14 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Partisipasi 2.1.1. Pengertian Partisipasi Dalam literatur ilmu sosiologi ditemukan banyak terdapat pengertian dan definisi partisipasi. Namun kata partisipasi selalu dikaitkan atau bersinonim dengan peran serta. Beberapa definisi mengenai partisipasi antara lain : Partisipasi dapat didefinisikan sebagai keterlibatan mental/ pikiran dan emosi/ perasaan seseorang di dalam situasi kelompok yang mendorongnya untuk memberikan sumbangan kepada kelompok dalam usaha mencapai tujuan serta turut bertanggung jawab terhadap usaha yang bersangkutan (Davis dalam Sastropoetro, 1988 : 13 ). Partisipasi adalah keterlibatan diri /ego yang sifatnya lebih daripada keterlibatan dalam pekerjaan atau tugas saja, yang berarti keterlibatan pikiran dan perasaannya (Allport dalam Sastropoetro, 1988:12). Mengacu pada definisi Allport, maka ada tiga buah unsur penting dalam partisipasi yaitu: a). Partisipasi merupakan suatu keterlibatan mental dan perasaan, lebih dari semata-mata atau hanya keterlibatan secara jasmaniah. b). Ketersediaan memberi sesuatu sumbangan kepada usaha mencapai tujuan kelompok, ini berarti terdapat rasa senang, kesukarelaan untuk membantu kelompok. c). Dalam partisipasi harus ada tanggung jawab, unsur tanggung jawab ini merupakan segi yang menonjol dari rasa menjadi anggota. Dengan ini jelas bahwa partisipasi menyangkut keterlibatan diri/ego dan tidak semata-mata keterlibatan fisik dalam pekerjaan atau tugas saja, dan ketiga unsur partisipasi tersebut di dalam realitanya tidak akan terpisahkan satu sama lain, tetapi akan saling menunjang. Dalam realitasnya, terutama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, istilah partisipasi ini sering dikaitkan dengan usaha di dalam mendukung program pembangunan.
22
Embed
BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Partisipasi 2.1.1. Pengertian ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8410/3/T1_352009703_BAB II.pdf · LANDASAN TEORI . 2.1. Partisipasi 2.1.1. Pengertian
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
14
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Partisipasi
2.1.1. Pengertian Partisipasi
Dalam literatur ilmu sosiologi ditemukan banyak terdapat pengertian dan
definisi partisipasi. Namun kata partisipasi selalu dikaitkan atau bersinonim dengan
peran serta. Beberapa definisi mengenai partisipasi antara lain :
Partisipasi dapat didefinisikan sebagai keterlibatan mental/ pikiran dan
emosi/ perasaan seseorang di dalam situasi kelompok yang
mendorongnya untuk memberikan sumbangan kepada kelompok dalam
usaha mencapai tujuan serta turut bertanggung jawab terhadap usaha yang
bersangkutan (Davis dalam Sastropoetro, 1988 : 13 ).
Partisipasi adalah keterlibatan diri /ego yang sifatnya lebih daripada
keterlibatan dalam pekerjaan atau tugas saja, yang berarti keterlibatan
pikiran dan perasaannya (Allport dalam Sastropoetro, 1988:12).
Mengacu pada definisi Allport, maka ada tiga buah unsur penting dalam
partisipasi yaitu:
a). Partisipasi merupakan suatu keterlibatan mental dan perasaan, lebih
dari semata-mata atau hanya keterlibatan secara jasmaniah.
b). Ketersediaan memberi sesuatu sumbangan kepada usaha mencapai
tujuan kelompok, ini berarti terdapat rasa senang, kesukarelaan untuk
membantu kelompok.
c). Dalam partisipasi harus ada tanggung jawab, unsur tanggung jawab ini
merupakan segi yang menonjol dari rasa menjadi anggota.
Dengan ini jelas bahwa partisipasi menyangkut keterlibatan diri/ego dan
tidak semata-mata keterlibatan fisik dalam pekerjaan atau tugas saja, dan ketiga
unsur partisipasi tersebut di dalam realitanya tidak akan terpisahkan satu sama
lain, tetapi akan saling menunjang. Dalam realitasnya, terutama dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, istilah partisipasi ini sering dikaitkan
dengan usaha di dalam mendukung program pembangunan.
