BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penuaan 2.1.1 Definisi Penuaan Penuaan adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau menggganti diri dan mempertahankan struktur serta fungsi normalnya, sehingga tidak dapat bertahan serta memperbaiki kerusakan yang diderita. Secara praktis penuaan dapat dilihat sebagai suatu penurunan fungsi biologik dari usia kronologik. Penuaan tidak dapat dihindari dan terjadi dengan kecepatan yang berbeda, tergantung dari susunan genetik seseorang, lingkungan, dan gaya hidup. Sehingga penuaan dapat terjadi lebih dini atau lambat tergantung kesehatan dari masing-masing individu (Fowler, 2003). Banyak faktor yang menyebabkan orang menjadi tua melalui proses penuaan, yang kemudian menimbulkan sakit tertentu, dan berujung pada kematian. Pada dasarnya faktor di atas dapat dikelompokkan menjadi dua, yakni faktor internal dan eksternal. Beberapa faktor internal meliputi radikal bebas, hormon yang berkurang, proses glikosilasi (yang menyebabkan peningkatan AGEs), metilasi (penambahan gugus metil pada rantai DNA), apoptosis (kematian sel yang terprogram), sistem kekebalan yang menurun dan genetik. Kemudian faktor eksternal yang utama ialah gaya hidup dan diet yang tidak sehat, kebiasaan buruk, polusi lingkungan, stres dan kemiskinan (Pangkahila, 2011).
41
Embed
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penuaan 2.1.1 Definisi Penuaan · 2017. 4. 1. · 10 2.1.2 Teori Terjadinya Proses Penuaan Banyak teori yang menjelaskan mengapa manusia mengalami proses
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penuaan
2.1.1 Definisi Penuaan
Penuaan adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan
kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau menggganti diri dan
mempertahankan struktur serta fungsi normalnya, sehingga tidak dapat
bertahan serta memperbaiki kerusakan yang diderita. Secara praktis penuaan
dapat dilihat sebagai suatu penurunan fungsi biologik dari usia kronologik.
Penuaan tidak dapat dihindari dan terjadi dengan kecepatan yang berbeda,
tergantung dari susunan genetik seseorang, lingkungan, dan gaya hidup.
Sehingga penuaan dapat terjadi lebih dini atau lambat tergantung kesehatan
dari masing-masing individu (Fowler, 2003).
Banyak faktor yang menyebabkan orang menjadi tua melalui proses
penuaan, yang kemudian menimbulkan sakit tertentu, dan berujung pada
kematian. Pada dasarnya faktor di atas dapat dikelompokkan menjadi dua,
yakni faktor internal dan eksternal. Beberapa faktor internal meliputi radikal
bebas, hormon yang berkurang, proses glikosilasi (yang menyebabkan
peningkatan AGEs), metilasi (penambahan gugus metil pada rantai DNA),
apoptosis (kematian sel yang terprogram), sistem kekebalan yang menurun
dan genetik. Kemudian faktor eksternal yang utama ialah gaya hidup dan diet
yang tidak sehat, kebiasaan buruk, polusi lingkungan, stres dan kemiskinan
(Pangkahila, 2011).
10
2.1.2 Teori Terjadinya Proses Penuaan
Banyak teori yang menjelaskan mengapa manusia mengalami proses
penuaan. Tetapi, pada dasarnya semua teori itu dapat dibagi menjadi dua
kelompok, yaitu wear and tear theory dan programmed theory (Goldman dan
Klatz, 2003).
2.1.2.1 Teori Wear and Tear
Teori wear and tear pada prinsipnya menyatakan tubuh menjadi lemah
lalu meninggal sebagai akibat dari penggunaan dan kerusakan yang
terakumulasi. Teori ini telah lama diperkenalkan oleh Dr. August Weismann,
seorang ahli biologi dari Jerman pada tahun 1882. Menurut teori ini, tubuh
dan sel yang terdapat pada makhluk hidup menjadi rusak karena terlalu sering
digunakan dan disalahgunakan. Kerusakan tidak terbatas pada organ,
melainkan juga terjadi pada tingkat sel (Pangkahila, 2011).
Hal ini menyatakan bahwa walaupun seseorang tidak pernah merokok,
minum alkohol, dan hanya mengkonsumsi makanan alami, dengan
menggunakan organ tubuh secara biasa saja, pada akhirnya akan berujung
pada terjadinya suatu kerusakan. Penyalahgunaan organ tubuh akan membuat
kerusakan terjadi lebih cepat. Karena itu, tubuh akan menjadi tua, dimana sel
juga merasakan pengaruhnya, terlepas dari seberapa sehat gaya hidupnya.
