12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Altruisme 2.1.1 Pengertian Altruisme Menurut kamus besar bahasa indonesia (KBBI) altruisme merupakan paham (sifat) yang lebih memperhatikan dan mengutamakan kepentingan orang lain (kebalikan dari egoisme), sikap yang ada dalam diri manusia yang bersifat naluri, berupa dorongan untuk berbuat jasa kepada orang lain (KBBI, 2019). Kata altruisme pertama kali muncul pada abad ke-19 oleh Comte. Kata ini berasal dari bahasa Yunani, yaitu Alteri yang berarti orang lain. Menurut Comte, seseorang memiliki tanggung jawab moral untuk melayani umat manusia sepenuhnya sehingga altruisme menjelaskan sebuah perhatian yang tidak mementingkan diri sendiri untuk kebutuhan orang lain. Senada menurut menurut Baston, altruisme adalah respon yang menimbulkan positive feeling, seperti empati. Seseorang yang altruis memiliki motivasi altruistik, keinginan untuk selalu menolong orang lain yang menimbulkan positive feeling dalam dirinya yang berasal dari motivasi altruistik sehingga dapat memunculkan tindakan untuk menolong orang lain (Arifin, 2015). Altruisme merupakan perilaku menolong yang tidak mementingkan diri sendiri dan dimotivasi oleh keinginan untuk bermanfaat bagi orang lain. Menurut Jenny Marcer dan Debbie Clayton (2012) menjelasakan dalam bukunya bahwa istilah altruisme dan prososial kerap digunakan untuk
26
Embed
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Altruisme 2.1.1 Pengertian ...
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Altruisme
2.1.1 Pengertian Altruisme
Menurut kamus besar bahasa indonesia (KBBI)
altruisme merupakan paham (sifat) yang lebih
memperhatikan dan mengutamakan kepentingan
orang lain (kebalikan dari egoisme), sikap yang ada
dalam diri manusia yang bersifat naluri, berupa
dorongan untuk berbuat jasa kepada orang lain
(KBBI, 2019). Kata altruisme pertama kali muncul
pada abad ke-19 oleh Comte. Kata ini berasal dari
bahasa Yunani, yaitu Alteri yang berarti orang lain.
Menurut Comte, seseorang memiliki tanggung jawab
moral untuk melayani umat manusia sepenuhnya
sehingga altruisme menjelaskan sebuah perhatian
yang tidak mementingkan diri sendiri untuk
kebutuhan orang lain. Senada menurut menurut
Baston, altruisme adalah respon yang menimbulkan
positive feeling, seperti empati. Seseorang yang
altruis memiliki motivasi altruistik, keinginan untuk
selalu menolong orang lain yang menimbulkan
positive feeling dalam dirinya yang berasal dari
motivasi altruistik sehingga dapat memunculkan
tindakan untuk menolong orang lain (Arifin, 2015).
Altruisme merupakan perilaku menolong yang tidak
mementingkan diri sendiri dan dimotivasi oleh
keinginan untuk bermanfaat bagi orang lain.
Menurut Jenny Marcer dan Debbie Clayton
(2012) menjelasakan dalam bukunya bahwa istilah
altruisme dan prososial kerap digunakan untuk
13
merujuk pengertian yang sama, perbedaannya adalah
perilaku prososial dapat mencakup diterimanya
penghargaan menolong, sedangkan altruisme
menggambarkan tindakan prososial sebagai tujuan itu
sendiri, tanpa memberikan keuntungan bagi si altruis.
Menurut Sears, dkk (1994) altruisme adalah tindakan
sukarela yang dilakukan seorang atau sekelompok
orang untuk menolong orang lain tanpa
mengharapkan imbalan apapun. Sedangkan menurut
Myers (2012) altruisme adalah motif untuk
meningkatkan kesejahteraan orang lain tanpa sadar
untuk kepentingan pribadi seseorang (kecuali
mungkin perasaan telah melakukan kebaikan).