15
Partisipasi menurut Soetrisno (1995: 221-222) bahwa secara umum, ada
dua ( 2 ) jenis definisi partisipasi yang beredar di masyarakat, yaitu:
1. Partisipasi rakyat dalam pembangunan sebagai dukungan rakyat
terhadap rencana / proyek yang dirancang dan ditentukan tujuannya
oleh perencanaan. Ukuran tinggi rendahnya partisipasi rakyat dalam
definisi ini pun diukur dengan kemauan rakyat ikut menanggung biaya
pembangunan, baik berupa uang maupun tenaga dalam melaksanakan
pembangunan.
2. Partisipasi rakyat dalam pembangunan merupakan kerjasama yang erat
antara perencana dan rakyat dalam merencanakan, melaksanakan,
melestarikan dan mengembangkan hasil pembangunan yang telah
dicapai. Ukuran tinggi dan rendahnya partisipasi rakyat dalam
pembangunan tidak hanya dengan kemauan rakyat untuk menanggung
biaya pembangunan, tetapi juga dengan ada tidaknya hak rakyat untuk
ikut menetukan arah dan tujuan proyek yang akan dibangun di
wilayahnya. Ukuran lain yang dapat digunakan adalah ada tidaknya
kemauan rakyat untuk secara mandiri melestarikan dan
mengembangkan hasil proyek itu. Definisi mana yang dipakai akan
sangat menetukan keberhasilan dalam mengembangkan dan
memasyarakatkan sistem pembangunan wilayah yang partisipatif.
Dalam sosiologi, partisipasi selalu dikaitkan dengan masyarakat. Sehingga
melekat pengertian bahwa partisipasi adalah suatu keikutsertaan individu dalam
suatu kelompok maupun suatu kelompok dalam suatu lingkungan masyarakat
yang luas dalam kaitannya terhadap pembangunan yang sedang dilaksanakan atau
mobilisasi masyarakat dalam pembangunan.
Terkait dengan hal tersebut, maka partisipasi masyarakat menjadi elemen
yang penting dalam pengembangan masyarakat. Menurut Adi (2001:208),
partisipasi masyarakat atau keterlibatan warga dalam pembangunan dapat dilihat
dalam 4 (empat) tahap, yaitu:
1. Tahap Assesment Dilakukan dengan mengidentifikasi masalah dan
sumberdaya yang dimiliki. Untuk ini, masyarakat dilibatkan secara aktif
melihat permasalahan yang sedang terjadi, sehingga hal tersebut
merupakan pandangan mereka sendiri.
16
2. Tahap Alternatif Program atau Kegiatan
Dilakukan dengan melibatkan warga untuk berpikir tentang masalah
yang mereka hadapi dan cara mengatasinya dengan memikirkan
beberapa alternatif program.
3. Tahap Pelaksanaan (Implementasi) Program atau Kegiatan
Dilakukan dengan melaksanakan program yang sudah direncanakan
dengan baik agar tidak melenceng dalam pelaksanaannya di lapangan.
4. Tahap Evaluasi (termasuk evaluasi input, proses, dan hasil)
Pelaksanaan partisipasi termasuk juga dengan pengawasan dari
masyarakat dan petugas terhadap program yang sedang berjalan. Dari
beberapa definisi yang telahdisebutkan di atas, maka dalam penelitian
ini definisi partisipasi masyarakat yang dimaksudkan oleh peneliti,
yakni keikutsertaan/keterlibatan masyarakat dalam perencanaan dengan
memberikan sumbangan ide terhadap program kebijakan pembangunan
yang akan dilaksanakan, di mana dalam hal ini masyarakat berfungsi
sebagai subjek sekaligus sebagai objek pembangunan yang mengetahui
betul kondisi di daerahnya sendiri, sehingga pembangunan yang
nantinya dilaksanakan di daerah mereka benar - benar butuhkan.
