Top Banner
11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Gagal Ginjal Kronik Bab ini akan menjelaskan mengenai gagal ginjal kronik (GGK) yang meliputi definisi gagal ginjal kronik (GGK), stadium GGK, etiologi GGK, manifestasi klinis GGK, patofisiologi GGK, serta penatalaksanaan pada pasien GGK. 2.1.1 Definisi Gagal ginjal kronik (GGK) merupakan istilah umum yang menggambarkan kerusakan ginjal atau penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG) selama 3 bulan atau lebih (Smeltzer, Bare, Hinkle, & Cheever, 2012).Gagal ginjal merupakan penyakit sistemik dan merupakan jalur akhir yang umum dari berbagai penyakit traktus urinarius dan ginjal. Gagal ginjal terjadi ketika ginjal tidak mampu mengangkut sampah metabolik tubuh atau melakukan fungsi regulernya. Suatu bahan yang biasanya dieliminasi diurin menumpuk dalam cairan tubuh akibat gangguan ekskresi renal dan menyebabkan gangguan fungsi endokrin dan metabolik, cairan, elektrolit, serta asam basa (Suharyanto & Madjid, 2009). Gagal ginjal kronik (GGK) adalah kegagalan fungsi ginjal (unit nefron) atau penurunan faal ginjal yang menahun dimana ginjal tidak mampu lagi mempertahankan lingkungan internalnya yang berlangsung dalam jangka waktu lama dan menetap sehingga mengakibatkan penumpukan sisa metabolik (toksik uremik) yang berakibat ginjal tidak dapat memenuhi kebutuhan dan fungsi yang menimbulkan respon sakit yang mempunyai
26

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Gagal Ginjal Kronik

Dec 01, 2021

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Gagal Ginjal Kronik

11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Gagal Ginjal Kronik

Bab ini akan menjelaskan mengenai gagal ginjal kronik (GGK) yang meliputi

definisi gagal ginjal kronik (GGK), stadium GGK, etiologi GGK, manifestasi klinis

GGK, patofisiologi GGK, serta penatalaksanaan pada pasien GGK.

2.1.1 Definisi

Gagal ginjal kronik (GGK) merupakan istilah umum yang menggambarkan

kerusakan ginjal atau penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG) selama 3 bulan atau lebih

(Smeltzer, Bare, Hinkle, & Cheever, 2012).Gagal ginjal merupakan penyakit sistemik dan

merupakan jalur akhir yang umum dari berbagai penyakit traktus urinarius dan ginjal.

Gagal ginjal terjadi ketika ginjal tidak mampu mengangkut sampah metabolik tubuh atau

melakukan fungsi regulernya. Suatu bahan yang biasanya dieliminasi diurin menumpuk

dalam cairan tubuh akibat gangguan ekskresi renal dan menyebabkan gangguan fungsi

endokrin dan metabolik, cairan, elektrolit, serta asam basa (Suharyanto & Madjid, 2009).

Gagal ginjal kronik (GGK) adalah kegagalan fungsi ginjal (unit nefron) atau penurunan

faal ginjal yang menahun dimana ginjal tidak mampu lagi mempertahankan lingkungan

internalnya yang berlangsung dalam jangka waktu lama dan menetap sehingga

mengakibatkan penumpukan sisa metabolik (toksik uremik) yang berakibat ginjal tidak

dapat memenuhi kebutuhan dan fungsi yang menimbulkan respon sakit yang mempunyai

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Gagal Ginjal Kronik

12

kriteria kerusakan ginjal (renal damage) yang terjadi lebih dari 3 bulan dan laju filtrasi

glomerulus (LFG) kurang dari 60 ml/menit (Nuari & Widayati, 2017).

2.1.2 Stadium Gagal Ginjal Kronik

Menurut (Smeltzer et al., 2012) stadium GGK didasarkan pada laju filtrasi

glomerulus (LFG). LFG normal adalah 125 mL/min/1.73 m2.

1. Stadium 1

LFG >90 mL/min/1.73m2, kerusakan ginjal dengan LFG normal atau

meningkat

2. Stadium 2

LFG = 60 – 89 mL/min/1.73 m2, terjadi penurunan ringan pada LFG

3. Stadium 3

LFG = 30 – 59 mL/min/1.73 m2 , terjadi penurunan sedang pada LFG

4. Stadium 4

LFG = 15 – 29 mL/min/1.73 m2, terjadi penurunan berat pada LFG

5. Stadium 5

LFG < 15 mL/min/1.73 m2, gagal ginjal tahap akhir terjadi ketika ginjal tidak

dapat membuang sisa metabolisme tubuh atau menjalankan fungsi pengaturan

dan memerlukan terapi penggantian ginjal untuk mempertahankan hidup.

Menurut (Suharyanto & Madjid, 2009), gagal ginjal kronik (GGK) selalu

berkaitan dengan penurunan progresif LFG. Stadium – stadium GGK

didasarkan pada tingkat LFG yang yang tersisa dan meliputi hal – hal berikut:

1. Penurunan cadangan ginjal, yang terjadi apabila LFG turun 50% dari normal.

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Gagal Ginjal Kronik

13

2. Insufisiensi ginjal, yang terjadi apabila LFG turun 20 – 35% dari rentang normal.

Nefron – nefron yang tersisa sangat rentan mengalami kerusakan sendiri karena

beratnya beban yang mereka terima.

3. Gagal ginjal, yang terjadi apabila LFG kurang 20% dari rentang normal. Semakin

banyak nefron yang mati.

4. Gagal ginjal terminal, yang terjadi apabila LFG kurang 5% dari rentang normal.

Hanya sedikit nefron fungsional yang tersisa. Pada seluruh ginjal ditemukan

jaringan parut dan atrofi tubulus.

2.1.3 Etiologi

Diabetes mellitus merupakan penyebab utama GGK pada pasien yang memulai

terapi penggantian ginjal. Penyebab utama kedua adalah hipertensi, diikuti oleh

glomerulonefritis dan pielonefritis, gangguan polikistik, herediter atau bawaan dan

kanker ginjal (Smeltzer et al., 2012).

