Top Banner
10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Respon 1. Pengertian Respon Respon berasal dari kata response, yang berarti balasan atau tanggapan (reaction). Respon adalah istilah psikologi yang digunakan untuk menamakan reaksi terhadap rangsang yang di terima oleh panca indra. Hal yang menunjang dan melatarbelakangi ukuran sebuah respon adalah sikap, persepsi, dan partisipasi. Respon pada prosesnya didahului sikap seseorang karena sikap merupakan kecendrungan atau kesediaan seseorang untuk bertingkah laku jika menghadapi suatu rangsangan tertentu. Jadi, berbicara mengenai respon atau tidak respon terlepas dari pembahasan sikap. Respon juga diartikan sebagai suatu tingkah laku atau sikap yang berwujud baik sebelum pemahaman yang mendetail, penelitian, pengaruh atau penolakan, suka atau tidak suka serta pemanfaatan pada suatu fenomena tertentu (Sobur, 2003). Secara umum dapat dikatakan bahwa terdapat tiga faktor yang mempengaruhi respon seseorang, yaitu: (1) Diri orang yang bersangkutan yang melihat dan berusaha memberikan interpretasi tentang apa yang dilihatnya itu, ia dipengaruhi oleh sikap, motif, pentingan, dan harapannya. Respon Petugas Kesehatan..., Tria Pamungkas Siwi , Fakultas Ilmu Kesehatan , UMP ,2017
26

BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.ump.ac.id/4290/3/Tria Pamungkas Siwi BAB II.pdf · Tenaga kesehatan yang diatur dalam pasal 2 ayat (2) sampai dengan ayat (8) Peraturan Pemerintah

Aug 25, 2020

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.ump.ac.id/4290/3/Tria Pamungkas Siwi BAB II.pdf · Tenaga kesehatan yang diatur dalam pasal 2 ayat (2) sampai dengan ayat (8) Peraturan Pemerintah

10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Respon

1. Pengertian Respon

Respon berasal dari kata response, yang berarti balasan atau tanggapan

(reaction). Respon adalah istilah psikologi yang digunakan untuk menamakan

reaksi terhadap rangsang yang di terima oleh panca indra. Hal yang

menunjang dan melatarbelakangi ukuran sebuah respon adalah sikap,

persepsi, dan partisipasi. Respon pada prosesnya didahului sikap seseorang

karena sikap merupakan kecendrungan atau kesediaan seseorang untuk

bertingkah laku jika menghadapi suatu rangsangan tertentu. Jadi, berbicara

mengenai respon atau tidak respon terlepas dari pembahasan sikap. Respon

juga diartikan sebagai suatu tingkah laku atau sikap yang berwujud baik

sebelum pemahaman yang mendetail, penelitian, pengaruh atau penolakan,

suka atau tidak suka serta pemanfaatan pada suatu fenomena tertentu (Sobur,

2003).

Secara umum dapat dikatakan bahwa terdapat tiga faktor yang mempengaruhi

respon seseorang, yaitu:

(1) Diri orang yang bersangkutan yang melihat dan berusaha memberikan

interpretasi tentang apa yang dilihatnya itu, ia dipengaruhi oleh sikap,

motif, pentingan, dan harapannya.

Respon Petugas Kesehatan..., Tria Pamungkas Siwi , Fakultas Ilmu Kesehatan , UMP ,2017

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.ump.ac.id/4290/3/Tria Pamungkas Siwi BAB II.pdf · Tenaga kesehatan yang diatur dalam pasal 2 ayat (2) sampai dengan ayat (8) Peraturan Pemerintah

11

(2) Sasaran respon tersebut, berupa orang, benda, atau peristiwa. Sifat-sifat

sasaran itu biasanya berpengaruh terhadap respon orang melihatnya.

Dengan kata lain, gerakan, suara, ukuran, tindakan-tindakan, dan ciri-ciri

lain dari sasaran respon turut menentukan cara pandang orang.

(3) Faktor situasi, respon dapat dilihat secara kontekstual yang berarti dalam

situasi mana respon itu timbul mendapat perhatian. Situasi merupakan

faktor yang turut berperan dalam pembentukan atau tanggapan seseorang

(Mulyani, 2007).

2. Macam-macam Respon

Menurut Azwar (2008), mengklasifikasikan respon ke dalam tiga jenis,

yaitu :

(1) Respon kognitif ( respon perseptual dan pertanyaan mengenai yang

diyakini).

(2) Respon afektif (respon saraf simpatik dan pernyataan afeksi).

(3) Respon perilaku atau konatif (respon yang berupa tindakan atau

pertanyaan mengenai perilaku) .

Sementara itu Sumadi Suryabata (2013) menyebutkan macam-

macam respon yang tidak jauh berbeda dengan Soemanto. Sumadi

menyebutkan ada tiga macam respon diantaranya adalah :

(1) Respon masa lampau atau respon imajinatif

(2) Respon masa datang atau respon mengantisipasikan

Respon Petugas Kesehatan..., Tria Pamungkas Siwi , Fakultas Ilmu Kesehatan , UMP ,2017

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.ump.ac.id/4290/3/Tria Pamungkas Siwi BAB II.pdf · Tenaga kesehatan yang diatur dalam pasal 2 ayat (2) sampai dengan ayat (8) Peraturan Pemerintah

12

(3) Respon masa kini atau tanggapan respresentatif (respon

mengimajinasikan).

Sedangkan Sujanto (2013) mengemukakan macam-macam

respon secara lebih lengkap lagi yaitu sebagai berikut:

a. Respon menurut indera yang mengamati, yaitu:

(1) Respon auditif, yaitu respon terhadap apa-apa yang telah

didengarnya baik berupa suara, ketukan dan lain-lain.

