ASKEP TBC PARU
BAB IITINJAUAN TEORITIS
A. Anatomi dan Fisiologi
Saluran penghantar udara hingga mencapai paru-paru adalah
hidung, farinx, larinx trachea, bronkus, dan bronkiolus. Hidung ;
Nares anterior adalah saluran-saluran di dalam. rongga hidung.
Saluran-saluran itu bermuara ke dalam bagian yang dikenal sebagai
vestibulum. (rongga) hidung. Rongga hidung dilapisi sebagai selaput
lendir yang sangat kaya akan pembuluh darah, dan bersambung dengan
lapisan farinx dan dengan selaput lendir sinus yang mempunyai
lubang masuk ke dalam. rongga hidung. Farinx (tekak) ; adalah pipa
berotot yang berjalan dari dasar tengkorak sampai persambungannya
dengan oesopagus pada ketinggian tulang rawan krikoid. Maka
'letaknya di belakang larinx (larinx-faringeal).
Laringx (tenggorok) terletak di depan bagian terendah farinx
yang mernisahkan dari columna vertebrata, berjalan dari farinx.
sampai ketinggian vertebrata servikals dan masuk ke dalarn trachea
di bawahnya. Larynx terdiri atas kepingan tulang rawan yang diikat
bersama oleh ligarnen dan membran.
Trachea atau batang tenggorok kira-kira 9 cm panjangnya trachea
berjalan dari larynx sarnpai kira-kira ketinggian vertebrata
torakalis kelima dan di tempat ini bercabang mcnjadi dua bronckus
(bronchi). Trachea tersusun atas 16 - 20 lingkaran tak- lengkap
yang berupan cincin tulang rawan yang diikat bersama oleh jaringan
fibrosa dan yang melengkapi lingkaran disebelah belakang trachea,
selain itu juga membuat beberapa jaringan otot.Bronchus yang
terbentuk dari belahan dua trachea pada ketinggian kira-kira
vertebrata torakalis kelima, mempunyai struktur serupa dengan
trachea dan dilapisi oleh.jenis sel yang sama. Bronkus-bronkus itu
berjalan ke bawah dan kesamping ke arah tampuk paru. Bronckus kanan
lebih pendek dan lebih lebar daripada yang kiri, sedikit lebih
tinggi darl arteri pulmonalis dan mengeluarkan sebuah cabang utama
lewat di bawah arteri, disebut bronckus lobus bawah. Bronkus kiri
lebih panjang dan lebih langsing dari yang kanan, dan berjalan di
bawah arteri pulmonalis sebelurn di belah menjadi beberapa cabang
yang berjalan kelobus atas dan bawah.
Cabang utama bronchus kanan dan kiri bercabang lagi menjadi
bronchus lobaris dan kernudian menjadi lobus segmentalis.
Percabangan ini berjalan terus menjadi bronchus yang ukurannya
semakin kecil, sampai akhirnya menjadi bronkhiolus terminalis,
yaitu saluran udara terkecil yang tidak mengandung alveoli (kantong
udara). Bronkhiolus terminalis memiliki garis tengah kurang lebih I
mm. Bronkhiolus tidak diperkuat oleh cincin tulang rawan. Tetapi
dikelilingi oleh otot polos sehingga ukurannya dapat berubah.
Seluruh saluran udara ke bawah sampai tingkat bronkbiolus
terminalis disebut saluran penghantar udara karena fungsi utamanya
adalah sebagai penghantar udara ke tempat pertukaran gas
paru-paru.
Alveolus yaitu tempat pertukaran gas assinus terdiri dari
bronkhiolus dan respiratorius yang terkadang memiliki kantong udara
kecil atau alveoli pada dindingnya. Ductus alveolaris seluruhnya
dibatasi oleh alveoilis dan sakus alveolaris terminalis merupakan
akhir paru-paru, asinus atau.kadang disebut lobolus primer memiliki
tangan kira-kira 0,5 s/d 1,0 cm. Terdapat sekitar 20 kali
percabangan mulai dari trachea sampai Sakus Alveolaris. Alveolus
dipisahkan oleh dinding yang dinamakan pori-pori kohn.
Paru-paru terdapat dalam rongga thoraks pada bagian kiri dan
kanan. Dilapisi oleh pleura yaitu parietal pleura dan visceral
pleura. Di dalam rongga pleura terdapat cairan surfaktan yang
berfungsi untuk lubrikai. Paru kanan dibagi atas tiga lobus yaitu
lobus superior, medius dan inferior sedangkan paru kiri dibagi dua
lobus yaitu lobus superior dan inferior. Tiap lobus dibungkus oleh
jaringan elastik yang mengandung pembuluh limfe, arteriola, venula,
bronchial venula, ductus alveolar, sakkus alveolar dan alveoli.
Diperkirakan bahwa stiap paru-paru mengandung 150 juta alveoli,
sehingga mempunyai permukaan yang cukup luas untuk tempat
permukaan/pertukaran gas.