Penyebab tersering penyakit GGK yang membutuhkan terapi penggantian ginjal

adalah diabetes mellitus 40%, hipertensi 25%, glomerulonefritis 15%, penyakit ginjal

polikistik 4%, urologis 6%, tidak diketahui dan lain – lain (O’callaghan, 2009). Penyebab

lain dikelompokkan sebagai berikut penyakit ginjal penyakit pada saringan

(glumorelunefritis), infeksi kuman (pyelonefritis, ureteritis), batu ginjal (nefrolitiasis),

kista di ginjal (polcystis kidney), trauma langsung pada ginjal, keganasan pada ginjal,

sumbatan (batu, tumor, penyempitan/ striktur) penyakit umum diluar ginjal (penyakit

sistemik (diabetes mellitus, hipertensi, kolesterol tinggi), dyslipidemia, SLE, infeksi di

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Gagal Ginjal Kronik

14

badan (TBC paru, sifilis, malaria, hepatitis), preeklampsi, obat – obatan, kehilangan

banyak cairan yang mendadak (luka bakar) (Muttaqin & Sari, 2011).

2.1.4 Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis pada pasien GGK berupa peningkatan kadar kreatinin serum

menunjukkan penyakit ginjal yang mendasarinya, ketika kadar kreatinin meningkat, gejala

penyakit GGK dimulai. Anemia, karena penurunan produksi erythropoietin oleh ginjal.

Metabolisme metabolik dan kelainan dalam kalsium dan fosfor menandakan

perkembangan gagal ginjal konik (GGK). Retensi cairan, dibuktikan dengan edema dan

gagal jantung kongestif, berkembang. Ketika penyakit berkembang, kelainan pada

elektrolit terjadi, gagal jantung memburuk, dan hipertensi menjadi lebih sulit untuk

dikendalikan (Smeltzer et al., 2012).

Pada pasien GGK akan terjadi rangkaian perubahan. Bila LFG menurun 5 – 10%

dari keadaan normal dan terus mendekati nol, maka pasien akan menderita sindrom

uremik, yaitu suatu kumpulan gejala yang diakibatkan atau berkaitan dengan retensi

metabolik nitrogen akibat gagal ginjal. Dua kelompok gejala klinis dapat terjadi pada

syndrome uremik, yaitu: gangguan fungsi pengaturan dan ekskresi (kelainan volume,

cairan dan elektrolit, ketidakseimbangan asam basa, retensi metabolik nitrogen serta

metabolic lainnya, serta anemia akibat defisiensi sekresi ginjal (eritropoitin) dan gabungan

kelainan kardiovaskuler, neuromuskuler, saluran cerna, dan kelainan lainnya (Suharyanto

& Madjid, 2009).

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Gagal Ginjal Kronik

15

2.1.5 Patofisiologi Gagal Ginjal Kronik

Patofisiologi gagal ginjal kronik (GGK) dimulai pada fase awal gangguan,

keseimbangan cairan, penanganan garam, serta penimbunan zat – zat sisa masih

bervariasi dan bergantung pada bagian ginjal yang sakit. Sampai fungsi ginjal turun

kurang dari 25% normal, manifestasi klinis GGK mungkin minimal karena nefron –

nefron sisa yang sehat mengambil alih fungsi nefron yang rusak. Nefron yang tersisa

meningkatkan kecepatan filtrasi, reabsorpsi, dan sekresinya, serta mengalami hipertrofi.

Seiring dengan makin banyaknya nefron yang mati, maka nefron yang tersisa

menghadapi tugas yang semakin berat sehingga nefron – nefron tersebut ikut rusak dan

akhirnya mati. Sebagian dari siklus kematian ini tampaknya berkaitan dengan tuntutan

pada nefron – nefron yang ada untuk meningkatkan reabsorpsi protein. Pada saat

penyusutan progresif nefron – nefron yang ada untuk meningkatkan reabsorpsi protein,

terjadi pembentukan jaringan parut dan aliran darah pada ginjal akan berkurang.

Pelepasan renin akan meningkat bersama dengan kelebihan beban cairan sehingga dapat

menyebabkan hipertensi. Hipertensi akan memperburuk kondisi gagal ginjal, dengan

tujuan agar terjadi peningkatan filtrasi protein – protein plasma. Kondisi akan bertambah

buruk dengan semakin banyak terbentuk jaringan parut sebagai respon dari kerusakan

nefron dan secara progresif fungsi ginjal menurun drastis dengan manifestasi

penumpukan metabolit – metabolit yang seharusnya dikeluarkan dari sirkulasi sehingga

akan terjadi sindrom uremia berat yang memberikan banyak manifestasi pada setiap

organ tubuh (Muttaqin & Sari, 2011). Pasien GGK akan menjalani terapi hemodialisis

secara terus-menerus dalam mempertahankan hidupnya serta terdapat faktor-faktor yang

turut mempengaruhi sehingga kualitas hidup pasien GGK akan lebih buruk dari pada

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Gagal Ginjal Kronik

16

pasien lain pada umumnya, karena itu akan berkaitan dengan munculnya masalah psikis

yaitu emosional yang berlebih, tidak kooperatif, penderitaan fisik, masalah sosial yaitu

kurangnya berinteraksi dengan orang lain, keterbatasan dalam beraktivitas sehari-hari

serta tingginya beban biaya yang dikeluarkan. Dengan kata lain hal ini secara signifikan

berdampak atau mempengaruhi kualitas hidup pasien GGK yang menjalani hemodialisis

(Wua, Langi, & Kaunang, 2019).

2.1.6 Penatalaksanaan Gagal Ginjal Kronik

Manajemen medis pasien GGK termasuk pengobatan penyebab yang mendasari.

Penilaian klinis dan laboratorium secara teratur penting untuk menjaga tekanan darah

dibawah 130/80 mmHg. Manajemen medis juga termasuk rujukan dini untuk memulai

terapi penggantian ginjal seperti yang ditunjukkan oleh status ginjal pasien. Pengurangan

komplikasi dicapai dengan mengendalikan faktor resiko kardiovaskular, mengobati

hiperglikemia, mengobati anemia, berhenti merokok, penurunan berat badan, program

olahraga sesuai kebutuhan dan pengurangan asupan garam serta alcohol (Smeltzer et al.,

2012).

