9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka Penelitian mengenai “Evaluasi Dampak Pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2012 Terhadap Pemungutan Pajak Hiburan Di Dinas Pendapatan Daerah Kota Jayapura” belum pernah dikaji sebelumnya. Namun penulis mengambil beberapa contoh penelitian yang memiliki objek penelitian yang sama. Penelitian Pertama, dilakukan oleh Wina Novarina (2012) Mahasiswa Jurusan Administrasi Fiskal Universitas Indonesia, dengan mengambil penelitian yang berjudul “Analisa Administrasi Pemungutan Pajak Hiburan Di Kota Bekasi”. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa mekanisme penetapan target penerimaan pajak hiburan dan juga hambatan dalam pelaksanaan administrasi pemungutan pajak hiburan di Kota Bekasi. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan desain deskriptif. Fokus dalam penelitian ini adalah pada permasalahan administrasi pemungutan pajak daerah terkait adanya potensi dan penerimaan pajak hiburan dan faktor penghambat pemungutan.Dimana hasil dari penelitian ini menyebutkan bahwa perencanaan penetapan target penerimaan pajak hiburan di Kota Bekasi masih menggunakan metode incremental dan masih terdapat hambatan-hambatan terkait ketentuan atau peraturan perpajakan baik dari segi kualitas dan kuantitas aparatur pajaknya maupun dari wajib pajaknya sendiri, serta adanya hambatan dalam hal sarana dan prasarana yang belum dapat menunjang administrasi pemungutan pajak hiburan di Kota Bekasi. Adapun persamaan penelitian Wina Novarina dengan penelitian ini yaitu menggunakan
25
Embed
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka Penelitian ... 2.pdf · Penelitian ini berfokus pada dampak penetapan tarif hiburan karaoke terhadap optimalisasi pendapatan asli daerah
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kajian Pustaka
Penelitian mengenai “Evaluasi Dampak Pelaksanaan Peraturan Daerah
Nomor 1 Tahun 2012 Terhadap Pemungutan Pajak Hiburan Di Dinas Pendapatan
Daerah Kota Jayapura” belum pernah dikaji sebelumnya. Namun penulis
mengambil beberapa contoh penelitian yang memiliki objek penelitian yang sama.
Penelitian Pertama, dilakukan oleh Wina Novarina (2012) Mahasiswa
Jurusan Administrasi Fiskal Universitas Indonesia, dengan mengambil penelitian
yang berjudul “Analisa Administrasi Pemungutan Pajak Hiburan Di Kota
Bekasi”. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa mekanisme penetapan target
penerimaan pajak hiburan dan juga hambatan dalam pelaksanaan administrasi
pemungutan pajak hiburan di Kota Bekasi. Penelitian ini merupakan penelitian
kualitatif dengan desain deskriptif. Fokus dalam penelitian ini adalah pada
permasalahan administrasi pemungutan pajak daerah terkait adanya potensi dan
penerimaan pajak hiburan dan faktor penghambat pemungutan.Dimana hasil dari
penelitian ini menyebutkan bahwa perencanaan penetapan target penerimaan
pajak hiburan di Kota Bekasi masih menggunakan metode incremental dan masih
terdapat hambatan-hambatan terkait ketentuan atau peraturan perpajakan baik dari
segi kualitas dan kuantitas aparatur pajaknya maupun dari wajib pajaknya sendiri,
serta adanya hambatan dalam hal sarana dan prasarana yang belum dapat
menunjang administrasi pemungutan pajak hiburan di Kota Bekasi. Adapun
persamaan penelitian Wina Novarina dengan penelitian ini yaitu menggunakan
10
objek penelitian yang sama, yaitu pajak hiburan serta faktor penghambat
pemungutan pajak hiburan yang disebabkan oleh Wajib Pajak.
Penelitian Kedua, yaitu penelitian dari Niluh Putu Widiartini (2012) dari
fakultas Administrasi Fiskal, Universitas Indonesia. Penelitian ini berjudul
“Analisa Penetapan Tarif Pajak Hiburan atas Jasa Hiburan Karaoke dalam rangka
Optimalisasi Pendapatan Asli Daerah di Kota Depok. Penelitian ini bertujuan
untuk menggambarkan hal yang melatarbelakangi pemerintah dalam membuat
kebijakan kenaikan tarif pajak hiburan atas jasa karaoke, serta menganalisis
dampak yang ditimbulkan atas kebijakan tersebut dengan tingkat kunjungan ke
tempat karaoke dan terhadap perekonomian daerah. Dimana penelitian ini
menggunakan pendekatan kualitatif dengan menggunakan teknik pengumpulan
data berupa studi kepustakaan dan studi lapangan.
