BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dapur Peleburan Dalam proses pengecoran logam tahapan peleburan untuk mendapatkan logam cair pasti akan dilakukan dengan menggunakan suatu tungku peleburan di mana material bahan baku dan jenis tungku yang akan digunakan harus disesuaikan dengan material yang akan dilebur. Pemilihan tungku peleburan yang akan digunakan untuk mencairkan logam harus sesuai dengan bahan baku yang akan dilebur. Paduan Aluminium, paduan tembaga, paduan timah hitam, dan paduan ringan lainnya biasanya dilebur dengan menggunakan tungku peleburan jenis krusibel, sedangkan untuk besi cor menggunakan tungku induksi frekwensi rendah atau kupola. Tungku induksi frekwensi tinggi biasanya digunakan untuk melebur baja dan material tahan temperatur tinggi (Abrianto Akuan, 2009). Tungku yang paling banyak digunakan dalam pengecoran logam antara lain ada lima jenis yaitu; Tungku jenis kupola, tungku pengapian langsung, tungku krusibel, tungku busur listrik, dan tungku induksi. Dalam memproduksi besi cor tungku yang paling banyak digunakan industri pengecoran adalah krusibel dan tungku induksi, jenis kupola sudah mulai jarang digunakan karena pertimbangan tertentu. Berikut ini uraian tentang tungku peleburan. Pada unit ini memperkenalkan tungku dan refraktori dan menjelaskan berbagai aspek perancangan dan operasinya (Abrianto Akuan, 2009). Pemilihan dapur tergantung pada beberapa faktor (Mikell P.Groover, 2000), seperti : 1. Paduan logam yang akan dicor 2. Iemperatur lebur dan temperatur penuangan Universitas Sumatera Utara
32
Embed
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dapur Peleburanrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22571/4/Chapter II.pdf · memperkenalkan tungku dan refraktori dan menjelaskan berbagai aspek perancangan
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Dapur Peleburan
Dalam proses pengecoran logam tahapan peleburan untuk mendapatkan
logam cair pasti akan dilakukan dengan menggunakan suatu tungku peleburan di
mana material bahan baku dan jenis tungku yang akan digunakan harus
disesuaikan dengan material yang akan dilebur.
Pemilihan tungku peleburan yang akan digunakan untuk mencairkan
logam harus sesuai dengan bahan baku yang akan dilebur. Paduan Aluminium,
paduan tembaga, paduan timah hitam, dan paduan ringan lainnya biasanya dilebur
dengan menggunakan tungku peleburan jenis krusibel, sedangkan untuk besi cor
menggunakan tungku induksi frekwensi rendah atau kupola. Tungku induksi
frekwensi tinggi biasanya digunakan untuk melebur baja dan material tahan
temperatur tinggi (Abrianto Akuan, 2009).
Tungku yang paling banyak digunakan dalam pengecoran logam antara
lain ada lima jenis yaitu; Tungku jenis kupola, tungku pengapian langsung,
tungku krusibel, tungku busur listrik, dan tungku induksi. Dalam memproduksi
besi cor tungku yang paling banyak digunakan industri pengecoran adalah
krusibel dan tungku induksi, jenis kupola sudah mulai jarang digunakan karena
pertimbangan tertentu. Berikut ini uraian tentang tungku peleburan. Pada unit ini
memperkenalkan tungku dan refraktori dan menjelaskan berbagai aspek
perancangan dan operasinya (Abrianto Akuan, 2009).
Pemilihan dapur tergantung pada beberapa faktor (Mikell P.Groover, 2000),
seperti :
1. Paduan logam yang akan dicor
2. Iemperatur lebur dan temperatur penuangan
Universitas Sumatera Utara
3. Kapasitas dapur yang dibutuhkan
4. Biaya operasi
5. Pengoperasian
6. Pemeliharaan
7. Polusi terhadap lingkungan.
2.2 Klasifikasi Tungku
Tungku adalah sebuah peralatan yang digunakan untuk mencairkan logam
pada proses pengecoran (casting) atau untuk memanaskan bahan dalam proses
perlakuan panas (heat Treatmet). Karena gas buang dari bahan bakar berkontak
langsung dengan bahan baku, maka jenis bahan bakar yang dipilih menjadi
penting. Sebagai contoh, beberapa bahan tidak akan mentolelir sulfur dalam bahan
bakar. Bahan bakar padat akan menghasilkan bahan partikulat yang akan
mengganggu bahan baku yang ditempatkan didalam tungku (Abrianto Akuan,
2009).
Idealnya tungku harus memanaskan bahan sebanyak mungkin sampai
mencapai suhu yang seragam dengan bahan bakar dan tenaga kerja sesedikit
mungkin. Kunci dari operasi tungku yang efisien terletak pada pembakaran bahan
bakar yang sempurna dengan udara berlebih yang minimum. Tungku beroperasi
dengan efisiensi yang relatif rendah (dibawah 70 %) dibandingkan dengan
peralatan pembakaran lainnya seperti boiler (dengan efisiensi lebih dari 90 %).
Hal ini disebabkan oleh suhu operasi yang tinggi didalam tungku. Sebagai contoh,
sebuah tungku yang memanaskan bahan sampai suhu 1200 oC akan mengemisikan
gas buang pada suhu 12000C atau lebih yang mengakibatkan kehilangan panas
yang cukup signifikan (Abrianto Akuan, 2009).
2.2.1 Dapur Crucible
Universitas Sumatera Utara
Dapur ini melebur logam tanpa berhubungan langsung dengan bahan
pembakaran (indirect fuel-fired furnance).
Sumber: Mikell P.Groover, 2000
Gambar 2.1 Tiga jenis dapur krusibel
Dalam gambar 2.1 ditunjukkan 3 jenis dapur krusibel yang biasa digunakan :
a. Krusibel angkat (lift-out crucible),
b. Pot tetap (stationary pot),
c. Dapur tukik (tilting-pot furnance).
Krusibel angkat yaitu Krusibel ditempatkan didalam dapur dan dipanaskan
hingga logam mencair. Sebagai bahan bakar digunakan minyak, gas, dan serbuk
batubaru. Bila logam telah melebur, krusibel diangkat dari dapur dan digunakan
sebagai label penuangan. Dapur pot tetap Dapur tidak dapat dipindah, logam cair
diambil dari kontainer dengan ladel. Dapur tukik Dapat ditukik untuk
menuangkan logam cair (Mikell P.Groover, 2000).
