Page 1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Gastroenteritis Akut
2.1.1 Definisi
Gastroenteritis adalah radang lambung dan usus yang dapat
menimbulkan gejala diare yang disebabkan oleh bakteri, virus, dan
parasit lebih sering dari biasanya yang mana bersifat patogen.
Gastroenteritis dibagi menjadi dua jenis menurut waktu onset dan
durasi yaitu Gastroenteritis Akut dan Gastroenteritis Kronis. (Nari,
2019). Gastroenteritis akut atau GEA adalah diare yang gejalanya
tiba-tiba dan berlangsung kurang dari 14 hari, gastroenteritis juga
kehilangan cairan dan elektrolit berlebihan karena frekuensi satu
atau lebih buang air besar berbentuk encer dan berair. (Nari, 2019)
2.1.2 Etiologi
Beberapa faktor yang menyebabkan gastroenteritis pada
balita yaitu infeksi yang disebabkan bakteri, virus, atau parasit,
adanya gangguan penyerapan makanan dan malabsorbsi, alergi,
keracunan bahan kimia atau racun yang terkandung dalam
makanan, imunodefesiensi yaitu kekebalan tubuh yang menurun
serta penyebab lain (Suraatmaja, 2007) dalam (Hartati & Nurazila,
2018)
Page 2
a. Faktor Infeksi
Infeksi enteral yaitu infeksi saluran pencernaan yang
merupakan penyebab utama diare pada anak, meliputi infeksi
bakteri (Vibrio, E.colli, Salmonella, Shigella, Campylobacter,
Yersinia, Aeromonas), infeksi virus (Entenovirus, Adenovirus,
Rotavirus, Astrovirus), infeksi parasit (Entamoeba hystolytica,
Giardia lamblia, Thricomonas hominis) dan jamur (Candida,
Abicans). Infeksi parenteral merupakan infeksi diluar sistem
pencernaan yang dapat menimbulkan diare seperti : Otitis
Media Akut (OMA), tonsillitis, bronkopneumonia, ensefalitis.
b. Faktor Malabsorbsi
Malabsorbsi karbohidrat : disakarida (intoleransi laktosa,
maltose, dan sukrosa), monosakarida (intoleransi glukosa,
fruktosa, dan galaktosa). Intoleransi laktosa merupakan
penyebab diare yang terpenting pada bayi dan anak. Disamping
itu dapat pula terjadi malabsorbsi lemak dan protein.
2.1.3 Tanda dan Gejala
Gambaran awal dimulai dengan bayi atau anak menjadi
cengeng, gelisah, suhu badan mungkin meningkat, nafsu makan
berkurang atau tidak ada, kemudian timbul BAB. Feses makin cair
mungkin mengandung darah atau lendir, dan warna feses berubah
Page 3
menjadi kehijau-hijauan karena bercampur empedu. Akibat
seringnya defekasi, anus dan area sekitarnya menjadi lecet karena
sifat feses makin lama makin asam, hal ini terjadi akibat banyaknya
asam laktat yang dihasilkan dari pemecahan laktosa yang tidak
dapat diabsorbsi oleh usus.
Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah terjadi.
Apabila penderita telah banyak mengalami kehilangan air dan
elektrolit, maka terjadilah gejala dehidrasi. Berat badan turun,
ubun-ubun besar cekung pada bayi, tonus otot dan turgor kulit
berkurang, dan selaput lendir pada mulut dan bibir terlihat kering.
Berdasarkan kehilangan berat badan, dehidrasi terbagi
menjadi empat kategori yaitu tidak ada dehidrasi (bila terjadi
penurunan berat badan 2,5%), dehidrasi ringan (bila terjadi
penurunan berat badan 2,5-5%), dehidrasi sedang (bila terjadi
penurunan berat badan 5-10%), dan dehidrasi berat (bila terjadi
penurunan berat badan 10%) (Titik Lestari, 2016,).
2.1.4 Klasifikasi
Gastroenteritis dibagi menjadi menjadi 2 jenis yaitu akut dan
kronik :
1. Gastroenteritis akut yaitu buang air besar yang terjadi
kurang dari 14 hari ataupun kurang dari 7 hari (berlangsung
kurang dari 2 minggu).
Page 4
2. Gastroenteritis kronis yaitu buang air besar yang terjadi
lebih dari 14 hari (berlangsung selama 2 minggu) (PPNI,
2018).
2.1.5 Patofisiologi
Mekanisme dasar yang menyebabkan diare ialah yang pertama
gangguan osmotik, akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak
dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga
usus, isi rongga usus yang berlebihan ini akan merangsang usus
untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare. Kedua, akibat
rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus akan terjadi
peningkatan air dan elektrolit ke dalam rongga usus dan selanjutnya
diare timbul karena terdapat peningkatan isi rongga usus. Ketiga,
gangguan mortalitas usus, terjadinya hiperperistaltik akan
mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap
makanan sehingga timbul diare sebaliknya bila peristaltik usus
menurun akan mengakibatkan bakteri timbul berlebihan yang
selanjutnya dapat menimbulkan diare pula. Selain itu, diare juga
dapat terjadi, akibat masuknya mikroorganisme hidup kedalam usus
setelah berhasil melewati rintangan asam lambung, mikroorganisme
tersebut berkembang biak, kemudian mengeluarkan toksin tersebut
terjadi hipersekresi yang selanjutnya akan menimbulkan diare (Titik
Lestari, 2016)
Page 5
Usus halus menjadi bagian absorbsi utama dan usus besar
melakukan absorbsi air yang akan membuat solid dari komponen
feses, dengan adanya gangguan dari gastroenteritis akan
menyebabkan absorbsi nutrisi dan elektrolit oleh usus halus, serta
absorbsi air menjadi terganggu. Selain itu, diare juga dapat terjadi
akibat masuknya mikroorganisme hidup ke dalam usus setelah
berhasil melewati rintangan asam lambung. Respon patologis
penting dari gastroenteritis dengan diare berat adalah dehidrasi.