Proses fisiologi pernafasan dimana 02 dipindahkan dari udara ke
dalam jaringan-jaringan, dan C02 dikeluarkan keudara ekspirasi
dapat dibagi menjadi tiga stadium. Stadium pertama adalah ventilasi
yaitu masuknya campuran gas-gas ke dalam dan keluar paru-paru.
karena ada selisih tekanan yang terdapat antara atmosfer dan
alveolus akibat kerja mekanik dari otot-otot. Stadium kedua,
transportasi yang terdiri dan beberapa aspek yaitu : (1) Difusi gas
antara alveolus dan kapiler paru-paru (respirasi eksternal) dan
antara darah sistemik dan sel.-sel jaringan (2) Distribusi darah
dalam sirkulasi pulmonal dan penyesuaiannya dengan distribusi udara
dalam alveolus. (3) Reaksi kimia dan fisik dari 02 dan C02 dengan
darah respimi atau respirasi interna menipak-an stadium akhir dari
respirasi, yaitu sel dimana metabolik dioksida untuk- mendapatkan
energi, dan C02 terbentuk sebagai sampah proses metabolisme sel dan
dikeluarkan oleh paru-paru (4) Transportasi, yaitu. tahap kcdua
dari proses pemapasan mencakup proses difusi gas-gas melintasi
membran alveolus kapiler yang tipis (tebalnya kurang dari 0,5 urn).
Kekuatan mendorong untuk pemindahan ini adalah selisih tekanan
parsial antara darah dan fase gas. (5) Perfusi, yaitu pemindahan
gas secara efektif antara. alveolus dan kapiler paru-paru
membutuhkan distribusi merata dari udara dalam paru-paru dan
perfusi (aliran darah) dalam kapiler dengan perkataan lain
ventilasi dan perfusi. dari unit pulmonary harus sesuai pada orang
normal dengan posisi tegak dan keadaan istirahat maka ventilasi dan
perfusi hampir seimbang kecuali pada apeks paru-paru.Secara garis
besar bahwa Paru-paru memiliki fungsi sebagai berikut:
1. Terdapat permukaan gas-gas yaitu mengalirkan Oksigen dari
udara atmosfer kedarah vena dan mengeluarkan gas carbondioksida
dari alveoli keudara atmosfer.
2. menyaring bahan beracun dari sirkulasi
3. reservoir darah
4. fungsi utamanya adalah pertukaran gas-gasBerikut ini adalah
gambar anatomi paru-paru:
Keterangan:
1. Apeks 10. Viceral pleura
2. Superior lobe11. Parietal Pleura
3. Horisontal fissure12. Cardiach notch
4. Middle lobe13. Heart
5. Oblique Fissure14. Oblique Fissure
6. Inferior Lobe15. Inferior Lobe
7. Thymus16. Base
8. Superior lobe17. Diaphragma
9. Costal surface18. Mediastinal Surfaces
B. Konsep Dasar Penyakit1. Tuberkulosis
a. Pengertian
Tuberkulosis adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan
oleh Mycobacterium tuberculosis dengan gejala yang sangat
bervariasi (Arif Mansjoer dkk, 2000: 472)b. Etiologi
Tuberkulosis paru adalah penyakit menular yang disebabkan oleh
basil mikrobakterium tuberkulosis tipe humanus, sejenis kuman yang
yang berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4/mm dan tebal
0,3-0,6/mm. Sebagian besar kuman terdiri atas asam lemak (lipid).
Lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam dan lebih
tahan terhadap gangguan kimia dan fisik
Kuman ini tahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan
dingin (dapat tahan bertahun-tahun dalam lemari es). Hal ini
terjadi karena kuman berada dalam sifat dormant. Dari sifat dormant
ini kuman dapat bangkit kembali dan menjadikan tuberkulosis aktif
kembali. Sifat lain kuman adalah aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa
kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya.
Dalam hal ini tekanan bagian apikal paru-paru lebih tinggi dari
pada bagian lainnya, sehingga bagian apikal ini merupakan tempat
predileksi penyakit tuberkulosis.c. Proses Penularan
Tuberkulosis tergolong airborne disease yakni penularan melalui
droplet nuclei yang dikeluarkan ke udara oleh individu terinfeksi
dalam fase aktif. Setiapkali penderita ini batuk dapat mengeluarkan
3000 droplet nuclei. Penularan umumnya terjadi di dalam ruangan
dimana droplet nuclei dapat tinggal di udara dalam waktu lebih
lama. Di bawah sinar matahari langsung basil tuberkel mati dengan
cepat tetapi dalam ruang yang gelap lembab dapat bertahan sampai
beberapa jam. Dua faktor penentu keberhasilan pemaparan
Tuberkulosis pada individu baru yakni konsentrasi droplet nuclei
dalam udara dan panjang waktu individu bernapas dalam udara yang
terkontaminasi tersebut di samping daya tahan tubuh yang
bersangkutan.
Di samping penularan melalui saluran pernapasan (paling sering),
M. tuberculosis juga dapat masuk ke dalam tubuh melalui saluran
pencernaan dan luka terbuka pada kulit (lebih jarang).
d. Patofisiologi
Port de entri kuman microbaterium tuberculosis adalah saluran
pernafasan, saluran pencernaan, dan luka terbuka pada kulit,
kebanyakan infeksi tuberculosis terjadi melalui udara (air borne),
yaitu melalui inhalasi droppet yang mengandung kuman-kuman basil
tuberkel yang berasal dari orang yang terinfeksi.Basil tuberkel
yang mencapai permukaan alveolus biasanya diinhalasi terdiri dari
satu sampai tiga gumpalan basil yang lebih besar cenderung tertahan
di saluran hidung dan cabang besar bronkus dan tidak menyebabkan
penyakit. Setelah berada dalam ruang alveolus biasanya di bagian
bawah lobus atau paru-paru, atau di bagian atas lobus bawah. Basil
tuberkel ini membangkitkan reaksi peradangan. Leukosit
polimorfonuklear tampak pada tempat tersebut dan memfagosit
bacteria namun tidak membunuh organisme tersebut. Sesudah hari-hari
pertama maka leukosit diganti oleh makrofag. Alveoli yang terserang
akan mengalami konsolidasi dan timbul gejala pneumonia akut.
