1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Epidemiologi Karsinoma Kolorektal Kanker Kolorektal (KKR) adalah penyebab utama pada mortalitas dan morbiditas di dunia. Kejadian KKR merupakan 8,9 % dari seluruh kanker. KKR mempunyai frekuensi 5% dari seluruh kanker dan 29% dari keganasan gastrointestinal dengan rasio laki-laki 3:1 perempuan dan lebih dari 1/3 kasus dibawah usia 45 tahun. KKR merupakan kanker terbanyak ketiga pada laki-laki dan perempuan setelah kanker payudara dan kanker paru-parupada perempuan dan setelah kanker paru-paru dan prostat pada laki-laki dengan prevalensi lebih banyak pada kanker rektum daripada kanker kolon dengan rasio 33% pada rektum dan 19% pada kolon(Elsabah dan Adel, 2013). Di Inggris, KKR merupakan 15% dari semua kanker yang terdiagnosa setiap tahunnya dan hal tersebut merupakan penyebab kematian kedua setelah kanker paru-paru dan payudara (Smith dkk., 2010). KKR adalah kanker ketiga terbanyak di Amerika Serikat setelah kanker prostat dan paru-paru pada laki-laki dan setelah kanker payudara dan paru-paru pada perempuan. Pada tahun 2011 diperkirakan 142.210 kasus baru KKR terdiagnosa di Amerika Serikat dengan perkiraan kematian 49.380 kasus (Fleming dkk, 2012). Risiko kanker kolon meningkat sehubungan dengan pertambahan usia. Lebih dari 90% kasus muncul pada masyarakat usia 50 tahun atau lebih. Risiko menderita kanker adalah 1 dari 1600-1900 pada individu berusia kurang dari 39
28
Embed
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Epidemiologi Karsinoma Kolorektal. BAB 2.pdf · 3 LEF protein complex dapat mengaktifkan gen promotor pengenalan situs Tcf/LEF termasuk c-Myc, cyclinD1,
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Epidemiologi Karsinoma Kolorektal
Kanker Kolorektal (KKR) adalah penyebab utama pada mortalitas dan
morbiditas di dunia. Kejadian KKR merupakan 8,9 % dari seluruh kanker. KKR
mempunyai frekuensi 5% dari seluruh kanker dan 29% dari keganasan
gastrointestinal dengan rasio laki-laki 3:1 perempuan dan lebih dari 1/3 kasus
dibawah usia 45 tahun. KKR merupakan kanker terbanyak ketiga pada laki-laki
dan perempuan setelah kanker payudara dan kanker paru-parupada perempuan
dan setelah kanker paru-paru dan prostat pada laki-laki dengan prevalensi lebih
banyak pada kanker rektum daripada kanker kolon dengan rasio 33% pada rektum
dan 19% pada kolon(Elsabah dan Adel, 2013).
Di Inggris, KKR merupakan 15% dari semua kanker yang terdiagnosa
setiap tahunnya dan hal tersebut merupakan penyebab kematian kedua setelah
kanker paru-paru dan payudara (Smith dkk., 2010). KKR adalah kanker ketiga
terbanyak di Amerika Serikat setelah kanker prostat dan paru-paru pada laki-laki
dan setelah kanker payudara dan paru-paru pada perempuan. Pada tahun 2011
diperkirakan 142.210 kasus baru KKR terdiagnosa di Amerika Serikat dengan
perkiraan kematian 49.380 kasus (Fleming dkk, 2012).
Risiko kanker kolon meningkat sehubungan dengan pertambahan usia.
Lebih dari 90% kasus muncul pada masyarakat usia 50 tahun atau lebih. Risiko
menderita kanker adalah 1 dari 1600-1900 pada individu berusia kurang dari 39
2
tahun lebih rendah dibandingkan 1 dari 120-150 pada individu berusia 40 hingga
59 tahun dan 1 dari 30 individu pada usia 60 hingga 79 tahun(Lin dan Xiong,
2005).