Penatalaksanaan gagal ginjal kronik (GGK) dibagi menjadi dua tahap yaitu

penanganan konservatif dan terapi penggantian ginjal. Penanganan GGK secara

konservatif terdiri dari tindakan untuk menghambat berkembangnya gagal ginjal,

menstabilkan keadaan pasien, dan mengobati setiap faktor yang reversible. Sedangkan

penanganan dengan pengganti ginjal dapat dilakukan dialisis intermitten atau

transplantasi ginjal yang merupakan cara paling efektif untuk penanganan gagal ginjal

(Haryanti & Nisa, 2015).

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Gagal Ginjal Kronik

17

Penanganan secara konservatif bertujuan untuk mencegah memburuknya faal

ginjal secara progresif, meringankan keluhan – keluhan akibat akumulasi toksin,

memperbaiki metabolisme secara optimal, dan memelihara keseimbangan cairan

elektrolit. Beberapa tindakan konservatif yang dapat dilakukan dengan pengaturan diet

pada pasien GGK. Terapi pengganti ginjal dilakukan pada saat penyakit GGK sudah

berada pada stadium 5 yaitu saat LFG kurang dari 15 ml/ menit. Terapi tersebut dapat

berupa hemodialisis, continuous ambulatory peritoneal dialysis (CAPD) serta transplantasi

ginjal (Haryanti & Nisa, 2015).

Hemodialisis merupakan cara untuk mengeluarkan produk sisa metabolisme

melalui membran semipermiable atau yang disebut dengan dyalizer. Sisa – sisa

metabolisme atau racun tertentu dari peredaran darah manusia itu dapat berupa air,

natrium, kalium, hidrogen, urea, kreatinin, asam urat, serta zat – zat lain. Hemodialisis

telah menjadi rutinitas perawatan medis untuk pasien dengan GGK stadium 5. Salah satu

langkah penting sebelum memulai hemodialisis yaitu mempersiapkan access vascular

beberapa minggu atau beberapa bulan sebelum hemodialisis. Access vascular memudahkan

dalam perpindahan pembuluh darah dari mesin ke tubuh pasien. Hemodialisis umumnya

dilakukan dua kali seminggu selama 4-5 jam per sesi pada kebanyakan pasien GGK

Stadium 5 (Haryanti & Nisa, 2015).

Continuous Ambulatory Peritoneal Dyalisis (CAPD) merupakan terapi alternatif

dialisis untuk pasien GGK Stadium 5 dengan 3 – 4 kali pertukaran cairan per hari.

Pertukaran cairan terakhir dilakukan pada jam tidur sehingga cairan peritoneal dibiarkan

semalam. Terapi dialisis tidak boleh terlalu cepat pada pasien dialisis peritoneal. Indikasi

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Gagal Ginjal Kronik

18

pasien – pasien yang telah menderita penyakit sistem kardiovaskular, pasien – pasien

yang cenderung akan mengalami perdarahan jika dilakukan hemodialisis, kesulitan

pembuatan AV shunting, pasien dengan stroke pasien GGT (gagal ginjal terminal)

dengan residual urin masih cukup dan pasien nefropati diabetic disertai co-morbidity dan co-

mortality (Haryanti & Nisa, 2015).

Transplantasi ginjal merupakan cara pengobatan yang lebih disukai untuk pasien

gagal ginjal stadium akhir. Namun kebutuhan transplantasi ginjal jauh melebihi jumlah

ketersediaan ginjal yang ada dan biasanya ginjal yang cocok dengan pasien adalah yang

memiliki kaitan keluarga dengan pasien. Kebanyakan ginjal diperoleh dari donor hidup

karena ginjal yang berasal dari kadaver tidak sepenuhnya diterima karena adanya masalah

sosial dan masalah budaya. Karena kurangnya donor hidup sehingga pasien yang ingin

melakukan transplantasi ginjal harus melakukan operasi diluar negeri. Transplantasi ginjal

memerlukan dana dan peralatan yang mahal serta sumber daya manusia yang memadai.

Transplantasi ginjal ini juga dapat menimbulkan komplikasi akibat pembedahan atau

reaksi penolakan tubuh (Haryanti & Nisa, 2015).

Menurut National Kidney and Urologic Disease Information Clearing house

tahun 2006 hemodialisis merupakan terapi yang paling sering digunakan pada pasien

GGK. Berdasarkan data PERNEFRI (Perhimpunan Nefrologi Indonesia) tahun 2012,

jenis fasilitas yang diberikan oleh renal unit adalah hemodialisis (78%), Continous

Ambulatory Peritoneal Dyalisis (3%), transplantasi (16%) dan continuous renal replacement

therapy (3%) (Haryanti & Nisa, 2015).

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Gagal Ginjal Kronik

19

2.2 Konsep Hemodialisis

Bab ini akan menjelaskan mengenai hemodialisis yang meliputi definisi

hemodialisis, jenis hemodialisis, prinsip dasar hemodialisis, serta komplikasi hemodialisis

yang meliputi komplikasi akut, komplikasi kronik serta komplikasi psikologis.

2.2.1 Definisi

Hemodialisis didefinisikan sebagai pergerakan larutan dan air dari darah pasien

melewati membran semipermiabel (dializer) ke dalam dialisat, hemodialisis merupakan

metode yang dominan digunakan dalam pengobatan gagal ginjal akut dan kronik (Nuari

& Widayati, 2017). Hemodialisis merupakan suatu proses yang digunakan pada pasien

dalam keadaan sakit akut dan memerlukan terapi dialisis jangka pendek (beberapa hari

hingga beberapa minggu) atau pasien dengan penyakit ginjal stadium akhir atau end stage

renal disease (ESRD) yang memerlukan terapi jangka panjang atau permanen (Suharyanto

& Madjid, 2009).

2.2.2 Jenis Hemodialisis

1. Menurut (Smeltzer et al., 2012) pembagian jenis hemodialisis berdasarkan indikasi

pada pasien yaitu :

a. Hemodialisis akut : merupakan hemodialisis yang digunakan untuk pasien yang

sakit akut dan memerlukan dialisis jangka pendek (berhari – hari hingga

bermingu – minggu).

b. Hemodialisis kronik : merupakan hemodialisis yang digunakan untuk pasien

dengan gagal ginjal kronik atau ESDR (end stage renal disease) lanjut yang

membutuhkan terapi penggantian ginjal jangka panjang atau permanen.