Pneumonia seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya sehingga tidak
ada sisa yang tertinggal, atau proses dapat juga berjalan terus,
dan bakteri terus difagosit atau berkembang biak di dalam sel.
Basil juga menyebar melalui getah bening menuju ke kelenjar bening
regional. Makrofag yang mengadakan infiltrasi mcajadi lebih panjang
dan sebagian bersatu sehingga membentuk sel tuberkel epiteloit,
yang dikelilingi oleh fosit. Reaksi ini biasanya membutuhkan waktu
10 sampai 20 hari.
e. Manifestasi Klinik
Tuberkulosis sering dijuluki the great imitator yaitu suatu
penyakit yang mempunyai banyak kemiripan dengan penyakit lain yang
juga memberikan gejala umum seperti lemah dan demam. Pada sejumlah
penderita gejala yang timbul tidak jelas sehingga diabaikan bahkan
kadang-kadang asimtomatik.
Gambaran klinik TB paru dapat dibagi menjadi 2 golongan, gejala
respiratorik dan gejala sistemik:
1) Gejala respiratorik, meliputi:
a) Batuk
Gejala batuk timbul paling dini dan merupakan gangguan yang
paling sering dikeluhkan. Mula-mula bersifat non produktif kemudian
berdahak bahkan bercampur darah bila sudah ada kerusakan
jaringan.
b) Batuk darah
Darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi, mungkin tampak
berupa garis atau bercak-bercak darak, gumpalan darah atau darah
segar dalam jumlah sangat banyak. Batuk darak terjadi karena
pecahnya pembuluh darah. Berat ringannya batuk darah tergantung
dari besar kecilnya pembuluh darah yang pecah.
c) Sesak napas
Gejala ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas
atau karena ada hal-hal yang menyertai seperti efusi pleura,
pneumothorax, anemia dan lain-lain.
d) Nyeri dada
Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri pleuritik yang ringan.
Gejala ini timbul apabila sistem persarafan di pleura terkena.
2) Gejala sistemik, meliputi:
a) Demam
Merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya timbul pada sore
dan malam hari mirip demam influenza, hilang timbul dan makin lama
makin panjang serangannya sedang masa bebas serangan makin
pendek.
b) Gejala sistemik lain
Gejala sistemik lain ialah keringat malam, anoreksia, penurunan
berat badan serta malaise.
Timbulnya gejala biasanya gradual dalam beberapa minggu-bulan,
akan tetapi penampilan akut dengan batuk, panas, sesak napas
walaupun jarang dapat juga timbul menyerupai gejala pneumonia.f.
Klasifikasi
Klasifikasi TB Paru dibuat berdasarkan gejala klinik,
bakteriologik, radiologik dan riwayat pengobatan sebelumnya.
Klasifikasi ini penting karena merupakan salah satu faktor
determinan untuk menetapkan strategi terapi.
Sesuai dengan program Gerdunas P2TB klasifikasi TB Paru dibagi
sebagai berikut:1) TB Paru BTA Positif dengan kriteria:
a) Dengan atau tanpa gejala klinik
b) BTA positif: mikroskopik positif 2 kali, mikroskopik positif
1 kali disokong biakan positif 1 kali atau disokong radiologik
positif 1 kali.c) Gambaran radiologic sesuai dengan TB paru2) TB
Paru BTA Negatif dengan kriteria:
a) Gejala klinik dan gambaran radilogik sesuai dengan TB Paru
aktif
b) BTA negatif, biakan negatif tetapi radiologik positif.
3) Bekas TB Paru dengan kriteria:
a) Bakteriologik (mikroskopik dan biakan) negatif
b) Gejala klinik tidak ada atau ada gejala sisa akibat kelainan
paru.
c) Radiologik menunjukkan gambaran lesi TB inaktif, menunjukkan
serial foto yang tidak berubah.
d) Ada riwayat pengobatan OAT yang adekuat (lebih
mendukung).
g. Test Diagnostik1) Foto thorax PA dengan atau tanpa literal
merupakan pemeriksaan radiology standar. Jenis pemeriksaan
radiology lain hanya atas indikasi Top foto, oblik, tomogram dan
lain-lain.
Karakteristik radiology yang menunjang diagnostik antara lain
:
a) Bayangan lesi radiology yang terletak di lapangan atas
paru.
b) Bayangan yang berawan (patchy) atau berbercak (noduler)
c) Kelainan yang bilateral, terutama bila terdapat di lapangan
atas paru
d) Bayang yang menetap atau relatif menetap setelah beberapa
minggu
e) Bayangan bilier
2) Pemeriksaan Bakteriologik (Sputum) ; Ditemukannya kuman
micobakterium TBC dari dahak penderita memastikan diagnosis
tuberculosis paru. Pemeriksaan biasanya lebih sensitive daripada
sediaan apus (mikroskopis). Pengambilan dahak yang benar sangat
penting untuk mendapatkan hasil yang sebaik-baiknya. Pada
pemeriksaan pertama. sebaiknya 3 kali pemeriksaan dahak. Uji
resistensi harus dilakukan apabila ada dugaan resistensi terhadap
pengobatan. Pemeriksaan sputum adalah diagnostik yang terpenting
dalam prograrn pemberantasan TBC paru di Indonesia.3) Tes kulit
(PPD, Mantoux test) :reaksi positif (area induksi 10 mm atau lebih
besar, terjadi 48 72 jam setelah infeksi intradermal antigen)
menunjukkan infeksi masa lalu dan adanya antibody tetapi tidak
secara berarti menunjukkan penyakit aktif.
