9 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1.Penuaan Semua makhluk hidup secara alami akan mengalami proses penuaan, tidak terkecuali manusia. Proses penuaan dimulai dengan menurunnya regenerasi sel pada orang dewasa seiring dengan adanya peningkatan usia. Terdapat banyak faktor yang menjadi penyebab proses penuaan. Ada dua kelompok golongan besar dalam mempercepat proses penuaan yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal merupakan genetik, radikal bebas, hormon yang berkurang, proses glikosilasi, metilasi, apoptosis, dan sistem kekebalan yang menurun sedangkan faktor eksternal yaitu gaya hidup tidak sehat, diet tidak terkontrol, kebiasaan, polusi lingkungan, dan stres. Faktor internal dan eksternal dapat dicegah, dan diperlambat ataupun dapat dihambat sehingga usia harapan hidup dapat lebih panjang dengan kualitas hidup yang lebih baik (Pangkahila, 2017). 2.1.1 Teori Penuaan Teori-teori tentang penuaan telah banyak dikemukan oleh banyak ilmuwan, hal ini memberikan wawasan yang penting untuk memahami perubahan fisiologis yang berkaitan dengan usia. Pandangan menyeluruh sangat diperlukan untuk memahami proses penuaan, hal itu disebabkan penuaan bukan berasal dari satu faktor saja, namun terjadi dari banyak faktor. Dari beberapa teori tentang proses penuaan
47
Embed
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1.Penuaan...9 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1.Penuaan Semua makhluk hidup secara alami akan mengalami proses penuaan, tidak terkecuali manusia. Proses penuaan dimulai
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
9
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1.Penuaan
Semua makhluk hidup secara alami akan mengalami proses penuaan, tidak
terkecuali manusia. Proses penuaan dimulai dengan menurunnya regenerasi sel pada
orang dewasa seiring dengan adanya peningkatan usia. Terdapat banyak faktor yang
menjadi penyebab proses penuaan. Ada dua kelompok golongan besar dalam
mempercepat proses penuaan yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor
internal merupakan genetik, radikal bebas, hormon yang berkurang, proses glikosilasi,
metilasi, apoptosis, dan sistem kekebalan yang menurun sedangkan faktor eksternal
yaitu gaya hidup tidak sehat, diet tidak terkontrol, kebiasaan, polusi lingkungan, dan
stres. Faktor internal dan eksternal dapat dicegah, dan diperlambat ataupun dapat
dihambat sehingga usia harapan hidup dapat lebih panjang dengan kualitas hidup
yang lebih baik (Pangkahila, 2017).
2.1.1 Teori Penuaan
Teori-teori tentang penuaan telah banyak dikemukan oleh banyak ilmuwan,
hal ini memberikan wawasan yang penting untuk memahami perubahan fisiologis
yang berkaitan dengan usia. Pandangan menyeluruh sangat diperlukan untuk
memahami proses penuaan, hal itu disebabkan penuaan bukan berasal dari satu faktor
saja, namun terjadi dari banyak faktor. Dari beberapa teori tentang proses penuaan
10
yang ada, pada dasarnya penuaan dikelompokan dalam teori “pakai dan rusak” (wear
and tear theory) dan teori program. Teori “pakai dan rusak” meliputi kerusakan DNA,
glikosilasi, dan radikal bebas. Teori program meliputi teori replikasi sel, proses imun,
dan teori hormon (Pangkahila, 2017; Goldman, Klatz, 2007).
1. Teori pakai dan rusak (wear and tear theory)
Teori ini mengemukakan bahwa tubuh dan sel akan menjadi cepat rusak
karena terlalu sering digunakan dan disalahgunakan. Organ-organ dalam
tubuh manuasia seperti hati, lambung, ginjal, kulit dan organ lain dapat
menurun fungsinya, karena adanya toksin dalam makanan dan lingkungan
yang ada di sekitar kita, konsumsi lemak, gula, kafein, alkohol, dan nikotin
yang berlebihan, dapat pula disebabkan oleh sinar ultraviolet, stress fisik dan
emosional. Kerusakan yang dapat ditimbulkan bukan saja pada organ namun
juga bisa terjadi pada tingkat sel.
