9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pencemaran Udara Polusi atau pencemaran udara adalah dimasukkannya komponen lain kedalam udara, baik oleh kegiatan manusia secara langsung atau tidak langsung maupun proses alam sehingga kualitas udara turun sampai kelingkungan tertentu yang menyebabkan lingkungan menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya. Setiap substansi yang bukan merupakan bagian dari komposisi udara normal disebut sebagai polutan (Chandra, 2006: 75-76). Pencemaran udara menyebabkan kualitas udara menurun dan tidak sesuai yang dipersyaratkan. Persyaratan kualitas udara meliputi kualitas udara emisi dan ambien. Dalam mencapai kualitas udara yang diinginkan, maka perlu dilakukan upaya-upaya pengendalian pencemaran udara adalah pengukuran dan pemantauan terhadap kualitas udara tersebut (Akuba, 2008:71). Polusi udara merupakan salah satu masalah kesehatan yang penting. Dampak buruk polusi udara pada kesehatan mulai banyak dibicarakan setelah timbulnya beberapa kejadian di Belgia tahun 1930, di Pensylvania tahun 1948 dan di London pada tahun 1952. Pada kejadian - kejadian tersebut, timbul stagnansi udara yang mengakibatkan peningkatan jumlah bahan polutan di udara, khususnya sulfur dioksida dan partikel lainnya dengan peningkatan angka kematian secara tajam (Aditama dalam Khumaidah, 2009). Pencemaran udara pada prinsipnya dapat terjadi dimana saja termasuk areal pertukangan kayu. Pencemaran udara adalah adanya bahan-bahan asing di dalam
31
Embed
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pencemaran Udaraeprints.ung.ac.id/2987/6/2013-1-13201-811409012-bab2... · Pencemaran udara menyebabkan kualitas udara menurun dan tidak sesuai yang ...
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pencemaran Udara
Polusi atau pencemaran udara adalah dimasukkannya komponen lain kedalam
udara, baik oleh kegiatan manusia secara langsung atau tidak langsung maupun
proses alam sehingga kualitas udara turun sampai kelingkungan tertentu yang
menyebabkan lingkungan menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai
dengan peruntukannya. Setiap substansi yang bukan merupakan bagian dari
komposisi udara normal disebut sebagai polutan (Chandra, 2006: 75-76).
Pencemaran udara menyebabkan kualitas udara menurun dan tidak sesuai
yang dipersyaratkan. Persyaratan kualitas udara meliputi kualitas udara emisi dan
ambien. Dalam mencapai kualitas udara yang diinginkan, maka perlu dilakukan
upaya-upaya pengendalian pencemaran udara adalah pengukuran dan pemantauan
terhadap kualitas udara tersebut (Akuba, 2008:71).
Polusi udara merupakan salah satu masalah kesehatan yang penting. Dampak
buruk polusi udara pada kesehatan mulai banyak dibicarakan setelah timbulnya
beberapa kejadian di Belgia tahun 1930, di Pensylvania tahun 1948 dan di London
pada tahun 1952. Pada kejadian - kejadian tersebut, timbul stagnansi udara yang
mengakibatkan peningkatan jumlah bahan polutan di udara, khususnya sulfur
dioksida dan partikel lainnya dengan peningkatan angka kematian secara tajam
(Aditama dalam Khumaidah, 2009).
Pencemaran udara pada prinsipnya dapat terjadi dimana saja termasuk areal
pertukangan kayu. Pencemaran udara adalah adanya bahan-bahan asing di dalam
10
udara yang menyebabkan perubahan susunan udara dari keadaan normal.
Penyebab pencemaran udara beragam baik secara alamiah maupun pencemaran
karena ulah manusia. Pencemaran udara pada areal pertukangan kayu dapat
bersumber secara alamiah, seperti debu yang berterbangan akibat tiupan angin,
dan dari aktivitas mesin-mesin yang mengeluarkan angin dan menyebabkan debu
berterbangan, baik dalam maupun luar ruangan. Kegiatan-kegiatan yang
dilakukan di areal pertukangan kayu yang berpotensi terhadap pencemaran udara
adalah melalui proses pemotongan, pengetaman dan penghalusan atau
pengamplasan (Wenang, 2006:70).