4) Elektrolit :dapat tidak normal tergantung pada lokasi dan
beratnya infeksi; contoh hiponatremia, disebabkan oleh tidak
normalnya retensi air dapat ditemukan pada tuberculosis paru kronis
luas.5) AGD (Analisa Gas Darah) pada arteri untuk mengetahui apakah
ada kerusakan / ketidakseimbangan proses perfusi dan difusi gas-gas
yang ada di paru dan organ-organ yang lainnyah. Penanganan
MedikTujuan pengobatan pada penderita TB Paru selain untuk
mengobati juga mencegah kematian, mencegsah kekambuhan atau
resistensi terhadap OAT serta memutuskan mata rantai penularan.
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase
intensif (2-3 bulan) dan fase lanjutan (4-7 bulan). Paduan obat
yang digunakan terdiri dari obat utama dan obat tambahan. Jenis
obat utama yang digunakan sesuai dengan rekomendasi WHO adalah
Rifampisin, INH, Pirasinamid, Streptomisin dan Etambutol. Sedang
jenis obat tambahan adalah Kanamisin, Kuinolon, Makrolide dan
Amoksisilin + Asam Klavulanat, derivat Rifampisin/INH.
Cara kerja, potensi dan dosis OAT utama dapat dilihat pada tabel
berikut:
Obat Anti TB EsensialAksiPotensiRekomendasi Dosis (mg/kg BB)
Per HariPer Minggu
3 x2 x
Isoniazid (H)
Rifampisin (R)
Pirasinamid (Z)
Streptomisin (S)
Etambutol (E)Bakterisidal
Bakterisidal Bakterisidal BakterisidalBakteriostatikTinggi
Tinggi
Rendah
Rendah
Rendah5
10
25
15
1510
10
35
15
3015
10
50
15
45
Untuk keperluan pengobatan perlu dibuat batasan kasus terlebih
dahulu berdasarkan lokasi tuberkulosa, berat ringannya penyakit,
hasil pemeriksaan bakteriologik, hapusan dahak dan riwayat
pengobatan sebelumnya. Di samping itu perlu pemahaman tentang
strategi penanggulangan TB yang dikenal sebagai Directly Observed
Treatment Short Course (DOTS) yang direkomendasikan oleh WHO yang
terdiri dari lima komponen yaitu:
1) Adanya komitmen politis berupa dukungan pengambil keputusan
dalam penanggulangan TB.
2) Diagnosis TB melalui pemeriksaan dahak secara mikroskopik
langsung sedang pemeriksaan penunjang lainnya seperti pemeriksaan
radiologis dan kultur dapat dilaksanakan di unit pelayanan yang
memiliki sarana tersebut.
3) Pengobatan TB dengan paduan OAT jangka pendek dengan
pengawasan langsung oleh Pengawas Menelan Obat (PMO) khususnya
dalam 2 bulan pertama dimana penderita harus minum obat setiap
hari.
4) Kesinambungan ketersediaan paduan OAT jangka pendek yang
cukup.
5) Pencatatan dan pelaporan yang baku.Panduan obat tuberkulosis
paru
Untuk program nasional penmberantasan TB Paru, WHO menganjurkan
panduan obat sesuai dengan kategori penyakit. Kategori didasarkan
urutan kebutuhan pengobatan dalam program. Untuk itu penderita
dibagi dalam 4 kategori sebagai berikut :
1) Kategori I : Kasus baru dengan dahak positif dan penderita
dengan keadaan yang berat seperti Meningitis , TB Milier,
Perikarditis, peritonitis, pleuritis massif atau bilateral,
spondiolitis dengan gangguan neurologis, penderita dengan dahak
negatif tetapi kelinan parunya luas, TB usus, TB saluran kemih
dsb.
2) Kategori II:Kasus kambuh atau gagal dengan dahak tetap
positif.
3) Kategori III:Kasus dengan dahak negatif tetapi kelainan
parunya tidak luas dan kasus TB diluar paru selain yang disebut
dalam kategori I.
4) Kategori IV
:Tuberkulosis Kronik.
Panduan obat kategori I
Dimulai dengan fase 2 HRZS(E) obat diberikan tiap hari selama 2
bulan bila selama 2 bulan dahak menjadi negatif maka dimulai fase
lanjutan. Bila setelah 2 bulan dahak masih tetap positif maka fase
intensif diperpanjang 2 4 minggu lagi (dalam program P2TB Depkes
diberikan 1 bulan dan dikenal sebagai obat sisipan), kemudian
diteruskan dengan fase lanjutan tanpa melihat apakah dahak sudah
negatif atau belum. Fase lanjutanya adalah 4 HR atau 4 H3R3. Pada
penderita meningitis, TB Milier, Spondiolitis dengan kelainan
neurologis, fase lanjutan diberikan lebih lama yaitu 6 7 bulan
hingga total pengobatan 8 9 bulan. Sebagai panduan alternatif pada
fase lanjutan ialah 6 HE.
Panduan obat kategori II
Fase intensif dalam bentuk 2 HRZES-1 HRZE. Bila setelah fase
intensif dahak menjadi negatif maka diteruskan ke fase lanjutan.
Bila setelah 3 bulan dahak masih tetap positif maka fase intensif
diperpanjang 1 bulan lagi dengan HRZE (juga dikenal sebagai obat
sisipan) bila setelah 4 bulan dahak nmasih tetap posistif maka
pengobatan di hentikan 2 3 hari, lalu periksa biakan dan uji
resistensi kemudian pengobatan diteruskan dengan fase lanjutan.