Penyalahgunaan organ tubuh akan mempercepat kerusakan organ tubuh
manusia. Pada saat usia muda sistem pemeliharaan dan perbaikan tubuh mampu
melakukan kompensasi terhadap pengaruh penggunaan dan kerusakan normal
ataupun berlebih. Namun pada tubuh yang telah mengalami proses penuaan,
maka tubuh akan kehilangan kemampuan dalam memperbaiki kerusakan yang
terjadi karena penyebab apapun.
Dr. August Weismann tahun 1882 memperkenalkan pertama kali teori
bahwa dengan pemberian suplemen yang tepat dan pengobatan yang tepat akan
11
dapat membantu mengembalikan kondisi tubuh sehingga proses penuaan tidak
berlangsung dengan cepat. Hal ini merangsang tubuh untuk melakukan
perbaikan dan mempertahankan fungsi organ dan sel tubuh.
2. Teori Neuroendokrin
Pada saat tubuh dalam usia muda fungsi organ tubuh sangat optimal,
contohnya kemampuan tubuh dalam bereaksi terhadap panas dan dingin,
kemampuan motorik, fungsi memori, juga funsi seksual. Dengan bertambahnya
usia, jumlah hormon pada tubuh juga akan semakin menurun dan menyebabkan
adanya penurunan fungsi organ tubuh manusia. Hal ini yang menyebabkan
adanya keluhan-keluhan seperti menjadi tidak tahan terhadap suhu dingin,
gerakan menjadi lambat, masa otot berkurang, lemak tubuh meningkat, daya
ingat menurun,dan fungsi seksual yang menurun.
3. Teori Kontrol Genetik
Teori kontrol genetik menggangap bahwa di dalam tubuh manusia
terdapat jam bilogik. Peristiwa ini dimulai dari proses konsepsi sampai
kematian dalam suatu model yang terprogram. Walaupun manusia memiliki
sistem jam biologik (biological clock) namun variasinya sangatlah besar.
Di dalam tubuh manusia terdapat pelindung bagi setiap sel, yaitu struktur
khusus pada ujung kromosom yang disebut telomer. Pada setiap pembelahan sel
telomer akan memendek san sewaktu telomer telah terpakai semua maka
pembelahan sel akan berhenti dan menyebabkan kematian. Oleh sebab itu
12
telomer dikenal sebagai jam biologik.
4.Teori Radikal Bebas
Radikal Bebas ialah suatu molekul yang memiliki elektron yang tidak
berpasangan. Radikal bebas akan cenderung menarik elektron lain dan
mengubah suatu molekul menjadi suatu radikal bebas. Molekul akan berubah
menjadi radikal bebas bila bertambah atau berkurangnya satu elektron pada
molekul lain. Pengurangan atau penambahan elektron ini akan menyebabkan
kerusakan sel, gangguan fungsi sel, bahkan sampai kematian sel. Molekul
utama di dalam tubuh yang dirusak oleh radikal bebas adalah DNA, lemak dan
protein.
Bertambahnya usia manuasia akan menyebabkan terjadinya peningkatan
akumulasi kerusakan sel yang diakibatkan oleh radikal bebas, sehingga
mengganggu metabolisme sel, merangsang mutasi sel, dan akhirnya
mengakibatkan terjadinya kanker, serta membawa kematian (Goldmann dan
Klatz, 2007).