Penelitian ini berfokus pada dampak penetapan tarif hiburan karaoke
terhadap optimalisasi pendapatan asli daerah serta proses formulasi kebijakan atas
penetapan tarif hiburan karaoke tersebut. Terdapat persamaan antara penelitian
Niluh Putu Widiartini dengan penelitian penulis yaitu sama-sama melihat dampak
dari kebijakan pemerintah. Namun perbedaan dari penelitian ini terletak pada
sistem self assessment yang dimana sistem ini memberikan kepercayaan penuh
pada wajib pajak untuk memenuhi kewajiban perpajakannya pada Negara namun
hal tersebut tidak membuat Wajib Pajak menjadi lebih taat pada kewajibannya
sedangkan penelitian dari Widiartini ini lebih kepada dampak dari penetapan tarif
hiburan karaoke dan formulasi kebijakannya.
11
2.2 Landasan Teori
2.2.1 Pelayanan Publik
Kata pelayanan berasal dari kata layan yang artinya menolong
menyediakan segala apa yang diperlukan oleh orang lain. Sedangkan untuk istilah
publik berasal dari bahasa inggris yaitu public yang artinya umum. Menurut
Lonsdale (1994), pelayanan publik adalah segala sesuatu yang disediakan oleh
pemerintah atau swasta karena umumnya masyarakat tidak dapat memenuhi
kebutuhannya sendiri, kecuali secara kolektif dalam rangka memenuhi
kesejahteraan sosial seluruh masyarakat.
Menurut Agung Kurniawan (Harbani Pasolong, 2007:128) mengatakan
bahwa pelayanan publik adalah pemberian layanan (melayani) keperluan orang
lain atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi itu sesuai
dengan aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan. Pengertian pelayanan
publik menurut Batinggi (1998:12) mengatakan bahwa pelayanan publik adalah
perbuatan atau kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah dan mengurus hal-hal
yang diperlukan masyarakat atau khayalak umum.
Menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan
Publik menegaskan bahwa pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian
kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan bagi setiap warga Negara dan penduduk atas barang, jasa
dan atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan
publik.
12
Menurut Keputusan Menpan No.63/KEP/M.PAN/7/2003 tentang Pedoman
Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik, dalam menyelenggarakan pelayanan
publik perlu diperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut:
1. Kesederhanaan
Kesederhanaan prosedur pelayanan publik tidak berbelit-belit,
mudah untuk dipahami dan mudah untuk dilaksanakan.
2. Kejelasan
Kejelasan mencangkup persyaratan teknis dan administratif
pelayanan publik, selain itu unit kerja atau pejabat yang berwenang
dan bertanggung jawab dalam memberikan pelayanan dan
penyelesaian baik dari keluhan, persoalan maupun sengketa dalam
pelaksanaan pelayanan publik.
3. Kepastian waktu
Pelaksanaan pelayanan publik apakah sudah sesuai dengan jadwal
yang ada dan dapat diselesaika dalam kurun waktu yang telah
ditentukan.
4. Akurasi
Produk pelayanan publik diterima dengan benar, tepat dan sah.
5. Keamanan
Proses dan produk pelayanan publik memberikan rasa aman dan
kepastian hukum.
13
6. Tanggung jawab
Pimpinan penyelenggara pelayanan publik atau pejabat yang
ditunjuk bertanggungjawab atas penyelenggaraan pelayanan dan
penyelesaian keluhan maupun persoalan dalam pelaksanaan
pelayanan publik.
7. Kelengkapan sarana dan prasarana
Tersedianya sarana dan prasarana kerja, peralatan kerja dan
pendukung lainnya yang memadai termasuk penyediaan sarana
teknologi telekomunikasi dan informatika (telematika).
8. Kemudahan akses
Tempat dan lokasi serta sarana pelayanan yang memadai, mudah
dijangkau oleh masyarakat dan dapat memanfaatkan teknologi
telekomunikasi dan informatika.
9. Kedisplinan
Pemberi pelayanan harus bersikap disiplin, sopan dan santun,
ramah serta memberikan pelayanan dengan ikhlas.
10. Kenyamanan
Lingkungan pelayanan harus tertib, teratur disediakan ruang
tunggu yang nyaman, bersih, rapi, lingkungan yang indah dan sehat
serta dilengkapi dengan fasilitas pendukung pelayanan seperti
parkir, toilet dan tempat ibadah.
14
Jadi dapat disimpulkan bahwa pelayanan publik merupakan suatu kegiatan
yang dilakukan oleh individu maupun kelompok baik pemerintah maupun swasta
yang tujuannya untuk memuaskan keinginan dan kebutuhan masyarakat.
