-
6 Politeknik Kesehatan Tanjungkarang
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anak Sekolah
Anak sekolah adalah anak usia 6 -12 tahun, dimana saat ini
mereka sedang
duduk dibangku SD dan SMP. Anak usia ini sedang menjalani
pendidikan dasar
yag merupakan titik awal anak mengenal sekolah yang sesungguhnya
dengan
kurikulum dan mata pelajaran yang serius. Jika pada periode
sebelumnya, daya
pikir anak masih bersifat imajinatif dan egosentris maka pada
periode ini daya
pikir anak sudah berkembang ke arah yang lebih konkret,
rasional, dan objektif.
Daya ingatnya menjadi sangat kuat sehingga anak benar-benar
berada pada
stadium belajar (Devi, 2012).
Anak sekolah merupakan kelompok yang sangat peka untuk
menerima
perubahan atau pembaruan, karena kelompok usia tersebut sudah
membentuk
beberapa karakteristik emosi dan sosial antara lain suka
berteman dan bermain
serta rasa ingin tahu meningkat. Masa usia anak sekolah dasar
disebut juga masa
intelektual, karena keterbukaan dan keinginan anak untuk
mendapatkan
pengetahuan dan pengalaman. Karakteristik intelektual anak usia
sekolah meliputi
suka berbicara dan mengeluarkan pendapat, memiliki minat besar
dalam belajar
dan keterampilan, rasa ingin mencoba hal baru da selalu ingin
tahu sesuatu, serta
perhatian terhadap sesuatu sangat singkat (Hardiansyah dan I
Dewa Nyoman
Supariasa, 2017).
Menginjak usia enam tahun anak sudah mulai menentukan
pilihan
makanannya sendiri, tidak seperti saat balita lagi yang
sepenuhnya tergantung
pada orang tua. Periode ini merupakan periode kritis dalam
pemilihan makanan
karena anak baru saja memilih makanan dan belum mengerti makanan
yang
bergizi yang dapat memenuhi kebutuhan gizinya sehingga anak
memerlukan
bimbingan orang tua dan guru (Devi, 2012)
Pada anak kelompok usia ini juga sedang aktif-aktifnya anak-anak
banyak
bermain di luar rumah, sehingga pengaruh kawan, tawaran jajanan,
aktivitas yang
tinggi dan keterpaparan terhadap sumber penyakit infeksi menjadi
tinggi.
-
7
Politeknik Kesehatan Tanjungkarang
Sebagian anak sekolah usia 9 – 12 tahun sudah mulai memasuki
masa
pertumbuhan cepat pra-pubertas, sehingga kebutuhan terhadap zat
gizi mulai
meningkat secara bermakna. Oleh karenanya, pemberian makanan
dengan gizi
seimbang untuk anak pada kelompok usia ini harus memperhitungkan
kondisi-
kondisi tersebut di atas (Kemenkes, 2014).
B. Makanan Jajanan
1. Pengertian Makanan Jajanan
Makanan jajanan adalah makanan yang dipersiapkan dan dijual
oleh
pedagang kaki lima di jalanan dan tempat-tempat keramaian umum
lain yang
langsung dimakan atau dikonsumsi tanpa pengolahan atau persiapan
lebih
lanjut. Istilah makanan jajanan tidak jauh dari istilah junk
food, fast food, dan
street food karena istilah tersebut merupakan bagian dari
istilah makanan
jajanan (Adriani dan Wirjatmadi, 2012).
Makanan jajanan yang dijual oleh pedangan kaki lima atau
dalam
istilah lain disebut “street food”, menurut FAO (Food
Assosiation
Organisation) didefinisikan sebagai makanan dan minuman yang
dipersiapkan
dan dijual oleh pedagang kaki lima di jalanan dan di
tempat-tempat keramaian
umum lain yang langsung dimakan atau dikonsumsi tanpa pengolahan
atau
persiapan lebih lanjut.
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
942/Menkes/SK/VII/2003, makanan jajanan adalah makanan dan
minuman
yang diolah oleh pengrajin makanan di tempat penjualan dan atau
disajikan
sebagai makanan siap santap untuk dijual bagi umum selain yang
disajikan
jasa boga, rumah makan/restoran, dan hotel.
Perkembangan makanan jajanan di Indonesia yang berbasis
industri
rumahan telah semakin maju, tak terkecuali yang dijajakan di
sekolah-sekolah.
