4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Geologi Regional 2.1.1 Fisiografi Regional Bemmelen (1949) membagi Jawa Barat menjadi lima zona fisiografi yaitu Dataran Rendah Pantai Jakarta, Zona Bandung, Zona Bogor, Pegunungan Bayah dan Pegunungan Selatan (Gambar 2.1) Gambar 2.1 Peta Fisiografi Jawa Barat (Bemmelen,1949) Martodjodjo (1984) membaginya menjadi empat blok yaitu Banten, Jakarta-Cirebon, Bogor dan Pegunungan Jawa Barat Selatan. Daerah Penelitian termasuk Pegunungan Bayah (Bemmelen, 1949, Basuki dkk, 1992), Milesi dkk
35
Embed
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Geologi Regional 2.1.1 ...media.unpad.ac.id/thesis/270110/2009/270110090086_2_5508.pdf · menentukan arah umum tegasan utama. Dengan analisis kekar dalam
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Geologi Regional
2.1.1 Fisiografi Regional
Bemmelen (1949) membagi Jawa Barat menjadi lima zona fisiografi yaitu
Dataran Rendah Pantai Jakarta, Zona Bandung, Zona Bogor, Pegunungan Bayah
dan Pegunungan Selatan (Gambar 2.1)
Gambar 2.1 Peta Fisiografi Jawa Barat (Bemmelen,1949)
Martodjodjo (1984) membaginya menjadi empat blok yaitu Banten,
Jakarta-Cirebon, Bogor dan Pegunungan Jawa Barat Selatan. Daerah Penelitian
termasuk Pegunungan Bayah (Bemmelen, 1949, Basuki dkk, 1992), Milesi dkk
5
(1999) atau Blok Banten (Martodjodjo, 1984) yang menempati bagian tengah
barat-Jawa Barat.
Dari sudut pandang Tektonik Lempeng, pada zaman Tersier Jawa Barat
Utara merupakan suatu cekungan belakang busur (foreland basin) dan busur
magmatik (magmatic arcs) di bagian selatannya (Asikin, 1974, dan Hamilton,
1979). Daerah penelitian merupakan bagian dari busur magmatic (magmatic arc).
Busur magmatik telah mengalami migrasi ke arah selatan sejak Zaman
Kapur Atas, Miosen sampai Kuarter (Asikin, 1974).
2.1.2 Stratigrafi Regional
Daerah penelitian termasuk ke dalam bagian Mandala Banten
(Koesoemadinata, 1962), mandala ini sebenarnya tidak terlalu jelas, karena
sedikitnya data yang diketahui. Batas timur Mandala Banten bertepatan dengan
garis yang menghubungkan sisi timur kepulauan Seribu di Laut Jawa, menerus
mengikuti sesar Cidurian di Jasinga serta menerus ke selatan di Pelabuhan ratu.
Batas ini berupa sesar turun sejak Kala Miosen Tengah. Bentuk Pulau Jawa yang
menyiku di Teluk Jakarta dan Pelabuhan ratu kemungkinan disebabkan oleh sesar
Cidurian ini.
Pada dasarnya di daerah ini hanya terdapat dua kelompok batuan yaitu beku
dan batuan sedimen., dari tua ke muda stratigrafi regional adalah sebagai berikut :
6
2.1.2.1 Formasi Bayah
Nama Bayah diberikan terhadap batuan tertua di daerah Banten Selatan.
Formasi Bayah berumur Eosen, terbagi atas tiga anggota, yaitu anggota
konglomerat terendapkan pada lingkungan parilik, bercirikan sedimen klastika
kasar, setempat bersisipan batubara. Anggota batulempung dengan lingkungan
pengendapan neritik dan umumnya berupa batulempung-napal dan anggota
batugamping. Penyebaran singkapan Formasi Bayah di Jawa Barat pada
umumnya tidak menerus. Singkapan terluas di daerah Bayah, memanjang hampir
sekitar 25 km dari kota kecamatan Bayah ke Sungai Cihara, sepanjang pantai
selatan Banten.
2.1.2.2 Formasi Cijengkol
Formasi ini menutupi Formasi Bayah secara tidak selaras yang terbagi atas
tiga anggota yaitu :
- Anggota batupasir berumur Oligosen Awal terendapkan pada lingkungan
parilik, bercirikan sedimen epiklastika kasar dengan alas konglomerat.
- Anggota napal berumur Oligosen Awal-Akhir, bercirikan sedimen klastika
halus dengan sisipan batubara, terendapkan pada lingkungan parilik-neritik.