2.2.2 Administrasi Publik
Administrasi Publik menurut Chandler dan Plano dalam Keban (2004:3)
adalah proses sumberdaya personil publik yang diorganisir dan dikoordinasikan
untuk memformulasikan, mengimplementasikan serta mengelola (manage)
keputusan-keputusan dalam kebijakan publik.
Jhon M. Pfiffner dan Robert V. Presthus (1960:4) mendefinisikan
administrasi publik sebagai:
1. Implementasi kebijakan pemerintah yang telah ditetapkan oleh
badan-badan perwakilan politik.
2. Koordinasi usaha-usaha perorangan dan kelompok untuk
melaksanakan kebijakan pemerintah.
3. Suatu proses yang bersangkutan dengan pelaksanaan kebijakan-
kebijakan pemerintah, pengarahan kecakapan dan teknik-teknik
yang tidak terhingga jumlahnya, memberikan arah dan maksud
terhadap usaha sejumlah orang.
Dimock & Dimock membagi empat komponen administrasi publik yaitu:
1. Apa yang dilakukan pemerintah: pengaruh kebijakan, tindakan-
tindakan politis, dasar-dasar wewenang, lingkungan kerja
pemerintah, penentuan tujuan, kebijakan administratif kedalam
rencana-rencana.
15
2. Bagaimana pemerintah mengatur organisasi, personalia,
pembiayaan usaha, struktur administrasi dari segi formal.
3. Bagaimana para administrator mewujudkan kerjasama.
4. Bagaimana pemerintah tetap bertanggung jawab baik pengawasan
eksekutif, yudikatif dan legislatif.
Keberadaan administrasi publik dimaksudkan agar lebih memahami
hubungan antara pemerintah dengan publik serta mampu meningkatkan
responsibilitas kebijakan yang ada terhadap berbagai kebutuhan publik dan juga
melembagakan praktek-praktek manajerial agar terbiasa melaksanakan suatu
kegiatan secara efektif, efisien dan rasional.
2.2.3 Administrasi Perpajakan
Administrasi perpajakan merupakan suatu kegiatan pelayanan yang
dilakukan oleh setiap orang yang berada dalam sebuah organisasi demi
melaksanakan hak dan kewajiban dalam bidang perpajakan. Bagi masyarakat
sendiri perpajakan berhubungan dengan berapa jumlah pajak yang terutang
dimana hal tersebut merupakan kewajiban yang harus dibayar.
Menurut Salamun (1993) Administrasi Perpajakan merupakan salah satu
komponen dari sistem perpajakan. Sedangkan menurut Nurmantu (1994:98)
administrasi pajak dalam arti sempit merupakan penatausahaan dan pelayanan
terhadap kewajiban-kewajiban maupun hak-hak wajib pajak, kegiatan tersebut
dilakukan dikantor fiskus maupun kantor wajib pajak.
16
Pengelolaan administrasi yang baik, akurat dan benar dibidang perpajakan
sangat dibutuhkan oleh organisasi karena hal tersebut sangat membantu dalam
pencapaian tujuannya. Ciri sistem perpajakan, yaitu :
1. Pemungutan pajak merupakan perwujudan dari pengabdian dan peran serta
Wajib Pajak untuk secara langsung dan bersama-sama melaksanakan
kewajiban perpajakan yang diperlukan untuk pembiayaan Negara dan
pembangunan nasional.
2. Tanggung jawab atas kewajiban pelaksanaan pemungutan pajak sebagai
cerminan kewajiban dibidang perpajakan berada pada anggota masyarakat
Wajib Pajak sendiri. Pemerintah dalam hal berdasarkan fungsinya hanya
berkewajiban melakukan pembinaan, pelayanan dan pengawasan terhadap
pemenuhan kewajiban perpajakan berdasarkan ketentuan yang telah
digariskan dalam peraturan perundang-undangan perpajakan.
3. Anggota masyarakat Wajib Pajak diberi kepercayaan untuk dapat
melaksanakan gotong royong nasional melalui sistem menghitung,
memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri pajak yang terutang
(self assessment) sehingga melalui sistem ini adminitrasi perpajakan
diharapkan dapat dilaksanakan dengan rapi, terkendali, sederhana dan
mudah untuk dipahami oleh anggota masyarakat Wajib Pajak.
Adapun tujuan dari administrasi perpajakan, yaitu :
1. Tersedianya dokumen terkait perpajakan.
2. Tersedianya data dan informasi mengenai perpajakan.
17
3. Sarana untuk menciptakan dan menjalin kerjasama antar unit organisasi
serta sesama personalia terutama menyangkut pajak.
4. Melakukan pembimbingan, pengelolaan dan pengawasanterutama
menyangkut pajak.
