BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kemunduran Fisiologis 1. Kemunduran Fisiologis Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, kemunduran berarti berkurang, menjadi buruk (Poerdarminto, 2002 : h 764). Fisik berarti jasmani, badan (2002, h: 317) kemunduran Fisiologis berarti berkurangnya kondisi jasmani atau badan. Kemunduran Fisiologis itu juga bisa berarti terjadinya perubahan faali yang dapat menyebabkan daya tahan tubuh berkurang sehingga membuat seseoarang rentan terhadap berbagai macam penyakit. Perubahan faali ini terjadi dengan lanjutnya usia. Banyak penyakit dalam hal prevalensi memang bertambah bila usia lanjut (Masoro dalam Charm, 1993,h :7). Charm (1993, h: 24) juga mengemukakan bahwa Kemunduran Fisiologis adalah perubahan-perubahan pada tubuh yang terjadi dalam proses menua seperti rambut menjadi beruban dan berkurang, kulit menjadi kering dan berkerut, tulang berubah susunannya, setelah umur 60 tahun manusia menjadi lebih pendek, jantung tidak bereaksi secepat dulu, peredaran darah berlahan- lahan mulai terganggu, dan pencernaan tidak begitu baik lagi. 2. Gejala-gejala Kemunduran Fisiologis Seseorang yang telah lanjut usianya tentu mengalami berbagai perubahan dalam dirinya. Hurlock (1993, h: 380) menjelaskan bahwa proses menjadi tua
21
Embed
BAB II TINJAUAN PUSTAKAdigilib.unimus.ac.id/files/disk1/104/jtptunimus-gdl-septikapus... · Perubahan faali ini ... adalah perubahan-perubahan pada tubuh yang terjadi dalam proses
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kemunduran Fisiologis
1. Kemunduran Fisiologis
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, kemunduran berarti
berkurang, menjadi buruk (Poerdarminto, 2002 : h 764). Fisik berarti jasmani,
badan (2002, h: 317) kemunduran Fisiologis berarti berkurangnya kondisi
jasmani atau badan.
Kemunduran Fisiologis itu juga bisa berarti terjadinya perubahan faali
yang dapat menyebabkan daya tahan tubuh berkurang sehingga membuat
seseoarang rentan terhadap berbagai macam penyakit. Perubahan faali ini
terjadi dengan lanjutnya usia. Banyak penyakit dalam hal prevalensi memang
bertambah bila usia lanjut (Masoro dalam Charm, 1993,h :7).
Charm (1993, h: 24) juga mengemukakan bahwa Kemunduran Fisiologis
adalah perubahan-perubahan pada tubuh yang terjadi dalam proses menua
seperti rambut menjadi beruban dan berkurang, kulit menjadi kering dan
berkerut, tulang berubah susunannya, setelah umur 60 tahun manusia menjadi
lebih pendek, jantung tidak bereaksi secepat dulu, peredaran darah berlahan-
lahan mulai terganggu, dan pencernaan tidak begitu baik lagi.
2. Gejala-gejala Kemunduran Fisiologis
Seseorang yang telah lanjut usianya tentu mengalami berbagai perubahan
dalam dirinya. Hurlock (1993, h: 380) menjelaskan bahwa proses menjadi tua
atau senencence ditandai dengan Kemunduran Fisiologis dan mental disebabkan
karena berkurangnya kemampuan adaptasi atau penyesuaian diri terhadap diri
sendiri, orang lain, masyarakat serta lingkungan. Kemunduran Fisiologis dan
mental pada seorang lanjut usia akan menghambat berlangsungnya aktivitas
kehidupan keseharian mereka. Berkurangnya kemampuan fisik dan mental ini
juga dapat mengakibatkan ketidakmampuan dalam melaksanakan peranan
hidup secara normal.
Keterbatasan kemampuan fisik merupakan hambatan bagi lanjut usia
untuk menikmati hari tua yang sehat dan tenang. Menurunnya fungsi alat tubuh
mengatasi gerak lanjut usia dan sering menimbulkan keluhan yang sangat
mengganggu sehingga pada akhirnya menurunkan produktivitas lanjut usia
(Carm, 1993, h: 92). Berikut adalah gejala-gejala dari Kemunduran Fisiologis
yang dialami oleh lanjut usia : (Mickey dan Patricia, 2006, h:128-138)
a. Menurunnya fungsi panca indera
1) Penglihatan
Perubahan penglihatan mempengaruhi pemenuhan aktivitas sehari-hari.