Hal ini dapat dilihat dengan semakin beragamnya makanan jajanan
yang
ditawarkan di setiap sekolah. Perkembangan tersebut dapat
mendorong
kebiasaan mengonsumsi makanan jajanan pada anak sekolah,
terutama pada
jeda jam istirahat. Namun kebiasaan mengonsumsi makanan jajanan
sehat
masih belum banyak dimiliki oleh anak (Hatta dkk, 2018).
-
8
Politeknik Kesehatan Tanjungkarang
Siswa usia sekolah mayoritas memilih makanan yang mempunyai
karakteristik mutu organoleptik (warna, aroma, tekstur dan rasa)
yang baik.
Disisi lain yang perlu diperhatikan yaitu mutu keamanan makanan,
gizi dan
kesehatan dari jajanan tersebut. Seberapa enak dan menarik suatu
makanan,
tidak ada artinya apabila makanan tersebut tidak aman
(terkontaminasi
cemaran fisik, kimia dan mikrobiologi).
Jajanan yang beredar di sekolah tidak terlepas dari bahan
tambahan
makanan (BTM) yang ditambahkan pada jajanan tersebut. Menurut
pasal 73
UU RI No. 18 Tahun 2018 tentang Pangan, bahan tambahan
pangan
merupakan bahan yang ditambahkan ke dalam pangan untuk
memengaruhi
sifat dan/atau bentuk pangan. Penambahan BTM bertujuan untuk
meningkatkan daya terima dari segi warna, aroma, tekstur dan
rasa.
Penambahan BTM ada aturan khusus seberapa banyak yang boleh
ditambahkan (Ulilalbab, 2018).
2. Jenis-Jenis Pangan Jajanan Anak Sekolah
Konsumsi anak di sekolah berasal dari bekal yang dibawa dari
rumah
atau jajanan di sekitar sekolah atau kantin sekolah. Kontribusi
makanan
disekolah (yang berada di kantin sekolah dan penjaja makanan di
sekitar
sekolah), menjadi potensi untuk memenuhi kebutuhan energi dan
zat gizi
anak, dan dapat memberntuk perilaku makan siswa yang sesuai
dengan
pedoman gizi seimbang (Hardiansyah dan I Dewa Nyoman Supariasa,
2017).
Makanan anak yang berasal dari bekal maupun jajanan di sekolah
bisa
disebut sebagai makanan selingan. Makanan selingan dapat
berfungsi sebagai
asupan gizi anak sekolah, menjaga gula darah agar anak sekolah
tetap
berkonsentrasi, dapat mempertahankan aktivitas fisik anak
sekolah (BPOM,
2013). Anak sekolah biasanya mendapatkan makanan selingan
berupa
makanan jajanan yang berasal dari kantin sekolah atau penjaja
makanan
sekitar. Menurut BPOM tahun 2013 berikut adalah jenis pangan
jajanan anak
sekolah yang dibedakan menjadi 4 jenis, yaitu:
-
9
Politeknik Kesehatan Tanjungkarang
a. Makanan Utama/Sepinggan
Kelompok makanan utama atau dikenal dengan istilah “jajanan
berat”. Jajanan ini bersifat mengenyangkan. Contohnya: mie ayam,
bakso,
bubur ayam, nasi goreng, gado-gado, soto, lontong isi sayuran
atau daging,
dan lain-lain.
b. Camilan/Snack
Camilan merupakan makanan yang biasa dikonsumsi diluar
makanan utama. Camilan dibedakan menjadi 2 jenis yaitu camilan
basah
dan camilan kering. Camilan basah contohnya: gorengan, lemper,
kue
lapis, donat, dan jelly. Sedangkan camilan kering contohnya:
brondong
jagung, keripik, biskuit, kue kering, dan permen.
c. Minuman
Minuman dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu minuman yang
disajikan dalam gelas dan minuman yang disajikan dalam
kemasan.
Contoh minuman yang disajikan dalam gelas antara lain: air
putih, es teh
manis, es jeruk dan berbagai macam minuman campur (es cendol,
es
campur, es buah, es doger, jus buah, es krim). Sedangkan minuman
yang
disajikan dalam kemasan contohnya: minuman ringan dalam
kemasan
(minuman soda, teh, sari buah, susu, yoghurt).
d. Jajanan Buah
Buah yang biasa menjadi jajanan anak sekolah yaitu buah yang
masih utuh atau buah yang sudah dikupas dan dipotong. Buah
utuh
contonya: buah manggis, buah jeruk. Sedangkan buah potong
contohnya:
pepaya, nanas, melon, semangka, dan lain-lain.