(2) Respon visual, yaitu respon terhadap sesuatu yang dialami

oleh dirinya.

(3) Respon perasaan adalah respon respon terhadap segala

sesuatu yang dialami oleh dirinya.

b. Respon menurut terjadinya, yaitu:

(1) Respon ingatan atau respon masa lampau, yakni respon

terhadap kejadian yang telah lalu.

(2) Respon fantasi, yaitu tanggapan masa kini yakni respon

terhadap sesuatu yang sedang terjadi.

(3) Respon pikiran atau respon masa datang yakni respon

terhadap sesuatu yang akan datang.

c. Respon menurut lingkungannya, yaitu:

(1) Respon benda, yakni respon terhadap benda-benda yang ada

disekitarnya.

Respon Petugas Kesehatan..., Tria Pamungkas Siwi , Fakultas Ilmu Kesehatan , UMP ,2017

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.ump.ac.id/4290/3/Tria Pamungkas Siwi BAB II.pdf · Tenaga kesehatan yang diatur dalam pasal 2 ayat (2) sampai dengan ayat (8) Peraturan Pemerintah

13

(2) Respon kata-kata yaitu respon terhadap ucapan atau kata-kata

yang dilontarkan oleh lawan bicara.

Pembagian macam-macam respon diatas dapat

menunjukan bahwa panca indera sebagai modal dasar pengamatan

sangatlah penting, karena secara tidak langsung merupakan modal

dasar bagi adanya respon sebagai salah satu fungsi jiwa yang

dipandang sebagai kekuatan psikologis yang dapat menimbulkan

keseimbangan atau mrintangi keseimbangan.

Selain dari panca indera, respon juga akan didasari oleh

adanya perasaan yang mendalam atau sesuatu pengetahuan dan

ingatan serta cara respon tersebut diungkapkan dalam kata-kata.

Oleh karena itulah respon menjadi sesuatu yang perlu dilihat dan

diukur guna mengetahui gambaran gambaran atau pengamatan

seseorang terhadap sesuatu objek.

3. Indikator Respon

Menurut Soemanto (2012) “respon yang muncul ke dalam

kesadaran, dapat memperoleh dukungan atau rintangan dari respon lain”.

Dukungan terhadap respon akan menimbulkan rasa senang. Sebaliknya

respon yang mendapat rintangan akan menimbulkan rasa tidak senang.

Penjelasan diatas menunjukan bahwa indicator respon terdiri dari

respon yang positif kecenderungan tindakannya adalah mendekati,

menyukai, menyenangi, dan mengahrapkan suatu objek. Sedangkan

Respon Petugas Kesehatan..., Tria Pamungkas Siwi , Fakultas Ilmu Kesehatan , UMP ,2017

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.ump.ac.id/4290/3/Tria Pamungkas Siwi BAB II.pdf · Tenaga kesehatan yang diatur dalam pasal 2 ayat (2) sampai dengan ayat (8) Peraturan Pemerintah

14

respon yang negatife kecenderungan tindakannya menjauhi, menghindari

dan member objek tertentu. Sedangkan Sadirman, (2010) mengemukakan

bahwa indicator respon itu adalah:

a. Keinginan untuk bertindak/berpartisipasi aktif,

b. Membacakan/mendengarkan,

c. Melihat

d. Menimbulkan/membangkitkan perasaan dan

e. Mengamati.

Berdasarkan beberapa penjelasan diatas, dapat kita ketahui bahwa

indicator dari respon itu adalah senang atau positif dan tidak senang atau

negatife. Mengenai rasa tidak senang ini pada setiap orang berbeda-beda.

Sebagian ada yang menghargai dan menyenangi karena

kedermawaannya, yang lainnya lagi karena intelegasinya dan sebagainya.

Segala upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain baik

individu, kelompok atau masyarakat swehingga mereka melakukan apa

yang di harapkan. Termasuk faktor ekstrinsik yaitu :

(1) Beban kerja

Definisi beban kerja secara tat bahasa mempunyai arti

sebagai tanggungan kewajiban yang harus dilaksanakan karena

pekerjaan tertentu dan juga sebagai tanggung jawab. Beban kerja

berpengaruh terhadap kinerja seseorang dalam melakukan

pekerjaannya. Pekerja yang mempunyai beban kerja berlebih akan

Respon Petugas Kesehatan..., Tria Pamungkas Siwi , Fakultas Ilmu Kesehatan , UMP ,2017

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.ump.ac.id/4290/3/Tria Pamungkas Siwi BAB II.pdf · Tenaga kesehatan yang diatur dalam pasal 2 ayat (2) sampai dengan ayat (8) Peraturan Pemerintah

15

menurunkan kualitas hsil kerja dan memungkinkan adanya

inefsiensi waktu. Para manajer harus memperhatiikan tingkat

optimal beban kerja karyawan. Beban kerja tidak hanya dipandang

sebagai beban kerja fisik akan tetapi sebagai beban kerja mental.

Beban kerja dipandang sebagai konsekuensi dari keterbatasan yang

dimiliki individu secara fisik dalam melakukan tugas yang harus

dilakukan dalam waktu tertentu (Surani, 2008).

(2) Pelatihan

Pelatihan bagi karyawan merupakan sebuah proses

mengajarkan penegtahuan dan keahlian tertentu serta sikap agar

karyawan senakin terampil dan mampu melaksanakan tanggung

jawabnya dengan semakin baik, sesuai dengan standar kerja.

Biasanya pelatihan merujuk pada pengembangan ketrampilan

bekerja yang dapat digunakakan dengan segera. Manfaat finansial

bagi perusahaan biasanya terjadi dengan cepat (Surani, 2008).