5. Pengambilan keputusan atau kebijakan terutama menyangkut pajak.
Dengan terlaksana dan tersedianya administrasi perpajakan yang baik,
akurat dan benar maka akan terealisasi kegunaan bagi organisasi. Adapun
kegunaan dari administrasi perpajakan itu sendiri, yaitu :
1. Dapat menjalankan kewajiban perpajakan dengan mudah, baik dan benar
serta tepat waktu sesuai ketentuan perundang-undangan perpajakan.
2. Dapat dengan mudah mengajukan dan memperoleh hak perpajakan dari
direktorat jendral pajak.
3. Efektif dan efisien dalam pengelolaan pajak.
4. Terhindar dari pengenaan sanksi perpajakan baik itu sanksi administrasi
maupun sanksi pidana.
5. Dapat mengajukan permohonan ke direktorat jendral pajak untuk
memperoleh status sebagai WP patuh.
Dalam pemungutan pajak terdapat teori yang mendasari Negara untuk
memungut pajak, menurut kutipan buku Pengantar Ilmu Hukum Pajak karya R.
Santoso Brotodiharjo, SH, yaitu :
1. Teori Asuransi ;
Negara berhak untuk memungut pajak karena Negara memiliki kewajiban dalam
melindungi semua orang dan segala kepentingan, keselamatan dan keamanan jiwa
18
serta harta bendanya. Oleh karena itu warga Negara harus membayar pajak yang
diibaratkan sebagai suatu premi asuransi karena memperoleh jaminan
perlindungan tersebut.
2. Teori Kepentingan ;
Dalam teori ini pembagian beban pajak kepada setiap orang berdasarkan gaya
pikul masing-masing yang artinya pembagian beban pajak didasarkan pada
semakin besar kepentingan seseorang terhadap Negara. Maka semakin tinggi
pajak yang harus dibayar.
3. Teori Asas Gaya Pikul ;
Beban pajak untuk semua orang harus sama beratnya berdasarkan gaya pikul
masing-masing. Gaya pikul ini diukur dari penghasilan dan kekayaan serta
pengeluaran seseorang.
4. Teori Kewajiban Pajak Mutlak atau Teori Bakti ;
Dasar keadilan pemungutan pajak terletak pada hubungan rakyat dengan
negaranya. Dalam hal ini sebagai warga Negara yang berbakti harus menyadari
bahwa pembayaran pajak merupakan suatu kewajiban.
5. Teori Asas Gaya Beli ;
Dalam teori ini cenderung mengimplementasikan pada fungsi mengatur dari
pemungutan pajak. Artinya memungut pajak berarti menarik daya beli dari rumah
tangga masyarakat untuk rumah tangga Negara. Kemudian disalurkan kembali ke
masyarakat untuk memelihara hidup masyarakat sebagai dasar keadilan
pemungutan pajak bukan untuk kepentingan individu atau Negara.
2.3 Landasan Konsep
19
2.3.1 Evaluasi
Istilah evaluasi mempunyai arti yang berhubungan, masing-masing
menunjuk pada aplikasi beberapa skala nilai terhadap hasil kebijakan dan
program. Secara umum istilah evaluasi dapat disamakan dengan penaksiran
(appraisal), pemberian angka (rating) dan penilaian (assessment).
Menurut Mulyono, (2009) evaluasi merupakan suatu upaya untuk
mengukur hasil atau dampak suatu aktivitas, program atau proyek dengan cara
membandingkan dengan tujuan yang telah ditetapkan dan bagaimana cara
pencapaiannya. Sedangkan menurut Lester dan Stewart (2000:126) yang dikutip
Agustino (2008:185) mengatakan bahwa evaluasi ditujukan untuk melihat
sebagian-sebagian kegagalan suatu kebijaan dan untuk mengetahui apakah
kebijakan yang telah dirumuskan dan dilaksanakan dapat menghasilkan dampak
yang diinginkan.
Menurut William N. Dunn (2003:609 dan 610) fungsi evaluasi, yaitu :
1. Evaluasi memberi informasi yang valid dan dapat dipercaya mengenai kinerja
kebijakan, yaitu seberapa jauh kebutuhan nilai dan kesempatan yang dapat
dicapai melalui tindakan publik.
2. Evaluasi memberikan sumbangan pada klarifikasi dan kritik terhadap nilai-
nilai yang mendasari pemilihan tujuan dan target.
3. Evaluasi memberikan sumbangan pada aplikasi metode-metode analisis
kebijakan lainnya, termasuk perumusan masalah dan rekomendasi.
Tujuan evaluasi kebijakan, sebagai berikut :
20
1. Menentukan tingkat kinerja suatu kebijakan. Melalui evaluasi maka dapat
diketahui derajat pencapaian tujuan dan sasaran.
