-
Modul Perkuliahan Hukum Islam
Samun Ismaya, S.H., MHum.
1
SUMBER-SUMBER HUKUM ISLAM
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia sumber adalah asal
sesuatu.19 Pada hakekatnya yang dimaksud dengan sumber hukum
adalah
tempat kita dapat menemukan atau menggali hukumnya.20 Kata
sumber
hukum sering digunakan dalam beberapa arti, yaitu:
1. Sebagai asas hukum, sebagai sesuatu yang merupakan permulaan
hukum
(akal manusia, jiwa bangsa, kehendak Tuhan).
2. Menunjukkan hukum terdahulu yang memberi bahan-bahan
kepada
hukum yang sekarang.
3. Sebagai sumber berlakunya, yang memberi kekuatan berlaku
secara
formal kepada peraturan hukum.
4. Sebagai sumber dimana kita dapat mengenal hukum.
5. Sebagai sumber terjadinya hukum.21
Hukum Islam memiliki suatu sistem. Sistem adalah suatu
kesatuan
yang terdiri dari bagian-bagian dan satu sama lainnya
berkaitan
kebergantungan. Setiap elemen terdiri atas bagian-bagian kecil
yang
19 Purwodarminta, 1976, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai
Pustaka, Jakarta, Hal. 974. 20 Sudikno Mertokusumo, 1996, Mengenal
Hukum Suatu Pengantar, Cetakan Pertama, Liberty,
Yogyakarta, Hal. 69.
-
Modul Perkuliahan Hukum Islam
Samun Ismaya, S.H., MHum.
2
berkaitan tanpa dapat dipisah-pisahkan. Hukum sebagai suatu
sistem sampai
sekarang dikenal adanya empat sistem hukum yaitu Eropah
Kontinental,
sistem Hukum Anglo Saxon (Amerika), sistem Hukum Islam dan
sistem
Hukum Adat.
Sumber hukum islam adalah asal (tempat pengambilan) hukum
Islam.
Sumber hukum islam disebut juga dengan istilah dalil hukum islam
atau
pokok hukum islam atau dasar hukum islam.22
Dilihat dari sumbernya-sumber hukumnya, sumber hukum islam
merupakan konsepsi hukum islam yang berorientasi kepada agama
dengan
dasar doktrin keyakinan dalam membentuk kesadaran hukum manusia
untuk
melaksanakan syariat, sumber hukumnya merupakan satu kesatuan
yang
berasal dari hanya firman Allah yang diwahyukan kepada Nabi
Muhammad.
Melalui cara Nabi berkata, berbuat, dan diam (takrir) dalam
menghadapi
manusia dengan tingkah lakunya dapat dikembangkan sesuai suasana
yang
dibutuhkan dalam pergaulan hidup tetapi tidak menyimpang dari
sumber
hukum asalnya.23
21 Sudikno Mertokusumo, 1996, Mengenal Hukum Suatu Pengantar,
Cetakan Pertama, Liberty,
Yogyakarta, Hal. 69. (dikutip dari Zevenbergen, 1925, Formale
encyclopaedie der
rechtswetenshap, Gerb. Belifante, sGravenhage, Hal. 152) 22
Mohammad Daud Ali, 1993, Hukum Islam (Pengantar Ilmu Hukum dan Tata
Hukum Islam di
Indonesia), Jakarta, Raja Grafindo Persada, Hal. 65. 23 R. Abdul
Djamali, 1997, Hukum Islam, Mandar Madju, Bandung, Hal. 67.
-
Modul Perkuliahan Hukum Islam
Samun Ismaya, S.H., MHum.
3
Diriwayatkan pada suatu ketika Nabi mengutus sahabatnya ke
Yaman
untuk menjadi Gubernur disana. Sebelum berangkat Nabi
menguji
sahabatnya Muas bin Jabal dengan menanyakan sumber hukum yang
akan
dipergunakan kelak untuk memecahkan berbagai masalah dan
sengketa yang
dijumpai di daerah tersebut. Pertanyaan itu dijawab oleh Muas
dengan
mengatakan bahwa dia akan mempergunakan Quran, sedangkan jika
tidak
terdapat di Quran dia akan mempergunakan Hadist dan jika tidak
ditemukan
di hadist maka dia akan mempergunakan akal dan akan
mengikuti
pendapatnya itu.24 Berdasarkan Hadist Muas bin Jabal dapat
disimpulkan
bahwa sumber hukum Islam ada tiga, yaitu: Quran, Sunnah Rasul
dan Akal
pikiran manusia25 yang memenuhi syarat untuk berijtihad.
Berdasarkan hadist tersebut juga bisa diambil kesimpulan,
yaitu:
1. Quran bukanlah kitab yang memuat kaidah-kaidah hukum secara
lengkap
terinci tetapi berisi kaidah-kaidah yang bersifat
fundamental.
2. Sunnah Rasul sepanjang yang berkaitan dengan muammalah
hanya
mengandung kaidah-kaidah umum yang harus dirinci oleh orang
yang
memenuhi syarat untuk diterapkan pada kasus-kasus tertentu.
3. Hukum Islam perlu dikaji dan dirinci lebih lanjut.
24 Mohammad Daud Ali, 1993, Hukum Islam (Pengantar Ilmu Hukum
dan Tata Hukum Islam di
Indonesia), Jakarta, Raja Grafindo Persada, Hal. 66.
-
Modul Perkuliahan Hukum Islam
Samun Ismaya, S.H., MHum.
4
4. Hakim tidak boleh menolak menyelesaikan perkara dengan
alasan
hukumnya tidak ada.26
Sumber-sumber Hukum Islam terdiri dari:
a. Al Quran
Al Quran berasal dari kata Qaraa yang artinya membaca,
membaca
dengan bersuara. Sehingga makna Al Quran berarti buku yang
dibaca
atau buku yang mestinya dibaca atau bila dihubungkan dengan
kepercayaan Islam berarti buku yang selamanya akan tetap
dibaca.