Perubahan penglihatan dan fungsi mata yang dianggap normal; dalam
proses penuaan termasuk penurunan kemampuan untuk melakukan
akomodasi, kontriksi pupil akibat penuaan dan perubahan warna serta
kekeruhan lensa mata (katarak).
2) Pendengaran
Penurunan pendengaran berupa perubahan dalam persepsi pendengaran
adanya suara berdenging ditelinga (tinnitus), nyeri pada satu atau kedua
telinga, perubahan kemampuan untuk mendengar suara frekuensi tinggi,
menarik diri, ansietas, respons tidak sesuai dalam percakapan dan bukti-
bukti klinis tentang pendengaran.
3) Perabaan
Menurunnya fungsi peraba menyebabkan lanjut usia tidak sensitive
terhadap sentuhan.
4) Pengecapan
Penurunan fungsi pengecap pada lidah menyebabkan kepekaan terhadap
rasa menurun dengan akibat berkurangnya nafsu makan dan
bertambahnya kecenderungan lanjut usia untuk menambah bumbu
seperti garam, gula, dan lain-lain pada makananya.
5) Penciuman
Penurunan fungsi penciuman mengurangi pula nafsu dan selera makan
para lanjut usia..
b. Meningkatnya tulang keropos (osteoporosis)
Tulang keropos dapat mengakibatkan patah tulang spontan yang sering
terjadi pada tulang belakang (mengakibatkan bungkuk), leher tulang paha
atau pangkal paha (menyebabkan penderita terbaring di tempat tidur terasa
nyeri pada setiap gerakan tungkai yang bersangkutan). Semuanya berakibat
penderita menjadi sangat terbatas mobilisasinya (sulit gerak). Hal ini
berakibat menurunnya tingkat kemandirian penderita dan menjadikannya
beban bagi keluarga dan masyarakat.
c. Menurunnya fungsi sistem pencernaan
1) Gigi
Gigi yang rusak, tanggal atau lepas sangat mempengaruhi proses
pelumatan makanan diakibatkan oleh terganggunya fungsi pengunyah.
Pembuatan dan pemakaian gigi palsu (prothesa) dalam hal ini sangatlah
penting.
2) Air ludah
Mulai berkurang produksinya. Hal ini berakibat “mulut kering” dan
berdampak kesulitan menelan makanan.
3) Lambung
Menurun fungsinya, berakibat menurunnya proses pencernaan makanan.
Hal ini terasa sebagai rasa “penuh”, bahkan kemudian menjadi rasa
“kembung” akibat pembentukan dan penumpukan gas yang berlebihan
yangberasal dari hasil proses pembusukan oleh kuman yang ada di
saluran pencernaan. Sering kali lanjut usia mempergunakan obat-obatan
penghilang rasa nyeri atau obat anti reumatik tidak jarang berakibat
samping gangguan fungsi lambung. Kebiasaan merokok juga dapat
mengganggu fungsi lambung di samping pembuluh darah dan jantung.
3) Usus
Peristaltik atau gerakan usus yang semakin menurun dengan
menyebabkan semakin lambatnya makanan bergerak melalui system
pencernaan. Keluhan yang sering ditemui selain sebah, penuh, juga
sembelit (sukar buang air).
4) Hati (liver)
Menurunnya fungsi hati berakibat menurunnya toleransi terhadap obat,
jamu, makanan (berlemak, kolestorol tinggi, berpengawet, penyedap
makanan, zat warna, dan lain-lain), serta minuman beralkohol.
Menurunan fungsi hati ini dapat dirasakan dengan gejala mudah lelah,
intoleransi terhadap lemak, perut bengkak, kulit dan mata kuning. Pada
tahap akhir dapat timbul muntah darah dan gangguan kesadaran.
d. Menurutnya fungsi organ tubuh lain
Pada umumnya terjadi penurunan fungsi berbagai organ tubuh seiring
dengan semakin bertambahnya usia.
1) Ginjal
Semakin menurun fungsinya sebagai alat untuk membuang air dan sisa
pembakaran (metabolisme) tubuh melalui air seni. Hal ini penting
diperhatikan karena erat kaitannya dengan konsumsi makanan tertentu,
obat-obatan, jamu, zat warna makanan, zat pengawet makanan dan
cairan. Selain itu, zat itu dapat membebani ginjal dan organ tubuh yang
lain, konsumsi garam yang berkelebihan juga sangat membebani ginjal
dan jantung.