- Anggota batugamping berumur akhir Oligosen Awal-Oligosen Akhir,
bercirikan batugamping berselingan napal dan batulempung, terendapkan
pada lingkungan neritik.
Formasi ini seumur dan sebanding dengan Formasi Batuasih dan Formasi
Rajamandala di Mandala Cekungan Bogor.
7
2.1.2.3 Formasi Citarete
Formasi Citarete terbagi atas :
- Anggota batugamping dibagian bawah berumur Miosen Awal bercirikan
batugamping terumbu terendapkan pada lingkungan laut.
- Anggota tuf pada bagian atas terendapkan pada lingkungan litoral-darat,
dicirikan oleh batuan epiklastik tufan.
Formasi Citarete tertindih tidak selaras oleh Formasi Cimapag.
2.1.2.4 Formasi Cimapag
Formasi Cimapag berumur akhir Miosen Awal. Formasi ini terdiri atas
breksi atau konglomerat, terendapkan pada lingkungan laut-darat. Anggota
batugamping dicirikan oleh sisipan batugamping pada bagian bawah formasi.
Anggota batulempung dicirikan oleh sisipan tipis sedimen klastika halus tufan di
bagian atas formasi. Menindih ridak selaras satuan batuan yang lebih tua.
2.1.2.5 Formasi Seraweh
Berumur antara Miosen Tengah, terbagi atas anggota batugamping di bagian
bawah, yang terendapkan pada lingkungan laut, dicirikan oleh adanya
batugamping terumbu. Anggota batulempung dibagian atas yang dicirikan oleh
batuan klastika halus. Formasi ini tertindih selaras oleh Formasi Badui pada
sedimentasi Mandala Banten. Mulai dari Formasi Sareweh sedimentasi Mandala
Banten berbeda dengan Mandala Cekungan Bogor (Basuki, dkk 1994) (Gambar
8
2.3). Pada waktu yang sama di cekungan Bogor masih di dominasi oleh endapan
aliran gravitasi dan lingkungan laut dalam.
2.1.2.6 Formasi Badui
Berumur Miosen tengah, dicirikan oleh sedimen klastika kasar terendapkan
pada lingkungan laut-darat. Formasi ini mempunyai anggota batugamping yang
bercirikan perselingan batugamping dengan batulempung dan napal. Tetindih
selaras oleh Formasi Bojongmanik.
2.1.2.7 Formasi Bojongmanik
Formasi ini berumur Miosen Tengah hingga Miosen Akhir, terbagi atas tiga
anggota yaitu anggota batulempung dicirikan oleh sedimentasi klastika halus
dengan sisipan lignit, anggota batugamping dan anggota batupasir yang dicirikan
sedimen klastika kasar dengan sisipan lignit.
2.1.2.8 Formasi Cimanceuri
Formasi ini berumur Pliosen Awal, dicirikan dengan sedimen klastika
dengan adanya fosil moluska dan terendapkan pada lingkungan laut dangkal-
litoral.
Satuan termuda dari Mandala Banten adalah endapan tuf asam gunungapi
muda. Pengendapan Gunung Pongkor dengan urutan batuan beku berumur
Tersier, terdiri dari breksi tuf, tuf lapili dan intrusi andesit yang terbentuk
9
bersamaan dengan breksi vulkanik secara luas. Diinterpretasikan secara korelasi
stratigrafi dengan daerah Dome Bayah (Banten Selatan).
Breksi tuf abu-abu kehijauan dengan fragmen andesit dan matriks tuf.
Setempat breksi dijumpai dalam bentuk tuf dan tuf lapili. Pada urutan batuan
vulkanik dijumpai batulempung hitam dengan ketebalan lebih dari 15 cm,
memperlihatkan struktur sedimen laminasi bergelombang. Foraminifera yang
terdapat dalam batulempung hitam menunjukan lingkungan laut, satuan ini
terkorelasi dengan Formasi Andesit Tua pada Awal Miosen.
Tuf lapili berwarna coklat sampai hijau, setempat dijumpa pada breksi.
Satuan batuan ini terkorelasi dengan Formasi Cimapag pada Miosen Awal.
Intrusi andesit terlihat pada bagian timur dan bagian barat dari area Gunung
Pongkor. Berdasarkan korelasi intrusi, satuan intrusi andesit ini terkorelasi dengan
Formasi Andesit Tua, Formasi Cimapag dan Formasi Bojongmanik (terdapat
disebelah utara area Gunung Pongkor) dengan umur Miosen Tengah.