Mengenai bacaan Al Quran timbul suatu cabang ilmu yang
terkenal
dengan nama Ilmu Tajwid yaitu ilmu yang menerangkan
cara-cara
membaca dan menyuarakan tiap-tiap huruf maupun hubungannya
dengan
setelah menjadi kata yang kemudian bersambung menjadi ayat.
Menurut istilah Quran berarti kumpulan wahyu Allah yang diterima
oleh
Nabi Muhammad SAW selama menjalankan kenabiannya memalui
malaikat Jibril untuk disebarluaskan kepada umat manusia. Adapun
wahyu
yang pertaman turun ialah Surat Al Alaq, dan sebagai ayat
terakhir ialah
Surat Al Maidah ayat ke 3.
Berdasarkan masa turunnya Al Quran dibedakan menjadi dua
masa:
25 Dalam kepustakaan disebut juga ar-rayu atau pendapat orang
atau pendapat orang-orang yang
memenuhi syarat untuk menentukan nilai dan norma (kaidah)
pengukur tingkah laku manusia dalam
segala bidang hidup dan kehidupan.
-
Modul Perkuliahan Hukum Islam
Samun Ismaya, S.H., MHum.
5
a. Makiyah
Yaitu ayat-ayat yang turun selama Nabi Muhammad masih ada di
kota
Mekah.
Ciri-ciri ayat Makiyah:
1) Ayatnya pendek-pendek
2) Ditujukan kepada seluruh umat manusia
3) Belum membicarakan secara khusus mengenai hukum
4) Berisi penanaman kepercayaan kepada Allah serta
membongkar
sisa-sisa kepercayaan syirik di masa jahiliyah
b. Madaniyah
Yaitu ayat-ayat yang turun selama Nabi hijrah ke Medinah.
Ciri-ciri ayat Madaniyah:
1) Ayatnya panjang-panjang
2) Ditujukan khusus kepada orang-orang yang telah beriman
3) Sudah membicarakan secara khusus mengenai hukum
4) Tidak saja berisi penanaman kepercayaan kepada Allah tetapi
juga
berisi hal-hal yang berhubungan dengan hubungan antara umat
manusia dan alam sekitarnya.
26 Mohammad Daud Ali, 1993, Hukum Islam (Pengantar Ilmu Hukum
dan Tata Hukum Islam di
Indonesia), Jakarta, Raja Grafindo Persada, Hal. 67.
-
Modul Perkuliahan Hukum Islam
Samun Ismaya, S.H., MHum.
6
Menurut Prof. Mahmud Shaltout bahwa Al-Quran adalah sumber
hukum
bukanlah kitab hukum atau lebih tepatnya bukan kitab
undang-undang
dalam pengertian biasa. Sebagai sumber hukum ayat-ayat
Al-Quran
tidaklah menentukan syariat sampai pada bagian kecil yang
mengatur
muamalat usaha manusia:
Menurut Muhammad Iqbal mengatakan bahwa maksud utama
Al-Quran
ialah menggugah kesadaran tinggi yang ada pada manusia
tentang
hubungannya yang serba segi itu dengan Tuhan dan alam
semesta.
Dasar-dasar pembinaan Hukum Islam menurut Quran:
Berlandaskan 3 hal, yaitu:
a. Memberikan keringanan
Dinyatakan dalam firman Allah: Tuhan tidak memberati manusia
melainkan sekedar kemampuannya.
Jika kita perhatikan maka pemberian keringanan tersebut
ternyata
memiliki beberapa bentuk:
1) Penghapusan sama sekali
2) Pengurangan
3) Penundaan waktu pelaksanaan
4) Penggantian dengan kewajiban yang lain.
b. Berangsur-angsur
-
Modul Perkuliahan Hukum Islam
Samun Ismaya, S.H., MHum.
7
Mengingat adanya faktor-faktor kebiasaan yang telah mendarah
daging pada masyarakat serta tidak senangnya manusia untuk
menghadapi perpindahan kebiasaan yang berlaku bagi mereka
kepada
aturan-aturan baru yang masih asing baginya dengan mendadak,
maka peraturan di dalam Al-Quran tidak
diturunkan/diundangkan
sekaligus tetapi sedikit demi sedikit menurut peristiwa yang
menghendaki adanya peraturan tersebut.
Sifat berangsur-angsur itu melalui beberapa proses:
1) Membiarkan apa yang ada sebab untuk semetara waktu masih
dipandang perlu, kemudian setelah dirasa banyak kerugian
baru
dilarang.
Contoh: pengangkatan anak kaitannya dengan warisan.
2) Mengutarakan secara global.
Kemudian dijelaskan secara terperinci.
Contoh: mengenai dikemukakannya dasar untuk berperang,
kemudian diatur pula mengenai pembagian harta rampasan
perang.
3) Setingkat demi setingkat.
Misalnya : larangan meminum minuman keras.
c. Memelihara kemaslahatan
-
Modul Perkuliahan Hukum Islam
Samun Ismaya, S.H., MHum.
8
Tidak terdapat perbedaan pendapat dari semua ahli hukum
islam
bahwa syariat islam itu berdiri di atas ketentuan dan tujuan
untuk
memelihara kemaslahatan manusia dan memperbaiki tingkah laku
serta kepentingan mereka di dunia dan akherat. Oleh karena itu
tidak
mengherankan kalau sewaktu-waktu didatangkan aturan hukum
dan
dilain waktu diadakan perubahan-perubahan karena keadaan
menghendaki demikian.
Misalnya: pada zaman rasul talag tiga yang diucapkan sekaligus
dahulu
dianggap sebagai talaq satu, tetapi pada jaman Umar talaq tiga
yang
diucapkan sekaligus sebagai talaq tiga juga sesuai dengan
ucapannya.
Ini dimaksudkan agar laki-laki tidak dengan mudah,
tergesa-gesa
mengucapkan talaq tanpa memikirkan akibatnya.
Nama lain Al-Quran:
1. Al Kitab
Artinya yang tertulis
2. Al Furqan
Artinya pembeda
3. Al Huda
Artinya yang memimpin manusia untuk mencapai tujuan
4. Ad Dzikr
-
Modul Perkuliahan Hukum Islam
Samun Ismaya, S.H., MHum.