2.1.2 Gejala Penuaan
Proses penuaan dimulai dengan menurunnya fungsi dari beberapa organ tubuh
dan bahkan beberapa fungsi organ tubuh menjadi terhenti. Akibat yang ditimbulkan
dari menurunnya fungsi tersebut yaitu akan menyebabkan munculnya berbagai tanda
dan gejala proses penuaan, yang pada dasarnya dapat dibagi dalam dua bagian yaitu
(Pangkahila, 2011):
13
1. Tanda fisik, seperti masa otot berkurang, adanya peningkatan lemak, kulit
menjadi berkerut, daya ingat mulai berkurang, menurunnya fungsi seksual,
dan menyebabkan reproduksi terganggu, kemampuan kerja menurun, sakit
tulang.
2. Tanda psikis, seperti terjadinya penurunan gairah hidup, sulit tidur, mudah
cemas, mudah tersinggung, serta merasa tidak berarti lagi.
Proses penuaan tidak terjadi begitu saja dan langsung menampakkan
perubahan fisik dan psikis, namun proses penuaan tersebut akan berjalan melalui 3
tahap sebagai berikut (Pangkahila, 2011; Pangkahila, 2014):
a. Tahap subklinik (usia 25-35 tahun)
Pada tahap ini, sebagian besar hormon di dalam tubuh mulai mengalami
penurunan, yaitu hormon testosteron, growth hormone, dan hormon estrogen.
Pembentukan radikal bebas yang dapat merusak sel dan DNA, sehingga mulai
mempengaruhi kinerja organ tubuh. Kerusakan ini tidak tampak dari luar,
sehingga pada tahap ini orang merasa masih seperti tampak normal, tidak
mengalami gejala dan tanda penuaan. Pada rentang usia ini dianggap usia muda
dan normal, padahal sebenarnya sudah mulai terjadi proses penuaan.
b. Tahap transisi (usia 35-45 tahun)
Pada tahap ini kadar hormon menurun hingga 25 persen. Massa otot
berkurang sebanyak satu kilogram setiap beberapa tahun, akibatnya kekuatan dan
tenaga terasa hilang, sedangkan komposisi lemak akan terus meningkat. Keadaan
14
ini menyebabkan terjadinya resistensi insulin, meningkatnya resiko penyakit
jantung, dan pembuluh darah, serta obesitas. Gejala-gejala yang mulai muncul
pada tahap ini adalah penglihatan dan pendengaran menurun, rambut putih mulai
tumbuh, elastisitas dan pigmentasi kulit menurun, dorongan seksual menurun.
Pada tahap ini orang merasa tidak muda lagi dan tampak lebih tua.
c. Tahap klinik (usia 45 tahun keatas)
Pada tahap ini, penurunan kadar hormon terus menurun yang meliputi DHEA,
melatonin, growth hormone, testosteron, estrogen, dan hormon tiroid. Penurunan
bahkan hilangnya kemampuan penyerapan bahan makanan, vitamin, dan mineral
juga terjadi. Densitas tulang menurun, massa otot berkurang sekitar satu kilogram
setiap tiga tahun, yang mengakibatkan ketidakmampuan membakar kalori,
meningkatnya lemak tubuh, dan berat badan. Pada tahap ini, penyakit kronis
menjadi lebih nyata, sistem organ tubuh mulai mengalami kegagalan.
Ketidakmampuan menjadi faktor utama sehingga mengganggu keharmonisan
banyak pasangan.
2.2 Penuaan Kulit
Menurut Yaar dan Gilchrest (2008) teori penuaan kulit terdiri dari 2 yaitu :
1. Teori programatik, yaitu teori yang mengemukakan bahwa penuaan
merupakan suatu proses fisiologis yang disebabkan oleh program genetik
yang diturunkan serta bervariasi untuk setiap spesies. Pada teori ini
terdapat 2 proses yaitu :
15
a. Pemendekan telomer. Telomer adalah bagian terminal dari kromosom
yang akan memendek setiap adanya sel membelah. Pemendekan
telomer ini dpercaya akan menjadi pemicu kerusakan seluler oleh
karena ketidakmampuan sel dalam menduplikasi dirinya sendiri secara
baik.
b. Penuaan seluler. Penuaan seluler merupakan terbatasnya kapasitas sel
dalam menjalankan pembelahan sel. Sel-sel dengan penuaan
menunjukkan telomer yang pendek, penghentian pertumbuhan sel,
resisten terhadap apoptosis dan terganggunya diferensiasi.