Sistem pemeliharaan pola hidup yang baik pada masa muda dinilai dapat
berpengaruh terhadap perbaikan tubuh sebagai kompensasi terhadap
pengaruh penggunaan dan kerusakan normal berlebihan (Pangkahila, 2011).
Dengan menjadi tua, tubuh berangsur kehilangan kemampuan dalam
memperbaiki kerusakan karena penyebab apa pun. Banyak orang tua
meninggal karena penyakit yang pada masa mudanya dapat ditolak. Teori ini
meyakini bahwa pemberian suplemen yang tepat dan pengobatan yang tidak
terlambat dapat membantu mengembalikan proses penuaan dengan
mekanismenya adalah merangsang kemampuan tubuh untuk melakukan
perbaikan dan mempertahankan organ tubuh dan sel (Pangkahila, 2011).
Teori wear and tear meliputi:
A. Teori Kerusakan DNA
Tubuh manusia memiliki kemampuan untuk memperbaiki diri (DNA
repair). Proses penuaan sejatinya memiliki arti sebagai proses penyembuhan
yang tidak sempurna dan sebagai akibat penimbunan kerusakan molekul yang
terus menerus. Kerusakan DNA yang terakumulasi dalam waktu lama, dapat
mencapai suatu keadaan dimana basis molekul sudah mengalami kerusakan
yang berat. Kerusakan molekuler dapat disebabkan oleh faktor yang berasal
dari luar, seperti radiasi, polutan, asap rokok dan mutagen kimia (Pangkahila,
2011).
B. Teori Penuaan Radikal Bebas
Teori ini menjelaskan bahwa suatu organisme dapat mengalami
penuaan dikarenakan adanya akumulasi kerusakan oleh radikal bebas di
dalam sel dalam jangka waktu tertentu. Radikal bebas adalah suatu atom atau
molekul yang mempunyai susunan elektron tidak berpasangan sehingga
bersifat sangat tidak stabil. Untuk menjadi stabil, radikal bebas akan
menyerang sel-sel untuk mendapatkan elektron pasangannya dan terjadilah
reaksi berantai yang menyebabkan kerusakan jaringan yang luas. Molekul
utama di dalam tubuh yang dapat dirusak oleh radikal bebas adalah DNA,
lemak, dan protein (Suryohusodo, 2000). Dengan bertambahnya usia maka
akumulasi kerusakan yang terjadi pada sel akibat radikal bebas semakin
mengambil peranan, sehingga dapat mengganggu metabolisme sel, juga
merangsang terjadinya mutasi sel, yang akhirnya bisa berakibat kanker dan
kematian. Pada kulit, radikal bebas dapat merusak kolagen dan elastin, suatu
protein yang menjaga kulit agar tetap lembab, halus, fleksibel dan elastis.
Jaringan tersebut akan mengalami kerusakan akibat paparan radikal bebas,
terutama pada daerah wajah, dimana akan terbentuk lekukan kulit dan kerutan
yang dalam akibat paparan yang lama oleh radikal bebas (Goldman dan
Klatz, 2003).
C. Glikosilasi
Teori ini dikemukakan dan mendapatkan momentumnya sejak diketahui
bahwa glikosilasi memiliki peranan penting dalam kaitannya dengan diabetes
tipe 2. Glukosa bergabung dengan protein yang telah mengalami dehidrasi,
yang kemudian menyebabkan terganggunya sistem organ tubuh. Pada
diabetes, glikosilasi menyebabkan kekakuan arteri, katarak, hilangnya fungsi
syaraf, yang merupakan komplikasi yang umum terjadi pada diabetes
(Pangkahila, 2011).
2.1.2.2 Programmed Theory
Teori ini menganggap bahwa di dalam tubuh manusia terdapat suatu
jam biologik, yang dimulai dari proses konsepsi sampai ke kematian dalam
suatu model terprogram. Peristiwa ini terprogram mulai dari sel sampai
embrio, janin, masa bayi, anak-anak remaja, menjadi tua dan akhirnya
meninggal (Pangkahila, 2011).
Programmed theory meliputi:
A. Teori Terbatasnya Replikasi Sel
Teori ini mengatakan bahwa pada ujung chromosome strands terdapat
struktur khusus yang disebut telomere. Setiap replikasi sel telomere
mengalami pemendekan ukuran pada proses pembelahan pembelahan sel.