2) Jantung
Jantung serta pembuluh darah sering mengalami kerusakan berupa
penyempitan atau penyumbatan pembuluh darah. Hal ini sangat
meningkat resiko terjadinya gangguan jantung berupa penyakit jantung
koroner, gagal jantung akibat tekanan darah tinggi, dan lain-lain.
3) Pembuluh darah
Penyempitan pembuluh darah dapat mengakibatkan gangguan aliran
darah. Pada tungkai (kaki), gangguan darah ini sering dikeluhkan berupa
berat bila berjalan jauh, kesemutan, dan pada penderita diabetes
(kencing manis) lambatnya penyembuhan luka.
Gangguan aliran darah dalam pembuluh darah otak dapat
mengakibatkan penurunan fungsi otak yang sering berupa pikun atau
pelupa, sulit berkonsentrasi. Gangguan aliran darah di otak (pendarahan
otak dan penyumbatan pembuluh darah) yang berat dapat berakibat
stroke dengan resiko kelumpuhan dan bahkan kematian. Gangguan
aliran darah ke ginjal dapat menurunkan fungsi ginjal dan dirasakan
dalam bentuk peningkatan tekanan darah (hipertensi), pembengkakan
pada wajah, pembengkakan pada tungkai bilamana banyak berjalan atau
duduk.
4) Syaraf dan otak
Menurunnya fungsi syaraf dan otak pada lanjut usia sering dikeluhkan
dalam bentuk pelupa, pusing dan sakit kepala, tremor, sulit
berkonsentrasi sampai gangguan tidur. Pada gangguan fungsi otak yang
berat, penderita sulit kontak dengan dunia luar akibat kesadarannya yang
menurun.
Gangguan pada syaraf misalnya pada tangan dan kaki yang sering
dirasakan sebagai kesemutan, dan sulit digerakkan. Kerusakan dari
tulang belakang akibat dari tulang keropos sering menimbulkan keluhan
nyeri di punggung, kesemutan pada tungkai atau lengan, kesulitan
menggerakkan anggota tubuh tertentu.
B. Stress pada lanjut usia
1. Pengertian stress pada lanjut usia
Menurut Hardjana (1994, h: 14) stress adalah keadaan atau kondisi yang
tercipta bila transaksi orang yang mengalami stres dan hal yang dianggap
mendatangkan stress membuat orang yang bersangkutan melihat
ketidaksepadanan, entah itu nyata atau tidak nyata, antara keadaan atau kondisi
dan system sumber daya biologis, psikologis, dan sosial yang ada padanya.
Stress adalah tanggapan yang menyeluruh dari tubuh terhadap setiap
tuntutan yang datang. Tanggapan itu tidak hanya terbatas pada satu bagian
seperti jari tanggan , atau satu kesatuan tubuh, seperti tanggan dari pangkal
sampai ujungnya, tetapi menyangkut seluruh tubuh. Stress meliputi seluruh
tubuh dari ujung rambut sampai ujung kaki. Para psikolog memandang stress
sebagai suatu proses yang berkaitan dengan berfikir dan respon dari ancaman
dan bahaya.
Stress juga bisa diartikan sebagai tekanan, ketegangan atau gangguan
yang tidak menyenangkan yang berasal dari luar diri seseorang. Menurut Helmi
(2000, h: 43), stress adalah peristiwa yang menekan sehingga seseorang dalam
keadaan tidak berdaya dan biasanya menimbulkan dampak negative, misalnya :
pusing, tekanan darah tinggi, mudah marah, sedih, sulit berkonsentrasi, nafsu
makan berubah, tidak bisa tidur ataupun merokok terus menerus. Sedangkan
persepsi seseorang terhadap keadaan yang dianggap melebihi kemampuannya
dianggap membahayakan atau mengancam kesejahteraan dirinya (weel–being).
Stress akan melibatkan tahapan penilaian kognitif yang dimiliki oleh seseorang
terhadap hal yang dianggap tidak sesuai dengan dirinya.
Stress yang dirasakan oleh manusia dapat mempengaruhi kehidupannya
karena dapat menimbulkan hilangnya selera makan, bicara berlebihan atau juga
menarik diri, gejala muka yang memerah atau tubuh yang menggigil
kedinginan, dan masih banyak lagi akibat-akibat yang bisa dipetik dari adanya
stress yang melanda manusia. Di sisi lain, dapat digambarkan pula bahwa
karena stress, manusia akan sensitive (peka) terhadap depresi, kecelakaan virus,
masuk angin, serangan jantung, bahkan kanker (Doelhadi, 1997, h: 378).
