel stroma desidua,natural killer cells,makrofag dan sel-sel
imun lainnya serta
matrik eksra seluler,fibrioid dan bekuan darah. Pada plasenta
kehamilan aterm
terdapat sekitar 60 sampai 70 pohon vili yang berasal dari basal
plate (Huppertz,
2008)
Berikut adalah gambar makroskopik plasenta
Gambar 2.2
A. Permukaan fetal, B. Permukaan maternal (Huppertz, 2008)
2.4.1.3 Anatomi mikroskopik plasenta
Pohon-pohon vili berasal dari chorionic plate bercabang-cabang
yang berakhir
sebagai free floating villi yang berada di dalam ruang inervilus
dan terdiri dari vili
mesenkimal, vili intermediate, dan vili terminalis.Vili
terminalis adalah
percabangan akhir dari pohon vili dengan panjang lebih dai 100
μm dan diameter
sekitar 80 μm. Pada potongan melintang tampak lebih dari 50%
vili terminalis
terdiri dari pembuluh darah kapiler. Struktur dasar vili terdiri
dari sitotropoblas
mononuklear yang pada permukaan basalnya tetap kontak dengan
membran
-
21
basal,sedangkan permukaan apikal nya kontak dengan
sinsiotropoblas yang
menutupinya (Huppertz, 2008). Pada proses nidasi, tropoblas akan
berkembang
menjadi tropoblas ekstravilus yang tejadi pada saat kontak
sitotropoblas dengan
memban basal dan sinsiotropobas mulai longgar. Pada kehamilan
normal vili
pada akhirnya akan terdiri dari sel-sel tropoblas dua lapis.
Dengan makin matur
nya plasenta maka sel sitotropoblas akan menghilang sampai
tersisa hanya 15 %
saja dibandingkan dengan sel sinsitotroblas (Huupertz, 2008)
Sinsisiotropoblas adalah sel tropoblas yang multinuklear, dimana
bagian
dasarnya kontak dengan basal membran dan bagian apikalnya kontak
dengan
darah maternal. Sel-sel sinsisiotropblas ini banyak mengandung
organel sel
dibandingkan dengan sel tropoblas (Huppertz, 2008).
Gambar berikut menerangkan tentang perkembangan vili koriales
:
Gambar 2.3
Perkembangan vili korialis : A) vili mesenkimal yang kaya akan
sel-sel
mesenkimal, B) vili intermediate yang terdiri dari sel-sel
makropag, C) Vili stem
cell yang terdiri dari sistem perivaskuler konraktil, D) Vili
intemrdiate matur,
yang mengandung sedikit stroma dan E) Vili terminal, dimana
membrane
vaskul0-sinsisial yg sudah tipis (Huppertz, 2008)
-
22
2.4.1.4 Perubahan fisiologis arteri spiralis pada kehamilan
normal
Pada proses plasentasi normal di awal trimester pertama, terjadi
perubahan
arteri utero-plasental yang spesifik yaitu:
1. Trofoblas invasif mengganti sel sel otot polos tunika media
dan endotel
pembuluh darah.
2. Hilangnya elastisitas pembuluh darah.
3. Pembuluh darah melebar, sehingga berupa tabung yang tidak
kontraktil.
4. Hilangnya kontrol vasomotor pembuluh darah.
Perubahan tersebut disebut sebagai proses remodelling, hal ini
menyebabkan
menurunnya resistensi aliran darah maternal dan peningkatan
perfusi
uteroplasental untuk memenuhi kebutuhan janin (Kaufman dkk.,
2003).
Proses plasentasi pada kehamilan awal, stem sel sitotrofoblas
pertama kali
akan berdiferensiasi menjadi dua populasi sel yang mempunyai
morfologi dan
fungsi yang berbeda, yaitu sitotrofoblas dan sinsisiotrofoblas
yang merupakan fusi
atau agregasi dari sitotrofoblas yang membentuk lapisan sinsial
pada permukaan
vili korionik. Lapisan ini langsung berhubungan dengan darah
ibu, serta
merupakan sawar mekanik dan imunologis antara ibu dan janin,
yang
memungkinkan terjadinya pertukaran gas, nutrisi dan pembuangan
produk produk
yang tidak bermanfaat. Diferensiasi yang kedua adalah
sitotrofoblas membentuk
anchoring villi, dimana struktur ini juga mengandung lapisan
sinsisiotrofoblas,
sementara sitotrofoblas mengalami proliferasi dan agregasi
membentuk kolumna
sel yang bersifat invasif (Sibai dan Cunningham, 2000; Kauffman
dkk., 2003)
-
23
Selanjutnya invasi sitotrofoblas terjadi melalui dua gelombang ,
yaitu invasi
gelombang pertama dimana sitotrofoblas masuk ke dalam
endometrium sampai
sepertiga miometrium, dan invasi gelombang kedua dimana terjadi
invasi
sitotropoblas ke dalam arteri spiralis. Kelompok sel ini disebut
dengan trofoblas
ekstravillus. Secara fungsional sel–sel trofoblas ekstravillus
yang menginvasi
miometrium disebut dengan trofoblas interstisial, sedangkan
sel-sel trofoblas
ekstravillus yang menginvasi dinding arteri dan lumen arteri
disebut dengan
trofoblas endovaskuler. Selanjutnya, sel-sel tersebut
menginfiltrasi dinding
pembuluh darah dan menggantikan sel-sel endotelium dan otot
polos dinding
arteri spiralis (Kaufmann dkk., 2003)
Dengan demikian arteri spiralis akan menjadi dilatasi,
kehilangan tonus dan
lumennya menjadi lebih lebar sehingga aliran darah ke plasenta
dan janin menjadi
lebih banyak sesuai dengan yang dibutuhkan oleh janin yang
sedang berkembang.
Proses ini sudah dimulai pada sekitar umur kehamilan 4 sampai 6
minggu, yang
disebut dengan invasi gelombang pertama yang berlangsung sampai
umur
kehamilan 10-12 minggu, kemudian disusul dengan invasi trofoblas
gelombang
kedua pada umur kehamilan 14-16 minggu sampai maksimal pada
umur
kehamilan 20 minggu (Kaufmann dkk., 2003; Sibai dan Cunningham,
2000).
-
24
Gambar 2.4:
(A) Invasi Trofoblas Interstitial dan (B) Invasi Trofoblas
Endovaskuler.
(Kaufmann dkk., 2003)
2.4.2 Plasenta merupakan peran sentral dalam patogenesis
pre-eklampsia
Pre-eklampsia merupakan kelainan pada kehamilan dengan
mekanisme
patogenesis yang kompleks. Para ahli memandang pre-eklampsia
sebagai penyakit
yang terdiri dari dua stadium (Two Stage disease) (Redman dan
Sargen, 2003;
Hung dan Burton, 2006).
Stadium I, merupakan stadium asimptomatik, ditandai oleh
kegagalan
remodelling arteri spiralis oleh trofoblas ekstravillus sehingga
menyebabkan
perfusi intermiten intravillus,yang mengakibatkan konsentrasi
oksigen
berfluktuasi (Hipoksia-reoksigenasi), kondisi ini mengakibatkan
stres oksidatif
yang menyebabkan meningkatnya radikal bebas. Radikal bebas ini
mengakibatkan
-
25
meningkatnya apoptosis sinsisial plasenta dan terlepasnya
material plasenta
(deportasi trofoblas) dalam jumlah berlebihan ke dalam sirkulasi
maternal.
Gambar 2.5
Plasentasi Normal dan Abnormal pada Pre-eklampsia (Lam dkk.,
2005)
Stadium II, merupakan stadium simptomatik sebagai kelanjutan
dari stadium
I, dimana pada stadium ini seorang wanita hamil akan mengalami
keluhan dan
tanda–tanda hipertensi, protenuria, gangguan ginjal, risiko
untuk mendapatkan
sindroma HELLP, eklampsia dan kegagalan organ.