Dapur krusibel digunakan untuk peleburan logam non-besi seperti
perunggu, kuningan, paduan seng dan aluminium. Kapasitas dapur umumnya
Universitas Sumatera Utara
terbatas hanya beberapa ratus pound saja. Dapur Crucible adalah dapur yang
paling tua yang digunakan dalam peleburan logam. Dapur ini mempunyai
konstruksi paling sederhana. Dapur ini ada yang menggunakan kedudukan tetap
dimana penmgambilan logam cair dengan memakai gayung. Dapur ini sangat
fleksibel dan serba guna untuk peleburan yang skala kecil dan sedang. Bahan
bakar dapur Crucible ini adalah gas atau bahan bakar minyak karena akan mudah
mengawasi operasinya. Ada pula dapur yang dapat dimiringkan sehingga
pengambilan logam dengan menampung dibawahnya. Dapur ini biasanya dipakai
untuk skala sedang dan skala besar. Dapur Crucible jenis ini ada yang
dioperasikan dengan tenaga listrik sebagai alat pemanasnya yaitu dengan induksi
listrik frekuensi rendah dan juga dapat dengan bahan bakar gas atau minyak,
sedangkan dapur Crucible yang memakai burner sebagai alat pemanas dengan
kedudukan tetap terlihat seperti gambar dibawah (Mikell P.Groover, 2000).
Sumber: Mikell P.Groover, 2000
Gambar 2.2 Dapur kedudukan tetap
Tanur udara terbuka adalah tanur yang bentuknya seperti tungku yang
agak rendah dan logam cair akan akan melebur dan dangkal. Pada bagian bawah
tanur dipasang 4 buah ruang pemanas (regenerator ). Tanur juga disangga oleh
dua buah rol yang memungkinkan untuk dimiringkan pada saat pengeluaran terak
Universitas Sumatera Utara
atau logam cair. Burner diletakkan pada kedua sisi tanur dan dioperasikan secara
periodik untuk mendapatkan panas yang merata. Bahan bakar yang digunakan
adalah gas atau minyak. Udara pembakaran dan bahan bakar biasanya dipanaskan
mula dengan melewatkan pada ruang pemanas dibawah tanur. Pemanasan ini
bertujuan untuk mempeercepat terjadinya pembakaran dan menjaga agar tidak
terjadi perubahan suhu yang mencolok didalam tanur. Pintu pengisian terletak di
sisi depannya. Tanur udara terbuka biasanya digunakan untuk peleburan baja
(Abrianto Akuan, 2009).
Tanur udara adalah bentuk yang dimodifikasi dari tanur udara terbuka.
Bentuknya hampir sama dengan tanur udara terbuka, penampang tempat logam
cair berbentuk lebar dan dangkal. Tanur dipanaskan dengan alat pemanas dengan
bahan bakar minyak . Burner dan udara pembakaran ditempatkan pada salah satu
ujung tanur dan udara sisa pembakaran akan keluar dari ujung yang lain.
Komposisi kimia dapat dikontrol lebih baik pada dapur ini dibanding dengan
dapur kupola. Bila ingin melakukan penambahan dilakukan dengan membuka
tutup tanur dan menuangkannya dari atas (Abrianto Akuan, 2009).
Tanur ini biasanya digunakan untuk melebur besi cor putih dan besi cor
mampu tempa, dan kadang juga digunakan untuk peleburan logam non besi. Biaya
operasi tanur ini lebih tinggi dibandingkan dengan kupola . Sering juga tanur ini
dikombinasikan dengan kupola dalam operasinya. Mula-mula peleburan
dilakukan dengan kupola kemudian cairan dipindahkan ke tanur udara untuk
diatur komposisinya (Mikell P.Groover, 2000).
Universitas Sumatera Utara
Tanur induksi listrik adalah tanur yang melebur logam dengan medan
elektromagnet yang dihasilkan oleh induksi listrik, baik yang berfrekuensi rendah
maupun yang berfrekuensi tinggi. Tanur induksi biasanya berbentuk Crucible
yang dapat dimiringkan. Tanur ini dipakai untuk melebur baja paduan tinggi, baja
perkakas, baja untuk cetakan, baja tahan karat,dan baja tahan panas yang tinggi
(Abrianto Akuan,2009).
Tanur ini bekerja berdasarkan arus induksi yang timbul dalam muatan
yang menimbulkan panas sehingga memanasi crucible dan mencairkan logam di
dalam Crucible. Bentuk dari tanur induksi listrik dapat dilihat pada Gambar 2.3 di
bawah ini (Abrianto Akuan, 2009).
Universitas Sumatera Utara
Sumber: Abrianto Akuan, 2009
Gambar 2.3. Potongan melintang tanur induksi jenis saluran 2
2.2.2 Tungku Kupola
Kupola merupakan tungku yang memiliki bentuk silinder vertikal yang
memiliki kapasitas besar. Tungku ini diisi dengan material pengisi antara lain
besi, kokas, flux atau batu kapur, dan elemen paduan yang memungkinkan.
Tungku ini memiliki sumber energi panas dari kokas dan gas untuk meningkatkan
temperatur pembakaran. Hasil peleburan dari tungku ini akan ditapping secara
periodik untuk mengeluarkan besi cor yang telah mencair (Mikell P.Groover,
2000).
Universitas Sumatera Utara
Sumber: Mikell P.Groover, 2000
Gambar 2.4. Kupola untuk peleburan besi tuang
2.2.3. Tungku Busur Listrik
Peleburan logam menggunakan tungku ini dilakukan dengan
menggunakan energi yang berasal dari listrik berupa arc atau busur yang dapat
mencairkan logam. Tungku jenis busur listrik ini biasanya digunakan untuk proses
pengecoran baja (Abrianto Akuan, 2009).
Sumber: Abrianto Akuan, 2009
Gambar 2.5 Electric furnace indirect system
Universitas Sumatera Utara
Sumber: Abrianto Akuan, 2009
Gambar 2.6 Electric furnace direct system
2.2.4 Tungku Induksi
Tungku induksi adalah tungku yang menggunakan energi listrik sebagai
sumber energi panasnya, arus listrik bolak-balik (alternating current) yang
melewati koil tembaga akan menghasilkan medan magnetik pada logam pengisi
(charging material) didalamnya. Medan magnet ini juga akan melakukan mixing
pada logam cair akibat adanya gaya magnet antara koil dan logam cair yang akan
menimbulkan efek pengadukan (stiring effect) untuk menghomogenkan komposisi
pada logam cair (Abrianto Akuan, 2009).