Davis dan Newstrom (1993,h :195) stres adalah suatu kondisi
ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses pikiran dan kondisi fisik
seseorang. Jadi stress disini adalah respon atau tanggapan dari tubuh, baik
secara fisik maupun mental terhadap tututan atau perubahan dilingkungan yang
dirasakan mengganggu dan mengancam diri individu serta mengarah pada
perilaku yang tidak wajar.
Pendapat lain dikatakan yang menyatakan stress adalah istilah yang
digunakan dalam ilmu perilaku dan ilmu alam untuk mengidentifikasikan
situasi-situasi atau kondisi fisik, biologis, dan psikologis organisme itu,
sehingga ia berada di atas ambang batas kekuatan adaptifnya. Stress dapat juga
diartikan sebagai keadaan yang tidak seimbang, tekanan atau gangguan yang
melibatkan tahapan penilaian kognitif yang dimiliki oleh seseorang terhadap hal
yang dianggap tidak sesuai dengan dirinya dan dapat mengakibatkan gangguan
pada kondisi fisik, biologis, dan psikologis (Kumolohadi, 2001, h: 31).
3. Gejala-gejala stress pada lanjut usia
Stress tidak hanya menyangkut pada segi lahir, tetapi juga batin kita,
maka tidak mengherankan jika gejala stress ditemukan dalam segala segi diri
kita yang penting : fisik, emosi, intelek, dan interpersonal.
Gejala itu tentu saja berbeda pada setiap orang karena pengalaman stress
amat pribadi sifatnya. Pada lanjut usia, gejala dari stress ini akan lebih kelihatan
karena lanjut usia lebih rentan terhadap stress. (Hardjana 1994, h: 24)
mengatakan beberapa contoh dari gejala-gejala stress adalah sbb :
a. Gejala fisikal
Gejala stress yang berkaitan dengan kondisi dan fungsi fisik atau tubuh dari
seseorang. Beberapa gejala yang sering dialami oleh lanjut usia :
1) Sakit kepala, pusing, pening
2) Tidur tidak teratur : Insomnia (susah tidur), bangun terlalu awal
3) Sakit punggung, terutama dibagian bawah
4) Urat tegang-tegang terutama pada leher dan bahu
5) Tekanan darah tinggi atau serangan jantung
6) Berubah selera makan
7) Mudah lelah atau kehilangan daya energy
8) Bertambah banyak melakukan kekeliruan atau kesalahan kerja dan
hidup
b. Gejala emosional
Gejala stress yang berkaitan dengan keadaan psikis atau mental dari lanjut
usia. Bila tidak ditanggani dengan baik, stress ini dapat membawa orang
berurusan dengan psikiater. Contoh dari gejala emosional:
1) Gelisah atau cemas
2) Sedih, depresi, menangis
3) Mood atau suasana hati sering berubah-ubah
4) Mudah panas atau cepat marah
5) Rasa harga diri menurun atau merasa tidak aman
6) Terlalu peka dan mudah tersinggung
7) Gampang menyerah pada orang dan mempunyai sikap bermusuhan
8) Emosi mengering atau kehabisan sumber daya mental (burn out)
c. Gejala intelektual
Stress juga berdampak pada kerja intelek. Gejala intelektual ini berkaitan
dengan pola piker seseorang. Gejala yang paling sering muncul pada lanjut
usia :
1) Susah berkonsentrasi dan memusatkan pikiran
2) Sulit membuat keputusan
3) Mudah lupa (pikun)
4) Daya ingat menurun
5) Melamun secara berlebihan
6) Produktifitas atau prestasi kerja menurun
7) Mutu kerja rendah
8) Dalam kerja bertambah jumlah kekeliruan yang dibuat
d. Gejala interpersonal
Gejala stress yang mempengaruhi hubungan dengan orang lain, baik di
dalam maupun di luar rumah . gejala-gejala tersebut antara lain :
1) Kehilangan kepercayaan pada orang lain
2) Mudah menyalahkan orang lain
3) Mudah membatalkan janji atau tidak memenuhinya
4) Suka mencari-cari kesalahan orang lain atau menyerang orang dengan
kata-kata
5) Mengambil sikap terlalu membentengi dan mempertahankan diri
6) Mendiamkan atau memusuhi orang lain
Hardywinoto dan Setiabudhi (1999, h: 90) mengatakan gejala stress
pada lanjut usia meliputi penyakit darah tinggi, stroke, jantung koroner yang
tinggi frekuensinya, menangis, rasa ketakutan yang berlebihan, menyalahkan
diri dan rasa penyesalan yang tidak sesuai, daya ingat menurun, pikun, tidak
bisa mengatasi persoalan dengan benar, tidak mudah percaya pada orang lain,
tidak sabar menghadapi orang lain, dan menarik diri dari pergaulan.
