Page 1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Strategi
Strategi merupakan alat untuk mencapai tujuan. Ada beberapa pendapat
tentang konsep strategi. Di antaranya, menurut Chanddler (1962) seperti yang dikutip
oleh Rangkuti (2000), strategi merupakan alat untuk mencapai tujuan kelompok
dalam kaitannya dengan tujuan jangka panjang, program tindak lanjut, serta prioritas
alokasi sumber daya. Argyris (1985) serta Steiner and Miner (1977) dalam Arisanti
(2003) menyatakan bahwa strategi merupakan respon secara terus-menerus maupun
adaptif terhadap peluang dan ancaman eksternal serta kekuatan dan kelemahan
internal yang dapat mempengaruhi organisasi.
Menurut Chandler (1962) (dalam Rangkuti, 2000), strategi merupakan alat
untuk mencapai tujuan dalam kaitannya dengan tujuan jangka panjang, program
tindak lanjut serta prioritas alokasi sumber daya. Sedangkan menurut Andrew (1971)
(dalam Arisanti, 2003), strategi adalah pola sasaran, maksud atau tujuan dan
kebijakan serta rencana-rencana penting untuk mencapai tujuan itu, yang dinyatakan
dengan cara seperti menetapkan bisnis yang dianut atau yang akan dianut oleh
kelompok, dan jenis atau akan menjadi jenis apa kelompok tersebut. Strategi
merupakan penetapan arah keseluruhan dari bisnis yang diimplementasikan dalam
bentuk taktik pada bagian-bagian tertentu dalam kegiatan bisnis.
Menurut Rangkuti (2000), perencanaan strategi merupakan kegiatan mencari
kesesuaian antara kekuatan-kekuatan internal dan kekuatan eksternal (peluang dan
Page 2
ancaman). Tujuan perencanaan strategi, menurut Kenichi (1983) (dalam Craig dan
Grant, 1996), adalah untuk memungkinkan suatu lembaga memperoleh seefisien
mungkin kedudukan paling akhir yang dapat dipertahankan dalam menghadapi
pesaing-pesaingnya. Jadi strategi dalam hal ini merupakan upaya mengubah
kekuatan lembaga yang sebanding dengan kekuatan pesaing-pesaingnya dengan cara
yang paling efisien.
Suatu kelompok, lembaga, atau organisasi dapat mengembangkan strategi
untuk mengatasi ancaman eksternal dan merebut peluang yang ada. Proses analisis,
perumusan dan evaluasi strategi-strategi itu disebut perencanaan strategis. Tujuan
utama perencanaan strategis adalah agar kelompok atau lembaga dapat melihat
secara obyektif kondisi-kondisi internal dan eksternal, sehingga dapat
mengantisipasi perubahan lingkungan eksternal. Perencanaan strategis penting
untuk memperoleh keunggulan bersaing dan memiliki produk yang sesuai dengan
keinginan konsumen dengan dukungan optimal dari sumber daya yang ada.
Strategi pengembangan dan pemanfaatan TIK dapat dilakukan melalui tiga
pendekatan. Pertama, pendekatan kebijakan yaitu komitmen dan sinkronisasi para
pemangku kepentingan (stakeholders) dalam pemanfaatan TIK serta penggunaannya
dalam bidang-bidang tertentu. Kedua, pendekatan sumber daya manusia (SDM),
yaitu peningkatan kualitas SDM untuk industri TIK. Ketiga, pendekatan
kelembagaan, yaitu dengan penguatan lembaga koordinator dan unit pengelola TIK
di lembaga-lembaga (Hari, 2013).
Page 3
2.2 Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK)
Teknologi informasi dan komunikasi (TIK) adalah payung besar terminologi
yang mencakup seluruh peralatan teknis untuk memproses dan menyampaikan
informasi. TIK mencakup dua aspek yaitu teknologi informasi dan teknologi
komunikasi. Teknologi informasi meliputi segala hal yang berkaitan dengan proses,
penggunaan sebagai alat bantu, manipulasi, dan pengelolaan informasi. Sedangkan
teknologi komunikasi adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan penggunaan alat
bantu untuk memproses dan mentransfer data dari perangkat yang satu ke lainnya.
(Kadir dan Triwahyuni, 2013). TIK adalah segala kegiatan yang bertujuan untuk
memperoleh, memproses, menyimpan, dan menyebarkan informasi dalam beragam
bentuk yakni suara, gambar, data, baik berupa teks dan angka yang merupakan
kombinasi komputasi dan telekomunikasi berbasis mikroelektronik (Alter, 1992;
Haag dan Keen, 1996; Martin et al.1999; Lucas, 2000; Longley and Shain, 2012).
Menurut Martin et al. (1999) dan Williams and Sawyer (2003), TIK tidak
hanya terbatas pada teknologi komputer (perangkat keras dan perangkat lunak) yang
digunakan untuk memproses dan menyimpan informasi, melainkan juga mencakup
teknologi komunikasi untuk mengirimkan informasi. Teknologi informasi, menurut
Kadir dan Triwahyuni (2013), mencakup teknologi komputer dan teknologi
komunikasi. Lebih rinci, teknologi informasi dapat dikelompokkan menjadi enam
teknologi yakni (1) teknologi komunikasi, (2) teknologi masukan, (3) teknologi
keluaran, (4) teknologi perangkat lunak, (5) teknologi penyimpan, dan (6) mesin
pemroses seperti diuraikan berikut ini.
Page 4
1. Teknologi komunikasi
Teknologi telekomunikasi atau biasa juga disebut teknologi komunikasi
adalah teknologi yang berhubungan dengan komunikasi jarak jauh. Termasuk dalam
kategori teknologi ini adalah telepon, radio, dan televisi.
2. Teknologi masukan
Teknologi masukan (input technology) adalah teknologi yang berhubungan
dengan peralatan untuk memasukkan data ke dalam sistem komputer. Piranti
masukan yang lazim dijumpai dalam sistem komputer berupa keyboard dan mouse.
3. Mesin pemroses
Mesin pemroses (processing machine) lebih dikenal dengan sebutan CPU
(central processing unit), mikroprosesor, atau prosesor. Sesuai dengan namanya,
CPU merupakan bagian dalam sistem komputer yang menjadi pusat pengolah data
dengan cara menjalankan program yang mengatur pengolahan tersebut.
4. Teknologi penyimpan
Teknologi penyimpan dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu memori
internal dan penyimpan eksternal. Memori internal biasa juga disebut main memory
atau memori utama yang berfungsi sebagai pengingat baik bagi data, program,
maupun informasi sementara ketika proses pengolahan dilaksanakan oleh CPU. Dua
contoh memori internal yaitu ROM dan RAM. ROM (read-only memory) adalah
memori yang hanya bisa dibaca, sedangkan RAM (random access memory) adalah
memori yang isinya bisa diperbaharui. Penyimpan eksternal (external storage)
dikenal juga dengan sebutan penyimpan sekunder. Penyimpan eksternal adalah
segala piranti yang berfungsi untuk menyimpan data secara permanen. Pengertian
Page 5
permanen di sini berarti bahwa data yang terdapat pada penyimpan tetap terpelihara
dengan baik sekalipun komputer sudah dalam keadaan mati (tidak mendapat aliran
listrik). Hard disk dan disket merupakan contoh penyimpan eksternal.
5. Teknologi keluaran
Teknologi keluaran (output technology) adalah teknologi yang berhubungan
dengan segala piranti yang berfungsi untuk menyajikan informasi hasil pengolahan
sistem. Layar atau monitor dan printer merupakan piranti yang biasa digunakan
sebagai piranti keluaran.
6. Teknologi perangkat lunak
Perangkat lunak (software) atau dikenal juga dengan sebutan program adalah
deretan instruksi yang digunakan untuk mengendalikan komputer sehingga komputer
dapat melakukan tindakan sesuai yang dikehendaki pembuatnya. Tentu saja, untuk
mengerjakan tugas yang berbeda diperlukan pula perangkat lunak tersendiri.
Microsoft Word merupakan contoh perangkat lunak pengolah kata, yaitu perangkat
lunak yang berguna untuk membuat dokumen, sedangkan Adobe Photoshop adalah
perangkat lunak yang berguna untuk mengolah gambar.
Komponen utama sistem teknologi informasi berupa perangkat keras
(hardware), perangkat lunak (software), dan orang (brainware) (Kadir dan
Triwahyuni, 2013). Pembagian tersebut mengasumsikan bahwa telekomunikasi
sendiri mencakup perangkat keras dan perangkat lunak. Perangkat keras mencakup
segala peralatan fisik yang dipakai dalam sistem teknologi informasi, sedangkan
orang merupakan komponen penentu keberhasilan sistem yang menerapkan
teknologi informasi.
Page 6
Komponen brainware dapat berupa pemakai, pemelihara, dan pembuat
sistem. Komponen ini menjadi kunci keberhasilan sistem teknologi informasi. Tanpa
andil komponen ini, perangkat keras dan perangkat lunak menjadi tidak berguna
sama sekali.
2.2.1 Klasifikasi sistem TIK
Sistem teknologi informasi dapat diklasifikasikan menjadi dua yakni menurut
fungsi sistem dan menurut ukurannya (Kadir dan Triwahyuni, 2013).
1. Menurut fungsi sistem
Berdasarkan fungsi yang diemban sistem, sistem teknologi informasi dapat
dibedakan menjadi sistem teknologi informasi yang melekat (embedded IT system),
sistem teknologi informasi yang khusus (dedicated IT system), dan sistem teknologi
informasi serbaguna (general purpose IT system).