2. Teori Stochastic, penuaan terjadi merupakan akibat dari akumulasi
kerusakan gen dan protein. Teori ini memiliki proses-proses sebagai
berikut:
a. Stres oksidatif pada sel. Oksigen dibutuhkan oleh sel untuk
metabolisme, dan akan menerima transfer elektron tunggal yang
selanjutnya memjadi terbentuknya rangkaian reactive oxygen species
(ROS) yang merusak molekul-molekul biologik lainnya.
b. Penuaan dan kerusakan DNA. Penurunan kapasitas perbaikan DNA
terkait dengan akselerasi penuaan dan akumulasi kerusakan DNA. Ada
hipotesis yang menghubungkan pemendekan telomer dan kerusakan
DNA dengan jalur sinyal seluler yang bergantung baik pada tipe sel
maupun intensitas sinyal, dapat memperantarai diferensiasi adaptif,
16
apoptosis ataupun penuaan.
c. Raseminasi asam amino. Raseminasi ialah suatu proses subtitusi asam
L-amino menjadi asam D-amino dalam protein, terjadi selama proses
penuaan dan mempengaruhi fungsi protein, asam D-amino tidak
memiliki fungsi dan membahayakan. Raseminasi lebih disebabkan
karena adanya akumulasi protein-protein disfungsional pada jaringan
yang menua.
d. Glikosilasi non-enzimatik. Hal ini terjadi apabila terdapat ikatan
glukosa terhadap protein. Jika ikatan ini terjadi, maka protein menjadi
rusak dan tidak berfungsi secara efisien. Salah satu cara untuk
menurunkan risiko ikatan silang adalah dengan mengurangi konsumsi
karbohidrat dan gula pada diet.
2.3 Efek Sinar Ultraviolet
Perubahan warna kulit dibagi menjadi dua berdasarkan latar belakang
penyebabnya, yaitu constitutive skin color, perubahan warna kulit dan melanin
seseorang disebabkan oleh faktor genetik, dan facultative skin color, perubahan
warna kulit dan melanin disebabkan oleh pengaruh sinar ultraviolet dan hormon
(Baumann, Saghari, 2009b).
Sinar ultraviolet dibagi dalam 3 spektrum yaitu UVC (270 - 290 nm), UVB
(290 - 320 nm), dan UVA (320 - 400 nm). Paparan sinar UVC tidak akan sampai ke
17
permukaan bumi karena sinar UVC akan diserap oleh lapisan ozon dan atmosfir,
namun lain halnya dengan sinar UVA dan UVB yang dapat mencapai permukaan
bumi dan dapat memberikan pengaruh terhadap proses penuaan kulit. Rasio UVA :
UVB adalah 20 : 1, walaupun demikian sinar UVB memberikan efek samping lebih
banyak dibandingkan sinar UVA (Alam dan Harvey, 2010). Sinar UVB lebih pendek
dibandingkan sinar UVA. Sinar UVA menembus sampai dengan lapisan dermis pada
kulit, sedangkan UVB sampai pada lapisan epidermis (Ozario dkk.,2013).
Gambar 2.1
Radiasi Sinar Ultraviolet pada kulit ( Orazio dkk., 2013)
Paparan UVA dan UVB pada kulit dapat menurunkan antioksidan endogen
pada semua lapisan kulit seperti glutathione (GSH), Superoxide dismutase (SOD),
katalase, dan ubiquinol (Pandel dkk., 2013). Sedangkan paparan UVA dan UVB
18
menghasilkan radikal bebas seperti Hydrogen Peroxidase, Anion Superoxide, Nitric
Oxide sehingga dapat terjadi reative oxygen species (Icihashi dkk., 2009).