3. Syarat Makanan Jajanan yang Baik
Menurut Dinas Kesehatan Kota Probolinggo (2018), dalam
memilih
makanan jajanan, agar dapat dikelola menjadi produk yang sehat
dan aman
dikonsumsi sebaiknya makanan jajanan tersebut memiliki ciri-ciri
sebagai
berikut:
-
10
Politeknik Kesehatan Tanjungkarang
a. Bebas dari lalat, semut, kecoa dan binatang lain yang dapat
membawa
kuman penyakit.
b. Bebas dari kotoran dan debu lain. Makanan yang dikukus,
direbus,
atau digoreng menggunakan panas yang cukup artinya tidak
setengah
matang.
c. Disajikan dengan menggunakan alas yang bersih dan sudah
dicuci
lebih dahulu dengan air bersih.
d. Kecuali makanan jajanan yang di bungkus plastik atau daun,
maka
pengambilan makanan lain yang terbuka hendaklah dilakukan
dengan
menggunakan sendok, garpu atau alat lain yang bersih, jangan
mengambil makanan dengan tangan.
e. Menggunakan makanan yang bersih, demikian pula lap kain
yang
digunakan untuk mengeringkan alat-alat itu supaya selalu
bersih.
Selain itu syarat-syarat makanan jajanan yang aman
dikonsumsi
sebaiknya memiliki persyaratan sebagai berikut:
a. Tidak menggunakan bahan kimia yang dilarang.
b. Tidak menggunakan bahan pengawet yang dilarang.
c. Tidak menggunakan bahan pengganti rasa manis atau pengganti
gula.
d. Tidak menggunakan bahan pewarna yang dilarang.
e. Tidak menggunakan bumbu penyedap masakan atau vetsin yang
berlebihan.
f. Tidak menggunakan air yang dimasak dengan tidak matang.
g. Tidak menggunakan bahan makanan yang sudah busuk, atau
yang
sebenarnya tidak boleh diolah, misalnya telah tercemari oleh
obat
serangga atau zat kimia yang berbahaya.
h. Tidak menggunakan bahan makanan yang tidak dihalalkan
oleh
agama.
i. Tidak menggunakan bahan makanan atau bahan lain yang
belum
dikenal. oleh masyarakat.
-
11
Politeknik Kesehatan Tanjungkarang
C. Praktik Pemilihan Makanan Jajanan
Pangan jajanan anak sekolah yang sesuai menurut Badan Pengawas
Obat
dan Makanan tahun 2013 yakni yang aman, bermutu, dan bergizi
serta disukai
oleh anak. Berikut adalah beberapa tips memilih pangan jajanan
anak sekolah
yang sesuai menuru BPOM tahun 2013 antara lain:
1. Kenali dan Pilih Pangan yang Aman
Pangan yang aman adalah pangan yang bebas dari bahaya
biologis,
kimia dan benda lain. Pilih pangan yang bersih, yang telah
dimasak, tidak bau
tengik, tidak berbau asam. Sebaiknya membeli pangan di tempat
yang bersih
dan dari penjual yang sehat dan bersih. Pilih pangan yang
dipajang, disimpan
dan disajikan dengan baik. Selain itu beli makanan jajanan yang
tidak
mengandung bahan tambahan pangan berbahaya. Menurut UU RI No.
18
tahun 2012, bahan tambahan pangan merupakan bahan yang
ditambahkan ke
dalam pangan untuk memengaruhi sifat dan/atau bentuk pangan.
2. Jaga Kebersihan
Kita harus mencuci tangan sebelum makan karena mungkin
tangan
kita tercemar kuman atau bahan berbahaya. Mencuci tangan dan
peralatan
yang paling baik menggunakan sabun dan air yang mengalir.
3. Baca Label dengan Seksama
Menurut UU RI No . 18 tahun 2012 pasal 96 mengenai label dan
iklan
pangan menyatakan bahwa pemeberian label pangan bertujuan
untuk
memberikan informasi yang benar dan jelas ke masyarakat tentang
setiap
produk pangan yang dikemas sebelum memberli dan/atau
mengonsumsi
pangan. Label tersebut berisi asal pangan, keamanan, mutu,
kandungan gizi
dan keterangan lain yang diperlukan.