Embedded IT system adalah sistem teknologi informasi yang melekat pada
produk lain. Sebagai contoh, sistem VCR (video cassette recorder) memiliki sistem
teknologi informasi yang memungkinkan pemakai dapat merekam tayangan televisi.
Dedicated IT system adalah sistem teknologi informasi yang dirancang untuk
melakukan tugas-tugas khusus. Sebagai contoh, ATM (automatic teller
machine/anjungan tunai mandiri) dirancang secara khusus untuk melakukan transaksi
keuangan bagi nasabah bank.
General purpose IT system adalah sistem teknologi informasi yang dapat
digunakan untuk melakukan berbagai aktivitas yang bersifat umum. Sistem komputer
yang disebut PC (personal computer) merupakan contoh sistem teknologi informasi
serbaguna yang umum dipakai dalam rumah. Dalam hal ini, PC dapat dipakai untuk
Page 7
mencatat pengeluaran, melakukan perhitungan statistik, membuat gambar, ataupun
untuk belajar bahasa asing. Tentu saja sistem seperti ini dapat digunakan untuk
melakukan kegiatan apa saja sepanjang dilengkapi dengan perangkat lunak yang
sesuai.
2. Menurut ukuran
Ukuran dalam pengklasifikasian sistem teknologi informasi tidak harus
berupa ukuran fisik, tetapi lebih cenderung didasarkan pada ukuran informasi yang
dapat ditampung, kemampuan sistem yang ditawarkan, kecepatan pemroses, dan juga
berdasarkan jumlah orang yang menggunakan sistem secara bersamaan. Berdasarkan
pengklasifikasian seperti ini terdapat berbagai istilah yang sampai saat ini tetap
digunakan untuk memberikan nama kelompok komputer, sekalipun parameter yang
digunakan untuk mengklasifikasikannya seringkali berubah seiring dengan
perkembangan teknologi yang mendukung komputer.
2.2.2 Peranan TIK
Secara garis besar, menurut Kadir dan Triwahyuni (2013), peranan TIK dapat
berupa salah satu dari peranan berikut.
1. TIK menggantikan peran manusia. Dalam hal ini teknologi informasi melakukan
otomasi terhadap suatu tugas atau proses.
2. TIK memperkuat peran manusia yakni dengan menyajikan informasi terhadap
suatu tugas atau proses.
3. TIK berperan dalam restrukturisasi terhadap peran manusia. Dalam hal ini
teknologi berperan dalam melakukan perubahan-perubahan terhadap sekumpulan
tugas atau proses.
Page 8
O'Connor dan Galvin (1997) dalam Kadir (2014) mengemukakan alasan-
alasan penggunaan TIK. TIK secara signifikan meningkatkan pilihan-pilihan yang
tersedia bagi perusahaan dan memegang peranan penting dalam implementasi yang
efektif terhadap setiap elemen strategi pemasaran. Sebagai contoh, penggunaan
laptop untuk tenaga pemasar memungkinkan kunjungan wiraniaga ke pelanggan bisa
diganti dengan kontak melalui surat elektronik, mailing list, atau bahkan melalui
jejaring sosial seperti Facebook atau Twitter.
TIK sering dikatakan dapat digunakan untuk membentuk strategi untuk
menuju keunggulan kompetitif. Beberapa strategi tersebut dapat berupa seperti
berikut (O'Brien dan Marakas, 1996 yang dikutip Kadir, 2014).
1. Strategi biaya rendah, yakni menjadikan produsen dengan biaya yang rendah,
memberikan harga yang lebih murah terhadap pelanggan, menurunkan biaya dari
pemasok atau meningkatkan biaya pesaing untuk tetap bertahan di industri.
2. Strategi diferensiasi, yakni mengembangkan cara-cara untuk membedakan
produk/jasa yang dihasilkan perusahaan terhadap pesaing sehingga pelanggan
menggunakan produk/jasa karena adanya manfaat atau fitur yang unik.
3. Strategi inovasi, yakni memperkenalkan produk/jasa yang unik, atau membuat
perubahan yang radikal dalam proses bisnis yang menyebabkan perubahan-
perubahan yang mendasar dalam pengelolaan bisnis.
4. Strategi pertumbuhan, yakni dengan mengembangkan kapasitas produksi secara
signifikan, melakukan ekspansi ke dalam pemasaran global, melakukan
diversifikasi produk/jasa baru, atau mengintegrasikan ke dalam produk/jasa yang
terkait.
Page 9
5. Strategi aliansi, yakni membentuk hubungan dan aliansi bisnis yang baru dengan
pelanggan, pemasok, pesaing, konsultan dan lain-lain.
O'Brien dan Marakas (1996) (dalam Kadir, 2014) memberikan gambaran
tentang bagaimana TIK dapat membantu penataan ulang proses bisnis, sebagaimana
tercantum pada Tabel 2.1, yang menunjukkan penggunaan TIK untuk mendukung
lima strategi dasar untuk menuju keunggulan kompetitif.
Tabel 2.1 Penggunaan TIK dalam Lima Strategi Dasar Bisnis
Strategi Penggunaan TIK
Strategi biaya
rendah
Pemakaian TIK untuk mengurangi biaya di proses bisnis
Pemakaian TIK untuk mengurangi biaya pemasok dan
pelanggan
Strategi
diferensiasi
Pengembangan fitur-fitur TIK baru untuk membedakan
produk atau layanan
Pemakaian fitur-fitur TIK untuk mengurangi keuntungan
diferensiasi para pesaing
Pemakaian fitur-fitur TIK untuk memfokuskan produk atau
layanan di pasar khusus
Strategi inovasi Pembuatan produk atau layanan baru yang melibatkan
komponen-komponen TIK
Pengembangan pasar atau ceruk pasar baru yang unik dengan
bantuan TIK
Pembuatan perubahan radikal terhadap proses-proses bisnis
dengan TIK yang secara dramatis mengurangi biaya;
memperbaiki kualitas, efisiensi, layanan pelanggan; atau
memperpendek waktu ke pasar
Strategi
pertumbuhan
Pemakaian TIK untuk mengelola ekspansi bisnis regional dan
global
Pemakaian TIK untuk mendiversifikasikan dan
mengintegrasikan produk atau layanan
Strategi aliansi Pemakaian TIK untuk menciptakan organisasi virtual terhadap
mitra bisnis
Pengembangan sistem antarorganisasi melalui internet dan
ekstranet untuk mendukung hubungan bisnis strategis dengan
pelanggan, pemasok, subkontraktor, dan lain-lain.
Sumber: O'Brien dan Marakas (2011) (dalam Kadir ,2014)
Page 10
TIK mempengaruhi proses pengembangan strategi pemasaran, karena
memberikan lebih banyak informasi ke manajer melalui pemakaian sistem
pengambilan keputusan (decision support systems atau DSS).
TIK memiliki kemampuan untuk mengintegrasikan berbagai bagian yang
berbeda dalam organisasi dan menyediakan banyak informasi ke manajer. Sebagai
contoh, sistem informasi eksekutif (executive information systems atau EIS)
mempengaruhi aliran informasi secara vertikal dalam perusahaan. Pihak manajemen
atas memiliki akses informasi yang lebih besar dan mengurangi ketergantungan
sumber informasi terhadap manajemen menengah. Jaringan telekomunikasi
memungkinkan informasi mengalir dengan mudah dan cepat di antara departemen
dan divisi yang berbeda.
2.2.3 Pemanfaatan TIK dalam pengembangan agribisnis
Agribisnis, menurut Sukartawi (2003) adalah suatu kesatuan kegiatan usaha
yang meliputi salah satu atau keseluruhan dari mata rantai produksi, pengolahan
hasil, dan pemasaran yang ada hubungannya dengan pertanian dalam arti luas yaitu
kegiatan usaha yang menunjang kegiatan pertanian dan kegiatan usaha yang
ditunjang oleh kegiatan pertanian.
Menurut Saragih (2000), agribisnis memiliki ciri-ciri pokok yaitu:
(1) berorientasi pasar/bersifat komersial yang ditandai sebagian besar sarana
produksinya dibeli di pasar dan hasilnya terutama dijual di pasar, (2) rasional
ekonomis (senantiasa berupaya memperoleh manfaat ekonomi sebesar-besarnya),
dan (3) impersonal kompetitif (segala keputusan didasarkan pada pertimbangan
Page 11
ekonomis, bukan sosial atau moral). Secara operasional pengembangan agribisnis ini
akan meliputi subsistem sarana produksi, subsistem produksi, subsistem agroindustri,
subsistem pemasaran, dan subsistem penunjang. Dengan demikian ciri dari
pengembangan agribisnis adalah adanya interdependensi lintas sektoral dan
subsektoral. Oleh karena itu, koordinasi yang efisien dan selektif sangatlah
diperlukan.
Dalam perencanaan kebijakan pengembangan agribisnis, maka penting
diperhatikan strategi kegiatan yang berusaha semaksimal mungkin untuk
mengoptimalkan potensi sumber daya lokal yang ada (sumber daya alam dan sumber
daya sosial-budaya). Optimalisasi pemanfaatan sumber daya lokal bagi
pengembangan agribisnis merupakan strategi terbaik dalam mendukung
pertumbuhan perekonomian masyarakat secara adil dan berkelanjutan
(Tampubolon, 2002).