9
Artinya peringatan
5. An Nur
Artinya cahaya
Turunnya Al Quran itu secara berangsur-angsur, yang memiliki
hikmah:
1. Agar mudah dimengerti dan dilaksanakan
2. Diantara ayat-ayat yang diturunkan ada yang nasich dan ada
yang
mansuch (yang dihapus dan yang menghapus)
3. Turunnya sesuai dengan peristiwa yang terjadi
4. Memudahkan penghafalan.
Seluruh ayat yang diturunkan kepada Nabi Muhammad sebagai
wahyu
perintah Allah itu diterima tidak sekaligus dalam bentuk Quran
seperti
yang dikenal setiap orang melainkan sedikit demi sedikit dan
berurutan
dalam ayat-ayat tertentu sesuai dengan kebutuhan yang
diperlukan.
Setiap ayat yang diterima langsung ditulis oleh penulis dan
dihafalkan oleh
beberapa sahabat yang dipercaya Nabi. Pengumpulan menjadi
kodifikasi
dilakukan setelah Nabi wafat yang dilakukan pada masa
pemerintahan
Usman sebagai khalifah ketiga. Jadi Quran itu tidak dirubah,
ditambah
-
Modul Perkuliahan Hukum Islam
Samun Ismaya, S.H., MHum.
10
atau dikurangi melainkan disistematikan dalam satu kitab dari
seluruh
ayat sebagai wahyu Allah.27
Ciri-ciri khas pembentukan hukum dalam Al-Quran antara lain
sebagai
berikut:
a. Ayat-ayat al-Quran lebih cenderung untuk memberi
patokan-patokan
umum daripada memasuki persoalan sampi detailnya
b. Ayat-ayat menunjukkan adanya (beban) kewajiban bagi
manusia
tidak perbah bersifat memberatkan.
c. Sebagai patokan ditetapkan kaidah
d. Dugaan atau sangkaan tidak boleh dijadikan dasar penetapan
hukum
e. Ayat-ayat yang berhubungan dengan penetapan hukum tidak
pernah
meninggalkan masyarakat sebagai bahan pertimbangan
f. Penerapan hukum khususnya hukum pidana dan yang bersifat
perubahan hukum tidak mempunyai daya surut.28
6. Hadist atau Sunnah
Sunnah Nabi sebagai sumber hukum kedua bagi hukum Islam
dinyatakan
secara tegas dalam Quran, yaitu:
- Surah (59) Al-Hasyar ayat 7 difirmankan bahwa Apa-apa yang
diperintahkan rasul kepadamu maka kerjakanlah dan apa-apa yang
dicegah atasmu maka jauhilah.
- Surah (4) An Nisa ayat 80 difirmankan bahwa Barangsiapa taat
kepada rasul maka ia sesungguhnya taat kepada Allah.
- Surat (4) An Nisa ayat 59 difirmankan bahwa Jika kamu
bersengketa tentang sesuatu maka kembalikanlah kepada Allah dan
rasul-Nya.
Berdasarkan ketentuan ayat-ayat tersebut maka sunnah Nabi
merupakan
sumber hukum setelah Quran, sedangkan alasan lainnya ialah:
27 R. Abdul Djamali, 1997, Hukum Islam, Mandar Madju, Bandung,
Hal. 68.
-
Modul Perkuliahan Hukum Islam
Samun Ismaya, S.H., MHum.
11
- Quran sudah pasti berasal dari Allah, ayat-ayatnya tidak
dapat
dipalsukan dan jelas. Bahasanya sebagai bahasa sastra tidak
dapat
ditiru oleh semua orang. Sedangkan sunnah Nabi masih dapat
diragukan apakah memang berasal dari Nabi sendiri, karena
pengumpulan catatan mengenai sunnah itu dilakukan setelah
Nabi
wafat, disamping itu bahasa sunnah mudah ditiru dan atau
tidak
sesuai dengan aslinya.
- Maksud dari sunnah itu sendiri sebenarnya sudah terkandung
dalam
Quran, jadi kedudukan sunnah adalah sebagai pelaksana dari
Quran
dan bukan penganti atau pengoreksi Quran.29
Hadist menurut logat berarti: kabar, berita atau hal yang
diberikan turun-
temurun. Hadist menurut istilah dalam agama berarti: berita
turun-
temurun tentang perkataan, perbuatan Nabi atau kebiasaan nabi
ataupun
hal-hal yang diketahuinya terjadi diantara sahabat tetapi
dibiarkannya.
Sunnah menurut logat berarti jalan atau tabiat atau kebiasaan.
Sunnah
menurut istilah ialah jalan yang ditempuh atau kebiasaan yang
dipakai
atau diperintahkan oleh Nabi.
sunnah juga diartikan sebagai cara hidup Nabi Muhammad
sehari-hari,
dan cara hidup ini menyangkut mengenai perkataan sebagai ucapan
Nabi
28 Anwar Harjono, 1987, Hukum Islam Keleluasaan dan Keadilannya,
Bulan Bintang, Jakarta, 130. 29 R. Abdul Djamali, 1997, Hukum
Islam, Mandar Madju, Bandung, Hal. 69.
-
Modul Perkuliahan Hukum Islam
Samun Ismaya, S.H., MHum.
12
(sunnah al-qaul/ sunnah al-qauliyah), perbuatan Nabi (sunnah
al-fiil atau
sunnah filiyah) dan keadaan diam (sunnah as-sukut atau
sunnah
taqririyah) Nabi.30
Sunnah ada tiga macam:
1. Sunnah Qauliah
Ialah berupa perkataan Nabi mengenai suruhan, larangan atau
mengenai sesuatu keputusan.
2. Sunnah Filiah
Ialah mengenai perbuatan, sikap atau tindakan Nabi.
3. Sunnah Taqririyah
Ialah perkataan atau perbuatan salah seorang sahabat di
hadapan
Nabi atau diketahui oleh Nabi tetapi dibiarkan.