Kecenderungan untuk mempertahankan rasa tidak senang

atau menghilangkan rasa tidak senang, akan memancing bekerjanya

kekuatan kehendak dan kemauan. Adapun kehendak atau kamauan

ini merupakan penggerak tingkah laku manusia.

3. Tenaga Kesehatan

UU Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan yang dimaksud tenaga

kesehatan adalah setiap orang yang mengabadikan diri dalam bidang kesehatan,

Respon Petugas Kesehatan..., Tria Pamungkas Siwi , Fakultas Ilmu Kesehatan , UMP ,2017

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.ump.ac.id/4290/3/Tria Pamungkas Siwi BAB II.pdf · Tenaga kesehatan yang diatur dalam pasal 2 ayat (2) sampai dengan ayat (8) Peraturan Pemerintah

16

memiliki pengetahuan dan atau ketrampilan melalui pendidikan dibidang

kesehatan.

Tenaga kesehatan yang diatur dalam pasal 2 ayat (2) sampai dengan ayat

(8) Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan

terdiri dari :

1. Tenaga medis terdiri dari dokter dan dokter gigi.

2. Tenaga keperawatan terdiri dari perawat dan bidan.

3. Tenaga kefarmasian terdiri dari apoteker, analis farmasi dan asisten apoteker.

4. Tenaga kesehatan masyarakat meliputi epidemolog kesehatan, entomology

kesehatan, mikrobiolog kesehatan, penyuluh kesehatan, administrator

kesehatan dan sanigtarian.

5. Tenaga gizi meliputi nutrisioner dan dietisien.

6. Tenaga kesehtan keterapian fisik meliputi fisioterapis, okupasiterapis dan

terapis wicara.

7. Tenaga keteknisian medis meliputi radiographer, radioterapis, teknisi gigi,

teknisi elektromedis, analis kesehatan, refraksionis optisien, othotik prostetik,

teknisi transfuse dan perekam medis.

Dalam UU praktik Kedokteran yang dimaksud dengan “Petugas” adalah

dokter, dokter gigi atau tenaga kesehatan lain yang memberikan pelayanan

langsung kepada pasien. Menurut PP No. 32 Tahun 1996, maka yang dimaksud

petugas dalam kaitannya dengan tenaga kesehatan adalah dokter, dokter gigi,

perawat, bidan, dan keteknisian medis.

Respon Petugas Kesehatan..., Tria Pamungkas Siwi , Fakultas Ilmu Kesehatan , UMP ,2017

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.ump.ac.id/4290/3/Tria Pamungkas Siwi BAB II.pdf · Tenaga kesehatan yang diatur dalam pasal 2 ayat (2) sampai dengan ayat (8) Peraturan Pemerintah

17

4. Kader Kesehatan

1. Defini Kader Kesehatan

Kader kesehatan adalah anggota yang berasal dari masyarakat, dipilih

oleh masyarakat itu sendiri dan kader yang dipilih oleh masyarakat tadi

menjadi penyelenggara posyandu. Menurut L.A Gunawan Kader Kesehatan

adalah promotor kesehatan desa (prokes) tenaga sukarela yang dipilih oleh

masyarakat dan bertugas mengembangkan masyarakat. Kader adalah warga

masyarakat setempat yang dipilih dan ditinjau oleh masyarakat dan dapat

bekerja secara sukarela.

2. Tugas kegiatan kader

Tugas kegiatan kader akan ditentukan, mengingat bahwa pada

umumnyakader bukanlah tenaga profesional melainkan hanya membantu

dalam pelayanankesehatan. Dalam hal ini perlu adanya pembatasan tugas

yang diemban, baikmenyangkut jumlah maupun jenis pelayanan.Adapun

kegiatan pokok yang perlu diketahui oleh dokter kader dan semuapihak dalam

rangka melaksanakan kegiatan-kegiatan baik yang menyangkut

didalammaupun diluar Posyandu antara lain:

a. Kegiatan yang dapat dilakukan kader di Posyandu adalah:

- Melaksanan pendaftaran.

- Melaksanakan penimbangan bayi dan balita.

- Melaksanakan pencatatan hassil penimbangan.

- Memberikan penyuluhan.

Respon Petugas Kesehatan..., Tria Pamungkas Siwi , Fakultas Ilmu Kesehatan , UMP ,2017

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.ump.ac.id/4290/3/Tria Pamungkas Siwi BAB II.pdf · Tenaga kesehatan yang diatur dalam pasal 2 ayat (2) sampai dengan ayat (8) Peraturan Pemerintah

18

- Memberi dan membantu pelayanan.

- Merujuk.

b. Kegiatan yang dapat dilakukan kader diluar Posyandu KB-kesehatan adalah:

- Bersifat yang menunjang pelayanan KB, KIA, Imunisasi, Gizi dan

penanggulandiare.

- Mengajak ibi-ibu untuk datang para hari kegiatan Posyandu.

- Kegiatan yang menunjang upanya kesehatan lainnya yang sesuai

denganpermasalahan yang ada:

a) Pemberantasan penyakit menular.

b) Penyehatan rumah.

c) Pembersihan sarang nyamuk.

d) Pembuangan sampah.

e) Penyediaan sarana air bersih.

f) Menyediakan sarana jamban keluarga.

g) Pembuatan sarana pembuangan air limbah.

h) Pemberian pertolongan pertama pada penyakit.

i) P3K

j) Dana sehat dan Kegiatan pengembangan lainnya yang berkaitan dengan

kesehatan.