Menurut Fathoni (2011), dalam pengembangan agribisnis, TIK harus dapat
memberikan informasi yang berharga kepada para petani dalam bentuk pemeliharaan
tanaman dan hewan, pemberian pupuk dan pakan hewan, pengurangan dampak
kemarau, pemberantasan hama, irigasi, ramalan cuaca, sumber benih, dan harga
pasaran. Kegunaan TIK juga menguntungkan para petani dalam hal memungkinkan
mereka ikut serta dalam kegiatan advokasi dan kooperasi.
Teknologi yang sering digunakan dalam aplikasi TIK pada kegiatan
agribisnis dapat dikelompokkan menjadi lima macam yakni teknologi cetak,
teknologi audio, teknologi video dan televisi (TV), teknologi komputer, dan
teknologi internet. Kelima macam teknologi ini (ditambah lagi dengan kombinasi
Page 12
dari kelimanya) bermula dari yang paling sederhana sampai pada teknologi yang
mutakhir. Teknologi yang paling sederhana ini, misalnya teknologi yang digunakan
terbatas pada pendukung kegiatan agribisnis seperti brosur penyuluhan, iklan produk
pertanian, dan sebagainya (Fathoni, 2011).
1. Teknologi cetak
Teknologi cetak meliputi antara lain modul untuk penyuluhan pertanian,
tutorial tertulis bagi peserta pelatihan pertanian, buku-buku pertanian, brosur-brosur
pertanian, dan sebagainya.
2. Teknologi audio
Teknologi audio mencakup antara lain pita kaset (pembelajaran yang
menggunakan kaset), siaran radio (pembelajaran yang menggunakan radio), telepon
yang terdiri atas telepon kabel (fixedphone/fixedline) dan telepon genggam
(handphone), serta voice mail telephone (konsultasi, penyuluhan, pelatihan,
pembelajaran atau tutorial yang menggunakan telepon). Teleconferencing juga
termasuk kelompok ini, karena komunikasinya menggunakan telepon.
Telepon merupakan alat komunikasi yang digunakan untuk menyampaikan pesan
suara (terutama pesan yang berbentuk percakapan). Kebanyakan telepon beroperasi
dengan menggunakan transmisi sinyal listrik, sehingga memungkinkan pengguna
telepon untuk berkomunikasi dengan pengguna lainnya.
3. Teknologi video dan televisi (TV)
Teknologi ini pada dasarnya adalah teknologi yang digunakan untuk
penyuluhan, pelatihan, pembelajaran atau tutorial melalui TV, VCD, kaset video.
Video-conferencing juga memanfaatkan TV. Yang masuk dalam kelompok ini adalah
Page 13
siaran TV, VCD, fiber optics, video tape, video text, video messaging, dan
sebagainya.
4. Teknologi komputer
Teknologi ini pada dasarnya menggunakan komputer sebagai alat bantu
pemberian informasi. Komputer adalah sistem elektronik untuk memanipulasi data
dengan cepat dan tepat serta dirancang dan diorganisasikan agar secara otomatis
menerima dan menyimpan data input, memprosesnya dan menghasilkan output di
bawah pengawasan suatu langkah-langkah instruksi program (sistem operasi) yang
tersimpan di dalam penyimpanannya (stored program).
Pembelajaran yang menggunakan komputer, misalnya computer assisted
instruction (CAI), computer based-learning (CBL), computer based-technology
(CBT), chatting, bulletin board, e-mail, internet, on-line learning, dan lain-lain.
5. Teknologi internet
Teknologi ini berkembang pesat setelah ditemukannya internet. Internet yang
merupakan kependekan dari inter-connected network merupakan sebuah jaringan
komputer yang menghubungkan antarkomputer secara global. Masyarakat dunia
sudah sangat ketergantungan dengan teknologi internet melalui apa yang dinamakan
web-based activities.
Dalam perkembangannya, teknologi cetak, teknologi audio, teknologi video
dan televisi (TV), teknologi komputer, serta teknologi internet terintegrasi dalam
wujud telepon pintar (smartphone). Smartphone adalah telepon genggam yang
memiliki sistem operasi untuk masyarakat luas, di mana pengguna dapat dengan
bebas menambahkan aplikasi, menambah fungsi-fungsi atau mengubah sesuai
Page 14
keinginan pengguna. Dengan kata lain, telepon pintar merupakan komputer mini
yang mempunyai kapabilitas sebuah telepon.
Pemerintah telah mempertimbangkan dan memasukkan TIK dalam program
pembangunan. Kementerian Pertanian Republik Indonesia memperkenalkan Program
Rintisan dan Akselerasi Pemasyarakatan Inovasi Teknologi Pertanian (Primatani).
Program ini dirancang untuk mempercepat pemanfaatan hasil-hasil penelitian untuk
segera diterapkan di masyarakat pertanian, khususnya dengan memanfaatkan
keunggulan TIK. Diperkenalkan pula program yang diberi nama Farmer
Empowerment through Agriculture Technology and Information (FEATI) atau
program pemberdayaan petani melalui teknologi dan informasi (Departemen
Pertanian, 2007).
Tujuan program FEATI adalah memberdayakan petani dan organisasi petani
dalam peningkatan produktivitas, pendapatan dan kesejahteraan petani melalui
peningkatan aksesibilitas terhadap informasi, teknologi, modal dan sarana produksi,
pengembangan agribisnis dan kemitraan usaha. Kegiatan utama FEATI
mengandalkan pemanfaatan TIK dalam memberikan penyuluhan pertanian. Program
FEATI dirancang untuk melaksanakan pengembangan kelembagaan penyuluhan,
pengembangan kelembagaan petani, penguatan ketenagaan penyuluhan, perbaikan
sistem dan metode penyuluhan, perbaikan penyelenggaraan penyuluhan, penguatan
dukungan teknologi pada usaha tani/agribisnis di tingkat petani, dan perbaikan
pelayanan teknologi dan informasi pertanian.
TIK juga dicoba untuk mendorong agar pertanian Indonesia mampu bersaing.
Hal ini dapat dimengerti karena peran TIK sering menonjol, baik pada kegiatan
Page 15
teknologi produksi maupun kegiatan teknologi informasi. Misalnya untuk tingkat
pengembangan suatu perusahaan hasil olahan dari produk pertanian, bantuan TIK
akan sangat menentukan proses kegiatan perusahaan tersebut.
2.2.4 Pemanfaatan TIK dalam agribisnis di Indonesia
2.2.4.1 Peran telepon atau telepon genggam
Hasil penelitian Viranti et al. (2008) menunjukkan bahwa aplikasi model
factor analysis dapat digunakan untuk mengetahui variabel-variabel yang berasosiasi
kuat dengan handphone (HP) atau telepon seluler (ponsel) yang dimiliki pedagang
sayur mayur di pasar besar dan Pasar Induk Gadang Kota Malang. Hasil analisis
menunjukkan bahwa merek, kemudahan mengoperasikan ponsel, harga ponsel, dan
harga pulsa berasosiasi kuat dengan penggunaan ponsel dalam bisnis sayur mayur.
Dilihat dari sisi pedagang, mereka yang mempunyai kemampuan membaca,
mengakses informasi dan hidup relatif berkecukupan berkecenderungan
memanfaatkan ponsel dalam bisnis sayur mayurnya. Hasil penelitian tersebut juga
memberikan indikasi bahwa pemanfaatan TIK, dalam hal ini ponsel, ternyata mampu
meningkatkan portofolio bisnis. Implikasi dari hasil penelitian ini adalah bahwa
untuk meningkatkan portofolio agribisnis, maka tidak menutup kemungkinan untuk
memanfaatkan ponsel pada semua kegiatan agribisnis (Viranti, et al. 2008).
Peran ponsel dapat juga dipakai untuk kegiatan monitoring. Misalnya di
perkebunan kelapa sawit yang hamparannya lebih dari 10 hektar, seorang supervisor
dapat memonitor pekerja yang sedang melakukan kegiatan di berbagai kawasan atau
blok. Misalnya, berapa pekerja yang masuk bekerja di blok 1, blok 2, dan
sebagainya, berapa pekerja pria dan berapa orang pekerja wanita, berapa bibit yang
Page 16
sudah ditanam pada hari itu, berapa penggunaan pupuk yang dipakai, dan masih
banyak contoh yang lain (Viranti et al., 2008).
2.2.4.2 Peran multimedia
1. Radio pertanian
Peran siaran radio bagi penyuluhan pertanian sangat penting khususnya di
daerah-daerah di mana kebanyakan petani mempunyai radio. Banyak pemerintah
daerah mengembangkan siaran radio pertanian. Balai Pengkajian Teknologi
Pertanian (BPTP) yang tersebar di berbagai provinsi di Indonesia juga ada yang
membina siaran radio pertanian, baik siaran radio yang dimiliki pemerintah daerah
maupun swasta.
Pada intinya tujuan siaran radio pertanian ini adalah mengetahui dan
meningkatkan peran radio terhadap percepatan informasi teknologi yang disertai
kegiatan penyuluhan pertanian. Dengan cara seperti ini diharapkan masyarakat,
khususnya masyarakat pertanian, dapat mengetahui pola siaran hal-hal yang
berkaitan dengan pertanian yang sesuai dengan apa yang diperlukan oleh petani.
2. Televisi pertanian
Pemerintah pernah memanfaatkan televisi (TV) untuk kegiatan penyuluhan
pertanian. Hingga kini pun program ini masih ada, namun sering tidak atau kurang
dirancang untuk kebutuhan penyuluhan atau pendidikan pertanian. Program tersebut
sekarang lebih condong ke program hiburan. Program-program siaran pertanian di
TV, apapun bentuk dan ragamnya, seharusnya memperhatikan kaidah manfaat.