Bila penderita mempunyai data resisten sebelumnya dan ternyata
kuman masih sensitive terhadap semua obat dan setelah fase intensif
dahak menjadi negatif maka fase lanjutan dapat diubah seperti
kategori I dengan pengawasan ketat. Bila data menunjukan resistensi
terhadap H atau R maka fase lanjutan harus diawasi dengan ketat.
Tetapi jika data menunjukan resistensi terhadap H dan R maka
kemungkinan keberhasilan pengobatan kecil. Fase lanjutan adalah 5
H3R3E3 bila dapat dilakukan pengawasan atau 5 HRE bila tidak dapat
dilakukan pengawasan.Panduan obat kategori III
2 HRZ / 6 HE
2 HRZ / 4 HR
2 HRZ / 4 H3R3Panduan obat kategori IV
Prioritas pengobatan rendah karena kemungkinan keberhasilan
pengobatan kecil sekali. Untuk negara kurang mampu dan dari segi
kesehatan masyarakat dapat diberikan H saja seumur hidup. Sedang
untuk negara maju atau pengobatan secara individu (penderita mampu)
dapat dicoba pemberian obat berdasarkan sesuai uji resisten atau
obat lapis kedua seperti quinolon, ethioamide, sikloserin,
amikasin, kanamisin dan lain sebagainya.2. Hemaptoe
a. Pengertian
Hemaptoe (batuk darah) adalah darah berdahak yang dibatukkan
yang berasal dari saluran pernafasan bagian bawah (dari glotis dan
ke distal).Hemoptisis adalah ekspektorasi darah atau mucus yang
berdarah. (Arif Mansjoer dkk, 2000: 485)b. EtiologiTuberkulosis
adalah penyebab utama, penyebab lin bronkiektasi, abses paru,
karsinoma paru, bronchitis kronis.
c. PatofisiologiSecara anatomis, asal perdarahan berbeda untuk
setiap proses patologis tertentu. Misalnya pada tuberculosis,
perdarahan mungkin terjadi karene robekan aneurisme arteri
pulmonalis pada dinding kavitas karena pecahnya anatomosis
bronkopulmonal atau karena proses erosive pada arteri bronkialis
yang membesar. Perdarahan akibat ulserasi mukosa bronkus juga bisa
terjadi, namun jarang massif. Sedangkan pada bronchitis, perdarahan
berasal dari pembuluh darah superficial dimukosa.
d. Gejala Klinis1) Batuk darah, bahwa perdarahan berasal dari
tractus respiratorius bukan dari nasopharing /
gastrointestinal.Kita harus memastikan bahwa perdarahan dari
nasofaring dengan cara membedakan ciri-ciri sebagai berikut
:a)Batuk darah Darah dibatukkan dengan rasa panas di tenggorokan
Darah berbuih bercampur udar
Darah segar berwarna merah muda Darah bersifat alkalis Anemia
kadang-kadang terjadi
Benzidin test negatif
b)Muntah darah
Darah dimuntahkan dengan rasa mual
Darah bercampur sisa makanan
Darah berwarna hitam karena bercampur asam lambung
Darah bersifat asam
Anemia sering terjadi
Benzidin test positif
c)Epistaksis
Darah menetes dari hidung
Batuk pelan kadang keluar
Darah berwarna merah segar
Darah bersifat alkalis
Anemia jarang terjadi
2) Sesak nafas
3) Hipertermi
e. KomplikasiAsfiksia, syok hemoragik dan penyebaran penyakit ke
sisi paru yang sehat
f. PenatalaksanaanSetiap pasien hemoptoe harus dirawat untuk
observasi dan evaluasi lebih lanjut. Hal-hal ini yang perlu
dievaluasi :1)Banyaknya / jumlah perdarahan yang terjadi Saat
terjadinya batuk dicatat dan setiap darah yang dibatukkan harus
dikumpulkan dalam pot pengukur untuk mengetahui jumlah secara tepat
dalam suatu periode tertentu (biasanya 24 jam). Jumlah darah yang
dikeluarkan tidak selalu menggambarkan jumlah perdarahan yang
terjadi karena mungkin saja sebagian darah tertinggal atau terjadi
aspirasi dalam paru / saluran napas.2) Pemeriksaan
fisikDiperhatikan adanya insufisiensi pernapasan atau sirkulasi,
berupa hipotensi sistemik / syok, penurunan kesadaran, takikardi,
takipnea / sesak napas, sianosis, dan lain-lain. Bila ditemukan
ronki basah difus di lapangan bawah paru perlu dicurigai telah
terjadi aspirasi yang akan mengganggu pernapasan.Penatalaksanaan
pasien hemoptisis bergantung dari beratnya perdarahan yang terjadi
dan keadaan klinis (kecenderungan perdarahan untuk berhenti /
bertambah, tanda-tanda asfiksia / gangguan fungsi paru). Bila tidak
/ kurang masif dapat ditangani secara konservatif yang bertujuan
menghentikan perdarahan yang terjadi dan mengganti darah yang
hilang dengan tranfusi atau pemberian cairan pengganti.
Langkah-langkah yang dilakukan adalah :
1) Menenangkan pasien sehingga perdarahan lebih mudah
berhenti
dan tidak takut membatukkan darah di saluran nafas.
2) Pasien diminta berbaring pada posis bagian paru yang sakit
dan sedikit trendelenburg, terutama bila refleks batuknya tidak
adekuat.
