11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Mikroskopik Mikroskopik pada umumnya meliputi pemeriksaan irisan bahan atau serbuk dan pemeriksaan anatomi jaringan itu sendiri. Kandungan sel dapat langsung dilihat di bawah mikroskop atau dilakukan pewarnaan. Sedangkan untuk pemeriksaan anatomi jaringan dapat dilakukan setelah penetesan pelarut tertentu, seperti kloralhidrat yang berfungsi untuk menghilangkan kandungan sel seperti amilum dan protein sehingga akan dapat terlihat jelas di bawah mikroskop (Djauhari, 2012). 2.1.2 Makroskopik Makroskopik merupakan pengujian yang dilakukan dengan mata telanjang atau dengan bantuan kaca pembesar terhadap berbagai organ makhluk hidup. Identitas makroskopis didasarkan pada bentuk, ukuran, warna, dan karakteristik permukaan (WHO, 2011). 2.1.3 Struktur Histologi Paru-paru 2.1.3.1. Paru-paru Paru-paru merupakan sepasang organ terletak di dalam rongga dada pada tiap-tiap sisi dari daerah pusat atau mediastinum, yang berisi jantung dan pembuluh darah besar, esofagus, bagian bawah trakea dan sisa-sisa kelenjar timus (Tambajong, 1996).
29
Embed
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2 - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/36867/3/jiptummpp-gdl-nurilzakiy-50487-3-babii.pdf · dan pemeriksaan anatomi jaringan itu sendiri. Kandungan sel dapat
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Mikroskopik
Mikroskopik pada umumnya meliputi pemeriksaan irisan bahan atau serbuk
dan pemeriksaan anatomi jaringan itu sendiri. Kandungan sel dapat langsung
dilihat di bawah mikroskop atau dilakukan pewarnaan. Sedangkan untuk
pemeriksaan anatomi jaringan dapat dilakukan setelah penetesan pelarut tertentu,
seperti kloralhidrat yang berfungsi untuk menghilangkan kandungan sel seperti
amilum dan protein sehingga akan dapat terlihat jelas di bawah mikroskop
(Djauhari, 2012).
2.1.2 Makroskopik
Makroskopik merupakan pengujian yang dilakukan dengan mata telanjang
atau dengan bantuan kaca pembesar terhadap berbagai organ makhluk hidup.
Identitas makroskopis didasarkan pada bentuk, ukuran, warna, dan karakteristik
permukaan (WHO, 2011).
2.1.3 Struktur Histologi Paru-paru
2.1.3.1. Paru-paru
Paru-paru merupakan sepasang organ terletak di dalam rongga dada pada
tiap-tiap sisi dari daerah pusat atau mediastinum, yang berisi jantung dan
pembuluh darah besar, esofagus, bagian bawah trakea dan sisa-sisa kelenjar timus
(Tambajong, 1996).
12
2.1.3.2 Bronkus
Trakea bercabang menjadi dua bronki , masing-masing menuju ke tiap
belahan paru-paru. Di dalam paru-paru brokus bercabang berulang-ulang menjadi
pipa yang semakin halus (Campbell, 2010). Paru-paru kanan lebih besar daripada
paru-paru kiri dan dibagi menjadi tiga lobusoleh fissura interlobaris. Paru-paru
kiri dibagi menjadi dua lobus (Price dan Wilson, 1995). Paru-paru dibungkus oleh
membran serosa yang disebut pleura (Bloom and Fawcett, 1994). Pleura yang
melapisi rongga dada disebut pleura parietalis. Pleura yang menyelubungi paru-
paru disebut pleura visceralis. Diantara pleura parietalis dan pleura visceralis
terdapat suatu lapisan tipis cairan pleura yang berfungsi untuk memudahkan
permukaan bergerak selama pernapasan dan untuk mencegah pemisah thoraks dan
paru (Price and Wilson, 1995).