Logam cair didalam tungku harus dihindarkan dari kontak langsung
terhadap koil. Oleh karena itu material tahan temperatur tinggi sebagai lining
tungku harus memiliki ketebalan yang cukup untuk menahan beban logam cair
didalamnya. Pada gambar dibawah ini ditunjukan beberapa komponen utama dari
suatu tungku induksi (Abrianto Akuan, 2009).
Universitas Sumatera Utara
Sumber: Abrianto Akuan, 2009
Gambar. 2.7 Tungku induksi listrik
Setelah logam pengisi telah mengalami pencairan maka tungku induksi ini
telah dilengkapi dengan suatu pengendali untuk melakukan penuangan (titling)
kedalam suatu ladle yang lebih kecil yang dibawa hook crane atau ladle yang
dibawa oleh dua operator pouring ke cetakan.
2.2.5 Tungku Converter
Converter ialah sebuah tabung baja dengan dinding berlapis dan tahan
terhadap temperatur tinggi serta ditempatkan pada sebuah dudukan yang dibentuk
sedemikian rupa agar posisinya dapat diubah secara vertikal mapun secara
horizontal dengan posisi mulut berada disamping atau diatas bahkan dibawah.
Posisiposisi ini diperlukan untuk pengisian, penghembusan karbon dioksida dan
penuangan hasil pemurnian (Abrianto Akuan, 2009).
Universitas Sumatera Utara
Sumber: Abrianto Akuan, 2009
Gambar 2.8 Tungku Converter Bessemer
Proses pemurnian ini dilakukan dengan terlebih dahulu mencairkan besi
mentah ke dalam converter yang berada pada posisi horizontal kemudian
converter diubah posisinya pada posisi vertikal dan pada posisi ini udara
bertekanan 140 KN/m2 dihembuskan melalui dasar converter ke dalam besi
mentah cair, dengan demikian maka unsur karbon akan bersenyawa dengan
oksigen menjadi karbon dioxida (CO2) dan mengikat unsur-unsur lainnya
(Abrianto Akuan, 2009).
Dengan tekanan udara 140 KN/m2 unsur-unsur tersebut akan terbawa
keluar dari converter, proses ini dilakukan dalam waktu 20 menit, dari proses ini
besi mentah memiliki unsur-unsur paduan tidak lebih dari 0,05 % dan 0,006 %
diantaranya adalah unsur karbon dan dianggap sebagai besi murni atau Ferrite
Universitas Sumatera Utara
(Fe), selanjutnya ditambahkan unsur karbon ke dalam converter ini dengan jumlah
tertentu sesuai dengan jenis baja yang dikehendaki hingga 2,06%, coverter ini
berkapasitas antara 25 ton sampai 60 ton. Pada dasarnya berbagai metoda dalam
proses pembuatan baja ini ialah proses pemurnian unsur besi dari berbagai unsur
yang merugikan sebagaimana telah dikemukakan terdahulu, oleh karena itu dalam
proses pembuatan baja dengan menggunakan sistem converter ini ialah salah satu
proses pemurnian atau pemisahan besi dengan menggunakan bejana sebagai alat
pemanasan (peleburan) besi kasar tersebut (Abrianto Akuan, 2009).
Sumber: Abrianto Akuan, 2009
Gambar 2.9 Proses oxigen pada dapur basa untuk pemurnian besi kasar
2.2.6 Tungku Thomas dan Bessemer
Thomas dan Bessemer melakukan proses pemurnian besi kasar dalam
pembuatan baja ini pada prinsipnya sama yakni menggunakan Converter, namun
Bessemer menggunakan Converter dengan dinding yang dilapisi dengan Flourite
dan Kwarsa sehingga dinding Converter menjadi sangat keras kuat dan tahan
terhadap temperature tinggi, akan tetapi dinding converter ini menjadi bersifat
asam sehingga tidak dapat mereduksi unsur Posphor, oleh karena itu dapur
Universitas Sumatera Utara
Bessemer hanya cocok digunakan dalam proses pemurnian besi kasar dari bijih
besi yang rendah Posphor (Low-Posphorus Iron Ores) (Abrianto Akuan, 2009)..
Sedangkan Thomas menyempurnakannya dengan memberikan lapisan
batu kapur (limestone) atau Dolomite sehingga dinding converter menjadi basa
dan mampumereduksi kelebihan unsur Posphor dengan mengeluarkannya bersama
terak. Salah satu proses pemurnian besi dengan sistem converter ini pertama
dikembangkan di austria, proses dengan hembusan udara bertekanan hingga 12
bar di atas convertor dengan posisi vertical, setelah besi mentah (pig iron)
bersama dengan sekrap dimasukan yang kemudian dibakar, udara yang
dihembuskan menghasilkan pembakaran dengan unsur karbon, belerang dan
phosphor yang terkandung didalam besi mentah tersebut, hal ini terjadi pada saat
converter dalam posisi miring (Abrianto Akuan, 2009).
Sumber: Abrianto Akuan, 2009
Gambar 2.10 LD Top Blown Converter
2.3 Batu Tahan Api
Universitas Sumatera Utara
Batu tahan api yang umum digunakan untuk dapur peleburan jenis crucible
adalah batu tahan api yang memiliki sifat-sifat (Bambang Suharno, 2008) :
1. Tidak melebur pada suhu yang relatif tinggi
2. Sanggup menahan lanjutan panas yang tiba-tiba ketika terjadi pembebanan
suhu
3. Tidak hancur di bawah pengaruh tekanan yang tinggi ketika digunakan
pada suhu yang tinggi
4. Mempunyai koefisien thermal yang rendah sehingga dapat memperkecil
panas yang terbuang
5. Memiliki tekanan listrik tinggi jika digunakan untuk dapur listrik
Bahan tahan api diklasifikasikan dalam beberapa jenis, yaitu golongan
basa, asam, dan netral. Pemilihin ini tergantung pada jenis dapur apa yang akan
digunakan (Hardi Sudjana, 2008).
Adapun bahan-bahan dari batu tahan api ini adalah (Hardi Sudjana, 2008) :
1. bahan tahan api jenis asam
biasanya terdiri dari pasir silika dan tanah liat tahan api (fire clay). Silika
adalah bentuk murni melebur pada suhu 17100C. bahan tahan api ini terdiri
dari hidrat alumunia silika (Al2O3, 2SiO2, 2H2O).
2. bahan tahan api jenis basa
biasanya terdiri dari magnesia, clionie magnesia, dan dolomite magnesia.