Page 6
2.1.6 Pathway
Gambar 2.1 Pathway Gastroenteritis pada Hipovolemia (Ardiansyah, 2018)
Infeksi
Berkembang di usus
Hipersekresi air dan
elektrolit
Isi usus
Toksin tidak dapat
diserap
Makanan
Hiperperistaltik ↑
Penyerapan makanan
di usus ↓
Psikologi
Ansietas
Malabsorbsi karbohidrat,
lemak, protein
Isi rongga usus
meningkat
Meningkatkan tekanan
osmotik
Pergeseran air dan
elektrolit ke rongga usus
Frekuensi BAB ↑
Diare
Peningkatan kehilangan cairan
dan elektrolit secara berlebihan
Hipovolemia
(Kekurangan Volume
Cairan)
Page 7
2.1.7 Pemeriksaan Penunjang
Menurut (Muhammad Iqbal, 2018) pemeriksaan penunjang
yang dapat dilakukan :
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan tinja
b. Makroskopis dan mikroskopis
c. pH dan kadar gula dalam tinja dengan kertas lakmus dan
tablet dinistest.
d. Bila perlu dilakukan pemeriksaan biakal dan uji resistensi.
2. Pemeriksaan Darah
a. pH darah dan elektrolit (Natrium, Kalium, dan Fosfor)
dalam serum untuk menentukan keseimbangan asam dan
basa.
b. Analisis feses.
c. Endoskopin
2.1.8 Komplikasi
Menurut (Indah, 2017) bila tidak segera ditangani maka akan
terjadi komplikasi seperti dehidrasi, kejang, malnutrisi, dan
higlikemia.
Menurut (Hertia, 2020) komplikasi yang dapat terjadi dari
diare akut maupun kronis, yaitu :
Page 8
a. Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonik atau
hipertonik).
b. Renjatan hipovolemik.
c. Hipokalemia (dengan gejala mekorismus, hiptoni otot, lemah,
bradikardi, perubahan pada elektro kardiagram).
d. Hipoglikemia.
e. Intoleransi laktosa sekunder, sebagai akibat defisiensi enzim
laktase karena kerusakan villi mukosa, usus halus.
f. Kejang terutama pada dehidrasi hipertonik.
g. Malnutrisi energi, protein, karena selain diare dan muntah,
penderita juga mengalami kelaparan.
2.1.9 Penatalaksanaan Medis
Dari komplikasi gastroenteritis yang sangat mengancam jiwa
tersebut maka peran perawat sangatlah dibutuhkan agar anak yang
mengalami gastroenteritis tidak jatuh ke keadaan yang semakin
parah. Tindakan yang dapat dilakukan perawat antara lain bila
seorang anak yang menderita gastroenteritis dan hanya mengalami
dehidrasi ringan maka penatalaksanaanya dilakukan dengan rawat
jalan, rehisrasi dapat dilakukan secara per oral dengan larutan
rehidrasi oral. Cairan rehidrasi oral diberikan sedikit demi sedikit
tetapi sering (yaitu antara 5 sampai 15 ml). Tapi dalam hal dehidrasi
Page 9
berat, anak harus segera dirawat di rumah sakit untuk mendapatkan
terapi IV (intravena) demi mengatasi dehidrasinya.
Setelah rehidrasi atau terapi cairan selesai, maka diet dapat
dilanjutkan dengan diet biasa yang mudah dicerna oleh anak.
Makanan yang paling baik ditoleransi adalah karbohidrat kompleks
(seperti nasi, gandum, sereal, kentang, dan roti), yogurt, daging tidak
berlemak, sayuran, dan buah-buahan. Pengembalian ke makanan oral
normal adalah hal yang penting untuk dilakukan, khususnya pada
kasus sebelum terjadinya malnutrisi pada anak. Pemberian
antiemetik dan antispasmodik biasanya tidak dianjurkan. Antibiotik
juga tidak diindikasikan pada sebagian besar kasus karena
gastroenteritis bakterial dapat sembuh dengan sendirinya.
2.2 Konsep Hipovolemia & Cairan dan Elektrolit
2.2.1 Definisi Hipovolemia
Hipovolemia adalah penurunan cairan intravaskuler,
intestinal, atau intraseluler ini mengacu pada dehidrasi, kehilangan
cairan senja tanpa perubahan kadar natrium (Diagnosa
Keperawatan Nanda-I, n.d.)
Hipovolemia merupakan penurunan volume cairan
intravaskuler, interstisial, dan intraseluler (Tim Pokja SDKI DPP
PPNI, 2017).
Page 10
Berdasarkan data diatas hipovolemia adalah kondisi ketika
jumlah darah dan cairan di dalam tubuh berkurang secara drastis.
Kondisi ini menyebabkan jumlah oksigen dalam tubuh berkurang
dan membuat fungsi organ terganggu.
2.2.2 Etiologi Hipovolemia
Penyebab dari kekurangan volume cairan menurut (PPNI, 2018)
yaitu :
1. Kehilangan cairan secara aktif
2. Gangguan absorbsi cairan
3. Usia lanjut
4. Kelebihan berat badan
5. Status hipermetabolik
6. Kegagalan mekanisme regulasi
7. Evaporasi
8. Kekurangan intake cairan
9. Efek agen farmakologis
Page 11
2.2.3 Derajat Hipovolemia
Tabel 2.1 Derajat Hipovolemia
Kelas I Kelas II Kelas III Kelas IV
Ringan Sedang Berat
Kehilangan
Darah
>750ml (15%) 750-1500ml
(15-30%)
1500-2000ml
(30-40%)
>2000ml
(>40%)
Denyut Nadi <100 >100 >120 >140
Tekanan
Darah
Normal Normal/Turun Turun Turun
Tekanan Nadi Normal Turun Turun Turun
Respirasi 14-20 20-30 30-40 >40
Urine Output >30 20-30 5-15 Tidak Berarti
Status Mental Sedikit Cemas Agak Cemas Cemas,
Bingung
Bingung, Lesu
Cairan
Pengganti
(3:1)
Kristaloid Kristaloid Kristaloid,
Koloid, dan
Darah
Kristaloid,
Koloid, dan
Darah
Larutan kristaloid 20ml/Kg BB, dalam 15 menit pertama
(BB 70 Kg → 1400ml)
2.2.4 Definisi Cairan dan Elektrolit
Cairan tubuh adalah larutan yang terdiri dari air (pelarut)dan zat
tertentu (zat terlarut). Elektrolit adalah zat kimia yang menghasilkan
partikel-partikel bermuatan listrik yang disebut ion jika berada dalam
larutan. Cairan dan elektrolit masuk ke dalam tubuh melalui
makanan, minuman, dan cairan intravena (IV) dan di distribusikan
ke seluruh tubuh (Haswita, Reni, Sulistyowati, 2017).