Artinya, bagaimana program siaran pertanian yang disiarkan di TV tersebut dapat
secara cepat diadopsi masyarakat, khususnya oleh masyarakat pertanian.
Page 17
Menurut Rogers dan Shoemaker (1986) ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan dalam melaksanakan siaran pertanian di TV ini, agar isinya cepat
bermanfaat, yaitu program yang ditawarkan hendaknya berkaitan dengan cepat-
tidaknya masyarakat melakukan adopsi siaran tersebut. Kecepatan adopsi
dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu sifat inovasi, sifat sasaran, cara pengambilan
keputusan sasaran, saluran komunikasi yang digunakan, kondisi penyuluh dalam
menyampaikan inovasi kepada sasaran, dan ragam sumber informasi.
Soekartawi (2005) menyarankan agar adopsi dan difusi inovasi teknologi
dapat berhasil, maka teknologi serta bahan yang disuluhkan melalui TV sebaiknya:
(1) mampu memberikan keuntungan yang relatif dapat dirasakan oleh adopternya
(orang yang meniru teknologi tersebut); (2) bentuknya sederhana agar lebih mudah
dipraktekkan; (3) memiliki kompabilitas yaitu teknologi tersebut sesuai kebutuhan
dan tidak bertentangan dengan keunggulan lokal atau tidak berlawanan dengan adat
istiadat, norma dan budaya setempat; (4) mudah dicoba dengan memanfaatkan
sumberdaya di sekitar petani bertempat tinggal; dan (5) mudah dilakukan evaluasi
oleh siapa saja, khususnya oleh petani.
Peran TIK secara cepat melalui TV atau radio menjadi semakin penting di
masa yang akan datang. TIK bukan sekedar dapat meningkatkan produktivitas, tetapi
juga dapat meningkatkan kondisi sosial ekonomi, khususnya kesejahteraan petani
beserta keluarganya (Sukartawi, 2003).
3. Peran Komputer
Penelitian terhadap pedagang pertanian di beberapa kota di Jawa Timur
memberikan indikasi bahwa petani yang berpengalaman (usia >41 tahun) dan
Page 18
berpendidikan (melalui kursus-kursus) dan besarnya nilai omset bisnis produk
pertaniannya, adalah mereka yang memanfaatkan komputer dalam kegiatan bisnisnya
(Sudaryanto, Courvisanos and Soekartawi, 2007). Hasil studi ini juga memberikan
informasi bahwa komputer sangat membantu meningkatkan portofolio bisnis produk
pertanian.
Sudaryanto, Courvisanos and Soekartawi (2007) melaporkan bahwa
pemanfaatan komputer untuk pengembangan agribisnis ternyata mampu
meningkatkan nilai tambah. Proses sampai akhirnya pedagang produk pertanian
melakukan adopsi komputer untuk mendukung kegiatan agribisnisnya memerlukan
proses panjang.
Fathoni (2011) merekomendasikan, permasalahan minimnya akses informasi
di kalangan petani, sejatinya bisa diretas dengan memanfaatkan TIK. Peran TIK
sebagai enabler, memungkinkan guyuran informasi kepada petani bisa direalisasikan
dengan cara mudah, murah, dan cepat dengan mengusung prinsip koneksi
(connection), konvergensi (convergence), kolaborasi (collaboration), konten yang
kreatif (content creative), dan kontekstual (contextual). Mulai dari petani, kelompok
tani, gapoktan, petugas penyuluh lapangan (PPL), hingga pemerintah di tingkat
daerah maupun pusat bisa terkoneksi satu sama lain melalui jaringan telekomunikasi,
baik telepon kantor/rumah (fixedline) maupun ponsel yang sudah menyebar hingga
pelosok.
Untuk mencapai hasil optimal dari implementasi TIK sebagai upaya
meningkatkan kualitas hidup masyarakat di perdesaan, khususnya petani, perlu
diperhatikan sejumlah strategi yaitu membangun komitmen pemerintah terhadap
Page 19
pemanfaatan TIK di perdesaan, pendekatan pengenalan dan pemanfatan TIK dapat
dimulai dari lembaga pendidikan, membangun berbagai jenis portal yang relevan
dengan karakteristik dan potensi sumber daya yang terdapat di daerah masing-
masing, serta membangun kemitraan dengan industri dan jasa telekomunikasi
(Fathoni, 2011).
Strategi pemanfaatan TIK dalam pengembangan agribisnis dapat dilihat dari
sudut pandang aspek pengembangan sistem informasi agribisnis. Terkait hal tersebut,
Hermawan (2006) menyatakan perlunya perhatian terhadap informasi produksi,
informasi proses, distribusi, dan informasi pengolahan serta informasi pasar.
Dalam upaya menjadikan agribisnis sebagai sektor andalan dibutuhkan
manajemen agribisnis. Salah satunya adalah manajemen teknologi agribisnis.
Teknologi agribisnis mencakup teknologi dalam berbagai aktivitas agribisnis, mulai
dari aktivitas pengadaan dan penyaluran sarana produksi pertanian, aktivitas
produksi, pengolahan, hingga pemasaran. Teknologi tersebut mencakup aplikasi dari
bioteknologi, mekanisasi, biokimia, teknik kimia, teknik fisika, teknik nuklir, mikro
elektrik, teknologi dirgantara, teknologi komunikasi dan perhubungan, geodesi dan
geologi, serta jenis teknologi lainnya (Solahuddin, 1998; Gumbira-Sa’id, 2001).
Peran TIK berdampak terhadap pengembangan agribisnis. Pertumbuhan nilai
tambah sektor pertanian dan agribisnis dapat ditingkatkan dengan memanfaatkan
keunggulan TIK. Sektor agribisnis mempunyai perbedaan yang signifikan jika
dikaitkan dengan kesenjangan penguasaan TIK. Solusinya adalah menguranginya
dengan menempatkan peran TIK yang lebih komprehensif. Sektor agribisnis harus
disentuh dengan pemanfaatan TIK. Negara-negara seperti Tiongkok, Vietnam,
Page 20
Thailand, dan India berhasil memanfaatkan TIK untuk meningkatkan nilai tambah
agribisnis. (Soekartawi, 2007).
TIK berpotensi memfasilitasi adopsi teknologi pertanian dan penyediaan
layanan penyuluhan pertanian di negara-negara berkembang melalui perangkat
suara, teks, internet dan transfer uang secara mobile serta jenis layanan lainnya.
Pemanfaatan TIK dapat meningkatkan daya saing sektor pertanian yang bermuara
pada peningkatan kesejahteraan petani. TIK dapat dimanfaatkan untuk membantu
pengusaha agribisnis dalam meningkatkan produktivitas. TIK memberi kemanfaatan
tak terbatas dalam penatalaksanaan dan administrasi produksi pertanian (Warren,
2002; Samah et.al., 2009; Aker, 2011; Ugwuishiwu et al., 2012).
Belajar dari pengalaman negara lain, pemanfaatan TIK untuk sektor
agribisnis harus dioptimalkan, sehingga dapat digunakan secara bersama
meningkatkan kompetensi dan kemanfaatan bagi pengembangan agribisnis dan
bidang pertanian dalam arti luas di Indonesia.
Untuk mengelola usaha taninya dengan baik, petani memerlukan berbagai
sumber informasi berupa kebijakan pemerintah, hasil penelitian dari berbagai disiplin
ilmu, pengalaman petani lain, dan informasi terkini mengenai prospek pasar yang
berkaitan dengan sarana produksi dan produk pertanian. Sistem pengetahuan dan
informasi pertanian tersebut dapat berperan dalam membantu petani dengan
melibatkannya secara langsung terhadap sejumlah besar kesempatan, sehingga
mampu memilih kesempatan yang sesuai dengan situasi dan kondisi faktual di
lapangan. Perkembangan jejaring pertukaran informasi di antara pelaku yang terkait
merupakan aspek penting untuk mewujudkan sistem pengetahuan dan informasi
Page 21
pertanian. Oleh karena itu perlu upaya untuk mempercepat dan meningkatkan peran
sektor pertanian tersebut melalui pendekatan baru, yaitu pemanfaatan TIK di
berbagai kegiatan pertanian, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi hasil
pembangunan pertanian.
2.3 Model Penerimaan Teknologi (Technology Acceptance Model/TAM)
Model Penerimaan Teknologi atau Technology Acceptance Model (TAM)
adalah teori yang menjelaskan minat berperilaku menggunakan TIK. Teori tersebut
dikembangkan oleh Davis (1989) dan kemudian digunakan oleh beberapa peneliti
lain seperti Adam et al. (1992), Szajna (1994), Chin and Todd (1995), Gefen dan
Straub (1997), Igbaria et al. (1997), dan Venkatesh dan Morris (2000). TAM
berbasis pada theory of reasoned action (TRA) yang dikembangkan Fishbein dan
Ajzen (Sanjaya, 2005).