2. Mengukur tingkat fisiensi suatu kebijakan. Dengan evaluasi juga dapat
diketahui berapa biaya dan manfaat dari suatu kebijakan.
3. Mengukur tingkat keluaran (outcome) suatu kebijakan. Salah satu tujuan
evaluasi adalah mengukur berapa besar dan kualitas pengeluaran atau output
dari kebijakan.
4. Mengukur dampak suatu kebijakan. Pada tahap lebih lanjut, evaluasi
ditujukan untuk melihat dampak dari suatu kebijakan baik dampak positif
maupun negatif.
5. Untuk mengetahui apabila ada penyimpangan, serta
6. Sebagai bahan masukan (input) untuk kebijakan yang akan datang. Tujuan
akhir dari evaluasi adalah memberikan masukan bagi proses kebijakan ke
depan agar lebih baik.
Dalam melakukan evaluasi terdapat beberapa pendekatan yang nantinya
dapat menghasilkan penilaian yang baik, antara lain : evaluasi semu, evaluasi
formal dan evaluasi teoritis keputusan, William Dunn (2003).
1. Evaluasi Semu (Pseudi Evaluation) adalah pendekatan yang menggunakan
metode-metode deskriptif untuk menghasilkan informasi yang valid dan dapat
dipercaya mengenai hasil kebijakan, tanpa berusaha untuk menanyakan
tentang manfaat atau nilai dari hasil-hasil tersebut terhadap individu,
kelompok atau masyarakat secara keseluruhan. Asumsi utama dari evaluasi
semu adalah bahwa ukuran tentang manfaat atau nilai merupakan sesuatu
21
yang dapat terbukti sendiri (self evident) atau tidak kontroversial. Dalam
evaluasi semu analisis secara khusus menerapakan bermacam-macam
metode (rancangan eksperimental semu, kuisioner, random sampling dan
teknik statistik) untuk menjelaskan variasi hasil kebijakan sebagai produk dari
variabel masukan dan proses.
2. Evaluasi Formal (Formal Evaluation) merupakan pendekatan yang
menggunakan metode deskriptif untuk menghasilkan informasi yang valid
dan cepat dipercaya mengenai hasil-hasil kebijakan tetapi mengevaluasi hasil
tersebut atas dasar tujuan program kebijakan yang telah diumumkan secara
formal oleh pembuat kebijakan dan administrator program. Asumsi utama
dari evaluasi formal adalah bahwa tujuan dan target diumumkan secara
formal adalah merupakan ukuran yang tepat untuk manfaat atau nilai
kebijakan program.
Dalam evaluasi formal analisis menggunakan berbagai macam metode
yang sama seperti yang dipakai dalam evaluasi semu dan tujuannya adalah
identik untuk menghasilkan informasi yang valid dapat dipercaya mengenai
variasi-variasi hasil kebijakan dan dampak yang dapat dilacak dari masukan
dan proses kebijakan. Meskipun demikian perbedaannya adalah bahwa
evaluasi formal menggunakan undang-undang dokumen-dokumen program
dan wawancara dengan pembuat kebijakan dan administrator untuk
mengidentifikasi dan menspesifikasikan tujuan dan target kebijakan. Salah
satu tipe utama evaluasi formal adalah evaluasi sumatif yang meliputi usaha
untuk memantau pencapaian tujuan dan target formal setelah suatu kebijakan
22
atau program diterapkan untuk jangka waktu tertentu serta untuk menilai
produk-produk kebijkan dan program publik yang stabil dan mantap. Evaluasi
formatif meliputi usaha-usaha untuk secara terus menerus memantau
pencapaian tujuan-tujuan dan target formal.
3. Evaluasi Keputusan Teoritis (Decision Theoritic Evaluation) adalah
pendekatan yang menggunakan metode-metode deskriptif untuk
menghasilkan informasi yang dapat dipertanggungjawabkan dan valid
mengenai hasil-hasil kebijakan yang secara eksplisit dinilai oleh berbagai
macam pelaku kebijakan. Perbedaan pokok antara evaluasi teoritis, evaluasi
semu serta evaluasi formal disisi lainnya adalah evaluasi keputusan teoritis
berusaha untuk memunculkan dan membuat eksplisit tujuan dan target dari
pelaku kebijakan, baik yang tersembunyi atau yang dinyatakan. Ini berarti
bahwa tujuan dan target dari para pembuat kebijakan dan administrator
merupakan salah satu sumber nilai, karena semua pihak yang membuat andil
dalam memformulasikan dan mengimplementasikan kebijakan (sebagai
contoh, staf tingkat menengah dan kebawah, pegawai pada badan-badan
lainnya, kelompok klien) dilibatkan dalam merumuskan tujuan dan target
dimana kinerja nantinya akan diukur.