Bahan ini mempunyai titki lebur tinggi dan baik untuk mencegah korosi,
bahan-bahan ini terdiri dari 20-30% MgO dan 70-80% Cliromite dolomite
yang terdiri dari kalsium karbonat dan magnesia (CaCO3, MgCO3),
Dolomite stabil yang terdiri dari CaCO3, SiO3, dan MgO adalah batu tahan
api yang lebih baik dari pada dolomite biasa sehingga lebih tidak mudah
retak.
Universitas Sumatera Utara
3. bahan tahan api jenis netral
terdiri dari karbon, grafit, cliromite, dan silimanite. Bahan tahan api ini
tidak membentuk phasa cair pada pemanasan penyimpanan kekutan pada
suhu tinggi. jenis cliromite terbuat dari biji cliromite yang komposisinya
terdiri dari 32% FeO dan 68% CrO3 dan mempunyai titik cair sekitar
21890C, dan silimite terdiri dari 63% Al2O3 dan 37% SiO2 dan memiliki
titik cair sekitar 1900 0C.
Batu bata silika merupakan suatu refraktori yang mengandung paling
sedikit 93 % SiO2. Bahan bakunya merupakan batu yang berkualitas. Batu bata
silika berbagai kelas memiliki penggunaan yang luas dalam tungku pelelehan besi
dan baja dan industri kaca. Sebagai tambahan terhadap refraktori jenis multi
dengan titik fusi yang tinggi, sifat penting lainnya adalah ketahanannya yang
tinggi terhadap kejutan panas (spalling) dan kerefraktoriannya. Sifat batu bata
silika yang terkemuka adalah bahwa bahan ini tidak melunak pada beban tinggi
sampai titik fusi terdekati. Sifat ini sangat berlawanan dengan beberapa refraktori
lainnya, contohnya bahan silikat alumina, yang mulai berfusi dan retak pada suhu
jauh lebih rendah dari suhu fusinya. Keuntungan lainnya adalah tahanan flux dan
stag, stabilitas volum dan tahanan spalling tinggi (Abrianto Akuan, 2009).
Tabel 2.1 Sifat-sifat batu bata tahan api
Jenis batu bata SiO2 (%) Al2O3 (%) Kandungan lain (%) PCE (0C)
Super Duty High Duty Menengah Low Duty
49-53 50-80 60-70 60-70
40-44 35-40 26-36 23-33
5-7 5-9 5-9
6-10
1745-1760 1690-1745 1640-1680 1520-1595
Sumber : Abrianto Akuan , 2009
Universitas Sumatera Utara
2.4 Semen Tahan Api
Semen merupakan salah satu bahan perekat yang jika dicampur dengan air
mampu mengikat bahan-bahan padat seperti pasir dan batu menjadi suatu
kesatuan kompak. Sifat pengikatan semen ditentukan oleh susunan kimia yang
dikandungnya. Adapun bahan utama yang dikandung semen adalah kapur (CaO),
silikat (SiO2), alumunia (Al2O3), ferro oksida (Fe2O3), magnesit (MgO), serta
oksida lain dalam jumlah kecil. Bahan pengikat berfungi untuk mengikat batu bata
tahan api, serta untuk menutup celah yang terjadi dari penyusunan batu bata.
Bahan pengikat yang dipakai ini adalah semen tahan api yang juga dapat
menambah ketahanan bahan tahan api terhadap suhu tinggi (Mikell P.Groover,
2000).
Refraktori semen tahan api, seperti batu bata tahan api, semen tahan api
silica dan refraktori tanah liat alumunium dengan kandungan silika (SiO2) yang
bervariasi sampai mencapai 78% dan kandungan Al2O3 sampai mencapai 44%.
Tabel 2.1 memperlihatkan bahwa titik leleh (PCE) batu bata tahan api berkurang
dengan meningkatnya bahan pencemar dan menurunkan Al2O3. Bahan ini
seringkali digunakan dalam tungku, kiln dan kompor sebab bahan tersebut
tersedia banyak dan relatif tidak mahal (Abrianto Akuan, 2009).
2.4.1 Hidarsi Semen
Proses hidarsi pada semen Portland sangat kompleks, tidak semua reaksi
diketahui secara terperinci. Rumus proses kimia (perkiraan) untuk reaksi hidrasi
dari unsur C2S dan C3S ditulis (Yuni Nurfiana, 20101):
2 C3S + 6 H2O → C3S2H3 + 3 Ca (OH)2
Universitas Sumatera Utara
2 C2S + 4 H2O → C3S2H3 + Ca (OH)2
Hasil utama dari proses diatas adalah C3S2H3 yang disebut “Tobermorite”.
Panas juga keluar selama proses berlangsung (panas hidrasi). Kekuatan semen
yang telah mengeras tergantung pada jumlah air yang dapat dipakai waktu proses
hidrasi berlangsung. Pada dasarnya jumlah air yang diperlukan sewaktu proses
hidrasi berkisar 35% dari berat semen, penambahan jumlah air akan mengurangi
setelah mengeras. Kelebihan air akan mengakibatkan jarak butir-butir semen lebih
jauh sehingga hasilnya kurang kuat dan berongga (Yuni Nurfiana, 2010).
2.4.2 Kehalusan Butir Semen
Reaksi antara semen dan air dimulai dimulai dari permukaan butir-butir
semen, sehingga makin luas permukaan butir-butir semen makin cepat proses
hidrasinya. Hal ini berarti butir-butir semen yang halus akan menjadi kuat dan
menghasilkan panas hidrasi yang lebih cepat daripada buti-butir semen yang
besar. Secara umum butir semen yang halus meningkatkan kohesi konstruksi dan
”bleeding”. Sehingga menurut aturan minimal 78% berat semen harus dapat lewat
ayakan nomor 200 (lubang 1/200 inchi). Sehingga dalam pemilihan semen harus
memperhatikan kehlusan dai butir semen Karen mempengaruhi kekuatan
konstruksi yang akan dirancang (Yuni Nurfiana, 2010).
2.5 Kekuatan dan Daya Konstruksi
Kekuatan dan daya tahan sangat ditentukan oleh (Saptono Rahmat, 2008):
1. Pemadatan. Pemadatan ini betujuan untuk menghilangkan udara yang ada
di dalam beton. Tentu saja pemadatan ini dilakukan ketika beton masih
cair.
2. Pemeliharaan (Curing). Curing adalah “membasahi” beton yang sudah
setting (keras) untuk beberapa waktu tertentu. Tujuannya adalah untuk
Universitas Sumatera Utara
mengurangi penguapan air yang berlebihan, sehingga air yang ada di
dalam campuran beton dapat bereaksi secara optimal. Semakin lama
proses curing, semakin tinggi daya tahan beton yang dihasilkan.