2.1.3.3 Bronkiolus
Bronkiolus adalah jalan nafas intralobular bergaris tengah 5 mm atau
kurang, tidak memiliki tulang rawan maupun kelenjar dalam mukosanya
(Junqueira, 1997). Bronkiolus merupakan cabang kecil yang membawa udara dari
bronkus ke alveoli paru-paru (Nordmann, 2012).Bronkiolus didefinisikan sebagai
melakukan saluran udara berdiameter kurang dari 1 mm yang tidak memiliki
tulang rawan di dindingnya (Cagle, 2008). Berdasarkan paparan diatas dapat
dikatakan bahwa bronkiolus merupakan percabangan saluran udara dari bronkus
yang berbentuk intralobular dengan diameter ≤ 5 mm dan tidak memiliki tulang
rawan.
13
2.1.3.4 Bronkiolus terminalis
Gambar 2.1 Bronkiolus terminalis (bagian melintang).
Pewarnaan: hematoxylin dan eosin.
Sumber: Eroschenko, 2008
Bronkiolus terminal (membran bronkiolus) adalah bronkiolus yang paling
distal yang tidak mengandung alveoli dan memiliki kolumnar ephitelium
sederhana (mukosa bronchiolar) yang tersusun dari sel kolumnar bersilia dan sel
clara yang tidak bersilia, lapisan otot polos, dan jaringan ikat adventitia (Cagle,
2008). Bronkiolus terminalis juga memiliki sel clara. Sel ini tidak memiliki silia,
pada bagian apikalnya terdapat kelenjar sekretorik dan diketahui mensekresi
glikosaminoglikan yang mungkin melindungi lapisan bronkiolus (Junqueira,
1997).
14
2.1.3.5 Bronkiolus respiratorius
Gambar 2.2 Bronkiolus respiratorius, duktus alveolus, dan
alveoli. Pewarnaan: HE
Sumber: Eroschenko, 2008
Bronkiolus respiratorius merupakan saluran pendek bercabang-cabang
dengan panjang 1-4 mm, biasanya bergaris tengah kurang dari 0,5 mm berasal
dari bronkiolus terminalis (Tambajong, 1996). Bronkus terminalis bercabang
menjadi bronkiolus repiratorius yang ditandai dengan mulai adanya kantong-
kantong udara (alveolus) berdinding tipis. Adapun fungsi dari bronkiolus
respiratorius ini sebagai peralihan antara bagian konduksi dan bagian respirasi
dari sistem pernapasan.
Mukosa bronkiolus respiratorius secara struktural identik dengan ada pada
bronkiolus terminalis kecuali dindingnya yang diselingi oleh banyak alveolus
sakular tempat terjadinya pertukaran gas. Bagian dari bronkiolus respiratorius
dilapisi oleh epitel kuboid bersilia dan sel clara. Tetapi tepi muara alveolus, epitel
bronkiolus menyatu dengan sel-sel pelapis alveolus gepeng (sel alveolus tipe I).
Makin distal, makin banyak alveolusnya, dan jarak di antaranya makin kecil.
Diantara alveolus, epitel bronkiolusnya terdiri atas epitel kuboid bersilia itu hilang
15
pada bagian yang lebih distal. Otot polos dan jaringan ikat elastis terdapat di
bawah dari bronkiolus respiratorius (Junqueira, 1997).
2.1.3.6 Duktus alveolaris
Duktus alveolaris merupakan saluran berdinding tipis, berbentuk kerucut,
dilapisi oleh epitel selapis gepeng (Tambajong, 1996). Semakin ke distal pada
bronkiolus respiratorius, jumlah muara alveolus ke dalam dinding bronkiolus
semakin banyak hingga dinding seluruhnya terempati dan tabung ini disebut
duktus alveolaris. Duktus alveolaris dan alveolus keduanya dilapisi oleh sel
alveolus gepeng yang sangat halus (Junqueira, 1997).
Duktus alveolaris bermuara kedalam atrium, yang berhubungan dengan
sakus alveolaris, dua atau lebih sakus alveolaris timbul dari setiap atrium. Banyak
serat elastin dan retikulin membentuk jalinan rumit sekitar muara atrium, sakus
alveolaris, dan alveoli. Serat-serat elastin memungkinkan alveolus mengembang
sewaktu inspirasi dan berkontraksi secara pasif selama ekspirasi. Serta-serat
retikulin berfungsi sebagai penunjang yang mencegah pengembangan yang
berlebihan dan pengerusakan pada kapiler-kapiler halus dan septa alveolaris yang
tipis (Junqueira, 1997).