2.1.2. Unsur – unsur Partisipasi
Unsur – unsur yang ada dalam partisipasi Menurut Keith Davis
(Sastropoetro,1988:14) di dalam pengertian partisipasi ini terdapat tiga buah unsur
yang penting sehingga memerlukan perhatian yang khusus yaitu:
1. Bahwa partisipasi sesungguhnya merupakan suatu keterlibatan mental
danperasaan, lebih dari semata-mata atau hanya keterlibatan secara
jasmaniah.
2. Unsur kedua adalah kesediaan memberikan sumbangan kepada usaha
mencapai tujuan kelompok.
3. Unsur ketiga adalah unsur tanggung jawab.
Berdasarkan uraian di atas, maka partisipasi tidak saja identik dengan
keterlibatan secara fisik dalam pekerjaan dan tugas saja akan tetapi menyangkut
keterlibatan diri atau ego, sehingga akan timbul tanggung jawab dan sumbangan
yang besar dan penuh terhadap kelompok.
17
2.1.3. Bentuk dan Jenis Partisipasi Masyarakat
Partisipasi masyarakat dapar dikualifikasikan / dibedakan berdasarkan
jenisnya yang antara lain (Davis dalam Sastropoetro, : 1988:16):
1. Pikiran (Psychological participation).
2. Tenaga (Physical participation).
3. Pikiran dan tenaga (Psychological dan Physical participation).
4. Keahlian (Participation with skill).
5. Barang (Material participation).
6. Uang (Money participation).
Adapun bentuk – bentuk dari partisipasi masyarakat dapat berwujud /
diwujudkan dalam berbagai hal yang antara lain sebagai berikut ( Keith Davis
dalam Sastropoetro, 1988:55 ) :
1. Konsultasi, biasanya dalam bentuk jasa.
2. Sumbangan spontan berupa uang dan barang
3. Mendirikan proyek yang sifatnya berdikari dan honornya berasal dari
sumbangan individu atau instansi yang berada di luar lingkungan tertentu
(dermawan atau pihak ketiga), dan itu merupakan salah satu partisipasi
dan langsung akan dirasakan oleh masyarakat itu sendiri dalam
pembangunan desa tersebut.
4. Mendirikan proyek yang sifatnya berdikari dan dibiayai sepenuhnya oleh
komuniti (biasanya diputuskan oleh komuniti dalam rapat desa yang
menentukan anggarannya).
5. Sumbangan dalam bentuk kerja, yang biasanya dilakukan oleh tenaga
ahli setempat. Bentuk kerja yang disumbangkan oleh masyarakat akan
memperingan pembangunan yang diselenggarakan desa tersebut
6. Aksi massa
7. Mengadakan pembangunan dikalangan keluarga sendiri
8. Membangun proyek komuniti yang sifatnya otonom
Dari pemaparan diatas memperjelas suatu arti bahwa partisipasi masyarakat
dalam pembangunan nasional sangat luas bahkan dalam hal perumusan,
perencanaan, pengawasan, pelaksanaan serta pemanfaatan hasil pembangunan pun
perlu dilibatkan. Pembangunan yang dilakukan melalui program kebijakan
pemerintah harus terpadu dengan mengembangkan swadaya gotong royong. yang
dimaksudkan sebagai terpadu adalah adanya keterpaduan antar pemerintah dan
18
masyarakat, antara sektor yang mempunyai program pedesaan dan antara anggota
masyarakat sendiri, hal tersebut sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Darjono
(Sastropoetro, 1988:19) bahwa: “Partisipasi masyarakat dilakukan dalam bentuk
swadaya gotong royong merupakan modal utama dan potensi yang essensial dalam
pelaksanaan pembangunan desa yang selanjutnya tumbuh dan berkembang menjadi
dasar kelangsungan pembangunan nasional.”