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Gagal Ginjal Kronik

20

2. Ada berbagai jenis hemodialisis yang biasa dilakukan, menurut (Tjokroprawiro,

Setiawan, Santoso, Soegiarto, & Rahmawati, 2015) berikut jenis – jenis hemodialisis:

a. Hemodialisis pada gangguan ginjal akut: SLED, SLEDD, Isolated UF atau HD

Intermittent.

b. Hemodialisis pada penyakit gagal ginjal kronik:

a) Hemodialisis konvensional: Hemodialisis kronis biasanya dilakukan 2-3 kali

perminggu, selama sekitar 4-5 jam untuk setiap tindakan.

b) Hemodialisis harian: biasanya digunakan oleh pasien pasien yang melakukan

cuci darah sendiri di rumah, dilakukan selama 2 jam setiap hari.

c) Hemodialisis nocturnal: dilakukan saat pasien tidur malam, 6 – 10 jam

pertindakan, 3 – 6 kali dalam seminggu.

2.2.3 Prinsip Dasar Hemodialisis

Tujuan dari hemodialisis adalah untuk mengeluarkan zat – zat yang toksik dalam

darah dan mengeluarkan air yang berlebihan. Terdapat tiga prinsip yang mendasari kerja

hemodialisis, yaitu: difusi, osmosis dan ultrafiltrasi. Toksin dan zat limbah dalam darah

dikeluarkan melalui proses difusi dengan cara bergerak dari darah yang memiliki

konsentrasi tinggi, ke cairan dialisat dengan konsentrasi yang lebih rendah. Cairan dialisat

tersusun dari semua elektrolit yang penting dengan konsentrasi ekstrasel yang ideal.

Kelebihan cairan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses osmosis. Pengeluaran air

dapat dikendalikan dengan menciptakan gradien tekanan, dimana air bergerak dari

tekanan yang lebih tinggi (tubuh pasien) ke tekanan yang lebih rendah (cairan dialisat).

Gradien ini dapat ditingkatkan melalui penambahan tekanan negatif yang dikenal sebagai

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Gagal Ginjal Kronik

21

ultrafiltrasi pada mesin dialisis. Tekanan negatif diterapkan pada alat ini sebagai kekuatan

penghisap pada membran dan memfasilitasi pengeluaran air (Suharyanto & Madjid,

2009).

2.2.4 Komplikasi Hemodialisis

Komplikasi yang mungkin dialami oleh pasien gagal ginjal kronik yang menjalani

terapi hemodialisis meliputi komplikasi akut, komplikasi kronik, serta komplikasi

psikologis.

2.2.4.1 Komplikasi Akut

Pergerakan darah ke luar sirkulasi menuju sirkuit dialisis dapat menyebabkan

hipotensi. Dialisis awal yang terlalu agresif dapat menyebabkan disequilibrium

(ketidakseimbangan) dialisis, sebagai akibat perubahan osmotic di otak pada saat kadar

ureum plasma berkurang. Efeknya bervariasi dari mual dan nyeri kepala sampai kejang

dan koma. Nyeri kepala selama dialisis dapat disebabkan oleh efek vasodilator asetat.

Gatal selama atau sesudah hemodialisis dapat merupakan gatal pada gagal ginjal kronik

yang dieksaserbasi oleh pelepasan histamin akibat reaksi alergi ringan terhadap membran

dialisis. Kadangkala, pajanan darah ke membran dialisis dapat menyebabkan respon

alergi yang lebih luas, hal yang lebih jarang terjadi jika menggunakan membran

biokompatibel modern. Kram pada dialisis mungkin mencerminkan pergerakan elektrolit

melewati membran otot. Hipoksemia selama dialisis dapat mencerminkan hipoventilasi

yang disebabkan oleh pengeluaran bikarbonat atau pembentukan pirau dalam paru akibat

perubahan vasomotor yang diinduksi oleh zat yang diaktivasi oleh membran dialisis.

Kadar kalium yang dikurangi secara berlebihan menyebabkan hipokalemia dan disritmia.

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Gagal Ginjal Kronik

22

Masalah pada sirkuit dialisis dapat menyebabkan emboli udara, yang sebaiknya diobati

dengan memposisikan kepala pasien di sisi kiri bawah dengan menggunakan oksigen

100%(O’callaghan, 2009).

2.2.4.2 Komplikasi Kronik

Masalah yang paling sering berkaitan dengan akses termasuk thrombosis fistula,

pembentukan aneurisma, dan infeksi, terutama dengan raft sintetik atau akses vena

sentral sementara. Infeksi sistemik dapat timbul pada lokasi akses atau didapat dari

sirkuit dialisis. Transmisi infeksi yang ditularkan melalui darah (blood – borne infection)

seperti virus hepatitis dan HIV merupakan suatu bahaya potensial. Pada dialisis jangka

panjang, deposit protein amiloid dialisis yang mengandung mikroglobulin-B2, dapat

menyebabkan sindrom terowongan karpal (carpal tunnel syndrome) dan artropati destruktif

dengan lesi tulang kistik. Senyawa pengikat fosfat yang mengandung alumunium dan

kontaminasi alumunium dari cairan dialisat dapat menyebabkan toksisitas alumunium

dengan demensia, mioklonus, kejang dan penyakit tulang (O’callaghan, 2009).

2.2.4.3 Komplikasi Psikologis Pasien Hemodialisis

Selain mengalami komplikasi pada fisik pasien GGK yang menjalani terapi

hemodialisis juga kerap mengalami komplikasi psikologis. Faktor psikologis pada pasien

GGK sangat terpengaruh oleh perjalanan penyakit yang panjang, ketidakmampuan

pasien dan perasaan tidak nyaman bergantung dengan mesin hemodialisis. Terapi

hemodialisis sampai sekarang selain mengganggu fisik, komplikasinya dapat pula

memicu gangguan jiwa. Pasien GGK sering mengalami gangguan psikiatrik terkait

dengan kondisi medis umumnya. Gangguan psikiatrik seperti delirium, depresi,

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Gagal Ginjal Kronik

23

kecemasan dan sindrom disequilibrium sering dialami oleh pasien dengan GGK

(Rosmalia & Kusumadewi, 2018).

2.3 Konsep Kualitas Hidup

Pada bab ini akan menjelaskan mengenai kualitas hidup yang meliputi definisi

kualitas hidup, domain kualitas hidup, faktor yang mempengaruhi kualitas hidup, dampak

hemodialisis terhadap kualitas hidup, serta instrumen untuk mengukur kualitas hidup.