2.1.3.7 Alveolus
Alveolusadalah benjolan (evaginasi) dari bronkiolus respiratorius, duktus
alveolaris dan sakus alveolaris yang berbentuk menyerupai kantung, bergaris
tegah kurang dari 200 µm. Alveoli merupakan bagian terminal dari percabangan
bronkus, alveolilah yang memberikan spons pada paru (Utami, 2015). Struktur
dinding alveolus dikhususkan untuk memudahkan dan memperlancar difusi antara
16
lingkungan luar dan dalam. Umumnya setiap dinding terletak diantara 2 alveolus
yang bersebelahan sehingga disebut sebagai septum atau dinding interalveolus.
2.1.3.8 Septum alveolaris
Gambar 2.3 Dinding alveolus dan sel alveolus. Pewarnaan: HE
Sumber: Eroschenko, 2008
Septum atau dinding interalveolus adalah setiap dinding yang terletak
diantara dua alveolus. Satu septum interalveolus terdiri atas dua lapis epitel
gepeng tipis, dan mengandung kapiler, fibroblas, serat elastin, retikular, makrofag,
kapiler, dan matrik jaringan ikat membentuk interstisium. Satu sistem
interalveolus terdiri dari 2 lapis epitel selapis pipih, dan mengandung kapiler,
fibroblas, serat elastin, serat retikular dan makrofag (Junqueira, 1997).
Septum interalveolus terdiri dari 5 jenis sel utama, yaitu sel endotel kapiler
(30%), sel alveolus tipe I (gepeng) (8%), sel alveolus tipe II (septal, alveolar
besar) (16%), sel interstisial, termasuk fibroblas dan sel mast (36%), dan
makrofag alveolar (10%) (Junqueira et al, 1997).
17
2.1.4 Radikal Bebas
2.1.4.1.1. Pengertian radikal bebas
Radikal bebas merupakan atom atau gugus apa saja yang memiliki satu atau
lebih elektron yang tidak berpasangan yang dapat bertindak sebagai akseptor
elektron. Karena jumlah elektron ganjil, maka tidak semua elektron dapat
berpasangan (Utami,2015). Radikal bebas merupakan molekul yang relatif tidak
stabil dengan atom yang orbit terluarnya memiliki satu atau lebih elektron yang
tidak berpasangan (Khaira, 2010). Elektron-elektron yang tidak berpasangan
inilah menyebabkan senyawa tersebut sangat reaktif mencari pasangan dengan
cara menyerang elektron molekul lain yang ada disekitarnya
2.1.4.2. Macam-macam radikal bebas
Radikal bebas atau oksidan di dalam tubuh manusia secara umum dibagi
menjadi dua yaitu radikal bebas endogen dan radikal bebas eksogen (Herliansyah,
2001).
1. Radikal/okasidan endogen
Radikal/oksidan endogen merupakan radikal bebas yang diproses secara
enzimatik maupun non enzimatik dan diproduksi di dalam tubuh
manusia.Contohnya adalah:
a. Superoksida (O2)
b. Hidrogen Peroksida (H2O2)
c. Radikal Hidroksil (OH0)
d. Radikal Peroksil (RCOO0)
e. Radikal Organik (R0)
18
2. Radikal/Oksidan eksogen
Radikal eksogen yaitu radikal yang berasal dari lingkungan dan bahan yang
berasal dari luar tubuh manusia yang dapat dimakan. Radikal bebas eksternal
dapat berasal dari asap rokok, ozon, nitrogen oksida, dan asap kendaraan
bermotor, obat-obatan tertentu seperti pestisida, radikal bebas yang didapatkan
dari proses pengolahan makanan yang akrab dengan kehidupan sehari-hari adalah
menggoreng makanan, membakar, atau memanggang. Proses pengolahan
makanan dengan menggoreng, membakar, atau memanggang dengan suhu terlalu
tinggi sebaiknya tidak sering dilakukan karena menimbulkan radikal bebas, dan
minyak goreng yang dipakai berkali-kali, serta tidak layak dipakai dapat
melepaskan senyawa peroksida dan epoksida yang bersifat karsinogenik (Khaira,
2010).