Menurut UU RI No. 18 tahun 2012 pasal 97 ayat 3, menyatakan
bahwa
pencantuman label di dalam dan/atau pada kemasan pangan ditulis
atau
dicetak dengan menggunakan bahasa Indonesia serta memuat paling
sedikit
keterangan mengenai:
-
12
Politeknik Kesehatan Tanjungkarang
a. nama produk;
b. daftar bahan yang digunakan;
c. berat bersih atau isi bersih;
d. nama dan alamat pihak yang memproduksi atau mengimpor;
e. halah bagi yang dipersyaratkan;
f. tanggal dank ode produksi;
g. tanggal, bulan, dan tahun kedaluwarsa;
h. nomor izin edar bagi pangan olahan; dan
i. asal usul bahan pangan tertentu.
Gambar 1.
Contoh Membaca Label Sebelum Membeli
Menurut UU RI No. 18 tahun 2012 pasal 98 ayat 1 dan 2
menyatakan
bahwa ketentuan mengenai label berlaku bagi pangan yang telah
melaui
proses pengemasan akhir dan siap untuk di perdagangkan.
Ketentuan label
tersebut tidak berlalu bagi penrdagangan pangan yang dibungkus
di hadapan
pembeli. Jika, pangan tidak berlabel (seperti lemper, lontong,
donat, dll) maka
pilih yang kemasannya dalam kondisi baik.
4. Ketahui Kandungan Gizinya
a. Pangan Olahan dalam Kemasan
Baca label informasi nilai gizi untuk mengetahui nilai
energi,
lemak, protein dan karbohidrat.
-
13
Politeknik Kesehatan Tanjungkarang
Gambar 2.
Cara Membaca Kandungan Gizi dalam Kemasan
b. Pangan Siap Saji
Pada Buku Informasi Kandungan Gizi PJAS (Badan POM, 2013)
dapat diketahui komposisi kandungan zat gizi untuk setiap jenis
pangan
siap saji. Yang utama diperhatikan adalah pemenuhan energi dari
setiap
pangan yang dikonsumsi.
5. Konsumsi Air yang Cukup
Dapat bersumber terutama dari air minum, dan sisanya dapat
dipenuhi
dari minuman olahan (sirup, jus, susu), makanan (kuah sayur,
sop) dan buah.
Konsumsi minuman olahraga (sport drink/minuman isotonik) hanya
untuk
anak sekolah yang berolahraga lebih dari 1 jam.
6. Perhatikan Warna, Rasa dan Aroma
Hindari makanan dan minuman yang berwarna mencolok, rasa
yang
terlalu asin, manis, asam, dan atau aroma yang tengik.
7. Batasi Minuman yang Berwarna dan Beraroma
Minuman berwarna dan beraroma contohnya minuman ringan,
minuman berperisa.
8. Batasi Konsumasi Pangan Cepat Saji (Fast Food)
Konsumsi fast food yang berlebihan dan terlalu sering
merupakan
pencetus terjadinya kegemukan dan obesitas. Pangan cepat saji
antara lain
-
14
Politeknik Kesehatan Tanjungkarang
kentang goreng, burger, ayam goreng tepung, pizza. Biasanya
makanan ini
tinggi garam dan lemak serta rendah serat.
9. Batasi Makanan Ringan
Makanan ini umumnya rendah serat dan mengandung
garam/natrium
yang tinggi dan mempunyai nilai gizi yang rendah. Contoh makanan
ringan
seperti keripik kentang.
10. Perbanyak Konsumsi Makanan Berserat
Makanan berserat bersumber dari sayur dan buah. Menu makanan
tradisional yang tinggi serat seperti rujak, gado-gado, karedok,
urap dan pecel.
11. Bagi Anak Gemuk/Obesitas Batasi Konsumsi Pangan yang
Mengandung Gula, Garam, dan Lemak.
Sebaiknya asupan gula, garam dan lemak sehari tidak lebih dari
4
sendok makan gula, 1 sendok teh garam, dan 5 sendok makan
lemak/minyak.
D. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pemilihan Makanan Jajanan
Faktor-faktor yang ada dimasyarakat dan lingkungan
memengaruhi
perilaku anak sekolah. Salah satu perwujudan dari perilaku
tersebut adalah
pemilihan makanan jajanan anak selama di sekolah. Perilaku
tersebut merupakan
bentuk respons atau reaksi terhadap stimulus atau rangsangan
dari luar organisme
(orang). Namun dalam memberikan respons sangat tergantung pada
karakteristik
atau faktor-faktor lain dari orang yang bersangkutan sehingga
respons dari tiap-
tiap orang berbeda (Notoatmodjo, 2012).