Page 12
Berdasarkan perhitungan enery expenditure rata-rata pada pasien
yang dirawat di rumah sakit di dapatkan kebutuhan cairan perhari
sebagai berikut :
a. Bayi 1 hari = 50 ml H2O/kgBB/hari
b. Bayi 2 hari = 75 ml H2O/kgBB/hari
c. Bayi ≥ 3 hari = 100 ml H2O/kgBB/hari
d. Berat badan 10 kg pertama = 100 ml H2O/kgBB/hari
e. Berat badan 10 kg kedua = 1000 ml H2O/kgBB/hari
f. Berat badan ≥ 20 kg = 1500 ml H2O/kgBB/hari
2.2.5 Pengaturan Volume Cairan
Keseimbangan cairan dalam tubuh dihitung dari keseimbangan
antara jumlah cairan yang masuk dan jumlah cairan yang keluar
(Sari, 2019).
a) Asupan Cairan
Apabila terjadi ketidakseimbangan volume cairan tubuh
dimana asupan cairan kurang atau adanya perdarahan maka
curah jantung menurun menyebabkan terjadinya penurunan
tekanan darah.
b) Pengeluaran Cairan
Peningkatan jumlah dan kecepatan pernafasan, demam,
keringat, BAB dapat menyebabkan kehilangan cairan secara
berlebihan. Kondisi lain yang dapat menyebabkan kehilangan
Page 13
cairan secara berlebihan adalah muntah secara terus-menerus.
Hasil pengeluaran cairan adalah :
1. Urine
Dalam kondisi normal Output urine sekitar 1400-1500
ml/24jam atau sekitar 30-50 ml/jam.
Tabel 2.2 Volume Pengeluaran Urine
Usia Volume Urine (ml/Kg/BB/Jam)
Bayi Lahir 10-90
Bayi 80-90
Anak-anak 50
2. Keringat
Keringat terbentuk bila tubuh menjadi panas akibat
pengaruh suhu panas. Keringat banyak mengandung garam,
urea, laktat, dan ion kalium. Banyaknya jumlah keringat
yang keluar akan mempengaruhi kadar natrium dan plasma.
3. Feses
Jika cairan yang keluar melalui feses jumlahnya
berlebihan maka mengakibatkan tubuh menjadi lemas.
Jumlah rata-rata pengeluaran feses antara 100-200 ml/hari
yang diatur melalui mekanisme reabsorbsi di dalam mukosa
usus besar.
Page 14
2.2.6 Faktor yang Mempengaruhi Kebutuhan Cairan dan Elektrolit
Menurut (Sagitarisandi, 2021) faktor yang mempengaruhi
cairan dan elektrolit sebagai berikut :
a. Usia
Pada bayi atau anak-anak keseimbangan cairan dan
elektrolit dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain :
banyaknya cairan yang keluar melalui ginjal, paru-paru, dan
proses penguapan.
b. Temperatur
Pada cuaca yang sangat panas seseorang akan kehilangan
700-2000 ml air/jam dan 15-30 gr garam/hari. Suhu tubuh
meningkat beresiko mengalami keletihan akibat panas.
c. Diet
Asupan yang tidak adekuat dapat berpengaruh terhadap
kadar albumin serum. Jika albumin serum menurun cairan
interstisial tidak bisa masuk ke pembuluh darah sehingga menjadi
edema.
d. Sakit
Pada saat sakit terdapat banyak sel yang rusak sehingga
untuk memperbaiki sel yang rusak tersebut dibutuhkan adanya
proses pemenuhan kebutuhan cairan yang cukup. Keadaan sakit
menimbulkan ketidakseimbangan hormonal yang dapat
mengganggu keseimbangan kebutuhan cairan.
Page 15
Menurut Insersible Water Loss (IWL)
a. Bayi 60-70% BB
b. Anak-anak 75-80% BB
Tabel 2.3 Kebutuhan IWL (Haswita, Reni, Sulistyowati, 2017)
Usia Besaran IWL (mg/Kg/BB/Hari)
Bayi Lahir 30
Bayi 50-60
Anak-anak 40
- Rumus IWL untuk anak-anak
IWL = (30 – Usia anak dalam tahun) x kg/BB/24jam
- Jika ada kenaikan suhu
IWL = Nilai IWL Normal + 200 (suhu badan sekarang –
36,8ºC)
- Balance cairan = Intake – Output (Intake/cairan masuk =
Output/cairan keluar + IWL)
- Yang termasuk dalam cairan masuk (intake) diantaranya :
minum, NGT, cairan infus, injeksi.
- Yang termasuk cairan keluar (output) diantaranya : muntah,
urine, feses.
- Kebutuhan urine jika anak mengompol
(0,5cc-1cc/kgBB/hari)
Page 16
2.2.7 Klasifikasi Cairan Tubuh
Cairan dibagi menjadi 2 kelompok besar yaitu :
a) Cairan Intraseluler
Cairan yang berada dalam sel tubuh seluruh tubuh
dengan jumlah sekitar 40% dari berat badan dan merupakan
bagian dari protoplasma.
b) Cairan Ekstraseluler
Cairan yang berada di luar sel tubuh dengan jumlah
sekitar 20% dari berat badan, dan berperan dalam pemberian
makan bagi sel dan mengeluarkan sampah metabolisme.
Cairan ekstraseluler ini dibagi menjadi 2, yaitu cairan
interstisial dan cairan intravaskuler. Cairan interstisial adalah
yang terdapat pada cela antar sel atau disebut pula cairan
jaringan, berjumlah 15% dari berat badan. Pada umumnya,
cairan interstisial berfungsi sebagai pelumas agar tidak terjadi
gesekan pada saat 2 jaringan tersebut bergerak. Contoh dari
jaringan interstisial yaitu cairan pleura, cairan pericardial,
dan cairan peritoneal. Cairan intravaskuler merupakan cairan
yang terdapat di dalam pembuluh darah dan merupakan
plasma, berjumlah sekitar 5% dari berat badan.
Page 17
2.2.8 Macam-Macam Cairan
1. Cairan Infus 0,9% Normal Saline 9NS, 0,9 NaCl atau
NSS)
Cairan infus ini disebut juga sebagai saline fisiologi
atau isotonic saline adalah cairan kristaloid steril
nonpyrogenic yang berfungsi untuk menggantikan cairan
yang hilang agar tidak mengalami dehidrasi, hipovolemia,
perdarahan atau sepsi.