TRA merupakan model yang secara luas mengkaji psikologi sosial mengenai
perilaku seseorang yang dilakukan secara sadar. Berdasarkan TRA, minat
berperilaku berkaitan erat dengan perilaku spesifik individu dan merupakan proses
yang dilakukan secara sadar. Sedangkan sikap dan norma subyektif adalah anteseden
perilaku tersebut. Sikap merupakan perasaan positif atau negatif tentang target
perilaku, sedangkan norma subyektif adalah persepsi seseorang tentang orang lain
atau sekelompok orang atau referensi lainnya yang memikirkan apa yang dilakukan
atau tidak harus dilakukan mengenai perilaku tertentu. Dalam konteks TIK, para
peneliti akan mengidentifikasi keyakinan yang menonjol pada subyek berdasarkan
pada investigasi sebelumnya. Atribut-atribut yang menonjol berkaitan dengan TIK
secara tidak langsung dapat mempengaruhi minat dan norma subyektif dan
Page 22
selanjutnya dikelompokkan sebagai variabel internal. Dengan demikian TRA
menangkap variabel-variabel internal melalui beberapa variabel eksternal yang
berkaitan dengan TIK (Sanjaya, 2005).
Sejalan dengan TRA, kajian TAM juga menangkap variabel-variabel internal
melalui beberapa variabel eksternal terkait dengan hal yang menonjol pada TIK yang
menjadi target. Menurut Davis (1989) di dalam konsep TAM terdapat dua anteseden
penting yang memprediksi minat berperilaku (behavioral intention) dalam
menggunakan TIK yaitu manfaat yang dipersepsikan (perceived usefulness) dan
kemudahan penggunaan yang dipersepsikan (perceived ease of use). Keduanya
merupakan variabel internal dalam diri individu. Kajian-kajian empiris sebelumnya
menunjukkan bahwa kedua variabel internal individu tersebut mendapat dukungan
kuat secara empiris (Venkatesh dan Morris, 2000).
Fungsi-fungsi TIK dapat dianggap efektif apabila para pengguna tetap
kembali menggunakan TIK tersebut, karena mereka puas dengan informasi dan
fasilitas yang diberikan. Ali and McGrath (2011) menemukan bahwa niat untuk
kembali menggunakan TIK (intentions to re-use) dipengaruhi oleh persepsi
pengguna terhadap dengan manfaat informasi (information usefulness), kemudahan
penggunaan (usability) dan daya tarik (attractiveness), yang dimediasi oleh sikap
terhadap TIK (attitude towards using ICT) itu sendiri. Sebelumnya, Davis (1989)
menyebut ”manfaat informasi” (information usefulness) sebagai ”manfaat yang
dipersepsikan” (perceived usefulness) dan ”kemudahan penggunaan” (usability)
sebagai ”kemudahan penggunaan yang dipersepsikan” (perceived ease of use).
Temuan ini menunjukkan bahwa selain memberi informasi yang relevan untuk
Page 23
pengguna, pengelola TIK juga harus mempertimbangkan aspek teknis dan estetika
atribut yang dapat menimbulkan daya tarik secara keseluruhan fasilitas TIK yang
dimanfaatkan.
Chen and Wells (1999), Gao and Koufaris (2006), dan Karson and Fisher
(2005) seperti dikutip Ali and McGrath (2011) menunjukkan bahwa perubahan
perilaku pengguna seperti adopsi, keputusan pembelian dan penggunaan berulang
TIK sangat handal dalam menentukan efektivitas penggunaan TIK.
Variabel ”manfaat” merupakan anteseden penting dalam menjelaskan minat
menggunakan TIK (Davis, 1985; Davis, 1989; Adam et al. ,1992; Szajna, 1994);
Chin and Todd, 1995; Davis and Venkatesh, 1996; Gefen and Straub, 1997; Igbaria
et al.,1997; Venkatesh and Morris, 2000; Sanjaya, 2005). Dalam kajian tersebut
manfaat merupakan penentu yang kuat terhadap penggunaan suatu sistem informasi,
adopsi dan perilaku pengguna teknologi tersebut. Secara spesifik Davis (1989)
menambahkan bahwa hubungan antara manfaat dengan penerimaan teknologi lebih
kuat dan konsisten dibandingkan dengan ukuran persepsi lainnya.
Berkaitan dengan penggunaan TIK, para petani-peternak dan pendamping
Program Simantri, maupun PPL, serta aparat pemerintah akan mempertimbangkan
faktor manfaat penggunaan TIK. Apabila mereka mempersepsikan TIK adalah hal
yang bermanfaat bagi mereka dan membantu menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan
mereka, maka akan semakin mendorong keinginan mereka menggunakan TIK.
Variabel ”kemudahan” juga merupakan anteseden penting dalam menjelaskan
minat menggunakan TIK (Davis, 1985; Davis, 1989; Adam et al. ,1992; Szajna,
1994); Chin and Todd, 1995; Davis and Venkatesh, 1996; Gefen and Straub, 1997;
Page 24
Igbaria et al.,1997; Venkatesh and Morris, 2000; Sanjaya, 2005). Dijelaskan oleh
Davis (1989) bahwa ”kemudahan” penggunaan merupakan katalisator potensial
untuk meningkatkan minat berperilaku dalam penggunaan TIK.
Berkaitan dengan penggunaan TIK, para petani-peternak dan pendamping
Program Simantri, maupun PPL, serta aparat pemerintah akan mempertimbangkan
kemudahan penggunaannya. Semakin mudah menggunakannya akan mendorong
mereka berperilaku dalam menggunakan TIK.
Variabel “daya tarik” juga merupakan faktor penting yang dapat
mempengaruhi kepuasan pengguna TIK. Pengguna cenderung lebih lama
menggunakan TIK ketika mereka sangat terkesan dengan desain yang menarik, puas
dengan isinya, dan merasa langsung ada di dalamnya (Cao, Zhang & Seydel, 2005;
Smith and Merchant, 2001; dalam Ali and McGrath,2011). Penelitian Aladwani and
Palvia (2002), Cao et al.(2005), dan Chen and Yen (2004) menemukan bahwa kesan
menghibur dan “bermain-main” juga menjadi faktor yang mempengaruhi
persepsi pengguna terhadap kualitas TIK (Ali and McGrath, 2011).
Berkaitan dengan penggunaan TIK, para petani-peternak dan pendamping
Program Simantri, maupun PPL, serta aparat pemerintah akan mempertimbangkan
daya tarik. Semakin menarik fasilitas TIK akan mendorong mereka berperilaku
dalam menggunakan TIK.
2.4 Program Simantri di Bali
Program Simantri adalah upaya terobosan dalam mempercepat adopsi
teknologi pertanian, karena merupakan pengembangan model percontohan dalam
percepatan alih teknologi kepada masyarakat perdesaan. Simantri mengintegrasikan
Page 25
kegiatan sektor pertanian dengan sektor pendukungnya baik secara vertikal maupun
horizontal sesuai potensi masing-masing wilayah dengan mengoptimalkan
pemanfaatan sumber daya lokal yang ada (Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan
Hortikultura Provinsi Bali, 2014).
Inovasi teknologi yang diintroduksikan Program Simantri berorientasi
menghasilkan produk pertanian organik dengan pendekatan pertanian tekno-
ekologis. Kegiatan integrasi yang dilaksanakan juga berorientasi pada usaha
pertanian tanpa limbah (zero waste) dan menghasilkan 4 F (food, feed, fertilizer, dan
fuel). Kegiatan utamanya adalah mengintegrasikan usaha budidaya tanaman dan
ternak. Limbah tanaman diolah untuk pakan ternak dan cadangan pakan pada musim
kemarau. Limbah ternak (faeces dan urine) diolah menjadi biogas, biourine, pupuk
organik dan biopestisida. Sapta Usaha Peternakan dapat digunakan dalam menunjang
suksesnya beternak sapi yang ditunjang juga oleh pemasaran dan analisis usaha tani
yang cermat. Orientasi pengembangan TIK juga perlu dilakukan dalam sektor
pertanian, khususnya dalam Program Simantri.
Dalam hal ini, kelancaran kegiatan agribisnis mulai dari tahap budidaya,
panen, pascapanen hingga pengolahan hasil dan pemasaran dikembangkan untuk
meningkatkan kemampuan individu dalam satuan manajemen usaha yang dilakukan.
Pengetahuan manajemen usaha yang berwawasan TIK untuk semua komoditas perlu
mendapatkan perhatian khusus untuk membuka peluang diversifikasi usaha, agar
pengembangan Program Simantri dapat mencakup kawasan yang lebih luas.
Diversifikasi vertikal berbasis TIK untuk masing-masing komoditas juga akan
memberikan nilai tambah ekonomis bagi petani. Pewilayahan usaha dan kelancaran
Page 26
distribusi dan pemasaran akan membawa petani pada tingkat kesejahteraan yang
lebih baik (Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Bali, 2014).
Kriteria lokasi Program Simantri adalah: (1) desa yang memiliki potensi
pertanian dan memiliki komoditi unggulan sebagai titik ungkit, (2) terdapat
gabungan kelompok tani (gapoktan) yang mau dan mampu melaksanakan kegiatan
terintegrasi, (3) dilaksanakan pada desa dengan rumah tangga miskin (RTM) yang
memiliki SDM dan potensi untuk pengembangan agribisnis (Dinas Pertanian
Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Bali, 2014).
2.4.1 Target dan indikator keberhasilan Program Simantri
Target Program Simantri adalah: (1) tersosialisasinya inovasi teknologi
khususnya bidang pertanian, perikanan, dan kehutanan (intensifikasi, ekstensifikasi,
dan pertanian organik), (2) berkembangnya populasi ternak khususnya sapi Bali dan
kambing serta berkembangnya keswadayaan dalam penyediaan pupuk dan pestisida
organik serta biogas (skala rumah tangga), (3) berkembangnya ketersediaan pakan
ternak berkualitas sepanjang tahun, (4) penguatan kelembagaan petani,
berkembangnya infrastruktur pertanian, dan pembangunan pertanian berkelanjutan,
(5) berkembangnya diversifikasi usaha tani (vertikal dan horizontal/agribisnis) dan
usaha ekonomi produktif khususnya pengelolaan hasil-hasil pertanian, serta
(6) meningkatnya pendapatan petani dan terwujudnya Bali yang maju, aman, damai,
dan sejahtera (Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Bali,
2014).