Ada beberapa jenis bahan pencemar udara yang sering ditemukan yakni:
2.1.1 Nitrogen Oksida (NOx)
Nitrogen oksida adalah kelompok gas yang terdapat di atmosfer, terdiri dari
gas nitrit oksida (NO) dan Nitrogen Dioksida (NO2). NO merupakan gas yang
tidak berwarna yang dapat menyerap sinar ultra violet dan tidak berbau,
Sebaliknya NO2 mempunyai warna coklat kemerahan dan berbau tajam
(Kristanto, 2004:106).
Nitrogen oksida memainkan peran penting dalam perubahan iklim di bumi.
Nitrogen oksida merupakan gas yang toksik bagi manusia dan umumnya
mengganggu sistem pernapasan (Mulia, 2005:18).
2.1.2 Sulfur Oksida (SOx)
Belerang oksida atau yang sering ditulis dengan SOx terdiri atas gas sulfur
Dioksida (SO2) dan gas sulfur Trioksida (SO3) yang keduanya mempunyai sifat
yang berbeda, sulfur dioksida mempunyai karakteristik bau yang tajam dan tidak
11
terbakar di udara, sedangkan sulfur trioksida merupakan komponen yang tidak
reaktif (Mulia, 2005:18).
2.1.3 Karbon Monokksida (CO)
Karbon monoksida adalah suatu gas yang tak berwarna, tidak berbau, dan
tidak berasa diproduksi oleh proses pembakaran yang tidak sempurna dari bahan-
bahan yang mengandung karbon (Mulia, 2005:17).
2.1.4 Partikulat/Debu
Partikel adalah pencemar udara yang dapat berada bersama-sama dengan
bahan atau bentuk pencemar lainnya. Partikel dapat diartikan secara murni atau
sempit sebagai bahan pencemar yang berbentuk padatan (Mulia, 2005:21).
Partikulat debu melayang merupakan campuran yang sangat rumit dari
berbagai senyawa organik dan anorganik yang terbesar di udara dengan diameter
yang sangat kecil, mulai dari < 1 mikron sampai dengan maksimal 500 mikron.
Partikulat debu tersebut akan berada di udara dalam waktu yang relatif lama
dalam keadaan melayang-layang diudara dan masuk kedalam tubuh manusia.
dalam saluran pernapasan (Kristanto, 2004:112).
2.2 Debu
Debu adalah partikel-partikel zat yang disebabkan oleh pengolahan,
penghancuran, pelembutan, pengepakan dan lain-lain dari bahan-bahan organik
maupun anorganik, misalnya batu, kayu, bijih logam, arang batu, butir-butir zat
padat dan sebagainya (Suma’mur dalam Mayasari, 2010). Debu umumnya berasal
dari gabungan secara mekanik dan meterial yang berukuran kasar yang melayang-
layang di udara yang bersifat toksik bagi manusia.
12
Debu adalah partikel padat yang dapat dihasilkan oleh aktivitas manusia dan
alam. Debu yang dihasilkan oleh aktivitas manusia sebagai proses pemecahan
suatu bahan seperti grinding (penggerendaan), blasting (penghancuran), drilling
(pengeboran) dan puverizing (peledakan) (Wenang, 2006:69).
Ukuran debu 1 mikron sampai dengan 500 mikron. Dalam kasus pencemaran
udara baik dalam maupun di ruang gedung, debu dijadikan salah satu indikator
pencemaran yang digunakan untuk menunjukan tingkat bahaya baik terhadap
lingkungan maupun terhadap kesehatan dan keselamatan kerja (Prayudi, 2001:69).
2.2.1 Sifat Dan Karakteristik Debu
Menurut Departemen Kesehatan RI yang dikutip oleh Sitepu dalam Mayasari
(2010), partikel-partikel debu di udara mempunyai sifat:
1. Sifat Pengendapan
Adalah sifat debu yang cendrung selalu mengendap proporsi partikel yang
lebih daripada yang ada di udara.
2. Sifat Permukaan Basah
Permukaan debu akan cendrung selalu basah, dilapisi oleh lapisan air yang
sangat tipis. Sifat ini penting dalam pengendalian debu di dalam tempat kerja.
3. Sifat Penggumpalan
Oleh karena permukaan debu yang selalu basah maka dapat menempel antara
debu satu dengan yang lainnya sehingga menjadi menggumpal Turbuelensi udara
membantu meningkatkan pembentukkan gumpalan.
13
4. Sifat Listrik Statis
Sifat listrik statis yang dimiliki partikel debu dapat menarik partikel lain
yang berlawanan sehingga mempercepat terjadinya proses penggumpalannya.