Dan setelah sejumlah pembelahan sel tertentu, telomere telah dipakai dan
pembelahan sel terhenti. Menurut Hayflick, mekanisme telomere tersebut
menentukan rentang usia sel dan pada akhirnya juga rentang usia organisme
itu sendiri (Pangkahila, 2011).
B. Proses Imun
Rusaknya sistem imun tubuh seperti mutasi yang berulang atau
perubahan protein protein pasca translasi, dapat menyebabkan berkurangnya
kemampuan sistem imun tubuh dalam mengenali dirinya sendiri (self
recognition). Jika mutasi somatik dapat menyebabkan terjadinya kelainan
pada antigen permukaan sel, maka hal ini akan menyebabkan sistem imun
dalam tubuh menganggap sel yang mengalami perubahan tersebut sebagai sel
asing dan menghancurkannya. Perubahan inilah yang menjadi dasar
terjadinya peristiwa autoimun. Salah satu bukti yang ditemukan ialah
bertambahnya prevalensi auto antibodi pada orang lanjut usia (Pangkahila,
2011).
C. Teori Neuroendokrin
Teori ini diperkenalkan Vladimir Dilman, PhD, dengan dasar peranan
berbagai hormon bagi fungsi organ tubuh. Pada usia muda, berbagai hormon
bekerja dengan baik dalam mengendalikan berbagai fungsi organ tubuh,
sehingga fungsi berbagai organ tubuh sangat optimal, seperti kemampuan
bereaksi terhadap panas dan dingin, kemampuan motorik, fungsi seksual, dan
fungsi motorik. Seiring dengan menuanya seseorang maka tubuh hanya
mampu memproduksi hormon lebih sedikit, sehingga kadarnya menurun dan
berakibat pada gangguan berbagai fungsi tubuh. Contoh yang jelas ialah
menopause pada wanita, dan andropause pada pria. Terapi sulih hormon
dikatakan dapat membantu untuk mengembalikan fungsi hormon tubuh
sehingga dapat memperlambat proses penuaan (Goldman dan Klatz, 2003).
2.1.3 Fase Penuaan
Menurut Fowler (2003), penuaan dibagi menjadi tiga fase berdasarkan
usia, antara lain:
1. Fase Subklinik (25-35 tahun)
Kadar hormon mulai menurun, seperti growth hormone, testosteron dan
estrogen. Pembentukan radikal bebas dapat merusak sel dan struktur DNA.
Tanda dan keluhan penuaan belum tampak dari luar, individu masih tampak
sehat dan merasa normal. Bahkan pada umumnya rentang usia ini dianggap
masih muda dan nomal.
2. Fase Transisi (35-45 tahun)
Kadar hormon menurun ±25% disertai kehilangan massa otot yang
mengakibatkan penurunan kekuatan dan energi, sebaliknya komposisi lemak
tubuh meningkat. Ditambah pengaruh buruk gaya hidup yang mengawali
terjadinya resistensi insulin dan peningkatan risiko mengalami penyakit
jantung, pembuluh darah, dan obesitas. Tampak gejala klinis, seperti
penurunan kemampuan indera penglihatan dan pendengaran, rambut putih
mulai tumbuh, penurunan elastisitas dan pigmentasi kulit, dan penurunan
dorongan dan bangkitan seksual.
3. Fase Klinik (>45 tahun)
Penurunan kadar hormon berlanjut termasuk pada growth hormone, DHEA,
testosteron, estrogen, dan progesteron. Hilangnya kemampuan menyerap
nutrisi, vitamin, dan mineral menyebabkan densitas tulang menurun,
kehilangan massa otot ±1 kilogram setiap 3 bulan, dan peningkatan lemak
tubuh dan berat badan. Prevalensi penyakit kronis meningkat drastis dan
muncul banyak ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas sederhana.
2.1.4 Anti Aging Medicine (AAM)
Konsep dan definisi ilmu AAM pada awalnya diperkenalkan dan
dikembangkan oleh American Academy of Anti-Aging Medicine (A4M) pada
tahun 1993. Definisi aslinya adalah “Anti-Aging Medicine is a medical
specialty founded the application of advance scientific and medical
technologies for the early detection, prevention, treatment, and reversal of
age-related dysfunction, disorders, and diseases to prolong the healthy
lifespan”. Terjemahan bebasnya sebagai berikut, “Anti-Aging Medicine
adalah bagian dari ilmu kedokteran yang didasarkan pada penggunaan ilmu
pengetahuan dan teknologi kedokteran terkini untuk melakukan deteksi dini,
pencegahan, pengobatan, dan perbaikan ke keadaan semula berbagai
disfungsi, kelainan, dan penyakit yang berkaitan dengan penuaan, yang
bertujuan untuk memperpanjang hidup dalam keadaan sehat” (Pangkahila,
2011).