2.3.1 Definisi Kualitas Hidup

Kualitas hidup dapat diartikan sebagai derajat dimana seseorang menikmati

kepuasan dalam hidupnya. Untuk mencapai kualitas hidup maka seseorang harus dapat

menjaga kesehatan tubuh, pikiran dan jiwa, sehingga seseorang dapat melakukan segala

aktivitas tanpa adanya gangguan (Wakhid, Wijayanti, & Kidney, 2018). Kualitas hidup

merupakan keadaan yang membuat seseorang mendapatkan kepuasan atau kenikmatan

dalam kehidupan sehari-hari. Kualitas hidup tersebut menyangkut kesehatan fisik dan

kesehatan mental (Fadlilah, 2019). Menurut WHO (World Health Organization) definisi

kualitas hidup adalah persepsi individu dan hubungannya dengan lingkungan, ini

didefinisikan sebagai persepsi individu tentang posisi mereka dalam kehidupan dalam

konteks budaya dan sistem nilai di mana mereka hidup dan dalam hubungannya untuk

tujuan, ekspektasi, standar, dan kekhawatiran mereka terhadap kehidupan atau penyakit

mereka (Aggarwal, Jain, Pawar, & Yadav, 2016).

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Gagal Ginjal Kronik

24

2.3.2 Domain Kualitas Hidup

Menurut model konseptual, kualitas hidup terdiri dari delapan domain inti yang

pada awalnya disintesis dan divalidasi melalui tinjauan ekstensif terhadap kualitas

kehidupan secara internasional pada berbagai macam disabilitas, intelektual dan

pengembangan, pendidikan khusus, perilaku, kesehatan mental dan penuaan. Delapan

domain inti ini meliputi: fungsi fisik, keterbatasan peran, nyeri, kesehatan umum, vitalitas

dan energi, fungsi sosial, kesehatan mental / kesejahteraan emosional, serta keterbatasan

peran yang disebabkan oleh masalah mental atau masalah emosional (Shogren,

Wehmeyer, & Singh, 2017). Menurut (Marinho, Oliveira, Borges, Silva, & Fernandes,

2017) mengungkapkan domain kualitas hidup pada pasien GGK yang menjalani terapi

hemodialisis mencakup 19 domain yang terdiri dari delapan domain inti kualitas hidup

(fungsi fisik, keterbatasan peran, nyeri, kesehatan umum, vitalitas dan energi, fungsi

sosial, kesehatan mental / kesejahteraan emosional, serta keterbatasan peran yang

disebabkan oleh masalah mental atau masalah emosional) dan sebelas domain khusus

untuk pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis (gejala / masalah fisik, efek

penyakit ginjal, beban penyakit ginjal, status pekerjaan, fungsi kognitif, kualitas interaksi

sosial, fungsi seksual, tidur, dukungan sosial, dorongan staff dialisis dan kepuasan pasien)

yang meliputi:

1. Fungsi fisik, aspek ini mencakup kemampuan untuk beraktifitas seperti berjalan,

menaiki tangga, membungkuk, mengangkat, gerak badan dan kemampuan pasien

dalam melakukan aktifitas berat.

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Gagal Ginjal Kronik

25

2. Keterbatasan peran akibat masalah fisik, aspek ini mencakup seberapa besar

masalah fisik yang dialami pasien dapat mengganggu pekerjaan serta aktifitas

sehari-hari pasien, seperti memperpendek waktu pasien untuk bekerja atau

beraktifitas, serta keterbatasan dan kesulitan pasien dalam beraktifitas.

3. Rasa nyeri yang dirasakan pasien, aspek ini mencakup intensitas rasa nyeri dan

pengaruhnya terhadap aktivitas pasien baik didalam maupun di luar rumah.

4. Persepsi kondisi kesehatan secara umum, aspek ini mencakup pandangan pasien

terhadap kondisi kesehatan pasien sekarang, prediksi di masa yang akan datang,

dan daya tahan terhadap penyakit.

5. Vitalitas dan energi, aspek ini menggambarkan tingkat kelelahan, capek, lesu dan

perasaan penuh semangat yang dialami pasien setiap waktu.

6. Fungsi Sosial, aspek ini mencakup keterbatasan berinteraksi sosial sebagai akibat

dari masalah fisik dan emosional yang dialami pasien gagal ginjal kronik.

7. Kesehatan mental / kesejahteraan emosional, aspek ini mencakup kesehatan

mental secara umum, depresi, perasaan frustasi, kecemasan, kebiasaan

mengontrol emosi, perasaan tenang serta bahagia.

8. Keterbatasan akibat masalah emosional, aspek ini mencakup bagaimana masalah

emosional mengganggu pasien dalam beraktifitas sehari hari, seperti menjadikan

pasien lebih tidak teliti dari sebelumnya.

9. Gejala/masalah fisik yang menyertai; gejala dan masalah yang menyertai pasien

GGK merupakan masalah yang menyertai setelah pasien didiagnosis sakit ginjal.

Masalah yang dapat menyertai pasien antara lain : nyeri otot, nyeri dada, kram

otot, kulit gatal-gatal, kulit kering, nafas pendek (sesak), pusing, penurunan nafsu

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Gagal Ginjal Kronik

26

makan, gangguan eliminasi, mati rasa pada tangan dan kaki, mual, permasalahan

pada tempat penusukan ketika pelaksanaan hemodialisis, dan permasalahan pada

tempat memasukkan kateter (pada dialisis peritoneal).

10. Efek penyakit ginjal, efek ini timbul sebagai konsekuensi akibat penyakit ginjal

yang diderita dan sering kali menyusahkan pasien. Efek ini antara lain:

pembatasan cairan, pembatasan diet, kemampuan bekerja disekitar rumah,

kemampuan untuk melakukan perjalanan, ketergantungan terhadap petugas

kesehatan, perasaan khawatir dan stres terhadap penyakit yang diderita,

kehidupan seksual, serta penampilan.

11. Beban akibat penyakit ginjal, beban sebagai akibat penyakit ginjal sering kali

dirasakan pasien. Beban akibat penyakit ini antara lain sejauh mana penyakit

ginjal yang diderita dirasakan sangat mengganggu kehidupan, banyaknya waktu

yang dihabiskan untuk pasien melakukan pengobatan, rasa frustasi terhadap

penyakit, dan perasaan menjadi beban dalam keluarga.