2. Lactated Ringers (LR) atau Ringers Lactate (RL)
Cairan infus ini mirip dengan plasma darah dan paling
banyak digunakan untuk pasien yang mengalami luka bakar
atau trauma.
Cairan infus lactated ringers akan berfungsi untuk
menggantikan darah yang hilang akibat ketidakseimbangan
elektrolit dan asidosis metabolik. Kandungan pada cairan
infus LR ini adalah natrium klorida, kalium klorida, kalsium
klorida, dan natrium laktat.
3. Dextrose 5% in Water (D5 atau D5W)
Fungsi utama dari cairan infus D5 atau D5W adalah
untuk mengatasi hypernatremia atau tingginya kadar natrium
Page 18
atau sodium di dalam darah sekaligus membantu menjaga
ketersediaan air pada organ ginjal.
Biasanya cairan infus ini diberikan kepada pasien yang
tengah menjalani pemulihan pasca operasi, gangguan pada
jantung atau ginjal, dan pada kasus khusus seperti terjadinya
peningkatan tekanan pada intracranial.
4. 0,45% Normal Saline (Half Normal Saline, 0,45% NaCl
45NS)
Cairan infus ini mengandung larutan kristaloid
hipotonik natrium klorida yang telah dilarutkan dalam air
murni atau steril. Fungsi cairan infus 0,45% normal saline
untuk mengatasi hypernatremia dan ketoasidosis diabetik.
5. Koloid
Cairan infus koloid sangat jarang namun penting untuk
berfungsi untuk pasien yang tidak dapat menerima cairan
dalam jumlah banyak atau pada pasien kekurangan gizi.
Page 19
2.3 Konsep Pertumbuhan dan Perkembangan Anak
2.3.1 Definisi Tumbuh Kembang Anak
Tumbuh kembang anak menurut (Ridha, 2017) mencakup 2
peristiwa yang sifatnya berbeda, tetapi saling berkaitan dan sulit
dipisahkan yaitu mengenai pertumbuhan dan perkembangan.
Pertumbuhan (growth) berkaitan dengan masalah
perubahan besar, jumlah, ukuran, dimensi tingkat sel, organ
maupun individu, yang dapat diukur dengan ukuran keseimbangan
metabolik (retensi kalium dan nitrogen tubuh).
Perkembangan (development) adalah bertambahnya
kemampuan (skill dalam struktur dan fungsi tubuh lebih komplek
dalam pola yang teratur dan dapat diramaikan sebagai hasil
pematangan. Tahap ini menyangkut adanya proses diferensiasi sel-
sel tubuh, jaringan tubuh organ-organ, dan sistem organ
berkembang sedemikian rupa, sehingga masing-masing dapat
mematuhi fungsinya. Bertambahnya struktur dan fungsi tubuh yang
lebih kompleks dalam kemampuan bergerak kasar, gerak halus,
berbicara, dan bahasa, serta sosialisasi dan kemandirian
(Kementrian RI, 2016).
Page 20
2.3.2 Tingkat Perkembangan Anak
Menurut (Eko dan Atik, 2017) sangat mudah bagi orang tua
untuk selalu mengamati pertumbuhan dan perkembangan fisik
anaknya, karena hamper setiap hari orang tua bisa melihatnya.
1. Tumbuh kembang Toddler (Balita umur 1-3 tahun)
a. Umur 15 bulan
Motorik kasar : Sudah bisa belajar sendiri tanpa
bantuan orang lain.
Motorik halus : Sudah bisa memegang cangkir,
membuka kotak, melempar benda.
b. Umur 24 bulan
Motorik kasar : Berlari sudah baik, dapat naik
tangga sendiri dengan kedua kaki tiap tahap.
Motorik halus : Sudah bisa membuka pintu,
membuka kunci, minum menggunakan gelas atau
cangkir, sudah bisa menggunakan sendok dengan
baik.
Page 21
2.4 Konsep Asuhan Keperawatan Pada Gastroenteritis Akut
2.4.1 Pengkajian Keperawatan
Untuk mengidentifikasi gangguan kekurangan volume cairan
serta menggunakan data untuk menyusun suatu intervensi
keperawatan, perawat juga perlu melakukan pengkajian
keperawatan, berikut hal-hal yang harus diperhatikan :
1. Data Mayor :
Subjektif : -
Objektif :
a. Frekuensi nadi meningkat.
b. Nadi teraba lemah.
c. Tekanan darah menurun.
d. Tekanan nadi menyempit.
e. Turgor kulit menurun.
f. Membrane mukosa kering.
g. Volume urin menurun.
h. Hematokrit meningkat.
2. Data Minor :
Subjektif :
a. Merasa lemah
b. Mengeluh haus.
Objektif :
a. Pengisian vena menurun.
Page 22
b. Status mental berubah.
c. Suhu tubuh meningkat
d. Konsentrasi urin meningkat
e. Berat badan turun tiba-tiba (Tim Pokja SDKI DPP PPNI,
2017).
1) Identitas Pasien
Biodata atau identitas pasien meliputi nama lengkap,
tempat tinggal, jenis kelamin, tanggal lahir, tempat lahir,
asal suku bangsa, nama orang tua, pekerjaan orang tua,
penghasilan.
2) Keluhan Utama
Buang air besar (BAB) lebih dari tiga kali sehari.
BAB kurang dari empat kali dengan konsistensi cair
(dehidrasi ringan atau sedang). BAB 4-10 kali konsistensi
cair (dehidrasi ringan atau sedang). BAB lebih dari 10 kali
(dehidrasi berat). Apabila gastroenteritis terjadi kurang dari
14 hari maka disebut dengan gastroenteritis akut. Apabila
terjadi lebih dari 14 hari maka disebut gastroenteritis
kronik.
3) Riwayat Penyakit Sekarang
a) Riwayat kesehatan dahulu :
Penyakit apa saja yang pernah dideritanya.
Page 23
b) Riwayat kesehatan sekarang :
a. Mula-mula bayi atau anak menjadi cengeng, gelisah,
suhu tubuh meningkat, nafsu makan berkurang atau
tidak ada, kemungkinan terjadi diare.
b. Tinja semakin cair, mungkin disertai lendir dan atau
tanpa darah. Warna tinja berubah kehijau-hijauan
karena bercampuran dengan empedu.
c. Anus dan daerah sekitarnya timbul lecet karena sering
defekasi dan sifatnya semakin lama semakin asam.
d. Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah
gastroenteritis.
e. Apabila pasien kehilangan banyak cairan dan
elektrolit, gejala dehidrasi mulai tampak.
f. Diuresis yaitu terjadinya oliguria (kurang
1ml/kgBB/jam) bila terjadi dehidrasi. Urine normal
pada diare tanpa dehidrasi. Urine sedikit berwarna gelap
pada dehidrasi ringan ataupun sedang. Tidak ada urine
dalam waktu 6 jam yaitu dehidrasi berat.