Berdasarkan pengamatan empiris telah lama diketahui bahwa
pengobatan
satu-satunya pre-eklampsia adalah dengan melahirkan plasenta,
sehingga plasenta
dianggap mempunyai peran sentral dalam patogenesis
pre-eklampsia. Pada
-
26
pertumbuhan plasenta normal sitotrofoblas menginvasi arteri
spiralis sehingga
arteri spiralis berubah menjadi pembuluh darah yang berdiameter
kecil ke
pembuluh darah berkaliber besar yang mampu menyediakan suplai
darah yang
cukup untuk pertumbuhan janin (Lam dkk., 2005).
Dari uraian di atas disimpulkan bahwa iskemik plasenta, stres
oksidatif dan
disfungsi endotel merupakan alur utama patogenesis
pre-eklampsia, walaupun
masih banyak kontroversi tentang faktor risiko terjadinya
iskemik plasenta dan
stres oksidatif.
Berikut adalah skema ringkasan patogenesis pre-eklampsia (Lazdam
dkk.,
2010) :
Gambar 2.6
Molecular and Vascular Mechanism of Endotelial Dysfunction in
Pre-Eclampsia
( Lazdam dkk., 2010 )
-
27
2.5 Stres Oksidatif Plasenta pada Pre-eklampsia
Pada pemeriksaan patologik plasenta ditemukan adanya penyempitan
lumen
arteri dan arteriola yang menandakan terjadinya penurunan
kemampuan invasi
sitotrofoblas ke dalam arteri spiralis atau yang disebut dengan
kegagalan
remodelling arteri spiralis. Selanjutnya juga didapatkan
bukti–bukti peningkatan
indek pulsatilitas arteri uterina yang menandakan terjadinya
peningkatan resistensi
pembuluh darah uterus sebelum munculnya gejala dan tanda klinis
pre-eklampsia
(Lam dkk., 2005; Cunningham dkk., 2014).
Abnormalitas diferensiasi trofoblas ini merupakan defek awal
yang
menyebabkan kondisi hipoksia-reoksigenasi pada plasenta (Roberts
dan Gammil,
2005). Defek pada remodeling arteri spiralis ini diduga menjadi
penyebab
timbulnya kondisi stres oksidatif plasenta, yang diakibatkan
oleh
perfusi/oksigenasi intermiten plasenta. Kondisi stres oksidatif
ini disebabkan oleh
ketidak seimbangan radikal bebas dan anti radikal bebas/anti
oksidan endogen,
dimana pada pre-eklampsia telah dibuktikan aktifitas anti
oksidan endogen
menurun. Sebagai akibat meningkatnya radikal bebas, terutama
radikal bebas
anion superoxide yang mengakibatkan kerusakan DNA dengan
akibat
meningkatnya apoptosis plasenta, di mana keadaan ini menyebabkan
terlepasnya
material plasenta yang disebut syncytiotrophoblast
microparticles ke dalam
sirkulasi maternal, sehingga menyebabkan disfungsi endotel dan
respon
imunologik yang berlebihan. Kondisi tersebut disebabkan karena
adanya aktivasi
endotel dan beredarnya partikel sinsisiotrofoblas di dalam
sirkulasi maternal
sebagai produk dari apoptosis. Manifestasi klinis tersebut
terjadi pada umur
-
28
kehamilan lebih dari 20 minggu (Rajmakers dkk., 2004; Roberts
dan Gammil,
2005; Lazdam dkk., 2010; Servitje and Lopez, 2012; Cunningham
dkk., 2014 ).
2.5.1 F2-Isoprostane sebagai petanda stres oksidatif
Oksidasi dari lipid seluler yang disebut sebagai peroksidasi
lipid, merupakan
gambaran utama dari stres oksidatif yang berkaitan dengan
patogenesis berbagai
macam penyakit. Peroksidasi lipid diinisiasi oleh adanya radikal
bebas yang
menghasilkan produk primer anatara lain dienes terkonjugasi
dan
hidroksiperoksida lipid dan produk sekunder antara lain
thiobarbituric reactive
substances (TBARS), alkanes dan kelompok senyawa mirip
Prostaglandin(PG2) /
PGF2 –like products yang disebut dengan F2-Isoprostan (F-2Isop)
(Lawson dkk.,
1999; Milne dkk., 2007).
Morrow pada tahun 1990, menemukan substansi isoprostan dalam
tubuh
manusia yang menyerupai prostaglandin F2, yang kemudian
dinamakan F2-
isoprostane. F2-isoprostan merupakan suatu metabolit hasil
peroksidasi asam
arakhidonat oleh radikal bebas, melalui mekanisme yang di
katalisir langsung oleh
radikal bebas (free radical-calatyzed mechanism) dan tidak
bergantung pada
peranan enzim cyclooxygenase. F2-IsoP ini memiliki struktur
kimia yang cukup
stabil, dibentuk pada tempat serangan dari radikal bebas,
kemudian segera
bersirkulasi dalam darah dan diekskresikan melalui urin
(Cracowski dkk., 2003).
-
29
Gambar 2.7
Jalur Biosintesis Metabolisme Asam Arahidonat melalui Free
Radical-Calatyzed
Mechanism (Pilacik dkk., 2002)
Terdapat 3 bentuk struktur cincin isoprostan, yaitu bentuk D2,
E2, dan F2-
isoprostan. Dibandingkan dengan yang lainnya bentuk
F2-isoprostan merupakan
yang paling banyak terdapat dalam plasma (Hung dkk., 2002; Fam
dan Morrow,
2003; Hung and Burton, 2006; Farooqui and Horrock, 2007).
F2-IsoP mempunyai
tempat isomer, yaitu seri 5, 8, 12, dan 15. Seri 8 atau
8-isoprostan, merupakan
isomer F2-IsoP yang paling banyak dihasilkan dan merupakan
F2-IsoP yang
paling banyak diteliti. F2-IsoP telah ditemukan hampir di
seluruh cairan biologis,
antara lain pada plasma/ serum, urin, cairan persendian, cairan
bronkoalveolar,
cairan empedu, cairan getah bening, cairan mikrodialisis dari
pelbagai organ,
cairan amnion, cairan perikardial, dan cairan seminal. Untuk
kepentingan
penelitian pengambilan sampel dari plasma dan urin merupakan
sampel yang
-
30
paling umum digunakan karena paling mudah didapatkan dan paling
tidak invasif.
Data yang tersedia hingga saat ini juga menunjukkan pengukuran
kadar F2-IsoP
baik dari plasma, serum, maupun urin memberikan hasil yang sama
akurat dan
presisi dari stres oksidatif , namun nilai kadarnya masih
terpengaruh oleh volume
plasma dan kapasitas ekskresi ginjal (Roberts dkk., 2003;
Dalle-Donne dkk.,
2006; Farooqi and Horrock, 2007; Borecki dkk., 2009; Gupta dkk.,
2009).
Hingga saat ini F2-IsoP,merupakan petanda yang dianggap sebagai
petanda
lipid peroksidasi in vivo yang paling baik, baik pada manusia
maupun pada
binatang, yang secara signifikan lebih akurat dan stabil
daripada senyawa lainnya
(Dalle-Donne dkk., 2006).
Beberapa alasan F2-IsoP banyak dipakai sebagai biomarker untuk
stres
oksidatif adalah sebagai berikut (Dalle-Donne dkk., 2006):
1) Pembentukan isoproston meningkat sesuai dengan derajat stres
oksidatif,
2) Kadarnya dapat diukur secara akurat dengan pelbagai metode
yang telah
tersedia,
3) Bersifat stabil dalam sampel cairan tubuh,
4) Pengukurannya tidak dipengaruhi oleh variasi diurnal dan
tidak dipengaruhi
oleh kandungan lemak dalam diet,
5) Merupakan produk spesifik dari lipid peroksidasi,
6) Terdapat dalam jumlah yang dapat dideteksi pada semua
jaringan tubuh dan
cairan biologis, sehingga memungkinkan untuk menentukan
referensi interval.