Perlu ditegaskan pula bahwa ada ucapan-ucapan Nabi yang
bukan
merupakan sunnah dan juga bukan merupakan bagian dari Quran
yang
disebut hadist Qudsi. Hadist Qudsi merupakan hadist suci yang
isinya
berasal dari Tuhan, disampaikan dengan kata-kata Nabi sendiri.
Hadist ini
merupakan dasar kehidupan spiritual Islam. Lawan dari sunnah
ialah
bidah, yaitu buatan baru, cara baru atau hal-hal yang menyimpang
dari
ajaran Nabi.
30 R. Abdul Djamali, 1997, Hukum Islam, Mandar Madju, Bandung,
Hal. 68-69.
-
Modul Perkuliahan Hukum Islam
Samun Ismaya, S.H., MHum.
13
Hadist dalam keadaan sempurna terdiri dari dua bagian:
1. Matan
Bagian yang mengenai teks atau bunyi yang lengkap dari hadist
dalam
susunan kata tertentu. Matn adalah materi atau isi sunnah
tersebut.
2. Sanad atau isnad
Adalah sandaran untuk mengetahui kualitas suatu hadist yang
merupakan rangkaian orang-orang yang sambung menyambung
menerima dan menyampaikan hadist itu secara lisan
turun-temurun
dari generasi ke generasi sampai sunnah itu dibukukan.
Tingkatan-tingakatan Hadist
1. Hadist Sahih
2. Hadist Hasan
3. Hadist Dhoif
Tingkatan ini didasarkan kepada kualitas:
1. Para Perawinya
2. Ketelitiannya
3. Sanad (mata rantai yang menghubungkan)
4. Tidak adanya cacat
5. Tidak adanya perbedaan bahkan pertentangan dengan para
periwayat
lainnya.
-
Modul Perkuliahan Hukum Islam
Samun Ismaya, S.H., MHum.
14
Kedudukan hadist dalam pembinaan hukum:
1. Mentafsirkan ayat-ayat Quran dan menerangkan
makna/artinya
Contoh Surat Al Anam ayat 82:orang-orang yang beriman dan
tidak
mencampuri mereka dengan kedholiman. Arti kedholiman disini
ialah sifat sirik.
2. Menjelaskan dan memberikan keterangan pada ayat-ayat yang
MUJMAL atau yang belum terang.
Contoh Surat Al Kausar ayat 2: Maka dirikanlah sembahyang
sholat
karena Tuhannmu
3. Mentachshiskan atau mengkhususkan ayat-ayat bersifat
umum.
Misalnya ayat mengenai warisan. Hal ini kemudian dijelaskan
dalam
hadist bahwa warisan itu hanyalah dijalankan dengan syarat
persesuaian agama, tidak terjadi pembunuhan dan perbudakan.
4. Mentaqyidkan atau memberi pembatasan bagi ayat-ayat yang
mutlak
Misalnya ayat mengenai pemotongan tangan bagi pencuri laki-laki
dan
perempuan. Kemudian nabi memberikan nisab atau minimal
pencurian dan syarat-syarat pemotongan.
5. Menerangkan makna yang dimaksud dari suatu nas yang
muktamil
(menurut lahirnya boleh ditafsirkan dengan berbagai
tafsiran)
-
Modul Perkuliahan Hukum Islam
Samun Ismaya, S.H., MHum.
15
6. Sunnah/hadist membuat berbagai macam hukum baru yang
tidak
disinggung Al-Quran.
Contoh nabi menwajibkan saksi-saksi dalam suatu pernikahan.
Dalam literatur islam dijumpai perkataan sunnah dengan makna
yang
berbeda-beda tergantung pada penggunaan kata itu dalam
hubungan
kalimat.
1. Sunnah dalam perkataan sunnatulah berarti hukum atau
ketentuan-
ketentuan Allah mengenai alam semesta (hukum alam).
2. Sunnah dalam istilah sunnah rasul.
3. Sunnah dalam kaitannya dengan al akham al khamsah.
c. Royu
Adalah akal pikiran yang memenuhi syarat untuk berusaha,
berpikir
dengan seluruh kemampuan yang ada padanya memahami
kaidah-kaidah
hukum yang fundamental yang terdapat dalam Al-Quran maupun
dalam
Hadist dan merumuskan menjadi garis-garis hukum yang dapat
dilaksanakan pada kasus tertentu.
Yang berupa:
1. Qiyas
Adalah menyamakan hukum suatu hal yang tidak terdapat
ketentuannya di dalam al-Quran dan Sunnah dengan hal (lain)
yang
-
Modul Perkuliahan Hukum Islam
Samun Ismaya, S.H., MHum.
16
hukumnya disebut dalam Quran dan Sunnah karena persamaan
illat
(penyebabnya).
Pendapat lain mengatakan bahwa qiyas ialah menetapkan suatu
hukum dari masalah baru yang belum pernah disebutkan
hukumnya
dengan memperhatikan masalah lama yang sudah ada hukumnya
yang mempunyai kesamaan pada segi alasan dari masalah baru
tersebut. Dalam ilmu hukum qiyas disebut dengan analogi.
Contoh: larangan meminum khamar dengan menetapkan bahwa
semua minuman keras, apapun namanya, dilarang diminum dan
diperjualbelikan untuk umum.
2. Ijmak
Adalah persetujuan atau kesesuaian pendapat antara para ahli
mengenai suatu masalah pada suatu tempat di suatu masa.
Pendapat
lain mengatakan bahwa idjma ialah kebulatan pendapat para
ulama
besar pada suatu masa dalam merumuskan suatu yang baru
sebagai
hukum islam. Konsesus Idjma ada dua yaitu:
g. Idjma qauli kalau konsesus para ulama itu dilakukan secara
aktif
dengan lisan terhadap pendapat seseorang ulama atau sejumlah
ulama tentang perumusan hukum baru yang telah diketahui
umum.
-
Modul Perkuliahan Hukum Islam
Samun Ismaya, S.H., MHum.
17
h. Idjma sukuti kalau konsensus terhadap hukum baru
dilakukan
secara diam (tidak memberi tanggapan).