Jadi penuaan dianggap dan diperlakukan sama dengan penyakit, yang
dapat dicegah, dihindari, dan diobati, sehingga dapat kembali ke keadaan
semula dan pada akhirnya usia harapan hidup menjadi lebih panjang dan
dalam keadaan sehat dengan kualitas hidup yang tetap baik. Dengan demikian
manusia tidak lagi harus membiarkan begitu saja dirinya menjadi tua dengan
segala keluhan (Pangkahila, 2011).
Perubahan paradigma inilah yang membedakan AAM dengan
kedokteran konvensional yang kini masih mendominasi dunia kedokteran.
AAM secara progresif berupaya mengatasi proses penuaan agar keluhan,
disfungsi, atau penyakit tidak muncul, sedangkan kedokteran konvensional
mengatasi keluhan, disfungsi, dan penyakit yang muncul karena proses
penuaan (Pangkahila, 2011).
2.2 Radikal Bebas
Radikal bebas adalah suatu molekul reaktif dengan satu atau lebih
elektron yang tidak berpasangan pada orbit terluar (Pham-Huy et al., 2008).
Konfigurasi yang tidak stabil ini kemudian berinteraksi dengan molekul yang
berdekatan, seperti protein, lipid, karbohidrat, dan asam nukleat, kemudian
menjadikan molekul tersebut tidak stabil dan terjadilah reaksi rantai yang
baru akan berhenti setelah diredam oleh senyawa yang bersifat antioksidan.
Radikal bebas yang paling sering menyebabkan kerusakan sistem biologi
adalah oxygen-free radical, yang lebih dikenal sebagai reactive oxygen
species (ROS) (Rahman, 2007).
2.2.1 Klasifikasi Radikal Bebas
Menurut Salama dan El-Bahr (2007), radikal bebas dapat dibagi
menjadi:
1. Oxygen centered radicals terdiri dari anion superoksida (O2●),
radikal hidroksil (●OH), radikal alkoksil (RO
●), dan radikal
peroksil (●OOH atau ROO
●).
2. Oxygen centered non radicals terdiri dari hidrogen peroksida
(H2O2) dan oksigen singlet (1O2).
3. Spesies radikal lain atau reactive nitrogen species (RNS)
antara lain: nitrit oksida (NO●), nitrit dioksida (NO
●2), dan
peroksinitrit (OONO-).
Gambar 2.1
Klasifikasi radikal bebas (Salama dan El-Bahr, 2007)
2.2.2 Sumber Radikal Bebas
Menurut Pham-Huy et al. (2008), sumber radikal bebas dapat dibagi
menjadi:
1. Radikal bebas yang dihasilkan dari dalam tubuh akibat adanya
proses enzimatik oleh mitokondria, membran plasma, lisosom,
retikulum endoplasma, dan inti sel. Proses enzimatik yang
menyebabkan terbentuknya radikal bebas antara lain berupa oksidasi
pada proses respirasi, pencernaan, dan metabolisme
2. Radikal bebas yang berasal dari dalam tubuh akibat adanya
proses nonenzimatik. Hal ini disebabkan oleh reaksi oksigen dengan
senyawa organik melalui ionisasi dan radiasi. Contohnya, pada reaksi
inflamasi dan iskemia
3. Radikal bebas yang berasal dari luar tubuh yang diakibatkan
oleh adanya polutan seperti asap rokok, asap kendaraan bermotor,
radiasi sinar UV, sinar X, sinar gamma, konsumsi makanan tinggi
lemak, caffeine, alkohol, pestisida atau zat beracun lainnya. Selain itu
radikal bebas juga dapat dipicu oleh adanya stres atau aktivitas fisik
berlebih
2.2.3 Pembentukan Radikal Bebas
Secara umum, tahapan reaksi pembentukan radikal bebas melalui tiga
tahapan reaksi berikut (Winarsi, 2010):
1. Tahap inisiasi, yaitu awal pembentukan radikal bebas,
menjadikan senyawa non radikal menjadi radikal. Misalnya:
Fe ++ + H2O2 Fe +++ + OH- + •OH
R1 _H + •OH R1• + H2O
2. Tahap propagasi, yaitu pemanjangan rantai radikal,
dimana reaksi berantai radikal bebas diperluas sehingga membentuk
beberapa radikal bebas baru.