Namun demikian dilaporkan bahwa salah satu kelemahan pemeriksaan
F2-IsoP
dari bahan plasma dan urine adalah kadarnya terpengaruh oleh
volume plasma,
-
31
kapasitas ekskresi ginjal dan mempunyai keterbatasan deteksi
(Dalle-Donne dkk.,
2006; Cracowski dkk., 2006).
Beberapa penelitian yang menggunakan F2-IsoP untuk meneliti
hubungan
antara peningkatan peroksidasi lipid dengan pre-eklampsia,
mendapatkan kadar
F2-IsoP lebih tinggi pada penderita pre-eklampsia dibandingkan
dengan penderita
yang tidak pre-eklampsia (Raijmakers dkk., 2004; Roberts dkk.,
2005). Demikian
juga didapatkan kadar plasma 8-isoprostan lebih tinggi pada
kelompok pre-
eklampsia dibandingkan dengan kehamilan normal (354 + 232 vs.
218 + 149
pg/mL, p=0.02) (Harsem dkk., 2007). Kelemahan penelitian
tersebut adalah tidak
dapat menunjukan ekpresi F2-IsoP yang sesungguhnya di plasenta
sebagai fokus
primer terjadinya stres oksidatif.
Selama lebih dari 10 tahun beberapa metode untuk menentukan
kadar F2-Isop
telah dilakukan dan metode mass sphectrometric menjadi baku emas
pemeriksaan
F2-Isop, namun hasilnya tidak mencerminkan persitiwa stres
oksidatif yang
sesungguhnya sebab dipengaruhi oleh metabolisme oksigen di
beberapa jaringan
tubuh (Milne dkk., 2007; Gupta dkk., 2009).
2.6 Peran Dislipidemia pada Pre-eklampsia
Pada pre-eklampsia terdapat peningkatan kadar serum lipid,
terutama
trigliserida, kolesterol dan low density lipoprotein, dan
terdapat bukti peningkatan
kadar serum lipid meningkatkan risiko terjadinya pre-eklampsia
(Singh dkk.,
2013 ).
-
32
Dilaporkan adanya hubungan antara perubahan profil lipid dengan
terjadinya
aterosklerosis dan disfungsi endotel. Gambaran klinis yang utama
dari pre-
eklampsia adalah adanya fenomena vasospastik pada ginjal,
uterus, plasenta dan
otak. Perubahan profil lipid pada pre-eklampsia menyebabkan
berubahnya rasio
Prostaglandine I2: Tromboxan A2 sehingga menyebabkan peningkatan
tekanan
darah. Beberapa penelitian juga menemukan adanya peningkatan
Trigliserida,
kolesterol total, dan penurunan dari kolesterol HDL (High
Density Lipoprotein)
(Kalar dkk., 2012).
Pada penelitian terhadap 2157 wanita hamil Kaukasian di Rumah
Sakit Aker,
Norwegia pada tahun 2000 didapatkan bahwa pada wanita dengan
kadar
trigliserid > 2,4 mmol/L mengalami peningkatan risiko untuk
terjadinya pre-
eklampsia awitan dini dibandingkan dengan wanita dengan kadar
trigliserid < 2,4
mmol/L (OR 5,1; 95% CI 1,1-23,1). Penelitian tersebut
menyimpulkan bahwa
hipertrigliserid sebelum umur kehamilan 20 minggu berhubungan
dengan
peningkatan risiko terjadinya pre-eklampsia awitan dini (Clausen
dkk., 2001).
Isezuo di Nigeria melakukan penelitian perbandingan
variabel-variabel
sindrom metabolik pada 45 kasus eklampsia dan 45 kasus tanpa
eklampsia.
Didapatkan bahwa pada kasus eklampsia didapatkan kadar
kolesterol total lebih
tinggi secara bermakna dibandingkan dengan kadar kolesterol
total wanita hamil
normal (5,1± 0,7 vs 4,6 ± 0,4 mmol/L,p 0,001). Demikian juga
jumlah
hiperkolesterolemia pada wanita hamil dengan eklamsia lebih
banyak secara
bermakna dibandingkan dengan hiperkolesterolemi pada wanita
hamil normal
(60% vs 17,8%, p= 0,001). Penelitian tersebut menyimpulkan
kemungkinan ada
-
33
kesamaan mekanisme antara sindrom metabolik dengan eklamsia
melalui
terjadinya disfungsi endotel yang dapat menyebabkan jejas
endotel atau sensitisasi
endotel plasenta oleh faktor-faktor tertentu yang bersifat
merusak (Isezuo dkk.,
2008).
Pembuktian hubungan pre-eklampsia dengan dislipidemia dilakukan
juga
oleh Aziz di Pakistan yang membandingkan kadar lipid total,
kolesterol,
trigliserid, kolesterol HDL (High Density Lipoprotein) dan
kolesterol LDL (Low
Density Lipoprotein) pada 16 wanita hamil dengan preeklamsia
dengan 16 wanita
hamil non preeklamsia. Didapatkan konsentrasi trigliserid serum
lebih tinggi
secara bermakna antara kasus pre-eklampsia dengan non
pre-eklampsia (232,18 ±
106 vs 113,12 ± 21,3, p< 0,01). Demikian juga kadar
kolesterol HDL lebih rendah
secara bermakna pada kasus pre-eklampsia dibandingkan dengan
wanita hamil
non pre-eklampsia (39,75 ± 11,99 vs 51,18 ± 06,09, p0,05).
Meskipun didapatkan
perbedaan bermakna antara tingginya kadar
Trigliserida,kolesterol HDL dan
kolesterol LDL. Dinyatakan pula bahwa belum jelas diketahui
penyebab yang
-
34
pasti dari tingginya kadar kolesterol pada pre-eklampsia selain
karena
hiperestrogenemia dimana estrogen dapat menginduksi biosintesis
dari trigliserida
di liver (Kalar dkk., 2012).
Di RSUP Sanglah, Pramono pada tahun 2012 melakukan penelitian
kasus-
kontrol dengan membandingkan rasio LDL/HDL pada pre-eklampsia
(kasus) dan
kehamilan normal (kontrol), mendapatkan hasil adanya peningkatan
Rasio
LDL/HDL dan dapat meningkatkan risiko terjadinya pre-eklampsia
sebesar 9 kali
(RO = 9,00; IK 95% = 2,87-28,22; p=0,000) (Pramono dkk.,
2012).
Lipid, terutama kolesterol merupakan molekul biologis yang
penting dalam
pembentukan membran sel dan merupakan faktor penentu karakter
biofisik
permukaan sel yang bilayer. Kolesterol juga berperan dalam
fluiditas membran
untuk memfasilitasi transport vesikel transelular. Oleh karena
peranan kolesterol
yang sangat penting, maka kadar kolesterol harus dikendalikan.
Pengendalian
kadar kolesterol ini dilakukan dengan mengatur suplai kolesterol
baik yang
berasal dari eksogen (intake) maupun yang disintesis di dalam
tubuh (Adam,
2006; Robichon dan Dugail, 2006).
Baik kolesterol yang berasal dari makanan dan yang disintesis di
dalam tubuh
diangkut dalam sirkulasi dalam bentuk lipoprotein. Sintesis
lipid diatur
sedemikian rupa untuk mencegah akumulasi dan deposisi di dalam
tubuh,
terutama di dalam pembuluh darah yang menyebabkan
aterosklerosis. Terdapat
tiga jenis lipid dalam darah yaitu kolesterol, trigliserida, dan
fosfolipid. Oleh
karena sifat lipid yang susah larut dalam air maka diperlukan
bentuk yang larut.
Apolipoprotein atau apoprotein adalah suatu protein yang
berfungsi sebagai
-
35
pelarut. Ada sembilan jenis apoprotein yang diberi nama secara
alfabetis yaitu
Apo A, Apo B, Apo C, dan Apo E. Senyawa lipid dengan apoprotein
ini dikenal
dengan nama lipoprotein. Masing-masing lipoprotein mempunyai Apo
tersendiri.