Bila banyak dari gejala tersebut diatas terjadi pada seseorang, khususnya
di sini pada lanjut usia, maka ada kemungkinan lanjut usia tersebut betul-betul
mengalami stress.
Jadi stress pada lanjut usia tersebut dapat diartikan sebagai kondisi tidak
seimbang, tekanan atau gangguan yang tidak menyenangkan, yang terjadi
menyeluruh pada tubuh dan dapat mempengaruhi kehidupan, yang tercipta bila
orang yang bersangkutan melihat ketidaksepadanan antara keadaan dan system
sumber daya biologis, psikologis dan sosial yang berkaitan dengan berfikir dan
respon dari ancaman dan bahaya pada lanjut usia. Dimana terjadi penurunan
kemampuan mempertahankan hidup, menyesuaikan diri terhadap lingkungan,
fungsi badan dan kejiwaan secara alami dan yang akhirnya mengakibatkan
kematian. Singkatnya stress pada lanjut usia adalah kondisi tidak seimbang,
terjadi menyeluruh pada tubuh yang tercipta bila orang yang bersangkutan
melihat ketidaksepadanan antara keadaan dan system sumber daya biologis,
psikologis dan sosial, dimana terjadi penurunan kemampuan mempertahankan
hidup yang akhirnya mengkibatkan kematian.
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi stress pada lanjut usia
Menurut Hardjana (1994, h: 27), faktor-faktor stress dibagi sbb :
a. Faktor internal
Faktor internal ini berarti stress yang bersumber dari diri seseorang. Orang
dapat mengalami stress lewat penyakit (illness) dan pertentangan (konflik)
1) Penyakit (illness)
Menderita penyakit dapat mengakibatkan perubahan fungsi fisiologis
pada orang yang menderitanya. Perubahan fungsi tersebut dapat
mempengaruhi kehidupan seseorang dimana hal itu dapat menyebabkan
stress pada kaum lanjut usia yang mengalaminya. Macam perubahan
fungsi fisiologis yang dialami seseorang tergantung pada penyakit yang
dideritanya. Proses penuaan mengakibatkan perubahan struktur dan
fisiologis pada lanjut usia seperti : (Ismayadi, 2008)
a) Penurunan Penglihatan
Fungsi penglihatan mengalami kemunduran disebabkan oleh
berbagai macam hal, seperti timbulnya sklerosis dan hilangnya
respon terhadap sinar, kekeruhan pada lensa yang menyebabkan
katarak. Penurunan fungsi penglihatan mengakibtkan berkurangnya
luas pandangan dan menurunnya daya membedakan warna biru atau
hijau
b) Penurunan Pendengaran
Hilangnya kemampuan pendengaran pada telinga dalam, terutama
terhadap bunyi suara atau nada-nada yang tinggi, suara yang tidak
jelas, sulit mengerti kata-kata, hal itu 50% terjadi pada usia diatas
umur 60 tahun. Pada usia tersebut mengalami pengumpulan serumen
karena meningkatnya keratin. Pendengaran bertambah menurun
pada lanjut usia yang mengalami ketegangan jiwa/stress.
c) Penurunan sistem paru
Fungsi paru-paru mengalami kemunduran disebabkan berkurangnya
elastisitas jaringan paru-paru dan dinding dada, berkurangnya
kekuatan kontraksi otot pernafasan sehingga menyebabkan sulit
bernafas. Infeksi sering diderita pada lanjut usia diantaranya
pneumonia, kematian cukup tinggi sampai 40 % yang terjadi karena
daya tahan tubuh yang menurun. Tuberkulosis pada lansia
diperkirakan masih cukup tinggi.
c) Penurunan pada persendian tulang.