Dalam penelitian ini pendekatan evaluasi yang digunakan adalah pendekatan
evaluasi formal karena pendekatan evaluasi ini menggunakan metode deskriptif
yang menghasilkan informasi yang valid dengan berlandaskan undang-undang
sehingga administrator atau pembuat kebijakan dapat mengidentifakasi dan
menspesifikasikan tujuan dan target kebijakan.
23
2.3.2 Kualitas Pelayanan Publik
Dalam pelayanan publik, kepuasan masyarakat merupakan faktor penentu
berkualitasnya sebuah pelayanan. Jika dihubungkan dengan administrasi publik,
pelayanan merupakan kualitas pelayanan birokrat terhadap masyarakat. Menurut
Effendi (1986:213) dengan melihat kondisi masyarakat yang dinamis seperti
sekarang ini maka birokrasi publik harus mampu memberikan pelayanan kepada
masyarakat dengan ciri-ciri :
1. Profesional
2. Efektif dan efisien
3. Sederhana
4. Transparan dan terbuka
5. Tepat waktu
6. Responsif dan adaptif
2.3.3 Pengertian Pajak
Menurut UU Nomor 28 Tahun 2007 tentang ketentuan umum dan tata cara
perpajakan (perubahan ketiga UU Nomor 6 tahun 1983) pajak adalah kontribusi
wajib pada negara yang terutang oleh pribadi atau badan yang bersifat memaksa
berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung
dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
24
Secara umum adapun unsur-unsur pajak menurut (Mardiasmo, 2009),
yaitu :
1. Iuran dari rakyat kepada Negara yaitu Negara yang berhak
memungut iuran dari rakyat. Iuran tersebut berupa uang (bukan
barang).
2. Berdasarkan Undang-Undang yaitu pajak dipungut berdasarkan
atau dengan kekuatan undang-undang serta aturan pelaksanaannya.
3. Tanpa jasa timbal dan kontraprestasi dari Negara secara langsung
dapat ditunjuk. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukan
kontraprestasi individual oleh pemerintah.
4. Digunakan untuk membiayai rumah tangga Negara, yaitu
pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat.
2.3.4 Fungsi Pajak
Mardiasmo (2009) mendefinisikan fungsi pajak yang terdiri dari 2, yaitu:
a. Fungsi Budgetair yaitu pajak sebagai sumber dan bagi pemerintah
untuk membiayai pengeluaran-pengeluarannya.
b. Fungsi Mengatur (regulerend) yaitu pajak sebagai alat untuk mengatur
dan melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan
ekonomi.
2.3.5 Syarat Pemungutan Pajak dan Hambatan Pemungutan Pajak
25
Agar pemungutan pajak tidak menimbulkan hambatan atau perlawanan
Mardiasmo (2009) mengemukakan bahwa pemungutan pajak harus memenuhi
syarat sebagai berikut:
a. Pemungutan pajak harus adil (syarat keadilan)
b. Pemungutan pajak harus berdasarkan undang-undang (syarat yuridis)
c. Tidak mengganggu perekonomian (syarat ekonomis)
d. Pemungutan pajak harus efisien (syarat finansial)
e. Sistem pemungutan pajak harus sederhana
Hambatan pemungutan pajak yang terdiri dari dua perlawanan menurut
Mardiasmo (2009), yaitu:
a. Perlawanan Pasif
Masyarakat enggan (pasif) membayar pajak disebabkan antara lain:
1. Perkembangan intelektual dan moral masyarakat
2. Sistem perpajakan yang mungkin sulit dipahami masyarakat
3. Sistem kontrol tidak dapat dilakukan atau dilaksanakan dengan
baik
b. Perlawanan Aktif
Perlawanan aktif meliputi semua usaha dan perbuatan yang secara
langsung ditujukan kepada fiskus dengan tujuan untuk menghindari
pajak.
2.3.6 Sistem Pemungutan Pajak
26
Dalam penyelenggaraan pemungutan pajak sangat tergantung dari
kebijakan maupun perundang-undangan yang mengaturnya. Oleh karena itu
kegiatan perpajakan harus sesuai dengan ketentuan-ketentuan hukum yang
mengatur sehingga dalam prakteknya kecurangan-kecurangan yang mungkin saja
terjadi dapat diminimalisir. Hakikatnya penyelenggaraan pemungutan pajak
merupakan sebuah bentuk tanggung jawab yang bertujuan untuk meningkatkan
kepatuhan dan kesadaran wajib pajak terhadap kewajibannya.
Menurut Mardiasmo, (2009) terdapat 3 sistem pemungutan pajak, yaitu:
A. Official Assesment System adalah suatu sistem pemungutan yang memberi
wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak
terutang oleh Wajib Pajak. Dengan cirri-ciri:
1) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang pada fiskus
2) Wajib Pajak bersifat pasif.
3) Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh
fiskus
B. Self Assesment System adalah suatu sistem pemungutan yang memberi
wewenang kepada Wajib Pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak
yang terutang. Dengan ciri-ciri:
1) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada
Wajib Pajak sendiri.
2) Wajib Pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor dan melaporkan
sendiri pajak yang terutang.
3) Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi.
27
C. With Holding System adalah suatu system pemungutan yang memberi
wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan Wajib Pajak yang
bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib
Pajak.
2.3.7 Pajak Daerah
Guna membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah, baik dalam
kegiatan pembangunan maupun pelayanan kepada masyarakat tentu saja
dibutuhkan dana yang besar, hal ini sesuai dengan otonomi daerah yang
mengharapkan sebuah daerah mampu secara mandiri mengelola pendapatan
daerahnya. Salah satu cara agar sebuah daerah mendapatkan pendanaan yang
cukup yaitu dengan melakukan pemungutan pajak daerah.
Menurut Siahaan (2009:10) pajak daerah merupakan pajak yang
ditetapkan oleh pemerintah daerah dengan peraturan daerah yang wewenang
pemungutannya dilaksanakan oleh pemerintah daerah dan hasilnya digunakan
untuk membiayai pengeluaran pemerintah daerah dalam melaksanakan
penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di daerah.
Menurut Mardiasmo, 2009 Pajak daerah merupakan iuran wajib yang
dilakukan oleh orang pibadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung
yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-
undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan
pemerintah daerah dan pembangunan daerah.
Dari beberapa definisi mengenai pajak daerah, maka dapat disimpulkan
bahwa pajak daerah merupakan pemungutan wajib yang dilaksanakan oleh daerah
28
yang tujuannya untuk kepentingan daerah itu sendiri dari hal tersebut maka dalam
proses pengenaan tarif objek pajak daerah haruslah dilaksanakan sesuai dengan
peraturan daerah yang ada. Seperti yang terkandung dalam Pasal 1 Ayat 1
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 65 Tahun 2001 tentang pajak
Daerah, dimana pajak daerah merupakan iuran wajib yang dilakukan oleh orang
pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang yang
dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang
digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan
pembangunan daerah.
Dari segi kewenangan dalam pemungutan pajak atas objek pajak di daerah
terbagi atas pajak provinsi dan objek pajak kabupaten/kota (Purwanto dan
Kurniawan, 2004), yaitu :
a. Provinsi, dimana kewenangan pemugutan terdapat pada pemerintah daerah
provinsi. Apabila untuk pajak kabupaten/kota kewenangan pemungutan
terletak pada pemerintah daerah kabupaten/kota.
b. Objek pajak kabupaten/kota sendiri lebih luas apabila dibandingkan
dengan objek pajak provinsi. Objek pajak ini masih dapat diperluas
berdasarkan pada peraturan pemerintah sepanjang hal tersebut tidak
bertentangan dengan ketentuan yang ada.
Dalam Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2012 tentang Pajak Daerah
adapun jenis pajak yang dipungut yaitu, pajak hotel, pajak restauran, pajak
hiburan, pajak reklame, pajak penerangan jalan, pajak mineral bukan logam dan
batuan, pajak parkir serta pajak air tanah.
29
Mengingat pemungutan pajak daerah merupakan hal yang sangat penting
bagi suatu wilayah untuk meningkatkan pendapatan asli daerahnya maka harus
ada ketentuan mengenai kriteria-kriteria objek pajak daerah, hal tersebut agar
tercapainya hasil yang optimal bagi penerimaan sebuah daerah. Menurut Devas,
(1989: hal.61) untuk menilai apakah jenis pajak daerah yang ada masih baik untuk
dipungut atau tidak maka dapat digunakan tolak ukur sebagai berikut:
1. Hasil, disini diukur memadai tidaknya hasil suatu pajak dalam kaitan
dengan berbagai layanan yang dibiayainya, stabilitas dan mudah tidaknya
memperkirakan besar hasilnya, dan elastisitas pajak terhadap inflasi,
pertumbuhan penduduk, juga perbandingan hasil pajak dengan biaya
pemungutannya.
2. Keadilan, dasar pajak dan kewajiban membayar harus jelas dan tidak
sewenang-wenang, pajak harus adil secara horizontal dan vertikal. Tidak
ada kesewenang-wenangan, pajak harus adil secara horizontal dan vertikal.
Tidak ada perbedaan besar beban pajak antara suatu daerah dengan daerah
yang lain kecuali perbedaan dalam cara menyediakan layanan masyarakat.