4) Riwayat Kesehatan
a. Riwayat imunisasi terutama anak yang belum melakukan
imunisasi campak. Karena gastroenteritis lebih sering
terjadi pada anak dengan campak atau yang menderita
Page 24
campak dalam empat minggu terakhir, karena akibat
penurunan kekebalan tubuh pada anak.
b. Riwayat alergi obat-obatan maupun makanan karena
faktor ini merupakan salah satu bentuk penyebab
gastroenteritis.
5) Riwayat Kesehatan Keluarga
Apakah didalam keluarga ada yang menderita
gastroenteritis dan yang berhubungan dengan penyakit
menular.
6) Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik B1-B6 menurut
1. B1 (Breathing)
Sistem pernapasan akan mengalami perubahan
apabila terjadi perubahan akut terhadap kondisi
elektrolit. Bila terjadi asidosis metabolik pasien akan
tampak pucat dan pernapasan cepat dan dalam.
2. B2 (Blood)
Respon akut akibat kehilangan cairan tubuh akan
mempengaruhi volume darah. Akibat turunnya volume
darah, maka curah jantung pun menurun sehingga
tekanan darah, denyut nadi cepat dan lemah, serta pasien
mempunyai risiko timbulnya tanda dan gejala syok.
Page 25
3. B3 (Brain)
Pada pasien dengan dehidrasi berat akan
menyebabkan penurunan perfusi serebral dengan
manifestasi sakit kepala, perasaan lesu, gangguan mental
seperti halusinasi, dan delirium.
4. B4 (Bladder)
Pada kondisi dehidrasi berat akan didapatkan
penurunan urine output. Semakin berat kondisi dehidrasi,
maka akan didapatkan kondisi oliguria sampai anuria dan
pasien mempunyai risiko untuk mengalami gagal ginjal
akut.
5. B5 (Bowel)
Pemeriksaan sistem gastrointestinal yang
didapatkan berhubungan dengan berbagai faktor, seperti
penyebab, kondisi hidrasi, dan tingkat toleransi individu.
Secara lain pada pemeriksaan gastrointestinal akan
didapatkan :
a. Inspeksi : Pada anak akan terlihat lemas, sering BAB,
dan mungkin didapatkan kembung, distensi abdomen.
b. Palpasi : Mungkin didapatkan adanya nyeri tekan pada
area abdomen.
c. Perkusi : Didapatkan suara timpani abdomen yang
mengalami kembung.
Page 26
d. Auskultasi : Didapatkan peningkatan bising usus lebih
dari 25x/menit yang berhubungan dengan peningkatan
usus dari peradangan pada saluran gastrointestinal.
6. B6 (Bone)
Respon dehidrasi dan penurunan volume cairan
tubuh akut akan menyebabkan kelemahan fisik umum.
7) Pola Fungsi Kesehatan
a) Pola eliminasi akan mengalami perubahan yaitu BAB
lebih dari 4 kali sehari (frekuensi, banyak, warna, dan
bau) atau tanpa lendir, BAK sedikit atau jarang. BAK
perlu dikaji untuk output terhadap kehilangan cairan
lewat urine.
b) Pola nutrisi : Makanan yang terinfeksi, pengelolaan
yang kurang hygiene berpengaruh terjadinya
gastroenteritis yang menimbulkan mual muntah,
anoreksia yang menyebabkan penurunan berat badan.
c) Pola tidur dan istirahat : Pada anak atau bayi akan
mengalami gangguan rasa nyaman karena
gastroenteritis sehingga dapat menyebabkan anak rewel.
d) Pola aktivitas : Akan terganggu karena kondisi tubuh
yang lemah.
Page 27
2.4.2 Diagnosa Keperawatan
Menurut (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017) Diagnosa
keperawatan pada kasus Gastroenteritis akut, yaitu :
1. Hipovolemia berhubungan dengan kekurangan intake cairan
ditandai dengan membran mukosa kering.
Diagnosa yang ditemukan perawat pada pasien yaitu
mengalami hipovolemia dibuktikan dengan kehilangan cairan aktif
secara berlebihan akibat membran mukosa yang kering.
2.4.3 Intervensi Keperawatan
Diagnosa Keperawatan :
Hipovolemia berhubungan dengan kekurangan intake cairan
ditandai dengan turgor kulit menurun, frekuensi nadi meningkat,
membrane mukosa kering, volume urine menurun, suhu tubuh
meningkat, berat badan turun tiba-tiba.
Tujuan/Kriteria Hasil Intervensi
Setelah dilakukan tindakan
selama 3x24 jam, diharapkan
status cairan membaik dan
keseimbangan cairan dan
elektrolit dipertahankan secara
maksimal, dengan kriteria hasil :
1. Frekuensi nadi dalam
batas normal (80-
120x/menit)
2. Turgor kulit meningkat
(≤ 1 detik turgor baik).
3. Membran mukosa bibir
Observasi
1. Periksa tanda dan gejala hipovolemia
(mis. Frekuensi nadi meningkat,
2. Monitor intake dan output cairan.
Terapeutik
1. Berikan asupan cairan oral.
Edukasi
1. Anjurkan memperbanyak asupan
cairan oral.
Page 28
lembab.
4. Intake cairan membaik.
5. Output cairan membaik.
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian cairan IV
isotonis (mis. NaCl, RL).
Tabel 2.3 Intervensi Keperawatan (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2019).
2.4.4 Implementasi Keperawatan
Merupakan tahap dimana rencana keperawatan dilaksanakan
sesuai dengan intervensi. Tujuan dari implementasi adalah
membantu klien dalam mencapai peningkatan kesehatan baik yang
dilakukan secara mandiri maupun kolaborasi (Swana, 2020)
2.4.5 Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan adalah tahap akhir dari proses
keperawatan yang merupakan perbandingan yang sistematis dan
terencana antara hasil akhir yang teramati dan tujuan atau kriteria
hasil yang di buat pada tahap perencanaan. Evaluasi dilakukan
secara berkesinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga
kesehatan yang lainnya. Jika hasil evaluasi menunjukkan tercapainya
tujuan dan kriteria hasil, klien bisa keluar dari siklus proses
keperawatan. Jika sebaliknya, klien akan masuk kembali ke dalam
siklus tersebut mulai dari pengkajian ulang (reassessment). Secara
umum, evaluasi di tunjukan untuk :
Page 29
1. Melihat dan menilai kemampuan klien dalam mencapai
tujuan.