2.2. Patobiomolekuler Kanker Kolorektal
Sel kanker memiliki 6 keistimewaan: self-sufficiency in growth
signals,ketidakpekaan sinyal antigrowth, invasi dan metastasis jaringan, potensi
replikatif yang tidak terbatas,angiogenesis yang terus menerus dan evation of
apoptosis(Lin dan Xiong, 2005).Perkembangan kanker merupakan hasil dari
akumulasi peningkatan genetik dan epigenetik yang mempengaruhi 6 fungsi sel
dan jaringan (Compton dkk, 2008).
Model perkembangan KKR yang menguraikan tahapan perubahan
pathogen pada onkogen dan tumor supresor gen pertama kali dihipotesakan oleh
Vogelstein dan rekan pada 1988. Potter telah mengumpulkan data yang
menjelaskan jalur genetik menuju kanker kolorektal. Mutasi awal diperkirakan
timbul pada gen supresor tumor APC yang terlatak pada kromosom 5q. Ketiadaan
fungsi protein APC menyebabkan pengumpulan β catein pada sitoplasma dan
perpindahan β cateinpada inti sel menyebabkan perlekatan sel-sel dengan
jaringan. Reseptor cadherin pada actin cytoskeleton β catein juga berhubungan
dengan jalur sinyal Wnt yang menentukan nasib sel, khususnya selama
perkembangan sel. Jika sinyal Wnt diaktifkan dan pada gilirannya mengaktifkan
Wnt reseptor, timbul fosforilasi dan aktifasi GSK-3b, yang mana akan mencegah
fosforilasi GSK-3b dari β catein. Pengumpulan inti sel β catein menyebabkan
komplek dengan Tcf/LEF (T-cell faktor/lymphocyte enhancer faktor). β-catenin-
3
LEF protein complex dapat mengaktifkan gen promotor pengenalan situs Tcf/LEF
termasuk c-Myc, cyclinD1, PPARS, matrilysn, Fra-1, UPAR, c-Jun, PML dan
gastrin. Perubahan ini pada gilirannya menstimulasi proliferasi sel dan
menghambat apoptosis. Pada model perkembangan KKR ini, pertumbuhan dari
adenoma menuju karsinoma tergantung pada akumulasi genetik dan
penyimpangan epigenetik lain. Peningkatan penting lain termasuk mutasi dari
KRAS protoonkogen(Compton dkk, 2008).
Jalur RAS memainkan peranan penting dalam perkembangan berbagai
kankerdan sering mengaktifkan mutasi di KRAS onkogen pada kanker
kolorektal(Irahara dkk., 2010). MutasiK-RAS terjadi pada 30-50% KKR dan
memiliki hubungan dengan proliferasi dan penurunan apoptosis. Mutasi K-
RASpaling umum (sekitar 90%) ditemukan di kodon 12 dan 13 (Elsabah dan Adel,
2013).
Gambar 2.1 Sebuah model genetik pembentukan tumor kolorektal(Merchant
dkk, 2007).
Keterangan : LOH, loss of heterozygosity (hilangnya heterozigositas); DCC,
deleted in colon cancer gene (penghapusan gen kanker kolon); APC, adenomatous
dankonfigurasi perbatasantumor. Faktor kategori III meliputi: konten DNA,
semua penanda molekuler lain kecuali hilangnya heterozigositas 18q / DCC dan
MSI-H, invasi perineural, kepadatan microvessel, protein atau karbohidrat terkait
sel tumor, fibrosis peritumoral, respon inflamasi peritumoral, fokus diferensiasi
neuroendokrin, pengorganisasian inti sel, dan indeks proliferasi. Faktor Kategori
IV termasuk Ukuran tumor dan konfigurasi tumor (Compton dkk, 2000).
5
Penyebab KKR sangat komplek, meliputi faktor lingkungan dan genetik.
Faktor ini dapat merubah mukosa normal menjadi premalignansi polip
adenomatous dan menjadi KKR dalam tahunan (Libutti dkk, 2008). Sebagian
besar kasus KKR bersifat sporadis, hal ini merupakan indikasi bahwa faktor
predisposisi genetik atau keluarga jarang terjadi. Saat ini diperkirakan 15-30%
kasus mempunyai komponen herediter, berdasarkan timbulnya kanker pada
generasi pertama atau kedua keluarga. Kejadian KKR pada individu tanpa riwayat
keturunan mengindikasikan tingginya sindroma genetik sebagai predisposisi KKR
seperti familial polyposis (FAP) atau hereditary nonpolyposis colorectal cancer
(HNPCC) dan memiliki dua kali risiko berkembang menjadi kanker kolorektal
(Fearon dan Bommer, 2008).
FAP mewakili sekitar 1% insiden kanker kolrektal. FAP terdiri dari ratusan
hingga ribuan polip kolon yang berkembang pada penderita usia belasan hingga
30-an tahun dan jika kolon tidak dilakukan pembedahan, 100% penderita akan
berkembang menjadi kanker. FAP adalah kelainan autosomal dominan dengan
penetrasi hampir 100%. Berdasarkan analisis kariotipe terungkap sebuah
interstitial deletion pada kromosom 5q dan analisis ikatan genetik pada 5q21, gen
yang bertanggung jawab pada FAP teridentifikasi sebagai APC untuk poliposis
adenomatous kolon (Libutti dkk, 2008). Ada 3 variasi dari FAP:
1. Sindroma gardner yang berhubungan dengan tumor ekstra intestinal
termasuk tumor desmoids, kita sebasea atau kista epidermoid, lipoma, osteoma
6
(khususnya pada mandibula) dan polip pada proksimal dari traktus
gastrointestinal.
2. Sindroma Turcots, berhubungan dengan tumor otak, terutama
meduloblastoma.
3. Attenuated familial adenomatous polyposis, memiliki lebih sedikit
jumlah polip kolon (umumnya < 100) dan onset yang lambat pada pembentukan
KKR dari pada varian lain. Kelainan ini adalah penyakit autosomal dominan
disebabkan mutasi pada gen APC, lokasi pada kromosom 5q21-q22 (Merchant
dkk, 2007).
HNPCC lebih umum dari pada FAP, yaitu sekitar 2-3% dari seluruh KKR
dan hasil dari mutasi pada salah satu dari beberapa gen DNA mismatch repair
yang mengakibatkan ketidakstabilan mikrosatelit (MSI)(Merchant dkk, 2007).
Usia rata-rata polip berkembang menjadi kanker kolorektal adalah 43 tahun, ini
merupakan HNPCC tipe 1. HNPCC tipe 2 merupakan tumor extra kolon, berasal
dari perut, usus kecil, kandung empedu, pelvis renalis, ureter, kandung kemih,
uterus dan ovarium, kulit dan pancreas. Waktu paruh KKR pada HNPCC adalah
80%. HNPCC merupakan kelainan autosomal dominan dengan penetrasi sekitar
80% (Libutti dkk, 2008).
Selain riwayat keluarga, faktor lain yang berkaitan pada munculnya risiko
KKR adalah usia yang semakin tua, inflammatory bowel disease, makanan tinggi
lemak dan atau protein hewani dan gaya hidup yang sedentary.Nonsteroidal anti-
inflammatory drugs terbuki memiliki efek pelindung pada banyak penelitian dan
beberapa penelitian menyatakan bahwa HMG Co-A reductase inhibitor juga
7
memiliki efek pelindung terhadap timbulnya karsinoma kolorektal. Bermacam
paparan seperti konsumsi alkohol, merokok dan komponen diet seperti serat dan
mikronutrient seperti kalsium dan selenium telah terbuki memiliki efek pada
risiko KKR (Fearon dan Bommer, 2008).
1.4 Pemeriksaan Kanker Kolorektal
Penderita tanpa gejala yang diduga menderita kanker kolon didapatkan
anemia atau tes darah samar tinja yang positif selama pemeriksaan fisik. Diagnosa
terbaik kanker kolon dengankolonoskopi. Gejala Penderita mungkin berhubungan
perdarahan per rektum (hematochesia), peningkatan frekuensi konstipasi atau
diare dan atau rasa tidak nyaman di perut. Penurunan berat badan kurang umum
terjadi kecuali penyakit sudah lanjut, kelelahan juga sering terjadi. Kelelahan dan
anemia adalah gejala yang berhubungan dengan lesi sisi kanan.Evaluasi
laboratorium antara lain pemeriksaan darah, evaluasi pembekuan darah, kerusakan
hati dan tes fungsi ginjal, gula darah puasa, elektrolit, urinalisis, dan pengukuran
Carcinoembryonic antigen (CEA). Tujuan pencitraan untuk staging kanker kolon
dapat dibagi menjadi dua kategori: (1) deteksi dan staging tumor primer dan (2)
penentuan tingkat metastasis penyakit. Untuk deteksi kanker primer dan polip
yang lebih besar dari 1,0 cm, single dan double-contrast barium enema telah
digunakan selama bertahun-tahun. Dengan munculnya computed tomography
(CT) scan,CT colonography telah digunakan untuk skrining polip dan massa
lainnya. Beberapa pemeriksamenggunakanMagnetic Resonance Imaging (MRI)
Colonography. Untuk staging penyakit yang berpotensi metastasis ekstrakolon,
8
dapat digunakanultrasound, CT, MRI, dan tomografi emisi positron
(PET)(Compton dkk, 2008).
Skrining diperkirakan dapat mengurangi kejadian mortalitas akibat
Karsinoma kolorektal (Edwards dkk, 2010). Sebagian besar KKR berasal dari
perkembangan adenoma-karsinoma, sebuah proses yang dapat berlangsung lebih
dari 10 tahun. Perkembangan dari polip adenomatosa kecil menuju polip yang
besar akibat adanya dysplasia yang kemudian berkembang menjadi kanker
memberikan kesempatan untuk mencegah kanker dengan mengembalikan polip ke
onset kanker sebelumnya. Panjang perkembangan waktu dari polip ke kanker
memberikan waktu untuk melakukan skrining seperti kolonoskopi yang tidak
perlu diulang tiap tahun dan tes yang kurang sensitif seperti darah samar,
dilakukan tiap tahun dapat mengidentifikasi lesi yang terlewat pada awal skrining.
Kolonoskopi telah menjadi standar emas untuk mendeteksi polip kolon dan
kanker kolorektal. Telah terlihat bahwa skrining awal kolonoskopi dan prosedur
polipektomi mengurangi insiden KKR pada penderita dengan polip adenomatosa.
Penilaian saat ini tentang metoda skrining mengindikasikan bahwa tingginya
angka ketaatan setiap metoda, dari keuntungan tersebut didapatkan beberapa
metoda screening: kolonoskopi tiap 10 tahun, tes darah samar tiap tahun dan
sigmoidoskopi setiap 5 tahun dengan hemocult SENSA tiap 2-3 tahun (Merchant
dkk, 2007; Edwards dkk, 2010). Rekomendasi skrining untuk KKR sporadik
dijelaskan dalam tabel 3.
9
Tabel 2.1 Rekomendasi screening untuk kanker kolorektal
sporadic(Merchant dkk, 2007).
K a t e g o r i R i s i k o Skrining yang dianjurkan Pemeriksaan al ternat ive
Usia (usia 50 tahun, tanpa riwayat adenoma, IBD, dan riwayat keluarga) Kolonoskopi pada us ia 50 tahun dan diul ang tiap 10 tah un jika t idak ada poli p Pemeriksaan darah samar tiap tahun dan sigmoidoskopi fleksibel tiap 5 tahun atau barium enema double kontras tiap 5 tahun .
Inflammatory bowel disease Dimulai 8-10 tahun setelah gejala awal dengan kolonoskopi, tia p 1-2 tahun dengan biopsi 4 kuadran, tiap 10 tahun dengan total 30 sampel, masa dan striktur juga disertakan. -
Riwayat keluarga positi f (generasi pe rt ama at au kedua keluarga dengan KKR pada semua usi a ) Skrining awal kolonoskopi pada usia 40 tahun atau 10 tahun lebih awal pada keluarga dengan KKR.
2.5. Stadium Kanker Kolorektal
Sejarahnya KKRtelah distaging berdasarkan sistem klasifikasi Dukes.