5. Manajemen Terpadu Balita Sakit berbasis Masyarakat (MTBS-M)

1. Definisi MTBSM

Respon Petugas Kesehatan..., Tria Pamungkas Siwi , Fakultas Ilmu Kesehatan , UMP ,2017

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.ump.ac.id/4290/3/Tria Pamungkas Siwi BAB II.pdf · Tenaga kesehatan yang diatur dalam pasal 2 ayat (2) sampai dengan ayat (8) Peraturan Pemerintah

19

Manajemen terpadu adalah suatu pola manajemen kasus yang berisi

prosedur kerja agar dalam organisasi setiap orang mau berusaha bekerja keras

secara terus menerus memperbaiki input, autput dan proses manajemen

menuju sukses nyang terdiri dari seperangkat prosedur dan proses untuk

memperbaiki kinerja dan meningkatkan mutu kerja. Manajemen terpadu

menuntut adanya perubahan sikap dan perilaku hubungan antara yang

mengelola dan yang melaksanakan pekerjaan (dokter, bidan, perawat,

nutrisonis, dsb) dengan menggunakan pedoman klinis yang sudah

terintegrasi.

MTBS-M merupakan pendekatan pelayanan kesehatan bayi dan anak

balita terigentrasi dengan melibatkan masyarakat sesuai standar Manajemen

Terpadu Balita Sakit (MTBS). Suatu pendekatan terpadu dalam tatalaksana

balita sakit yang datang berobat ke fasilitas rawat jalan pelayanan kesehatan

dasar (puskesmas) yang meliputi upaya kuratif terhadap penyakit pnemunia,

diare, campak, malaria, infeksi telinga, malnutrisi dan upaya promotif dan

preventif yang meliputi imunisasi, pemberian vitamin A dan konseling

pemberian makan yang bertujuan untuk menurunkan AKB dan AKABA dan

menekan morbiditas karena penyakit tersebut (Permenkes, 2013).

Kriteria Puskesmas yang sudah melaksanakan MTBS-M adalah

Puskesmas yang melaksanakan program MTBS-M minimal 60% dari jumlah

kunjungan balita sakit di Puskesmas tersebut.

2. Kerangka berpikir pelaksanaan MTBS-M

Respon Petugas Kesehatan..., Tria Pamungkas Siwi , Fakultas Ilmu Kesehatan , UMP ,2017

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.ump.ac.id/4290/3/Tria Pamungkas Siwi BAB II.pdf · Tenaga kesehatan yang diatur dalam pasal 2 ayat (2) sampai dengan ayat (8) Peraturan Pemerintah

20

Dalam pelaksanaaan MTBS-M diperlukan strategi-strategi dan program

untuk mencapai hasil-hasil antara:

Gambar 1. Kerangka konsep pelaksanaan MTBS-M

3. Ruang lingkup penerapan MTBS-M

Perencanaan dan penyelenggaraan MTBS-M di daerah kabupaten/kota

merupakan bagian dari Rencana Aksi Nasional kelangsungan hidup anak.

Penyelenggaraan pelayanan kesehatan dengan pendekatan MTBS-M

diterapkan pada daerah sulit akses di kabupaten/kota. Dengan fokus kegiatan

untuk mempromosikan perilaku pencarian pertolongan kesehatan, perawatan

balita di rumah dan pelatihan kepada anggota masyarakat yaitu kader untuk

melakukan pengobatan sederhana kasus bayi muda dan balita sakit (diare,

pneumonia, demam untuk malaria, dan masalah bayi baru lahir). Kader

Menurunkan Angka Kematian Balita

Peningkatancakupanintervensi inti kelangsungan

hidup balita dikabupaten dan kota

Hasil antara 1:

Adanya

kebijakan dan

koordinasi

institusional

yangmenduku

ng MTBS&

MTBS-M

Hasil antara

2:

Peningkatan

akses dan

ketersediaani

ntervensi inti

dan pelayanan

MTBS-M

Hasil antara 3:

Peningkatan

kualitaspelaya

nan MTBS-M

yang terbukti

dan terjamin

Hasil antara

4:

Peningkatan

perilaku sehat

untukmencari

pertolonganpe

layanan

kesehatan

Strategi dan program untuk setiap hasil antara

Sumber: Kerangka Pelaksanaan MTBS-M Permenkes, 2013)

Fakto

r-fa

kto

rekste

rnal/m

ulti se

kto

r

Respon Petugas Kesehatan..., Tria Pamungkas Siwi , Fakultas Ilmu Kesehatan , UMP ,2017

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.ump.ac.id/4290/3/Tria Pamungkas Siwi BAB II.pdf · Tenaga kesehatan yang diatur dalam pasal 2 ayat (2) sampai dengan ayat (8) Peraturan Pemerintah

21

tersebut harus dipilih oleh masyarakat dan dilatih untuk menangani masalah-

masalah kesehatan perorangan atau masyarakat serta bekerja dalam hubungan

yang amat dekat dengan tempat-tempat pemberian pelayanan kesehatan

(Permenkes, 2013).

Penentuan wilayah dengan keterbatasan pelayanan kesehatan ditetapkan

melalui surat keputusan Bupati dan Walikota yang mengacu pada kriteria

kelompok masyarakat umum sebagai berikut:

1. Kelompok masyarakat yang tidak mendapatkan sumber daya

kesehatan yang berkesinambungan.

Di beberapa wilayah Indonesia jumlah sumber daya tenaga

kesehatan masih terbatas dan sebarannya tidak merata. Perbandingan

antara fasilitas pelayanan kesehatan dasar dengan jumlah tenaga

kesehatan masih belum sesuai, hal ini menyebabkan pelayanan kesehatan

tidak dapat berjalan secara berkesinambungan. Banyak daerah yang

belum menganggarkan biaya operasional maupun penyediaan logistik

yang cukup untuk dapat mendukung pelayanan kesehatan dasar bagi

anak dan ibu secara rutin.