Contoh: di Indonesia ijmak mengenai kebolehan beriteri lebih
dari
seorang berdasarkan ayat Quan Surat An-Nisa.
3. Marsalih Al Mursalah
Adalah cara menentukan hukum sesuatu hal yang tidak terdapat
ketetuannya baik dalam Quan maupun Hadist, berdasarkan
pertimbangan kemaslahatan masyarakat atau kepentingan umum.
Misalnya pemungutan pajak penghasilan untuk dalam rangka
untuk
pemerataan pendapatan dan pemeliharaan fasilitas umum.
4. Istihsan
Cara menetukan hukum dengan jalan menyimpang dari ketentuan
yang ada demi keadilan dan kepentingan sosial.
Contoh: pencabutan hak milik seseorang atas tanah untuk
pelebaran
jalan, pembuatan irigasi dalam rangka meningkatkan
kesejahteraan
sosial.
5. Urf atau adat istiadat
Adat istiadat ini tentu saja yang berkenaan dengan soal
muammalat.
Sepanjang adat istiadat itu tidak bertentang dengan ketentuan
dalam
Quran dan Hadist serta tidak melanggar asas-asas hukum Islam
di
-
Modul Perkuliahan Hukum Islam
Samun Ismaya, S.H., MHum.
18
bidang muammalat, maka menurut kaidah hukum islam yang
menyatakan adat dapat dikukuhkan menjadi hukum (al-adatu
muhakkamah).
Dasarnya:
- Dalam Quran: Apa yang dilihat oleh orang Islam baik, maka
baik
bagi Allah juga.
- Dalam Hadist: Nabi menyuruh mereka berbuat baik dan
melarang berbuat mungkar.
Syarat-syarat Urf sebagai sumber Hukum:
a. Urf harus berlaku terus menerus atau kebanyakan berlaku
b. Urf yang dijadikan sebagai sumber hukum bagi suatu
tindakan
harus terdapat pada waktu diadakannya tindakan tersebut.
c. Tidak ada penegasan (nas) yang berlawanan denga urf
d. Pemakaian urf tidak akan mengakibatkan dikesampingkannya
nas
yang pasti dari syariat.
e. Hukum Adat baru boleh berlaku kalau kaidah-kaidahnya
tidak
ditentukkan dalam Al-Quran dan Sunnah Rasul, tetapi tidak
bertentangan dengan keduanya, sehingga tidak memungkinkan
timbulnya konflik antar sumber-sumber hukum itu.31
-
Modul Perkuliahan Hukum Islam
Samun Ismaya, S.H., MHum.
19
6. Kompilasi Hukum Islam
Dituangkan dalam Inpres No. 1 Tahun 1991 yang terdiri dari tiga
buku
yaitu: Buku I tentang Hukum Perkawinan, Buku II tentang
Hukum
Kewarisan dan Buku III tentang Perwakafan. Kompilasi hukum
islam
dibuat dalam rangka untuk memberikan pedoman bagi instansi
pemerintah dan masyarakat yang memerlukan dalam
menyelesaikan
masalah-masalah di bidang tersebut. Peraturan ini selain
berguna
untuk kepastian hukum juga diperlukan dalam penegakan
keadilan.
D. ASAS-ASAS HUKUM ISLAM
Asas berasal dari bahasa Arab (Asasun) yang artinya dasar,
basis,
pondasi. Jika dihubungkan dengan hukum maka asas adalah
kebenaran
yang dipergunakan sebagai tumpuan berfikir dan alasan
pendapat,
terutama dalam penegakan dan pelaksanaan hukum.
1. Asas-asas umum
a. Asas keadilan
Dalam Surat Shad (38) ayat 26 Allah memerintahkan penguasa,
penegak hukum sebagai khlaifah di bumi untuk
menyelenggarakan
hukum sebaik-baiknya, berlaku adil terhadap semua manusia
tanpa
31 Anwar Harjono, 1987, Hukum Islam Keleluasaan dan Keadilannya,
Bulan Bintang, Jakarta, 136.
-
Modul Perkuliahan Hukum Islam
Samun Ismaya, S.H., MHum.
20
memandang asal-usul, kedudukan, agama dari si pencari
keadilan
itu.32
b. Asas kepastian hukum
Artinya tidak ada suatu perbuatan pun dapat dihukum kecuali
atas
kekuatan peraturan-perundang-undangan yang ada dan berlaku
pada waktu itu.
c. Asas kemanfaatan
Asas ini merupakan asas yang mengiringi asas keadilan dan
kepastian hukum dimana dalam melaksanakan kedua asas
tersebut
seyogyanya dipertimbangkan asas kemanfaatan baik bagi yang
bersangkutan maupun bagi masyarakat.
2. Asas dalam lapangan hukum pidana
i. Asas legalitas
Artinya tidak ada pelanggaran dan tidak ada hukuman sebelum
ada
undang-undang yang mengaturnya.
j. Asas larangan memindahkan kesalahan pada orang lain
Ini berarti bahwa tidak boleh sekali-kali beban (dosa)
seseorang
dijadikan beban (dosa) orang lain. Orang tidak dapat
dimintai
memikul tanggung jawab terhadap kejahatan atau kesalahan
yang
-
Modul Perkuliahan Hukum Islam
Samun Ismaya, S.H., MHum.
21
dilakukan orang lain. Karena pertangungjawaban pidana itu
induvidual sifatnya maka tidak dapat dipindahkan kepada
orang
lain.
k. Asas praduga tak bersalah
Seseorang yang dituduh melakukan suatu kejahatan harus
dianggap tidak bersalah sebelum hakim dengan bukti-bukti
yang
menyakinkan menyatakan dengan tegas kesalahannya itu.