Tindakan altruistik selalu bersifat konstruktif,
membangun, memperkembangkan, dan
menumbuhkan kehidupan sesama. Suatu tindakan
altruistik tidak berhenti pada perbuatan itu sendiri,
tetapi keberlanjutan tindakan itu sebagai produknya,
bukan sebagai ketergantungan. Istilah tersebut
disebut moralitas altruistik, yaitu tindakan menolong
tidak hanya mengandung kemurahan hati atau belas
kasihan, tetapi diresapi dan dijiwai oleh kesukaan
memajukan sesama tanpa pamrih. Berdasarkan hal
tersebut seseorang yang altruis dituntut untuk
memiliki tanggung jawab dan pengorbanan yang
tinggi (Arifin, 2015).
Berdasarkan beberapa definisi di atas, maka
dapat disimpulkan altruisme merupakan tindakan
menolong orang lain secara sukarela tanpa
mengharap balasan apapun, menolong tanpa pamrih,
bahkan rela mengambil resiko demi mensejahterakan
14
orang lain yang ditolongnya, karena didalam dirinya
terdapat motivasi untuk selalu menolong orang lain
yang menimbulkan perasaan positif (positive feeling)
dan kepuasan tersendiri melalui tindakan menolong
orang lain.
2.1.2 Aspek-aspek Altruisme
Adapun aspek-aspek dari perilaku Altruis
menurut Durkheim (1990) adalah sebagai berikut:
1) Menolong sesama tanpa pamrih
2) Tidak egois
3) Bersedia berkorban
4) Peka dan siap bertindak demi membantu sesama
5) Mempunyai rasa belas kasihan
6) Murah hati
7) Tidak tegaan
8) Penuh kasih sayang.
Alruisme tidak dapat diukur menggunakan
angka, namun bisa di analisis melalui perbuatan-
perbuatan yang tampak dan dapat dilihat oleh panca
indra. Untuk mendeteksi seberapa besar tingkat
altruis seseorang kita dapat mengukurnya lewat
aspek-aspek altruisme. Myers membagi perilaku
altruistik kedalam tiga aspek:
1) Memberikan perhatian terhadap orang lain,
Seseorang membantu orang lain karena adanya
rasa kasih sayang, pengabdian, kesetiaan yang
diberikan tanpa ada keinginan untuk
memperoleh imbalan untuk dirinya sendiri.
2) Mambantu orang lain, seseorang membantu
orang lain didasari oleh keinginan yang tulus dan
15
dari hati nurani orang tersebut tanpa adanya
pengaruh dari orang lain.
3) Meletakkan kepentingan orang lain di atas
kepentingan sendiri, dalam memberikan bantuan
kepada orang lain, kepentingan yang bersifat
pribadi dikesampingkan dan lebih fokus terhadap
kepentingan orang lain (Myers, 2012).
Dari beberapa aspek di atas, dapat disimpulkan
bahwa altruisme tidak dapat diukur menggunakan
angka, namun bisa di analisis melalui perbuatan-
perbuatan yang tampak dan dapat dilihat oleh panca
indra. Sebagaimana menurut Myers di atas, bahwa
terdapat aspek kemampuan memberikan perhatian
terhadap orang lain, membantu orang lain, dan
meletakkan kepentingan orang lain di atas
kepentingan diri sendiri. Sama halnya dengan aspek-
aspek perilaku altruis menurut Durkhem, hanya saja
menurut emile durkheim terdapat tujuh aspek
altruistik, yaitu Menolong sesama tanpa pamrih,
tidak egois, Bersedia berkorban, Peka dan siap
bertindak demi membantu sesama, mempunyai rasa
belas kasihan, murah hati, tidak tegaan, dan penuh
kasih sayang.
2.1.3 Karakteristik Altruisme
Menurut (Myers, 2012) karakteristik
seseorang yang memiliki sifat altruisme yaitu orang
yang memiliki lima sifat pada dirinya, sifat tersebut
yaitu:
1) Empati
Perilaku altruistis akan terjadi dengan adanya
empati dalam diri seseorang. Seseorang yang paling
16
altruis merasa diri mereka paling bertanggung
jawab, bersifat sosial, selalu menyesuaikan diri,
toleran, dapat mengontrol diri, dan termotivasi untuk
membuat kesan yang baik.