3. Daya guna ekonomi, pajak hendaknya mendorong atau tidak menghambat
penggunaan sumberdaya secara berdayaguna dalam kehidupan ekonomi,
mencegah jangan sampai pilihan konsumen dan produsen menjadi salah
arah atau orang menjadi enggan bekerja dan menabung.
4. Kemampuan melaksanakan, pajak haruslah dapat dilaksanakan dari sudut
kemauan politik dan kemauan tata usaha.
30
5. Kecocokan sebagai sumber penerimaan daerah, haruslah jelas kemana
suatu pajak harus dibayarkan dan tempat memungut pajak sedapat
mungkin sama dengan tempat akhir beban pajak, tidak mudah dihindari
dengan memindahkan objek pajak dari suatu daerah ke daerah yang lain,
tidak mempertajam perbedaan antar daerah dari segi potensi ekonomi
masing-masing, dan hendaknya tidak menimbulkan beban yang lebih besar
dari kemampuan penatausahanya.
Ciri-ciri yang menyertai pajak daerah Mardiasmo, 2009 terdiri dari 4 komponen,
yaitu:
a. Pajak Daerah berasal dari Negara yang diserahkan kepada daerah
sebagai pajak daerah.
b. Penyerahan berdasarkan Undang-Undang.
c. Hasil pungutan pajak daerah dipergunakan untuk membiayai
penyelenggaraan urusan rumah tangga daerah atau membiayai
pengeluaran daerah sebagai badan hukum publik.
d. Pemungutan pajak daerah berdasarkan pada kekuatan Undang-undang
atau peraturan hukum lainnya.
2.3.8 Pajak Hiburan, Objek Pajak, Subjek dan Wajib Pajak
Pajak hiburan yang merupakan pajak asli daerah dirasa berpotensi untuk
meningkatkan pendapatan suatu daerah. Agus Salim Nasution (1986:512)
mendefinisikan pajak hiburan adalah pajak yang dikenakan atas semua hiburan
dengan memungut bayaran yang diselenggarakan pada suatu daerah.
31
Sebagai salah satu kebutuhan wajib akibat dari padatnya aktivitas maupun
pekerjaan masyarakat sehingga menyebabkan kejenuhan dan stress yang tinggi,
memberikan peluang bagi pelaku usaha untuk menjadikan usaha hiburan sebagai
salah satu alat pemenuhan kebutuhan masyarakat. Oleh karena itu pemerintah
daerah harus berusaha secara maksimal dalam menggali potensi pajak hiburan di
daerahnya. Seperti yang dikatakan Soelarno dalam Ramos (2010:24) hiburan
adalah sesuatu yang sifatnya dapat menyenangkan dari pribadi yang menikmati
atau mengkonsumsinya.
Sesuai dengan Peraturan Daerah Kota Jayapura Nomor 1 Tahun 2012
Tentang Pajak Daerah Pasal 1 angka 17,18,19,20,21dan 22. Pajak Hiburan adalah
pajak atas penyelenggaraan hiburan. Hiburan yang dimaksud adalah semua jenis
tontonan, pertunjukan, permainan, dan atau keramaian yang dinikmati dengan
dipungut bayaran. Penyelenggaraan hiburan adalah perorangan dan atau badan
yang menyelenggarakan hiburan baik untuk atas namanya sendiri dan atau nama
pihak lain yang menjadi tanggungjawabnya.
Pembayaran adalah jumlah uang yang diterima atau seharusnya diterima
sebagai imbalan atas penyerahan jasa sebagai pembayaran kepada penyelenggara
hiburan. Tanda masuk adalah semua tanda atau alat atau car yang sah dengan
nama dan dalam bentuk apapun yang digunakan untuk menonton, menggunakan
fasilitas atau menikmati hiburan. Sedangkan, harga tanda masuk yang selanjutnya
disingkat HTM (Harga Tanda Masuk) adalah nilai jual yang tercantum pada tanda
masuk yang harus dibayar penonton atau pengunjung.
32
Objek pajak hiburan adalah jasa penyelenggaraan hiburan dengan
dipungut bayaran. Sedangkan Subjek pajak hiburan adalah orang pribadi atau
Badan yang menikmati hiburan.
Wajib Pajak hiburan adalah orang pribadi atau Badan yang
menyelenggarakan hiburan. Selain itu, sesuai dengan ketentuan perpajakan pihak
yang melaksanakan kewajiban perpajakan kepada Negara disebut Wajib Pajak
(WP). Dalam Pasal 1 UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP)
disebutkan bahwa wajib pajak adalah orang pribadi atau badan yang meliputi
pembayar pajak, pemotong pajak dan pemungut pajak yang mempunyai hak serta
kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan