5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Teori 2.1.1 Pemantapan Mutu Pemantapan mutu (quality assurance) laboratorium kesehatan adalah semua kegiatan yang ditunjukan untuk menjamin ketelitian dan ketepatan hasil pemeriksaan laboratorium (Depkes, 2008). 2.1.1.1 Pemantapan Mutu Eksternal (PME) Pemantapan mutu eskternal adalah kegiatan yang diselenggarakan secara periodik oleh pihak di luar laboratorium seperti pemerintah maupun swasta untuk memantau dan menilai penampilan suatu laboratorium dalam bidang pemeriksaan tertentu. Laboratorium yang mengikuti pemantapan mutu eksternal akan dikirimkan material yang sama untuk di uji dan mengirimkan kembali hasil uji pemeriksaan kepada pengirim material tersebut. Hasil tersebut di evaluasi untuk membandingkan laboratorium satu dengan laboratorium lainnya (Geethanjalai, 2006). Upaya untuk menjamin kualitas pelaksanaan pelayanan laboratorium kesehatan diatur oleh Departemen Kesehatan dalam Permenkes 364/Menkes/SK/III/2003 tentang Laboratorium Kesehatan yang isinya mewajibkan bahwa laboratorium kesehatan mengikuti akreditasi baik secara nasional maupun internasional. Salah
23
Embed
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Teori Pemantapan Muturepository.poltekkesbdg.info/files/original/07f841779f43ed7d2f6503… · Permenkes 298/Menkes/SK/III/2008 bahwa laboratorium
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Dasar Teori
2.1.1 Pemantapan Mutu
Pemantapan mutu (quality assurance) laboratorium kesehatan adalah semua
kegiatan yang ditunjukan untuk menjamin ketelitian dan ketepatan hasil
pemeriksaan laboratorium (Depkes, 2008).
2.1.1.1 Pemantapan Mutu Eksternal (PME)
Pemantapan mutu eskternal adalah kegiatan yang diselenggarakan secara
periodik oleh pihak di luar laboratorium seperti pemerintah maupun swasta untuk
memantau dan menilai penampilan suatu laboratorium dalam bidang pemeriksaan
tertentu. Laboratorium yang mengikuti pemantapan mutu eksternal akan
dikirimkan material yang sama untuk di uji dan mengirimkan kembali hasil uji
pemeriksaan kepada pengirim material tersebut. Hasil tersebut di evaluasi untuk
membandingkan laboratorium satu dengan laboratorium lainnya (Geethanjalai,
2006).
Upaya untuk menjamin kualitas pelaksanaan pelayanan laboratorium kesehatan
diatur oleh Departemen Kesehatan dalam Permenkes 364/Menkes/SK/III/2003
tentang Laboratorium Kesehatan yang isinya mewajibkan bahwa laboratorium
kesehatan mengikuti akreditasi baik secara nasional maupun internasional. Salah
6
satu syarat persyaratan dalam pedoman akreditasi nasional yang diatur dalam
Permenkes 298/Menkes/SK/III/2008 bahwa laboratorium wajib mengikuti program
pemantapan mutu eksternal. Ini berati peraturan yang berlaku mewajibkan
laboratorium melakukan kegiatan pemantapan mutu eksternal demi meningkatkan
mutu layanan laboratorium dan dapat melakukan perbaikan terhadap kesalahan-
kesalahan yang ditemukan.
2.1.1.2 Pemantapan Mutu Internal (PMI)
Pemantapan mutu internal adalah kegiatan pencegahan dan pengawasan yang
dilaksanakan oleh masing-masing laboratorium secara terus menerus agar tidak
terjadi atau mengurangi kejadian error/penyimpangan sehingga diperoleh hasil
pemeriksaan yang tepat (Kemenkes, 2013).
Menurut Analytical Methods Committee (2010), pemantapan mutu internal
adalah kegiatan yang dikerjakan oleh suatu laboratorium menggunakan satu atau
lebih bahan kontrol ke dalam setiap pengerjaan setiap harinya. Bahan kontrol
diperlakukan sama dengan yang dilakukan pada bahan uji. Hasilnya diplot pada
diagram kontrol dan di interpretasikan dengan cara yang sudah ditentukan.
Tujuan kegiatan pemantapan mutu internal sebagai berikut :
1. Pemantapan dan penyempurnaan metode pemeriksaan dengan
mempertimbangkan aspek analitik dan klinis.
2. Mempertinggi kesiagaan tenaga, sehingga pengeluaran hasil yang salah tidak
terjadi dan perbaikan penyimpangan dapat dilakukan segera.
7
3. Memastikan bahwa semua proses mulai dari persiapan pasien, pengambilan,
pengiriman, penyimpanan, dan pengolahan spesimen sampai dengan pencatatan
dan pelaporan telah dilakukan dengan benar.
4. Mendeteksi penyimpangan dan mengetahui sumbernya.
5. Membantu perbaikan pelayanan kepada pelanggan (customer) (Kemenkes,
2013).
2.1.1.3 Quality Control
Salah satu kegiatan pemantapan mutu internal adalah kontrol kualitas (Quality
Control). Quality control merupakan suatu rangkaian pemeriksan analitik yang
ditunjukan untuk menilai data analitik. Tujuan dari dilakukannya quality control
adalah untuk mendeteksi kesalahan analitik di laboratorium. Kesalahan analitik di
laboratorium terdiri atas dua jenis yaitu kesalahan acak (Random Error) dan
kesalahan sistematik (Systematic Error). Kesalahan sistematik menandakan tingkat
akurasi suatu metode atau alat (Sukorini dkk, 2010).
Kesalahan acak menunjukan tingkat ketelitian (presisi). Kesalahan acak berasal
dari pengaruh faktor-faktor yang tidak dapat diperkirakan, kesalahan ini bersifat
wajar dan sulit dihindari dan akan tampak pada pemeriksaan spesimen yang sama
dengan hasil yang berbeda-beda, terkadang lebih besar atau lebih kecil dari nilai
seharusnya.
Kesalahan acak seringkali disebabkan oleh hal-hal berikut ini :
1. Instrumen yang tidak stabil (pengaruh kelistrikan, dan lain-lain).
8
2. Suhu ruangan yang tidak stabil.
3. Variasi reagen.
4. Variasi petugas; contohnya dalam memipet.
Kesalahan sistematik merupakan penyimpangan yang konsisten terhadap hasil
pemeriksaan dan menyebabkan bias terhadap hasil. Perbedaan dengan kesalahan
acak yaitu sifat kesalahan ini mengarah pada satu hasil yang sama. Hasil
pemeriksaan selalu lebih besar atau lebih kecil dari nilai seharusnya.
Kesalahan sistematik umumnya disebabkan oleh hal-hal berikut ini:
1. Spesifitas reagen atau metode pemeriksan rendah (mutu rendah).
2. Blangko sampel dan blangko reagen kurang tepat (kurva kalibrasi tidak linear).
3. Alat bantu (pipet) yang kurang akurat.
4. Panjang gelombang yang dipakai.
5. Salah cara kerja.
Institute of Medicine menunjukan beberapa data tentang kesalahan dalam
laboratorium terutama pada pre analitik, karena hasil dari laboratorium klinis
terlibat langsung dalam sebagian besar dari diagnosis dan perawatan medis, perlu
adanya peningkatan kesadaran tentang kesalahan-kesalahan dalam praktik
laboratorium karena akan berdampak terhadap kesehatan pasien (Carraro &
Plebani, 2007).
Dalam meningkatkan kesadaran petugas laboratorium perlu adanya usaha yang
dilakukan orang itu sendiri atau institusi dari tempat dia bekerja. Penlitian yang
dilakukan oleh Azhar (2011) menemukan bahwa sedikit sekali petugas
9
laboratorium yang memiliki pengetahuan yang baik dan banyak sekali yang
memiliki perilaku negatif dalam melakukan quality control di laboratorium.
Penelitian diatas didukung dengan penelitian Dargahi (2007) yang menunjukan
implementasi seorang ahli laboratorium medik dalam proses penjaminan mutu
masih sangat kurang. Lembaga harus menyediakan program pelatihan yang efektif
untuk memaksimalkan pengetahuan ahli laboratorium medik tentang implementasi
quality assurance dan quality control dengan penekanan lebih pada penerapan
prosedur quality control di laboratorium.
Petugas laboratorium harus mengetahui bahwa quality control dirancang untuk
memberi kepercayaan terhadap metode yang digunakan, tujuannya bukan untuk
menemukan kambing hitam atau menghukum mereka yang membuat kesalahan
tetapi kewajibannya terhadap pasien (Kanagasabapathy & Kumari, 2000).
2.1.2 Grafik Levey-Jennings
Grafik Levey-Jennings bekerja dengan asumsi sebaran nilai kontrol mengikuti
sebaran normal. Dalam membuat grafik Levey-Jennings sebagai bagian dari proses
quality control langkah-langkahnya yaitu dengan pemilihan bahan kontrol,
memeriksa bahan kontrol, dan membuat grafik dengan batas-batas rerata dan
simpangan baku (Sukorini, dkk, 2010). Dengan bantuan grafik ini kita dapat
melihat kelainan-kelainan yang terjadi yang dapat mempengaruhi terhadap hasil
pemeriksaan laboratorium.
10
2.1.3 Westgard Multirules Quality Control (QC)
Sistem westgard sangat membantu kita dalam mendeteksi kesalahan-kesalahan
lebih dini menggunakan evaluasi grafik kontrol. Penggunaan level kontrol yang
disarankan menurut Peraturan Menteri Kesehatan yaitu 2 level kontrol. Berapa
banyak level yang akan kita pakai sangat tergantung dengan kondisi laboratorium
kita.
Westgard (2009), menyajikan aplikasi westgard multirules quality control (QC)
seperti Gambar 2.1 berikut :
Gambar 2.1 Diagram Aplikasi Westgard Multirules Quality Control (QC)
(Sumber : Westgard, 2009)
Evaluasi hasil pemeriksaan grafik kontrol menurut Permenkes 2013 tentang
penyelenggaraan laboraotirum klinik yang baik :
1. Aturan 12s
Aturan ini merupakan aturan peringatan (warning) dimana satu data kontrol
melebihi batas 2 SD.
2. Aturan 13s
11
Seluruh pemeriksaan dari satu seri dinyatakan keluar dari kontrol, apabila hasil
pemeriksaan satu bahan kontrol melewati batas x + 3 S.
3. Aturan 22s
Kontrol dinyatakan keluar apabila dua nilai kontrol pada satu level berturut-
turut diluar batas yang sama yaitu x + 2 S atau x - 2 S.
4. Aturan R4s
Aturan ini hanya dapat digunakan bila kita menggunakan 2 level kontrol dan
terdapat perbedaan antara 2 hasil kontrol yang berturut-turut melebihi 4 S (satu
kontrol diatas + 2 S. Dan yang satunya dibawah – 2 S).
5. Aturan 41s
Seluruh pemeriksaan dari satu seri dinyatakan keluar dari kontrol, apabila 4
kontrol berturut-turut keluar dari batas yang sama baik x + S maupun x - S.
6. Aturan 10x
Seluruh pemeriksaan dari satu seri dinyatakan keluar dari kontrol, apabila 10
kontrol berturut-turut berada pada pihak yang sama dari nilai tengah atau rerata.
Sebelum melakukan pemeriksaan terhadap sampel pasien alangkah baiknya kita
melihat terhadap grafik kontrol yang sudah dibuat, apabila ada aturan kontrol yang
dilanggar maka pemeriksaan pada hari itu belum dapat dilanjutkan terhadap sampel
pasien dan harus dicari terlebih dahulu penyebab dari masalah. Di laboratorium,
quality control merupakan indikator utama bahwa proses analitik telah mencapai
persyaratan yang dibutuhkan (Cembrowski &Clarke, 2015).
Menurut Kemenkes (2013), di bawah ini diberikan petunjuk umum mengenai
tindakan-tindakan yang diambil apabila grafik pemantapan mutu tidak terkontrol.
12
1. Amati sumber kesalahan yang paling mudah terlihat, misalnya: perhitungan,
pipet, probe tersumbat.
2. Ulangi pemeriksaan serum kontrol. Sering kesalahan disebabkan pencemaran
tabung reaksi, sample cup, kontrol yang tidak homogen atau faktor lain.
3. Apabila hasil pengulangan masih buruk, pakai serum kontrol baru. Mungkin saja
serum kontrol yang dipakai tidak homogen atau menguap karena lama dalam
keadaan terbuka.
4. Apabila tidak ada perbaikan, amati instumentasi yang dipakai, apakah
pemeliharaan alat (maintenance) telah dilakukan. Bagaimana dengan temperatur
inkubator.
5. Pakai serum kontrol yang diketahui nilainya. Apabila hasil pemeriksaan
menunjukan perbaikan, berati terdapat kerusakan serum kontrol.
6. Apabila ada keraguan, pakai serum kontrol yang kedua yang mempunyai nilai
berbeda.
7. Gunakan standar baru.
8. Ganti reagen.
9. Amati setiap langkah/ tahap pemeriksaan.
2.1.4 Pengetahuan (Knowledge)
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan
pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui panca indra
manusia, yaitu indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba.
Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.
13
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk
terbentuknya tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2012a).
1. Mengetahui (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Yang termasuk pengetahuan ini adalah bahan yang
dipelajari/rangsang yang diterima. Oleh sebab itu, tahu ini merupakan tingkat
pengetahuan paling rendah.
2. Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara
benar tentang objek yang diketahui, dan dapat mengintrepertasikan materi tersebut
secara benar.
3. Aplikasi (Application)
Aplikasi diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menggunakan materi yang
telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya (real). Aplikasi disini dapat
diartikan penggunaan rumus, metode, prinsip, dan sebagainya.
4. Analisis (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek
ke dalam komponen-komponen, tetapi masih berhubungan antara satu dengan yang
lainnya sehingga susunannya dapat dipahami.
5. Sintesis (Synthesis)
Sintesis adalah suatu kemampuan untuk menjelaskan atau menghubungkan
bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru, seperti membuat
14
sebuah ide, konsep, dan rencana terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang
telah ada.
6. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi adalah kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian
terhadap suatu materi atau objek. Penilaian. ini berdasarkan suatu kriteria yang
ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.
Menurut Plebani (2002) peran ahli laboratorium medik telah berubah
dibandingkan sebelumnya, pengetahuan yang didapat hanya dari pelatihan tidaklah
cukup. Perlu adanya keterlibatan yang lebih besar dalam aspek klinisi profesi
mereka seperti berdiskusi atau mempresentasikan sebuah kasus. Dengan cara
seperti ini maka wawasan mereka akan lebih terbuka.
2.1.4.1 Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan
Budiman (2013) menjelaskan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi
terbentuknya pengetahuan adalah sebagai berikut:
1. Pendidikan
Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang semakin mudah menerima
informasi sehingga banyak pula pengetahuan yang dimiliki.
2. Informasi / media massa
Informasi yang diperoleh baik dari pendidikan formal maupun nonformal dapat
memberikan pengaruh jangka pendek sehingga menghasilkan perubahan atau
peningkatan pengetahuan. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal
15
memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya pengetahuan terhadap hal
tersebut.
3. Sosial, budaya, dan ekonomi
Kebiasaan dan tradisi yang dilakukan seseorang tanpa melalui penalaran
sehingga akan bertambah pengetahuannya walaupun tidak melakukan. Status
ekonomi seseorang juga akan menentukan tersedianya suatu fasilitas yang
diperlukan untuk kegiatan tertentu sehingga status sosial ekonomi ini akan
mempengaruhi pengetahuan seseorang.
4. Lingkungan
Lingkungan berpengaruh terhadap proses masuknya pengetahuan ke dalam
individu yang berada dalam lingkungan tersebut. Hal ini terjadi karena adanya
interaksi timbal balik ataupun tidak, yang akan direspon sebagai pengetahuan oleh
setiap individu.
5. Pengalaman
Pengalaman sebagai sumber pengetahuan adalah suatu cara untuk memperoleh
kebenaran pengetahuan dengan cara mengulang kembali pengetahuan yang
diperoleh dalam memecahkan masalah yang dihadapi masa lalu.
6. Usia
Usia mempengaruhi daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin bertambah
usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya sehingga
pengetahuan yang diperolehnya semakin membaik.
Seorang ahli laboratorium medik harus mempunyai pengetahuan dasar pada
analisis dan interpretasi dalam pemantapan mutu. Dalam memperoleh pengetahuan
16
tersebut harus didukung dengan semangat dan komitmen yang kuat
(Senthilkumaran, 2014).
2.1.5 Sikap (Attitude)
Menurut Notoadmodjo (2012b) sikap adalah reaksi atau respon yang masih
tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek yang relative akan
menetap lebih lama. Sikap menurut Luthfiana (2012) adalah suatu sindroma atau
kumpulan gejala dalam merespon stimulus atau objek, sehingga sikap itu
melibatkan pikiran, perasaan, perhatian, dan gejala kejiwaan yang lain. Jadi, sikap
merupakan reaksi atau respon seseorang terhadap suatu stimulus atau objek yang
melibatkan faktor emosional seseorang.
Newcomb, salah seorang ahli psikologi sosial menyatakan, bahwa sikap
merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan
pelaksanan motif tertentu. Ini berarti, sikap belumlah menunjukan tingkah laku
atau tindakan (reaksi terbuka) akan tetapi merupakan predisposisi perilaku
(tindakan) atau reaksi tertutup.
Gambar 2.2 Hubungan Sikap dan Tindakan
(Sumber : Notoadmodjo, 2012b)
Stimulus
(rangsangan)
Sikap (tertutup)
Reaksi
Tingkah laku
(terbuka)
Proses Stimulus
17
Proses pembentukan sikap dapat terjadi karena adanya rangsangan, seperti
pengetahuan petugas laboratorium tentang pentingnya melakukan quality control.
Rangsangan tersebut menstimulus petugas laboratorium untuk memberi respon,
dapat berupa sikap positif atau negatif yang pada akhirnya akan berpengaruh
terhadap perilaku seseorang.
2.1.5.1 Komponen Pokok Sikap
Allport (1954) (dalam Notoatmodjo, 2012b) menjelaskan bahwa sikap itu
mempunya tiga komponen pokok.
1. Kepercayaan (keyakinan), ide, dan konsep terhadap suatu objek.
2. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek.
3. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave).
Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh
(total attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, keyakinan,
dan emosi memegang peranan penting. Pengetahuan akan membawa seseorang
untuk berpikir dan berusaha supaya mencegah terjadinya hal-hal yang tidak
diinginkan.
2.1.5.2 Tingkatan Sikap
Notoatmodjo (2012b) membagi sikap dalam berbagai tingkatan:
1. Menerima (receiving )
Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus
yang diberikan (objek).
18
2. Merespon (responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan
tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan suatu usaha
untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas
dari pekerjaan itu benar atau salah, berarti orang tersebut menerima ide.
3. Menghargai (valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah
adalah suatu indikasi sikap.
4. Bertanggung jawab (responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala
risiko merupakan sikap yang paling tinggi. Pengukuran sikap dapat dilakukan
secara langsung. Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau
pernyataan responden terhadap suatu objek.
2.1.6 Perilaku
2.1.6.1 Pengertian Perilaku
Perilaku adalah respon individu terhadap suatu sitimulus atau suatu tindakan
yang dapat diamati dan mempunyai frekuensi spesifik, durasi dan tujuan baik
disadari maupun tidak. Perilaku merupakan kumpulan berbagai faktor yang
saling berinteraksi. Sering tidak disadari bahwa interaksi tersebut amat kompleks
sehingga kadang-kadang kita tidak sempat memikirkan penyebab seseorang
menerapkan perilaku tertentu (Wawan & Dewi, 2010).
19
Menurut Bloom (1997) (dalam Notoadmodjo, 2012b) perilaku seseorang
terdiri dari tiga bagian yaitu ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotor.
Dalam perkembangannya teori Bloom ini dimodifikasi untuk pengukuran hasil
pendidikan kesehatan yaitu pengetahuan (Knowledge), sikap (Attitude), dan
praktek atau tindakan (Practice).
2.1.6.2 Konsep Perilaku
Menurut Wawan dan Dewi (2010) perilaku dari pandangan biologis adalah
kegiatan atau aktivitas organisme yang bersangkutan. Jadi perilaku manusia
pada hakekatnya adalah suatu aktivitas dari manusia itu sendiri. Hereditas atau
faktor keturunan adalah konsepsi dasar atau modal untuk perkembangan
perilaku makhluk hidup itu untuk selanjutnya. Sedangkan lingkungan adalah
suatu kondisi atau merupakan lahan untuk perkembangan perilaku tersebut.
Suatu mekanisme pertemuan antara kedua faktor tersebut dalam rangka
terbentuknya perilaku disebut proses belajar (learning process).
Menurut Skinner (1938) (dalam Notoatmodjo, 2012b) seseorang ahli
perilaku mengemukakan bahwa perilaku merupakan respons atau reaksi
seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Ia membedakan adanya 2
respons, yakni:
1. Respondent Respons atau Reflexive Respons
Adalah respons yang ditimbulkan oleh rangsangan-rangsangan (stimulus)
tertentu. Stimulus yang seperti ini biasa disebut juga eliciting stimlutaion karena
menimbulkan respons-respons yang relatif tetap.
20
2. Operant Respons atau Instumental Respons
Adalah respons yang timbul dan berkembangnya diikuti oleh stimulus
perangsang tertentu. Stimulus yang seperti ini disebut reinforcing stimulation
atau reinforcer karena stimulus ini memperkuat respons yang telah dilakukan.
Terdapat 4 alasan pokok yang mengatakan bahwa penyebab seseorang
berperilaku tertentu menurut Teori World Health Organization (WHO) (dalam
Notoatmodjo, 2012b), antara lain :
1. Pemikiran dan perasaan (thoughts and feeling)
Hasil pemikiran dan perasaan seseorang dalam bentuk pengetahuan,
persepsi, sikap, kepercayaan, dan penilaian-penilaian seseorang terhadap objek
atau stimulus merupakan langkah awal untuk berperilaku. Seorang petugas
laboratorium melakukan quality control dengan dasar pertimbangan
manfaatnya, sumber daya, dan sebagainya.
2. Orang penting sebagai referensi (personal refrence)
Perilaku seseorang hampir semuanya dipengaruhi oleh orang-orang yang
diaangap mereka penting. Apabila seseorang itu dipercaya, maka apa yang ia
katakan atau perbuatan cenderung untuk dicontoh. Misalnya petugas
laboratorium baru akan melakukan quality control apabila atasannya atau
seniornya sudah terlebih dahulu mencontohkannya atau melakukannya.
3. Sumber daya (resources)
Sumber daya di sini mencakup fasilitas, uang, waktu, tenaga, dan
sebagainya. Semua itu berpengaruh terhadap perilaku seseorang atau kelompok
masyarakat. Seorang petugas laboratorium yang mengetahui akan pentingnya
21
melakukan quality control tetapi tidak didukung dengan sumber daya atau tidak
adanya fasilitas maka tidak memungkinkan untuk melakukan quality control.
4. Kebudayaan (culture)
Kebudayaan ini terbentuk dalam waktu yang lama sebagai akibat dari
kehidupan suatu masyarakat bersama. Kebudayaan atau pola hidup masyarakat
di sini merupakan kombinasi dari semua yang telah disebutkan sebelumnya.
Teori L. Green (dalam Notoatmodjo, 2012b) menjelaskan bahwa perilaku
seseorang dibentuk dari faktor predisposisi (pengetahuan, sikap, kepercayaan,
keyakinan, dan sebagainya), faktor pendukung( (seperti tersedianya sarana dan
prasarana), dan faktor pendorong.
2.1.6.3 Faktor-Faktor yang Berperan dalam Pembentukan Perilaku
Menurut Notoatmodjo (2012b) faktor-faktor yang berperan dalam pembentukan
dikelompokan menjadi dua jenis yaitu:
1. Faktor internal
Faktor yang berada dalam diri individu itu sendiri yaitu berupa kecerdasan,
emosi, sikap, motivasi, dan sebagainya berfungsi untuk mengolah rangsangan
dari luar.
2. Faktor eksternal
Faktor-faktor yang berada di luar individu yang bersangkutan yang meliputi
objek, orang, kelompok, dan hasil-hasil kebudayaan yang disajikan sasaran
dalam mewujudkan bentuk perilakunya.
22
Selain faktor di atas, karakteristik individu seperti motif, nilai-nilai,
kepribadian, dan sikap yang saling berinteraksi satu sama lain dan kemudian
berinteraksi dengan faktor lingkungan dalam menentukan perilaku. Faktor
lingkungan memiliki kekuatan besar dalam menentukan perilaku, bahkan
kadang-kadang kekuatannya lebih besar dari pada karakteristik individu. Hal
inilah yang menjadikan prediksi perilaku lebih kompleks (Azwar, 2013).
2.1.7 Rumah Sakit Dustira
Rumah Sakit Dustira adalah rumah sakit peninggalan Belanda yang didirikan
pada tahun 1887 dengan nama Militaire Hospital dan tahun 1956 diberi nama
Rumah Sakit Dustira. Rumah sakit ini terletak di Jalan Rumah Sakit No. 1 Cimahi.
Rumah Sakit ini sekarang menjadi rumah sakit kebanggaan prajurit di wilayah
Kodam III/ Siliwangi dengan akreditasi KARS 2012.
Rumah Sakit Dustira memiliki Visi, Misi, dan Moto yaitu sebagai berikut:
1. Visi
Menjadi Rumah Sakit kebanggaan Prajurit, PNS dan keluarganya, serta
masyarakat umum di wilayah Kodam III/Siliwangi yang bermutu dalam pelayanan,
pendidikan, dan penelitian.
2. Misi
A. Memberikan pelayanan kesehatan yang prima dan paripurna
B. Memberikan dukungan kesehatan yang handal
C. Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan serta penelitian dan pengembangan
yang bermutu dalam rangka pelaksanaan Rumah Sakit Pendidikan.
23
3. Tujuan
TeRPESoNA “Tertib, Ramah, Professional, Empati, Solid, Aman dan Nyaman.”
Rumah Sakit Dustira memiliki luas bangunan 54.481 m2 yang didalamnya
terdapat 16 poliklinik yang menunjang, diantaranya:
1. Poliklinik Anak
2. Poliklinik Bedah
3. Poliklinik Interne
4. Poliklinik Jantung
5. Poliklinik Paru
6. Poliklinik Saraf
7. Poliklinik Jiwa dan Psikologi
8. Kebidanan dan Penyakit Kandungan
9. Poliklinik Gigi dan Mulut
10. Penyakit Kulit dan Kelamin
11. Poliklinik Mata
12. Poliklinik THT
13. Fisioterapi
14. UGD
15. Poliklinik Gizi
16. Poliklinik Umum
24
2.1.7.1 Struktur Organisasi Laboratorium
Gambar 2.3 Struktur Organisasi Laboratorium
HEMATOLO
GI
1. Indah
Widiyanti
2. Yuliantini
3. Ai
Nurhalima
h
4. M. Hasan
KIMIA
KLINIK
1. Rezki
Noveria
2. Tenty
Sutanti
3. Indah D J
4. Dini
Hardianti
5. Anik
Karliya
6. Resty
SAMPLING
1. Misri Ali
2. Bambang V
3. Adi Gunawan
LAB -
CYTO
1. Eka
Lasmini
2. Etik
Kurniawati
PENGATUR PELAYANAN
Sumaryanti
ADMINISTRASI
Euis Suhartini
PNS Penata III / b
URINE
1. Rasum
2. Rudi
Mudiyanto
BANK
DARAH
1. Eni Tjatur
2. T. Hansudi
Yusuf
3. Sukiman
KEPALA RUMAH SAKIT
WAKIL KEPALA RUMAH SAKIT
KAINSTAL JANGDIAGNOSTIK
Djanto Prabowo
Letnan Kolonel Ckm
KASUBINSTAL LABORATORIUM
Mayor Ckm
DOKTER
PENANGGUNG
JAWAB
LABORATORIUM
dr. Delima Soetanto,
SpPK., Mkes
PERWIRA URUSAN LABORATORIUM
Dedi Saepudin
Kapten Ckm
PENATA LABORATORIUM
Eka Lasmini, S.Si
25
2.2 Kerangka Konsep
Berdasrkan kerangka teori yang ada, serta berdasarkan tujuan yang hendak
dicapai dalam penelitian ini, maka kerangka konsep untuk penelitian ini :
Variabel Independen Variabel Dependen
Gambar 2.4 Kerangka Konsep Penelitian
2.3 Hipotesa
Hi = Ada hubungan antara pengetahuan dengan perilaku petugas
laboratorium klinik RS Dustira dalam melakukan quality control.
Hi = Ada hubungan antara sikap dengan perilaku petugas laboratorium klinik
RS Dustira dalam melakukan quality control.
Pengetahuan
Petugas
Laboratorium
Sikap Petugas
Laboratorium
Perilaku
Petugas
Laboratorium
dalam
Melakukan
Quality Control
26
2.4 Definisi Operasional
Definisi operasional adalah mendefinisikan variabel secara operasional
berdasarkan karakteristik yang diamati, sehingga memungkinkan peneliti untuk
melakukan observasi atau pengukuran secara cermat terhadap suatu objek atau
fenomena. Definisi operasional dari variabel-variabel yang diteliti dapat dilihat