2.3.1 Efek Akut Sinar Ultraviolet
Efek akut sinar ultraviolet dapat dikategorikan menjadi 2 yaitu :
2.3.1.1 Eritema
Eritema atau sunburn merupakan sebuah kondisi kulit yang ditandai dengan
timbulnya ruam atau kemerahan. Eritema sendiri terbagi menjadi beberapa jenis,
antara lain eritema multiforme, eritema nodusum dan fotosensitivitas. Fotosensitivitas
disebabkan oleh adanya peningkatan sensitivitas kulit terhadap sinar UV. Eritema
terbentuk tergantung kepada panjang gelombang sinar UVA. Sinar UVA dibagi
menjadi dua, yaitu UVA 1 (340-400 nm) dan UVA 2 (320-340 nm). Sinar UVA 2
lebih berefek dalam meningkatkan resiko terjadinya eritema pada kulit. Eritema dapat
pula disebabkan oleh paparan sinar UVB namun responnya lebih lambat (Taylor,
2007).
2.3.1.2 Pigmentasi
Pada pigmentasi, pasien sering mengutarakan keluhan berupa hiperpigmentasi
seperti freckle, lentigo dan melasma. Respon pigmentasi kulit mengikuti paparan
sinar ultraviolet yang terdiri dari reaksi kecoklatan (tanning) dan pembentukan
melanin baru. Respon kecoklatan pada kulit tergantung dari panjang gelombang
ultraviolet. Eritema yang diinduksi oleh UVB akan diikuti dengan pigmentasi.
19
Melanisasi yang terjadi akibat paparan kumulatif UVA akan bertahan lebih lama
dibandingkan dengan yang terjadi akibat paparan kumulatif sinar UVB. Hal ini
disebabkan karena lokalisasi pigmen yang diinduksi UVA berada lebih basal
(Bauman dan Saghari, 2009b).
Sinar UVB lebih efektif dalam menstimulasi pigmentasi daripada sinar UVA.
Sinar UVA tidak memiliki efek dalam meningkatkan produksi melanin, tetapi
meningkatkan distribusi melanin yang sudah ada sebelumnya pada lapisan kulit,
sehingga paparannya akan bersifat intermediate pigmentary darkening, karena
pigmentasi hanya dapat bertahan hingga 6-8 jam setelah paparan. Sinar UVB dapat
meningkatkan produksi melanin, peningkatan enzim tirosinase, peningkatan jumlah
sel melanosit dan distribusi melanin, sehingga sinar UVB bersifat delayed pigmentary
darkening, karena pigmentasinya dapat bertahan 10-14 hari setelah paparan
(Baumann dan Saghari, 2009b).
Untuk menentukan pigmentasi pada kulit dapat digunakan skala Fitzpatrick
yang bersifat semi kuantitatif untuk melihat 6 jenis fenotip kulit, yang dapat
menggambarkan dari warna kulit, level melanin, respon inflamasi terhadap sinar
ultraviolet serta resiko terjadinya kanker. Dosis minimal eritematosa ( MED) adalah
metode kuantitaf untuk melaporkan jumlah UV (khususnya UVB) yang diperlukan
untuk menginduksi terjadinya sunburn pada kulit setelah terpapar ultraviolet 24- 48
jam dengan menilai eritema dan edema yang terjadi ( Orazio dkk., 2013).
20
Tabel 2.1
Skala Fitzpatrick
2.3.2 Efek Kronis Sinar Ultraviolet
Efek kronis sinar ultraviolet dibagi menjadi 2 bagian yaitu :
2.3.2.1 Photoaging
Paparan kronis sinar UV pada kulit bisa menyebabkan terjadi kerusakan kulit,
21
salah satunya ialah photoaging. Photoaging biasa dilihat pada bagian-bagian tubuh
yang mudah terlihat seperti wajah, leher, dan tangan. Tanda-tanda dari photoaging ini
antara lain adanya keriput atau kerutan, perubahan tekstur kulit, penurunan elastisitas,
serta dispigmentasi pada kulit dan daerah bibir.