Kemunduran pada sendi ini adalah akibat degenerasi atau
kerusakan pada permukaan sendi-sendi tulang yang banyak dijumpai
pada lansia. Lansia sering mengeluhkan linu-linu, pegal, dan
kadang-kadang terasa nyeri. Biasanya yang terkena adalah
persendian pada jari-jari, tulang punggung, sendi-sendi lutut dan
panggul. Gangguan metabolisme asam urat dalam tubuh (gout)
menyebabkan nyeri yang sifatnya akut. Terjadinya osteoporosis
menjadi menyebab tulang-tulang lanjut usia mudah patah. Biasanya
patah tulang terjadi karena lanjut usia tersebut jatuh, akibat kekuatan
otot berkurang, koordinasi anggota badan menurun, mendadak
pusing, penglihatan yang kurang baik, dan bisa karena cahaya
kurang terang dan lantai yang licin.
2) Pertentangan (konflik)
Hidup ini berupa berbagai pilihan, dalam proses memilih itulah terjadi
pertentangan (konflik) karena ada dua kekuatan motivasi yang berbeda
bahkan berlawanan. Berhadapan dengan dorongan memilih yang
berbeda dan berlawanan itu orang mengalami stress. Saat membuat
pilihan, ada dua dorongan : yang satu mendekat (approach) dan yang
lain menghindar (avoidance). Dari dorongan ini dapat tercipta tiga
macam pertentangan (konflik). Ada pertentangan antara mendekati dan
mendekati (approach-approach conflict), konflik ini terjadi bila kita
berhadapan dengan dua pilihan yang sama-sama baik. Bentuk
pertentangan yang ke dua adalah pilihan antara dua hal yang sama-sama
tidak diinginkan (avoidance conflict). Akhirnya bentuk konflik yang
ketiga adalah pendekatan dan penghindaran (approach-avoidance
conflict) yaitu pilihan antara yang diinginkan dan yang tidak diinginkan
(Hardjana, 1994, h: 27-28).
b. Faktor eksternal
1) Keluarga
Keluarga dapat menjadi sumber stress tersendiri. Stress dalam keluarga
tersebut dapat disebabkan karena adanya konflik dalam keluarga, seperti
perilaku yang kurang terkendali adalah harapan, keinginan dan cita-cita
yang berlawanan, serta sifat-sifat yang tidak dapat dipadukan. Keluarga
juga dapat menjadi sumber stress karena peristiwa-peristiwa yang
berkaitan dengan para anggota keluarga yang sakit, apalagi serius dan
berkepanjangan, dan juga kematian anggota keluarga dapat
mendatangkan stress berat bagi para anggota keluarga yang ditinggalkan
(Hardjana, 1994, h: 29)
2) Lingkungan
Kita mempunyai dua lingkungan yang pokok. Yang pertama adalah
lingkungan kerja dan yang ke dua adalah hidup disekitar kita (Hardjana,
1994, h: 30). Lingkungan kerja dapat menjadi sumber stress karena
beberapa alasan antara lain tuntutan kerja yang terlalu besar dan berat,
tanggung jawab kerja keras atas keselamatan orang atau berkaitan
dengan orang, lingkungan fisik yang terlalu kotor dan berdebu, rasa
kurang memiliki pengendalian (Insufficient Control) atas kerja,
hubungan antara manusia yang buruk, kurang pengakuan dan
peningkatan jenjang karier, serta rasa kurang aman baik secara fisik
maupun psikis (Hardjana, 1994, h: 30). Kita juga bisa terkena stress
yang muncul ditempat padat dimana kita hidup. Lingkungan yang tidak
padat pun bisa menjadi sumber stress bila penuh dengan suara bising
dan keras di luar pengendalian kita. Tempat kita akan menjadi semakin
penuh stress bila udara di sekitar tercemar zat beracun, apalagi radio
aktif atau airnya terpopulasi zat beracun. Dalam situasi semacam itu kita
merasa tidak aman, dan tentu saja dihantui stress (Hardjana, 1994, h:
35).