Mengingat partisipasi masyarakat merupakan usaha yang membentuk
kelompok yang memiliki kemampuan mentransformasikan suatu kelompok yang
dinamis yang menjadi motor penggerak setiap perubahan. Hal ini lebih jauh
ditegaskan oleh Weber (Abdullah, 1997:18) bahwa: “Betapa kelompok masyarakat
dapat menjadi sesuatu kekuatan yang dahsyat di dalam menggerakan berbagai
perubahan kearah kemajuan. Masyarakat dengan ciri-ciri khusus seperti kelompok
yang memiliki kepercayaan yang tinggi terhadap peran aktif individu di dalam
kehidupan bernilai tinggi merupakan kekuatan perubahan yang dapat merubah tata
kehidupan sosial, ekonomi dan politik”. Oleh karena itu, peranan masyarakat
dalam pembangunan sangat besar dan cukup mempengaruhi hasil pembangunan
secara komprehensif. Seiring dengan itu, sumber daya manusia merupakan faktor
yang sangat penting sekali dalam usaha mengefektifkan partisipasi masyarakat
dalam pembangunan fisik maupun nonfisik. Di samping itu untuk mensukseskan
pembangunan, proses penyusunan dan pelaksanaan harus direncanakan dengan
matang, dengan melibatkan komponen masyarakat, sehingga tujuan pembangunan
akan tercapai.
2. 1.4. Prasyarat Partisipasi
Menurut pendapat Davis dalam Sastropoetro (1988:16-18) prasyarat untuk
dapat melaksanakan partisipasi secara efektif adalah sebagai berikut:
1. Adanya waktu.
2. Kegiatan partisipasi memerlukan dana perangsang secara terbatas.
3. Subyek partisipasi hendaklah berkaitan dengan organisasi dimana
individu yang bersangkutan itu tergabung atau sesuatu yang menjadi
perhatiannya.
4. Partisipan harus memiliki kemampuan untuk berpartisipasi dalam arti
kata yang bersangkutan memiliki pemikiran dan pengalaman yang
sepadan.
5. Kemampuan untuk melakukan komunikasi timbal balik.
19
6. Bebas melaksanakan peran serta sesuai dengan persyaratan yang telah
ditentukan.
7. Adanya kebabasan dalam kelompok, tidak adanya pemaksaan atau
penekanan.
Kemudian dalam rumusan lain dikemukakan prasyarat partisipasi sebagai
berikut ( Hamidjojo dan Iskandar dalam Sastropoetro,1988 : 29) :
1. Senasib dan sepenanggungan.
2. Keterlibatan terhadap tujuan hidup.
3. Kemahiran untuk menyesuaikan dengan perubahan keadaan.
4. Adanya prakarsawan.
5. Iklim partisipasi.
6. Adanya pembangunan itu sendiri.
Kedua rumusan di atas pada dasarnya di dalam berpartisipasi, ada suatu
syarat bahwa partisipan hendaknya mempunyai suatu kemampuan yang dapat
disumbangkannya sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai. Partisipasi didasari
pula oleh adanya kecocokan atau kebutuhan dari partisipan itu sendiri, kebutuhan
mereka, maka mereka berpartisipasi memanfaatkan dan memeliharanya. Partisipasi
masyarakat terhadap pelaksanaan kebijakan publik merupakan proses dan wujud
partisipasi politik masyarakat di dalam kehidupan bernegara. Jadi dapat disimpulkan
bahwa partisipasi masyarakat akan menunjukkan tingkat dukungan masyarakat
terhadap kebijakan publik. Besarnya partisipasi masyarakat dipengaruhi oleh tingkat
kesadaran hukum dan kesadaran politik masyarakat di dalam suatu Negara.
Pentingnya partisipasi masyarakat dalam perumusan kebijakan publik menunjukkan
kebijakan publik yang ditetapkan oleh pemerintah akan sesuai dengan kehendak
masyarakat secara proporsional.