12. Status pekerjaan, indikator pada dimensi ini adalah apakah pasien masih aktif

bekerja, serta apakah kondisi kesehatannya saat ini dapat menjaga pekerjaan

pasien saat ini.

13. Fungsi kognitif, pasien GGK yang menjalani hemodialisis sering kali mengalami

penurunan fungsi kognitif. Pasien juga kerap kali menjadi lambat dalam berkata

atau melakukan sesuatu, sulit untuk berkonsentrasi, dan terkadang mengalami

kebingungan tanpa sebab.

14. Kualitas interaksi sosial, aspek ini mengukur bagaimana kualitas interaksi yang

dilakukan pasien dalam melakukan hubungan dengan orang lain. Pada pasien

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Gagal Ginjal Kronik

27

GGK tidak jarang pasien mengasingkan diri dari orang lain, mudah tersinggung,

dan terkadang mengalami kesulitan dalam bergaul dengan orang lain.

15. Fungsi seksual, aspek ini termasuk intensitas, gairah dan menikmati hubungan

seksual.

16. Tidur, aspek ini mengukur bagaimana tidur pada pasien GGK yang menjalani

terapi hemodialisis. Aspek ini termasuk kualitas tidur dan kecukupan waktu tidur.

17. Dukungan sosial yang diperoleh, aspek ini termasuk waktu yang tersedia bersama

teman dan keluarga serta dukungan yang diterima oleh pasien dari keluarga dan

teman.

18. Dorongan dari staf dialisis, aspek ini termasuk dorongan yang diberikan oleh staf

dialisis untuk mandiri dan beradaptasi terhadap penyakit yang diderita serta

rutinitas terapi yang harus dijalani oleh pasien.

19. Kepuasan pasien, aspek ini mengukur kepuasan pasien terhadap layanan dialisis

yang pasien dapatkan dari fasilitas kesehatan.

2.3.3 Faktor yang Berhubungan dengan Kualitas Hidup

Menurut (Fadlilah, 2019; Handayani & Rahmayati, 2013; Nasution, 2017; Sagala &

Pasaribu, 2018; Sarastika, Kisan, Mendrofa, & Siahaan, 2018; Ullu, Nurina, &

Wahyuningrum, 2018) menyatakan bahwa faktor – faktor yang berhubungan dengan

kualitas hidup pasien yang menjalani terapi hemodialisis yaitu:

1. Faktor Sosio Demografi:

Usia, Semakin meningkatnya usia pasien didapatkan adanya penurunan

kualitas hidup, usia pasien yang berusia lanjut lebih cenderung mempunyai

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Gagal Ginjal Kronik

28

kualitas hidup yang lebih buruk dan cenderung lebih depresi (Sarastika et al.,

2018). Jenis Kelamin, berdasarkan penelitian menyatakan bahwa laki-laki

mempunyai kualitas hidup lebih buruk dibandingkan perempuan dan semakin

lama menjalani terapi hemodialisis akan semakin rendah kualitas hidup penderita

(Sarastika et al., 2018). Pendidikan, Kualitas hidup pasien GGK yang menjalani

hemodialisis dipengaruhi oleh faktor pendidikan dimana semakin tinggi tingkat

pendidikan semakin baik kualitas hidup pasien, hasil penelitian menunjukkan

tingginya signifikasi perbandingan dari pasien yang berpendidikan tinggi

meningkat dalam keterbatasan fungsional yang berkaitan dengan masalah

emosional dari waktu ke waktu dibandingkan dengan pasien yang berpendidikan

rendah serta menemukan kualitas hidup yang lebih baik bagi pasien

berpendididikan tinggi dalam domain fisik dan fungsional, khususnya dalam

fungsi fisik, energi/kelelahan, fungsi sosial, dan keterbatasan dalam fungsi peran

terkait dengan masalah emosional (Sarastika et al., 2018). Status perkawinan,

merupakan variabel yang mempengaruhi kualitas hidup pasien gagal ginjal kronik

yang menjalani hemodialisis. Besar atau tidaknya dukungan yang diterima dari

pasangan oleh penderita gagal ginjal kronik sangat menentukan perjalanan

penyakit dan ketersediaan menjalani terapi. Dukungan dapat berupa motivasi,

penghargaan, perhatian dan pemberian solusi dengan dukungan dari pasangan

hidup, penderita gagal ginjal kronik dapat mengalami perubahan emosional

seperti merasa diperhatikan serta lebih semangat untuk menjalani hidup.

Perubahan emosional tersebut bisa merubah perjalanan penyakit kea rah lebih

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Gagal Ginjal Kronik

29

baik sehingga kualitas hidup pasien gagal ginjal kronik yang menjalani

hemodialisis menjadi lebih baik (Purwati & Wahyuni, 2016).

2. Faktor Terapi Dialisis

Terapi dialisis merupakan faktor yang berhubungan dengan kualitas

hidup pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis. Lama

Hemodialisis, Hasil penelitian menunjukkan semakin lama hemodialisis yang

dilakukan oleh GGK, kualitas hidup yang dialami semakin buruk sedangkan

pasien yang baru menjalani terapi hemodialisis kualitas hidupnya baik (Fadlilah,

2019).

3. Faktor Penyakit:

Faktor penyakit merupakan variabel yang mempengaruhi kualitas hidup

pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis. Tingginya prevalensi

gejala yang muncul karena penyakit berkorelasi dengan penurunan kualitas hidup.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pasien gagal ginjal kronik yang menjalani

hemodialisis mengalami berbagai gejala yang mungkin telah mempengaruhi

persepsi pasien tentang posisi mereka dalam kehidupan yang dapat menurunkan

fungsi fisik, fungsi sosial serta kesejahteraan emosional pasien gagal ginjal kronik

yang menjalani hemodialisis. Dalam sebuah penelitian mengungkapkan bahwa

50% dari pasien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisis mengalami

empat dari tiga puluh gejala yang mungkin muncul pada pasien gagal ginjal

kronik yang menjalani hemodialisis dan secara keseluruhan beban serta

keparahan gejala tersebut dikaitkan dengan gangguan kualitas hidup. Tingginya

prevalensi serta keparahan gejala akan memberikan pengaruh negative dan

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Gagal Ginjal Kronik

30

berdampak pada kehidupan sehari – hari pasien yang mempengaruhi rendahnya

kualitas hidup pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis (Wang et al.,

2016).