3)Jalan napas dijaga agar tetap terbuka. Bila ada tanda-tanda
sumbatan, lakukan penghisapan. Bila perlu dipasang pipa
endotrakeal. Pemberian oksigen hanya berarti bila jalan napas telah
bebas hambatan.4)Pemasangan jalur intravena untuk penggantian
cairan atau pemberian obat intravena.5)Transfusi darah dilakukan
bila Ht turun di bawah nilai 25-30% atau Hb di bawah 10% sedangkan
perdarahan masih berlangsung.Perdarahan yang masif dan mengancam
jiwa memerlukan usaha agresif invasif, berupa bronkoskopi atau
operasi sito. Indikasi pembedahan segera untuk hemoptisi masif
adalah : Bila batuk darah lebih dari 600 ml/24 jam dan dalam
pengamatan tidak berhenti.
Bila batuk darah kurang dari 600 ml/24 jam tetapi lebih dari 250
ml / jam, kadar Hb kurang dari 10g% dan berlangsung terus. Bila
batuk darah kurang dari 600 ml/24 jam tetapi lebih dari 250 ml/24
jam, Hb lebih dari 10g% tetapi dalam observasi selama 48 jam
perdarahan tidak berhenti.C. Konsep Dasar Asuhan1. Pengkajian
a. Aktivitas /Istirahat
Kelemahan umum dan kelelahan.
Napas pendek dgn. Pengerahan tenaga.
Sulit tidur dgn. Demam/kerungat malam.
Mimpi buruk.
Takikardia, takipnea/dispnea.
Kelemahan otot, nyeri dan kaku.b. Integritas Ego :
Perasaan tak berdaya/putus asa.
Faktor stress : baru/lama.
Perasaan butuh pertolongan, denial Cemas, iritable.
c. Makanan/Cairan :
Kehilangan napsu makan dan kehilangan bb Ketidaksanggupan
mencerna.
Turgor kulit buruk, kering, kelemahan otot, lemak subkutan
tipis.
d. Nyaman/nyeri :
Nyeri dada saat batuk.
Memegang area yang sakit.
Perilaku distraksi.
e. Pernapasan :
Batuk (produktif/non produktif)
Napas pendek.
Riwayat tuberkulosis
Peningkatan jumlah pernapasan.
Gerakan pernapasan asimetri.
Perkusi : Dullness, penurunan fremitus pleura terisi
cairan).
Suara napas : Ronkhi
Spuntum : hijau/purulen, kekuningan, pink.
f. Kemanan/Keselamatan :
Adanya kondisi imunosupresi : kanker, AIDS, HIV positip.
Demam pada kondisi akut.
g. Interaksi Sosial :
Perasaan terisolasi/ditolak.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan sekresi
yang kental/darah.
b. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran
alveolar-kapiler.
c. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan peningkatan produksi spuntum/batuk, dyspnea atau
anoreksia
d. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak
adekuatnya pertahanan primer, penurunan geraan silia, stasis dari
sekresi.
e. Kurang pengetahuan tentang kondisi, terapi dan pencegahan
berhubungan dengan infornmasi kurang / tidak akurat.
3. Perencanaan a. Diagnosa Bersihan jalan napas tak efektif
berhubungan dengan sekresi yang kental/darah.
Tujuan : Kebersihan jalan napas efektif.
Kriteria hasil :
Mencari posisi yang nyaman yang memudahkan peningkatan
pertukaran udara.
Mendemontrasikan batuk efektif.
Menyatakan strategi untuk menurunkan kekentalan sekresi.
Rencana Tindakan :
1) Jelaskan klien tentang kegunaan batuk yang efektif dan
mengapa terdapat penumpukan sekret di sal. pernapasan.R/
Pengetahuan yang diharapkan akan membantu mengembangkan kepatuhan
klien terhadap rencana teraupetik.
2) Ajarkan klien tentang metode yang tepat pengontrolan batuk.3)
R/ Batuk yang tidak terkontrol adalah melelahkan dan tidak efektif,
menyebabkan frustasi.
4) Napas dalam dan perlahan saat duduk setegak mungkin.R/
Memungkinkan ekspansi paru lebih luas.
5) Lakukan pernapasan diafragma.
R/ Pernapasan diafragma menurunkan frek. napas dan meningkatkan
ventilasi alveolar.
6) Tahan napas selama 3 - 5 detik kemudian secara
perlahan-lahan, keluarkan sebanyak mungkin melalui mulut. Lakukan
napas ke dua tahan dan batukkan dari dada dengan melakukan 2 batuk
pendek dan kuat.
R/ Meningkatkan volume udara dalam paru mempermudah pengeluaran
sekresi sekret.
7) Auskultasi paru sebelum dan sesudah klien batuk.R/ Pengkajian
ini membantu mengevaluasi keefektifan upaya batuk klien.
8) Ajarkan klien tindakan untuk menurunkan viskositas sekresi :
mempertahankan hidrasi yang adekuat; meningkatkan masukan cairan
1000 sampai 1500 cc/hari bila tidak kontraindikasi.R/ Sekresi
kental sulit untuk diencerkan dan dapat menyebabkan sumbatan mukus,
yang mengarah pada atelektasis.
9) Dorong atau berikan perawatan mulut yang baik setelah
batuk.R/ Hiegene mulut yang baik meningkatkan rasa kesejahteraan
dan mencegah bau mulut.
10) Kolaborasi dengan tim kesehatan lain : Dengan dokter,
radiologi dan fisioterapi.Pemberian expectoran.Pemberian
antibiotika.
Konsul photo toraks.R/ Expextorant untuk memudahkan mengeluarkan
lendir dan menevaluasi perbaikan kondisi klien atas pengembangan
parunya.
b. Diagnosa Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan
kerusakan membran alveolar-kapiler.