Misalnya Very Low Density Lipoprotein (VLDL), dan Low Density
Lipoprotein
(LDL) yang mengandung Apo B100, sedang Apo B48 ditemukan
pada
kilomikron. Apo A1, Apo A2, dan Apo A3 ditemukan terutama pada
lipoprotein
HDL dan kilomikron (Adam, 2006).
Lipoprotein terdiri atas kolesterol (bebas atau ester),
trigliserid, fosfolipid,
dan apoprotein. Apoprotein ditemukan pada permukaan lipoprotein
(Almatsier,
2005; Adam, 2006).
Gambar 2.8
Skema Lipoprotein (Adam, 2006)
-
36
Setiap jenis lipoprotein mempunyai ukuran, densitas dan
komposisi
lemak,serta komposisi apoprotein berbeda-beda. Dikenal ada enam
jenis
lipoprotein yaitu High-density lipoprotein (HDL), Low density
lipoprotein (LDL),
Intermediate-density lipoprotein (IDL), Very low density
lipoprotein (VLDL),
Kilomikron, dan lipoprotein a kecil Lp(a) (Adam, 2006).
Tabel 2.1
Karakteristik Lipoprotein (Adam, 2006)
2.6.1 Jalur biosintesis lipid
Kolesterol disintesis di sitosol dan mikrosom dari dua atom
karbon Acetyl-Co
A. Acetyl Co-A yang digunakan dalam sintesis kolesterol berasal
dari reaksi
oksidasi piruvat di dalam mitokondria yang kemudian di bawa ke
sitoplasma.
Semua reaksi reduksi untuk biosintesis kolesterol menggunakan
Nicotinamide
Adenen Deoxide Phospate Hydrogenase (NADPH) sebagai ko-faktor
(King,
2011).
-
37
Gambar 2.9
Sintesis Kolesterol Dimulai dari Transportasi Acetyl Co-A
dari
Mitokondria Ke Sitosol (King, 2011)
2.6.2 Metabolisme kolesterol
Ada 3 jalur metobolisme kolesterol, yaitu:
- Jalur metabolisme eksogen
- Jalur metabolisme endogen
- Jalur reverse cholesterol transport.
Kedua jalur pertama berhubungan dengan metabolisme
kolesterol-LDL dan
trigliserida, sedang jalur reserve cholesterol transport khusus
mengenai
metabolisme kolesterol-HDL (Adam, 2006).
2.6.2.1 Jalur metabolisme eksogen
Lemak yang kita makan terdiri atas trigliserida dan kolesterol
yang
selanjutnya berada di dalam usus. Selain yang berasal dari
makanan, dalam usus
-
38
juga terdapat kolesterol dari hati yang diekskresi bersama
empedu ke usus halus.
Lemak tersebut disebut dengan lemak eksogen. Trigliserida dalam
bentuk asam
lemak bebas dan kolesterol akan diserap ke dalam enterosit
mukosa usus halus. Di
dalam usus halus asam lemak bebas akan diubah lagi menjadi
trigliserida.
Sedangkan kolesterol akan mengalami esterifikasi menjadi
kolesterol ester
bersama fosfolipid dan apolipoprotein,akan membentuk kilomikron
(Adam,2006).
Kilomikron ini kemudian masuk ke saluran limfe yang selanjutnya
melalui
duktus torasikus masuk ke dalam aliran darah. Trigliserid dalam
kilomikron akan
dihidrolisis oleh enzim lipoprotein lipase yang berasal dari
endotel menjadi asam
lemak bebas (free fatty acid (FFA) = non-esterified fatty acid
(NEFA). Asam
lemak bebas dapat disimpan kembali sebagai trigliserid di
jaringan lemak
(adiposa). Apabila terdapat dalam jumlah yang berlebihan maka
sebagian akan
diambil kembali oleh hati menjadi bahan untuk pembentukan
trigliserida hati.
(Adam, 2006)
Kilomikron yang sudah kehilangan sebagian besar trigliserid akan
menjadi
kilomikron remnant yang mengandung kolesterol ester dan
selanjutnya dibawa ke
hati.
-
39
Gambar 2.10
Jalur Metabolisme Kolesterol Eksogen (Adam, 2006)
2.6.2.2 Jalur metabolisme endogen
Trigliserida dan kolesterol yang disintesis di dalam hati
disekresi ke dalam
sirkulasi sebagai lipoprotein VLDL. Apolipoprotein dari VLDL
adalah
apolipoprotein B100. Dalam sirkulasi VLDL dihidrolisis oleh
enzim lipoprotein
lipase (LPL). VLDL diubah menjadi IDL yang selanjutnya akan
mengalami
hidrolisis menjadi LDL. Sebagian dari VLDL, IDL, dan LDL akan
mengangkut
kolesterol ester kembali ke hati. LDL adalah lipoprotein yang
paling banyak
mengandung kolesterol. Sebagian kolesterol LDL akan dibawa ke
hati dan
jaringan steroidogenik lainnya yaitu kelenjar adrenal, testis,
dan ovarium yang
mempunyai reseptor untuk kolesterol LDL. Sebagian kolesterol LDL
mengalami
oksidasi dan ditangkap oleh reseptor scavenger-A (SR-A) di
makrofag dan akan
menjadi sel busa (foam cell). Jumlah sel busa tergantung dari
banyaknya
kolesterol-LDL. Beberapa keadaan yang mempengaruhi tingkat
oksidasi seperti:
-
40
a) peningkatan jumlah small dense LDL seperti pada sindrom
metabolik dan
diabetes mellitus
b) peningkatan kadar kolesterol –HDL, dimana makin tinggi kadar
kolesterol-
HDL maka akan bersifat protektif terhadap oksidasi LDL.
Gambar 2.11
Jalur Metabolisme Kolesterol Endogen (Adam, 2006)
2.6.2.3 Jalur reverse cholesterol transport
HDL yang dilepaskan sebagai partikel kecil miskin kolesterol
yang
mengandung apolipoprotein (apo) A,C, dan E; disebut dengan HDL
nascent yang
berfungsi untuk menarik kembali kolesetrol di dalam makropag ke
dalam sirkulasi
untuk selanjutnya di bawa ke hati. Setelah mengambil kolesterol
dari makrofag,
HDL nascent berubah menjadi HDL dewasa. Suatu transporter yang
disebut
adenosine triphosphate-binding cassette transporter-1 atau
disingkat ABC-1
berfungsi sebagai pembawa kolesterol di dalam makrofag ke
permukaan sel
makrofag (Adam, 2006).
-
41
Selanjutnya kolesterol bebas akan diesterifikasi menjadi
kolesterol ester oleh
enzim lecithin cholesterolacyltransferase (LCAT). Sebagian
kolesterol ester yang
dibawa oleh HDL akan mengambil dua jalur. Jalur pertama masuk ke
hati dan
ditangkap oleh scavenger reseptor class type 1 atau SR-B1. Jalur
kedua kolesterol
ester dalam HDL akan ditukar dengan trigliserid dari VLDL dan
IDL dengan
bantuan cholesterol ester transfer protein (CETP). Jadi dengan
demikian HDL
menyerap kolesterol dari makrofag kembali ke hati melalui dua
jalur yaitu
langsung ke hati dan jalur tidak langsung melalui VLDL dan IDL
untuk
selanjutnya membawa kolesterol kembali ke hati (Adam, 2006).
Gambar 2.12
Jalur Reverse Cholesterol Transport (Adam., 2006)
-
42
Gambar 2.13
Jalur Metabolisme Lipoprotein (Adam, 2006)
Gambar di atas menunjukkan keseluruhan jalur metabolism lipid,
yaitu jalur
endogen, eksogen dan reverse transport.