2) Belief On A Just World (Meyakini Keadilan Dunia)
Seorang yang altruis yakin akan adanya keadilan
di dunia (just world), yaitu keyakinan bahwa dalam
jangka panjang yang salah akan dihukum dan yang
baik akan dapat hadiah. Orang yang keyakinannya
kuat terhadap keadilan dunia akan termotivasi
dengan mudah menunjukkan perilaku menolong.
3) Sosial Responsibility (Tanggung Jawab Sosial)
Setiap orang bertanggung jawab terhadap
apapun yang dilakukan orang lain, sehingga ketika
ada orang lain yang membutuhkan pertolongan
orang tersebut harus menolongnya.
4) Kontrol Diri Secara Internal (internal locus of
control)
Setiap individu yang memiliki perilaku altruisme
mempunyai kontrol diri secara internal (internal
locus of control) dimana segala sumber motivasi,
segala yang dilakukan itu berasal dari dalam dirinya.
5) Ego yang rendah (low egosentris)
Setiap individu yang memiliki perilaku altruisme
tidak pernah mementingkan dirinya sendiri, tidak
bersikap egosentris. Individu yang altruis
menempatkan kebutuhan orang lain di atas
kepentinganya sendiri.
Nashori, (2008) mengutip dari Leeads yang
menjelaskan tiga ciri altruistik, yaitu:
17
1) Tindakan tersebut bukan untuk kepentingan
sendiri pada saat pelaku melakukan tindakan
altruistik, mungkin saja ia mengambil resiko
yang berat namun ia tidak mengharap imbalan
materi, nama, kepercayaan, dan tidak pula
untuk menghindari kecaman orang lain.
2) Tindakan tersebut dilakukan secara sukarela
tidak ada keinginan untuk memperoleh apapun
karena kepuasan yang diperoleh dari tindakan
sukarela ini adalah semata-mata dilihat dari
sejauh mana keberhasilan tindakan tersebut.
3) Hasilnya baik untuk si penolong maupun yang
menolong tindakan altruistik tersebut sesuai
dengan kebutuhan orang yang ditolong dan
pelaku memperoleh internal reward (misalnya,
kebanggaan, kepuasan diri, bahagia, dan lain
sebagainya) atas tindakannya.
Adapun dari penjelasan di atas dapat
disimpulkan bahwa, karakteristik menurut Myers
cenderung menjelaskan 5 sifat altruis pada diri
individu, yaitu sifat empati, meyakini keadilan dunia,
memiliki tanggung jawab sosial, kontrol diri secara
internal, dan ego yang rendah. Sedangkan
karakteristik menurut Leeads cenderung
menjelaskan tentang tindakan altruistik seseorang
berdasarkan kepentingan orang lain, tindakan
sukarela, dan hasil yang baik untuk penolong
maupun orang yang menolong.
2.1.4 Faktor-faktor Perilaku Altruisme
Faktor altruisme menurut Wortman dkk
(dalam Arifin, 2015) menjelaskan beberapa yang
18
mempengaruhi seseorang dalam memberikan
pertolongan kepada orang lain adalah sebagai
berikut:
1) Suasana Hati
Individu akan terdorong untuk memberikan
pertolongan lebih banyak jika suasana hati
sedang senang. Hal ini merupakan alasan saat
merasakan suasana yang senang, orang
cenderung ingin memperpanjangnya dengan
perilaku yang positif.
2) Empati
Merupakan pengalaman menempatkan diri pada
keadaan emosi orang lain, menjadikan orang
yang berempati seolah-olah mengalaminya
sendiri sehingga orang yang berempati akan
mendorong untuk melakukan pertolongan
altruistis.
3) Meyakini Keadilan Dunia
Faktor lain yang mendorong terjadinya altruisme
adalah keyakinan akan adanya keadilan dunia
(just world), yaitu keyakinan bahwa dalam
jangka panjang orang yang salah akan dihukum
dan orang yang baik akan mendapat ganjaran.