2. Menentukan apakah tujuan keperawatan telah tercapai atau
belum.
3. Mengkaji penyebab jika tujuan asuhan keperawatan belum
tercapai. (Swana, 2020)
Jenis evaluasi :
a) Evaluasi Formatif yaitu menyatakan evaluasi yang dilakukan
pada saat memberikan intervensi dengan respon segera.
b) Evaluasi Sumatif yaitu merupakan rekapitulasi dari hasil
observasi dan analisis status pasien ada waktu tertentu
berdasarkan tujuan yang direncanakan pada tahap
perencanaan.
Page 30
Tabel 2.4 Tabel Matriks Jurnal
No. Nama Penelitian,
Tahun Judul Desain Penelitian Hasil Kesimpulan/Saran
1. Ardiansyah, 2018 Gambaran
Penggunaan Oralit
Dan Zinc Pada
Kasus Diare.
Rancangan penelitian
yang digunakan adalah
penelitian deskriptif
dengan pendekatan
Cross Sectional. Pada
penelitian ini, peneliti
melihat gambaran
farmakoterapi diare
akut pada anak di
RSUD Batara Siang
Pangkep, Sulawesi
selatan periode Januari-
Desember.
Penelitian ini
menjelaskan bahwa
sampel pasien diare
akut pada laki-laki
sebanyak 38 orang
(58%) dan
perempuan sebanyak
27 orang (42%).
Berdasarkan penelitian
yang sudah dilakukan
dapat disimpulkan bahwa
gambaran penggunaan
terapi pada penyakit
gastroenteritis atau diare
pada pasien anak di rumah
sakit Batara Siang
Pangkep, Sulawesi Selatan
sudah sesuai dengan
standart terapi diare pada
anak meliputi 3 regimen
terapi yaitu paling banyak
pada obat cotrimoxazole
100%, oralit 97%, dan zink
3%.
2. Herdman, 2018 Hubungan Perilaku
Pengasuhan Balita
Terhadap
Terjadinya Diare
Akut Pada Balita.
Jenis penelitian ini
adalah observasional
analitik dengan desain
cross sectional.
Populasi dalam
penelitian ini adalah
ibu yang memiliki
balita (1-4 tahun) di
wilayah Kelurahan
Bandarharjo. Sampel
pada penelitian ini
adalah balita yang
pernah menderita diare
pada tahun 2015.
Teknik sampling yang
digunakan adalah
Hasil analisis
univariat dan bivariat
dari penelitian
mengenai hubungan
antara pengetahuan
dan kebiasaan
mencuci tangan
pengasuh dengan
kejadian diare pada
balita di Kelurahan
Bandarharjo dapat
dilihat pada tabel 1.
Pada tabel 1
menunjukkan bahwa
frekuensi terbanyak
dari usia sampel
Simpulan dari penelitian
ini yaitu (1) ada hubungan
antara pengetahuan
pengasuh dengan kejadian
diare pada balita di
Kelurahan Bandarharjo,
(2) ada hubungan antara
kebiasaan cuci tangan
pengasuh setelah buang air
besar dengan kejadian
diare pada balita di
Kelurahan Bandarharjo,
(3) ada hubungan antara
kebiasaan mencuci tangan
pengasuh sebelum
menyiapkan alat makan
Page 31
random sampling.
responden dalam
penelitian adalah ibu
dari bayi yang
mengalami diare pada
usia antara 1-4 tahun
yaitu sebanyak 70
responden. Sumber
data diperoleh dari data
primer dan data
sekunder. Analisis data
dilakukan secara
univariat dan bivariate
dengan uji chi-square.
sebesar 33% adalah
berusia 1 tahun,
kemudian usia 2
tahun sebesar 26%,
usia 3 tahun sebesar
16% dan usia 4 tahun
sebesar 13%.
Sedangkan frekuensi
terbanyak dari jenis
kelamin sampel
sebesar 54,3% adalah
berjenis kelamin
perempuan yaitu
berjumlah 38 sampel
dan laki-laki sebesar
45,7% berjumlah 32
sampel.
dengan kejadian diare pada
balita di Kelurahan
Bandarharjo.
3. Titik Lestari, 2016 Penyuluhan
Penggunaan Oralit
Untuk
Menanggulangi
Diare Di
Masyarakat.
Penelitian ini dilakukan
secara observasional
dengan rancangan
analitik cross sectional
(potong lintang) dan
pengambilan data
secara prospektif pada
pasien diare rawat inap
di RSUD Sleman,
Yogyakarta.
Pengambilan data
dilakukan dengan cara
penelusuran data rekam
medik perawatan
pasien serta
mengunjungi bangsal-
bangsal dimana pasien
tersebut dirawat yang
kemudian digunakan
sebagai alat untuk
Dianalisis data yang
sudah didapat
berdasarkan kajian
literatur dimana
kemungkinan makna
klinis bisa terjadi
yang mana meliputi :
Analisis Inferensial
Dalam hal ini, dibagi
menjadi 2 kategori
dari hasil terapi yang
didapat yaitu berhasil
dan tidak berhasil.
Terapi berhasil terjadi
jika pasien
mengalami
penurunan frekuensi
BAB yang bisa
dilihat dari rekam
medik yaitu ≤ 3 kali
Berdasarkan hasil
pembahasan, dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut
:
Gambaran terapi
farmakologi dalam
penanganan pasien diare
rawat inap di RSUD
Sleman adalah antibiotic
Sefotaksim (41%),
diberikan cairan rehidrasi
melalui infus dari tanpa
derajat dehidrasi sampai
derajat dehidrasi berat,
dengan antidiare terbanyak
ialah Zink (58%).
Page 32
menelusuri demografi
pasien dan riwayat
pengobatan pasien.
sehari, sedangkan
terapi tidak berhasil
jika pasien masih
memiliki frekuensi
BAB ≥ 3 kali sehari
atau tidak ada
perubahan dan
penurunan gejala.