Tujuan : Pertukaran gas efektif.
Kriteria hasil :
Memperlihatkan frekuensi pernapasan yang efektif.
Mengalami perbaikan pertukaran gas-gas pada paru.
Adaptive mengatasi faktor-faktor penyebab.Rencana tindakan :
1) Berikan posisi yang nyaman, biasanya dengan peninggian kepala
tempat tidur. Balik ke sisi yang sakit. Dorong klien untuk duduk
sebanyak mungkin.R/ Meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan
ekpsnsi paru dan ventilasi pada sisi yang tidak sakit.
2) Observasi fungsi pernapasan, catat frekuensi pernapasan,
dispnea atau perubahan tanda-tanda vital.R/ Distress pernapasan dan
perubahan pada tanda vital dapat terjadi sebagai akibat stress
fisiologi dan nyeri atau dapat menunjukkan terjadinya syock
sehubungan dengan hipoksia.
3) Jelaskan pada klien bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk
menjamin keamanan.R/ Pengetahuan apa yang diharapkan dapat
mengurangi ansietas dan mengembangkan kepatuhan klien terhadap
rencana teraupetik.
4) Jelaskan pada klien tentang etiologi/faktor pencetus adanya
sesak atau kolaps paru-paru.R/ Pengetahuan apa yang diharapkan
dapat mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana
teraupetik.
5) Pertahankan perilaku tenang, bantu pasien untuk kontrol diri
dnegan menggunakan pernapasan lebih lambat dan dalam.R/ Membantu
klien mengalami efek fisiologi hipoksia, yang dapat
dimanifestasikan sebagai ketakutan/ansietas.
6) Kolaborasi dengan tim kesehatan lain :Dengan dokter,
radiologi dan fisioterapi.Pemberian antibiotika.Pemeriksaan sputum
dan kultur sputum.Konsul photo toraks.R/Mengevaluasi perbaikan
kondisi klien atas pengembangan parunya.
c. Diagnosa Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan peningkatan produksi spuntum/batuk, dyspnea atau
anoreksia
Tujuan : Kebutuhan nutrisi adekuat
Kriteria hasil :
Menyebutkan makanan mana yang tinggi protein dan kalori
Menu makanan yang disajikan habis
Peningkatan berat badan tanpa peningkatan edema
Rencana tindakan :1) Diskusikan penyebab anoreksia, dispnea dan
mual.
R/ Dengan membantu klien memahami kondisi dapat menurunkan
ansietas dan dapat membantu memperbaiki kepatuhan teraupetik.
2) Ajarkan dan bantu klien untuk istirahat sebelum makan.
R/ Keletihan berlanjut menurunkan keinginan untuk makan.
3) Tawarkan makan sedikit tapi sering (enam kali sehari plus
tambahan).
R/ Peningkatan tekanan intra abdomen dapat menurunkan/menekan
saluran GI dan menurunkan kapasitas.
4) Pembatasan cairan pada makanan dan menghindari cairan 1 jam
sebelum dan sesudah makan.
R/ cairan dapat lebih pada lambung, menurunkan napsu makan dan
masukan.
5) Atur makanan dengan protein/kalori tinggi yang disajikan pada
waktu klien merasa paling suka untuk memakannya.
R/ Ini meningkatkan kemungkinan klien mengkonsumsi jumlah
protein dan kalori adekuat.
6) Jelaskan kebutuhan peningkatan masukan makanan tinggi elemen
berikut
Vitamin B12 (telur, daging ayam, kerang).
Asam folat (sayur berdaun hijau, kacang-kacangan, daging).
Thiamine (kacang-kacang, buncis, oranges).
Zat besi (jeroan, buah yang dikeringkan, sayuran hijau, kacang
segar).
R/ Masukan vitamin harus ditingkatkan untuk mengkompensasi
penurunan metabolisme dan penyimpanan vitamin karena kerusakan
jarinagn hepar.
7) Konsul dengan dokter/shli gizi bila klien tidak mengkonsumsi
nutrien yang cukup.R/ Kemungkinan diperlukan suplemen tinggi
protein, nutrisi parenteral,total, atau makanan per sonde.d. Risiko
infeksi dan penyebaran infeksi
Tujuan:Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah/menurunkan
resiko penyebaran infeksi. Menunjukkan/melakukan perubahan pola
hidup untuk meningkatkan lingkungan yang. aman.Rencana tindakan
:
1) Review patologi penyakit fase aktif/tidak aktif, penyebaran
infeksi melalui bronkus pada jaringan sekitarnya atau aliran darah
atau sistem limfe dan resiko infeksi melalui batuk, bersin,
meludah, tertawa., atau ciuman R/ Membantu pasien agar mau mengerti
dan menerima terapi yang diberikan untuk mencegah komplikasi.2)
Identifikasi orang-orang yang beresiko terkena infeksi seperti
anggota keluarga, teman, orang dalam satu perkumpulan.R/
Orang-orang yang beresiko perlu program terapi obat untuk mencegah
penyebaran infeksi.3) Anjurkan pasien menutup mulut dan membuang
dahak di tempat penampungan yang tertutup jika batuk.R/ Kebiasaan
ini untuk mencegah terjadinya penularan infeksi.4) Gunakan masker
setiap melakukan tindakan.R/ Mengurangi risilio penyebaran
infeksi.5) Monitor temperatur.R/ Febris merupakan indikasi
terjadinya infeksi.6) Identifikasi individu yang berisiko tinggi
untuk terinfeksi ulang Tuberkulosis paru, seperti: alkoholisme,
malnutrisi, operasi bypass intestinal, menggunakan obat penekan
imun/ kortikosteroid, adanya diabetes melitus, kanker.R/
Pengetahuan tentang faktor-faktor ini membantu pasien untuk
mengubah gaya hidup dan menghindari/mengurangi keadaan yang lebih
buruk. 7) Tekankan untuk tidak menghentikan terapi yang dijalani.