Seperti keganasan yang lain, metode staging TNM sekarang digunakan untuk
standarisasi(Hyman, 2000). Seperti sistem Dukes, Klasifikasi TNM untuk
KKRmemberi detail lebih daripada sistem lain. TNM memberikan identifikasi
yang lebih tepat untuk prognosa penderita (Greene dkk, 2006).
Tabel 2.2 KategoriTumor Primer (T), Kelenjar limfa Regional (N),
Metastasis Jauh (M) dan Residual Tumor (R) (Greene dkk, 2006).
Kategori TNM(R) K e t e r a n g a n
T x T u m o r p r i m e r t i d a k d a p a t d i n i l a i
T 0 T i d a k a d a t u m o r p r i m e r
T i s Carcinoma in situ: intraepithelial atau invasi ke lamina propria
T 1 T u m o r m e n g i n v a s i s u b m u k o s a
T 2 T u m o r m e n g i n v a s i m u s c u l a r i s p r o p i a
T 3 Tumor menginvasi muscularis propia hingga subserosa atau kedalam peritoneal perikolik atau jaringan perirektal.
T 4 Tumor menginvasi secara langsung organ atau strutur dan atau perforasi peritoneum viseralis.
N x K e l e n j a r l i m f e r e g i o n a l t i d a k d a p a t d i n i l a i
N 0 T i d a k a d a m e t a s t a s i s k e l e n j a r l i m f e
N 1 Metastasis pada 1 atau 3 kelenjar l imfe regiona l
10
N 2 Metastasis 4 atau lebih kelenjar l imfe regional .
M x M e t a s t a s i s j a u h t i d a k d a p a t d i n i l a i
M 0 T i d a k a d a m e t a s t a s i s j a u h
M 1 M e t a s t a s i s j a u h
R 0 Reseksi komplit, batas histology negative, tidak ada residual tumor setelah reseksi.
R 1 Reseksi tidak komplit, batas histology terkena, secara mikroskop tumor masih tersisa setelah reseksi
R 2 Reseksi tidak komplit, batas tumor atau tumor masih tersisa setelah reseksi
Sistem staging menekankan kedalaman pada dinding usus (T stage),
keterlibatan kelenjar limfe (N stage) dan ada atau tidak adanya metastasis jauh (M
stage). Prediksi angka 5 tahun kelangsungan hidup menurun dengan
meningkatnya staging secara keseluruhan (Merchant dkk, 2007).
Tabel 2.3Perbandingan klasifikasi AJCC/ UICC Cancer staging Dukes dan
MAC(modified Astler-Coller) dan angka kelangsungan hidup 5 tahun
(%)(Compton dkk, 2008).
Stagin g Kank er AJ CC/U IC C Perbandingan klasifikasi Duke dan MAC Modifikasi Astler Coller Perbandingan dengan SEER 5 YSR (%)
Staging Kanker AJCC/UICC Tumor Kelenjar Limfe Regional Metastasis Jauh
Stage 0 T i s N 0 M 0 - Terbatas mukosa I n S i t u
Stage 1 T 1 N 0 M 0 Dukes A, MAC A Meluas Hingga submukosa L o k a l
T 2 N 0 M 0 Dukes A, MAC B1 Meluas hingga muskularis propia L o k a l 93,2
Stage IIA T 3 N 0 M 0 Dukes B, MAC B2 Meluas hingga muskularis propia Regional 84,7
Stage IIB T 4 N 0 M 0 Dukes B, MAC B3 72,2
Stage IIIA T1-T2 N 1 M 0 Dukes C, MAC C1 Terbatas dinding usus dan kelenjar Regional 83,4
Stage IIIB T3-T4 N 1 M 0 Dukes C, MAC C2-C3 Melewati dinding usus dan kelenjar Regional 64,1
Stage IIIC Any T N 2 M 0 Dukes C, MAC C1-C2-C3 Regional 44,3
Stage IV Any T Any N M 1 -, MAC D Metastasis jauh J a u h 8 , 1
Secara internasional klasifikasi histopatologi kanker kolorektal telah
diberikan oleh World Health Organization dan direkomendasikan oleh College of
American Pathologists(CAP). Berdasarkan klasifikasi ini, mayoritas kanker
kolorektal adalahadenocarcinoma no special type (Compton dkk, 2008).