3. Cuaca. Cuaca yang agak hangat dapat membuat beton mencapai kekuatan
yang tinggi dalam waktu yang tidak lama.
4. Tipe Semen. Tipe semen yang berbeda juga berpengaruh terhadap kekuatan
dan daya tahan beton.
Rasio air terhadap semen, biasa disebut w/c ratio. Kebanyakan air atau
kekuarangan semen dapat mengakibatkan beton menjadi tidak kuat dan tentu saja
tidak tahan lama. W/c ratio adalah perbandingan berat air terhadap berat semen.
Karena berat 1 liter air sama dengan 1 kilogram, maka orang lebih banyak
menggunakan perbandingan volume air dalam liter terhadap berat semen dalam
kilogram (Azan Urfauzi, 2009).
Kelebihan konstruksi pada dapur crucible (Bambang Suharno, 2008),
yaitu:
1. Dapat dengan mudah dibentuk sesuai dengan kebutuhan konstruksi
2. Pelaksanaan pengerjaan membutuhkan ketelitian yang tinggi
3. Daya pantul suara yang besar
4. Memilik berat yang besar.
Universitas Sumatera Utara
Perawatan dan perbaikan struktur konstruksi dapur crucible (Bambang
Suharno, 2008), yaitu:
1. Perawantan
Perawatan dan pemberian lapisan pelindung agar gangguan dari luar dapat
diperkecil. Perlindungan ini dapat berupa pengecatan (coating)
pemlesteran, pemberian lapisan penutup karet atau baja.
2. Perbaikan
perbaikan dapat berupa pengasaran lapisan permukaan, penghancuran
bagian yang rusak dan menggantinya dengan konstruksi yang baru
(demolition), kemudian pemberian lapisan kepada permukaan yang
diperbaiki (coating).
2.6 Pengkajian Tungku
Idealnya, seluruh panas yang dimasukkan ke tungku harus digunakan
untuk memanaskan muatan atau stok. Namun demikian dalam prakteknya banyak
panas yang hilang dalam operasi peleburan. Kehilangan panas dalam tungku
tersebut meliputi (Abrianto Akuan, 2009) :
1. Kehilangan gas buang: merupakan bagian dari panas yang tinggal dalam
gas pembakaran dibagian dalam tungku. Kehilangan ini juga dikenal
dengan kehilangan limbah gas atau kehilangan cerobong.
2. Kehilangan dari kadar air dalam bahan bakar: bahan bakar yang biasanya
mengandung kadar air dan panas digunakan untuk menguapkan kadar air
dibagian dalam tungku.
3. Kehilangan dikarenakan hidrogen dalam bahan bakar yang mengakibatkan
terjadinya pembentukan air
4. Kehilangan melalui pembukaan dalam tungku: kehilangan radiasi terjadi
bilamana terdapat bukaan dalam penutup tungku dan kehilangan tersebut
Universitas Sumatera Utara
dapat menjadi cukup berarti terutama untuk tungku yang beroperasi pada
suhu diatas 540°C. Kehilangan yang kedua adalah melalui penyusupan
udara sebab draft tungku/ cerobong menyebabkan tekanan negatif
dibagian dalam tungku, menarik udara melalui kebocoran atau retakan
atau ketika pintu tungku terbuka.
5. Kehilangan dinding tungku/permukaan, juga disebut kehilangan dinding:
sementara suhu dibagian dalamtungku cukup tinggi, panas
dihantarkanmelalui atap, lantai dan dinding dan dipancarkan ke udara
ambien begitu mencapai kulit atau permukaan tungku.
6. Kehilangan lainnya: terdapat beberapa cara lain dimana panas hilang dari
tungku, walupun menentukan jumlah tersebut seringkali sulit. Beberapa
diantaranya adalah:
a. Kehilangan panas tersimpan: bila tungku mulai dinyalakan maka
struktur dan isolasi tungku juga dipanaskan, dan panas ini hanya akan
meninggalkan struktur lagi jika tungku dimatikan. Oleh karena itu
kehilangan panas jenis ini akan meningkat dengan jumlah waktu
tungku dihidup-matikan.
b. Kehilangan selama penanganan bahan: peralatan yang digunakan
untuk memindahkan stok melalui tungku, seperti belt conveyor, balok
berjalan, bogies, dll. juga menyerap panas. Setiap kali peralatan
meninggalkan tungku mereka akan kehilangan panasnya, oleh karena
itu kehilangan panas meningkat dengan sejumlah peralatan dan
frekuensi dimana mereka masuk dan keluar tungku
c. Kehilangan panas media pendingin: air dan udara digunakan untuk
mendinginkan peralatan, rolls, bantalan dan rolls, dan panas hilang
karena media tersebut menyerap panas.
d. Kehilangan dari pembakaran yang tidak sempurna: panas hilang jika
pembakaran berlangsung tidak sempurna sebab bahan bakar atau
Universitas Sumatera Utara
partikel yang tidak terbakar menyerap panas akan tetapi panas ini tidak
disimpan untuk digunakan
e. Kehilangan dikarenakan terjadinya pembentukan kerak.
2.7 Alumunium dan Paduannya
2.7.1 Sejarah penemuan alumunium
Bauksit merupakan salah satu sumber alumunium yang terdapat di alam.
Bauksit ini banyak terdapat di daerah Indonesia terutama di daerah Bintan dan
pulau Kalimantan. Alumunium ini pertama kali ditemukan oleh Sir Humprey
Davy pada tahun 1809 sebagai suatu unsur dan kemudian di reduksi pertama kali
oleh H.C. Oersted pada tahun 1825 (Rahmat Saptono, 2008).
C.M. Hall seorang berkebangsaan Amerika dan Paul Heroult
berkebangsaan Prancis, pada tahun 1886 mengolah alumunium dari alumina
dengan cara elektrolisa dari garam yang terfusi. Selain itu Karl Josep Bayer
seorang ahli kimia berkebangsaan Jerman mengembangkan proses yang dikenal
dengan nama proses Bayer untuk mendapat alumunium murni (Lawrence H. Van
Vlack, 1989).