Sedangkan menurut Suprato (2000, h: 244), stress bergantung pada faktor-
faktor sebagai berikut :
a. Kepribadian : semakin luas dan semakin tinggi harapan seseorang tentang
hidup (optimis), semakin jauh ia dari stress.
b. Falsafah hidup : semakin berserah diri kepada Tuhan, semakin terbebaskan
stress seseorang.
c. Persepsi (penangkapan) : semakin “santai” suatu kejadian dipersepsi,
semakin sukar seseorang terjangkit stress karena kejadian tersebut.
d. Posisi sosial : semakin berperan dan menyatu seseorang dengan lingkungan
sosialnya, semakin sukar stress timbul dalam dirinya.
e. Pengalaman : semakin sering suatu stressor tertentu mengunjungi seseorang,
semakin sering kemungkinannya terserang stress akibat stressor tersebut.
f. Kesehatan : semakin sehat jasmani seseorang semakin jarang ia terkena
stress, dan sebaliknya, semakin mundur kesehatan seseorang, maka semakin
stress seseorang.
Maka dari uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa faktor-faktor
yang mempengaruhi stress antara lain faktor internal yang terdiri dari penyakit,
pertentangan, kepribadian, falsafah hidup, persepsi, dan kesehatan, serta faktor
eksternal yang terdiri keluarga, lingkungan, posisi sosial dan pengalaman. Lebih
lanjut yang akan diteliti pada penelitian ini adalah faktor persepsi.
C. Hubungan antara Kemunduran Fisio;ogis Dengan Stres pada Lanjut Usia
Proses menjadi tua di dalam perjalanan hidup manusia adalah merupakan
suatu hal wajar yang akan dialami semua orang yang akan dikaruniai umur panjang.
Proses tersebut tidak dapat lepas dari munculnya berbagai gejala kemunduran fisik.
Gejala-gejala itu sendiri ditandai dengan menurunnya fungsi panca indera,
meningkatnya tulang keropos, menurunnya fungsi system pencernaan, menurunnya
fungsi organ tubuh lain (misalnya ginjal, jantung, dan pembuluh darah), juga
menurunnya fungsi syaraf dan otak (Carm, 1993, h: 92). Akibat dari kemunduran
fisik tersebut tentukan antara lain oleh lanjut usia itu sendiri.
Green Berg dan Baron (1995, h. : 262) mengatakan bahwa karyawan yang
mengalami stres kerja akan menampakkan perubahan-perubahan yang bersifat
negatif, seperti perubahan biologis, (sakit kepala, tidak dapat tidur, kehilangan
nafsu makan, dan berat badan berkurang), perubahan perilaku (kurang toleransi,
suasana hati yang buruk, kecurigaan bertambah, mudah marah) dan penampilan
kerja (produktivitas kerja kurang, keras kepala, ketertarikan pada pekerjaan
berkurang dan kurang inisiatif).
Menurut penelitian Wahyu (2001, h : 5) stres yang dialami lanjut usia
dapat dikatakan tinggi. Keadaan ini menempatkan lanjut usia pada posisi yang tidak
menguntungkan, sehingga tidak jarang kita jumpai lanjut usia yang menampakkan
sikap yang kurang ramah dan masa bodoh.
Kemunduran fisik dapat dijelaskan melalui aspek kognitif dan aspek
afektif terhadap gejala-gejala kemunduran fisik. Aspek kognitif kemunduran fisik
pada lanjut usia menyangkut pandangan dan cara berpikir lanjut usia terhadap
gejala-gejala dari kemunduran fisik yang dialaminya. Seorang lanjut usia sering
kali berpikir, karena dia sudah tua maka dirinya mengalami penurunan fungsi panca
indera, dimana dia tidak dapat melihat dengan jelas lagi, tidak dapat mencium bau
setajam dulu, ataupun tidak dapat mendengar sejelas dulu lagi. Selain itu lanjut usia
juga berpikir bahwa dirinya mengalami sakit punggung karena osteoporosis,
mengalami penurunan fungsi pencernaan, dan masih banyak lagi gejala
kemunduran fisik yang lainnya. Begitu pula dengan aspek afektif terhadap
kemunduran fisik. Lanjut usia tidak hanya berpikir mengenai kemunduran fisik
yang dialaminya, namun mereka juga merasakan dirinya mengalami kemunduran
fisik. Lanjut usia sering merasa mengalami gangguan pada syaraf dan otaknya,
seperti tangan dan kaki yang kesemutan dan susah digerakkan, sering pusing,
mudah lupa, dan lain-lain.