Dengan keterbatasan sumber daya, maka pendekatan yang

dilakukan adalah melalui keterpaduan pelayanan dan melibatkan peran

serta masyarakat (Permenkes, 2013).

2. Kelompok masyarakat dengan kendala sosial budaya

Respon Petugas Kesehatan..., Tria Pamungkas Siwi , Fakultas Ilmu Kesehatan , UMP ,2017

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.ump.ac.id/4290/3/Tria Pamungkas Siwi BAB II.pdf · Tenaga kesehatan yang diatur dalam pasal 2 ayat (2) sampai dengan ayat (8) Peraturan Pemerintah

22

Kelompok masyarakat yang memiliki akses ke fasilitas pelayanan

kesehatan namun tidak memanfaatkan,karena :

a. Masalah sosioekonomi dan sosiokultural, misalnya adanya budaya

bahwa bayi yang belum berumur 40 hari tidak boleh keluar rumah,

sehingga orang tua tidak mau membawa bayinya ke fasilitas

pelayanan kesehatan untuk mendapatkan pelayanan.

b. Ketidaktahuan masyarakat tentang pelayanan kesehatan, manfaat serta

akibat yang akan timbul bila anak tidak mendapatkan pertolongan

kesehatan.

c. Kelompok masyarakat yang hidup secara berpindah-pindah.

d. Kelahiran anak yang tidak terdaftar dan / atau tidak diinginkan.

Pada kelompok ini sangat dibutuhkan keterlibatan lintas sektor,

antropolog, organisasi masyarakat, tokoh masyarakat termasuk tokoh

agama, dan tokoh adat dalam rangka pendekatan, pendidikan, dan

penyebarluasan informasi tentang pelayanan kesehatan (Permenkes,

2013).

3. Kelompok masyarakat dengan kendala geografis, transportasi dan

musim.

Di Indonesia banyak daerah yang sulit dijangkau oleh pelayanan

kesehatan dasar rutin seperti wilayah pegunungan, pedalaman, dan rawa-

rawa; pulau kecil/gugus pulau dan daerah pesisir; atau daerah perbatasan

dengan negara lain, baik darat maupun pulau-pulau kecil terluar.

Respon Petugas Kesehatan..., Tria Pamungkas Siwi , Fakultas Ilmu Kesehatan , UMP ,2017

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.ump.ac.id/4290/3/Tria Pamungkas Siwi BAB II.pdf · Tenaga kesehatan yang diatur dalam pasal 2 ayat (2) sampai dengan ayat (8) Peraturan Pemerintah

23

Hambatan lain dikarenakan kondisi ketersediaan transportasi umum dan

rutin yang digunakan baik darat, laut maupun udara (hanya 1 kali

seminggu); waktu tempuh memerlukan waktu pulang-pergi lebih dari

6jam perjalanan; hanya tersedia transportasi dengan pesawat udara untuk

mencapai lokasi; transportasi yang ada sewaktu-waktu terhalang kondisi

iklim/cuaca (seperti musim angin, gelombang, dan lain-lain) atau tidak

tersedia transportasi umum.

Di beberapa daerah sulit ini, mungkin terdapat fasilitas pelayanan

kesehatan tapi tanpa tenaga profesional, sarana dan prasarana yang

sangat minim atau memang lokasinya sangat jauh dari tempat tinggal

penduduk. Untuk masyarakat yang tinggal di daerah kepulauan maupun

pegunungan, tenaga kesehatan dapat saja kesulitan menjangkau daerah

tersebut untuk memberikan pelayanan kesehatan pada musim-musim

tertentu akibat cuaca yang buruk.

Pelayanan kesehatan dengan pendekatan MTBS-M merupakan

pendekatan pelayanan kesehatan balita yang harus didukung oleh

pemerintah daerah, dalam hal ini terutama oleh dinas kesehatan provinsi

dan kabupaten/kota

Dalam melaksanakan pelayanan kesehatan dengan pendekatan

MTBS-M, Kader pelaksana tidak boleh memperlakukan pelayanan yang

diberikannya sebagai praktek perseorangan/mandiri. Tata laksana kasus

di luar paket intervensi MTBS-M yang telah ditetapkan, harus dirujuk

Respon Petugas Kesehatan..., Tria Pamungkas Siwi , Fakultas Ilmu Kesehatan , UMP ,2017

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.ump.ac.id/4290/3/Tria Pamungkas Siwi BAB II.pdf · Tenaga kesehatan yang diatur dalam pasal 2 ayat (2) sampai dengan ayat (8) Peraturan Pemerintah

24

kader pelaksana MTBS-M ke fasilitas pelayanan kesehatan dasar

(Permenkes, 2013).

4. Langkah-langkah persiapan penerapan MTBS-M

1). Tingkat pemerintah daerah Provinsi

a. Membentuk kelompok kerja MTBS-M tingkat provinsi.

b. Membuat pemetaan ketersediaan pelayanan kesehatan kabupaten dan

kota serta pemetaan mitra kerja potensial di tingkat provinsi.

c. Menetapkan kebijakan dan strategi lokal/daerah dalam pelaksanaan

dan pengembangan MTBS-M.

d. Merencanakan alokasi biaya APBD dan dana dekonsentrasi untuk

mendukung pelaksanaan MTBS-M (Permenkes, 2013).