4. Indah, 2017 Kebutuhan Dasar
Manusia Dan
Proses
Keperawatan.
Penelitian ini
menggunakan metode
penelitian deskripsi
kualitatif dengan
pendekatan study
kasus. Penelitian ini
dilakukan di
puskesmas Kabupaten
Karang Asem dan
Puskesmas Bangli
tahun 2019.
Partisipasinya dalam
penelitian ini adalah
perawat yang bekerja
di puskesmas sebanyak
2 orang dan 6 orang
pasien diare yang
terdiri dari 2 pasien
resiko hipovolemia dan
2 pasien defisit nutrisi
serta 2 orang pasien
kesiapan peningkatan
keseimbangan cairan.
Partisipan dipilih
dengan metode
purposive sampling
untuk mencapai
saturasi data. Cara
mengumpulkan data
Data yang didapatkan
pada penelitian ini
setelah dilakukan
reduksi data
didapatkan empat
data yaitu data
pengkajian, data
rencana tindakan,
data pelaksanaan, dan
data evaluasi. Data
tersebut disajikan
dalam tema, sub
tema. Tema dengan
bold, sub tema
dengan italic.
Pemaparan keempat
data diperoleh data
hasil wawancara 2
perawat, 6
dokumentasi pasien
dan observasi 6
pasien.
Berdasarkan hasil
pembahasan disimpulkan
bahwa diare adalah
gangguan saluran
pencernaan yang
mengakibatkan terjadinya
buang air besar dengan
feses cair ≥ 3 kali sehari.
Dalam melaksanakan
perawatan anak Diare
dengan masalah defisit
nutrisi, hipovolemia dan
kesiapan peningkatan
kebutuhan cairan dengan
tahap proses perawatan
yaitu pengkajian, diagnosa
keperawatan, perencanaan,
pelaksanaan, dan evaluasi.
Pada tahap pengkajian
pasien hipovolemia, dan
defisit nutrisi dengan diare
ditemukan frekuensi buang
air besar ≥ 3 kali sehari
dan encer maka
perawatannya diberikan
oralit dan neokaolana zink
sirup. Oralit berfungsi
mencegah terjadinya
dehidrasi, sedangkan
Page 33
dengan wawancara
mendalam dan
observasi partisipasi
serta dokumentasi.
Sebelum melakukan
penelitian peneliti
mengajukan kelaikan
etik di instansi
setempat dan
dinyatakan laik etik.
neokaolana atau zink
berfungsi untuk
meningkatkan daya tahan
tubuh dan penyerapan
bakteri. Dalam
mengantisipasi tingginya
suhu panas badan naik di
berikanlah paracetamol
dan anjuran minum.
5. Nari, 2019 Peranan Zinc Pada
Penanganan Kasus
Penyakit Diare
Yang Dialami Bayi
Maupun Balita.
Kegiatan pengabdian
masyarakat ini diikuti
oleh 15 orang tua dan
anak dalam rentang
usia 2-16 tahun yang
dilakukan secara online
melalui Google Meet.
Dalam pelaksanaannya
kegiatan penyuluhan
terdiri dari beberapa
tahap yaitu : pertama,
tahap pretest yaitu
melakukan tanya jawab
seputar materi yang
akan diberikan untuk
mengetahui sejauh
mana pengetahuan
awal orang tua
mengenai penanganan
diare. Kedua, tahap
penyuluhan yaitu
pemateri
menyampaikan materi
mengenai penanganan
diare dan setelahnya
melakukan tanya
Kegiatan pengabdian
masyarakat pada
tanggal 24 Desember
2020. Panitia
memperkenalkan diri
dan menjelaskan
tujuan dari kegiatan
yang dilakukan. Pada
tahap pertama yaitu
tahap pretest panitia
melakukan tanya
jawab kepada peserta
seputar penanganan
diare dengan benar.
Berdasarkan hasil
tanya jawab,
didapatkan bahwa
peserta belum
mengetahui
penanganan diare
dengan benar.
Kegiatan selanjutnya
yaitu melalukan
penyuluhan
kesehatan yang
dilakukan oleh
Hasil kegiatan penyuluhan
kesehatan mengenai
penanganan diare pada
anak usia 2-16 tahun di
dapatkan hasil 14 (93,3%)
orang tua (ayah/ibu) yang
memahami mengenai
penanganan diare pada
anak dan 1 (6,6%) orang
tua (ayah/ibu) yang aktif
bertanya dalam kegiatan.
Page 34
jawab. Ketiga, tahap
demonstrasi yaitu
peserta melakukan
penanganan diare salah
satunya menggunakan
madu. Keempat,
evaluasi yaitu
menanyakan kembali
kepada peserta seputar
materi yang sudah di
berikan.
panitia. Materi yang
diberikan yaitu
pengertian diare, cara
mengatasi diare, cara
pemberian madu dan
cara pencegahan
diare. Kemudian,
kagiatan berikutnya
yaitu demonstrasi
dari materi yang telah
disampaikan.
Demonstasi yang
dilakukan adalah
melakukan
pemberian madu.
Tahap akhir yaitu
tahap evaluasi panitia
melakukan bertanya
kembali seputar
materi yang
diberikan. Semua
peserta dapat
menjawab dengan
baik pertanyaan
yang diberikan dan
dapat disimpulkan
bahwa peserta sudah
mengerti penyuluhan
penanganan diare
pada anak.
6. Swana, 2020 Status Gizi Dengan
Kejadian Diare.
Penelitian ini
menggunakan desain
penelitian cross-
sectional, menurut
notoatmodjo cross
sectional adalah suatu
penelitian untuk
Kebiasaan cuci
tangan dan
penggunan jamban
sehat dengan kejadian
diare balita,
didapatkan bahwa
ada hubungan yang
Penyakit diare merupakan
masalah kesehatan utama
di Indonesia dengan angka
kesakitan dan kematian
yang masih tinggi.
Lingkungan yang tidak
sehat dan perilaku tidak
Page 35
mempelajari suatu
dinamika korelasi
antara faktor-faktor
resiko dengan efek, dan
dengan suatu
pendekatan, observasi
ataupun dengan
pengumpulan data
suatu saat tertentu
(point time approach).
signifikan antara
kebiasaan cuci tangan
dengan kejadian diare
pada balita yang
memiliki hubungan
yang rendah. Aspek
perilaku mencuci
tangan didapatkan
hasil bahwa
masyarakat kota
Bogor selalu mencuci
tangan menggunakan
sabun tetapi angka
kejadian diarenya
masih tinggi.