4. Faktor Komplikasi Penyakit:

Komplikasi penyakit merupakan faktor yang mempengaruhi kualitas

hidup pasieh gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis. Terapi hemodialisis

akan menimbulakan stress fisik seperti kelelahan, sakit kepala dan keluar keringat

dingin akibat tekanan darah yang menurun, sehubungan dengan efek

hemodialisis dan juga mempengaruhi keadaan psikologis pasien yang mengalami

ganguan dalam proses konsentrasi dan serta gangguan dalam hubungan sosial.

Pasien gagal ginjal kronik yag menjalani hemodialisis sering dihadapakan dengan

berbagai komplikasi yang mengikuti penyakut yang dideritanya yang berakibat

semakin menurunnya kualitas hidup orang tesebut (Handayani & Rahmayati,

2013).

5. Faktor Penyakit Penyerta:

Penyakit penyerta merupakan faktor yang mempengaruhi kualitas hidup

pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis. Penyakit penyerta yang

biasa terjadi pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis adalah

hipertensi dan diabetes meilitus. Diabetes meilitus merupakan faktor penyakit

penyerta yang biasa terjadi pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani HD

kemudian disusul hipertensi di urutan kedua. Pasien hemodialisis yang memilki

penyakit penyerta akan mengalami tanda gejala serta komplikasi lebih banyak dari

penyakit gagal ginjal kronik, hemodialisis serta penyakit penyerta yang dimiliki

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Gagal Ginjal Kronik

31

pasien. Sehingga hal tersebut dapat mempengaruhi kualitas hidup pasie gagal

ginjal kronik yang menjalani hemodialisis (Handayani & Rahmayati, 2013).

6. Faktor Obat:

Faktor obat merupakan variabel yang mempengaruhi kualitas hidup

pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis. Terapi hemodialisis dapat

menyebabkan tekanan darah rendah, mual dan muntah, kulit kering dan gatal,

kram otot, nyeri, kram perut dan berbagai gejala serta komplikasi lainnya,

sehingga setelah menjalankan terapi hemodialisis dibei obat oleh dokter seperti

obat tekanan darah, diuretic, pengencer darah, pengikat fosfat, alfa calcidol,

cinacalcet untuk pasien yang memiliki hormone paratiroid yang sangat tinggi,

eritropietin, iron, tinzaparin, anti mikoba atau anti bakteri, analgetik (anti nyeri),

sodium bikarbonat, obat untuk gout (allopunirol)dan berbagai macam obat

lainnya untuk mengurangi tanda dan gejala serta komplikasi yang mungkin

muncul pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis. Pentingnya

kepatuhan penggunaan obat terutama untuk pasien gagal ginjal kronik yang

membutuhkan terapi jangka panjang yang berhubungan dengan kualitas hidup

pasien. Pasien yang memiliki kepatuhan pengobatan yang tinggi akan memiliki

kualitas hidup yang tinggi karena pasien akan sadar degan kesehatannya sehingga

pasien dapat mengkonsumsi obat secara secara patuh yang akan mengurangi

tanda dan gejala yang muncul sehingga kualitas hidup pasien pun meningkat.

Pasien yang tidak patuh terhadap konsumsi obat akan memiliki kualitas hidup

yang rendah, karena obat tidak memberikan efek terapi maksimal sehingga tanda

dan gejala serta komplikasi mungkin muncul karena ketidakpatuhan terhadap

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Gagal Ginjal Kronik

32

pengobatan yang dapat berpengaruh terhadap menurunnya fungsi fisik sehingga

kualitas hidup pasien pun mengalami penurunan (Karuniawati & Supadmi, 2016).

7. Faktor Nutrisi:

Faktor nutrisi atau status nutrisi memiliki peran penting pada kualitas

hidup pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis dan malnutrisi

merupakan faktor utama terjadinya morbiditas dan mortalitas pada pasien

hemodialisis. Komplikasi malnutrisi tersering pada HD adalah Malnutrisis Energi

Protein (MEP) karena HD akan meningkatkan katabolisme protein. Selain itu

anoreksia, mual dan muntah sehingga sindrom uremia juga dapat mempengaruhi

asupan makanan pasien hemodialisis. Pasien gagal ginjal kronik yang menjalani

hemodialisis membutuhkan status nutrisi yang baik untuk meningkatkan

kesehatannya (Ullu et al., 2018).

8. Faktor Kualitas Tidur:

Kualitas tidur merupakan salah satu variabel yang mempengaruhi kualitas

hidup pasien gagal gijal kronik yang menjalani hemodialisis. Sebuah studi

mengatakan gangguan tidur sering terjadi pada pasien yang menjalani hemodialisa

dan masalah ini telah diteliti terjadi pada 80% penderita. Banyak faktor yang

mempengaruhi gangguan tidur pada pasien hemodialisis, diantaranya kadar urea

dalam darah, kadar kreatinin, kadar hormon parathyroid, tekanan darah bisa

sistol dan diastole. Gangguan tidur pada pasien hemodialisis juga disebabkan rasa

sakit yang mereka derita, pengobatan atau yang diterima atau obat-obatan. Pada

sisi lainnya, pasien hemodialisis juga mengalami gangguan seperti insomnia,

restless leg syndrome, pusing, kantuk pada siang hari, anxietas dan depresi yang

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Gagal Ginjal Kronik

33

mengakibatkan kondisi menjadi sulit bagi penderita, sehingga kualitas hidup

pasin hemodialisis menuun (Nasution, 2017).

9. Faktor Ekonomi:

Faktor ekonomi merupakan variabel yang mempengaruhi kualitas hidup

pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis. Berdasarkan penelitian

diperoleh bahwa pasien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisis

rata – rata berpenghasilan cukup/ lebih, individu yang status sosial ekonominya

berkecukupan akan mampu menyediakan segala fasilitas yang diperlukan untuk

memenuhi kebutuhan hidupnya. Sebaliknya, individu yang status sosial

ekonominya rendah akan mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan

hidupnya. Penghasilan yang rendah akan berhubungan dengan pemanfaatan

pelayanan kesehatan maupun pencegahan. Seseorang kurang memanfaatkan

pelayanan kesehatan yang ada mungkin karena tidak mempunyai cukup uang

untuk membeli obat atau membayar tranportasi ke rumah sakit (Fadlilah, 2019).