Indikator keberhasilan Program Simantri yang diharapkan dapat terwujud
dalam jangka pendek (4 sampai 5 tahun) adalah: (1) peningkatan luas tanam,
Page 27
peningkatan kuantitas dan kualitas hasil pertanian, peternakan dan perikanan, (2)
tersedianya pakan ternak yang berkualitas sepanjang tahun, (3) berkembangnya
kelembagaan dan SDM baik petugas pertanian maupun petani, (4) terciptanya
lapangan kerja melalui pengembangan diversifikasi usaha pertanian dan industri
rumah tangga, (5) berkembangnya intensifikasi dan ekstensifikasi usaha tani, (6)
meningkatnya insentif berusaha tani melalui peningkatan produksi dan efisiensi
usaha tani (pupuk, pakan, biogas, biourine, biopestisida diproduksi sendiri/in situ),
(7) tercipta dan berkembangnya pertanian organik (green economic), (8)
berkembangnya lembaga usaha ekonomi di perdesaan, (9) peningkatan pendapatan
petani (minimal dua kali lipat), dan (10) berkembangnya infrastruktur perdesaan
(Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Bali, 2014).
2.4.2 Paket kegiatan utama dan lokasi Program Simantri
Paket kegiatan utama Program Simantri meliputi: (1) pengembangan
komoditi tanaman pangan, peternakan, perikanan dan intensifikasi perkebunan sesuai
potensi wilayah, (2) pengembangan ternak sapi atau kambing dan kandang koloni
(untuk 20 ekor sapi dan atau 40 ekor kambing), (3) bangunan instalasi biogas dua
unit dengan kapasitas 11m3 sebanyak satu unit dan kapasitas 5 m3 satu unit
dilengkapi dengan kompor gas (kompor untuk biogas), (4) bangunan instalasi
biourine sebanyak satu unit, (5) bangunan pengolah kompos dan pengolah pakan
masing-masing sebanyak satu unit, dan (6) pengembangan tanaman kehutanan sesuai
kondisi dan potensi masing-masing wilayah (Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan
Hortikultura Provinsi Bali, 2014).
Page 28
Kegiatan Simantri dimulai pelaksanaannya pada tahun 2009 dengan 10 unit
dan dilanjutkan sebanyak 40 unit pada tahun 2010, 150 unit pada tahun 2011, 125
unit pada tahun 2012, 94 unit pada tahun 2013, 83 unit pada tahun 2014, dan
penambahan 50 unit pada tahun 2015 (Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan
Hortikultura Provinsi Bali, 2014). Sebaran jumlah peserta Program Simantri di Bali
terlihat pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2 Jumlah Simantri di Kabupaten/Kota se-Bali Tahun 2009-2014
No Kabupaten Jumlah Simantri Jumlah
2009 2010 2011 2012 2013 2014
1 Buleleng 4 12 26 20 21 19 102
2 Jembrana 1 2 12 12 11 11 49
3 Tabanan 1 4 16 21 10 15 67
4 Badung 1 1 10 5 9 7 33
5 Denpasar 0 1 4 3 0 0 8
6 Gianyar 1 2 21 20 11 9 64
7 Bangli 1 6 18 20 14 8 67
8 Klungkung 0 3 21 12 8 7 51
9 Karangasem 1 9 22 12 10 7 61
Jumlah 10 40 150 125 94
94
83 502
Sumber: Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Bali (2014)
Pada tahun 2015 dirancang pembangunan 50 unit Simantri. Pemerintah
Provinsi Bali menargetkan pembangunan 100-125 unit sistem Simantri baru setiap
tahun untuk mencapai target hingga tahun 2018 mencapai 1.000 Simantri (Dinas
Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Bali, 2014).
Pemerintah Provinsi Bali mengarahkan Program Simantri menjadi program
pusat pembibitan sapi Bali, sehingga nantinya kebutuhan peternak akan bibit sapi
Bali yang bermutu dapat dipenuhi dengan baik. Dari sapi betina yang diberikan pada
Page 29
Simantri, ratusan ekor telah dalam keadaan bunting dan melahirkan, dengan harapan
mampu memenuhi kebutuhan bibit untuk pengembangan ternak sapi di sekitar
kawasan Simantri. Sistem integrasi tanaman-ternak, pemanfaatan limbah tanaman
sebagai pakan, serta limbah ternak menjadi pupuk dan sumber energi alternatif
merupakan potensi yang perlu dikembangkan. Inovasi teknologi Program Simantri
dalam sistem integrasi tanaman-ternak bebas limbah (SITT-BL) memberi peluang
yang menggembirakan menuju green and clean agricultural development.
Pengembangan usaha tani tanaman dan ternak secara bersama-sama menambah
pendapatan petani (Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi
Bali, 2014).
2.5 Pemanfaatan TIK dalam Program Simantri
Permasalahan utama yang dihadapi Indonesia berkaitan dengan pemanfaatan
TIK dalam bidang pertanian adalah belum terbangunnya secara optimal dan efisien
sistem TIK bidang pertanian mulai dari hulu sampai hilir, baik pengkajian teknologi
spesifik lokasi maupun diseminasi penelitian kepada petani (Pinardi, 2011).
Permasalahan itu pula yang dihadapi Pemerintah Provinsi Bali.
Masih rendah dan belum memadainya pemanfaatan TIK serta penguasaan
teknologi secara umum merupakan kelemahan dalam pelaksanaan Program Simantri,
baik di tingkat Provinsi Bali, maupun di tingkat kabupaten (Kepala Dinas Pertanian
Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Bali, 2015; Kepala Dinas Pertanian,
Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Badung, 2015; Kepala Dinas Pertanian,
Perkebunan, dan Perhutanan Kabupaten Bangli, 2015; dan Kepala Dinas Pertanian
dan Peternakan Kabupaten Buleleng, 2015).
Page 30
Di balik kelemahan tersebut, peran TIK dalam pengembangan Program
Simantri dirasakan sangat penting, khususnya pada kegiatan penyuluhan.
Ketersediaan akses internet pada Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) Denpasar serta
kemampuan dan ketrampilan para petugas pendamping Simantri (insourcing dan
outsourcing) cukup memudahkan petani, kelompok, atau gapoktan memperoleh
informasi berupa inovasi teknologi dan kelembagaan. Informasi tersebut dibutuhkan
dalam mengupayakan kesejahteraan petani. Selain memberi informasi kepada petani
untuk peningkatan kualitas usaha tani, TIK juga menjadi sebagai media komunikasi
antara pemerintah dan petani (Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan
Hortikultura Provinsi Bali, 2015). TIK dirasakan sangat penting dalam
pengembangan Program Simantri ke depan, khususnya dalam menghadapi pasar
global dan persaingan pasar komoditas pertanian. TIK sangat berpengaruh terutama
dalam mengadopsi dan mengimplementasikan inovasi teknologi, serta meningkatkan
kualitas pelayanan, memenuhi kebutuhan produksi, dan menangkap peluang pasar
(Kepala Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Badung, 2015).
Petani-peternak di Bali pada umumnya masih mengelola usaha taninya secara
tradisional dan belum menggunakan teknologi secara optimal. Untuk dapat
memenuhi kebutuhan mereka akan manfaat TIK, dibutuhkan kemampuan para
peneliti, pengambil keputusan, dan penyuluh untuk menyediakan atau memanfaatkan
fasilitas TIK yang sesuai. Fasilitas tersebut hendaknya dapat dimanfaatkan secara
bersama-sama untuk meningkatkan kompetensi dan kemanfaatan TIK itu sendiri
(Kepala Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Buleleng, 2015).
Page 31
Berdasarkan data Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Bali (2014),
sebanyak 502 Gapoktan, 502 pendamping, dan para aparat Dinas Pertanian telah
memiliki perangkat TIK berupa telepon genggam. Sementara telepon kabel
(fixedline), baik telepon rumah atau telepon kantor, dimiliki secara terbatas oleh
sebagian dari mereka. Di luar perangkat komputer yang dimiliki secara pribadi
maupun kedinasan di masing-masing kabupaten atau kota, telah pula didistribusikan
18 set komputer lengkap dengan jaringan internet kepada 18 gapoktan di seluruh
Bali. Pada tahun 2015, Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi
Bali merealisasikan pengadaan infrastruktur TIK untuk mendukung sistem pelaporan
secara on-line oleh pendamping Simantri. Sistem tersebut menggantikan sistem
pelaporan manual yang sebelumnya berlangsung lambat dan tidak optimal. Sistem
yang lambat dan tidak optimal diakibatkan keterbatasan kemampuan SDM dalam
pemanfaatan perangkat komputer, telepon, internet maupun ponsel (Dinas Pertanian
Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Bali, 2015).
Hal tersebut di atas dapat dikaitkan dengan hasil survei The International
Society for Horticultural Sciences (ISHS) yang menemukan sejumlah hambatan
adopsi TIK oleh petani khususnya petani hortikultura yakni keterbatasan
kemampuan, kesenjangan dalam pelatihan (training), kesadaran akan manfaat TIK,
waktu, biaya dari teknologi yang digunakan, integrasi sistem dan ketersediaan
software. Responden dari negara-negara berkembang menekankan pentingnya “biaya
teknologi TIK” dan “kesenjangan infrastruktur teknologi” (Taragola et al. 2009).