2.6.3 Kadar lipid normal
Batasan yang dipakai adalah sesuai dengan National Cholesterol
Education
Program Adult Panel III (NCEP-ATP III). Klasifikasi dislipidemia
dapat
berdasarkan atas primer (tidak jelas sumbernya) dan sekunder
(pada sindroma
nefrotik, diabetes mellitus, dan hipotiroidisme). Dislipidemia
juga dapat dibagi
berdasarkan profil lipid yang menonjol seperti
hiperkolesterolemia,
hipertrigliseridemia, isolated low-HDL Cholesterol dan
dislipidemia campuran
(Adam, 2006).
-
43
Tabel 2.2
Kadar Lipid Serum Normal
(Sumber : Mason,2011)
Terdapat empat jenis lipoprotein yaitu Kilomikron, Very Low
Density
Lipoprotein (VLDL), Low Density Lipoprotein (LDL) dan High
Density
Lipoprotein (HDL). Kilomikron mengangkut lipid dari saluran
cerna ke dalam
tubuh melalui sistem limfe untuk kemudian ke duktus thorakikus
di sepanjang
tulang masuk ke dalam vena besar di tengkuk dan seterusnya masuk
ke dalam
aliran darah. Lipid yang diangkut terutama trigliserida.
Kilomikron merupakan
tetesan besar lemak berupa trigliserida, kolesterol, dan
fosfolipida dengan sedikit
protein (terutama berupa apolipoprotein A dan B) yang membentuk
selaput pada
permukaannya. Selaput di sekeliling kilomikron ini memungkinkan
lipid di
dalamnya mengambang secara bebas di dalam aliran darah yang
sebagian besar
terdiri atas air. Kilomikron pada dasarnya mengemulsi lemak
sebelum masuk ke
-
44
dalam aliran darah. Dalam aliran darah trigliserida yang ada
pada kilomikron
dipecah menjadi gliserol dan asam lemak bebas oleh enzim
lipoprotein
(Almatsier, 2005).
Very Low density lipoprotein (VLDL) yaitu lipoprotein dengan
densitas
sangat rendah yang terutama terdiri atas trigliserida. Bila VLDL
meninggalkan
hati, lipoprotein lipase kembali bekerja dengan memecah
trigliserida yang ada
pada VLDL. Dengan berkurangnya trigliserida, VLDL akan bertambah
berat dan
menjadi LDL yaitu lipoprotein dengan densitas rendah (Almatsier,
2005).
Low density lipoprotein (LDL), terutama terdiri atas kolesterol
yang ada
dalam sirkulasi tubuh. Reseptor LDL yang ada dalam hati akan
mengeluarkan
LDL dari sirkulasi. Pembentukan LDL oleh reseptor LDL ini
penting dalam
mengontrol kolesterol darah. Disamping itu dalam pembuluh darah
terdapat sel-
sel perusak yang dapat merusak LDL. Melalui jalur sel-sel
perusak (scavenger
pathway) ini molekul LDL dioksidasi, sehingga tidak dapat masuk
ke aliran
darah. Kolesterol yang banyak terdapat dalam LDL akan menumpuk
dalam sel-sel
perusak. Pengatur utama kadar kolesterol darah adalah hati,
karena sebagian besar
(50 – 70 %) reseptor LDL terdapat dalam hati (Almatsier,
2005).
High density lipoprotein (HDL), diproduksi oleh hati dan usus
yang masuk
ke dalam aliran darah. HDL mengambil kolesterol dan fosfolipida
dalam aliran
darah. HDL menyerahkan kolesterol ke lipoprotein lain untuk
dapat diangkut
kembali ke hati guna diedarkan atau dikeluarkan dari tubuh
(Almatsier, 2005).
-
45
Tabel 2.3
Komposisi Lipoprotein (Adam, 2006)
Lipoprotein
Trigliserida Kolesterol Fosfolipida Protein
% % % %
1. Kilomikron 80 - 90 2 – 7 3 - 6 1 – 2
2. VLDL 55 - 65 10 – 15 15 - 20 5 – 10
3. LDL 10 45 22 25
4. HDL 5 20 30 45-50
2.6.4 Metabolisme lipid selama kehamilan
Kehamilan merupakan suatu kondisi metabolik yang dinamis. Pada
masa
awal kehamilan metabolisme ibu bersifat anabolik, yang bertujuan
untuk
menyimpan nutrien dalam jumlah yang cukup. Pada masa pertengahan
kehamilan
sampai akhir masa kehamilan dimana laju pertumbuhan janin
meningkat, maka
metabolisme ibu berubah menjadi bersifat katabolik dan disertai
dengan
peningkatan transpor lipid ke janin. Situasi ini ditandai dengan
peningkatan
breakdown dari cadangan lemak dan peningkatan ketogenesis
dan
glukoneogenesis, terutama pada keadaan dimana asupan makanan ibu
berkurang.
Kondisi metabolik yang seimbang ini ditujukan untuk menjamin
tercukupinya
suplai nutrien ke plasenta dan bayi walaupun asupan gisi ibu
berkurang (Martha
dan Powers, 2007).
Kadar kolesterol wanita hamil meningkat sampai 50-60% di atas
kadar
kolesterol wanita tidak hamil. Perubahan kolesterol tersebut
juga mengakibatkan
perubahan pada fraksi-fraksi lipid. Walaupun plasenta dapat
membuat kolesterol
-
46
namun sebagian besar kolesterol berasal dari ibu melalui
interaksi LDL yang
beredar dalam sirkulasi dengan reseptor LDL pada membrane
mikrovilus
sinsiotrofoblas. Kolesterol HDL meningkat pada umur kehamilan 12
minggu
sebagai respon terhadap peningkatan hormon estrogen dan akan
terus meningkat
sampai akhir kehamilan. Kolesterol total dan LDL akan meningkat
pada trimester
dua dan tiga. VLDL dan trigliserid mula-mula menurun pada awal
kehamilan
kemudian meningkat pada akhir kehamilan (Martha dan Powers,
2007).
Kadar asam lemak bebas diatur oleh “hormone-sensitive lipase”
yang terdapat
sel adiposit ibu. Enzim lipase tersebut sangat sensitif terhadap
perubahan hormon
estrogen. Pada kehamilan akan terjadi aktifasi hormon tersebut
sehingga terjadi
hidrolisis lemak di jaringan perifer. Konsentrasi lipid,
lipoprotein dan
apolipoprotein dalam plasma meningkat cukup besar selama
kehamilan. LDL
akan mencapai puncaknya pada minggu ke 36, sementara HDL akan
mencapai
puncaknya pada minggu ke 25 berkurang sampai minggu ke 32 dan
kemudian
menetap. Hal ini dipengaruhi oleh kenaikan hormon progesteron
dan estrogen
(Cunningham dkk., 2006).
Lemak merupakan sumber cadangan energi utama selama
kehamilan.
Sebagian besar tersimpan pada lemak di perut, punggung dan paha.
Cadangan
lemak juga berada di payudara dalam jumlah yang sedang. Terdapat
3 hal yang
berhubungan dengan peningkatan metabolisme lemak (Martha dan
Powers, 2007):
1) Metabolisme total dan kebutuhan energi dalam kehamilan
meningkat
2) Penyimpanan glikogen sangat terbatas dan dengan demikian maka
energi
diperoleh secara langsung dari karbohidrat juga berkurang.
-
47
3) Meskipun kadar lemak darah meningkat namun hanya sebagian
yang
tersimpan dalam cadangan lemak.
Perubahan pada metabolisme hepatik dan adiposa mempengaruhi
kensentrasi
trigliserida, asam lemak bebas, kolesterol dan fosfolipid.
Setelah minggu ke 8
kehamilan, terjadi peningkatan yang tetap dari trigliserida,
asam lemak bebas,
kolesterol, lipoprotein dan fosfolipid. Konsentrasi tinggi
estrogen dan resistensi
insulin berpengaruh pada terjadinya hipertrigliseridemia pada
kehamilan.
Kolesterol digunakan oleh plasenta untuk sintesis steroid dan
asam lemak bebas
digunakan untuk oksidasi plasenta dan pembentukan membran (Azis
dan
Mahboob, 2007).