4) Faktor Sosiobiologis
Perilaku altruistis memberi kesan kontra-
produktif mengandung risiko tinggi termasuk
luka bahkan mati. Perilaku seperti ini muncul
karena ada proses belajar dengan lingkungan
terdekat, dalam hal ini pengalaman yang
diajarkan oleh orang tua yang berkontribusi
unsur genetik meskipun minimal.
19
5) Faktor Situasional
Karakter yang membuat seseorang menjadi
altruistis bahwa seseorang akan menjadi penolong
lebih sebagai produk lingkungan daripada faktor
yang ada dalam dirinya, sehingga faktor situasional
turut mendorong seseorang untuk memberikan
pertolongan kepada orang lain.
Sedangkan menurut Sarwono dan Meinarno
(2009) altruisme dipengaruhi oleh beberapa faktor
yaitu faktor situasional dan faktor personal. Adapun
faktor situasional dibagi menjadi enam, yaitu
bystander, daya tarik, atribusi terhadap korban,
adanya model, desakan waktu dan sifat kebutuhan
korban, sedangkan faktor personal dibagi menjadi
lima, yaitu suasana hati (mood), sifat, jenis kelamin,
tempat tinggal dan pola asuh. Faktor-faktor tersebut
dapat dijelaskan sebagai berikut:
1) Faktor Situasional
merupakan pengaruh eksternal yang diperlukan
sebagai motivasi yang memungkinkan timbul
dalam diri individu pada situasi itu. Adapun
pengaruh ini terdiri atas:
a. Kehadiran Orang Lain (bystander)
orang-orang yang berada disekitar kejadian
mempunyai peran sangat besar daelam
mempengaruhi seseorang saat memutuskan
antara menolong atau tidak karena dihadapkan
pada keadaan darurat. Karena biasanya yang
terjadi adalah penyebaran tanggung jawab
(diffusion of responsibility)
20
b. Daya Tarik
Sejauh mana seseorang mengevaluasi korban
secara positif (memiliki daya tarik) akan
mempengaruhi kesediaan orang untuk
memberikan bantuan. Apapun faktor yang
dapat meningkatkan ketertarikan bystander
kepada korban, akan meningkatkan
kemungkinan terjadinya respon untuk
menolong.
c. Atribusi Terhadap Korban
Seseorang akan termotivasi untuk memberikan
bantuan pada rang lain bila ia mengasumsikan
bahwa ketidakberuntungan korban adalah
diluar kendali korban.
d. Menolong Jika Orang Lain Menolong
Sesuai dengan prinsip timbal balik dalam teori
norma sosial, adanya individu yang sedang
menolong orang lain akan lebih memicu kita
untuk ikut menolong.
e. Desakan Waktu
Sesuai dengan prinsip timbal balik dalam teori
norma sosial, adanya individu yang sedang
menolong orang lain akan lebih memicu kita
untuk ikut menolong.
f. Sifat Kebutuhan Korban
Kesediaan untuk menolong dipengaruhi oleh
kejelasan bahwa korban benar-benar
membutuhkan pertolongan (clarity of need),
dan bukanlah tanggung jawab korban sehingga
ia memerlukan bantuan dari orang lain (atribusi
eksternal).
21
2) Pengaruh Dari Dalam Diri Individu
Berperan dalam perilaku individu dalam
berperilaku menolong, Pengaruh dari dalam diri
tersebut dipengaruhi oleh:
a. suasana hati (mood), emosi seseorang dapat
mempengaruhi kecenderungannya untuk
menolong. Emosi positif dan emosi negatif
mempengaruhi kemunculan tingkah laku
menolong.
b. Sifat, Orang yang mempunyai sifat pemaaf, ia
akan mempunyai kecenderungan mudah
menolong. Orang yang mempunyai
pemantauan diri (self monitoring) yang tinggi
juga cenderung lebih penolong, karena dengan
jadi penolong ia akan memperoleh
penghargaan sosial yang lebih tinggi.
c. Jenis kelamin, peranan gender terhadap
kecenderungan seseorang untuk menolong
sangat bergantung pada situasi dan bentuk
pertolongan yang dibutuhkan. Laki-laki
cenderung lebih mau terlibat dalam aktivitas
menolong pada situasi darurat yang
membahayakan, misalnya menolong seseorang
dalam kebakaran. Hal ini tampaknya terkait
dengan peran tradisional laki-laki, yaitu laki-laki
dipandang lebih kuat dan lebih mempunyai
ketrampilan untuk melindungi diri. Sementara
perempuan, lebih tampil menolong pada situasi
yang bersifat memberi dukungan emosi,
merawat, dan mengasuh.