2). Tingkat pemerintah daerah Kabupaten/Kota

a. Melakukan kajian kebutuhan dan analisis situasi bagi pelaksanaan

dan pengembangan MTBS-M di kabupaten kota.

b. Menetapkan kebijakan dan strategi daerah dalam pelaksanaan dan

pengembangan MTBS-M.

c. Membentuk kelompok kerja atau tim MTBS-M kabupaten kota yang

terintegrasi atau sebagai bagian dari tim MTBS.

d. Membuat pemetaan ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan di

wilayah kecamatan atau puskesmas serta pemetaan mitra kerja

potensial di tingkat kabupaten dan kota.

e. Menyusun rencana kerja anggaran dan kerangka acuan kegiatan.

Respon Petugas Kesehatan..., Tria Pamungkas Siwi , Fakultas Ilmu Kesehatan , UMP ,2017

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.ump.ac.id/4290/3/Tria Pamungkas Siwi BAB II.pdf · Tenaga kesehatan yang diatur dalam pasal 2 ayat (2) sampai dengan ayat (8) Peraturan Pemerintah

25

f. Mempersiapkan kebutuhan alat/bahan dan logistik.

g. Menentukan paket pelayanan kesehatan bayi dan balita dalam

pendekatan MTBS-M sesuai dengan kebutuhan, kemampuan dan

kondisi wilayah setempat, berdasarkan analisis sebab kematian yang

dilaporkan dan prevalensi kasus serta kajian formatif dan prioritas

kebutuhan pelayanan kesehatan di daerah.

h. Melaksanakan lokakarya adaptasi modul sesuai konteks wilayah bila

masih dibutuhkan adaptasi, dengan cara:

1) Mengundang tim MTBS-M kabupaten untuk lokakarya adaptasi

modul

2) Melaksanakan uji lapangan yang melibatkan tokoh masyarakat,

kader, supervisor dan puskesmas.

3) Mengundang provinsi untuk dukungan teknis finalisasi dalam

rangka adaptasi modul.

4) Mempersiapkan petunjuk teknis pelayanan MTBS-M dan

kelegkapan dokumen pendukung lainnya.

5) Merencanakan alokasi biaya untuk mendukung pelaksanaan

MTBS-M:

6) Fungsi pengawalan rencana anggaran yang sudah diusulkan

dalam DTPS ke dalam musrenbang tingkat kabupaten sampai

provinsi.

Respon Petugas Kesehatan..., Tria Pamungkas Siwi , Fakultas Ilmu Kesehatan , UMP ,2017

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.ump.ac.id/4290/3/Tria Pamungkas Siwi BAB II.pdf · Tenaga kesehatan yang diatur dalam pasal 2 ayat (2) sampai dengan ayat (8) Peraturan Pemerintah

26

7) Memberikan dukungan teknis penyusunan Perda pelaksanaan

MTBS-M kepada dinas kesehatan kabupaten.

8) Memberikan dukungan teknik penyusunan RKPD kepada tim

perencanaan dan anggaran dinas kesehatan (Permenkes, 2013).

3). Tingkat Kecamatan atau Puskesmas.

Beberapa kegiatan puskesmas yang harus dilakukan dalam rangka

persiapan pelaksanaan dan pengembangan MTBS-M di wilayah kerjanya,

antara lain:

a. Bersama tim kabupaten/kota menetapkan daerah awal pelaksanaan dan

pengembangan MTBS-M dengan mempertimbangkan:

1. Komitmen kepala wilayah.

2. Ketersediaan kader atau tenaga kesehatan yang menetap di desa atau

kelurahan.

3. Kemampuan daerah dan ketersediaan tenaga untuk melaksanakan

supervisi.

4. Menetapkan supervisor dan pelaksana MTBS-M yang memenuhi

kriteria dan standar kompetensi di daerah terpilih.

5. Menyusun rencana kerja, anggaran dan kebutuhan logistik MTBS-

M.

6. Memanfaatkan lokakarya mini puskesmas untuk menggalang tim

dan memperoleh dukungan perencanaan pelaksanaan MTBS-M.

Respon Petugas Kesehatan..., Tria Pamungkas Siwi , Fakultas Ilmu Kesehatan , UMP ,2017

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.ump.ac.id/4290/3/Tria Pamungkas Siwi BAB II.pdf · Tenaga kesehatan yang diatur dalam pasal 2 ayat (2) sampai dengan ayat (8) Peraturan Pemerintah

27

7. Mempersiapkan puskesmas sebagai tempat rujukan MTBS-M dari

masyarakat di wilayah kerjanya.

b. Persiapan di tingkat Desa dan Kelurahan.

1. Bersama dengan tim puskesmas menetapkan pelaksana MTBS-M

yang sesuai dengan kriteria dan standar kompetensi.

2. Mengalokasikan dana untuk transport pelaksana MTBS-M dan

rujukan.

3. Mempersiapkan pemetaan atau SMD termasuk penyiapan tenaga

pelaksana dan penetapan waktu pelaksanaan.

4. Melakukan sosialisasi MTBS-M dan promosi perilaku sehat kepada

masyarakat, antara lain dengan membuat papan informasi atau

melalui kunjungan rumah, pertemuan-pertemuan di desa dan

kelurahan, di tempat ibadah atau di forum masyarakat lainnya.

5. Melaksanakan MMD sebagai sarana umpan balik.

Catatan:

1) Dana lintas sektor tingkat desa dapat diperoleh melalui forum

MMD.

2) Fungsi pengawalan dimulai dari musrenbang desa sampai

musrenbang kabupaten.

3) Fungsi advokasi pada saat musrenbang kecamatan.

Penyusunan POA Alokasi Dana Desa (ADD) dan PNPM, bila

tersedia.