Kondisi yang ada sekarang (existing) yang dicirikan dengan belum
optimalnya pemanfaatan TIK dalam Program Simantri sejalan dengan beberapa
Page 32
kendala yang diidentifikasi Sumardjo et al. (2009) terkait pemanfaatan TIK untuk
mendukung pembangunan pertanian. Kendala-kendala tersebut adalah sebagai
berikut.
1. Belum adanya komitmen dari manajemen di level manajer pemangku
kepentingan (stakeholders manager) yang ditunjukkan dengan adanya kebijakan
yang belum konsisten.
2. Kemampuan tingkat manajerial pimpinan di level stakeholders (khususnya di
lingkup pemda dan dinas kabupaten) di mana sebagian besar masih belum
memiliki kapasitas di bidang TIK, sehingga banyak sekali proses pengolahan
input yang seharusnya dapat difasilitasi dengan pemanfaatan TIK tidak
diperhatikan dan bahkan cenderung dihindari.
3. Sebagian besar level manajerial belum mengetahui secara persis konsep aplikasi
TIK, sehingga berimplikasi pada rendahnya aplikasi TIK untuk mendukung
operasionalisasi pelaksanaan tugas sehari-hari.
4. Infrastruktur penunjang tidak mendukung operasi pengelolaan dan penyebaran
informasi pertanian yang berbasis TIK, seperti pasokan listrik yang masih
kurang memadai, perlengkapan perangkat keras (hardware) tidak tersedia secara
mencukupi baik kualitas maupun kuantitasnya, gedung atau ruangan yang tidak
memadai, serta jaringan koneksi internet yang masih sangat terbatas, khususnya
untuk daerah terpencil (remote area).
5. Biaya untuk operasional aplikasi TIK untuk akses dan pengelolaan informasi
yang disediakan oleh pemerintah daerah khususnya, sangat tidak memadai
Page 33
terutama untuk biaya langganan internet service provider (ISP) untuk
pengelolaan informasi yang berbasis internet.
6. Infrastruktur telekomunikasi yang belum memadai dan mahal. Walaupun semua
fasilitas ada, harganya masih relatif mahal.
7. Tempat akses informasi melalui aplikasi TIK sangat terbatas.
8. Sebagian usia produktif dan yang bekerja di lembaga subsistem jaringan
informasi inovasi pertanian tidak berbasis TIK, sehingga semua pekerjaan
dijalankan seperti biasanya dan tidak pernah memikirkan efisiensi atau
pemanfaatan TIK yang konsisten.
9. TIK terlalu cepat berubah dan berkembang, sementara sebagian besar SDM
yang ada di lembaga subsistem jaringan informasi inovasi pertanian cenderung
kurang memiliki motivasi untuk terus belajar mengejar kemajuan TIK. Hal itu
mengakibatkan kapasitas SDM yang ada tidak dapat mengikuti perkembangan
TIK dan cenderung menjadi lambat dalam menyelesaikan tugas.
10. Kemampuan kapasitas SDM dalam aplikasi TIK, khususnya di tingkat penyuluh
pertanian ataupun fasilitator tingkat desa sebagai motor pendamping pelaksana
pembangunan pertanian di daerah masih sangat terbatas.
11. Keterbatasan kemampuan dan pengetahuan petani atau pengguna akhir dalam
pemanfaatan TIK dalam akses informasi inovasi pertanian dan mempromosikan
produknya ke pasar yang lebih luas.
12. Dari segi sosial budaya, kultur berbagi (sharing) masih belum membudaya.
Kultur berbagi informasi dan pengetahuan untuk mempermudah akses dan
pengelolaan informasi belum banyak diterapkan oleh anggota lembaga
Page 34
stakeholders. Di samping itu, kultur mendokumentasikan informasi/data juga
belum lazim, khususnya untuk kelembagaan yang berada di daerah.
2.6 Kondisi Optimal Pemanfaatan TIK pada Pengembangan Simantri
Kondisi optimal yang diartikan sebagai kondisi terbaik dan paling
menguntungkan dalam pemanfaatan TIK mengacu pada model sukses sistem
informasi seperti dirumuskan DeLone and McLean (1992) yang diperbaharui dengan
formulasi DeLone and McLean (2003). Model sukses, menurut DeLone and
McLean (1992) merupakan suatu hubungan ketergantungan antara variabel
independen atau variabel bebas dengan dimensi sukses yang berperan sebagai
variabel dependen. Dimensi sukses ini merupakan variabel terikat karena
pengukurannya dapat dilakukan setelah adanya penelitian mengenai aspek-aspek
tertentu yang termasuk ke dalam variabel bebas. Karena perlakuan variabel bebas
inilah, suatu dimensi sukses sistem informasi dapat terbentuk. Dimensi sukses sendiri
tidak dapat diukur berdasarkan satu aspek saja. Ada banyak aspek yang dapat
digunakan.
Dalam penelitian DeLone dan McLean (1992), pengukuran aspek tersebut
dibagi ke dalam enam kategori utama yaitu: kualitas sistem (system quality), kualitas
informasi (information quality), penggunaan (use), kepuasan pengguna (user
satisfaction), dampak individual (individual impact), dan dampak organisasional
(organizational impact). Dimensi-dimensi tersebut saling berpengaruh satu sama
lain, seperti terlihat pada Gambar 2.1.
Page 35
Gambar 2.1 Model Sukses Pemanfaatan TIK DeLone dan McLean
(Sumber: DeLone dan McLean,1992)
Sedangkan pada pembaharuan model DeLone dan McLean (2003), terdapat
penambahan dan perincian kategori. Penambahan itu meliputi kualitas pelayanan
(service quality), tujuan penggunaan (intention to use), dan keuntungan (net
benefits), seperti terlihat pada Gambar 2.2.
Gambar 2.2 Model Sukses Pemanfaatan TIK DeLone dan McLean yang
Diperbaharui (Sumber: DeLone dan McLean, 2003)
Pada penelitian DeLone dan McLean (2003), pemilihan kategori dimensi
sukses didasarkan pada sasaran atau hasil. Hasil yang diharapkan secara garis besar
mengacu pada dampak sistem informasi dalam kinerja atau capaian organisasi. Mo-
Page 36
del sukses dapat diimplementasikan untuk menganalisis seberapa besar dan seberapa
penting sistem informasi digunakan dalam organisasi. Dalam organisasi sendiri,
peranan sistem informasi tercermin dari keuntungan (net benefits) yang dirasakan
dan didapat.
Terkait dengan pengembangan Program Simantri, model sukses DeLone dan
McLean (2003) dapat dijadikan ukuran optimal-tidaknya pemanfaatan TIK dalam
program tersebut. Ada enam dimensi untuk mengukur keoptimalan pemanfaatan TIK
dalam Program Simantri yakni sebagai berikut.
1. Kualitas sistem (system quality): karakteristik yang diinginkan petani dan
pendamping dari TIK seperti: mudah digunakan, fleksibel, keandalan sistem
(system reliability), mudah dipelajari, dan fitur sistem yang intuitif, kecanggihan
(sophistication), fleksibilitas (flexibility), keberfungsian (functionality), kualitas
data, kemudahan dibawa (portability), keterpaduan (integration), kepentingan
(importance), dan waktu respon (response times).
2. Kualitas informasi (information quality): karakteristik yang diinginkan petani dan
pendamping Simantri dari sistem output, yaitu laporan manajemen (management
reports) dan halaman web seperti: relevan, mudah dimengerti, akurat, ringkas,
lengkap, keamanan, currency, timeliness, dan usability.
3. Kualitas layanan (service quality): kualitas dalam mendukung sistem yang
diterima petani dan pendamping Simantri dari pengelola TIK dan pendukung
pemanfaatan TIK, seperti : kecepattanggapan (responsiveness), keakuratan
(accuracy), keandalan (reliability), kompetensi teknis (technical competence), dan
empati dari pengelola TIK.
Page 37
4. Penggunaan sistem (system use): tingkat atau kadar dan sikap pada petani dan
pendamping dalam menggunakan kapabilitas sistem informasi, seperti: waktu
penggunaan, jumlah penggunaan, frekuensi penggunaan, sifat penggunaan (nature
of use), kelayakan penggunaan, perluasan penggunaan, dan tujuan penggunaan.
5. Kepuasan pengguna (user satisfaction): tingkat kepuasan petani dan pendamping
Simantri terhadap laporan, web sites, dan servis pendukung, seperti tingkah laku
pengguna.
6. Manfaat bersih (net benefits): perluasan dampak penggunaan TIK dalam
berkontribusi untuk kesuksesan individual petani dan pendamping Simantri,
kelompok, organisasi, industri, dan masyarakat luas, seperti: meningkatkan
ketepatan pengambilan keputusan, meningkatkan produktivitas petani,
meningkatkan pendapatan, mengurangi biaya, meningkatkan keuntungan,
efesiensi pasar, kesejahteraan petani, dan membangun ekonomi masyarakat luas.