2.1. 5. Fungsi dan Manfaat Partisipasi Masyarakat
Partisipasi masyarakat menurut Carter, Cormick, Goulet dan Wingert (
Santosa dan Heroepoetri : 2005:2) di rinci fungsi dari partisipasi masyarakat yaitu
sebagai berikut:
1. Partisipasi Masyarakat sebagai suatu Kebijakan
2. Partisipasi Masyarakat sebagai Strategi
3. Partisipasi Masyarakat sebagai Alat Komunikasi
4. Partisipasi Masyarakat sebagai Alat Penyelesaian Sengketa
20
5. Partisipasi Masyarakat sebagai Terapi
Kemudian dilihat dari aspek manfaat dari partisipasi masyarakat lebih
lanjut Santosa dan Heroepoetri (2005:5) merangum dari partisipasi masyarakat yaitu
sebagai berikut:
1. Menuju masyarakat yang lebih bertanggung jawab
Kesempatan untuk berpartisipasi dalam kegiatan publik, akan memaksa
orang yang bersangkutan untuk membuka cakrawala pikirannya dan
mempertimbangkan kepentingan publik (Mill, 1990). Sehingga orang
tersebut tidak semata-mata memikirkan kepentingannya sendiri, tetapi
akan lebih memiliki sifat bertanggung jawab dengan mempertimbangkan
kepentingan bersama.
2. Meningkatkan proses belajar
Pengalaman berpartisipasi secara psikologis akan memberikan seseorang
kepercayaan yang lebih baik untuk berpartisipasi lebih jauh.
3. Mengeliminir perasaan terasing
Karena turut aktifnya berpartisipasi dalam suatu kegiatan, seseorang
tidak akan merasa terasing. Karena dengan berpartisipasi akan
meningkatkan perasaan dalam seseorang bahwa ia merupakan bagian
dari masyarakat.
4. Menimbulkan dukungan dan penerimaan dari rencana pemerintah
Ketika seseorang langsung terlibat dalam proses pengambilan keputusan
yang akan mempengaruhi kehidupannya, mereka cenderung akan
mempunyai kepercayaan dan menerima hasil akhir dari keputusan itu.
Jadi, program partisipasi masyarakat menambah legitimasi dan
kredibilitas dari proses perencanaan kebijakan publik. Serta menambah
kepercayaan publik atas proses politik yang dijalankan para pengambil
keputusan.
5. Menciptakan kesadaran politik
John Stuart Mill (1963) berpendapat bahwa partisipasi masyarakat pada
tingkat lokal, dimana pendidikan nyata dari partisipasi terjadi, seseorang
akan belajar demokrasi. Ia mencatat bahwa orang tidaklah belajar
membaca atau menulis dengan kata-kata semata, tetapi dengan
melakukannya. Jadi, hanya dengan terus berpraktek pemerintahan dalam
21
skala kecil akan membuat masyarakat belajar bagaimana
mempraktekkannya dalam lingkup yang lebih besar lagi.
6. Keputusan dari hasil partisipasi mencerminkan kebutuhan dan keinginan
masyarakat.
Menurut Verba dan Nie (1972) bahwa melalui partisipasi masyarakat
distribusi yang lebih adil atas keuntungan pembangunan akan didapat,
karena rentang kepentingan yang luas tercakup dalam proses
pengambilan keputusan.
7. Menjadi sumber dari informasi yang berguna
Masyarakat sekitar, dalam keadaan tertentu akan menjadi pakar yang
baik karena belajar dari pengalaman atau karena pengetahuan yang
didapatnya dari kegiatan sehari-hari. Keunikan dari partisipasi adalah
masyarakat dapat mewakili pengetahuan lokal yang berharga yang
belum tentu dimiliki pakar lainnya, sehingga pengetahuan itu haruslah
termuat dalam proses pembuatan keputusan.
8. Merupakan komitmen sistem demokrasi
Program partisipasi masyarakat membuka kemungkinan meningkatnya
akses masyarakat kedalam proses pembuatan keputusan (Devitt, 1974).
2.1.6. Faktor – faktor yang mempengaruhi Partisipasi Masyarakat
Ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam upaya peningkatan
partisipasi masyarakat, baik berupa faktor pendorong maupun faktor penghambatnya.