Selama kehamilan terjadi peningkatan aktifitas enzim hepatic
lipase dan
penurunan aktifitas lipoprotein lipase. Hepatic lipase
bertanggung jawab terhadap
peningkatan sintesis trigliserid pada tingkat hepar, sedangkan
lipoprotein lipase
bertanggung jawab terhadap katabolisme pada tingkat jaringan
adipose, sehingga
efek total dari kedua enzim tersebut terjadi peningkatan
trigliserid di dalam
sirkulasi dan terjadi perlambatan uptake kilomikron remnan oleh
hepar. Selain itu
hipertrigliserid bisa terjadi kemungkinan oleh adanya kompetisi
antara kilomikron
dengan kolesterol VLDL pada tingkat lipoprotein lipase. Secara
klasik, bersihan
kilomikron terjadi melalui dua langkah,yaitu langkah pertama
hidrolisis trigliserid
oleh lipoprotein lipase dan langkah kedua adalah uptake remnan
oleh hepar.
Adanya kelambatan pada langkah kedua menyebabkan akumulasi
remnan di
dalam sirkulasi (Bar dkk., 2006; Aziz dkk., 2007).
-
48
2.6.5 Peran homeostasis lipid oleh faktor transkripsi Sterol
Regulatory
Element Binding Protein (SREBP)
Homeostasis lipid pada sel-sel vertebra di atur oleh suatu
keluarga dari faktor
transkripsi yang terikat membran yang dikenal dengan sterol
regulatory element-
binding protein (SREBP). SREBP ini secara langsung mengaktifasi
30 gen yang
memproduksi enzim-enzim untuk sintesis kolesetrol, asam lemak,
trigelesrida dan
fosfolipid. Di dalam liver, SREBP akan mengatur produksi lipid,
yang nantinya
akan dibawa ke plasma dalam bentuk lipoprotein dan empedu dalam
bentuk misel
(Horton dkk., 2002; Radhakrishnan dkk., 2008 ).
SREBP merupakan keluarga dari “basic-helix-loop-helix–leucine
zipper
(bHLH-Zip) dari faktor transkripsi. Protein ini berada dalam
bentuk inaktif serta
berfungsi sebagai prekursor yang berikatan dengan retikulum
endoplasma. Setiap
molekul SREBP terdiri dari kurang lebih 1150 asam amino
membentuk 3 domain,
yaitu (a) domain NH2-terminal yang terdiri dari sekitar 480 asam
amino yang
mempunyai regio bhLHL-Zip untuk mengikat DNA, (b) dua hidrofobik
segmen
transmembran yang dipotong oleh lingkaran pendek yang terdiri
dari sekitar 30
asam amino yang terproyeksi ke dalam lumen retikulum endoplasma,
(c) domain
COOH-terminal yang terdiri dari 590 asam amino yang mempunyai
fungsi
mengatur gen yang membentuk enzim yang men sisntesa lipid. Untuk
dapat
mencapai nukleus dan berfungsi sebagai faktor transkripsi,
domain NH2 –terminal
dari setiap molekul SREBP harus dilepaskan dari membran dengan
cara
proteolisis. Dalam proses ini diperlukan 3 jenis protein yaitu
(1) protein SCAP
(SREBP-Cleavage-activating protein), (2) Site-1 protease/S1P dan
(2) Site-2
-
49
protease/S2P. SREBP yang mengalami proteolisis akan diinsersikan
pada
membran retikulum endoplasma, dimana disini domain
COOH-terminalnya akan
berikatan dengan COOH-terminal dari SCAP (Espenshade, 2006;
Rome, 2008).
SCAP ini berfungsi sebagai pengantar SREBP ke dalam lumen
retikulum
endoplasma dan juga sebagai sensor sterol. Apabila sel-sel dalam
kondisi
kekurangan kolesterol, maka SCAP ini akan mengantarkan SREBP
dari retikulum
endoplasma ke dalam apparatus Golgi, dimana terdapat potein S1P
dan S2P.
setelah berada adalam aparatus Golgi, maka S1P akan memotong
molekul SREBP
menjadi dua bagian pada bagian lengkung luminalnya. Selanjutnya
domain NH2-
terminal bHLH-Zip akan dilepaskan dari membrane melalui
pemotongan yang ke
2 yang diperantarai oleh S2P, yang merupakan suatu
metalloproteinase. Akhirnya
SREBP yang sudah terpotong tersebut akan menuju ke nucleus dan
mengaktifasi
transkripsi dengan cara mengikat non –palindromic sterol respons
(SRE) pada
promoter dari gen target (Rome, 2008). Hal sebaliknya akan
terjadi pada kondisi
di mana sel-sel mengalami kelebihan kolesterol, SCAP akan
menangkap kelebihan
kolesterol ini selanjutnya suatu domain sensor yang akan
mengubah komposisi
komplek SCAP/SREBP sehingga tidak akan dapat mencapai lumen
retikulum
endoplasma. Sehingga SREBP akan kehilangan akses untuk
berinteraksi dengan
S1P dan S2P dalam apparatus Golgi, dan akhirnya tidak terjadi
transkripsi target
gen (Horton dkk., 2002; Rome dkk., 2008; Serge dkk., 2008).
-
50
Gambar 2.14
Mekanisme Pelepasan SREBP dari Retikulum Endoplasma ke Apparatus
Golgi.
(Horton dkk, 2002)
Genom mamalia mengkode 3 isoform SREBP, yaitu SREBP-1a, dan
SREBP-
1c yang berasal dari gen tunggal pada kromosom 17 p11.2, serta
SREBP 2 dikode
oleh gen pada kromosom 22 q13. SREBP-1a merupakan aktifator yang
poten
untuk semua gen yang berespons terhadap SREBP, termasuk gen
yang
memperantarai sisntesis kolesterol, trigleserida dan asam lemak.
Derajat aktifitas
aktivasi tergantung dari exon 1a, yang mengkode segmen
transaktivas asidik yang
lebih panjang, dan merupakan ekson pertama dari SREBP-1c.
Peranan SREBP 1c
dan SREBP-2, lebih terbatas dibandingkan dengan 1a. SREB1c
berperan dalam
trankripsi gen yang diubutuhkan untuk sisntesa asam lemak,
sedangkan SREBP-2
-
51
berperan dalam transkripsi gen yang dibutuhkan untuk sisntesa
kolesterol (Bruce
dkk., 2002; Zhang dkk., 2004)
Pada kondisi normal SREBP-1c berperan dalam biosintesis asam
lemak
dengan memproduksi ATP citrate lyase (yang menghasilkan Acetyl
Co-A), acetyl
Co A carboxylase, serta fatty acid syntase. SREBP-2 berperan
dalam biosintesis
kolesterol dengan memproduksi enzim yang berperan dalam
sisntesis kolesterol
adalah HMG Co-A synthase, HMG CoA reductase, farnesyl diphospate
syntase,
dan squalene syntase. Pada akhirnya SREBP-1c dan SREBP-2 akan
mengaktivasi
3 gen yang dibutuhkan untuk menghasilkan NADPH, yang akan
digunakan untuk
biosintesis lipid (Horton dkk., 2002; Espenshade, 2006; Gevry
dkk., 2008).
Gambar 2.15
Tiga Bentuk Mayor Isoform SREBP (RSCB Protein Data Bank download
from
http://www.rscb.org/pdb)
http://www.rscb.org/pdb
-
52
2.6.5.1 Struktur molekuler SREBP-2
Sterol regulatory element binding protein-2 merupakan suatu
faktor
transkripsi helix-loop –helix yang mengatur ekspresi gen yang
meng-kode protein
yang berperan dalam sintesis dan ambilan koleseterol dan asam
lemak. Tidak
sama seperti protein helix-loop-helix yang pada umumnya
mengenali E-box
simetrik (5”-CANNTG-3”), SREBP ini memiliki tirosin yang
menggantikan
arginin pada struktur dasarnya. Perbedaan tersebut memungkinkan
untuk
pengenalan dari suatu sterol regulatory element asimetrik
(stRE-, 5”-ATCCCAC-
3“). Walaupun secara struktural SREBP mirip dengan E-Boxes yang
mengikat
protein helix-loop-helix, namun adanya penggantian arginin oleh
tirosin
menyebabkan SREBP-2 mengenal st RE dan mengatur ekspresi gen
yang
berperan dalam sisntesis membrane (RSCB Protein Data Bank).