Faktor-faktor yang membedakan respons terhadap stimulus
tersebut
disebut sebagai determinan perilaku. Faktor-faktor tersebut
dibedakan menjadi
dua, yakni faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal
tersebut meliputi
karakteristik orang yang bersangkutan, yang bersifat given atau
bawaan, misalnya
tingkat kecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin. Sedangkan
faktor eksternal
meliputi lingkungan, baik lingkungan fisik, social, budaya,
ekonomi, politik.
Faktor lingkungan tersebut merupkan faktor yang sering dominan
mewarnai
perilaku seseorang (Notoatmodjo, 2012).
-
15
Politeknik Kesehatan Tanjungkarang
Berdasarkan hal tersebut dapat dijelaskan bahwa perilaku terjadi
diawali
dengan adanya pengalaman-pengalaman seseorang serta
faktor-faktor diluar orang
tersebut (lingkungan) baik fisik maupun nonfisik. Kemudian
pengalaman tersebut
diketahui, dipersepsikan, diyakini, dan sebagainya sehingga
menimbulkan
motivasi, niat untuk bertindak, dan akhirnya terjadilah
perwujudan niat tersebut
yang berupa perilaku. Sehingga melalui faktor-faktor yang telah
terbentuk
tersebut di dalam diri siswa sekolah maka akan terjadi
perwujudan dalam perilaku
pemilihan makanan jajanan (Notoatmodjo, 2014).
Gambar 3.
Skema Terjadinya Perilaku
E. Pengetahuan (Knowledge)
1. Pengertian Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil dari „tahu‟, dan ini terjadi setelah
orang
melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan
terjadi
melalui pancaindra manusia, yakni: indra penglihatan,
pendengaran,
penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia
diperoleh
melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan
domain yang
sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt
behavior)
(Notoatmodjo, 2012).
Pengetahuan tentang gizi sangat memengaruhi seseorang dalam
memnuhi kebutuhannya. Semakin tinggi pengetahuan gizi maka
akan
Pengalaman
Fasilitas
Sosiobudaya
Persepsi
Pengetahuan
Keyakinan
Keinginan
Motivasi
Niat
Sikap
Perilaku
EKSTERNAL INTERNAL RESPONS
-
16
Politeknik Kesehatan Tanjungkarang
menuntun seseorang dalam pemilihan jenis makanan yang akan
dikonsumsi
baik dari segi rasa, fisik, kualitas, kandungan gizi maupun cara
penyajian lebih
baik (Florence, 2017).
Anak-anak dari negara-negara berkembang lebih memilih
makanan
yang tidak sehat, hal tersebut disebabkan karena pengetahuan dan
persepsi
yang salah terhadap makanan yang sehat. Hal tersebut terjadi
dikarenakan
adanya konsep makanan yang berubah dari makanan untuk
memenuhi
kebutuhan nutrisi menjadi penanda gaya hidup dan sumber
kesenangan seperti
yang digambarkan oleh media. Sebagian besar makanan yang
diiklankan di
televise adalah makanan olahan/makanan yang enak dengan kalori
tinggi,
banyak lemak dan gula dan dengan sedikit atau tanpa
kandungan
mikronutrien. Oleh karena itu, hal tersebut merubah pemikiran
anak tentang
pengetahuan makanan. Adanya pengetahuan yang dimiliki anak maka
akan
mempengaruhi perilaku mereka (Kigaru et al, 2015).
2. Tingkat Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2012), pengetahuan yang dicakup dalam
domain kognitif mempunyai enam tingkat, yakni:
a. Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah
dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini
adalah
mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari
selutuh
bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh
sebab itu,
„tahu‟ ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.
Kata kerja
untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari
antara lain:
menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan, dan
sebagainya.
Contoh: dapat menyebutkan tanda-tanda kekurangan kalori dan
protein
pada anak balita.
b. Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan
secara benra tentang objek yang diketahui, dan dapat
mengintepretasikan
materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap
objek atau
-
17
Politeknik Kesehatan Tanjungkarang
materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh,
menyimpulkan,
meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.
Misalnya
dapat menjelaskan mengapa harus makan makanan yang bergizi.
c. Aplikasi (Application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan
materi
yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil
(sebenarnya). Aplikasi di
sini dapat diartikan aplikasi atau penggunaan hokum-hukum,
rumus,
metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang
lain.