Faktor pendorong yang dapat mempengaruhi partisipasi masyarakat, sebagaimana
yang dikemukakan oleh Subrata dan Atmaja dalam Sopino (1998:32) adalah sebagai
berikut :
1. Adanya interes dan partisipan.
2. Hadiah dari suatu kegiatan.
3. Adanya keuntungan dari kegiatan.
4. Motivasi dari luar.
Selanjutnya terdapat pula faktor lain yang dapat mewarnai dan turut
berperan dalam menumbuhkan partisipasi masyarakat yaitu pemuka
masyarakat/tokoh masyarakat, seperti dikemukakan Mutadi dalam Sopino (1998:33)
sebagai berikut: “Dalam pembangunan masyarakat peranan mereka yang tergolong
informal leader sangat besar peranannya. Mereka mempunyai pengaruh yang besar
terhadap rakyat desanya. Kadang-kadang suatu program pemerintah dapat gagal
22
karena tidak mengikutsertakan para pemuka masyarakat.” Dengan demikian dapat
diketahui pula bahwa partisipasi masyarakat pun dipengaruhi pula oleh adanya
seseorang yang menjadi pendorong atau motivator dalam suatu kegiatan.
Sementara itu ada pandangan bahwa faktor-faktor internal cukup
mempengaruhi partisipasi masyarakat adalah jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan,
tingkat pendapatan, dan mata pencaharian ( Slamet, 1993 : 137 – 143 ). Faktor
internal adalah faktor yang berasal dari individu itu sendiri yang meliputi :
1. Jenis Kelamin
Partisipasi yang diberikan oleh seorang pria dan wanita dalam
pembangunan adalah berbeda. Hal ini disebabkan oleh adanya sistem
pelapisan sosial yang terbentuk dalam masyarakat, yang membedakan
kedudukan dan derajat antara pria dan wanita. Perbedaan kedudukan
dan derajat ini, akan menimbulkan perbedaan-perbedaan hak dan
kewajiban antara pria dan wanita, sehingga di dalam sistem pelapisan
atas dasar seksualitas ini, golongan pria memiliki sejumlah hak
istimewa dibandingkan golongan wanita. Dengan demikian maka
kecenderungannya, kelompok pria akan lebih banyak ikut berpartisipasi
( Soedarno et al dalam Yulianti, 1992 : 34 ).
2. Usia
Perbedaan usia juga mempengaruhi tingkat partisipasi
masyarakat. Dalam masyarakat terdapat pembedaan kedudukan dan
derajat atas dasar senioritas, sehingga akan memunculkan golongan tua
dan golongan muda, yang berbeda-beda dalam hal-hal tertentu,
misalnya menyalurkan pendapat dan mengambil keputusan ( Soedarno
et. al dalam Yulianti, 2000: 34). Usia berpengaruh pada keaktifan
seseorang untuk berpartisipasi ( Slamet, 1994:142 ). Dalam hal ini
golongan tua yang dianggap lebih berpengalaman atau senior, akan
lebih banyak memberikan pendapat dan dalam hal menetapkan
keputusan.
3. Tingkat Pendidikan
Demikian pula halnya dengan tingkat pengetahuan, dikatakan
bahwa, salah satu karakteristik partisan dalam pembangunan partisipatif
adalah tingkat pengetahuan masyarakat tentang usaha – usaha
partisipasi yang diberikan masyarakat dalam pembangunan ( Litwin
23
dalam Yulianti, 2000 : 34 ). Salah satu faktor yang mempengaruhi
tingkat pengetahuan adalah tingkat pendidikan. Semakin tinggi latar
belakang pendidikannya, tentunya mempunyai pengetahuan yang luas
tentang pembangunan dan bentuk serta tata cara partisipasi yang dapat
diberikan. Faktor pendidikan dianggap penting karena dengan melalui
pendidikan yang diperoleh, seseorang lebih mudah berkomunikasi
dengan orang luar, dan cepat tanggap terhadap inovasi.
4. Tingkat Penghasilan
Tingkat penghasilan juga mempengaruhi partisipasi masyarakat.