Gen SREBF1 mengkode faktor transkripsi yang mengkode faktor yang
terikat
pada sterol regulatory element-1 (SRE1), yang akan mengapit gen
reseptor low
density lipoprotein dan beberapa gen yang mempengaruhi
biosintesis sterol.
Protein ini di sintesis sebagai sebuah prekusor yang terikat
pada membran inti sel
dan retikulum endoplasmik. Mengikuti proses pembelahan, protein
yang matur
akan ditranslokasi ke dalam nucleus dan mengaktifkan transkripsi
dengan
mengikat SRE1. Sterol menghambat pembelahan prekusor, dan bentuk
inti yang
matur segera di katabolisme, sehingga mengurangi transkripsi.
Protein ini adalah
bagian dari the basic helix-loop-helix-leucine zipper (bHLH-Zip)
transcription
factor family. Gen ini berlokasi dalam the Smith-Magenis
syndrome region pada
-
53
kromosom 17. Gen ini memiliki dua varian transkripsi yang
mengkode isoform
yang berbeda (RSCB Protein Data Bank).
Fungsi gen ini adalah mengaktifkan proses transkripsi yang
diperlukan untuk
hemostasis lipid, mengatur transkripsi dari gen reseptor LDL
seperti asam lemak dan untuk mengurangi pembentukan kolesterol.
Terikat pada
sterol regulatory element 1 (SRE-1) (5'-ATCACCCCAC-3'). Memiliki
dual
sekuen yang secara spesifik terikat masing-masing pada sebuah
E-box motif (5'-
ATCACGTGA-3') dan pada SRE-1 (5'-ATCACCCCAC-3').
Genomic View: 17p11.2
Awal: 17,656,111 bp dari pter
Akhir: 17,681,050 bp dari pter
Besar: 24,940 basa
Orientasi: Untai minus
Gambar 2.16
Lokasi Gen SREBP-1 pada Kromosom 17 (Sumber:
www.genecards.org)
Gen SREBF2 mengkode banyak faktor transkripsi yang mengontrol
hemostasis
kolestrol dengan menstimulasi transkripsi gen pengatur sterol.
Protein yang
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/entrez/query.fcgi?db=gene&cmd=Retrieve&dopt=full_report&list_uids=6720http://www.genecards.org/
-
54
dikodenya mengandung sebuah basic helix-loop-helix-leucine
zipper (bHLH-Zip)
domain (RSCB Protein Data Bank).
Fungsi gen ini adalah mengaktifkan transkripsi yang diperlukan
untuk
hemostasis lipid. Mengatur transkripsi gen reseptor LDL seperti
sintesis kolestrol
dan asam lemak. Ikatan sterol regulatory element 1 (SRE-1)
(5'-ATCACCCCAC-
3') ditemukan pada daerah lengkungan dari gen LDRL dan HMG-CoA
sintase.
Genomic View: 22q13
Awal: 40,559,052 bp dari pter
Akhir: 40,632,321 bp dari pter
Besar: 73, 270 basa
Orientasi: Untai positif
Gambar 2.17
Lokasi gen SREBP-1 pada kromosom 22. ( www.genecards.org)
Data epidemiologi menunjukkan bahwa ada kesamaan faktor risiko
antara
pre-eklampsia dengan penyakit–penyakit kardivaskuler, seperti
resitensi insulin
pada diabetes dan obesitas. Disamping itu pre-eklampsia sendiri
merupakan faktor
risiko terjadinya penyakit-penyakit kardiovaskuler dikemudian
hari. SREBP
berperan dalam mengendalikan akumulasi lipid didalam tubuh.
Akumulasi lipid
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/entrez/query.fcgi?db=gene&cmd=Retrieve&dopt=full_report&list_uids=6721http://www.genecards.org/
-
55
intraseluler sangat mungkin berhubungan dengan resistensi
insulin, obesitas
viseral, dan peningkatan akumulasi lipid di jarigan non-adiposal
termasuk pada
dinding pembulh darah (Horton dkk.,2002; Manten dkk., 2005).
Pada pre-eklampsia belum jelas mekanisme yang menyebabkan
perubahan
ekspresi SREBP-2, diduga disebabkan oleh berbagai macam faktor
antara lain
perubahan konsumsi lipid, di mana pada peningkatan komsumsi
polyunsaturated
fatty acid dapat mempengaruhi ekspresi SREBP dan adanya
peningkatan hormon
β HCG (Kharfi dkk., 2005; Vasarhelyi dkk., 2006).
2.7 Estrogen pada Kehamilan Normal dan Pre-eklampsia
Selama kehamilan hormon steroid disintesis sebagian besar oleh
plasenta,
sebagian kecil lagi oleh maternal dan fetus. Ada dua jenis
hormon steroid utama
yang disintesis yaitu estrogen dan progesteron. Kedua hormon
tersebut diperlukan
baik untuk pertumbuhan organ reproduksi, persiapan persalinan
maupun
perubahan metabolik lainnya selama kehamilan dan nifas. Dalam
melaksanakan
fungsinya plasenta sebagai penghasil estrogen dan progesteron
memerlukan
prekursor. Salah satu prekursor yang penting untuk sintesis
estrogen dan
progesteron di plasenta adalah kolesterol (Hill dkk., 2013;
Hadisaputro, 2008).
Progesteron pada awal kehamilan dihasilkan oleh korpus luteum
dalam kurun
waktu kurang lebih 14 hari dan terus dipertahankan sampai umur
kehamilan 10
minggu yang diperkuat oleh adanya hormon Human Chorionic
Gonadotropin
(HCG). Pada masa awal kehamilan ini progesteron sangat
diperlukan untuk
mempertahankan kehamilan. Pada masa setelah usia kehamilan lebih
dari 10
-
56
minggu maka plasenta mulai menghasilkan progesteron. Sumber
utama dari
progesteron pada masa ini adalah kolesterol LDL. Kolesterol LDL
ini memasuki
sel-sel trofoblas plasenta dengan cara endositosis membentuk
vesikel-vesikel yang
mengandung kompleks kolesterol LDL-reseptor membran spesifik.
Vesikel ini
kemudian bergabung dengan lisosom dan mengalami hidrolisis dan
dilepaskan
menuju ke mitokondria. Di dalam mitokondria kolesterol dipecah
lagi dengan cara
hidroksilasi dengan bantuan enzim P450 sitokrom menjadi
pregnenolon yang
kemudian dengan bantuan enzim 3β-hidroksisteroid dehidrogenase
menjadi
progesteron. Progesteron tersebut sebagian besar (90%)
diekskresikan ke dalam
sirkulasi maternal. Sepanjang usia kehamilan, plasenta akan
menghasilkan
progesteron secara linear mulai dari trimester I sebesar 40µg/ml
sampai lebih dari
175 µg/ml atau sekitar 250 mg/hari. Fungsi utama progesteron
adalah menyiapkan
implantasi dan mempertahankan kehamilan. Pada awal kehamilan
progesteron ini
sudah dikenali oleh reseptor-reseptor di sel sinsisiotrofoblas
dan sitotrofoblas.
Pada pembuluh darah progesteron adalah mempertahankan afinitas
yang tinggi
dari β2-adrenergik otot polos sehingga meningkatkan kapasitas
vaskuler dan
menurunkan tahanan perifer (Hadisaputra, 2008).