5. Sifat Optis
Partikel debu yang basah/lembab dapat memancarkan sinar sehingga dapat
terlihat di dalam kamar yang gelap.
Partikel debu yang berdiameter lebih besar dari 10 mikron dihasilkan dari
proses-proses mekanis seperti erosi angin, penghancuran dan penyemprotan , dan
pelindasan benda-benda oleh kendaraan atau pejalan kaki. Partikel yang
berdiameter antara 1-10 mikron biasanya termasuk tanah dan produk-produk
pembakaran dari industri lokal. Partikel yang mempunyai diameter 0,1-1 mikron
terutama merupakan produk pembakaran dan aerosol fotokimia (Fardiaz dalam
Simatupang, 2012).
2.2.2 Jenis – jenis Debu
Jenis debu terkait dengan daya larut dan sifat kimianya. Adanya perbedaan
daya larut dan sifat kimiawi ini, maka kemampuan mengendapnya di paru juga
akan berbeda pula. Demikian juga tingkat kerusakan yang ditimbulkannya juga
akan berbeda-beda pula. Faridawati dalam Mayasari (2010) mengelompokkan
partikel debu menjadi dua yaitu debu organik dan anorganik.
a) Jenis debu organik:
1. Alamiah:
a. Fosil:Batu bara, Karbon hitam, arang
b. Tumbuhan: padi, alang-alang, debu kayu
14
2. Sintetik:
a. Plastik
b. Reagen: pelarut organik
b) Jenis-jenis Debu Anorganik:
1. Silika Bebas, debu silika bebas dapat berupa:
a. Crystaline: Quarz, Trymite Cristobalite
b. Amorphous: Silika, gel
2. Silika
a. Fibosis; asbestosis. Silinamite, Talk
b. Lain-lain: mika, kaolin, debu semen.
3. Metal
a. Inert: besi, berilium, titanium
b. Bersifat keganasan: Arsen, kobalt
2.2.3 Sumber-sumber debu
Debu yang terdapat di dalam udara terbagi dua, yaitu deposite particulate
matter adalah partikel debu yang hanya berada sementara di udara, partikel ini
segera mengendap karena ada daya tarik bumi. Suspended particulate matter
adalah debu yang tetap berada di udara dan tidak mudah mengendap (Yunus
dalam Khumaidah 2009). Sumber-sumber debu dapat berasal dari udara, tanah,
aktivitas mesin maupun akibat aktivitas manusia yang tertiup angin.
Debu seperti debu kayu, debu asbes dan debu silika merupakan debu yang
dihasilkan dari proses pengolahan yang berbahan baku kayu, asbes dan juga silika
15
yang biasanya terdapat di industri - industri mebel, perbaikan kapal yang
menggunakan asbes dan juga silika (Suma’mur,1996:136).
2.2.4 Nilai Ambang Batas (NAB) Debu
Nilai Ambang Batas adalah standar faktor bahaya di tempat kerja sebagai
pedoman pengendalian agar tenaga kerja masih dapat menghadapinya tanpa
mengakibatkan penyakit atau gangguan kesehatan dalam pekerjaan sehari-hari
untuk waktu tidak lebih dari 8 jam sehari atau 40 jam seminggu. Kegunaan NAB
ini sebagai rekomendasi pada praktek higene perusahaan dalam melakukan
penatalaksanaan lingkungan kerja sebagai upaya untuk mencegah dampaknya
terhadap kesehatan (SE.01/Men/1997).
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia PP No.41 Tahun
1999 tentang pengendalian pencemaran udara dimana nilai baku mtu yang
disyaratkan untuk kadar debu di lingkungan kerja yaitu 230 µg/Nm3. Nilai baku
mutu menunjukkan kadar dimana manusia dapat bereaksi fisiologis terhadap
suatu zat.
2.2.5 Pengukuran Kadar Debu di Udara
Pengukuran kadar debu di udara bertujuan untuk mengetahui apakah kadar
debu pada suatu lingkungan kerja berbeda konsentrasinya sesuai dengan kondisi
lingkungan kerja yang aman dan sehat bagi pekerja. Dengan kata lain, apakah
kadar debu tersebut berada di bawah atau di atas nilai ambang batas (NAB) debu
udara. Hal ini penting dilaksanakan mengingat bahwa hasil pengukuran ini dapat
dijadikan pedoman pihak pengusaha maupun instansi terkait lainnya dalam
membuat kebijakan yang tepat untuk menciptakan lingkungan kerja yang sehat
16
bagi pekerja, sekaligus menekan angka prevalensi penyakit akibat kerja
(Mayasari, 2010).