Radiasi oleh sinar UVB lebih banyak diserap oleh jaringan epidermis, hal ini
menyebabkan banyak perubahan pada keratinosit, akan tetapi radiasi sinar UVA
dapat mempengaruhi baik keratinosit epidermis maupun fibroblast pada lapisan
dermis. Sinar UVA mempunyai pengaruh tidak langsung pada lapisan kulit, yaitu
dengan terbentuknya reactive oxygen species (ROS), kemudian akan merusak untai
DNA, mengaktivasi faktor transkripsi dan peroksidase lipid. Sebaliknya, UVB
berpengaruh langsung pada kulit, yaitu terjadi cross-linking basa pirimidin maupun
kerusakan pada DNA (Alam dan Havey, 2010).
2.3.2.2 Fotokarsinogenesis
Fotokarsinogenesis adalah suatu mekanisme kompleks dari kerusakan DNA
yang disebabkan oleh sinar UV, kerusakan dari mekanisme perbaikan dan kegagalan
dari sistem imun kulit dalam mendeteksi adaya sel ganas. Saat sinar UV memasuki
lapisan kulit, maka UV akan bereaksi dengan DNA. Dalam keadaan normal, bila
terjadi kerusakan pada DNA, maka siklus sel akan terhenti untuk memberikan waktu
sel untuk memperbaiki diri. Kerusakan DNA ini menyebabkan terjadinya kanker
kulit. Dari data epidemiologi menunjukkan bahwa paparan kronis sinar UV
merupakan penyebab 65% terjadinya melanoma dan 90% kanker kulit non-
22
melanoma.
Kanker kulit primer diklasifikasikan berdasarkan sel asal dari kanker tersebut
yaitu skuamous sel karsinoma dan basal sel karsinoma yang berasal dari keratinosit
pada epidermis, sedangkan melanoma maligna berasal dari melanosit. Penelitian
menunjukkan bahwa basal sel karsinoma terjadi akibat paparan sinar UV yang
mengubah jalur sinyal hedgehog yang merupakan sinyal untuk pertumbuhan sel
(Brown dan Schleve, 2013).
2.4 Kulit
Kulit merupakan organ tubuh luar yang memiliki berbagai fungsi, diantaranya
adalah sebagai pelindung tubuh dari berbagai trauma dan organ dalam, sebagai indra
peraba, organ yang berperan dalam ekresi dan termoregulasi. Kulit disebut
juga integumen yang terdiri dari dua macam jaringan yaitu jaringan epitel yang terdiri
dari lapisan epidermis dan jaringan pengikat (penunjang) yang terdiri dari lapisan
dermis. Dua struktur yaitu epidermis dan dermis saling berhubungan dengan dermal
epidermal junction (Baumann dan Saghari, 2009a).
Gambar 2.2
Penampang histologis jaringan kulit (James dkk.,2006)
23
2.4.1 Lapisan Epidermis
Lapisan epidermis merupakan lapisan bagian terluar. Ketebalan epidermis
antara 0,04 mm (kulit kelopak mata) sampai 1,5 mm (kulit telapak tangan).
Epidermis disusun dari lapisan keratinosit, dimana keratinosit dihasilkan dari stem
cells yang berada di bagian basal epidermis yang disebut dermal-epidermal junction
(DEJ). Menurut Baumann dan Saghari (2009) berdasarkan proses keratinisasi dan
pematangan keratinosit, maka epidermis dibagi menjadi 4 yaitu sebagai berikut:
1. Stratum Basal. Sel basal bertanggung jawab terhadap populasi sel
epidermis. Lapisan ini terdiri dari 10% stem cells, 50% amplifying cells dan
40% postmitotic cells. Secara normal, stem cells membelah perlahan, tetapi
dalam kondisi tertentu seperti proses penyembuhan serta terpapar oleh
growth factor, stem cells akan membelah dengan cepat. Amplifying cells
bertanggung jawab terhadap pembelahan sel secara keseluruhan untuk
menjadi postmitotic cells yang akan bermigrasi ke lapisan lebih atas.