Respon Petugas Kesehatan..., Tria Pamungkas Siwi , Fakultas Ilmu Kesehatan , UMP ,2017

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.ump.ac.id/4290/3/Tria Pamungkas Siwi BAB II.pdf · Tenaga kesehatan yang diatur dalam pasal 2 ayat (2) sampai dengan ayat (8) Peraturan Pemerintah

28

5. Penerapan MTBS-M

Penerapan MTBS-M perlu didukung dengan penyiapan logistik yang

terdiri dari obat, peralatan kerja (formulir tata laksana kasus, dll). Pemenuhan

kebutuhan logistik tersebut dilakukan melalui :

(1) Pencatatan pemakaian dan permintaan obat serta peralatan kerja oleh

pelaksana MTBS-M.

(2) Penyusunan laporan pemakaian dan permintaan obat serta peralatan kerja

dari puskesmas ke dinas kesehatan.

(3) Supervisi ke lapangan untuk melihat ketersediaan obat dan peralatan

kerja pelaksana MTBS-M.

Pelaksana MTBS-M melakukan penilaian, klasifikasi dan

tindakan pada balita sakit dan bayi muda sesuai materi yang diterima saat

pelatihan. Pada kondisi balita tidak dapat ditangani sendiri, kader

pelaksana MTBS-M dapat memberikan pertolongan pertama sebelum

merujuk (Permenkes, 2013). Rujukan dari tingkat rumah tangga secara

berjenjang sampai ke Rumah Sakit Umum Daerah dapat dilakukan

sebagaimana bagan alur rujukan di bawah ini.

Gambar 2. Bagan Alur Rujukan

Respon Petugas Kesehatan..., Tria Pamungkas Siwi , Fakultas Ilmu Kesehatan , UMP ,2017

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.ump.ac.id/4290/3/Tria Pamungkas Siwi BAB II.pdf · Tenaga kesehatan yang diatur dalam pasal 2 ayat (2) sampai dengan ayat (8) Peraturan Pemerintah

29

Apabila rujukan ke fasilitas pelayanan kesehatan dasar tidak

dimungkinkan, misalnya karena diluar jam kerja puskesmas atau jarak

ke puskesmas lebih jauh dibanding ke rumah sakit, maka pasien dapat

langsung dirujuk ke rumah sakit. Surat rujukan dari puskesmas dapat

segera disusulkan setelah pasien ditangani (Permenkes, 2013).

6. Prosedur Penerapan MTBS-M

1). Prosedur pelayanan MTBS-M

Penyelenggara MTBS-M bertujuan untuk meningkatkan akses

pelayanan Balita sakit di tingkat masyarakat pada daerah yang sulit akses

terhadap pelayanan kesehatan. Daerah sulit akses sebagaimana dimaksud

yaitu :

a. Kelompok masyarakat yang tidak mendapatkan sumber daya kesehatan

yang berkesinambungan

b. Kelompok masyarkat dengan kendala sosial budaya

Respon Petugas Kesehatan..., Tria Pamungkas Siwi , Fakultas Ilmu Kesehatan , UMP ,2017

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.ump.ac.id/4290/3/Tria Pamungkas Siwi BAB II.pdf · Tenaga kesehatan yang diatur dalam pasal 2 ayat (2) sampai dengan ayat (8) Peraturan Pemerintah

30

c. Kelompok masyarakat dengan kendala geografis, transportasi, dan

musim.

Pelayanan MTBS-M dilakukan oleh kader setempat yang telah

mendapatkan pelatihan sebagai pelaksanan, dalam melakukan

pelayanannya kader pelaksana MTBS-M harus di bwah pengawasan

tenaga kesehatan yang berasal dari Puskesmas pelaksana MTBS

setempat. Penyelenggara upaya kesehatan MTBS-M dilakukan melalui

kegiatan dengan pendekatan promotif, preventif, dan kuratif terbatas.

Pelayanan kuratif terbatas yang dimaksud adalah berakhir setelah

pelayanan kesehatan di daerah penyelenggara MTBS-M tersebut telah

dilakukan oleh tenaga kesehatan. Dalam hal daerah penyelengara

MTBS-M sudah dinyatakan bukan sebagai daerah sulit akses pelayanan

kesehatan, penyelenggara MTBS-M harus berakhir dan pelaksanan

pelayanan kesehatan oleh kader pelaksana difokuskan hanya pada

kegiatan promotif dan preventif termasuk mempromosikan perilaku

pencarian pertolongan kesehatan dan perawatan balita dirumah

(Permenkes, 2013).

7. Pencatatan dan pelaporan hasil pelayanan

Pencatatan dan pelaporan di Puskesmas yang menerapkan MTBS-M

sama dengan Puskesmas yang lain yaitu menggunakan SP2TP. Perubahan

yang perlu dilakukan adalah konversi klasifikasi MTBS-M ke dalam kode

Respon Petugas Kesehatan..., Tria Pamungkas Siwi , Fakultas Ilmu Kesehatan , UMP ,2017

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.ump.ac.id/4290/3/Tria Pamungkas Siwi BAB II.pdf · Tenaga kesehatan yang diatur dalam pasal 2 ayat (2) sampai dengan ayat (8) Peraturan Pemerintah

31

diagnosis dalam SP2TP sebelum masuk ke dalam system pelaporan

(Depkes,2006). Tahapan dalam pencatatan dan pelaporan, diantaranya:

a) Pencatatan hasil pelayanan

Pencatatan seluruh hasil pelayanan, yaitu kunjungan, hasil

pemeriksaan sampai penggunaan obat tidak memerlukan pencatatan

khusus. Pencatatan yang telah da dipuskesmas digunakan sebagai alat

pencatatan. Alat pencatatan yang dapat digunakan adalah: register

kunjungan, register rawat jalan, register kohort bayi, register kohort

balita, register imunisasi, register malaria, demam berdarah dengue,

ISPA, gizi, dan register obat.

b) Pelaporan hasil pelayanan

Pelaporan yang digunakan adalah: LBI, LPLPO, LB3, laporan

mingguaan diare, dan laporan kejadian luar biasa. LBI adalah laporan

yang memerlukan perhatian khusus. Hasil pemeriksaan dalam MTBS-M

ditulis dalam bentuk klasifikasi penyakit sedangkan pelaoran yang ada

dalam bentuk diagnosis (Depkes, 2006).

c) Langkah-langkah pelaksanan MTBS-M meliputi :

1. Penilaian adanya tanda dan gejala dari suatu penyakit dengan cara

bertanya , melihat, mendengar, dan meraba dengan kata lain dapat

dilakukan dengan cara pemeriksaan fisik dasar dan amnamnesis.