3. Asas dalam lapangan hukum perdata
a. Asas kebolehan (mubah)
asas ini menunjukkan kebolehan melakukan semua hubungan
perdata sepanjang hubungan itu tidak dilarang oleh Quran dan
Sunnah. Islam memberikan kesempatan luas kepada yang
berkepentingan untuk mengembangkan bentuk dan macam
hubungan perdata (baru) sesuai dengan perkembangan jaman dan
kebutuhan masyarakat.
b. Asas kemaslahatan hidup
Asas ini mengandung makna bahwa hubungan perdata apa pun
juga dapat dilakukan asal hubungan itu mendatangkan kebaikan
,
berguna serta berfaedah bagi kehidupan manusia pribadi dan
32 Mohammad Daud Ali, 1993, Hukum Islam (Pengantar Ilmu Hukum
dan Tata Hukum Islam di
Indonesia), Jakarta, Raja Grafindo Persada, Hal. 115.
-
Modul Perkuliahan Hukum Islam
Samun Ismaya, S.H., MHum.
22
masyarakat kendatipun tidak ada ketentuannya dalam Quran dan
Sunnah.
c. Asas kebebasan dan kesukarelaan
Asas ini mengandung makna bahwa setiap hubungan perdata
harus dilakukan secara bebas dan sukarela. Kebebasan
kehendak
kedua belah pihak melahirkan kesukarelaan dalam persetujuan
harus senantiasa diperhatikan.
d. Asas menolak mudharat dan mengambil manfaat
Asas ini mengandung makna bahwa harus dihindari segala
bentuk
hubungan perdata yang mendatangkan kerugian dan
mengembangkan yang bermanfaat bagi diri sendiri dan
masyarakat.
e. Asas kebajikan
Asas ini mengandung pengertian bahwa setiap hubungan perdata
itu harus mendatangkan kebajikan (kebaikan) kepada kedua
belah
pihak dan fihak ketiga dalam masyarakat.
f. Asas kekeluargaan atau asas kebersamaan yang sederajat
Asas hubungan perdata yang disandarkan pada rasa hormat
menghormati , kasih mengasihi serta tolong menolong dalam
mencapai tujuan bersama.
-
Modul Perkuliahan Hukum Islam
Samun Ismaya, S.H., MHum.
23
g. Asas adil dan berimbang
Asas ini mengandung makna bahwa hubungan keperdataan tidak
boleh mengandung unsur penipuan, penindasan, pengambilan
kesempatan pada waktu pihak lain sedang kesempitan.
h. Asas mendahulukan kewajiban dari hak
Para pihak harus mengutamakan penunaian kewajiban lebih
dahulu dari pada menuntut hak. Asas ini merupakan kondisi
hukum yang mendorong terhindarnya wanprestasi atau ingkar
janji.
i. Asas larangan merugikan diri sendiri dan orang lain
Para pihak yang mengadakan hubungan perdata tidak boleh
merugikan diri sendiri dan orang lain dalam hubungan
perdatanya
itu.
j. Asas kemampuan berbuat atau bertindak
Pada dasarnya setiap manusia dapat menjadi subjek dalam
hubungan perdata jika ia memenuhi syarat untuk bertindak
mengadakan hubungan itu. Dalam hukum islam manusia yang
dipandang mampu berbuat atau bertindak melakukan hubungan
perdata ialah mereka yang mukallaf, artinya mereka yang
mampu
-
Modul Perkuliahan Hukum Islam
Samun Ismaya, S.H., MHum.
24
memikul hak dan kewajiban. Penyimpangan terhadap asas ini
menyebabkan hubungan perdatanya batal.
k. Asas kebebasan berusaha
Pada dasarnya setiap orang bebas berusaha untuk menghasilkan
sesuatu yang baik bagi dirinya sendiri dan keluarganya.
l. Asas mendapatkan sesuatu karena usaha dan jasa
Usaha dan jasa disini haruslah usaha dan jasa yang baik yang
mengandung kebajikan, bukan usaha dan jasa yang mengandung
unsur kejahatan, keji dan kotor.
m. Asas perlindungan hak
Semua hak yang diperoleh seseorang dengan jalan halal dan
sah,
harus dilindungi. Bila hak itu dilanggar oleh salah satu pihak
dalam
hubungan perdata, fihak yang dirugikan berhak untuk menuntut
pengembalian hak itu atau menuntut kerugian pada pihak yang
merugikannya.
n. Asas hak milik berfungsi sosial
Hak milik tidak boleh dipergunakan hanya untuk kepentingan
pribadi pemiliknya saja, tetapi juga harus diarahkan untuk
meningkatkan kesejahteraan sosial.
o. Asas yang beritikad baik harus dilindungi
-
Modul Perkuliahan Hukum Islam
Samun Ismaya, S.H., MHum.
25
Orang yang melakukan perbuatan tertentu bertangung jawab
atau
menanggung resiko perbuatannya itu. Tetapi jika ada pihak
yang
melakukan suatu hubungan perdata tidak mengetahui cacat yang
tersembunyi dan mempunyai iktikad baik dalam hubungan
perdata
itu kepentingannya harus dilindungi dan berhak untuk
menuntut
sesuatu jika ia dirugikan karena iktikad baiknya itu.
p. Asas resiko dibebankan pada harta tidak pada pekerja.
Jika perusahaan merugi maka menurut asas ini kerugian itu
hanya
dibebankan pada pemilik modal atau harta saja tidak pada
pekerjanya. Ini berarti bahwa pemilik tenaga dijamin haknya
untuk
mendapatkan upah sekurang-kurangnya untuk jangka waktu
tertentu, setelah ternyata perusahaan menderita kerugian.
q. Asas mengatur dan memberi petunjuk
Ketentuan hukum perdata kecuali yang bersifat ijbari karena
ketentuannya telah qathI, hanyalah bersifat mengatur dan
memberi petunjuk saja kepada orang-orang yang akan
memanfaatkannya dalam mengadakan hubungan perdata. Para
pihak bisa memilih ketentuan lain berdasarkan kesukarelaan
asal
saja ketentuan itu tidak bertentangan dengan hukum islam
r. Asas tertulis atau diucapkan di depan saksi.
-
Modul Perkuliahan Hukum Islam
Samun Ismaya, S.H., MHum.
26
Ini berarti bahwa hubungan perdata selayaknya dituangkan
dalam
perjanjian tertulis di hadapan saksi-saksi.