22
d. Tempat tinggal, orang yang tinggal di daerah
pedesaan cenderung lebih penolong dari pada
orang yang tinggal di daerah perkotaan. Hal ini
dapat dijelaskan melalui urban-overload
hypothesis, yaitu orang-orang yang tinggal di
perkotaan terlalu banyak mendapat stimulasi
dari lingkungan. Oleh karenanya, ia harus
selektif dalam menerima paparan informasi
yang sangat banyak agar bisa tetap
menjalankan peran-perannya dengan baik.
Itulah sebabnya, diperkotaan, orang-orang
yang sibuk sering tidak peduli dengan kesulitan
orang lain karena sudah overload dengan
beban tugasnya sehari-hari.
e. Pola asuh, dalam perilaku sosial tidak terlepas
dari peranan pola asuh di dalam keluarga. Pola
asuh yang demokratis secara signifikan
memfasilitasi adanya kecenderungan anak
untuk tumbuh menjadi penolong, yaitu melalui
peran orang tua dalam menetapkan standar
tingkah laku menolong. Menurut Mashoedi pola
asuh demokratis juga ikut mendukung
terbentuknya internal locus of control dimana
hal ini merupakan sifat kepribadian altruistik.
Berdasarkan kedua penjelasan di atas dapat
disimpulkan bahwa faktor-faktor perilaku altruisme
dipengaruhi oleh faktor situasional (dari luar) dan
faktor personal (dari dalam) individu.
23
2.1.5 Tahapan-tahapan Altruisme
Menurut Latene dan Darley dalam
(Nurhidayati, 2012), ada lima tahap dalam perilaku
altruistik, yaitu:
1) Perhatian Pada Suatu Kejadian
Individu membantu orang lain karena adanya
rasa kasih sayang, pengabdian, kesetiaan yang
diberikan tanpa ada kegiatan untuk memperoleh
imbalan darinya maupun orang lain.
2) Interpretasi
Pemberian pendapat atau kesan apakah suatu
pertolongan dibutuhkan atau tidak.
3) Tanggung Jawab
Berkewajiban menanggung segala sesuatu untuk
menolong pada suatu peristiwa atau kejadian
yang ditemui.
4) Keputusan Untuk Bertindak.
Keputusan yang diberikan dalam memberikan
petolongan pada orang lain, pertolongan
tersebut akan diterima atau ditolak.
5) Kesungguhan untuk bertindak
Keyakinan bertindak tersebut benar-benar akan
menolong atau benar-benar tidak melakukan
tindakan untuk menolong.
Dari tahapan-tahapan di atas dapat disimpulkan
bahwa ada 5 tahapan yang dilalui oleh seorang yang
memiliki sifat altruisme yaitu perhatian pada suatu
kejadian, interpretasi, tanggung jawab, keputusan
untuk bertindak dan kesungguhan untuk bertindak.
24
2.1.6 Altruisme dalam Perspektif Islam
Altruisme merupakan tindakan menolong
secara sukarela tanpa mengharap balasan apapun,
menolong tanpa pamrih, bahkan rela mengambil
resiko demi mensejahterakan orang lain yang
ditolongnya, karena didalam dirinya terdapat
motivasi untuk selalu menolong orang lain yang
menimbulkan perasaan positif (positive feeling) dan
kepuasan tersendiri melalui tindakan menolong
orang lain, dalam Al-Qur‟an surat Al-Maidah (2):
والتقاااااوىول وتعااااااون واعلاااااىالب ااااار
واتق اااوا والع اادوان ثاام تعاااون واعلااىال
﴿المائدة:۴﴾ قاب يد الع شد الل إ ن اللArtinya : “Dan tolong menolonglah kamu