Respon Petugas Kesehatan..., Tria Pamungkas Siwi , Fakultas Ilmu Kesehatan , UMP ,2017

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.ump.ac.id/4290/3/Tria Pamungkas Siwi BAB II.pdf · Tenaga kesehatan yang diatur dalam pasal 2 ayat (2) sampai dengan ayat (8) Peraturan Pemerintah

32

2. Membuat klasifikasi dengan menentukan tingkat kegawatan dari suatu

penyakit, hal ini digunakan untuk menentukan tindakan, bukan

diagnosis khusus penyakit.

3. Menentukan tindakan dan menghromati, yaitu memberikan tindakan

pengobatan difasilitas kesehatan, membuat resep, dan mengajari ibu

tentang penggunaan obat serta tindakan yang harus dilakukan didalam

rumah.

4. Memberikan konseling dengan menilai cara pemberian makan dan

kapan anak harus kembali ke fasilitas pelayanan kesehatan.

5. Memberikan pelayanan tindak lanjut pada kunjungan ulang

(Alamansyah,2010)

Strategi MTBS-M berfokus pada : (1) Peningkatan dari pemberi layanan

kesehatan dalam manajemen tatalaksana kasus, (2) peningkatan system

kesehatan secara menyeluruh, (3) peningkatan praktik kesehatan oleh

keluarga dan masyarakat. Strategi MTBS-M mempromosikan identifikasi

penyakit balita dengan tepat, menjamin terpadu dari semua penyakit utama

secara tepat, memperkuat konseling bagi ibu dan mengidentifikasi kebutuhan

rujukan dan penigkatan kecepatan rujukan dari balita yang sakit berat. Dalam

tatanan rumah, MTBS-M mempromosikan perilaku mencari pelayanan yang

tepat, perbaikan gizi dan pelayanan pencegahan serta penerapan yang benar

dari anjuran perawatan (DepKes, 2008).

Respon Petugas Kesehatan..., Tria Pamungkas Siwi , Fakultas Ilmu Kesehatan , UMP ,2017

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.ump.ac.id/4290/3/Tria Pamungkas Siwi BAB II.pdf · Tenaga kesehatan yang diatur dalam pasal 2 ayat (2) sampai dengan ayat (8) Peraturan Pemerintah

33

Strategi MTBS-M menggunakan pendekatan yang luas dan lintas

program dengan tiga komponen sebagai berikut :

1. Peningkatan ketrampilan petugas kesehatan :

a. Standar dan pedoman tatalaksana kasus

b. Pelatihan petugas di fasilitas kesehatan primer

c. Peran MTBS-M untuk pemberi layanan swasta

d. Menjaga kompetensi dari petugas kesehatan terlatih

2. Peningkatan sistem kesehatan dengan cara :

a. Perencanaan dan manajemen di tingkat Kabupaten/ Kota

b. Ketersediaan obat

c. Peningkatan kualitas supervisi difasilitas kesehatan

d. Alur rujukan dan pelayanan

e. Sistem informasi kesehatan

f. Peningkatan praktik kesehatan di tingkat keluarga dan masyarakat

g. Pencarian pelayanan kesehatan yang tepat

h. Penatalaksanaan pemberian nutrisi yang tepat

i. Tatalaksana perawatan dirumah dan kepatuhan terhadap penyuluhan

yang diberikan

j. Peran masyarakat dalam perencanaan pemantauan kesehatan.

Respon Petugas Kesehatan..., Tria Pamungkas Siwi , Fakultas Ilmu Kesehatan , UMP ,2017

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.ump.ac.id/4290/3/Tria Pamungkas Siwi BAB II.pdf · Tenaga kesehatan yang diatur dalam pasal 2 ayat (2) sampai dengan ayat (8) Peraturan Pemerintah

34

6. Kerangka Teori

Bagan 1. Kerangka Teori

Dimodifikasi dari Sadirman (2010)

FAKTOR

INTRINSIK

- Respon petugas

kesehatan

- Keingian untuk

bertindak

- Membacakan

/Mendengarkan

- Melihat

- Membangkitkan

perasaan

- Mengamati

Keterlibatan MTBSM

FAKTOR

EKSTRINSIK

- Beban kerja

- Pelatihan

Respon Petugas Kesehatan..., Tria Pamungkas Siwi , Fakultas Ilmu Kesehatan , UMP ,2017

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.ump.ac.id/4290/3/Tria Pamungkas Siwi BAB II.pdf · Tenaga kesehatan yang diatur dalam pasal 2 ayat (2) sampai dengan ayat (8) Peraturan Pemerintah

35

7. Kerangka Konsep

Rspon petugas kesehatan

Bagan 2. Kerangka Konsep

Respon petugas kesehatan

Keterlibatan MTBS-M

Keterlibatan Kader

Respon Petugas Kesehatan..., Tria Pamungkas Siwi , Fakultas Ilmu Kesehatan , UMP ,2017