Menurut asumsi
peneliti, hasil ini
mungkin bisa
didapatkan karena
mencuci tangan yang
baik dan benar yaitu
dengan mencuci
tangan menggunakan
sabun tanpa
kandungan anti
mikroba meliputi
seluruh permukaan
tangan dan membilas
dengan air mengalir.
higienis sangat erat
kaitannya dengan penyakit
diare. Perilaku hidup
bersih dan sehat sangat
amat diperlukan oleh
seluruh makhluk hidup,
karena ini dapat membantu
kita semua dalam
meningkatkan kualitas
hidup dan kesehatan
pemberian ASI eksklusif
pada bayi, rajin mencuci
tangan, menggunakan air
bersih, adalah beberapa
perilaku yang dapat
mencegah seseorang dari
terserangnya berbagai
penyakit, terutama diare
pada anak.
7. Sagitarisandi, 2021 Hubungan
Dukungan Bapak
Dengan Status
Gastroenteritis Pada
Balita.
Metode yang
digunakan adalah
memberikan
pengelolaan berupa
perawatan kepada
pasien agar dapat
mengurangi
Didapatkan hasil
berupa data subjektif
keluarga pasien
mengatakan pasien
belum BAB dari pagi,
dan data objektif
pasien tampak mulai
Penerapan pengelolaan
yang sesuai dengan proses
keperawatan akan
mencapai hasil yang baik
sesuai dengan kriteria hasil
yang ingin dicapai. Untuk
mencapai keberhasilan
Page 36
kekurangan cairan
yang di derita. Teknik
pengumpulan data
dilakukan dengan
menggunakan teknik
wawancara.
Pendekatan
menggunakan proses
keperawatan meliputi
pengkajian, penegakan
diagnosa, intervensi
keperawatan,
implementasi
keperawatan, dan
evaluasi keperawatan.
jalan-jalan bersama
keluarga keluar
kamar, mukosa bibir
masih tampak kering,
turgor kulit sudah
membaik dan sudah
mau minum air putih,
dan air kelapa muda.
dalam pengelolaan pasien
dibutuhkan kerjasama
antara tim kesehatan dan
pasien atau keluarga.
8. Bagus, 2020 Hubungan
Pengetahuan Dan
Sikap Ibu Dengan
Kejadian Diare
Pada Balita
Jenis penelitian ini
menggunakan metode
analitic observasional
dengan rancangan case
control study bersifat
retrospektif.
Hasil analisis bivariat
menggunakan uji chi
square pada faktor
anak (usia anak, jenis
kelamin, ASI
eksklusif, imunisasi
campak, status gizi,
dan kebersihan kuku
tangan) dengan
kejadian diare
berulang dapat dilihat
pada tabel 1.
Berdasarkan hasil
penelitian, dapat ditarik
beberapa kesimpulan, yaitu
prevalensi diare berulang
pada balita di Puskesmas
Sumberjambe Kabupaten
Jember sebanyak 58 balita.
Terdapat pengaruh faktor
anak (usia anak dan ASI
eksklusif) terhadap
kejadian diare berulang
pada balita.
9. Sari, 2019 Hubungan Antara
Pengetahuan Ibu
Dengan Kejadian
Diare Akut Pada
Balita.
Jenis penelitian yang
digunakan dengan
desain penelitian cross
sectional.
Berdasarkan pada
hasil penelitian
menunjukkan bahwa
sebagian besar
penduduk Desa Solor
mengalami diare
(74,29%). Hasil
penelitian ini sejalan
dengan penelitian
Faktor-faktor yang
berhubungan dengan diare
antara lain sanitasi
lingkungan, ketersediaan
air bersih, hygiene
perorangan, sanitasi
makanan, ketersediaan
jamban, dan perilaku
buang tinja.
Page 37
terdahulu yaitu lebih
dari setengah
responden yang
diteliti mengalami
diare. Penelitian
lainnya juga
menjelaskan bahwa
sebanyak 68,5%
balita mengalami
diare.
10. Hertia, 2020 Determinan
Kejadian Diare
Pada Anak Balita di
Indonesia.
Jenis penelitian ini
menggunakan metode
deskriptif dengan
pendekatan cross
sectional. Teknik
pengambilan sampel
dalam penelitian ini
adalah non probability
sampling yaitu hanya
yang memenuhi
kriteria inklusi yang
dapat menjadi subyek
penelitian.
Secara keseluruhan,
subjek yang
mengikuti penelitian
ini adalah 116 balita.
Karakteristik
deskriptif yang
dianalisis (Tabel 1)
menunjukkan bahwa
balita dengan jenis
kelamin perempuan
sebanyak 59 (50,9%)
orang, sedangkan
laki-laki berjumlah
57 (49,1%) orang.
Umur dari balita
dengan diare yang
mendominasi adalah
pada kelompok umur
1-2 tahun sebanyak
64 (55,2%) orang,
disusul kelompok
umur > 2-3 tahun
sebanyak 23 (19,8%)
orang, kelompok
umur > 4-5 tahun
sebanyak 16 (13,8%)
Berdasarkan hasil
penelitian menunjukkan
bahwa dari 116 balita yang
menderita diare akut pada
bulan September 2018 –
Januari 2019 di Puskesmas
Tanah Kali Kedinding
Surabaya, mayoritas dari
subyek merupakan balita
dengan jenis kelamin
perempuan, berada dalam
kelompok umur 1-2 tahun,
mempunyai orang tua
dengan pendidikan terakhir
SMA dan pendapatan
keluarga kurang dari UMK
Surabaya. Selain itu,
mayoritas subyek
mempunyai riwayat
pemberian ASI eksklusif
hal ini kemungkinan
dikarenakan sang ibu
sudah menerima dan
menerapkan penyuluhan
mengenai pentingnya ASI
eksklusif oleh pihak
Page 38
orang dan terakhir
kelompok umur > 3-4
tahun dengan 13
balita (11,2%) orang.
Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa
balita dengan diare
akut yang berjenis
kelamin perempuan
lebih banyak daripada
yang berjenis kelamin
laki-laki.
Puskesmas. Diharapkan
penelitian ini menjadi
sumber informasi bagi
Dinas Kesehatan dan
Puskesmas setempat untuk
mengurangi kejadian diare
akut.