Misalnya dapat menggunakan rumus statistic dalam
perhitungan-
perhitungan hasil penelitian, dapat menggunakan prinsip-prinsip
siklus
pemecahan masalah (problem solving cycle) dalam pemecahan
masalah
kesehatan dari kasus yang diberikan.
d. Analisis (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan unuk menjabarkan materi atau
suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam
suatu
struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama
lain.
Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata-kata
kerja:
dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan,
mengelompokkan, dan sebagainya.
e. Sintesis (Synthesis)
Sintesis menujuk pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan
yang
baru. Dengan kata lain sintesis itu suatu kemampuan untuk
menyusun
formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. Misalnya:
dapat
menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkaskan, dapat
menyesuaikan, dan sebagainya, terhadap suatu teori atau
rumusan-
rumusan yang telah ada.
f. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan
jastifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.
Penilaian-
-
18
Politeknik Kesehatan Tanjungkarang
penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan
sendiri, atau
menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada. Misalnya:
dapat
membandingkan antara anak-anak yang cukup gizi dengan anak
yang
kekurangan gizi, dapat menanggapi terjadinya wabah diare di
suatu
tempat, dapat menafsirkan sebab ibu-ibu tidak mau ikut KB,
dan
sebagainya.
Ada beberapa pengetahuan gizi yang dapat diberikan kepada
anak
usia sekolah antara lain:
a. Mengenal berbagai macam zat gizi,
b. Mengenal nilai gizi pada makanan,
c. Memilih makanan yang bergizi,
d. Kebersihan makanan, dan
e. Penyakit-penyakit yang timbul akibat kekurangan atau
kelebihan gizi.
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2014), terdapat beberapa faktor yang
memengaruhi pengetahuan seseorang yaitu:
a. Faktor Internal
1) Pendidikan
Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan
kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan
berlangsung seumur hidup. Pendidikan mempengaruhi proses
belajar,
makin tinggi pendidikan seeorang makin mudah orang tersebut
untuk
menerima informasi. Dengan pendidikan tinggi maka seseorang
akan
cenderung untuk mendapatkan informasi, baik dari orang lain
maupun
dari media massa. Semakin banyak informasi yang masuk
semakin
banyak pula pengetahuan yang didapat tentang kesehatan.
Pengetahuan
sangat erat kaitannya dengan pendidikan dimana diharapkan
seseorang
dengan pendidikan tinggi, maka orang tersebut akan semakin luas
pula
pengetahuannya.
-
19
Politeknik Kesehatan Tanjungkarang
2) Pekerjaan
Pekerjaan adalah keburukan yang harus dilakukan terutama
untuk menunjang kehidupannya dan kehidupan keluarga.
Pekerjaan
bukanlah sumber kesenangan, tetapi lebih banyak merupakan
cara
mencari nafkah yang membosankan, berulang dan banyak
tantangan.
Sedangkan bekerja umumnya merupakan kegiatan yang menyita
waktu. Bekerja bagi ibu-ibu akan mempunyai pengaruh terhadap
kehidupan keluarga.
3) Umur
Usia adalah umur individu yang terhitung mulai saat
dilahirkan
sampai berulang tahun. Semakin cukup umur, tingkat kematangan
dan
kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja.
Dari
segi kepercayaan masyarakat seseorang yang lebih dewasa
dipercaya
dari orang yang belum tinggi kedewasaannya. Hal ini akan sebagai
dari
pengalaman dan kematangan jiwa.
b. Faktor Eksternal
1) Faktor Lingkungan
Lingkungan merupakan seluruh kondisi yang ada disekitar
manusia dan pengaruhnya yang dapat mempengaruhi perkembangan
dan perilaku orang atau kelompok. Lingkungan berpengaruh
terhadap
proses masuknya pengetahuan ke dalam individu yang berada
dalam
lingkungan tersebut. Hal ini terjadi karena adanya interaksi
timbal
balik ataupun tidak yang akan direspon sebagai pengetahuan
oleh
setiap individu.
2) Sosial Budaya dan Ekonomi
Sistem sosial budaya yang ada pada masyarakat dapat
mempengaruhi dari sikap dalam menerima informasi. Dengan
demikian seseorang kan bertambah pengetahuannya walaupun
tidak
melakukan. Status ekonomi seseorang juga akan menentukan
tersedianya suatu fasilitas yang diperlukan untuk kegiatan
tertentu,
-
20
Politeknik Kesehatan Tanjungkarang
sehingga status sosial ekonomi ini akan mempengaruhi
pengetahuan
seseorang.