Pengambilan/pengukuran kadar debu di udara biasanya dilakukan dengan
metode gravimetric, yaitu dengan cara menghisap dan melewatkan udara dalam
volume tertentu melalui saringan serat gelas/kertas saring. Alat-alat yang biasa
digunakan untuk pengambilan sampel debu total (TSP) di udara seperti:
1. High Volume Air Sampler
Alat ini menghisap udara ambien dengan pompa berkecepatan 1,1 - 1,7
m³/menit, partikel debu berdiameter 0,1-10 mikron akan masuk bersama aliran
udara melewati saringan dan terkumpul pada permukaan serat gelas. Alat ini
dapat digunakan untuk pengambilan contoh udara selama 24 jam, dan bila
kandungan partikel debu sangat tinggi maka waktu pengukuran dapat dikurangi
menjadi 6 - 8 jam.
2. Low Volume Air Sampler
Alat ini dapat menangkap debu dengan ukuran sesuai yang kita inginkan
dengan cara mengatur flow rate 20 liter/menit dapat menangkap partikel
berukuran 10 mikron. Dengan mengetahui berat kertas saring sebelum dan
sesudah pengukuran maka kadar debu dapat dihitung.
3. Low Volume Dust Sampler
Alat ini mempunyai prinsip kerja dan metode yang sama dengan alat low
volume air sampler.
17
4. Personal Dust Sampler (LVDS)
Alat ini biasa digunakan untuk menentukan Respiral Dust (RD) di udara atau
debu yang dapat lolos melalui filter bulu hidung manusia selama bernafas. Untuk
flow rate 2 liter/menit dapat menangkap debu yang berukuran < 10 mikron. Alat
ini biasanya dugunakan pada lingkungan kerja dan dipasang pada pinggang
pekerja karena ukurannya yang sangat kecil.
2.3 Debu Kayu
Debu kayu adalah partikel-partikel zat padat (kayu) yang dihasilkan oleh
kekuatan-kekuatan alami atau mekanik seperti pada pengolahan, penghancuran,
pelembutan, pengepakan yang cepat, peledakan dan lain-lain dari bahan-bahan
organik maupun anorganik misalnya kayu, biji logam dan arang batu (Yunus
dalam Khumaidah, 2009:40).
Malaka dalam khumaidah (2009) Debu industri yang terdapat dalam udara
terbagi 2 yaitu:
1. Deposit particulate matter
Partikel debu yang hanya berada sementara di udara, partikel ini segera
mengendap karena daya tarik bumi
2. Suspended particulate matter
Partikel debu yang tetap berada di udara dan tidak mudah mengendap.
Debu kayu (saw dust) merupakan salah satu masalah utama pada industry
woodworking. Industri woodworking memang merupakan industri low tech yang
berisik, kotor dan mempunyai tingkat polusi yang tinggi. Salah satu polusi yang
dihasilkan dari industry woodworking adalah debu kayu (saw dust) yang
18
ditimbulkan dari proses pengolahan kayu mulai dari penggergajian, pemotongan
dan pengamplasan. Debu-debu dari kayu tersebut bisa mengganggu kesehatan
manusia dengan cara: terhirup oleh pernapasan, terkena mata atau masuk telinga.
Debu kayu tersebut bahkan sudah cukup mengganggu dan isa menimbulkan
alergi hanya dengan mengenai kulit manusia saja (Sigit, 2013)
2.4 Produksi Industri Mebel Kayu
2.4.1 Bahan baku yang digunakan
Bahan baku yang dipergunakan dalam pembuatan mebel kayu oleh
perusahaan sektor formal tersebut adalah kayu mahoni dan kayu jati. Jenis kayu
keras yang dipergunakan untuk kayu mahoni dan kayu jati. Jenis kayu keras yang
dipergunakan untuk mebel pada umumnya diawetkan secara alamiah melalui
bentuk pengeringan. Kayu balok biasanya terdiri kayu keras semata dan
digunakan sebagai rangka utama suatu mebel, sedangkan kayu papan sering
merupakan kayu gubal atau kayu keras dan dipakai sebagai dinding dan alas suatu
mebel (Khumaidah, 2009).
2.4.2 Mesin dan peralatan
Khumaidah (2009) menjelaskan bahwa mesin dan peralatan yang banyak
digunakan pada pembuatan mebel kayu adalah kegiatan penggergajian /