10. Faktor Mekanisme Koping:

Mekanisme koping merupakan variabel yang mempengaruhi kualitas

hidup pasien gagal ginjal kronikyang mejalani hemodialisa. Semakin tinggi

penggunaan strategi Problem Focused Coping (PFC) maka kualitas hidup yang

dimiliki pasien gagal ginjal kronik yang mengalami hemodialisis semakin baik.

Semakin rendah penggunaan strategi koping Emotion Focused Coping (EFC) maka

kualitas hidup yang dimiliki pasien gagal ginjal kroik yang menjalani hemodialisis

semakin baik. Terdapat hubungan antara mekanisme koping dengan kualitas

hidup pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis . Hal ini disebabkan

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Gagal Ginjal Kronik

34

karena adanya keinginan yang tinggi untuk mencapai suatu tujuan yaitu agar

sembuh dari penyakitnya. Pasien yang memiliki strategi koping yang tinggi

cenderung patuh untuk melakukan hemodialisis dibandingkan dengan pasien

yang memiliki strategi koping rendah. Hal ini disebabkan karena strategi koping

merupakan salah satu faktor yang penting untuk meningkatkan kualitas hidup,

karena strategi koping itu berasal dari dalam diri pasien (Sagala & Pasaribu,

2018).

11. Faktor Dukungan Sosial:

Dukungan sosial merupakan faktor yang memengaruhi kualitas hidup

pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis. Semakin besar dukungan

sosial yang diperoleh pasien gagal gijal kronik yang menjalani hemodialisis maka

kualitas hidup pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis semakin

meningkat (Handayani & Rahmayati, 2013).

12. Faktor Psikologis:

Keadaan psikologis pasien dapat mempengaruhi kualitas hidup pasien

GGK yang menjalani terapi hemodialisis. Beberapa keadaan psikologis yang

berpengaruh pada kualitas hidup pasien yaitu: 1. depresi, depresi merupakan

kondisi psikologis yang dapat menyebabkan rendahnya kualitas hidup pasien

GGK yang menjalani terapi hemodialisis, semakin tinggi depresi yang dirasakan

pasien maka kualitas hidup pasien akan semakin buruk. 2. Kecemasan,

kecemasan merupakan kondisi psikologis yang menyebabkan rendahnya kualitas

hidup pasien GGK yang menjalani terapi hemodialisis, semakin sering pasien

merasakan kecemasan maka kualitas hidup pasien akan semakin menurun. 3.

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Gagal Ginjal Kronik

35

penerimaan penyakit, penerimaan penyakit merupakan kondisi psikologis yang

dapat meningkatkan kualitas hidup pasien GGK yang menjalani terapi

hemodialisis, semakin tinggi tingkat penerimaan penyakit pada pasien GGK yang

menjalani HD maka kualitas hidup pasien pun akan semakin meningkat

(Polanska et al., 2019).

2.3.4 Dampak Hemodialisis terhadap Kualitas Hidup

Pasien GGK mempunyai respon fisik dan psikologis terhadap tindakan terapi

hemodialisis, hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti karakteristik individu,

pengalaman sebelumnya, motivasi dan mekanisme koping. Gagal ginjal kronik

menimbulkan berbagai macam gejala yang secara signifikan mempengaruhi kualitas

hidup. Salah satu masalah yang paling banyak dihadapi oleh pasien GGK adalah

kelelahan dan kelemahan, sakit kulit dan gatal – gatal, serta gangguan lain yang

mempengaruhi kualitas hidup dari pasien termasuk hipertensi atau hipotensi (dari

dehidrasi) dan aritmia disertai kecemasan. Gangguan kardiovaskular progresif dapat

menyebabkan gagal jantung dan gejala pemicu terkait, seperti penurunan toleransi

latihan, sesak napas, batuk dan edema. Masalah yang paling signifikan disebabkan oleh

disfungsi pencernaan termasuk mual dan muntah, yang menyebabkan hilangnya nafsu

makan. Masalah neurologis termasuk sering sakit kepala, mengantuk, atau insomnia,

gangguan memori dan gangguan konsentrasi. Anemia progresif dapat menyebabkan

kelelahan kronis dan sering kehilangan kesadaran. Semua gejala ini dapat menurunkan

kualitas hidup pasien, penerimaan mereka pada penyakit kronis dan proses pengobatan

yang digunakan. Pasien penyakit ginjal kronik atau tahap akhir memiliki kualitas

kesehatan yang buruk berhubungan dengan kehidupan umum. Kualitas hidup yang

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Gagal Ginjal Kronik

36

buruk dapat dikaitkan dengan tingkat kelangsungan hidup yang lebih pendek (Polanska

et al., 2019).

2.3.5 Instrumen untuk Mengukur Kualitas Hidup

Instrumen yang digunakan untuk mengukur kualitas hidup pasien GGK yang

menjalani hemodialisis pada penelitian ini adalah kuesioner Kidney Disease Quality Of

LifeShort Form (KDQOL – SF ) versi 1,3 yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa

Indonesia. KDQOL – SF adalah instrumen yang dipakai untuk mengukur laporan

pribadi mengenai kualitas hidup pasien GGK yang menjalani hemodialisis. Hal – hal

yang dinilai pada KDQOL - SF meliputi : 1) target untuk penyakit ginjal: gejala /

permasalahan klinis yang dialami, efek dari penyakit ginjal, tingkat penderitaan oleh

karena sakit ginjal, status pekerjaan, fungsi kognitif, kualitas interaksi sosial, fungsi

seksual, kualitas tidur, dukungan sosial, kualitas pelayanan staf unit dialisis, kepuasan

pasien. 2) Item skala survey SF – 36: fungsi fisik, peran – fisik, persepsi rasa sakit,

persepsi kesehatan umum, emosi, peran – emosional, fungsi sosial, energi / kelelahan.

Skor KDQOL – SF – 36 berkisar dari 0 – 100 dengan skor yang lebih tinggi

menandakan kualitas hidup yang lebih baik (Jos, 2016).