2. Stratum spinosum. Lapisan spinosum ini terdiri dari 5-12 lapisan yang
mengandung granula lamelar, ceramids, kolesterol, dan beberapa enzim
seperti protease, fosfatase, lipase serta glikosidase. Granula lamelar
mengandung cathelicidin dan peptida antimikroba. Pada lapisan ini diikat
oleh desmosom, yang memiliki fungsi sebagai filamen intermediet antar sel
keratinosit.
3. Stratum granulosum. Lapisan granulosum ini terdiri dari 1-3 lapisan sel
24
granula keratohialin mengandung profilagrin yang merupakan prekursor
filagrin. Protein filagrin akan mengalami cross-link dengan filamen keratin
sehingga membentuk struktur yang kuat. Sel granula memiliki kemampuan
anabolik dalam disolusi inti sel dan organel.
4. Stratum korneum. Lapisan korneum terdiri dari 15 lapisan yang tidak
mengandung organel sel. Bangunan lapisan ini disebut “brick-mortar”,
dimana brick merupakan sel keratinosit, sedangkan mortar merupakan lipid
dan protein yang berasal dari granula lamelar. Lapisan ini banyak
mengandung asam amino sehingga mempunyai kemampuan mengikat air.
Stratum korneum disebut juga lapisan mati, karena sel sudah tidak
mensintesis protein dan tidak dapat menangkap sinyal sel.
Gambar 2.3
Struktur anatomi epidermis (Scott dan Bennion, 2011)
25
Sel lainnya yang terdapat di lapisan epidermis adalah sel melanosit, yaitu sel
dendritik di stratum basal, berfungsi mensintesis melanin. Satu sel melanosit akan
mendistribusikan melanin ke 36 lapisan keratinosit. Sel Langerhans berfungsi sebagai
imunitas, dan sel Merkel, fungsinya masih belum jelas, tetapi sel ini berkaitan dengan
serabut saraf dan kelenjar endokrin (Scott dan Bennion, 2011).
Membran basal, merupakan lapisan homogen dengan ketebalan 0,5-1 mm
mengandung banyak komponen pengikat antara stratum basal dengan lapisan
dermis. Lapisan atas membran basal adalah tonofilamen sitoplasma dari sel basal
yang akan mengikat membran basal oleh hemidesmosom. Membran ini akan
mengeluarkan serat fibril yang dapat mengikat serat kolagen di lapisan dermis,
sehingga lapisan ini akan membentuk struktur yang kuat dan stabil dalam mengikat
seluruh lapisan epidermis sampai dengan lapisan dermis (Scott dan Bennion, 2011).
2.4.2 Lapisan Dermis
Lapisan dermis berada dibawah lapisan epidermis. Lapisan dermis merupakan
bagian terbesar kulit dan memberikan kelenturan, elastisitas, dan kekuatan traksi
kulit (Kolarsick dkk., 2011).
Lapisan dermis terdiri dari struktur kolagen, folikel rambut, kelenjar sebasea,
kelenjar apokrin, kelenjar ekrin, pembuluh kapiler, pembuluh limfatik dan pembuluh
saraf. Sel utama pada lapisan ini adalah sel fibroblas, yang akan menghasilkan
kolagen (70%-80%) untuk kekenyalan, elastin (1%-3%) untuk elastisitas dan
proteoglikan untuk kelembaban. Fungsi lapisan dermis ini sebagai regulasi suhu
26
melalui keringat dan pembuluh darah, proteksi mekanis melalui serat kolagen dan
asam hialuronat dan sebagai serat sensoris yang diatur oleh persyarafan kulit (Scott
dan Bennion, 2011).