4. Asas-asas Hukum Perkawinan
a. Kesukarelaan
Asas kesukarelaan merupakan asas yang terpenting dalam
perkawinan Islam, dimana tidak hanya kesukarelaan antara
calon
suami isteri saja tetapi kesukarelan dari semua pihak yang
terkait.
b. Persetujuan kedua belah pihak
Artinya tidak boleh ada paksaan dalam melangsungkan
perkawinan.
c. Kebebasan memilih
d. Kemitraan suami isteri
Kemitraan ini menyebabkan kedudukan suami isteri dalam
beberapa hal sama, dalam hal lain berbeda.
e. Untuk selama-lamanya
Perkawinan itu dilaksanakan untuk melangsungkan keturunan
dan
membina rasa cinta serta kasih saying selam hidup.
f. Monogami terbuka
-
Modul Perkuliahan Hukum Islam
Samun Ismaya, S.H., MHum.
27
Dalam Surat an-Nisa ayat 129 dinyatakan bahwa seorang pria
muslim diperbolehkan beristeri lebih dari seorang asal
memenuhi
syarat-syarat tertentu.
5. Asas-asas Hukum Kewarisan
a. Asas Ijbari
Peralihan harta dari seorang yang meninggal dunia kepada
ahli
warisnya berlaku dengan sendirinya menurut ketetapan Allah
tanpa digantungkan kepada kehendak pewaris atau ahli waris.
b. Bilateral
Artinya seseorang menerima hak kewarisan dari kedua belah
pihak
yaitu dari keturunan laki-laki dan perempuan.
c. Asas individual
Harta warisan mesti dibagi kepada masing-masing ahli waris
untuk
dimiliki secara perseorangan.
d. Asas keadilan berimbang
Harus senantiasa terdapat keseimbangan antara hak dan
kewajiban, antara hak yang diperoleh seseorang dengan
kewajiban yang harus dilaksanakannya. Sehingga antara
laki-laki
dan perempuan terdapat hak yang sebanding dengan kewajiban
-
Modul Perkuliahan Hukum Islam
Samun Ismaya, S.H., MHum.
28
yang dipikulnya masing-masing dalam kehidupan keluarga dan
masyarakat.
e. Asas kewarisan akibat kematian
Peralihan harta seseorang kepada orang lain yang disebut
dengan
nama kewarisan, terjadi setelah orang yang mempunyai harta
meninggal dunia.
-
Modul Perkuliahan Hukum Islam
Samun Ismaya, S.H., MHum.
29
E. TEORI HUKUM ISLAM
Dalam khasanah kajian hukum islam dikenal beberapa teori antara
lain:
1. Teori Qatyy dan zanni
Suatu teori yang menyatakan bahwa nas , baik Quran maupun
hadist
itu sudah pasti kebenarannya; pasti benar bahwa Quran itu
merupakan wahyu Allah dan Sunnah itu perbuatan, ucapan dan
keputusaan Rasul. Akan tetapi tidak semua Quran dan Hadist
memiliki
keterangan dan petunjuk teknis pelaksanaan secara tegas,
ayat-ayat
atau hadist itu mengandung kemungkinan atau alternatif
penafsiran
dan teknis pelaksanaan yang berfareasi karena terdapat
indikasi-
indikasi yang kuat adanya alternatif-alternatif itu (zanniyy al
dilalah).
Ada juga ayat-ayat yang hanya memiliki satu pengertian dan
tidak
mungkin menerima pengertian lain (qatiyy al-dilalah).
2. Teori illat hukum
Dasar dari teori ini ialah asumsi bahwa ketentuan-ketentuan
yang
diturunkan Allah melalui wahyu itu memiliki alasan logis dan
hikmah.
-
Modul Perkuliahan Hukum Islam
Samun Ismaya, S.H., MHum.
30
Hikmah ialah kualitas yang bersesuaian yakni suatu alasan
hukum
mengapa hukum itu ada yang bergantung pada faktor-faktor
yang
dapat menimbulkan adanya hukum. Wilayah hukum yang
memungkinkan pengujian ada tidaknya illat hukum meliputi
bidang
muamalah dalam pengertian luas sehingga memungkinkan
terjadinya
vareasi penerapan hukum dalam kasus yang sama karena adanya
perubahan illat hukum (alasan hukum). Atas dasar inilah maka
terbentuklah kaedah hukum al-hukm yaduru maa ilatihi
wujudan wa adaman (hukum itu berubah sesuai dengan ada
tidaknya illat hukum).
Teori pemilikan harta dalam bidang muamalah maliyah:
1. Pemilikan harta adalah pemilikan manfaat, bukan
sebaliknya.
2. Pada prinsipnya pemilikan harta tidak terbatas waktunya,
sedangkan pemilikan manfaat terbatas waktu.
3. Pemilikan pertama terhadap harta yang belum dimiliki
sebelumnya
adalah pemilikan sempurna.
4. Masyarakat dapat mengambil harta perseorangan jika
kemaslahatan
umum menghendakinya dengan syarat pemilikan tadi mendapatkan
penggantian yang wajar.
-
Modul Perkuliahan Hukum Islam
Samun Ismaya, S.H., MHum.
31
5. Pemilikan harta yang sempurna tidak berarti mutlak karena
dibatasi
oleh hak-hak Allah dan hak perseorangan. Dengan kata lain
harta
mempunyai fungsi sosial.
Kemudian muncul teori taasuf dalam menggunakan hak dengan
dua
prinsip:
1. Penggunaan hak harus sesuai dengan tujuan yang dimaksud
dengan
adanya hak tersebut.
2. Seseorang dianggap menyalahgunakan hak jika:
a. dengan perbuatannya itu merugikan orang lain
b. perbuatan itu tidak menghasilkan manfaat bagi dirinya,
tetapi
sebaliknya menimbulkan kerugian bagi dirinya
c. dari perbuatan itu timbul bencana umum bagi masyarakat.