4. Hubungan Pengetahuan dengan Pemilihan Makanan Jajanan
Pengetahuan siswa mengenai gizi erat kaitannya dengan
bagaimana
siswa tersebut berperilaku dalam memilih makanan jajanan.
Menurut
Notoatmodjo (2012), pengetahuan anak tentang makanan jajanan
merupakan
salah satu aspek kecerdasan anak dalam memilih makanan yang
merupakan
sumber zat-zat gizi dan kepandaian anak dalam memilih makanan
jajanan.
Pengetahuan tersebut sangat berpengaruh dalam pemilihan makanan
jajanan
mereka, sehingga diharapkan bahwa semakin tinggi tingkat
pengetahuan anak,
maka akan semakin baik pula anak dalam berperilaku pemilihan
makanan
jajanan.
Pengetahuan sendiri didapatkan oleh anak melalui informasi
yang
diberikan oleh orang tua, guru, teman sebaya ataupun media
massa. Selain itu
pengetahuan juga dapat diperoleh oleh anak melalui praktik atau
apa yang
diajarkan dan dicontohkan oleh orang tua, guru ataupun orang
lain. Apabila
orang tua, guru ataupun orang lain membeli makanan jajanan yang
pada
kenyataannya makanan jajanan tersbut kurang baik untuk
dikonsumsi maka
anak tersebut akan berfikir bahwa makanan jajanan tersebut baik
untuk
dikonsumsi tetapi sesungguhnya anak tidak mengerti. Sehingga
akan terjadi
perilaku yang salah dalam memilih makanan jajanan (Yusnira,
2017).
F. Jumlah Uang Jajan
Uang jajan adalah uang yang diberikan kepada anak untuk
membeli
jajanan berupa makanan dan minuman selama berada di luar rumah.
Tetapi
kebanyakan anak menggunakan uang saku tersebut untuk membeli
makanan yang
tidak bergizi atau hal yang tidak berguna (Wulandari dkk, 2016).
Uang jajan anak
biasanya diberikan orang tua setiap hari, perminggu atau
perbulan. Umumnya
semakin tinggi uang jajan anak maka akan semakin tingi juga
konsumsi terhadap
makanan jajanan. Hal tersebut diakibatkan oleh naiknya daya beli
seseorang akan
bahan makanan karena kepunyaan uang jajan yang besar (Saputri,
2019).
-
21
Politeknik Kesehatan Tanjungkarang
Uang jajan yang besar dan tidak didukung dengan pengetahuan gizi
dan
makanan jajanan yang baik dapat menyebabkan kebiasaan konsumsi
maknaan
jajanannya lebih sering. Hal itu karena pada siswa yang tidak
memiliki
pengetahuan gizi dan makanan jajanan yang baik akan menyebabkan
mereka sulit
menerapkan informasi terkait gizi dan makanan jajanan, sehingga
mereka
cenderung memilih makanan jajanan yang murah dan enak, tanpa
memperhatikan
nilai-nilai gizinya serta dengan uang jajan yang tergolong besar
tersebut dapat
menjadikan anak menjadi lebih konsumtif dan menerapkan gaya
hidup yang tidak
sehat sehingga dapat berpengaruh pada status gizi anak tersebut
(Fitri, 2012).
Oleh karena itu, besar kecilnya uang saku yang diterima oleh
anak
menentukan daya beli terhadap makanan jajanan selama anak
disekolah. Jumlah
uang saku yang lebih besar membuat anak sering mengonsumsi
makanan jajanan
yang mereka sukai tanpa menghiraukan kandungan gizinya. Mereka
cenderung
memiliki kebebasan sendiri dalam memilih makanan jajanannya dan
cenderung
membeli makanan jajanan yang menarik tanpa memerhatikan apakah
makanan
tersebut bergizi seimbang atau tidak sehingga dapat memengaruhi
anak dalam
perilaku pemilhan makanan jajanannya (Desi, 2018).
G. Ketersediaan Makanan Jajanan
Anak usia sekolah cenderung memilih makanan yang ia sukai.
Anak-anak
memiliki sifat yang berubah-ubah terhadap pemilihan makanan.
Seringkali anak
memilih makanan yang salah terlebih lagi jika tidak dibimbing
oleh orang tuanya.
Anak sekolah juga memiliki rasa penasaran yang tinggi sehingga
selalu ingin
mencoba makanan yang baru dikenalnya (Utami dan Barkah,
2017).
Ketersediaan makanan jajanan olahan di lingkungan sekolah
adalah
makanan jajanan olahan yang tersedia di dalam pagar sekolah,
yaitu makanan
jajanan yang dijual di kantin sekolah (Ayuniyah, 2015).