2.1.4.3 Dampak negatif dari senyawa-senyawa oksigen reaktif
Stress oksidatif merupakan suatu keadaan dimana adanya
ketidakseimbangan antara oksidan yang berlebihan dan ketersediaan antioksidan
yang kurang memadai, hal ini mengakibatkan kelebihan radikal bebas. Radikal
bebas adalah bentuk radikal yang sangat reaktif, apabila tidak diinaktivasi dapat
merusak molekul disekitarnya. Dampak negatif dari radikal bebas yang
ditimbulkan antara lain:
1. Peroksidasi lipid
Ini terjadi bila asam lemak tak jenuh terserang radikal bebas. Dalam tubuh,
reaksi antar zat gizi tersebut dengan radikal bebas akan menghasilkan peroksidasi
yang selanjutnya dapat menyebabkan kerusakan sel, yang dianggap salah satu
19
penyebab terjadinya berbagai penyakit degeneratif (kemerosotan fungsi tubuh)
(Anies, 2009).
2. Kerusakan protein
Terjadinya kerusakan protein akibat serangan radikal bebas ini termasuk
oksidasi protein yang mengakibatkan kerusakan jaringan tempat protein itu berada
(Anies, 2009).
3. Kerusakan DNA
Kerusakan oksidatif basa DNA terjadi karena reaksinya dengan spesies
oksigen reaktif (ROS), kandungan senyawa kimia dalam asap rokok akan
mengakibatkan mutasi pada deoxyribonucleic acid (DNA) (Fitria, 2013).
2.1.5. Rokok
2.1.5.1 Deskripsi Rokok
Rokok merupakan salah satu polutan berupa gas yang mengandung
berbagai bahan kimia antara lain nikotin, karbon monoksida, tar, dan eugenol
(Tohomi, 2014). Rokok ini adalah olahan tembakau yang menggunakan atau
tanpa bahan tambahan.
2.1.5.2 Kandungan rokok
Satubatang rokok yang dibakar akan mengeluarkan 4000 bahan kimia
beracun. Secara umum bahan-bahan ini dapat dibagi menjadi dua golongan besar
yaitu komponen gas (92%) dan komponen padat atau partikel(8%). Komponen
gas asap rokok adalah karbon monoksida, amoniak, asam hidrosianat, nitrogen
oksida dan formaldehid. Sedangkan partikelnya berupa tar, indol, nikotin,
20
karbarzol dan kresol (Indra, 2015). Banyaknya kandungan zat kimia yang beracun
dalam rokok ini menyebabkan timbulnya banyak penyakit paru-paru.
2.1.5.3 Jenis Rokok Berdasarkan Bahan Bakunya
1. Rokok Kretek
Rokok kretek dapat didefinisikan sebagai rokok dengan atau tanpa filter
yang menggunakan tembakau rajangan, dicampur dengan cengkeh rajangan,
digulung dengan kertas sigaret, boleh memakai bahan tambahan kecuali yang
tidak diizinkan. Rokok kretek dicirikan oleh bau dan rasanya yang khas serta
bunyi mengeretek yang timbul dari pembakaran cengkeh yang terkandung dalam
rokok kretek tersebut (Soetiarto,1995).
Rokok kretek lebih berbahaya daripada rokok putih, karena kandungan tar,
nikotin, dan karbon monoksida di dalamnya lebih tinggi daripada rokok biasa.
Selain itu rokok kretek dibuat dengan bahan baku cengkeh yang mengandung zat
anestetik. Adanya kandungan zat ini mampu menurunkan panas yang dirasakan
saat menghisap asap rokok, sehingga perokok bisa menghisap lebih lama dan
lebih dalam (Widodo, 2006)
Rokok kretek mengandung campuran tembakau 30% dan bunga cengkeh
kering 40%. Kandungan tar, nikotin, dan karbon monoksida rokok kretek lebih
tinggi daripada rokok putih. Rokok kretek mempunyai kadar nikotin dan tar 2-3
kali lebih besar dari rokok putih. Setiap batang rokok kretek menghasilkan 34-65