Estrogen selama kehamilan dihasilkan oleh plasenta dan sebagian
besar
berasal dari konversi prekursor androgen maternal dan adrenal
janin. Di plasenta
kolesterol dikonversi menjadi pregnenolon sulfat yang kemudian
di konversi lagi
menjadi dehidroepiandrosteron sulphate (DHEA-S). Selanjutnya
DHEA-S ini
dimetabolisme menjadi estron (E1) dan melalui testosteron
menjadi estradiol (E2)
dan Estriol (E3). Dekonjugasi 16α-hidroksi DHEA-S memerlukan
enzim sulfatase
-
57
yang merupakan enzim dengan aktifitas yang tinggi pada
metabolisme estrogen di
plasenta. Semua jenis estrogen tersebut disekresikan ke dalam
sirkulasi maternal.
Kadar estradiol meningkat 6-40 µg/ml dan meningkat terus sampai
usia kehamilan
aterm atau total blood production rate estradiol mencapai 10-25
mg/hari.
Estradiol merupakan estrogen dengan konsentrasi yang paling
tinggi dalam darah
maternal (Hadisaputra, 2008). Estradiol berperan meningkatkan
vaskulogenesisi
dan menghambat Oxidized LDL serta menghambat pembentukan
aterosis.
Penelitian yang dilakukan oleh Acikgos tahun 2012 menemukan
kadar Oxidized
LDL dan Estradiol plasenta pada pre-eklampsia lebih rendah
secara bermakna
dibandingkan dengan kadar Oxidized LDL dan estradiol pada
plasenta kehamilan
normal (Acikgos dkk., 2012). Namun hal sebaliknya ditemukan oleh
Brakhas
pada tahun 2012 dimana didapatkan perbedaan kadar estradiol
darah yang tidak
bermakna antara pasien pre-eklampsia dengan yang tidak
pre-eklampsia (Brakhas
dan Rahmah, 2012). Dengan demikian masih terdapat kontroversi
peran estrogen
pada mekanisme patogenesis pre-eklampsia.
Belum jelas peran metabolit 2-Methoxyestradiol dalam adaptasi
vaskuler
pada kehamilan normal maupun pada pre-eklampsia.
2.7.1 Biosintesis 2-Methoxyestradiol (2-ME)
2-ME merupakan metabolit 17β-estradiol, yang saat ini banyak
diteliti
berkaitan dengan perannya sebagai antiproliperatif,
antiangiogenesis dan
antiapoptosis, sehingga metabolit ini diduga dapat mengatasi
pertumbuhan sel-sel
ganas pada kanker, terutama pada sel-sel kaker yang sensitif
terhadap estrogen
-
58
seperti kanker payudara. Kerja dari 2-ME adalah menghambat
siklus sel pada
G2/M-phase serta menghambat polimerisasi tubulin dengan cara
mengikat tempat
pengikatan colchicine pada tubulin, dengan demikian kerja 2-ME
sebagai
metabolit estrogen tidak melalui reseptor estrogen (ESR) ( Chua,
2010).
2-ME disintesis melalui hidroksilasi sekuensial dan O-metilasi
pada posisi-2
dai 17 β-Estradiol. Pada wanita estrogen dihasilkan terutama
oleh ovarium dengan
kolesterol sebagai prekursor melalui proses steroidogenesis,
dimulai dari konversi
kolesterol menjadi progestin (C 21) diikuti oleh andorgen dan
akhirnya menjadi
estrogen (C18) dengan bantuan berbagai ensim di antaranya adalah
aromatase
(CY450arom), 17β-Hydroxysteroid Dehidrogenase (17β-HSD) dan
steroid
sulfatase (STS). Steroid lainnya yang dihasilkan oleh ovarium
adalah Estron dan
Estriol,namun estradiol mempunyai efek estrigenik paling kuat
(Jobe dkk., 2013).
Estrogen dikonversi menjadi beberapa metabolit terhidroksilasi
di dalam unit
uteroplasenta oleh enzim P450 (CY450) yang ditentukan oleh
posisi
hidroksilasinya yaitu 2-Hydroxyestrone, 4-Hydroxyestrone,
16α-Hydroxyestrone,
2-Hydroxyestradiol dan 4-Hydroxyestradiol. Metabolit tersebut di
atas dikenal
dengan cathecolestrogen. Cathecolestrogen mengalami metilasi
oleh enzim
Cathecol-O-Methyltransferase menjadi Methoxyestrogen, yaitu
2-
Methoxyestrogen, 4-Methoxyestrogen, 2-Methoxyestrone,
3-Methoxyestrone, dan
4-Methoxyestrone. Sedangkan beberapa metabolit lain seperti
16-
ketoestradiol,16-epi-estriol dan 17-epi-estriol dibentuk melalui
jalur enzimatik
(Kanasaki, 2009; Lee dkk., 2010; Hertig dkk., 2010; Jobe dkk.,
2013).
-
59
Berikut adalah skema sintesis dan metabolisme estrogen di
plasenta :
Gambar 2.18
Sintesis dan Metabolisme Estrogen dan Metabolitnya (Jobe dkk.,
2013 )
2.7.2 Peran 2- Methoxyestradiol (2-ME) pada pre-eklampsia
Peran hipoksia plasenta, invasi tropoblas dan hormon steroid
pada kehamilan
dalam menimbulkan sindroma pr-eeklampsia belum jelas.Telah
diketahui bahwa
faktor transkripsi Hipoxya Inducing Factor α (HIF-α) dapat
menginduksi gen
yang memfasilitasi kelangsungan hidup sel tropoblas dalam
kondisi hipoksik.
HIF-α bertanggung jawab terhadap kemampuan invasif sel tropoblas
kedalam
desidua (Lee et al, 2010). Pada kehamilan normal telah diketahui
terjadi
peningkatan metabolit estradiol yaitu 2-methoxyoestradiol
(2-ME). Perubahan
estradiol menjadi 2-ME ini diperankan oleh ensim cathecolamin-o-
methyl
transferase (COMT). Hipoksia plasenta yang terjadi pada
pre-eklampsia
disebabkan oleh adanya faktor antiangiogenik HIF-α dan Soluble
fms like tyrosine
-
60
kinase-1 (sFlt-1). Pada hewan tikus defisiensi 2-ME menyebabkan
munculnya
sindroma pre-eklampsia (Kanasaki, 2009).
Berikut adalah gambar skematik peranan CMOT dan 2-ME dalam
vaskulogenesis plasenta:
Gambar 2.19
Peranan COMT/2-ME pada kehamilan (Kanasaki, 2009)
COMT, merupakan ensim katabolik yang bertanggung jawab
terhadap
degradasi molekul bioaktif seperti katekolamin dan
katekolestrogen. Estradiol
dimetabolisme oleh ensim P450 sitokrom menjadi
17-hidroxyestradiol
(katekolestrogen), selanjutnya oleh ensim CMOT dikonversi
menjadi 2-ME yang
-
61
selanjutnya menghambat faktor HIF-α. Pada kehamilan normal
konsentrasi 2-ME
meningkat sampai usia kehamilan aterm (Kanasaki, 2009).
Tropoblas ekstravilus, merupakan sel tropoblas yang mempunyai
fungsi yang
sangat penting dan krusial dalam invasi tropoblas ke dalam
desidua/endometrium
sampai pada sepertiga bagian dinding uterus pada 2 minggu
setelah implantasi.
Sel ini kemudian menginvasi arteria spiralis dan ketika itu
terjadilah kontak antara
darah ibu dan janin. Tekanan oksigen yang rendah pada plasenta
(placental
hypoxia) pada awal kehamilan ini dipercaya menyebabkan
berjalannya invasi
tropoblas denagn baik. Sementara itu 2-ME yang merupakan
metabolit dari
estradiol melalui ensim COMT, mempunyai peran dalam kemampuan
invasi
tropoblas kedalam desidua. Telah dibuktikan pada hewan coba
tikus yang defisien
2-ME mengalami pre-eclampsia like syndrome. Dengan demikian
diduga terdapat
peranan estradiol dalam munculnya sindroma pre-eklampsia (Hertig
dkk., 2010).