Proses Bayer ini mendapat alumunium dengan memasukkan bauksit halus
yang sudah dikeringkan kedalam pencampur lalu diolah dengan soda sapi (NaOH)
dibawah pengaruh tekanan dan suhu diatas titik didih. NaOH akan bereaksi
dengan bauksit menghasilkan aluminat natrium yang larut. Selanjutnya tekanan
dikurangi dengan ampas yang terdiri dari oksida besi, silicon, titanium dan
kotoran-kotoran lainnya disaring dan dikesampingkan. Lalu alumina natrium
tersebut dipompa ketangki pengendapan dan dibubuhkan Kristal hidroksida
alumina sehingga Kristal itu menjadi inti Kristal. Inti dipanaskan diatas suhu
980°C dan menghasilkan alumina dan dielektrosida sehingga terpisah menjadi
oksigen dan aluminium murni. Pada setiap 1 kilogram alumunium memerlukan 2
Universitas Sumatera Utara
kilogram alumina dan 4 kilogram bauksit, 0,6 kilogram karbon, criolit dan bahan-
bahan lainnya (Lawrence H. Van Vlack, 1989).
2.7.2 Struktur sifat-sifat alumunium
Dalam pengertian kimia alumunium merupakan logam yang reaktif.
Apabila di udara terbuka ia akan bereaksi dengan oksigen, jika reaksi berlangsung
terus maka alumunium akan rusak dan sangat rapuh. Permukaan alumunium
sebenarnya bereaksi bahkan lebih cepat daripada besi. Namun lapisan luar
alumunium oksida yang terbentuk pada permukaan logam itu merekat kuat sekali
pada logam dibawahnya, dan membentuk lapisan yang kedap. Oleh karena itu
dapat dipergunakan untuk keperluan kontruksi tanpa takut pada sifat kimia yang
sangat reaktif. Tapi jika logam bertemu dengan alkali lapisan oksidanya akan
mudah larut. Lapisan oksidanya akan bereaksi secara aktif dan akhirnya akan
mudah larut pada cairan sekali. Sebaliknya berbagai asam termasuk asam nitrat
pekat pekat tidak berpengaruh terhadap alumunium karena lapisan alumunium
kedap terhadap asam (Rahmat Saptono, 2008).
Alumunium merupakan logam ringan yang mempunyai ketahan korosi
yang sangat baik karena pada permukaannya terhadap suatu lapisan oksida yang
melindungi logam dari korosi dan hantaran listriknya cukup baik sekitar 3,2 kali
daya hantar listrik besi. Berat jenis alumunium 2,643 kg/m3 cukup ringan
dibandingkan logam lain. Kekuatan alumunium yang berkisar 83-310 MPa dapat
dilipatkan melalui pengerjaan dingin atau penerjaan panas. Dengan menambah
unsur pangerjaan panas maka dapat diperoleh paduannya dengan kekuatan
melebihi 700 MPa paduannya. Alumunium dapat ditempa, diekstruksi,
dilengkungkan, direnggangkan, diputar, dispons, diembos, dirol dan ditarik untuk
menghasilkan kawat. Sipanasan dapat diperoleh alumunium dengan bentuk kawat
foil, lembaran pelat dan profil. Semua paduan alumunium ini dapat di mampu
bentuki (wrought alloys) dapat di mesin, di las dan di patri (Lawrence H. Van
Vlack, 1989).
Universitas Sumatera Utara
2.7.3 Sistem Penomoran Alumunium
Alumunium dapat diklasifikasikan kepada tiga bagian besar yaitu:
alumunium komersial murni paduan alumunium mampu tempa, dan alumunium
cor. Asosiasi alumunium membuat sistem 4 angka mengidentifikasikan
alumunium. Di bawah ini ada tabel 2.2. yang dibuat Asosiasi Alumunium untuk
mengidentifikasikan alumunium ini (Rahmat Saptono, 2008).
Tabel 2.2 Aluminium Assosiasi Index System
Sumber : Rahmat Saptono , 2008
Sistem ini menunjukkan nomor indeks dari paduan alumunium termasuk
seperti paduan 99% alumunium murni, coper, mangan, silicon magnesium. Sistem
ini tidak menunjukkan paduan terbesar dari elemen alumunium. Angka kedua
mempunyai batas 0 sampai dengan 9. Angka nol menunjukkan tidak ada kontrol
khusus pada pembuatan alumunium. Angka setelah angka kedua menunjukkan
kuantitas minimum dari unsur lain yang tidak dalam control (Rahmat saptono,
2008).
Sebagai contoh alumunium dengan nomor seri 1075. Ini berarti
alumunium mempunyai 99,75% yang terkontrol atau alumunium murni.
Sedangkan 0,25% paduan tanpa kontrol. Nomor 1180 diidentifikasikan sebagai
paduan dimana 99,80% alumunium murni dengan 0,20% berbagai macam
campuran tambahan (Rahmat Saptono, 2008).
Paduan Alumunium Nomor
Alumunium 99,5% murni Alumunium 99,5% murni
Al-Cu merupakan unsur paduan utama Al-Mn merupakan unsur paduan utama
Al-Si merupakan unsur paduan utama Al-Mg merupakan unsur paduan utama
Al-Mg dan Si merupakan unsur paduan utama Al-Zn merupakan unsur paduan utama
1001 1100
2010 – 2029 3033 – 3009
4030 – 4039 5050 – 5086
6061 – 6069 7070 – 7079
Universitas Sumatera Utara
Pada seri 2010 sampai 7079 setelah angka kedua tidak mempunyai arti
khusus hanya menunjukkan pabrikasi. Angka ketiga dan terakhir memperlihatkan
berapa paduan yang terkandung pada saat proses pembuatan. Sebagai contoh
alumunium seri 3003 adalah alumunium mangan alloy yang mrngandung sekitar
1,2% mangan dan minimum 90% alumunium. Contoh lain misalkan 6151
alumunium, adalah paduan alumunium dengan silicon-magnesium-chromium.
Disini angka 6 menunjukkan bahwa paduan adalah magnesium silicon, dan angka
151 sebagai identitas paduan khusus dan persentase dari paduan. Jika angka 1
pada digit kedua menunjukkan bahwa paduan itu adalah chromium dan
kandungannya adalah 0,49%. Berarti paduan itu adalah 99,51% terdiri dari
alumunium magnesium dan silicon (Rahmat Saptono, 2008).
Alumunium juga dapat digolongkan apakah bias di heat-treatment atau
tidak. Alumunium yang tidak dapat dilakukan perlakuan panas termasuk
alumunium murni atau seri 1000, mangan atau seri 3000 dan magnesium seri
5000. Alumunium dapat di heat-treatment jika mengandung satu dari copper,
magnesium, silicon ataupun zinc. Seri 4000 adalah seri silicon dari paduan
alumunium yang sebagian besar dapat dilas dan untuk bahan pengisi pada proses
pangelasan (Rahmat Saptono, 2008).