Di satu sisi Hukum Islam menguduskan kehormatan manusia
(karamah
insaniyyah) dan di sisi lain mengarahkan kepada perwujudan
kemaslahatan masyarakat. Penerapan hukum islam terhadap situasi
yang
beraneka ragam baik dalam arti masa maupun dalam arti
tempat,
membutuhkan fleksibilitas hukum islam itu sendiri. Sebagai
contoh Ibnu
al-Qoyyim menyimpulkan kesadaran demikian dalam kaidah: Hukum
itu
berubah karena waktu, tempat dan keadaan adat dan niyat. Para
ulama
sepakat bahwa prinsip ini berlaku dalam bidang hukum yang
mengatur
-
Modul Perkuliahan Hukum Islam
Samun Ismaya, S.H., MHum.
32
hubungan antarmanusia yang bersifat ijtihadiyah. Kaidah
tersebut
didasarkan atas:
a. adanya aturan-aturan rukhshah dalam syariah islamiyah
b. berlakunya hukum islam bergantung pada illatnya sesuai
kaidah:
hukum itu terkait dengan ada atau tidaknya illat hukum.
Keberadaan illat hukum merupakan persyaratan untuk
berlakunya
hukum, dan ini pula yang dijadikan alasan sebagian penguasa di
dunia
Islam untuk mengeluarkan peraturan-perundangan yang
diperlukan
dalam siyasah syariyyah.
c. Apabila hukum diterapkan dengan mempertimbangkan adat dan
adat
tersebut berubah maka perubahan hukum pun berubah sesuai
dengan
adat
d. Penerapan kemaslahatan umum dapat berbeda sesuai dengan
perbedaan wantu dan tempat. Hal demikian terlihat dari
perubahan
sebagian hasil ijtihad para ulama karena perubahan kebutuhan
dan
kemaslahatan masyarakat.
Dalam penerapannya, hukum islam bersifat fleksibel dan
mempunyai
kelenturan dengan tetap tidak mengorbankan identitasnya.
Kelenturan itu
akan tetap bertahan jika kita:
a. Berorientasi kepada maqasid al-syariah
-
Modul Perkuliahan Hukum Islam
Samun Ismaya, S.H., MHum.
33
b. Mempertimbangkan azimah dan rukhshah
c. Memperhatikan adanya qawaid al-fiqiyyah
d. Mempertimbangkan maslahah dan adah yang memenuhi syarat
yang
akan menambah daya terhadap dinamika hukum islam.
e. Memperhatikan adanya sejumlah metode berijtihad untuk
masalah
yang belum dibahas para ulama masa lalu.
f. Memperhatikan penerapan sistem musyawarah sebagai wujud
kebersamaan di mana pertimbangan manusia mendapat tempat
yang
layak.
Dengan memperhatikan aspek-aspek tersebut maka Hukum Islam
diharapkan mampu membuktikan diri sebagai rahmatan li
al-alamin.
Terdapat tiga metode landasan ilmiah dalam pembentukan hukum
islam
(Ibnu Taimiyyah):
1. Al- Tajribat al-Hissiyyah (pengalaman empiris atau
inderawi)
Qiyas sebagai metode hukum islam tidak bisa lepas dari
penyusunan
premis-premisnya yang diperoleh melalui pengetahuan
inderawi.
Tanpa pengetahuan yang diperoleh secara empiris tidak
mungkin
ditarik suatu kesimpulan hukum. Pengalaman empiris itulah yang
akan
membuka hakikat hukum islam melalui penalaran qiyas.
Pengalaman
yang berulang-ulang akan membentuk universal (al-kulliyat)
yang
-
Modul Perkuliahan Hukum Islam
Samun Ismaya, S.H., MHum.
34
mencapai tingkatan kebenaran yang menyakinkan yang diperolah
melalui penelitian dan pengamatan.
2. Al- Mutawatirat (data-data yang ditransmisikan)
Adanya metode ini dimaksudkan untuk menolak pendapat
ahli-ahli
logika yang menentang pengalaman empiris menjadi argumentasi
bagi
orang lain yang tidak mengalaminya. Menurut mereka
pengalaman
inderawi itu hanya menjadi kebenaran bagi orang yang
mengalaminya
tidak menjadi argumen bagi orang lain. Alasan para ahli teori
hukum
islam menjadikan pengalaman sebagai sumber kebenaran ialah
karena: kenyataan menunjukkan bahwa baik dalam ilmu kealaman
maunpun tumbuh-tumbuhan ada fenomena yang hanya mungkin
diketahui dan dialami oleh orang atau masyarakat tertentu tetapi
tidak
bisa diendera oleh orang lain atau oleh masyarakat lainnya.
3. Al- Istiqra (Induksi)
Adalah suatu cara menarik kesimmpulan atau inferensi umum
atau
proposisi universal melalui observasi atau kejadian-kejadian
partikular.
Metode inipun dipergunakan oleh Aristoteles yang kemudian
lebih
dikenal dengan silogismenya atau logika formal. Dalam hukum
islam
inferensi analogi yang andal ialah qiyas al-tamthil (induction
method)
qiyas al-shumul (deduction method). Dasarnya ialah qiyas
tidak
membuat hukum tetapi menggali hukum agar hukum islam dapat
dipraktekkan. Penggunaan induksi bertujuan untuk
merealisasikan
dan mengaplikasikan hukum islam ke dalam kehidupan nyata.
E. FILSAFAT HUKUM ISLAM
-
Modul Perkuliahan Hukum Islam
Samun Ismaya, S.H., MHum.
35
Al-Gazali menemukan kebenaran yang hakiki dalam tasawuf
(mistissisme)
yang terkenal dengan istilah marifat yaitu kebenaran mutlak
sebagai
lawan ilm atau ilmu sebagai kebenaran yang relatif atau zanniy
(termasuk
ilmu hukum). Kebenaran marifat diperoleh melalui kalbu (mata
hati)
sedangkan pengetahuan dalam arti ilm yang kebenarannya
relatif
diperoleh melalui penalaran atau rasio.
SUMBER-SUMBER HUKUM ISLAMTingkatan-tingakatan Hadist