2.4.3 Lapisan Subkutis
Lapisan ini berada di bawah lapisan dermis yang disebut juga sebagai lemak
subkutan karena terdiri dari sel-sel lemak. Lapisan subkutis memiliki kolagen tipe I,
III dan V, pembuluh saraf, pembuluh darah dan pembuluh limfe. Fungsi dari lapisan
ini ialah sebagai panas tubuh dan cadangan lemak (Scott dan Bennion, 2011).
2.5 Melanin
Melanin adalah pigmen yang dihasilkan oleh sel melanosit yang memiliki
fungsi sebagai penyerap sinar UV. Melanin juga berfungsi untuk menahan radikal
bebas sehingga dapat melindungi kulit dari kerusakan lebih lanjut akibat paparan
sinar UV. Melanin terdiri dari dua tipe yaitu eumelanin yang merupakan pigmen
berwarna coklat kehitaman dan pheomelanin, yang memberikan warna kuning atau
merah pada kulit.
Pada ras kulit hitam melanosom berada di stratum basal, satu melanosit
mengandung 200 melanosom berukuran 0,5-0,8 mm, tidak memiliki membran
sehingga satu sama lain saling berlekatan, dan distribusi secara individual. Sedangkan
pada ras kulit putih, melanosom banyak terdapat di stratum korneum, satu melanosit
hanya mengandung 20 melanosom, memiliki membran dan distribusi secara
27
berkelompok. Pada ras kulit putih melanosom didegradasi lebih cepat daripada ras
kulit hitam oleh karena itu akan sangat sedikit ditemukan melanin pada stratum
korneum pada ras kulit putih (Kindred dkk., 2010).
Eumelanin berbentuk elips dan berada dalam melanosom. Jumlah eumelanin
akan meningkat sesuai dengan paparan dari sinar UV. Pheomelanin berbentuk sferis,
banyak mengandung sulfur dan asam amino sistein. Fungsinya melanin selain untuk
memberikan warna pada kulit, melanin juga akan memberikan pigmen warna pada
rambut serta mata (Kindred dkk., 2010). Pada gambaran di lapisan epidermis, akan
tampak melanin berwarna lebih lebih gelap dibandingan jaringan disekitarnya.
Gambar 2.4
Distribusi melanin pada epidermis (James dkk, 2006)
2.5.1 Sintesis Melanin
Melanin dibentuk oleh melanosit dengan enzim tirosinase memegang peranan
penting dalam proses pembentukannya. Akibat dari kerja enzim tirosinase, tiroksin
akan diubah menjadi 3,4 dihidroksifenilalanin (DOPA) kemudian oksidasi DOPA
28
menjadi Dopakuinon. Apabila dopakuinon berikatan dengan sistein, oksidasi
sisteinildopa akan menghasilkan pheomelanin. Apabila tidak ada sistein, dopakuinon
akan berubah menjadi dopakrom, kemudian dopakrom akan mengalami
dekarboksilasi dan tautomerisasi menjadi eumelanin (Kindred dan Halderl., 2010).
Gambar 2.5
Biosintesis melanin (Christian dkk, 2011)
29
Gambar 2.6
Struktur Eumelanin dan Pheomelanin (Nasti dan Timares, 2015)
Enzim tirosinase dibentuk dalam ribosom, ditransfer dalam lumer retikulum
endoplasma kasar, melanosit diakumulasi dalam vesikel yang dibentuk oleh
kompleks golgi. 4 tahapan yang dapat dibedakan pada pembentukan granul melanin
yang matang ialah:
a. Tahap I, Sebuah vesikel dikelilingi oleh membran dan menunjukkan awal
proses dari aktivitas enzim tirosinase dan pembentukan substansi granul halus
pada bagian perifernya. Untaian padat elektron memiliki suatu susunan
molekul tirosinase yang rapi pada sebuah matrik protein.
b. Tahap II, stuktur akan berbentuk oval dan memperlihatkan pada bagian dalam
fiamen-filamen dengan jarak sekitar 10 nm, aktifitas enzim tirosinase