Breksi terdapat di bagian timurlaut dari area Gunung Pongkor, terbentuk
pada Plio-Plistosen, secara tidak selaras di atas Formasi Bojongmanik dan Satuan
Andesit.
Stratigrafi daerah Banten Selatan menurut Koesoemadinata (1962) ini dapat
dikorelasikan dengan stratigrafi daerah Gunung Pongkor menurut Basuki (1992)
(Tabel 2.1) seperti tabel berikut :
10
Tabel 2.1 Korelasi Stratigrafi Daerah Gunung Pongkor dengan Daerah Banten Selatan
(Basuki, dkk 1992)
2.1.3 Struktur Geologi Regional
Tektonik Jawa Barat Utara pada Zaman Tersier merupakan suatu cekungan
belakang busur (foreland basin) dan busur magmatic (magmatic arc) di bagian
selatan. Selanjutnya busur magmatik ini mengalami migrasi ke arah selatan
hingga Kuarter (Asikin, 1974). Daerah Bayah sendiri diperkirakan merupakan
pertemuan antara Geoantiklin Jawa dengan Bukit Barisan Sumatera, sehingga
terjadi struktur yang cukup komplit dan kemungkinan menyebabkan terjadinya
deviasi arah struktur.
Pulunggono dan Martodjojo (1994) mengatakan bahwa pada dasarnya di
Pulau Jawa ada 3 arah kelurusan struktur dominan (Gambar 2.2).
(Basuki, dkk 1992)
11
Gambar 2.2 Pola Umum Struktur di Jawa Barat (Pulunggono dan Martodjojo (1994))
a. Arah pertama adalah arah timurlaut-baratdaya (NE-SW) yang dinamakan
dengan arah Meratus, diwakili oleh sesar Cimandiri di Jawa Barat, yang
dapat diikuti ke timurlaut sampai batas timur Cekungan Zaitin dan
Cekungan Biliton. Pola singkapan batuan pra-Tersier di daerah Luk Ulo
(Jawa Tengah) juga menunjukkan arah Meratus. Pola ini merupakan pola
tertua di Pulau Jawa dan sesar-sesar di pola ini diketahui berumur Kapur-
Paleosen. Di Pulau Jawa sesar-sesar ini diaktifkan kembali pada umur-
umur yang lebih muda. Tatanan tektonik kompresif oleh adanya lempeng
samudra India yang menunjam ke bawah benua (paparan) Sunda menjadi
penyebab sesar-sesar pada pola ini adalah pola sesar mendatar.
12
b. Pola struktur kedua yang dominan dijabarkan oleh sesar-sesar yang
berarah utara-selatan dan dinamakan Pola Sunda, umumnya terdapat di
bagian barat wilayah Jawa Barat. Di kawasan sebelah timur dari Pola
Meratus, arah Utara-Selatan ini tidak terlihat. Pulunggono dan Martodjojo
mengatakan bahwa sesar-sesar yang ada pada umumnya berpola regangan
dan dari data seismik di lepas pantai Jawa Barat tepatnya di Cekungan
Zaitun menunjukkan arah Sunda ini mengaktifkan Meratus pada umur
Eosen Akhir-Oligosen Akhir, sehingga disimpulkan Pola Sunda lebih
muda dari Pola Meratus.
c. Arah ketiga adalah arah barat-timur yang umumnya dominan di Pulau
Jawa dan disebut Pola Jawa. Di Jawa Barat pola ini diwakili sesar-sesar
naik pada Zona Bogor (Bemmelen, 1949). Pola ini merupakan pola
termuda yang mengaktifkan kembali seluruh pola yang ada sebelumnya
dan data seismik di Pulau Jawa Utara menunjukkan bahwa pola ini masih
aktif sampai sekarang. Disebutkan pula bahwa pola ini diakibatkan oleh
tunjaman baru di Selatan Jawa yang mengaktifkan Pulau Jawa dan
mengalami kompresi. Sedangkan menurut Aditya dan Sinambela (1991),
dengan didasarkan pada peta geologi regional, interpretasi foto udara dan
citra landsat, wilayah Jawa Barat bagian barat memperlihatkan pola
struktur patahan dan kelurusan berarah baratlaut-tenggara, timurlaut-
baratdaya, dan timur-barat.
Struktur regional yang terdapat di Jawa Barat (Martodjojo, 1984) berupa
patahan yang terdiri dari empat pola yakni arah Sumatera (N 330o E), Arah
13
Meratus (N 30o E), Arah Bayah (N 360
o E) dan Arah Sumbu Pulau Jawa (N 270
o
E). Secara umum pola struktur tersebut akan mempengaruhi proses dan pola
mineralisasi di daerah Pongkor dan sekitarnya.