2.7 Partial Least Square (PLS) dan Structural Equation Modeling (SEM)
Partial Least Square (PLS) adalah suatu metode yang berbasis keluarga
regresi yang dikenalkan oleh Herman O.A Wold untuk penciptaan dan pembangunan
model dan metode untuk ilmu-ilmu sosial dengan pendekatan yang berorientasi pada
prediksi. PLS memiliki asumsi data penelitian bebas distribusi (distribution-free),
Artinya, data penelitian tidak mengacu pada salah satu distribusi tertentu, misalnya
distribusi normal. Menurut Hair et al.(2010) PLS merupakan metode alternatif dari
structural equation modeling (SEM) yang dapat digunakan untuk mengatasi
permasalahan hubungan di antara variabel yang kompleks namun ukuran sampel
Page 38
datanya kecil (30 sampai dengan 100), mengingat SEM memiliki ukuran sampel data
minimal 100.
PLS digunakan untuk mengetahui kompleksitas hubungan suatu konstruk dan
konstruk yang lain, serta hubungan suatu konstruk dan indikator-indikatornya. PLS
didefinisikan oleh dua persamaan yaitu inner model dan outer model. Inner model
menentukan spesifikasi hubungan antarkonstruk. Outer model menentukan
spesifikasi hubungan antara konstruk dan indikator-indikatornya. Konstruk terbagi
menjadi dua yaitu konstruk eksogen dan konstruk endogen. Konstruk eksogen
merupakan konstruk penyebab, konstruk yang tidak dipengaruhi oleh konstruk
lainnya. Konstruk eksogen memberikan efek kepada konstruk lainnya. Konstruk
endogen merupakan konstruk yang dijelaskan oleh konstruk eksogen. Konstruk
endogen adalah efek dari konstruk eksogen (Yamin dan Kurniawan, 2009).
PLS dapat bekerja untuk model hubungan konstruk dan indikator-indikatorya
yang bersifat reflektif dan formatif. Sedangkan. SEM hanya bekerja pada model
hubungan yang bersifat reflektif (Ghazali, 2006). Model hubungan yang bersifat
reflektif berarti bahwa arah hubungan kausalitas dari konstruk menuju indikator, di
antara hubungan indikator diharapkan saling berkorelasi, menghilangkan salah satu
indikator dari model pengukuran tidak akan mengubah makna konstruk, dan
menentukan measurement error (kesalahan pengukuran) pada tingkat indikator.
Sedangkan, model hubungan yang bersifat formatif berarti bahwa arah hubungan
kausalitas dari indikator menuju konstruk, di antara hubungan indikator diasumsikan
tidak saling berkorelasi, menghilangkan salah satu indikator dari model pengukuran
Page 39
akan berakibat mengubah makna dari konstruk, dan menentukan measurement error
(kesalahan pengukuran) pada tingkat konstruk.
Hubungan yang bersifat reflektif menggambarkan indikator-indikator yang
terjadi di dalam suatu konstruk yang bersifat laten (tidak bisa diukur secara langsung
sehingga membutuhkan indikator-indikator untuk mengukurnya). Sedangkan,
hubungan yang bersifat formatif menggambarkan indikator-indikator yang
menyebabkan suatu konstruk yang bersifat emergen di mana ukurannya secara tiba-
tiba muncul karena pengaruh indikator-indikatornya (Vinzi et.al., 2010). Perbedaan
di antara kedua konstruk digambarkan pada Gambar 2.3.
Gambar 2.3 Perbedaan Hubungan pada Konstruk Laten dan Konstruk Emergen
Sumber: Vinzi et al. (2010)
Structural equation modeling (SEM) merupakan teknik analisis statistik
multivariat yang menganalisis hubungan-hubungan terstruktur. Menurut Dachlan
(2014), SEM merupakan teknik analisis multivariat generasi kedua yang sebenarnya
merupakan penggabungan dari beberapa teknik analisis multivariat baku.
Oleh karenanya apa yang dapat dilakukan dengan SEM sebagian besar
Page 40
mencerminkan apa yang dapat dilakukan oleh sejumlah teknik analisis yang
tergabung tersebut yaitu khususnya analisis faktor, analisis regresi, dan analisis jalur.
SEM memudahkan peneliti untuk menguji secara simultan rangkaian
hubungan dependen yang saling terkait antara variabel terukur (measured variabel)
dan konstruk laten (latent constructs), serta hubungan antara konstruk dan konstruk
lainnya (Hair et al., 2010). Menurut Yamin dan Kurniawan (2009), SEM mampu
menjelaskan kompleksitas hubungan antarvariabel yang mana dalam prakteknya
variabel-variabel tersebut pada bidang tertentu tidak dapat diukur secara langsung
(bersifat laten) sehingga masih membutuhkan indikator-indikator untuk
mengukurnya. Suatu konsep yang membuat didefinisikannya suatu faktor yang
bersifat laten dan membutuhkan variabel terukur (measured variable) untuk
mengukurnya adalah konstruk laten (latent constructs). Hal ini menggambarkan
bahwa variabel penelitian secara umum terbagi menjadi dua yaitu variabel terukur
(indikator/item) dan konstruk laten (konstruk/faktor). SEM terbentuk dari hubungan
pengukuran dan hubungan struktural yang diekspresikan masing-masing dalam
model pengukuran dan model struktural. Model-model tersebut masing-masing
menggambarkan teori pengukuran dan teori struktural dengan kumpulan persamaan
pengukuran dan persamaan struktural, serta biasanya digambarkan dalam diagram
jalur.
Persamaan pengukuran menggunakan aspek dari analisis faktor dan persamaan
struktural menggunakan aspek dari analisis regresi berganda. Diagram jalur
merupakan gambaran visual dari suatu model dan kumpulan hubungan antara
konstruk-konstruk model.
Page 41
Persamaan pengukuran merupakan pemodelan SEM yang menentukan
indikator-indikator untuk setiap konstruk dan memberikan estimasi dari validitas
konstruk. Indikator tersebut (measured variable) merupakan nilai terobservasi
(terukur) untuk suatu item atau pertanyaan yang spesifik, baik dari responden yang
menjawab pertanyaan (misalnya kuesioner) maupun observasi yang dilakukan oleh
peneliti (Hair et al.,2010). Menurut Yamin dan Kurniawan (2009), indikator tersebut
dalam format kuesioner merupakan item-item pertanyaan dari setiap variabel yang
dihipotesiskan.
Hubungan kausal antara variabel-variabel penelitian dalam SEM
digambarkan pada diagram jalur (path diagram). Dalam diagram jalur, konstruk
eksogen ditandai sebagai konstruk yang tidak ada panah tunggal yang menuju ke
arahnya. Konstruk endogen ditandai oleh anak panah yang menuju ke arahnya, tetapi
konstruk endogen juga dapat mempengaruhi konstruk endogen yang lain. Ada dua
bentuk hubungan di antara beberapa konstruk yaitu hubungan dependen yang
menggambarkan anak panah dari variabel independen mengarah ke variabel
dependen dan hubungan korelasional (covariance) yang hanya berlaku untuk
hubungan antara konstruk-konstruk eksogen. Hubungan korelasional ini diberikan
berdasarkan hipotesis yang diberikan (Nurdiansyah, 2013).
Menurut Monecke & Leisch (2012) beberapa hal penting yang melandasi
SEM menggunakan PLS yakni sebagai berikut.
1. SEM menggunakan PLS terdiri tiga komponen yaitu model struktural, model
pengukuran dan skema pembobotan.
Page 42
2. SEM menggunakan PLS hanya mengijinkan model hubungan antarvariabel yang
rekursif (searah) saja. Hal ini sama dengan model analisis jalur (path analysis)
tidak sama dengan SEM yang berbasis kovarian yang mengijinkan juga terjadinya
hubungan non-rekursif (timbal-balik).
3. Pada model struktural yang disebut juga sebagai model bagian dalam, semua
variabel laten dihubungkan satu dengan yang lain dengan didasarkan pada teori
substansi.
2.8 Confirmatory Factor Analysis (CFA)
Confirmatory factor analysis (CFA) merupakan cara menguji bagaimana
variabel-variabel terukur (indikator) yang baik menggambarkan atau mewakili suatu
bilangan dari konstruk. CFA digunakan untuk menguji penegasan dari teori
pengukuran. Dachlan (2014) menyatakan, CFA digunakan ketika peneliti hanya
mempunyai sedikit pengetahuan tentang struktur faktor yang sedang dikaji. Menurut
Yasmin dan Kurniawan (2009), teori pengukuran menentukan bagaimana variabel-
variabel terukur (indikator) menggambarkan secara logika dan sistematik suatu
konstruk yang dilibatkan dalam suatu model secara teoritis.
Dengan kata lain, teori pengukuran menentukan suatu kumpulan hubungan
yang menganjurkan bagaimana variabel-variabel terukur (indikator) menggambarkan
suatu konstruk laten yang tidak diukur secara langsung. Hubungan pengukuran dapat
diekspresikan ke dalam model pengukuran yang menggambarkan teori pengukuran
dengan kumpulan persamaan pengukuran dan biasanya digambarkan dalam diagram
jalur.
Page 43
Gambar 2.4 memperlihatkan contoh diagram jalur untuk CFA sederhana
berdasarkan teori pengukuran dari dua konstruk laten, yaitu ICT Support dan
Agribusiness Performance.
Gambar 2.4 Model Jalur dalam SEM dengan PLS
Sumber: Hair, Ringle & Sarstedt (2011)
Model di atas mempunyai dua variabel laten exogenous (variabel bebas),
yaitu Y1 dan Y2 dengan satu variabel laten endogenous (variabel tergantung), yaitu
Y3. Variabel Y1 dan Y2 masing-masing diukur oleh dua indikator secara formatif
yaitu X1, X2 dan X3, X4. Sedang Variabel Y3 diukur dengan tiga indikator secara
reflektif, yakni X5, X6 dan X7.