Semua gejala-gejala yang dialaminya tersebut membuat lanjut usia
melakukan perubahan-perubahan. Apabila lanjut usia menghadapi suatu perubahan
hidup, maka dia akan berusaha untuk mengatasinya atau menyesuaikan diri dengan
perubahan tersebut. Semua ini dapat membantu mengatasi masalahnya atau
sebaliknya juga dapat memperberat masalah dalam hidupnya (Suparto, 2000, h:
240). Jika lanjut usia tidak dapat mengatasi atau menyesuaikan diri, dan dia tidak
dapat menerima keadaan bahwa seorang lanjut usia pasti akan mengalami
kemunduran fisik, maka lanjut usia tersebut akan terus memikirkan dan memiliki
persepsi yang buruk terhadap kemunduran fisik tersebut. Bila lanjut usia terus
memiliki persepsi yang buruk, maka dia akan menjadi pusing, mudah lelah, sulit
tidur, dan lain sebagainya. Hal-hal tersebut merupakan gejala dari stress sehingga
lanjut usia yang memiliki persepsi buruk terhadap kemunduran fisik dapat
dikatakan terkena stress.
Stress tidak berbicara tentang peristiwa dan pengalaman, namun lebih
tentang persepsi terhadap situasi-situasi yang terjadi dalam hidupnya. Tingkat stress
seseorang berhubungan dengan apa yang seseorang tercapai (Colbert, 2003, h: 26).
Apa yang dianggap menciptakan stress bagi seorang lanjut usia, bagi lanjut usia
lain barang kali sama sekali sama sekali tidak demikian. Seorang lanjut usia
mungkin dapat menjalani berbagai kemunduran fisik yang dialami dengan begitu
tenang dan dapat terus menikmati kehidupannya. Lanjut usia lain mungkin begitu
panik ketika memikirkan tentang kemunduran fisik yang dialaminya. Perbedaan
apakah kemunduran fisik itu menciptakan stress atau tidak terletak pada persepsi
pada apa yang lanjut usia percayai sebagai sesuatu yang penting dari kemunduran
fisik, akibat-akibat potensial dari kemunduran fisik tersebut, dan besarnya usaha
yang berkaitan dengan kemunduran fisik tersebut.
Hardjana (1994, h: 39) mengatakan bahwa : jika seseorang terlalu
berlebihan dalam memikirkan sesuatu, maka orang tersebut akan stress sehingga
tidak bisa berkonsentrasi meskipun untuk hal-hal yang sepele, pengalaman stress
cenderung disertai emosi. Apabila seseorang memiliki emosi yang buruk terhadap
sesuatu, maka orang tersebut akan terkena stress, apabila seseorang sakit, dia akan
berperilaku seperti orang sakit sehingga dapat mengakibatkan stress. Pikiran,
emosi, dan perilaku tersebut merupakan aspek dari persepsi. Persepsi merupakan
salah satu faktor yang mempengaruhi stress, selain itu persepsi juga mempengaruhi
kemunduran fisik pada lanjut usia, dengan kata lain persepsi terhadap kemunduran
fisik mempengaruhi stress pada lanjut usai.
Maka, dari uraian diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa bila lanjut usia
mampu mempersiapkan kemunduran fisik yang dialaminya dengan baik, maka dia
akan terhindar dari stress, namun sebaliknya, bila lanjut usia tersebut kurang
mampu mempersiapkan kemunduran fisik yang terjadi padanya dengan baik, maka
dia tidak dapat terhindar dari stress.
D. Kerangka Teori
Sumber : Harjana (1994)
Gambar 2.1 : Kerangka Teori
Kemunduran
Fisiologis Stress
Lanjut Usia
Internal
• Penyakit (Illness)
• Pertentangan (Konflik)
Eksternal
• Keluarga
• Lingkungan
E. Kerangka Konsep
Variabel Bebas Variabel Terikat
F. Variabel Penelitian
1. Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau menjadi akibat
dari variabel bebas (Alimul, 2003). Variabel terikat yang akan diteliti adalah
kemunduran fisiologis.
2. Variabel bebas adalah variabel yang menjadi sebab timbulnya atau
berubahnya variabel terikat (Sugiyono, 2003). Variabel bebas yang akan
diteliti yaitu stress lanjut usia
G. Hipotesis
Berlandaskan teori di atas, maka penulis mengajukan hipotesis penelitian
sebagai berikut :
Ho : Tidak ada hubungan antara Kemunduran Fungsi Fisiologis Dengan Stres Pada
Lanjut Usia di Kelurahan Kaliwiru Semarang.
Ha : Ada hubungan antara Kemunduran Fungsi Fisiologis Dengan Stres Pada