R/ Periode menular dapat terjadi hanya 2-3 hari setelah permulaan
kemoterapi jika sudah terjadi kavitas, resiko, penyebaran infeksi
dapat berlanjut sampai 3 bulan.8) Pemberian terapi INH, etambutol,
Rifampisin.R/ INH adalah obat pilihan bagi penyakit Tuberkulosis
primer dikombinasikan dengan obat-obat lainnya. Pengobatan jangka
pendek INH dan Rifampisin selama 9 bulan dan Etambutol untuk 2
bulan pertama.e. Kurang pengetahuan tentang kondisi, pengobatan,
pencegahan.Tujuan: Menyatakan pemahaman proses penyakit/prognosis
dan kebutuhan pengobatan. Melakukan perubahan prilaku dan pola
hidup unruk memperbaiki kesehatan umurn dan menurunkan resiko
pengaktifan ulang luberkulosis paru. Mengidentifikasi gejala yang
mernerlukan evaluasi/intervensi. Menerima perawatan kesehatan
adekuat. Rencana tindakan :
1) Kaji kemampuan belajar pasien misalnya: tingkat kecemasan,
perhatian, kelelahan, tingkat partisipasi, lingkungan belajar,
tingkat pengetahuan, media, orang dipercaya. R/ Kemampuan belajar
berkaitan dengan keadaan emosi dan kesiapan fisik. Keberhasilan
tergantung pada kemarnpuan pasien.2) Identifikasi tanda-tanda yang
dapat dilaporkan pada dokter misalnya: hemoptisis, nyeridada,
demam, kesulitan bernafas, kehilangan pendengaran, vertigo.R/
Indikasi perkembangan penyakit atau efek samping obat yang
membutuhkan evaluasi secepatnya3) Tekankan pentingnya asupan diet
Tinggi Kalori Tinggi Protein (TKTP) dan intake cairan yang
adekuat.R/ Mencukupi kebutuhan metabolik, mengurangi kelelahan,
intake cairan membantu mengencerkan dahak.4) Berikan Informasi yang
spesifik dalam bentuk tulisan misalnya: jadwal minum obatR/
Informasi tertulis dapat membantu mengingatkan pasien.5) Review
tentang cara penularan Tuberkulosis dan resiko kambuh lagi.R/
Pengetahuan yang cukup dapat mengurangi resiko penularan/ kambuh
kembali. Komplikasi Tuberkulosis: formasi abses, empisema,
pneumotorak, fibrosis, efusi pleura, empierna, bronkiektasis,
hernoptisis, u1serasi Gastro, Instestinal (GD, fistula
bronkopleural, Tuberkulosis laring, dan penularan kuman.4.
Pelaksanaan keperawatan
Pelaksanaan adalah rencana inisiatif dari rencana tindakan untuk
mencapai tujuan yang spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai setelah
rencana tindakan dan ditujukan untuk membantu klien mencapai tujuan
yang diharapkan. (Lyer et al dalam Nursalam, 2001)
Pelaksanaan tindakan keperawatan dilakukan sesuai dengan
perencanaan yang dibuat sebelumnya dengan mengupayakan rasa aman,
nyaman dan mempertimbangkan keselamatan klien
5. Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses
keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan,
rencana tindakan dan pelaksanaannya sudah berhasil dicapai. Melalui
evaluasi memungkinkan perawat untuk memonitor "kealpaan" yang
terjadi selama tahapan pengkajian, analisa, perencanaan dan
pelaksanaan tindakan. (Ignatavicius dan Bayne dalarn Nursalam,
2001)
Invasi bakteri tuberkulosis via inhalasi
Penyebaran bakteri secara bronkogen, limfogen dan hematogen
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
1
2
3
4
5
6
Sembuh
Infeksi Primer
Sembuh dengan focus Ghon
Sembuh dengan Fibrotik
Infeksi pasca primer
(Reactivasi)
Bakteri dorman
Bakteri muncul beberapa tahun kemudian
Reaksi infeksi/inflamasi, membentuk kavitas dan merusak parenkim
paru
Reaksi sistemis, anorexia, mual, demam, penurunan berat badan
dan kelemahan
Penurunan jaringan efektif paru, atelektasis, kerusakan membrane
alveoli-kapiler merusak pleura, dan perubahan cairan intra
pleura
Edema trakea/faringeal
Peningkatan produksi secret
Pecahnya pembuluh darah jalan nafas
Intake nutrisi tidak adekuat
Tubuh makin kurus
Ketergantungan aktifitas sehari-hari
Kurangnya pemenuhan istirahat dan tidur
Kecemasan
Kurangnya informasi
Komplikasi Tb Paru
Efusi pleura
Pneumothoraks
Batuk produktif
Batuk darah
Sesak nafas
Penurunan kemampuan batuk efektif
Perubahan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan
Gangguan pemenuhan ADL
Gangguan pemenuhan istirahat dan tidur
Kecemasan
Ketidaktahuan/pemenuhan informasi
Sesak nafas, penggunaan otot bantu nafas dan pola nafas tidak
efektif
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
Pola nafas tidak efektif
Gangguan pertukaran gas