2.2 Landasan Teori
2.2.1 Landasan Teori Geologi Struktur
2.2.1.1 Pengertian Geologi Struktur
Geologi struktur adalah bagian dari ilmu geologi yang mempelajari
tentang bentuk (arsitektur) material penyusun kerak bumi akibat proses deformasi.
Poses deformasi adalah perubahan bentuk (distorsi) dan atau volume (dilatasi)
serta letak awal pada batuan (translasi) akibat gaya (force) yang terjadi di dalam
bumi. Didalam pengertian umum geologi struktur adalah ilmu yang mempelajari
tentang bentuk batuan kerak bumi akibat deformasi serta menjelaskan proses
pembentukannya.
2.2.1.2 Kekar dan Analisis Kekar
Kekar adalah suatu rekahan pada batuan yang sedikit atau tidak sama
sekali mengalami pergeseran (Davis,1996) yang terjadi oleh gejala tektonik
maupun non-tektonik.
Berdasarkan genetiknya (Gambar 2.3), kekar dikelompokkan menjadi dua
jenis utama yaitu :
- Kekar gerus adalah bidang pecah atau rekahan yang terbentuk akibat adanya
geseran dan gesekan pada batuan (shearing), memiliki ciri fisik, antara lain
14
lurus, bentuk permukaan bidang kekarnya relatif datar, rapat dan kadang
dijumpai jejak pergeseran berupa cermin sesar.
- Kekar tarik terbentuk akibat adanya peregangan (tarikan), mempunyai ciri fisik
antara lain relatif tidak lurus, bentuk permukaannya bergelombang, berongga,
sering diisi oleh mineral. Kekar tarik dibagi lagi menjadi dua yaitu :
a. Release joint
Kekar tarik yang terbentuk akibat berkurangnya atau hilangnya gaya yang
bekerja.
b. Tension joint
Kekar tarik yang bidang rekahannya sejajar dengan arah tegasan.
Gambar 2.3 Pola kekar berdasarkan keterjadiannya
Pergerakan sesar akan mengikuti arah rekahan gunting (Conjugate Shear),
pernyataan ini dikemukakan oleh Bott (1959). Analisis kekar bertujuan untuk
menentukan kedudukan atau arah umum kekar yang diukur, serta untuk
15
menentukan arah umum tegasan utama. Dengan analisis kekar dalam penentuan
jenis sesar hal ini dapat diterapkan dengan menggunakan permodelan Anderson
(1951) kaitannya dengan stress ellipsoid yang menyatakan (Gambar 2.4) :
- Ketika tegasan terkecil vertikal (R) (Gambar 2.4 A-B), tegasan menengah (Q)
akan berarah utara-selatan dan tegasan terbesar (P) berarah barat-timur.
Ketika tegasan terbesar terus bertambah maka batuan akan pecah. Fracture
yang terbentuk sejajar dengan Q dan membentuk sudut 300 terhadap P. Arah
rekahan utara-selatan dan satu set dengan dip 300 timur dan set lainnya
dengan dip 300 barat. Apabila fracture ini mengalami perpindahan yang
berarti maka terbentuklah sesar naik.
- Ketika tegasan menengah vertikal (Q) (Gambar 2.4 C-D), tegasan terkecil
(R) akan berarah utara-selatan dan tegasan terbesar (P) tetap berarah barat-
timur. Ketika tegasan utama terus bertambah maka batuan akan pecah. Shear
fracture yang terbentuk adalah vertikal, satu set dengan jurus berarah ENE
dan set lainnya dengan jurus WNW. Apabila fracture ini mengalami
perpindahan yang berarti maka set ENE membentuk sesar mendatar dextral
dan set WNW membentuk sesar sinistral.
- Ketika tegasan terbesar vertikal (P) (Gambar 2.4 E-F), tegasan terkecil (R)
akan berarah barat-timur dan tegasan terkecil (Q) berarah utara-selatan.
Ketika tegasan terbesar terus bertambah maka batuan akan pecah. Fracture
yang terbentuk dengan jurus utara-selatan, set adalah vertikal, satu set
dengan jurus 600 barat dan set lainnya dengan jurus 60
0 timur. Apabila
16
fracture ini mengalami perpindahan yang berarti maka akan membentuk sesar
normal.
Gambar 2.4 Klasifikasi sesar berdasarkan orientasi stress ellipsoid. P=sumbu tegasan