Ketersediaan makanan
jajanan tersebut dapat dilihat melalui jenis makanan jajanan
yang dijual di sekolah
tersbeut. Menurut BPOM tahun 2013 jenis makanan jajanan anak
sekolah dibagi
menjadi 4 jenis yaitu makanan utama/sepinggan, camilan/snack,
minuman dan
jajanan buah.
Ketersediaan makanan jajanan disekolah juga merupakan salah
satu
pemicu perilaku pemilihan makanan jajanan pada siswa sekolah.
Semakin banyak
-
22
Politeknik Kesehatan Tanjungkarang
jenis makanan jajanan yang tersedia di sekolah baik itu di
kantin maupun jajanan
di luar pagar sekolah, maka semakin banyak pula kesempatan siswa
dapat
memilih makanan jajanan yang mereka sukai. Rata-rata alasan anak
sekolah
memilih makanan jajanan karena rasanya enak, selain itu warna
juga menjadi
perhatian anak dalam memilih makanan jajanan. Jenis jajanan
gorengan seperti
tempe, bakwan, bakso goring, dan tahu yang dijual disekolah
seringkali
menggunakan bumbu penyedap yang banyak, sehingga gurih dan anak
sekolah
menyukai makanan tersebut. Dikarenakan anak sekolah lebih
cenderung
menyukai makanan yang disukai sehingga akan berpengaruh terhadap
pemilihan
makanan jajanan yang akan ia konsumsi.
H. Hipotesis
Hipotesis menyatakan hubungan (tema/judul) apa yang digali atau
ingin
diteliti. Hipotesis dalam penelitian ini adalah pengetahuan,
uang saku dan
ketersediaan makanan jajanan berpengaruh/berhubungan terhadap
pemilihan
makanan jajanan pada siswa sekolah dasar.
I. Variabel Penelitian
Variabel penelitian adalah segala sesuatu yang berbentuk apa
saja yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh
informasi tentang hal
tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2016).
Variabel penelitian
ini terdiri dari variabel independent dan variabel dependent.
Variabel independent
adalah merupakan variabel yang memengaruhi atau menjadi sebab
perubahannya
atau timbulnya variabel dependent. Sedangkan variabel dependent
sering disebut
dengan variabel output, kriteria, konsekuen atau dalam Bahasa
Indonesia disebut
variabel terikat. Menurut Sugiyono (2016), variabel terikat
merupakan variabel
yang dipengaruhi atau menjadi akibat, karena adanya varianel
bebas. Variabel
independent pada penelitian ini adalah pemilihan makanan
jajanan, sedangkan
variabel dependent dari penelitian ini adalah pengetahuan, uang
saku dan
ketersediaan makanan jajanan.
Berdasarkan variabel diatas berikut jurnal atau artikel yang
sesuai dengan
variabel yang akan diteliti yakni:
-
23
Politeknik Kesehatan Tanjungkarang
1. Analisis Perilaku Anak dalam Memilih Makanan Jjajanan di 3
SD
Kecamatan Sukarame Palembang tahun 2015.
2. Hubungan Antara Pengetahuan dan Sikap dengan Perilaku
Konsumsi
Jajananan di MI Sulaimaniyah Jombang tahun 2016
3. Hubungan Faktor Pemilihan Makanan Jajanan Siswa di SD Inpres
Maccini
Sombala Kota Makassar Tahun 2018
4. Pengetahuan Anak tentang Makanan Jajanan dengan Praktik
Pemilihan
Makanan Jajanan di SDN Ridan Permai Tahun 2017
5. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Praktek Pemilihan
Makanan
Jajanan di SDN 29 Pekan Baru Tangkerang Selatan Bukit Raya
Tahun
2017
6. Faktor yang Berhubungan dengan Pemilihan Makanan Jajanan
Siswa SDN
Gentan Tahun 2017.
7. Gambaran Perilaku Jajan pada Siswa Kelas IV-V di SDN
Ngadirejo 3
Kota Kediri Tahun 2018.
8. Hubungan Sarapan, Uang Saku dengan Jajanan di SD Kristen
Immanuel II
Kubu Raya tahun 2018.
9. Gambaran Perilaku Makanan Jajanan Siswa di SDN Kalibeji 2
Sempor
tahun 2017.
10. Gambaran Pemilihan Makanan Jajanan pada Anak Usia Sekolah
Dasar
Tahun 2017.