Penduduk yang lebih kaya kebanyakan membayar pengeluaran tunai
dan jarang melakukan kerja fisik sendiri. Sementara penduduk yang
berpenghasilan pas-pasan akan cenderung berpartisipasi dalam hal
tenaga. Besarnya tingkat penghasilan akan memberi peluang lebih besar
bagi masyarakat untuk berpartisipasi ( Barros dalam Yulianti, 2000 : 24
). Tingkat penghasilan ini mempengaruhi kemampuan finansial
masyarakat untuk berinvestasi. Masyarakat hanya akan bersedia untuk
mengerahkan semua kemampuannya apabila hasil yang dicapai akan
sesuai dengan keinginan dan prioritas kebutuhan mereka (Turner dalam
Panudju, 1999:77-78).
5. Mata Pencaharian
Mata pencaharian ini akan berkaitan dengan tingkat penghasilan
seseorang. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa mata pencaharian
dapat mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam pembangunan. Hal
ini disebabkan karena pekerjaan akan berpengaruh terhadap waktu
luang seseorang untuk terlibat dalam pembangunan, misalnya dalam hal
menghadiri pertemuan, kerja bakti dan sebagainya.
Sementara itu faktor-faktor eksternal dapat dikatakan sebagai
petaruh (stakeholder), yaitu semua pihak yang berkepentingan dan
mempunyai pengaruh terhadap program (Sunarti, 2003:79). Adapun
faktor-faktor eksternal dalam penyusunan rencana umum tata ruang Kota
Pati ini adalah: Pemerintah, Konsultan Perencana, dan Swasta
(Pengembang, LSM).
Dari pemaparan teoritis diatas, dapat dikatakan bahwa partisipasi
masyarakat terhadap pelaksanaan kebijakan publik / kebijakan
24
pemerintah merupakan proses dan wujud partisipasi politik masyarakat
di dalam kehidupan bernegara. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
partisipasi masyarakat akan menunjukkan tingkat dukungan masyarakat
terhadap kebijakan publik / kebijakan pemerintah. Besarnya partisipasi
masyarakat dipengaruhi oleh tingkat kesadaran hukum dan kesadaran
politik masyarakat di dalam suatu Negara. Peran partisipasi masyarakat
dalam perumusan kebijakan pemerintah menunjukkan kebijakan publik
yang ditetapkan oleh pemerintah akan sesuai dengan kehendak
masyarakat
2. 1. 7. Pentingnya Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan
Arti pentingnya partisipasi masyarakat dalam pembangunan nasional
khususnya dalam pelaksanaan program kebijakan pemerintah merupakan prinsip
pokok dalam memahami pelaksanaan partisipasi pembangunan. Tanpa adanya
partisipasi aktif dari masyarakat, maka pelaksanaan pembangunan yang berorientasi
pada perwujudan kesejahteraan rakyat tidak akan terwujud, karena masyarakatlah
yang lebih tahu akan kebutuhannya dan cara mengatasi permasalahan pembangunan
yang terjadi dalam masyarakat. Alasan mengapa pentingynya partisipasi masyarakat
dalam setiap perencanaan, program dan kegiatan sosial karena ( Oakley 1991:14 ) :
1. Merupakan suatu sarana untuk memperoleh informasi mengenai kondisi,
kebutuhan, dan sikap masyarakat setempat. Tanpa informasi ini, maka
program tidak akan berhasil.
2. Masyarakat akan lebih antusias terhadap program/kebijakan
pembangunan, apabila mereka dilibatkan dalam perencanaan
pembangunan dan persiapan, sehingga meraka akan menganggap
bahwa program atau kebijakan tersebut adalah milik mereka. Hal ini
perlu untuk menjamin program diterima oleh masyarakat, khususnya
dalam program yang bertujuan untuk merubah masyarakat dalam cara
berpikir, merasa dan bertindak.
3. Banyak negara-negara yang menganggap bahwa partisipasi masyarakat
merupakan hak demokrasi yang bersifat dasar, di mana masyarakat harus
dilibatkan dalam proses pembangunan, ini dimaksudkan untuk memberi
keuntungan manusia. Tanpa partisipasi, pembangunan justru akan
mengganggu manusia dalam upayanya untuk memperoleh martabat dan