R2_H + R1• R2 • + R1_H
R3_H + R2• R3 • + R2_H
3. Tahap terminasi, yaitu pembentukan non radikal dari
radikal bebas, bereaksinya senyawa radikal dengan radikal lain
atau dengan penangkap radikal, sehingga potensi propagasinya
rendah.
R1 • + R1 • R1_R1
R2 • + R1 • R2_R1
R2 • + R2 • R2_R2 dan seterusnya
2.2.4 Reactive Oxygen Species (ROS)
ROS berasal dari elemen oksigen yang merupakan hal penting bagi
organisme aerob, seperti halnya manusia. Sekitar 90% dari oksigen yang
masuk ke dalam tubuh digunakan untuk menghasilkan energi berupa ATP
melalui proses fosforilasi oksidatif di mitokondria. Sekitar 10% oksigen
digunakan oleh enzimenzim untuk proses hidroksilasi dan reaksi oksigenisasi.
Sekitar 1 – 2 % oksigen menjadi residu yang kemudian dikonversi menjadi
reactive oxygen species yang dikenal juga dengan ROS (Baynes dan
Dominiczak, 2014).
ROS adalah istilah yang digunakan untuk radikal, bukan hanya radikal
yang mengandung oksigen (superoksida (O2●) dan radikal hidroksil (
●OH))
namun juga derivat oksigen yang tidak mengandung elektron tidak
berpasangan seperti hidrogen peroksida (H2O2) dan oksigen singlet (1O2)
(Pham-Huy et al., 2008).
Proses fosforilasi oksidatif yang terjadi di mitokondria menghasilkan
energi berupa ATP melalui reduksi oksigen menjadi dua molekul air, dengan
reaksi
sebagai berikut (Winarsi, 2010): O2 + 4H+ + 4e- 2H2 O
Reduksi satu molekul oksigen menjadi dua molekul air terjadi dengan
memindahkan empat elektron. Namun dalam keadaan tertentu, proses
pemindahan elektron ini tidak terjadi secara sempurna, sehingga
mengakibatkan terbentuknya spesies reaktif seperti O2●,
●OH, dan H2O2
seperti berikut ini (Winarsi, 2010):
Mekanisme terbentuknya ROS secara in vivo terjadi melalui tiga jalur,
yaitu 1) akibat reaksi antara oksigen dengan ion metal (reaksi Fenton), 2)
sebagai reaksi sampingan dari transpor elektron yang terjadi di mitokondria,
3) melalui proses enzimatik normal seperti pembentukan H2O2 oleh oksidasi
asam lemak di peroksisom (Baynes dan Dominiczak, 2014).
Gambar 2.2
Mekanisme terbentuknya ROS oleh reaksi Fenton dan Haber-Weiss
(Baynes dan Dominiczak, 2014)
2.2.4.1 Dampak Negatif Reactive Oxygen Species (ROS)
ROS dapat merusak DNA, protein dan lipid, namun dalam keadaan
normal tubuh memiliki sistem yang mampu memperbaiki kerusakan akibat
ROS, yaitu :
1. DNA
• Kerusakan: seluruh komponen DNA dapat dirusak oleh radikal
hidroksil (•OH). Sedangkan oksigen singlet (1O2) lebih cenderung
mengenai guanin. Superoksida (O2●) dan hidrogen peroksida (H2O2)
tidak mengenai DNA.
• Sistem perbaikan: kerusakan pada DNA dikenali oleh enzim tubuh,
dilanjutkan dengan proses excisi, resintesis, dan penggabungan kembali
rantai DNA.
2. Protein
• Kerusakan: banyak ROS mampu merusak gugus sulfhidril. Radikal
hidroksil (•OH) dapat merusak banyak residu asam amino.
• Sistem perbaikan: residu oksidasi metionin diatasi oleh methionine
sulfoxide reductase. Kerusakan protein lain dapat dikenali dan
dihancurkan oleh protease selular.
3. Lipid
• Kerusakan: beberapa ROS, kecuali superoksida (O2●) dan hidrogen
peroksida (H2O2), dapat menginisiasi terjadinya peroksidasi lipid.
• Sistem perbaikan: chain-breaking antioxidants khususnya tokoferol
dapat menghilangkan propagasi rantai radikal peroksil. Phospholipid