2.7.3 Paduan-Paduan Alumunium yang Utama
Alumunium lebih banyak dipakai sebagai paduan daripada logam murni
sebab tidak kehilangan sifat ringan dan sifat-sifat mekanisnya serta mampu cornya
diperbaiki dengan menambah unsur –unsur lain. Unsur-unsur paduan yang tidak
ditambahkan pada alumunium murni selain dapat menambah kekuatan
mekaniknya juga dapat memberikan sifat-sifat baik lainnya seperti ketahanan
korosi dan ketahanan aus (Lawrence H. Van Vlack, 1989).
.
Adapun paduan-paduan alumunium yang sering dipakai (Lawrence H. Van
Vlack, 1989), yaitu:
Universitas Sumatera Utara
1. Al-Cu dan Al-Cu-Mg
Mempunyai kandungan 4% Cu dan 0,5% Mg untuk menambah kekuatan
paduan mampu mesin yang baik serta dipakai pada bahan pesawat terbang.
2. Al-Mn
Mn adalah unsur yang memperkuat Al tanpa mengurangi ketahanan korosi
dan dipakai untuk membuat paduan yang tahan korosi.
3. Paduan Al-Si
Sangat baik kecairannya dam mempunyai permukaan yang bagus sekali,
mempunyai ketahanan korosi yang sangat baik sangat ringan, koefisien
pemuai yang kecil, dan penghantar yang baik untuk listrik dan panas.
Karena kelebihan yang menyolok maka paduan ini sangat banyak dipakai.
4. Paduan Al-Mg
Paduan ini mempunyai kandungan magnesium sekitar 4% sampai 10%
mempunyai ketahanan korosi yang sangat baik, dapat ditempa, di rol dan
di ekstruksi. Karena sangat kuat dan mudah di las maka banyak dipakai
sebagai bahan untuk tangki LNG, kapal laut, kapal terbang serta peralatan-
peralatan kimia.
2.7.5 Paduan Al-Cu dan Al-Cu-Mg
Seperti telah dikemukakan pada uraian sebelumnya, paduan coran
alumunium ini mengandung 4-5% Cu. Ternyata dari fasa paduan ini mempunyai
daerah luas dari pembekuannya, penyusutan yang besar, resiko besar pada
kegetasan panas dan mudah terjadi retakan pada coran. Adanya Si sangat berguna
untuk mengurangi keadaan itu dan penambahan Si sefektif untuk memperhalus
butir. Dengan perlakuan panas pada paduan ini dapat dibuat bahan yang
mempunyai kekuatan tarik kira-kira 25kgf/mm2 (Tata Surdia dan Sinroku Saito,
1995).
Sebagai paduan, Al-Cu-Mg ini mengandung 4% Cu, dan 0,5%ditemukan
oleh A.Wilm dalam usahanya mengembangkan paduan Al yang kuat,
Universitas Sumatera Utara
dinamakannya yaitu duralumin. Duralumin adalah paduan praktis yang sangat
terkenal disebut paduan alumunium dengan nomor 2017, komposisi standarnya
adalah 4% Cu, 1,5% Mn dinamakan paduan dengan nomor 2044 nama lamanya
yaitu duralumin super. Paduan yang mengandung Cu mempunyai ketahanan
korosi yang jelek, jadi apabila diingini ketahanan korosi yang tinggi maka
permukaanya dilapisi dengan Al murni atau paduan alumunium yang tahan korosi
yang disebut pelat alklad. Paduan dalam system ini terutama dipakai sebagai
bahan pesawat terbang (Tata Surdia dan Sinroku Saito, 1995).
2.7.6 Paduan Al-Si (4030-4039)
Paduan Al-Si ini sangat baik kecairannya, yang mempunyai permukaan
bagus sekali, pada ketegasan panas dan sangat baik untuk paduan cor. Sebagai
tambahan paduan ini mempunyai ketahanan korosi yang baik dan sangat ringan,
koefisien pemuaian yang kecil dan penghantar listrik dan panas yang baik. Karena
mempunyai kelebihan yang mencolok ini maka paduan ini sangat banyak
dipergunakan. Paduan Al-Si ini ditemukan pertama kali oleh A. Pacz pada tahun
1921 dan paduan yang telah diadakan perlakuan tersebut dinamakan silumin
(Rahmat Saptono, 2008).
Paduan Al-Si dengan kandungan 12% sangat banyak dipakai untuk paduan
cor cetak. Tetapi dalam hal modifikasi tidak perlu dilakukan. Sifat-sifat paduan ini
dapat diperbaiki dengan perlakuan panas dan sedikit diperbaiki dengan tambahan
unsure paduan lainnya yang umum dipakai yaitu 0,15 – 0,4% Mn dan 0,5% Mg.
paduan yang diberi perlakuan peraturan dan ditempa dinamakan silumin β.
Paduan yang memerlukan paduan panas ditambah juga dengan unsur Mg, Cu dan
Ni untuk memberikan kekerasan pada saat proses pemanasan. Bahan ini biasa
dipakai untuk torek motor (Rahmat Saptono, 2008).
Koefisien pemuaian termal dari Si sangat rendah, oleh karena itu
paduannya mempunyai koefisien yang rendah juaga apabila ditambah Si lebih
banyak. Berbagai cara dicoba untuk memperhalus butir primer Si, seperti yang
telah dikembangkan pada paduan Hypereotektik Al-Si sampai dengan 29%Si.
Universitas Sumatera Utara
Paduan Al-Si juga banyak dipakai untuk elektroda pengerasan terutama yang
mengandung 5% Si (Tata Surdia dan Sinroku Saito, 1995).
2.7.7 Paduan Al-Mg-Si (6001 – 6069)
Kalau sedikit Mg ditambahkan pada Al pengerasan penuaan sangat jarang
terjadi. Paduan alam system ini mempunyai kekuatan yang kurang baik sebagai
bahan tempaan dibandingkan dengan paduan-paduan lainnya tetapi sangat liat dan
sangat baik mampu bentuknya yang tinggi pada temperatur biasa. Mempunyai
kemampuan bentuk yang lebih baik pada ekstruksi dan tahan korosi dan sebagai
tambahan banyak digunakan untuk angka-angka konstruksi (Tata Surdia dan
Sinroku Saito, 1995).
Karena paduan ini mempunyai kekuatan yang sangat baik tanpa
mengurangi sifat kehantaran listriknya maka dapat digunakan untuk kabel tenaga
listrik. Dalam hal ini pencampuran dengan Cu, Fe dan Mn perlu dihindari karena
unsur-unsur itu menyebabkan tahanan listrik menjadi tinggi (Tata Surdia dan
Sinroku Saito, 1995).
2.7.8 Paduan Al-Mg-Zn (7075)
Alumunium menyebabkan keseimbangan biner semu dengan senyawa
antar logam MgZn2 dan kelarutannya menurun apabila temperatur turun. Telah
Diketahui sejak lama bahwa paduan sistem ini dapat dibuat keras sekali dengan
penuaan setelah perlakuan pelarutan. Tetapi sejak lama tidak dipakai sebab
mempunyai sifat patah getas oleh retakan korosi tegangan (Rahmat Saptono,
2008).
Di Jepang pada permulaan tahun 1940 Igarasi dan kawan-kawan
mengadakan studi dan berhasil mengembangkan suatu paduan logam dengan
penambahan kira-kira 3% Mn atau Cr dimana butir kristal dapat diperhalus dan
mengubah bentuk resivitasi serta retakan korosi tegangan hampir tidak terjadi.
Universitas Sumatera Utara
Pada saat itu paduan tersebut dinamakan Duralumin super ekstra (Rahmat
Saptono, 2008).
Paduan yang terdiri dari 5,5% Zn, 2,5-1,5% Mn, 1,5% Cu, 0,3% Cr, 0,2%
Mn dan sisanya Al sekarang dinamakan paduan 7075 mempunyai kekuatan
tertinggi diantara paduan-paduan lainnya. Sifat-sifat mekaniknya dapat dilihat
pada tabel 2.6. Penggunaan paduan ini yang paling besar adalah untuk bahan
konstruksi untuk pesawat terbang. Disamping itu penggunaannya juga penting
untuk bahan konstruksi (Tata Surdia dan Sinroku Saito, 1995).
2.8 Dapur Crucible pada Departemen Teknik Mesin USU
Pada laboratorium Foundry Departemen Teknik Mesin terdapat sebuah
dapur crucible untuk peleburan aluminium, dan kapasitas dapur crucible adalah
30Kg. dapur inilah yang akan menjadi objek modifikasi pada perencanaan.
Dapur crucible ini memiliki beberapa kelebihan, yaitu:
1. Teknik operasi peleburan yang sederhana
2. Mampu melebur aluminium dengan kapasitas 30Kg
3. Menggunakan bahan bakar yang aman yaitu minyak tanah
4. Mudah dalam pengambilan terak
Disamping memiliki kelebihan, dapur ini juga memiliki kelemahan, yaitu:
1. Operasi peleburan membutuhkan waktu yang ralatif lama
2. Adanya panas yang terbuang melalui plat dinding samping
3. Tidak memiliki plat penutup atas
4. Terdapat banyak dinding dapur yang kropos dan rapuh
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.11 Keadaan dapur dari samping pada lab. Foundy
Gambar 2.12 keadaan dapur bagian dalam pada lab. Foudry
Universitas Sumatera Utara
Melihat kelemahan dari dapur crucible yang ada pada laboratorium Foundry
Departemen Teknik Mesin USU, maka harus dilakukan perbaikan pada dapur agar
nantinya dapur lebih efisien untuk beroperasi.
Rencana perbaikan yang akan dilakukan adalah :
1. Memperbaiki dinding konstruksi yang talah mengalami rapu ataupun
kropos
2. Melengkapi plat penutup atas agar dapat memperkecil panas yang
terbuang sewaktu operasi peleburan.
2.8.1 Data Dapur Peleburan sebelum di Rancang Ulang
Tabel 2.3 Data kalor terserap sebelum di rancang ulang Bahan yang diserap Kalor yang terserap
Kalor yang terserap aluminium Kalor yang terserap batu tahan api Kalor yang terserap plat dinding samping Kalor yang diserap cawan lebur Kalor yang diserap plat penutup atas
31971,73 KJ 298028,99 KJ
383,8 KJ 40467,42 KJ 5270,56 KJ
Total 376112,5 KJ Sumber : Bramantha Ginting, 2008
Tabel 2.4 Data Kalor terbuang sebelum dirancang ulang Kalor terbuang Besar Kalor Terbuang
Panas terbuang melalui cawan lebur Panas terbuang melalui plat dinding samping
Panas terbuang melalui plat penutup atas
3250,29 KJ/Jam 761,6797 KJ/Jam
2160,855 KJ/Jam
Total 6172,8247 KJ/Jam Sumber : Bramantha Ginting, 2008
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.5 Waktu serta bahan bakar yang dibutuhkan untuk peleburan sebelum rancang ulang
waktu peleburan Jumlah bahan bakar yang dibutuhkan
2,51 jam 9,43 liter
Sumber : Bramantha Ginting, 2008
2.9 Data Dapur Peleburan Hasil Survey
Survey ini dilakukan pada dapur peleburan aluminium industri rumah
tangga Lokasi survey berada di simpang Kayu Besar Desa Sena Tanjung Morawa
Deli Serdang.. Dapur peleburan ini menggunakan bahan bakar minyak tanah dan
sama seperti yang akan dirancang ulang. Berdasarkan survey dapur peleburan
dilapangan pada dapur crucible dengan kapasitas 30Kg, didapat hasil efisiensi
dilapangan lebih besar dibandingkan dengan yang ada di laboratorium foundry
departemen Teknik Mesin USU. Hasil survey menunjukkan bahwa waktu serta
bahan bakar yang dibutuhkan dalam operasi peleburan lebih kecil dibandingkan
dengan dapur peleburan yang ada pada laboratorim foundry FT.USU.
Universitas Sumatera Utara
Gamabr 2.13 Dimensi Dapur yang disurvey
Dari dapur hasil survey diperoleh data-data sebagai berikut:
Tabel 2.6 Data dapur peleburan hasil survey Total kalor terserap 334166,83 KJ kalor tebuang 5329, 77 KJ/jam Waktu 1,7 jam Kebutuhan bahan bakar 8,4 liter
Sumber : Lokasi survey Desa Sena Tanjung Morawa, 2010
2.9.1 Perbandingan Data Survey dengan Dapur sebelum Dirancang Ulang
Pada tabel 2.8 tampak bahwa data hasil survey lebih efisien dibanding
dengan data dapur sebelum dirancang ulang.
Tabel 2.7 Perbandingan data survey dengan data dapur sebelum dirancang ulang
Yang di bandingkan Sebelum dirancang ulang Data Survey Efisiensi data
survey Kalor terserap Kalor terbuang Waktu peleburan Bahan bakar